Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN NY.

“ P “DENGAN

DIAGNOSA MEDIS KANKER PAYUDARA DENGAN TEKNIK PEMBIUSAN

GENERAL ANESTESI ( LMA ) DI RUANG ODC LANTAI 1 GBST

RSUP DR SARDJITO

Diajukan sebagai salah satu syarat mengikuti Pelatihan Keperawatan Anestesi Dasar

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

1. VEMBRIANTO, AMK
2. HARIYANTO, AMK
3. THERESIA ANGELA, S.KEP
4. GADING SANTOSA, A.Md.Kep
5. DWI KURNIAWAN WIDI PRABOWO, AMK

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN

RSUP DR SARDJITO

2021

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Tinjauan Teori Kanker Payudara .............................................................................. 2
B. Tinjauan Teori General Anestesi Laringeal Mask Airway (LMA) .......................... 12
C. Tinjauan Asuhan Keperawatan Anestesi Peri Operatif ............................................

BAB II TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian Keperawatan ........................................................................................... 24
B. Analisa Data (Pengkajian) ........................................................................................ 27
C. Diagnosa Keperawatan ............................................................................................. 27
D. Implementasi dan Evaluasi ....................................................................................... 28
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI INTRAOPERATIF
a. Pengkajian ..................................................................................................... 29
b. Analisis Data (Pengkajian) ........................................................................... 30
c. Diagnose Keperawatan ................................................................................. 31
d. Perencanaan................................................................................................... 31
e. Implementasi dan Evaluasi ........................................................................... 32
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI POST OPERATIF
A. Pengkajian .................................................................................................... 33
B. Analisa Data .................................................................................................. 33
C. Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 33
D. Perencanaan .................................................................................................. 34
E. Implementasi dan Evaluasi ........................................................................... 35
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN ................................................................................................. 36
B. SARAN ............................................................................................................... 37

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Tinjauan Teori Kanker Payudara

1. Pengertian
Kanker payudara berasal dari sel payudara yang tumbuh secara abnormal dan
berubah bentuk menjadi gumpalan atau tumor.Stadium awal kanker payudara merupakan
penyakit non invasive (stadium 0) yang berasal dari epitel ductus ataupun lobus payudara
dan belum menyebar ke jaringan payudara (disebut juga carsinoma in situ).Kanker
payudara invasive adalah kanker yang sudah menyebar dari ductus atau lobus ke jaringan
payudara atau menyebar ke saluran limfa atay organ yang yang berdekatan (stadium IV).
(ESMO patient guide series breast cancer).
Kanker payudara adalah ensitas patologiyang dimulai dengan perubahan genetic
pada sel tunggal dan mungkin memerlukan waktubeberapa tahun untuk dapat terpalpasi.
( Brunner 7 Suddarth , edisi 12 )

2. Etiologi
Penyebab kanker payudara masih belum diketahui secara pasti, faktor genetik dan
faktor hormonal dapat berperan pada cancer mammae (Black,1997).Menurut Mulyani
(2013), terdapat beberapa faktor yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker
payudara, diantaranya
a. Jenis kelamin
Perempuan memiliki risiko terkena cancer mammae lebih besar dibanding
pria.Perbandingannya seratus banding satu perempuan yang terkena cancer mammae
dibandingkan pria.
b. Pemakaian hormon
Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat
peningkatan bermakna pada pengguna terapi.
c. Estrogen replacement.
Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko cancer
mammae pada pengguna kontrasepsi oral, perempuan yang menggunakan obat ini
untuk mengalami kanker ini sebelum menopause. Oleh sebab itu jika kita bisa
menghindari adanya penggunaan hormon ini secara berlebihan maka akan lebih
aman.
d. Kegemukan (obesitas) setelah menopause
Seorang perempuan yang mengalami obesitas setelah menopause akan berisiko 1,5
kali lebih besar untuk terkena cancer mammae dibandingkan dengan perempuan
yang berat badannya normal.
e. Radiasi payudara yang lebih dini

2
Sebelum usia 30 tahun, seorang perempuan yang harus menjalani terapi radiasi di
dada (termasuk payudara) akan memiliki kenaikan risiko terkena cancer mammae.
Semakin muda ketika menerima pengobatan radiasi, semakin tinggi risiko untuk
terkena cancer mammae di kemudian hari.
f. Riwayat cancer mammae
Seorang perempuan yang mengalami cancer mammae pada satu payudaranya
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menderita kanker baru pada
payudara lainnya atau pada bagian lain dari payudara yang sama. Tingkat risikonya
bisa tiga sampai empat kali lipat.
g. Riwayat keluarga
Risiko dapat berlipat ganda jika ada lebih dari satu anggota keluarga inti yang
terkena cancer mammae dan semakin mudah ada anggota keluarga yang terkena
kanker maka akan semakin besar penyakit tersebut menurun.
h. Periode menstruasi
Perempuan yang mulai mempunyai periode awal (sebelum usia 12 tahun) atau yang
telah melalui perubahan kehidupan (fase menopause) setelah usia 55 tahun
mempunyai risiko terkena cancer mammae yang sedikit lebih tinggi. Mereka yang
mempunyai periode menstruasi yang lebih sehingga lebih banyak hormon estrogen
dan progesteron.
i. Umur atau usia
Sebagian besar perempuan penderita cancer mammae berusia 50 tahun ke atas.
Risiko terkena cancer mammae meningkat seiring bertambahnya usia.
j. Ras
Cancer mammae lebih umum terjadi pada perempuan berkulit putih.Kemungkinan
terbesar karena makanan yang mereka makan banyak mengandung lemak.Ras seperti
Asia mempunyai bahan pokok yang tidak banyak mengandung lemak yang berlebih.
k. Perubahan payudara
Jika seorang perempuan memiliki perubahan jaringan payudara yang dikenal sebagai
hiperplasia atipikal (sesuai hasil biopsi), maka seorang perempuan memiliki
peningkatan risiko cancer mammae.
l. Aktivitas fisik
Penelitian terbaru dari Women’s Health Initiative menemukan bahwa aktivitas fisik
pada perempuan menopause yang berjalan sekitar 30 menit per hari dikaitkan dengan
penurunan 20 persen risiko cancer mammae. Namun, pengurangan risiko terbesar
adalah pada perempuan dengan berat badan normal.Dampak aktivitas fisik tidak
ditemukan pada perempuan dengan obesitas.Jika aktivitas fisik dikombinasikan
dengan diet dapat menurunkan berat badan sehingga menurunkan risiko cancer
mammae dan berbagai macam penyakit.
m. Konsumsi alkohol
Perempuan yang sering mengkonsumsi alkohol akan berisiko terkena cancer
mammae karena alkohol menyebabkan perlemakan hati, sehingga hati bekerja lebih
3
keras sehingga sulit memproses estrogen agar keluar dari tubuh dan jumlahnya akan
meningkat.
n. Merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko berkembangnya cancer mammae, apalagi bagi
perempuan yang memiliki riwayat keluarga yang mengidap cancer mammae.

3. Tanda/Gejala
Tanda dan gejala dapat terlihat pada tahap lanjut antara lain :
a. Adanya benjolan di payudara,
b. Adanya borok atau luka yang tidak sembuh.
c. Keluar cairan abnormal dari puting susu, cairan dapat berupa nanah, darah, cairan
encer atau keluar air susu pada perempuan yang tidak hamil dan menyusui.
d. Perubahan bentuk dan besarnya payudara.
e. Kulit puting susu dan areola melekuk ke dalam atau berkerut.
f. Nyeri di payudara.
Menurut Mulyani (2013), jika metastase (penyebaran) luas, maka tanda dan gejala
yang biasa muncul adalah:
a. Pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula dan servikal.
b. Hasil rontgen toraks abnormal dengan atau tanpa efusi pleura.
c. Gejala penyebaran yang terjadi di paru-paru ditandai dengan batuk yang sulit untuk
sembuh, terdapat penimbunan cairan antara paru-paru dengan dinding dada sehingga
akan menimbulkan kesulitan dalam bernafas.
d. Nyeri tulang dengan penyebaran ke tulang.
e. Fungsi hati abnormal.

4. Patofisologi dan Pathway


Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut
transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.
a. Fase inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing
sel menjadi ganas.Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen
yang disebut karsinogen yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau
sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu
karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor,
menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen.Bahkan gangguan fisik
menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan.
Progesteron, sebuah hormon yang menginduksi ductal side-branching pada kelenjar
payudara dan lobualveologenesis pada sel epitelial payudara, diperkirakan berperan
sebagai aktivator lintasan tumorigenesis pada sel payudara yang diinduksi oleh
karsinogen. Progestin akan menginduksi transkripsi regulator siklus sel berupa siklin D1
untuk disekresi sel epitelial. Sekresi dapat ditingkatkan sekitar 5 hingga 7 kali lipat
4
dengan stimulasi hormon estrogen, oleh karena estrogen merupakan hormon yang
mengaktivasi ekspresi pencerap progesteron pada sel epitelial.Selain itu, progesteron juga
menginduksi sekresi kalsitonin sel luminal dan morfogenesis kelenjar.

b. Fase promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi
ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi.
Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel
yang peka dan suatu karsinogen).

c. Fase metastasis
Metastasis menuju ke tulang merupakan hal yang kerap terjadi pada kanker
payudara, beberapa diantaranya disertai komplikasi lain seperti simtoma hiperkalsemia,
pathological fractures atau spinal cord compression. Metastasis demikian bersifat
osteolitik, yang berarti bahwa osteoklas hasil induksi sel kanker merupakan mediator
osteolisis dan mempengaruhi diferensiasi dan aktivitas osteoblas serta osteoklas lain
hingga meningkatkan resorpsi tulang.
Tulang merupakan jaringan unik yang terbuat dari matriks protein yang mengandung
kalsium dengan kristalhydroxyappatite sehingga mekanisme yang biasa digunakan oleh
sel kanker untuk membuat ruang pada matriks ekstraselular dengan penggunaan enzim
metaloproteinase matriks tidaklah efektif. Oleh sebab itu, resorpsi tulang yang
memungkinkan invasi neoplastik terjadi akibat interaksi antara sel kanker payudara
dengan sel endotelial yang dimediasi oleh ekspresi VEGF.VEGF merupakan mitogen
angiogenik positif yang bereaksi dengan sel endotelial. Tanpa faktor angiogenik negatif
seperti angiostatin, sel endotelial yang berinteraksi dengan VEGF sel kanker melalui
pencerap VEGFR-1 dan VEGFR-2, akan meluruhkan matriks ekstraselular, bermigrasi
dan membentuk tubulus.

5
6
5. Penatalaksanaan medis
Untuk menegakkan diagnosis kanker payudara diperlukan pemeriksaan antara lain
(Panduan Penatalaksanaan Penanggulangan Kanker Payudara, Komite Penanggulangan
Kanker Nasional, 2017)
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan
metastasis.
2) Tumor marker : apabila hasil tinggi, perlu diulang untuk follow up.
b. Pemeriksaan Pencitraan (Mammografi payudara)
Mamografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan payudara yang
dikompresi.Mamogram adalah gambar hasil mamografi.Untuk memperoleh interpretasi
hasil pencitraan yang baik, dibutuhkan dua posisi mamogram dengan proyeksi berbeda 45
derajat (kraniokaudal dan mediolateralobligue).Mamografi dapat bertujuan skrining
kanker payudara, diagnosis kanker payudara, dan follow up / kontrol dalam pengobatan.
Mammografi dikerjakan pada wanita usia diatas 35 tahun, namun karena payudara orang
Indonesia lebih padat maka hasil terbaik mamografi sebaiknya dikerjakan pada usia >40
tahun.
Pemeriksaan Mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10 dihitung dari hari
pertama masa menstruasi; pada masa ini akan mengurangi rasa tidak nyaman pada wanita
pada waktu di kompresi dan akan memberi hasil yang optimal. Untuk standarisasi
penilaian dan pelaporan hasil mamografidigunakan BIRADS yang dikembangkan oleh
American College of Radiology.Tanda primer berupa:
1. Densitas yang meninggi pada tumor .
2. Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan
sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet sign).
3. Gambaran translusen disekitar tumor
4. Gambaran stelata.
5. Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan.
6. Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.
Tanda sekunder :
1. Retraksi kulit atau penebalan kulit.
2. Bertambahnya vaskularisasi.
3. Perubahan posisi putting.
4. Kelenjar getah bening aksila (+).
5. Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur.
6. Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.

c. USG Payudara
7
Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik. Gambaran USG
pada benjolan yang harus dicurigai ganas di antaranya:
1. Permukaan tidak rata
2. Taller than wider
3. Tepi hiperekoik
4. Echo interna heterogen
5. Vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam tumor membentuk
sudut 90 derajat.
Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan akurasinya sampai
7,4%. Namun USG tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai modalitas skrining oleh
karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal menunjukan efikasinya.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CT-SCAN
Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada mamografi, namun secara
umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena biaya mahal dan
memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Akan tetapi MRI dapat dipertimbangkan
pada wanita muda dengan payudara yang padat atau pada payudara dengan implant,
dipertimbangkan pasien dengan risiko tinggi untuk menderita kanker payudara. (level 3)
e. Diagnosa Sentinel Node
Biopsi kelenjar sentinel (Sentinel lymph node biopsy) adalah mengangkat kelenjar
getah bening aksila sentinel sewaktu operasi. (Kelenjar getah bening sentinel adalah
kelenjar getah bening yang pertama kali menerima aliran limfatik dari tumor,
menandakan mulainya terjadi penyebaran dari tumor primer).
Biopsi kelenjar getah bening sentinel dilakukan menggunakan blue dye, radiocolloid,
maupun kombinasi keduanya. Bahan radioaktif dan atau blue dye disuntikkan disekitar
tumor; Bahan tersebut mengalir mengikuti aliran getah bening menuju ke kelenjar getah
bening (senitinel). Ahli bedah akan mengangkat kelenjar getah bening tersebut dan
memintah ahli patologi untuk melakukan pemeriksaan histopatologi. Bila tidak
ditemukan sel kanker pada kelenjar getah bening tersebut maka tidak perlu dilakukan
diseksi kelenjar aksila.Teknologi ideal adalah menggunakan teknik kombinasi blue dye
dan radiocolloid.
Perbandingan rerata identifikasi kelenjar sentinel antara blue dye dan teknik
kombinasi adalah 83% vs 92%. Namun biopsi kelenjar sentinel dapat dimodifikasi
menggunakan teknik blue dye saja dengan isosulfan blue ataupun methylene blue.
Methylene blue sebagai teknik tunggal dapat mengindentifikasi 90% kelenjar
sentinel.Studi awal yang dilakukan RS Dharmais memperoleh identifikasi sebesar 95%.
Jika pada akhir studi ini diperoleh angka identifikasi sekitar 90% maka methylene blue
sebagai teknik tunggal untuk identifikasi kelenjar sentinel dapat menjadi alternatif untuk
rumah sakit di Indonesia yang tidak memiliki fasilitas radiocoloid. (level 3).

f. Pemeriksaan Patologi Anatomi

8
Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi pemeriksaan sitologi,
morfologi (histopatologi), pemeriksaan immunohistokimia, in situ hibridisasi dan gene
array (hanya dilakukan pada penelitian dan kasus khusus).Cara Pengambilan Jaringan:
1) Biopsi Jarum Halus, Biopsi Apus dan Analisa Cairan
Biopsi jarum halus, biopsi apus dan analisa cairan akan menghasilkan penilaian
sitologi. Biopsi jarum halus atau yang lebih dikenal dengan FNAB dapat dikerjakan
secara rawat jalan (ambulatory).Pemeriksaan sitologi merupakan bagian dari
triplediagnostic untuk tumor payudara yang teraba atau pada tumor yang tidak teraba
dengan bantuan penuntun pencitraan.Yang bisa diperoleh dari pemeriksaan sitologi
adalah bantuan penentuan jinak/ganas; dan mungkin dapat juga sebagai bahan
pemeriksaan ER dan PgR, tetapi tidak untuk pemeriksaan HER2Neu.
2) Tru-cut Biopsi atau Core Biopsy
Tru-cut biopsi dan core biopsyakan menghasilkan penilaian histopatologi. Tru-cut
biopsi atau core biopsy dikerjakan dengan memakai alat khusus dan jarum khusus no
G12-16. Secara prinsip spesimen dari core biopsysama sahihnya dengan pemeriksaan
biopsi insisi.
3) Biopsi Terbuka dan Spesimen Operasi
Biopsi terbuka dan spesimen operasi akan menghasilkan penilaian histopatologi.
Biopsi terbuka dengan menggunakan irisan pisau bedah dan mengambil sebagian
atau seluruh tumor, baik dengan bius lokal atau bius umum. Pemeriksaan
histopatologi merupakan baku emas untuk penentuan jinak/ ganas suatu jaringan; dan
bisa dilanjutkan untuk pemeriksaan imunohistokimia.
g. Pemeriksaan Immunohistokimia
Pemeriksaan Imunohistokimia (IHK) adalah metode pemeriksaan menggunakan
antibodi sebagai probe untuk mendeteksi antigen dalam potongan jaringan (tissue
sections) ataupun bentuk preparasi sel lainnya. IHK merupakan standar dalam
menentukan subtipe kanker payudara.Pemeriksaan IHK pada karsinoma payudara
berperan dalam membantu menentukan prediksi respons terapi sistemik dan prognosis.
Pemeriksaan imunohistokimia yang standar dikerjakan untuk kanker payudara adalah
reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron (PR) 2. HER2
3. Ki-67 Pemeriksaan ER dan PR dilakukan pada material dari blok parafin (spesimen
core biopsy dan eksisi), dan dapat juga dari hapusan sitologi atau cell block. Pemeriksaan
harus dilakukan pada spesimen yang difiksasi dengan Neutral Buffer Formalin (NBF)
10%.Hasil dinyatakan positif apabila > 1% inti sel terwarnai (baik dengan intensitas
lemah, sedang, ataupun kuat).Pemeriksaan status HER2 (c-erbB-2, HER2/neu) saat ini
telah direkomendasikan untuk karsinoma payudara invasif (DCIS tidak dievaluasi untuk
HER2). Pemeriksaan HER2 harus dilakukan pada blok paraffin dari jaringan yang
difiksasi dengan NBF 10% dan tidak dapat dilakukan dari hapusan sitologi. Hasil
dinyatakan HER2 positif pada HER2 +3, sedangkanHER2 +2 memerlukan pemeriksaan
lanjutan berupa hibridisasi in situ.

9
6. Penatalaksanaan
Terapi pada kanker payudara harus didahului dengan diagnosa yang lengkap dan
akurat (termasuk penetapan stadium).Diagnosa dan terapi pada kanker payudara haruslah
dilakukan dengan pendekatan humanis dan komprehensif.Terapi pada kanker payudara
sangat ditentukan luasnya penyakit atau stadium dan ekspresi dari agen biomolekuler atau
biomolekuler-signaling.Terapi pada kanker payudarabeberapa efek yang tak diinginkan
(adverse effect), sehingga sebelum memberikan terapi haruslah dipertimbangkan untung
ruginya dan harus dikomunikasikan dengan pasien dan keluarga. Selain itu juga harus
dipertimbangkan mengenai faktor usia, comorbid, evidence-based, cost effective, dan
kapan menghentikan seri pengobatan sistemik termasuk end of life isssues. (Panduan
Penatalaksanaan Penanggulangan Kanker Payudara, Komite Penanggulangan Kanker
Nasional, 2017)
a. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal untuk pengobatan kanker
payudara. Terapi pembedahan dikenal sebagai berikut:
1) Terapi atas masalah lokal dan regional: Mastektomi, breast conserving surgery,
diseksi aksila dan terapi terhadap rekurensi lokal/regional.
2) Terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormonal : ovariektomi, adrenalektomi, dsb
3) Terapi terhadap tumor residif dan metastase.
4) Terapi rekonstruksi, terapi memperbaiki kosmetik atas. Terapi lokal/regional, dapat
dilakukan pada saat bersamaan (immediate) atau setelah beberapa waktu (delay).

b. Terapi Sistemik (Kemoterapi)

10
Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa gabungan
beberapa kombinasi obat kemoterapi.Kemoterapi diberikan secara bertahap, biasanya
sebanyak 6 sampai 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek samping
yang masih dapat diterima. Hasil pemeriksaan imunohistokimia memberikan beberapa
pertimbangan penentuan regimen kemoterapi yang akan diberikan.
c. Terapi Hormonal
Pemeriksaan imunohistokimia memegang peranan penting dalam menentukan
pilihan kemo atau hormonal sehingga diperlukan validasi pemeriksaan tersebut dengan
baik.Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif.Terapi
hormonal bisa diberikan pada stadium I sampai IV. Pada kasus kanker dengan luminal A
(ER+,PR+,Her2-) pilihan terapi ajuvan utamanya adalah hormonal bukan kemoterapi.
Kemoterapi tidak lebih baik dari hormonal terapi. Pilihan terapi tamoxifen sebaiknya
didahulukan dibandingkan pemberian aromatase inhibitor apalagi pada pasien yang
sudah menopause dan Her2. Lama pemberian ajuvan hormonal selama 5-10 tahun.
d. Terapi Target
Pemberian terapi anti target hanya diberikan di rumah sakit tipe A/B. Pemberian
anti-Her2 hanya pada kasus-kasus dengan pemeriksaan IHK yang Her2 positif. Pilihan
utama anti-Her2 adalah herceptin, lebih diutamakan pada kasus-kasus yang stadium dini
dan yang mempunyai prognosis baik (selama satu tahun: tiap 3 minggu). Penggunan anti
VEGF atau m-tor inhibitor belum direkomendasikan.
e. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker
payudara.Radioterapi dalam tatalaksana kanker payudara dapat diberikan sebagai terapi
kuratif ajuvan dan paliatif.
f. Komplikasi
Jika metastase (penyebaran) luas, maka tanda dan gejala yang biasa muncul adalah:
1. Pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula dan servikal.
2. Hasil rontgen toraks abnormal dengan atau tanpa efusi pleura.
3. Gejala penyebaran yang terjadi di paru-paru ditandai dengan batuk yang sulit untuk
sembuh, terdapat penimbunan cairan antara paru-paru dengan dinding dada sehingga
akan menimbulkan kesulitan dalam bernafas.
4. Nyeri tulang dengan penyebaran ke tulang.
5. Fungsi hati abnormal.

D. Tinjauan Teori General Anestesi Laringeal Mask Airway (LMA)

11
1. Pengertian

Menurut Mangku (2010) general anestesi merupakan tindakan meniadakan


nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali
(reversible). General anestesi menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk
kejaringan otak dengan tekanan setempat yang tinggi. Selama masa induksi
pemberian obat bius harus cukup untuk beredar didalam darah dan tinggal di dalam
jaringa tubuh. Beberapa teknik general anestesi inhalasi adalah Endotrakea Tube
(ETT) dan Laringeal Mask Airway (LMA).

Laryngeal Mask Airway (LMA)

LMA adalah suatu alat bantu jalan napas yang ditempatkan di hipofaring berupa
balon yang jika dikembangkan akan membuat daerah sekitar laring tersekat sehingga
memudahkan ventilasi spontan maupun ventilasi tekanan positif tanpa penetrasi ke laring
atau esophagus (Dorsch,2009).

Tabel 1. Ukuran LMA-Clasic


Ukuran Lma- Berat Badan (kg) Volume Cuff (ml)

12
Clasic

1 <5 4

1,5 5-10 7

2 10-20 10

2,5 20-30 14

3 30-50 20

4 50-70 30

5 >70 40

Lma memberikan strategi baru dalam pelaksanaan jalan napas karena cara
pemasangan yang mudah, memerlukan sedikit latihan dapat dilakukan oleh seseorang
dengan pengalaman anestesi bervariasi. Lma menyediakan akses yang berbeda ke
berbagai fungsi dari saluran pernafasan dan saluran pencernaan.Bentuk anatomi pipa
jalan napas berbentuk bulat panjang melengkung dan kaku, pada pipa saluran pernapasan
dengan diameter 15 mm yang pangkalnya terdapat konektor yang berfungsi sebagai
sambungan ke sirkuit mesin anestesi dan pada ujungnya berposisi di laring proximal.Pada
saluran pipa satunya berujung pada pangkal saluran pencernaan berposisi di depan
sphinter esophagus. Terlihat pada saat dimasukkan dengan rekomendasi teknik insersi
(The Laryngeal Mask Company Limited 2007).

2. Indikasi Dan Kontraindikasi Pemasangan


Indikasi LMA adalah sebagai berikut:
a. Digunakan untuk prosedur anestesi jika tindakan intubasi mengalami kegagalan.
b. Penatalaksanaan kesulitan jalan nafas yang tidak dapat diperkirakan.
c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.
d. Pada operasi kecil atau sedang di daerah permukaan tubuh, berlangsung singkat
dan posisinya terlentang.
Kontraindikasi LMA adalah sebagai berikut:
a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung.
b. Pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik dalam jangka waktu yang
lama.
c. Pada operasi daerah mulut.
d. Pada pasien yang mengalami penurunan fungsi sistem pernafasan, karena cuff
pada LMA yang bertekanan rendah akan mengalami kebocoran pada tekanan
inspirasi yang tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung.

13
3. Patofisiologi

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa sakit / nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali. Terjadi hambatan susunan
syaraf pusat. Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas
dan cairan terbang yang masing – masing sangat berbedadalam kecepatan induksi ,
aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk
mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan
dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekedar pemberin dan
pengeluaran.Obat – obatan intravena seperti propofol mempunyai mula kerja anestesi
yang lebih cepat dibandingkan terhadapsenyawa gas inhalasi.Senyawa intravena ini
umumnya digunakan untuk induksi anestesi.kecepatan pemulihan pada sebagian
besar senyawa intravena sangat cepat.

Prosedure Anestesi Ansietas

Induksi pasien di mulai awal anestesi

Otot pernafasan mulai lemas Pola nafas tidak efektif

Bersihkan jalan nafas tidak efektif

Penggunaan obat anestesi mulai dikurangi Resiko aspirasi

Gangguan ventilasi spontan


Pasien mulai bangun, dimonitor di RR
Nyeri

Resiko jatuh

4. Penatalaksaan medik terkait rencana tindakan Generla Anestesi ( LMA )

a.LMA mempunyai manset yang di kempiskan benar sebelum dimasukkan,


dan pompa setelah penempatannyabenar.
14
b.Bagian belakang masker dilumasi secara menyeluruh.
c.Tingkat anestesi atau tidak sadar harus sama dengan tingkatan untuk
memasukkanLMA.
d.Kepala dan leher berada dalam posisi seperti pada intubasi trakea dan
asisten membuka mulut pasien selebarmungkin.
e.Ujung masker ditekankan pada palatum durum dengan ujung terbuka,
masker mengarah ke lidah tanpa bolehmenyentuhnya.
f. Masker didorong sejauh mungkin. Masker ini terlalu lebar untuk ujungnya
berada di atas sfingter esofagus. Bagian samping masker berada di atas
fossae pyriformis dan tepi atasnya berada di dasarlidah.

5. Komplikasi tindakan Anestesi


Menurut Nolan (2005) komplikasi pemasangan Laringeal Mask Airway
(LMA):
a. Komplikasi Mekanikal (kinerja LMA sebagai alat):
1. Gagal insersi (0,3 –4%)
2. Ineffective seal(<5%)
3. Malposisi (20 –35%)
4. Komplikasi Traumatik (kerusakan jaringan sekitar):
5. Tenggorokan lecet/nyeri tenggorokan (0 – 70%)
6. Disfagia (4 –24%)
7. Disartria (4 –47%)

15
b. Komplikasi Patofisiologi (efek penggunaan LMA pada tubuh):
1. Batuk(<2%).
2. Muntah (0,02 – 5%).
3. Regurgitasi yang terdeteksi(0-80%).
4. Regurgitasi klinik(0,1%)

Menurut Morgan (2006) komplikasi yang berhubungan dengan


penggunaan Laringeal mask airway (LMA) meliputi:

a. Sakit tenggorokan.
b. Aspirasi.
c. Lidah mati rasa atau sianosis. Memastikan bahwa lidah tidak terjebak di
antara gigi dan LMA.
d. Laringospasme termasuk anestesi umum seperti yang anda lakukan untuk
setiap lainnya anestesi umum. Jika pasien tidak pingsan atau diberikan
anestesi ringan, laringospasme dapat terjadi.

6. Persiapan pasien, persiapan mesin, alat dan obat

a. Persiapan pasien
1) Pasien dan keluarga sudah diberikan informasi terkait tindakan operasi serta telah
menandatangani lembar inform consent baik terkait tindakan pembiusan tindakan
medisLaparatomi reseksi tumor, dan tranfusi darah.
2) Pasien sudah dipuasakan
3) Pasien telah dilakukan pemeriksaan penunjang.

16
4) Pasien sudah mengenakan baju operasi dan sudah dilakukan pengecekan gelang
identitas bahwa sesuai dengan rekam medis pasien.
5) Pasien tidak memakai gigi palsu.
6) Pasien memakai topi operasi.

b. Persiapan mesin anestesi


1) Mengecek sumber gas sudah terpasang dan tidak ada kebocoran
2) Mengecek isi volatil agent
3) Mengecek kondisi absoben
4) Melakukan kalibrasi mesin anestesi
5) Mengecek sumber kelistrikan mesin dengan baik
c. Persiapan alat :
1) S (Scope) : laryngoscope dan stetoscope
2) T (Tube) : ETT sesuai dengan kebutuhan pasien
3) A (Aiway) : OPA / mayo sesuai kebutuhan pasien
4) T (Tape) : plester ± 20 cm 2 lembar
5) I (Introducer) : mandrin dan stilet
6) C (Conector)
7) S (Suction) : kanul dan selang suction
d. Persiapan obat
1) Induksi : proppofol
2) Analgetik : fentanyl
3) Pre medikasi : midazolam
4) Relaksan : roculax
5) Emegency :
a) Epinefrin
b) Dexametasone
c) Atropin
d) Ephedrine

E. Tinjauan Asuhan Keperawatan Anestesi Peri Operatif

1. Pengkajian Pre – Intra – Post Anestesi.


a. Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap pengumpulan data yang berhubungan dengan
pasien secara sistematis, data yang dikaji pada pengkajian mencakup data yang
dikumpulkan melalui riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan
laboraturium dan diagnostic seceptatnya catatan sebelumnya. Langkah-langkah
pengkajian yang sistematik adalah pengumpulan data, sumber data, klasifikasi
data, analisa data dan diagnose keperawatan.
b. Identitas
17
Meliputi data pasien dan data penanggung-jawab.
c. Keluhan utama adanya benjolan pada payudara, sejak kapan, riwayat penyakit
(perjalanan penyakit, pengobatan yang telah diberikan), faktor etiologi/ risiko.
d. Konsep diri mengalami perubahan pada sebagian besar klien dengan kanker
payudara.
e. Pemeriksaan klinis.

F. Pengkajian keperawatan yang dilakukan meliputi:


a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Pemeriksaan fisik lengkap
e. Riwayat alergi
f. Keadaan umum pasien (Kesadaran, GCS, Vital sign< BB, TB)
g. Penilaian fisik
h. Pengkajian sosial psikososial
i. Kondisi fungsional (barthel index)
j. Skrining nutrisi
k. Penilaian tingkat nyeri
l. Pengkajian risiko dekubitus (bradden scale)
m. Risiko jatuh
n. Discharge planning

1. Diagnosis keperawatan Anestesi yang muncul Pre – Intra – Post Anestesi

Diagnosa keperawatan merupakan suatu tahap perumusan masalah yang


didapat dari data pengkajian yang telah dianalisa. Diagnosa yang mungkin muncul
pada pasien dengan pembiusan general Anestesi ( LMA ) antara laian :

a. Ansietas ( D. 0080 ) berhubungan dengan kurangnya informasi atau


kekhawatiran mengalami kegagalan
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif ( D. 0001 ) berhubungan efek agen
farmakologi ( anestesi umum )
c. Risiko aspirasi ( D. 0006 ) berhubungan dengan efek agen farmakologi.
( anestesi umum )
d. Nyeri akut ( D. 0077 ) berhubungan dengan agen pencedera fisik ( prosedur
operasi )
e. Risiko jatuh ( D. 0143 ) berhubungan dengan efek farmakologi ( anestesi
umum )

18
f. Pola nafas tidak efektif ( D. 0005 ) berhubungan dengan efek agen
farmakologi
g. Gangguan ventilasi spontan ( D. 0004 ) berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan.

2. Rencana Asuhan Keperawatan

N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN KEPERAWATAN
a Ansietas ( D. 0080 ) Setelah dilakukan Reduksi ansietas ( I.
berhubungan dengan intervensi keperawatan 09314 )
kurangnya informasi atau selama 1 x 8 jam tingkat 1) Identifikasi saat
kekhawatiran mengalami ansietas ( L.09093 ) tingkat ansietas
kegagalan menurun dengan kriteria berubah ( missal,
hasil : kondisi, waktu,
1) Perilaku tegang stressor )
menurun 2) Temani pasien
2) Frekuensi untuk mengurangi
pernafasan 16 _ kecemasan , jika
20 x/menit memungkinkan.
3) Frekuensi nadi 3) Jelaskan
60 – 120 x/menit prosedure,
4) Tekanan darah termasuk sensasi
110/70 – 120/70 yang mungkin
MmHg dialami.
4) Latih teknik
relaksasi
5) Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas , jika
perlu.

N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI

19
O KEPERAWATAN KEPERAWATAN
b Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
efektif ( D. 0001 ) berhubungan intervensi keperawatan ( I.01011 )
dengan efek agen farmakologis selama 1 x 8 jam 1) Monitor pola nafas
( anestesi umum ) bersihan jalan nafas ( frekuensi,
( L.01001 ) meningkat kedalaman, usaha
dengan kriteria : nafas ).
1) Batuk efektif 2) Pertahankan
meningkat kepatenan jalan
2) Frekuensi nafas nafas dengan head
16 – 20 x /menit - tilt dan chin – tilt.
3) Produksi sputum 3) Berikan
menurun oksigenisasi.
4) Lakukan
penghisapan lender
kurang dari 15
detik.

N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN KEPERAWATAN
c Risiko aspirasi ( D. 0006 ) Setelah dilakukan Perawatan pasca anestesi
berhubungan dengan efek agen intervensi keperawatan ( I. 06205 )
farmakologis ( anestesi umum ) selama 1 x 8 jam tingkat 1) Monitor status
aspirasi ( L.01006 ) kesadaran
menurun dengan kriteria 2) Monitor fungsi
hasil : respirasi ( misal,
1) Tingkat kesadaran frekuensi nafas,
meningkat saturasi oksigen,
2) Frekuensi nafas 16 kepatenan jalan
– 20 x / menit nafas).
3) Akumulasi sekret 3) Monitor fungsi
menurun kardiovaskuler
4) Kebersihan mulut ( misal,frekuensi
meningkat nadi, tekanan
darah, EKG ).
4) Hangatkan tubuh
paien ( misal,

20
selimut
penghangat
elektrik, selimut
kain ) untuk
mencegah
hipotermia dan
mengigil sesuai
kebutuhan.
5) Berikan oksigen.
6) Kolaborasi
pemberian
antiemetik.

N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN KEPERAWATAN
d Nyeri akut ( D. 0007 ) Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan agen intervensi keperawatan ( I.08238 )
pencedera fisik ( prosedur selama 1 x 8 jam tingkat 1) Identifikasi skala
operasi ) nyeri ( L. 08066 ) nyeri.
menurun dengan kriteria 2) Identifikasi lokasi,
hasil : karakteristik ,
1) Keluhan nyeri durasi, frekuensi,
menurun kulalitas,
2) Frekuensi Nadi intensitas nyeri.
60 – 120 x/menit 3) Kontrol
3) Tekanan darah lingkungan yang
110 / 70 – 120/70 memperberat rasa
MmHg nyeri ( suhu
4) Mual / muntah ruangan,
menurun pencahayaan,
kebisingan ).
4) Ajarkan teknik
non farmakologis
untuk mengurangi
nyeri.
5) Kolaborasi
pemberian
analgetic, jika
perlu.

21
N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN KEPERAWATAN
e Risiko jatuh ( D. 0143 ) Setelah dilakukan Pencegaha jatuh ( I.
berhubungan dengan efek agen intervensi keperawatan 14540 )
farmakologis ( anestesi umum ) selama 1 x 8 jam tingkat 1) Hitung risiko jatuh
jatuh ( L. 14138 ) dengan
menurun dengan kriteria menggunakan
hasil : skala ( Fall Morse
1) Jatuh saat Scale ).
dipindahkan 2) Pastikan roda
menurun tempat tidur dan
2) Jatuh saat duduk kursiroda selalu
menurun dalam kondisi
3) Jatuh dari tempat terkunci.
tidur menurun 3) Pasang handrail
tempat tidur.
4) Tempatkan pasien
berisiko tinggi
jatuh dekat dengan
pantauan perawat
dari nurse sation.
5) Anjurkan
memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan untuk
berpindah.

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN
F Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
( D.0005 ) berhubungan intervensi keperawatan ( I.01011 )
dengan efek agen selama 1 x 8 jam Pola 1) Monitor pola nafas
farmakologis nafas ( L. 01004 ) ( frekuensi,
membaik dengan kriteria kedalaman, usaha
hasil : nafas ).
2) Pertahankan
1) Frekuensi nafas 16
kepatenan jalan nafas
– 20 x /menit

22
2) Pemanjangan fase dengan head - tilt
ekspirasi membaik dan chin – tilt.
3) Kapasitas vital 3) Berikan oksigenisasi.
membaik 4) Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik.
Pemantauan respirasi ( I.
01014 )
1) Monitor frekuensi ,
irama, kedalaman
dan upaya nafas.
2) Monitor saturasi
oksigen.
3) Dokumentasikan
hasil pemantauan.

N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN KEPERAWATAN
g Gangguan ventilasi spontan Setelah dilakukan Dukungan ventilasi ( I.
( D. 0004 ) berhubungan intervensi keperawatan 01002 )
dengan kelemahan otot selama 1 x 8 jam ventilasi 1) Monitor status
pernafasan. spontan ( L.01007 ) respirasi dan
meningkat dengan oksigenissi
kreiteria hasil : 2) Identifikasi
1) Volume tidal adanya kelemahan
membaik (6- otot bantu nafas
8cc/kgBB) 3) Pertahankan
2) Hasil AGD baik kepatenan jalan
(pH 7.35-7.45) nafas
3) Penggunaan otot 4) Berikan
pernafasan oksigenasi sesuai
menurun kebutuhan
5) Kolanorasi
pemberian
bronchodilator,
jika perlu.

BAB II

23
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian keperawatan
Hari/Tanggal : Selasa/ 29 September 2021
Jam : 14.00 wib
Tempat : GBST lantai 1 RSUP DR. Sardjito
Sumber : Pasien, keluarga pasien, rekam medis dan catatan keperawatan
1) Identitas pasien
Nama : Ny. P
No CM : 01.98.76.75
Usia : 69 Tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Pendidikan terakhir : SD
Alamat :Dusun Kebocinde Rt 03 Rw 01, Kalirejo, Grabag, Kab. Purworejo
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 29/09/2021
Diagnosa : Ca Mamae Dektra
Tindakan : MRM (Modified Radikal Mastektomi) Dextra
Penanggung jawab pasien
Nama : Tn. S
Usia : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Alamat :Dusun Kebocinde Rt 03 Rw 01, Kalirejo, Grabag, Kab. Purworejo
Hub dengan pasien :Suami
2) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang:
Pasien mengatakan keluhan benjolan payudara kanan timbul sejak 1 bulan yang lalu.
Keluhan utama:
Benjolan pada payudara kanan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat sakit kanker

.
3) Data pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a. Kebutuhan nutrisi:
24
Pasien mengatakan makan 3x / hari, frekuensi 1 porsi, jenis makanan biasa.
b. Pola eliminasi:
Pasien mengatakan BAB dengan frekuensi 1x / hari, konsistensi lembek, warna kuning
khas feses.BAK dengan frekuensi 5-6x / hari, warna kuning jernih, tidak ada kesulitan.
c. Pola aktivitas tidur:
Istirahat tidur malam : Pukul 22.00 s/d 05.00 wib
Istirahat tidur siang: tidak bisa tidur.
d. Kebutuhan personal hygiene :
Pasien mengatakan tidak ada kendala.
4) Riwayat alergi : tidak terdapat alergi obat maupun makanan
5) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 153/83mmhg Nadi : 104 x/menit
Suhu : 36,5 C Respirasi : 20x/menit
d. Status Gizi
BB : 47 kg
TB : 140 cm
IMT : 23,98 kg/m2
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : kulit kepala bersih
2) Wajah : simetris
3) Mata : konjungtiva anemis, slera tidak tampak anemis
4) Hidung : tidak ada sumbatan jalan nafas
5) Mulut : mukosa bibir kering
6) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
7) Dada : gerakan dada simetris, tidak ada tarikan dinding, irama nafas
reguler
8) Abdomen : tampak datar, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada nyeri tekan.
9) Payudara : tampak asimetris, payudara kanan terlihat lebih besar dari pada
payudara kiri
10) Ekstremitas : tidak ada lesi pada ekstremitas atas dan bawah, tidak ada
pembengkakan, tidak ada nyeri tekan.

6) Data penunjang

a. Laboratorium darah lengkap (28/09/2021)


25
No. Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
1. Eritrosit 4,81 4,4 – 5,9 10^6/uL
2. Hemoglobin 14,0 13,2 – 17,3 g/dL
3. Hematokrit 43,2 40 -52 %
4. Trombosit 284 150 - 440 10^3/uL
5. Leukosit 7,43 3,8 – 10,6 10^3/uL
6. PT 10 - 13 Detik
7. APTT 33,8 25 - 35 Detik
b. Rongten
8. Albumin 4,70 3,5 – 5,9 g/dL
9. SGOT 24 < 25 U/L
10. SGPT 33 < 30 U/L
11. BUN 12,0 8 - 24 mg/dL
12. Kreatinin 0.80 0,6 – 1,2 mg/dL
13. Na 140 135- 145 mEq/L
14. Kalium 4.50 3,5 – 5, 3 mEq/L
15. Cl 99 100 - 106 mEq/L
16. GDS 159 70 – 130 (blm Mkn) mg/Dl
< 140 (2jStlhMkn)

17 AGD -
thorak/CT-Scan/USG/Echo.
1) Foto thorax, proyeksi PA, posisi erect, asimetris, inspirasi dan kondisi cukup,
hasil:
- Tampak kedua pulmo bersih.
- Tampak corakan bronchovaskular normal, tidak tampak lesiretikulonoduler
dikedua pulmo.
- Tampak nodul berbentuk membulat, batas tegas, tepi regular, ukuran 3 cm x 2.5
cm pada proyeksi pulmo dextra aspek lateral.
- Tidak tampak pemadatan limfonodi hilus bilateral.
- Tidak tampak pelebaran pleural space bilateral.
- Tmpak diafragma bilateral licin dan tak mendatar.
- CRT = 0,52.

26
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak, tak tampak lesi osteolitik.
Kesan :
- Nodular type pilmonal metastatis.
- Cardiomegaly ringan.
- Tak tampak skeletal metastasis pada sistema tulang yang tervisualisasi.
2) EKG
Sinus ritme.

B. Analisa data (pengkajian)


Tanggal Data Masalah Etiologi
Jam
30/09/2021 Ds : pasien mengatakan Ansietas Kurangnya informasi dan
08.00 wib cemas karena benjolan (D.0080) kekhawatiran mengalami
pada payudara kanan kegagalan.
dirasakan sejak 1bulan
yang lalu. Memiliki
riwayat sakit hipertensi
dan diabetes
Do : tampak benjolan pada
payudara kanan, tampak
gelisah
Nadi : 104 x/mnt
TD : 153/84 mmHg
GDS : 256 mg/dL

C. Diagnosa keperawatan pre-anestesi


No Diagnosa Tujuan Intervensi
.
1. Ansietas Setelah diberikan tindakan Reduksi anestesi ( I.09314)
(D.0080) keperawatan selama 1 x 8 jam, a. Identifikasi saat tingkat
berhubungan tingkat ansietas pasien menurun ansietas berubah
dengan dengan criteria hasil: b. Temani pasien untuk
kurangnya a. Perilaku tegang menurun mengurangi
informasi atau b. Frekuensi pernafasan 16-20 kecemasan, jika
kekhawatiran x/menit memungkinkan.
mengalami c. Frekuensi nadi 60-120 c. Jelaskan prosedur,
kegagalan. x/menit termasuk sensasi yang
d. Tekanan darah mungkin dialami.
110/70mmHg – d. Latih teknik relaksasi.
120/70mmHg e. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas jika

27
perlu.

D. Implementasi dan evaluasi


No. Waktu Implementasi Evaluasi
1. 30/09/2021 Pre operatif: S:
pukul 1) Memonitoring  Pasien mengatakan cemas
08.00 wib tanda-tanda berkurang dan sudah lebih rileks.
ansietas. O:
2) Memonitoring TTV: TD: 130/80mmHg, Nadi :
TTV 92 x/mnt, suhu : 36,3 ºc,
3) Menciptakan pernafasan : 20x/mnt,.
suasana  Pasien tampak lebih rileks,
terapeutik untuk  Pasien mengungkapkan apa yang
menumbuhkan dirasakan,
kepercayaan.  Pasien sudah melakukan
4) Menemani pasien relaksasi nafas dalam.
untuk mengurangi A : Masalah ansietas teratasi
kecemasan.
5) Menganjurkan P:
pasien untuk  Monitoring TTV,
mengungkapkan
 Anjurkan pasien melakukan
apa yang
teknik distraksi dan relaksasi.
dirasakan.
6) Menggunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
(anjurkan pasien
untuk berdoa).

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI INTRAOPERATIF

28
A. Pengkajian
a. Persiapan mesin anestesi
6) Mengecek sumber gas sudah terpasang dan tidak ada kebocoran
7) Mengecek isi volatil agent
8) Mengecek kondisi absorben
9) Melakukan kalibrasi mesin anestesi
10) Mengecek sumber kelistrikan mesin dengan baik
b. Tim Operasi
 DPJP Bedah : dr. Herjuna Hardiyanto, Sp.B(K)Onk
 Asisten 1 : dr. Himawan, Sp.B
 Asisten 2 : dr. Richard
 DPJP Anestesi : dr. Djayanti, Sp.An (K)
 Perawat Anestesi : Churnia Gita, S.Kep. Ns
 Instrumen : Rinda, S.Kep. Ns
 Sirkuler : Dwi ratna, S.Kep. Ns
c. Persiapan alat dan bahan
1) Alat Persiapan Pembiusan
a. S (Scope) : Laryngoscope dan stesoscope
b. T (Tube) : ETT sesuai dengan kebutuhan pasien
LMA nomor 3 dan 4
c. A (Aiway) : OPA / Mayo sesuai kebutuhan pasien
d. T (Tape) : Plester ± 20 cm 2 lembar
e. I (Introducer) : Mandrin dan stilet
f. C (Conector)
g. S (Suction) : Kanul dan selang suction
2) Persiapan Obat
a. Induksi : Propofol 100 mg
b. Analgetik : Fentanyl 100 mcg
c. Pre medikasi : Midazolam 5 mg
d. Relaksan : Roculax 50 mg

29
e. Emergency : Epinefrin 1 mg, dexamethason 5 mg, atropine 0,25 mg, ephedrine
50 mg
d. Persiapan pasien
1) Pasien dipindahkan dari brankart ke meja operasi.
2) Sign In
3) Memasang elektroda, tensi, sp02
4) Infus berjalan lancar dorsum manus sinistra
5) Terpasang kateter
e. Prosedur/ Teknik anestesi intra operatif
1) Pre medikasi iv : inj. midazolam 3 mg, inj. fentanyl 100mcg
2) Induksi iv : inj. propofol 100mg
3) Agen inhalasi : sevofluran
4) Pasien dilakukan tindakan anestesi GA LMA no.3
5) Monitoring TD : 140/80mmhg, HR: 75x/menit, RR: 18x/menit, SP02: 99%
6) Ventilasi spontan dengan 02 2 L dan N2O 2 L
f. Evaluasi
1) Operasi dimulai pukul 08.35 wib dan berlangsung sampai pukul 10.00 wib
2) Terpasang LMA dengan ventilasi spontan.
3) Monitoring TTV terkendali.

B. Analisa Data (pengkajian)


Tanggal Data Masalah Etiologi
30/09/2021 Ds : - Pola nafas Efek agen farmakologi
Do : Frekuensi nafas tidak efektif
berubah, pola nafas (D.0005)
berubah.
30/09/2021 Ds : - Resiko Efek agen farmakologi
Do : frekensi nadi aspirasi
berubah, tekanan darah (L.01006)
berubah, usaha nafas
berubah

30
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan efek agen farmakologi.
2. Resiko aspirasi ( L. 01006) berhubungan dengan efek agen farmakologis

D. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan nafas
efektif ( D.0005) (I.01011 ).
keperawatan selama 1 x 8 jam
berhubungan
dengan efek agen Pola nafas( L. 01004 )membaik 1) Monitor pola
farmakologi nafas( frekuensi,
dengan criteria hasil :
kedalaman, usaha
4) Frekuensi nafas 16 – 20 nafas ).
2) Pertahankan kepatena
x /menit n jalan nafas dengan
5) Pemanjangan fase head - tilt dan chin –
ekspirasi membaik. tilt.
5) Berikan oksigenisasi.
6) Kapasitas vital membaik
6) Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik.
Pemantauan respirasi (I.
01014 )
4) Monitor frekuensi
,irama, kedalaman
dan upayanafas.
5) Monitor saturasi
oksigen.
6) Dokumentasikan
hasil pemantauan.

2. Resiko aspirasi Setelah dilakukan intervensi Perawatan pasca anestesi


(D.0006) keperawatan 1 x 8 jam tingkat (I.06205)
berhubungan aspirasi (L.01006) menurun 1) Monitor status
dengan efek agen dengan kriteria hasil: kesadaran
farmakologi 1) Tingkat kesadaran 2) Monitor fungsi
meningkat respirasi (missal,
2) Frekuensi nafas 16-20 frekuensi nafas,
x/menit saturasi oksigen,

31
3) Akumulasi secret kepatenan jalan
menurun nafas).
4) Kebersihan mulut 3) Monitor fungsi
meningkat kardiovaskuler
(missal, frekuensi
nadi, tekanan darah,
EKG).
4) Hangatkan tubuh
pasien (missal,
selimut penghangat
elektrik, selimut kain)
untuk mencegah
hipotermi dan
menggigil sesuai
kebutuhan.
5) Berikan oksigen
6) Kolaborasi pemberian
anti mual.

E. Implementasi dan Evaluasi


No Tanggal Implementasi Evaluasi
1. 30/09/2021 1) Monitoring frekuensi S:-
nafas O:
2) Menggunakan head-  TTV
tilt dan chin-tilt untuk TD: 120/80mmhg
mempertahankan jalan HR: 78x/mnt
nafas. RR: 18x/mnt
3) Berikan oksigen Temp: 36.50C
 Akral hangat
 Nafas spontan
A : Masalah pola nafas tidak efektif
teratasi
P : Lanjutkan Intervensi.
2. 30/09/2021 1) Monitoring status S:-
kesadaran O:
2) Monitoring frekuensi  TTV
nafas, saturasi oksigen, TD: 130/80mmhg
jalan nafas. HR: 81x/mnt
3) Monitoring frekuensi RR: 16x/mnt
nadi, tekanan darah, Temp: 36,5 0c
EKG lead II  Akral hangat
4) Berikan selimut  Nafas spontan
penghangat elektrik. A : Masalah resiko aspirasi tidak terjadi
5) Berikan oksigen P : Lanjutkan Intervensi.
6) Berikan

32
inj.ondansetron 4 mg.
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI POST OPERATIF

A. Pengkajian
a) Selesai operasi pukul 10.00 WIB, pasien dilakukan transport ke recovery room
b) Keadaan umum : sedang, tampak meringis
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi 96 x/menit
e) Tekanan darah 140/90 mmhg
f) Skala nyeri VAS 6
g) Pola nafas berubah 25 x/menit

B. Analisa data
Tanggal/ Data Masalah Etiologi/Faktor Resiko
Jam
30/09/2021 Ds : - Nyeri akut (D.0007) Agen pencedera fisik (prosedur
10.00 wib Do : pasien tampak operasi)
merintih kesakitan,
pasien tampak
memegang area
yang dioperasi,
skala nyeri VAS 6
TD: 140/90 mmhg
HR: 96 x/mnt
RR: 25 x/mnt
Temp: 36,40c

30/09/2021 Ds : - Resiko jatuh Efek agen farmakologis


10.00 wib Do : pasien tampak (D.0143) (anestesi umum)
gelisah, pasien
berusaha turun dari
tempat tidur

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (D.0007) berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2. Resiko jatuh (D.0143) berhubungan dengan efek agen farmakologi (anestesi umum)

33
D. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
.
1. Nyeri kut (D.0007) Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri ( I.08238 )
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 8 jam
6) Identifikasi skala
agen pencedera fisik tingkat nyeri ( L. 08066 )
nyeri.
(prosedur operasi) menurun dengan kriteria
7) Identifikasi lokasi,
hasil:
karakteristik, durasi,
5) Keluhan nyeri frekuensi, kulalitas,
menurun intensitas nyeri.
6) Frekuensi nadi 60 – 8) Kontrol lingkungan
120 x/menit yang memperberat rasa
7) Tekanan darah 110 / nyeri (suhu ruangan,
70 – 120/70 mmhg pencahayaan,
8) Mual/muntah kebisingan).
menurun 9) Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri.
10) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.

2. Resiko jatuh (D.0143) Setelah dilakukan intervensi Pencegahan jatuh (I.14540)


1) Hitung resiko jatuh
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 8 jam
dengan menggunakan
efek agen farmakologi tingkat jatuh (L.14138) skala (Humpty
Dumpty, Fall Morse
(anestesi umum) menurun dengan criteria hasil:
Scale)
2) Pastikan roda tempat
4) Jatuh saat dipindahkan tidur dan kursi roda
menurun. selalu dalam kondisi
terkunci.
5) Jatuh saat duduk 3) Pasang handrail tempat
menurun. tidur
4) Tempatkan pasien
6) Jatuh dari tempat tidur
beresiko tinggi jatuh
menurun. dekat dengan pantauan
perawat dari nurse
stasion.
5) Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah.

34
E. Implementasi dan Evaluasi
No Tanggal Implementasi Evaluasi
.
1. 30/09/2021 1) Monitoring skala nyeri S: Pasien mengatakan nyeri
2) Monitoring lokasi penyebab luka operasi.
nyeri, durasi nyeri, karakteristik O:
nyeri.  Pasien tampak
3) Posisikan ditempat yang jauh memegangi bagian
kebisingan, pencahayaan cukup, luka post operasi
suhu ruangan cukup.  TTV
4) Beri posisi yang nyaman TD: 130/92mmhg
5) Pemberian analgetik HR: 80 x/menit
RR: 20 x/menit
Temp: 36.5 0c
 Pasien dalam posisi
semi fowler
 Pasien diberikan
fentanyl 500 mcg
dalam 50 ml Nacl 9%
dengan syringe pump
jalan 2,5 ml/jam.
 Skala nyeri VAS 3
A : Masalah nyeri teratasi

P:
 Lanjutkan intervensi
 Anjurkan relaksasi
 Pertahankan posisi
nyaman.

2 30/09/2021 1) Hitung fall morse skale S : Pasien mengatakan pusing


2) Memasang handrail tempat tidur O:
3) Mengunci roda tempat tidur  Skor fall morse 15
4) Posisikan pasien dekat dengan  Pasang handrail, kunci
nurse station roda tempat tidur.
5) Edukasi pasien untuk  TTV
memanggil perawat bila TD: 130/70mmhg
diperlukan. HR: 78 x/menit
RR: 20 x/menit
Temp: 36,60C
A: Masalah resiko jatuh tidak
terjadi.
P: Lanjutkan intervensi.

35
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN
a. Dalam kasus ini pasien terdiagnosa ca mamae dextra dan dilakukan tindakan
pembedahan MRM (modified radikal mastectomy) dextra dengan teknik anestesi
genaral anestesi LMA.
b. Dalam kasus ini pengkajian asuhan anestesi yang didapat saat pre operatif adalah
pasien merasa cemas akan akan dilakukan prosedur operasi yang pertama, ditandai
dengan meningkatnya TTV, saat intra operatif pasien mengalami pola nafas yang
tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologi ditandai dengan frekuensi
nafas yang berubah, dan saat post operasi pasien nyeri pada bagian payudara yang
dilakukan operasi, dengan skala nyeri VAS 3 , pasien tampak meringis dan
memegangi area yang sakit.
c. Diagnosa keperawatan anestesi yang muncul saat pre operasi adalah ansietas
(D.0080) b.d kurangnya informasi atau kekhawatiran mengalami kegagalan, saat
intraoperasi adalah pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan efek agen
farmakologi dan resiko aspirasi ( L. 01006) berhubungan dengan efek agen
farmakologis, dan post operasi nyeri akut (D.0007) berhubungan dengan Agen
pencedera fisik (prosedur operasi) dan resiko jatuh (D.0143) berhubungan dengan
efek agen farmakologi (anestesi umum).
d. Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa ansietas (D.0080) pre operasi adalah
memonitor tanda-tanda ansietas, monitor TTV, ciptakan suasana teraupetik untuk
menumbuhkan kepercayaan, temani pasien untuk mengurangi kecemasan, anjurkan
pasien mengungkapkan apa yang dirasakan, gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam menjelaskan prosedur termasuk
sensasi yang mungkin dialami. Untuk diagnosa intraoperasi pola nafas tidak efektif
(D.0005) dan resiko aspirasi (L.01006) intervensi yang dilakukan manajemen jalan
nafas yaitu Monitor pola nafas( frekuensi, kedalaman, usaha nafas ), pertahankan

36
kepatenan jalan nafas dengan head - tilt dan chin – tilt, berikan oksigenisasi, lakukan
penghisapan lendir kurang dari 15 detik dan untuk diagnosa post operasi nyeri akut
(D.0007) intervensi yang dilakukan kaji skala nyeri, monitor TTV, beri pasien posisi
nyaman,kolaborasi dalam pemberian analgetik.
e. Implementasi tindakan dilaksanakan secara observasi, monitor, edukasi dan
kolaborasi sehingga tujuan rencana tindakan tercapai dan dilaksanakan sesuai
rencana.
f. Evaluasi dari setiap diagnosa yang muncul untuk pre operasi dengan ansietas,
masalah teratasi, pada tahap intra operasi dengan pola nafas tidak efektif, masalah
teratasi dan pada diagiosa post operasi untuk nyeri akut masalah teratasi karena
pemberian analgetik yang berlanjut.

2. SARAN
a. Bagi rumah sakit
Diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan dan memfasilitasi kinerja perawat
dalam pemberian asuhan keperawatan anestesi secara komprehensif baik saat pre operasi,
intra operasi , maupun post operasi seperti pengadaan sarana dan prasarana yang
menunjang proses asuhan keperawatan.
b. Bagi Perawat Anestesi
Diharapkan dapat melakukan prosedur asuhan keperawatan anestesi sesuai dengan
standar yang berlaku sesuai dengan tahapan pengkajian, perumusan diagnosa
keperawatan, pembuatan intervensi keperawatan, pelaksanaan implementasi dan evaluasi
baik saat pre operasi, intra operasi, maupun post operasi.

37
38

Anda mungkin juga menyukai