Anda di halaman 1dari 120

I.

1 GRAVIDOGRAM

Batasan : Suatu rekam grafik (normogram) untuk memantau pertumbuhan janin dan
keadaan ibu dalam kehamilan.

Persiapan :

 Kandung kencing dikosongkan


 Formulir status antenatal ibu yang memuat pemeriksaan :
- karakteristik pasien (umur, paritas, tinggi badan, berat badan)
- tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi,suhu)
- tinggi fundus uteri (cm)
- lingkaran perut (cm)
- letak janin
- bunyi jantung janin (TBBJ,BJJ)
- pemeriksaan penunjang: . laboratorium
. USG
. kardiotokograf i

Penggunaan dan penilaian :

 Pengisian dilakukan setiap pasien datang untuk PNC


 Hari pertama haid terakhir harus jelas
 Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan setelah kandung kencing dikosongkan
 Ukuran tinggi fundus uteri dari puncak simfisis pubis ke puncak fundus (S-F)
 Nilai ada tidaknya gangguan pertumbuhan janin secara klinis dengan melihat tinggi S-F
yang sesuai usia kehamilannya pada grafik

Catatan : bila tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan tuanya kehamilan (baik > 2 SD
maupun < 2 SD) harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut diantaranya :
1. Tanya ulang HPHT penentuan ulang umur kehamilan
2. USG

SUB-BAGIAN FETOMATERNAL
LAB/UPF OBSTETRI & GINEKOLOGI

1
FKUP/RSHS

STATUS ANTENATAL IBU

NAMA : HPHT :
ALAMAT : TAKSIRAN PERSALINAN :
NO. CM :

TGL PEMERIKSAAN
UMUR KEHAMILAN/MG
BERAT BADAN
TEKANAN DARAH
TINGGI P.U.
LINGKARAN PERUT
LETAK JANIN
BJJ
TBBJ
Hb
URINE
IMUNISASI
USG
CTG

Simpisis – fundus (S/F), cm


Lange Visi
Cm More grav mg

2
I.6 PARTOGRAM

Batasan : Suatu catatan medik atau rekam grafik kemajuan persalinan untuk memantau
keadaan ibu dan janin.

Macam partogram :

1. Partogram WHO (untuk pemantauan persalinan risiko rendah)


2. Partogram konvensional RSHS (untuk pemantauan persalinan risiko rendah dan tinggi)

3
I.2 VERSI LUAR

Batasan : Suatu tindakan untuk merubah letak anak didalam rahim yang dikerjakan dari
luar dan dilakukan untuk :
 Mengubah letak sungsang menjadi letak kepala
 Mengubah letak lintang menjadi letak memanjang (letak kepala atau
letak sungsang)

Indikasi :

 Letak lintang pada kehamilan > 34 minggu


 Letak sungsang pada kehamilan > 36 minggu

Kontra indikasi :

 Bekas seksio sesarea


 Pasca miomektomi
 Panggul sempit absolut
 Hidramnion
 Insersi plasenta pada dinding anterior
 Perdarahan antepartum
 Hipertensi
 Kelainan bentuk uterus
 Hidrosefalus dan anensefalus
 Kehamilan kembar
 Dugaan DKP (CPD)
 Pada letak sungsang – kepala janin defleksi

Syarat :

 umur kehamilan : - letak lintang > 34 minggu


- letak sungsang > 36 minggu
 pada letak sungsang bagian terendah janin masih dapat dimobilisasi
 bunyi jantung janin baik
 ketuban belum pecah
 pada inpartu O < 3 cm

Teknik :

 Kandung kencing dikosongkan


 Periksa bunyi jantung janin
 Posisi berbaring dengan kaki fleksi
 Bagian terendah anak dilakukan mobilisasi
Eksenterasi/Sentralisasi : kepala dan bokong didekatkan

4
Versi/Rotasi : pemutaran dilakukan kearah yang paling rendah tahanannya
(kearah perut janin ) supaya tidak terjadi defleksi kepala atau tali pusat
terkemuka.
 Pantau selama 5 – 10 menit pasca rotasi, bunyi jantung janin diperiksa ulang.
Bila menjadi tidak teratur dan meningkat, diputar kembali ke posisi semula.
 Fiksasi
Bila BJJ baik ibu berbaring sebentar (15 menit) untuk kenyamanan dan
ketenangan ibu, fiksasi dinding perut dengan gurita atau stagen.

Catatan : Prosedur lengkap lihat buku panduan keterampilan

Versi luar dianggap gagal bila :

 Timbul gawat janin


 Letak anak yang diharapkan tidak tercapai

Versi luar ulangan :

 Dilakukan setiap kunjungan antenatal, maksimal 3 kali selama tidak ada kontra
indikasi.
 Dilakukan oleh residen kepala/konsulen
 Jika masih gagal dicoba lagi saat pasien masuk dalam persalinan, apabila syarat
terpenuhi.

Komplikasi :

 Solusio plasenta
 Lilitan tali pusat
 Ruptura uteri
 Gawat janin
 Ketuban pecah

I.3 TES TANPA KONTRAKSI /NON STRESS TEST (NST)

5
Batasan : Cara pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan
kardiotokografi, pada umur kehamilan > 28 minggu. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan maksud menilai kesehatan janin melalui hubungan
perubahan denyut jantung dengan gerakan janin yang dirasakan oleh
ibu.

Fisiologi :

Frekuensi jantung janin secara normal dapat naik atau turun di bawah pengaruh
sistem saraf autonom yaitu simpatis dan parasimpatis. Hal ini berhubungan dengan
refleks neurologis, oleh karena itu tergantung pada usia kehamilan. Denyut
jantung janin dasar dan variabilitas yang normal terjadi apabila oksigenasi
jantung dalam keadaan baik. Pada keadaan neurologis tidak tertekan dan tidak ada
asidos (oksigenasi plasenta baik), maka gerakan janin akan menghasilkan
akselerasi denyut jantung janin. Pada usia kehamilan 28 minggu 65% janin yang
sehat akan menunjukkan akselerasi, 85% pada usia kehamilan 32 minggu dan 95%
pada usia 34 minggu. Karena janin dapat mempunyai siklus tidur sampai 40 menit,
penting untuk membedakannya dengan keadaan janin yang buruk.

Persiapan tes tanpa kontraksi :


- Ibu hamil telah makan 1 – 2 jam sebelum prosedur dilakukan
- Ibu tidak sedang memakai obat-obatan sedativa.
- Kandung kencing dikosongkan
- Informed consent

Indikasi :
Semua kondisi yang dapat menyebabkan janin lahir dalam keadaan buruk yaitu
antara lain:
Kondisi Ibu:
- Hipertensi kronis
- Diabetes
- Anemia berat (Hematokrit < 26%)
- Penyakit vaskuler kolagen
- Gangguan fungsi ginjal
- Penyakit jantung
- Pneumonia dan penyakit paru-paru berat
- Penyakit dengan kejang

Kondisi Anak:
- Pertumbuhan Janin terhambat
- Kelainan kongenital minor
- Aritmia jantung
- Isoimunisasi
- Infeksi janin seperti toksoplasmosis, parvovirus, sifilis, dll.
- Kematian Janin dalam rahim sebelumnya yang tidak diketahui
penyebabnya.

6
Kondisi yang berhubungan dengan kehamilan:
- Kehamilan mutipel
- Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (PPROM)
- Polihidramnion
- Oligohidramnion
- Plasentasi abnormal
- Solusio plasenta
- Kehamilan lewat waktu

Prosedur pelaksanaan :

 Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler, 45 derajat miring ke kiri.


 Tekanan darah diukur setiap 10 menit
 Dipasang kardio dan tokodinamometer
 Pada ibu diberikan tombol penanda yang harus dipijit apabila ibu merasakan
gerak janin
 Frekuensi denyut jantung janin dicatat, selama 10 menit pertama supaya
dicatat data dasar denyut jantung jantung
 Pemantauan tidak boleh kurang dari 20 menit. Apabila pada 20 menit pertama
didapatkan hasil nonreaktif, lanjutkan pemantauan 20 menit lagi. Pastikan
bahwa tidak ada hal-hal yang mempengaruhi hasil pemantauan (misalnya
pemakaian sedativa) apabila hasilnya tetap nonreaktif
 Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan individual
hasil NST secara individual.

Komplikasi :

Supine hypotension

Pembacaan hasil :

Reaktif, bila :

Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali per menit


Variabilitas denyut jantung janin 6 – 25 per menit
Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih
dalam
pemantauan, dengan kenaikan minimal 15 dpm selama minimal 15 detik.

Tidak reaktif, bila :

- Denyut jantung basal 120-160 kali per menit


- Variabilitas kurang dari 6 denyut/menit

7
- Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
- Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari
luar (akustik atau taktil)_

Selain hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antara yaitu kurang baik
(non reassuring). Keadaan ini interpretasinya sukar; dapat disebabkan pemakaian
obat seperti : barbiturat, demerol, fenotiasid dan metildopa.
Pada keadaan kurang reaktif dan pasien tidak menggunakan obat-obatan,
dianjurkan NST diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak membaik
dilakukan pemeriksaan tes dengan kontraksi (OCT).
Deselerasi variabel dapat terdeteksi selama pemantauan. Apabila tidak berulang
dan lamanya tidak lebih dari 30 menit, biasanya tidak menunjukkan keadaan janin
yang buruk dan tidak memerlukan intervensi obstetri.
Deselerasi lambat yang berlangsung lebih dari 1 menit pada pemeriksan NST
biasanya berhubungan dengan keadaan janin yang buruk.

Pedoman pemeriksaan kesehatan janin dalam kehamilan (Antenatal)


Indikasi Pemantauan awal Frekuensi
Kehamilan lewat waktu 41 minggu 2 kali seminggu
Preterm Prelabor Rupture Pada saat terjadi/ Setiap hari
of Membrane (Ketuban diketahui
Pecah pada Kehamilan
kurang bulan)
Perdarahan antepartum Diatas 26 minggu 2 kali seminggu
atau pada saat
diketahui
Oligohidramnion Diatas 26 minggu 2 kali seminggu
atau saat diketahui
Polihidramnion 32 minggu Seminggu sekali
Diabetes: 36 minggu Seminggu sekali
Kelas A1 (terkontrol, tidak
ada komplikasi)
Kelas A2 dan B(terkontrol, 32 minggu 2 kali seminggu
tanpa komplikasi)
Kelas A dan B tidak 28 minggu Setiap hari
terkontrol atau K\Kelas C-
R
Hipertensi kronis atau 28 minggu Seminggu sekali
Hipertensi dalam kehamilan
Penyakit kolagen vaskuler 28 minggu Seminggu sekali
termasuk Sindroma Anti
Fosfolipid
Asthma yang tidak 28 minggu Seminggu sekali
terkontrol atau dengan
ketergantungan steroid
Penyakit “Sickle 32 minggu Seminggu sekali
Cell”/Anemia berat

8
Gangguan fungsi ginjal 28 minggu Seminggu sekali
Penyakit tiroid yang tidak 32 minggu Seminggu sekali
terkontrol
Pernah lahir mati 2 minggu sebelum Seminggu sekali
usia kehamilan yang
mengalami lahir mati
terdahulu.
Kehamilan multipel 32 minggu Seminggu sekali
Kelainan kongenital 32 minggu Seminggu sekali
Pertumbuhan Janin 32 minggu Seminggu sekali
Terhambat
Pergerakan anak terasa Pada saat keluhan -
berkurang

9
I.4. TES DENGAN KONTRAKSI (Contraction Stree Test/CST ) atau
TES DENGAN OKSITOSIN (Oxytocin Challenge Test/OCT)

Batasan :
Cara pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan
kardiotokografi yang menilai perubahan denyut jantung janin pada saat
kontraksi rahim.

Tujuan :
- Untuk memantau kondisi janin pada kehamilan usia lanjut sebelum janin
dilahirkan.
- Untuk menilai apakah janin dapat mentolerir beban persalinan normal
- Untuk menilai fungsi plasenta

Patofisiologi :
Pada saat uterus berkontraksi aliran darah dan oksigenasi janin akan
menurun. Pada kebanyakan janin yang normal, keadaan ini tidak merupakan
masalah, namun pada keadaan oksigenasi janin tidak optimal/berkurang seperti
pada insufisiensi plasenta, maka janin tidak dapat menahan beban kontraksi ini
sehingga terjadi penurunan denyut jantung janin (deselerasi lambat). Kontraksi
juga dapat menyebabkan deselerasi variabel yakni karena kompresi tali pusat yang
pada beberapa kasus berhubungan dengan oligohidramnion.

Klasifikasi :

 Tes dengan kontraksi (CST), bila pemeriksaan pola denyut jantung janin
tersebut dihubungkan dengan kontraksi uterus yang spontan.
 Tes dengan oksitosin (OCT), bila kontraksi ditimbulkan dengan pemberian infus
oksitosin

Indikasi :
Keadaan yang diduga terdapat insufisiensi plasenta, antara lain:
a. Tes tanpa kontraksi yang tidak reaktif
b. Diabetes melitus
c. Preeklamsia
d. Hipertensi khronis
e. Pertumbuhan Janin Terhambat
f. Kehamilan lewat waktu
g. Pernah mengalami lahir mati
h. Ketagihan narkotika
i. Hemoglobinopati akibat sel Sikcle
j. Penyakit paru khronis
k.Gangguan fungsi ginjal

Kontra indikasi :

10
a. Luka parut pada rahim (bekas seksio atau bekas miomektomi)
b. Kehamilan ganda sebelum 37 minggu kehamilan
c. Ketuban pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu (PPROM)
d. Risiko tinggi untuk persalinan kurang bulan.
e. Perdarahan antepartum
f. Serviks inkompeten atau pasca operasi serviks
g. Kelainan bawaan / cacat janin berat
h. Adanya indikasi untuk seksio sesarea (misalnya:panggul sempit absolut,
disproporsi kepala panggul)

Komplikasi : partus prematurus

Prosedur pelaksanaan :
Persiapan:
- Ibu tidak makan/minum atau merokok 4 – 8 jam sebelumnya
- Ibu tidak memakai obat sedativa sebelumnya
- Inform consent

Cara:
- Pasien ditidurkan secara semi Fowler dan miring ke kiri

- Tekanan darah diukur setiap 10-15 menit, dicatat di kertas monitor

- Dipasang kardio dan tokodinamometer

- Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar seperti, frekuensi, akselerasi,
varia bilitas denyut jantung, gerakan janin dan kontraksi rahim yang spontan.

- Pemberian tetesan oksitosin untuk mengusahakan terbentuknya 3 kontraksi


rahim dalam 10 menit.

a. Bila telah ada kontraksi uterus spontan tapi kontraksi < 3 x/10 menit, tetesan
dimulai dengan 0,5 mU/menit (10 tetes/menit)
b. Bila belum ada kontraksi rahim, tetesan dimulai dengan 1 mU/menit (20
tetes/ menit)

- Bila kontraksi yang diinginkan belum tercapai, setiap 15 menit tetesan dinaikan
5 tetes/menit, sampai maksimal 60 tetes/menit.

- Tetesan oksitosin dihentikan apabila terjadi :


a. lima kontraksi atau lebih dalam 10 menit
b. dalam 10 menit terjadi 3 kontraksi yang lamanya lebih dari 50-60 detik
c. kontraksi uteri hipertonus
d. prolonged deselerasi
e. terjadi deselerasi lambat yang berkurang selama 1 jam hasilnya tetap
mencurigakan (suspicious)

11
- Bila hasil yang diperoleh negatif, mencurigakan maupun tidak memuaskan
maka pasien hendaknya tetap diawasi selama 30 menit setelah tetesan
oksitosin dihentikan

Pembacaan hasil :

Negatif, bila :

- Tidak terjadi deselerasi lambat atau deselerasi variabel yang nyata (significant
variable decelerations)
- Denyut jantung janin normal (120 – 160 dpm), variabilitas 6 – 25 dpm)

Bila hasil OCT negatif maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari lagi,
selanjutnya dilakukan OCT ulangan, atau diartikan bahwa janin dapat
mentolerir beban persalinan normal.

Positif, bila :

Terjadi deselerasi lambat yang menetap pada sebagian besar kontrasi rahim,
meskipun tidak selalu disertai dengan variabilitas yang menurun dan tidak
ada akselerasi pada gerakan janin
OCT positif menandakan adanya insufisiensi uteroplasenta. Kehamilan harus
segera diakhiri, kecuali bila paru-paru belum matang.

Mencurigakan, bila :

-Terjadi deselerasi lambat yang tidak menetap, atau deselerasi variabel yang
terus
menerus.
- Deselerasi lambat terjadi hanya bila ada kontraksi rahim hipertonus
- Bila dalam pemantauan 10 menit meragukan kearah positif atau negatif
- Adanya takikardia

Bila hasilnya mencurigakan maka harus dilakukan pemeriksaan ulang 1-2 hari
kemudian.

Tidak memuaskan (unsatisfactory), bila :

- Kontraksi rahim kurang dari 3 kali dalam 10 menit


- Pencatatan tidak baik, terutama pada akhir kontraksi
Dalam hal demikian maka pemeriksaan harus diulang pada hari berikutnya .

12
Hiperstimulasi, bila :

- Terjadi 5 atau lebih kontraksi rahim dalam 10 menit


- Lama kontraksi 90 detik atau lebih
- Tonus basal uterus meningkat (di atas 20 mmHg)

Dalam hal demikian maka tetesan oksitosin harus dikurangi atau dihentikan .

Pustaka acuan :
- American College of Obstetricians and Gynecologists, Medical Library.
Antepartum fetal surveillance. ACOG Practice Bulletin no. 9, October
1999.
- Levitin MS, Petrikovsky B, Schneider EP. Practical Guidelines for
antepatum etal surveillance./ American Family Physician Volume 56, No.8,
Nov 15, 1997.

13
PEMANTAUAN DENYUT JANTUNG JANIN DALAM PERSALINAN
“Intrapartum Fetal Heart Rate Monitoring”

Pemantauan denyut jantung janin (DJJ) selama persalinan bertujuan untuk mengurangi
hasil persalinan yang buruk akibat kemungkinan hipoksia atau asidosis yang dapat
dialami janin selama persalinan. Saat ini pemantauan djj dapat dilakukan dengan cara
pemantauan DJJ elektronik. Pada pemeriksaan kehamilan, setiap ibu hamil wajib
diberi tahu mengenai kegunaan pemantauan DJJ selama persalinan.
Dengan bertambahnya pemakaian pemantauan DJJ secara elektronik pada institusi
pelayanan/pendidikan, hal ini perlu dibatasi secara proporsional. Pemakaian alat
pemantau DJJ elektronik yang tidak benar akan meningkatkan kejadian persalinan
dengan seksio sesarea.
Untuk ibu hamil risiko rendah, pemantauan DJJ cukup dilakukan berkala /
intermiten secara auskultasi dengan stetoskop monoaural Pinard atau doppler
ultrasound (doptone), sedangkan pemantauan secara terus menerus/kontinyu
hanya dilakukan pada ibu bersalin dengan risiko gawat janin hipoksia.

Pemantauan DJJ secara intermiten:


- Dilakukan pada ibu bersalin risiko rendah yang ditentukan saat persalinan
(admission test)
- Pemantau/pemeriksa harus terlatih
- Pemantau harus dapat menginterpretasikan hasil pemantauannya sesuai
panduan yang berlaku

Pada Kala I:
- Pada kala I fase latent, pemantauan DJJ secara intermiten setiap jam.
Pemantauan dengan doppler ultrasound lebih dianjurkan daripada
pemakaian stetoskop Pinard
- Auskultasi DJJ intermiten dilakukan minimal setiap 15 - 30 menit pada kala
I fase aktif.

Pada Kala II:


- Auskultasi DJJ dilakukan setiap 5 menit setelah kontraksi/ setelah ibu selesai
meneran.

Pemantauan DJJ secara kontinyu:


Dilakukan pada ibu hamil dengan risiko untuk mendapatkan bayi dengan hipoksia/gawat
janin, antara lain pada keadaan sbb:

Masalah ibu:
Riwayat seksio sesarea sebelumnya
Preeklamsi
Kehamilan lewat waktu (>42 minggu)
Ketuban pecah lama (>24 jam)
Induksi persalinan
Diabetes
Perdarahan antepartum

14
Penyulit medis ibu lainnya

Masalah Janin:
Pertumbuhan janin terhambat Kehamilan multipel
Prematuritas Cairan ketuban terwarnai mekonium
Oligohidramnion Letak sungsang
Doppler velocimetry yang tdk normal

Pembacaan hasil pemantauan DJJ secara elektronik:


Pembacaan hasil pemantauan kardiotokografi didasarkan pada empat kriteria yakni
-Baseline (frekuensi dasar denyut jantung janin)
-Variabilitas (amplitudo DJJ)
-Ada tidaknya deselerasi (penurunan frekuensi DJJ yang dihubungkan dengan kontraksi
rahim)
-Akselerasi (meningkatnya frekuensi DJJ pada saat adanya gerakan janin atayu kontraksi)

NORMAL : Apabila keempat kriteria masuk dalam katagori reassuring


MENCURIGAKAN (SUSPICIOUS) : Apabila satu kriteria non-reassuring dan yang
lainnya reassuring
PATOLOGIS : Apabila dua atau lebih kriteria non-reassuring atau satu atau
lebih kriteria masuk katagori abnormal
Klasifikasi pola denyut jantung janin
Baseline (bpm) Variabilitas (bpm) Deselerasi Akselerasi

Reassuring 110-160 5 Tidak ada Ada

Non
Reassuring 100-109 < 5 utk  40 tapi Deselerasi

161-180 < 90 menit dini, varia-


bel, prolo-
nged dese-
lerasi 3 mnt

Abnormal <100 < 5 untuk 90 Deselerasi va-


>180 menit riabel atipik
Pola sinusoidal Deselerasi lam
Lebih dr 10 mnt bat, prolo-
nged dese-
lerasi > 3 mnt

Daftar Pustaka:

15
The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologist.
Clinical Guidelines, Intrapartum Fetal Surveillance. July 2004.

I.5 PEMBERIAN OBAT-OBATAN TOKOLITIK

16
Batasan : Obat tokolitik adalah obat yang mempunyai pengaruh mengurangi,
melemahkan atau menghilangkan kontraksi rahim.

Patofisiologi :

Kontraksi otot rahim bisa dihambat melalui perangsangan reseptor B-adrenergik,


(Misalnya antara lain dengan : Ritodrin, Terbutalin, Isoksuprine).

Indikasi Pemberian

- Pencegahan partus prematurus

Kontra Indikasi Pemberian :

 Umur kehamilan < 20 minggu


 Solusio plasenta
 Plasenta previa
 Infeksi intrauterin
 Febris yang tidak diketahui sebabnya
 Pertumbuhan janin terhambat
 Penyakit jantung
 Hipertensi dalam kehamilan
 Penyakit paru-paru
 Hipertiroidea
 Diabetes mellitus

Kriteria pemberian obat tokolotik

1. Umur kehamilan 20-34 minggu


2. Minimal terdapat 2 kontraksi dalam 15 menit, dengan pemeriksaaan KTG.
3. Adanya pengaruh kontraksi rahim yang jelas terhadap serviks
4. Pembukaan serviks kurang dari 3 cm
5. Tidak ada kontra indikasi pemberian obat-obat β adrenergic agonis

Pemeriksaan khusus :

Untuk menyingkirkan kontra indikasi :


 urin
 gula darah sewaktu

17
 EKG
 hematokrit
 lekosit
 foto torak
 USG

Macam dosis dan cara pemberian

5.1. Salbutamol : Diberikan dengan dosis 10 mg dalam larutan NaCl atau Ringer
Laktat. Dimulai dengan infus 10 tetes/menit bila kontraksi
masih ada tingkatkan tetesan infus 10 tetes/menit setiap 30
menit sampai kontraksi berhenti atau nadi ibu melebihi
120x/menit, bila kontraksi berhenti tetesan tersebut
dipertahankan sampai 12 jam setelah kontraksi berakhir.
Sebagai dosis jaga, diberikan Ventolin peroral 3 x 4 mg
perhari selama 7 hari.

5.2. Isoksuprin : Diberikan per infus dengan kecepatan 0,25-0,5mg/menit(1,5-


3cc/ menit) bisa di-naikkan sampai 1 mg/menit.
Dua jam setelah kontraksi menghilang, dilanjutkan dengan
pemberian 10 mg/3-6 jam secara i.m, selama 12-24 jam
kemudian dilanjutkan dengan pemberian 10-20 mg tablet
setiap 6 jam selama 3 hari.

5.3. Nifedipin : Diberikan dengan dosis 3 x 20 mg perhari sampai kontraksi


berhenti. Perhatikan tekanan darah untuk mencegah keadaan
hipotensi.

5.4. MgSO4 : Diberikan dengan dosis awal sebanyak 4 gr i.v (MgSO 4 20%
20cc), diikuti dengan pemberian 1-2 gr setiap jam perinfus
dengan cara 10 gr MgSO4 dalam 50cc Ringer Laktat dengan
tetesan 20-30 tetes/menit. Diperhatikan syarat-syarat
pemberian MgSO4 dan tersedia antidotum berupa Calsium
Glukonas 10% 10cc.

5.5. Terbulatin : 250 ug secara i.v dilanjutkan dengan pemberian per infus 10
ug/menit.
Pengobatan dipertahankan sampai 8 jam, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian subkutan 250 ug setiap 4 jam
selama 24 jam. Pengobatan dilanjutkan secara oral dengan
dosis 2,5 ug/4-6 jam.

Pengawasan :

Selama pemberian pengobatan perlu diawasi ketat :


 Keadaan Umum

18
 Nadi
 Pernafasan
 Tekanan darah
 Berat Jantung Janin
 Kontraksi rahim dan
 Timbulnya tanda-tanda kontra indikasi pemberian, antara lain
dekompensasi kordis atau edema paru.

19
PEMBERIAN OBAT-OBATAN TOKOLISIS

INDIKASI

Kontra Indikasi

Evaluasi
kembali

Pemberian
Parenteral

Kontraksi Kontraksi
menetap menghilang

Lanjutkan
pemberian
per oral

20
21
PARTOGRAF

Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam
mengambil keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf dimulai pada pembukaan 4 cm (fase aktif).
Partograf sebaiknya dibuat untuk setiap ibu yang bersalin, tanpa menghiraukan apakah persalinan
tersebut normal atau dengan komplikasi.

Petugas harus mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut:


 Denyut jantung janin. Catat setiap 1 jam.
 Air ketuban. Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina :
-U : selaput Utuh,
-J : selaput pecah, air ketuban Jernih,
-M : air ketuban bercampur Mekoneum,
-D : air ketuban bernoda Darah,
-K : tidak ada cairan ketuban/Kering.
 Perubahan bentuk kepala janin (molding atau molase) :
-0 : sutura terpisah
-1 : sutura (pertemuan dua tulang tengkorak) yang tepat/bersesuaian,
-2 : sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki,
-3 : sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
 Pembukaan mulut rahim (serviks). Dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda silang (x).
 Penurunan : mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada pemeriksaan
abdomen/luar) di atas simfisis pubis; catat dengan tanda lingkaran (O) pada setiap pemeriksaan
dalam. Pada posisi 0/5, siniput (S) atau paruh atas kepala berada di simfisis pubis.
 Waktu : menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien diterima.
 Jam : Catat jam sesungguhnya.
 Kontraksi. Catat setiap setengah jam; lakukan palpasi untuk menghitung banyaknya kontraksi
dalam 10 menit dan lamanya tiap-tiap kontraksi dalam hitungan detik :
- kurang dari 20 detik;
- antara 20 dan 40 detik;
- lebih dari 40 detik.
 Oksitosin. Jika memakai oksitosin, catatlah banyaknya oksitosin per volume cairan infus dan
dalam tetesan per menit.
 Obat yang diberikan. Catat semua obat lain yang diberikan.
 Nadi. Catatlah setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar ().
 Tekanan darah. Catatlah setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah.
 Suhu badan. Catatlah setiap dua jam.
 Protein, aseton, dan volume urin. Catatlah setiap kali ibu berkemih.

Jika termuan-temuan melintas ke arah kanan dari garis waspada, petugas kesehatan harus melakukan
penilaian terhadap kondisi ibu dan janin dan segera mencari rujukan yang tepat.

I.7 TES MASUK RUMAH SAKIT (“ADMISSION TEST“)

22
Batasan : Cara pemeriksaan janin dengan menggunakan kardiotokografi.
Pemeriksaan ini dibuat segera setelah pasien masuk dan dipantau
secara singkat untuk menilai keadaan janin. Diutamakan pada kasus
risiko tinggi dengan dugaan insufisien plasenta.

Prosedur pelaksanaan :
 Segera setelah pasien masuk kamar bersalin dilakukan pemantauan
dengan kardiotokografi
 Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler 45 derajat miring ke kiri
 Tekanan darah diukur setiap 10 menit
 Dipasang kardio dan tokodinamometer
 Dilakukan pemantauan selama 30 menit
 Bila pada pemantauan terdapat kecurigaan adanya kelainan denyut
jantung janin ataupun kontraksi rahim maka pemantauan dilanjutkan.
Tes ini diakhiri bila janin dalam keadaan normal.

Pembacaan hasil :

Reaktif, bila :

- Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit


- Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit
- Terdapat 2 aselerasi dengan tinggi > 15 denyut selama 15 detik
- Tidak ditemukan deselerasi

Bila didapatkan tes reaktif (normal), pemantauan cukup dilakukan 2-3 jam sekali
selama 20 menit.

Mengcurigakan, bila :

- Denyut jantung basal > 160 atau < 120 kali per menit
- Variabilitas denyut jantung kurang dari 5 per menit
- Tampak adanya deselerasi yang abnormal
- Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari
luar

Sangat mencurigakan, bila :

- Ditemukan lebih dari satu gambaran abnormal dari denyut jantung janin
- Terdapat deselerasi abnormal yang menetap.

23
Bila hasil mencurigakan atau sangat mencurigakan pemantauan
dilanjutkan.

I.8 ASFIKSIA INTRAUTERIN

24
Batasan : Asfiksia intrauterin adalah keadaan kekurangan oksigen dan adanya
penimbunan karbon-dioksida yang menyebabkan asidosis intrauterin akibat
gangguan pertukaran gas melalui plasenta.

Klasifikasi :

Akut : Klinis : berupa episoda hipoksemia sementara yang tidak disertai asidosis
Kronis : Klinis : hipoksemia menetap disertai asidosis metabolik atau respiratorik

Etiologi :
 Insufisiensi utero plasenta
 Kompresi tali pusat
 Komplikasi janin misalnya akibat sepsis atau perdarahan.

Kriteria diagnosis :

Asfiksia akut :
 Profil biofisik janin (seperti gerakan nafas, gerakan tubuh, tonus fleksor janin)
berkurang atau menghilang
 NST dan OCT memperlihatkan kelainan
 Terdapat tanda-tanda gawat janin

Asfiksia kronis :
 Oligohidramnion
 PJT (pertumbuhan janin terhambat)
 Pewarnaan mekonium pada cairan ketuban maupun bagian luar janin
 Sonografi Doppler: memperlihatkan adanya pertumbuhan janin terhambat.

Pemeriksaan penunjang :

a. Ultrasonografi dan Sonografi Doppler


b. Kardiotokografi (CTG), NST dan OCT
c. Amnioskopi
d. Pengambilan contoh darah janin (fetal blood sampling)

Penatalaksanaan :

 Resusitasi intra uterin (lihat Bab resusitasi intrauterin)


 Pengahiran kehamilan tergantung keadaan asfiksia dan keadaan janin
I.9 TERMINASI KEHAMILAN

Batasan

25
Pengakhiran kehamilan untuk mengeluarkan buah kehamilan baik janin dalam keadaan
hidup ataupun mati

Indikasi :

- Abortus tertunda (missed abortion)


- Telur kosong (Blighted Ovum)
- Mola hidatidosa
- Abortus insipien
- Abortus inkomplit
- Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
- Kehamilan lewat waktu
- Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) berat
- Kematian janin dalam rahim
- Indikasi Ibu : penyakit yang membahayakan ibu apabila kehamilan diteruskan

A. Pengakhiran kehamilan sampai umur kehamilan 12 minggu atau besar uterus


sebesar umur kehamilan 12 minggu atau kurang :

Persiapan :

- Keadaan umum memungkinkan yaitu Hb > 10gr%, tekanan darah baik


- Pada abortus febrilis (infeksiosa), diberikan dahulu antibiotika parenteral sebelum
dilakukan kuretase tajam atau tumpul (lihat bab abortus)
- Pada abortus tertunda (missed abortion) dilakukan pemeriksaan laboratorium
tambahan yaitu : = pemeriksaan trombosit
= fibrinogen
= waktu pembekuan
= waktu perdarahan
= waktu protrombin

Tindakan :

- kuretase vakum
- kuretase tajam
- dilatasi dan kuretase tajam

Pada kasus mola hydatidosa, dilakukan kuretase vakum setelah keadaan umum
memungkinkan (lihat pengelolaan penyakit trofoblas).

B. Pengakhiran kehamilan > 12 minggu sampai 20 minggu atau uterus sebesar


umur kehamilan tersebut (dipilih salah satu, disesuaikan dengan kondisi
kehamilan ):

1. Pemberian oksitosin secara seri yaitu 5 IU intramuskuler setiap 30 menit, dengan


maksimal pemberian 6 kali.

26
2. Misoprostol 200 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah
pemberian pertama.
3. Kombinasi pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya dengan cara 1
4. Kombinasi pemasangan batang laminaria dengan pemberian tetes oksitosin 10 IU
dalam 500 cc Dekstrose 5% mulai 20 tetes permenit sampai maksimal 60 tetes
permenit.

Catatan : Dilakukan kuretase bila masih terdapat sisa jaringan.

C. Pengakhiran kehamilan > 20 minggu atau uterus sebesar umur kehamilan


tersebut:

Usia kehamilan > 20 minggu sampai 28 minggu atau uterus sebesar umur
kehamilan tersebut (dipilih salah satu disesuaikan dengan kondisi kehamilan) :

1. Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah


pemberian pertama.
2. Pemasangan batang laminaria selama 12 jam (untuk kasus kematian janin dalam
rahim).
3. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam Dekstrose 5% mulai 20 tetes permenit sampai
maksimal 60 tetes permenit (Bisa diberikan > dari 2 labu sepengetahuan konsulen).
4. Kombinasi 1 dan 3 untuk janin hidup maupun janin mati.
5. Kombinasi 2 dan 3 untuk janin mati.

Catatan : Dilakukan histerotomi bila upaya melahirkan pervaginam dianggap tidak


berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.

Usia kehamilan > 28 minggu atau uterus sebesarumur kehamilan tersebut


(dipilih salah satu disesuaikan dengan kondisi kehamilan) :

1. Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah


pemberian pertama (untuk kasus kematian janin dalam rahim).
2. Misoprostol 50 mg diberikan 1 kali intravaginal untuk pematangan serviks.
3. Tetes oksitosin 2 IU dalam dekstrose 5% 20-40 tetes permenit sebanyak 1 labu
untuk pematangan serviks.
4. Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks
(tidak efektif bila dilakukan pada KPSW).
5. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam Dekstrose 5% mulai 20 tetes permenit sampai
maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida
untuk serviks yang sudah matang (untuk janin hidup maupun janin mati )
6. Kombinasi 1 dan 5 untuk kasus kematian janin dalam rahim.
7. Kombinasi 2 dan 5 untuk kasus janin hidup maupun janin mati.
8. Kombinasi 3 dan 5 untuk kasus janin hidup maupun janin mati.
9. Kombinasi 4 dan 5 untuk kasus janin hidup maupun janin mati.

Catatan : 1. Dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam dianggap tidak berhasil,


atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan
persalinan.

27
2. Pemberian tetes oksitosin (5) bisa diberikan > dari 2 labu dengan
sepengetahuan konsulen.
3.Bisa diberikan valethamate bromide (epidosinR) 1 ampul intramuskuler
sebanyak 3 kali dengan selang pemberian 1 jam bila pembukaan sudah
fase aktif dan his kuat pada serviks yang masih tebal atau kaku.
4. Upaya pematangan serviks bisa dilakukan sampai 2 kali dengan selang
24 jam.
5. Serviks dianggap matang bila skor pelvik ≥ 6.
6. Pemecahan ketuban dilakukan bila serviks sudah matang.

I.10 PEMBERIAN TETES OKSITOSIN

Batasan : Pemberian oksitosin secara tetes melalui infus dengan tujuan


menimbulkan atau memperkuat his.

Indikasi :

1. Mengakhiri kehamilan
2. Memperkuat kontraksi rahim selama persalinan

28
Kontra indikasi : - Kehamilan dengan luka parut rahim
- Disproporsi kepala-panggul
- Letak lintang

Cara pemberian :

Lima unit oksitosin dalam 500 cc dextrose 5%, diberikan dengan kecepatan awal,
10 tetes per menit, dinaikkan 10 tetes per menit setiap 15 menit sampai didapatkan
his yang memadai (3 sampai 4 kali per 10 menit atau sampai batas maksimum 20
mIU/menit). Maksimal tetesan 60 tetes per menit, kecuali untuk grande multipara
kehamilan ganda dan bayi besar 40 tetes per menit.
Tetesan oksitosin diberikan maksimal 2 labu dengan istirahat diantaranya 2 jam,
kecuali untuk letak sungsang dan serotinus tanpa fasilitas CTC hanya 1 labu.
Untuk kasus tertentu seperti perdarahan antepartum, infeksi intra uterin dan
kemajuan persalinan yang nyata setelah pemberian tetes oksitosin labu pertama,
tetes oksitosin labu II langsung diberikan.

Upaya untuk meningkatkan keberhasilan tetes oksitosin dapat dilakukan :


1. Amniotomi, dilakukan sebelum pemberian oksitosin (segera setelah pembukaan
memungkinkan).
2. Pemberian Valethamate Bromide ( Epidosin R )
Syarat pemberian : - kontraksi uterus harus sudah memadai
- pembukaan serviks > 3cm
- Nadi ibu < 120/m.

Kontrak indikasi : - glaucoma

Efek samping : - takhikardi


- mual
- mulut kering
- pandangan kabur ( jarang )

Cara pemberian : 1 ampul ( 8 mg ) Valethamate bromide i.m dapat, diulang tiap


jam sampai 3 kali

3. Metrolisa.

Cara pemakaian :

Dilakukan tindakan a dan anti septik pada vagina dan sekitarnya.


Metrolisa dimasukkan melalui kanalis serviks, se-hingga balon terletak di kavum
uteri. Selanjutnya metrolisa diisi dengan 120-150 cc Na Cl atau aquadest steril.
Metrolisa akan terlepas bila pembukaan lebih besar dari diameter balon.

29
4. Vibrasi serviks dengan servilator.

Syarat pemakaian :
- O > 2 cm
- His kuat
- Bagian terendah telah turun menekan serviks

Cara pemakaian.

Setelah tindakan a dan antiseptik di daerah vagina dan sekitarnya spatula


servilator ditempelkan pada serviks dengan bimbingan 2 jari tangan penolong.
Kemudian jari tangan ditempatkan antara spatula dan kepala anak untuk
melindungi kepala anak dan satu jari dipakai untuk sedikit meregang serviks pada
arah yang berlawanan. Dilakukan vibrasi 2 - 10 menit. Bila perlu dapat diulangi
kembali 1/2 jam kemudian

30
I.11 SKOR BISHOP (Skor Pelvik)

Batasan : Suatu klasifikasi objektif untuk memilih pasien yang "favorable" bagi induksi
persalinan dengan janin letak kepala.

Faktor yang dinilai serta skornya

SKOR
Faktor
0 1 2 3

- Pembukaan serviks (Cm) 0 1-2 3-4 5-6

- Pendataran serviks (%) 0-30 40-50 60-70 80

- Station -3 -2 -1 atau 0 +1
atau 2

- Konsistensi serviks kaku medium lunak -

- Posisi serviks Posterior tengah- Anterior -


tengah

 Bila skor total 6 atau lebih, maka keberhasilan induksi persalinan tinggi, sedangkan bila
kurang dari 6, keberhasilannya rendah. Hal ini berhubungan dengan pertimbangan
untuk memilih jenis persalinan, apakah pervaginam atau perabdominam.

31
I.12 SKOR ZATUCHNI – ANDROS (sungsang)

Batasan : Merupakan skor dari 6 variabel klinis yang dibuat pada saat pasien masuk
rumah sakit untuk mengenal pasien yang diramalkan akan mempunyai
masalah yang serius pada persalinan letak sungsang, sehingga dapat di-lakukan
intervensi yang cepat dan tepat.

Faktor yang dinilai serta skornya

SKOR
Faktor
0 1 2

- Paritas Gravida 1 Multipara -

- Umur kehamilan (mg) 39 38 37

- Taksiran berat janin > 3600 3000-3600 <3000

- Persalinan sungsang Tidak 2 atau


terdahulu pernah 1 lebih

- Dilatasi (cm) 2 3 >4

- Station >-3 -2 < -1

Penggunaan skor Zatuchni-Andros

 Skor ini dipergunakan untuk meramalkan keberhasilan persalinan letak sungsang per-
vaginam.
 Menurut beberapa peneliti, bila skornya kurang dari 4, maka hasil kehamilan buruk.

32
I.13 RESUSITASI INTRA UTERIN

Batasan : Suatu tindakan sementara pada keadaan gawat janin akut sebagai
usaha untuk mengurangi stres yang timbul pada persalinan. Prosedur ini
dilakukan pada pasien sambil menunggu tindakan yang sesuai.

Prosedur umum:

A. Memperbaiki sirkulasi darah didalam rahim.

a. Posisi ibu : Semua pasien dengan gawat janin harus diletakkan pada posisi
miring ke kiri.

b. Pemberian cairan :

Pasien perlu diberi cairan infus. Bila infus sudah diberikan, cairan infus yang
diberi-kan dekstrose 5% , atau NaCl 0,9% atau ringer laktat.

c. Relaksasi rahim.

Bila sedang dalam pemberian tetes oksitosin, tindakannya adalah hentikan tetes
oksitosin.

B. Memperbaiki sirkulasi darah tali pusat.

Perlu perhatian khusus pada masalah :


Bila ada kecurigaan penekanan pada tali pusat posisi ibu dirubah, sehingga
gambaran kardiotokografi kembali normal.

C. Memperbaiki oksigenasi janin.

Dengan pemberian O2 sebanyak 5-7 liter/menit.


Meningkatkan oksigen yang dihisap ibu akan meningkatkan sedikit tekanan O2
darah janin. Mungkin hal ini menguntungkan bagi janin karena dengan sedikit
peningkatan oksigen akan menghasilkan kadar oksigen darah janin yang relatif
tinggi karena daya afinitas darah janin terhadap oksigen tinggi.

D. Bila usaha tersebut di atas setelah 20 menit tidak berhasil maka harus diputuskan
untuk mengakhiri persalinan.

33
Prosedur khusus :

Deselerasi variabel
Pengelolaan kasus dengan deselerasi variabel

Tindakan Efek

- Pemeriksaan dalam - Mencari penyebab


- Merubah posisi ibu - Dekompresi tali pusat

- Menurunkan kontraksi uterus - Meningkatkan aliran darah

dengan mengurangi dosis oksitosin uteroplasenter

- Pemberian oksigen - Meningkatkan oksigenasi


ibu dan janin

- Persiapan tindakan - Mempersingkat waktu antara


putusan dengan tindakan

- Meninggikan bagian terendah pasien - Mengurangi efek tekanan


(Trendelenberg) tali pusat

Deselerasi lambat :

Pengelolaan kasus dengan deselerasi lambat

Tindakan Efek

- Menurunkan frekuensi kontraksi - Meningkatkan waktu pemulihan


dengan menghentikan tetesan oksitosin uterus

- Merubah posisi pasien menjadi - Meningkatkan aliran darah


posisi miring kiri uteroplasenter

- Pemberian oksigen 100% 5-7 liter - Meningkatkan kadar oksigen


per menit darah ibu dan janin

- Meningkatkan volume darah - Memperbaiki hipotensi, meningkatkan


dengan pemberian cairan infus aliran darah uteroplasenter

- Persiapan tindakan operatif - Mempersingkat waktu antara


putusan dengan tindakan.
Aktivitas Rahim

34
Penerimaan janin terhadap stres yang terjadi karena kontraksi rahim berbeda satu
dengan lainnya misalnya, untuk janin PJT kontraksi rahim prematur yang adekuat
akan memberikan beban yang berat.
Umumnya kontraksi rahim yang berlebihan dapat dikoreksi.

Pengelolaan kasus dengan kontraksi rahim yang berlebih

Sebab *) Tindakan

- Dosis oksitosin berlebih - Hentikan tetesan oksitosin.

- Anestesi epidural - Pemberian cairan sebelum tindakan


Hindarkan hipotensi karena posisi ibu
terlentang

- Blok paraservikal - Pemberian dosis ringan dan tindakan


ini jangan diberikan pada janin
dengan asidosis.

- Kontraksi uterus dobel - Merubah posisi ibu menjadi posisi


atau tripel miring, dan pemberian cairan.
Bila berat dapat diberi obat tokolitik

*) Faktor-faktor tersebut tidak selalu menyebabkan kontraksi rahim berlebih.

Prosedur resusitasi intra uterin dilakukan pada keadaan-keadaan lain seperti :


1. Takikardi
2. Bradikardi
3. Bunyi jantung janin tidak teratur
4. Cairan ketuban bercampur mekonium

35
PEMANTAUAN JANIN MEMAKAI KARDIOTOKOGRAFI

PASIEN KLINIS RISIKO TINGGI


(dengan insufisiensi plasenta)

NST Antenatal

Reaktif Kurang Tidak reaktif


reaktif

Ulangi Ulangi OCT


tiap minggu esok hari

NegatifMencurigakan Positif
tidak memuaskan

Intra Admission
partum Test Ulangi
esok hari

Reaktif Mencurigakan

Gawat janin Gawat janin


berat ringan
Pantau
dengan KTG
tiap 2 jam Seksio sesarea Induksi persalinan

Gawat janin Gawat janin


berat ringan

Seksio Pemantauan
sesarea dilanjutkan

I.14 EPISIOTOMI

36
Batasan : insisi perineum pada kala II persalinan untuk mencegah robekan perineum
secara total dan memperlebar jalan lahir sehingga memudahkan kelahiran
anak.

Episiotomi dilakukan secara selektif karena episiotomi yang dikerjakan tanpa dasar dan
alasan yang jelas dapat meningkatkan kejadian dan beratnya kerusakan perineum yang
terjadi dibandingkan laserasi spontan. Selain itu dapat meningkatkan jumlah perdarahan
selama persalinan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah robekan perineum, antara lain:
 Aplikasi handuk hangat pada perineum
 Fasilitasi fleksi kepala bayi agar tidak menyebabkan regangan mendadak
 Mengarahkan kepala agar perineum dilalui oleh diameter terkecil saat ekspulsi
 Menahan perineum dengan regangan telunjuk dan ibu jari.
Episiotomi dilakukan atas indikasi janin atau adanya ancaman robekan perineum total.
Saat melakukan episiotomi yaitu kepala atau bokong membuka vulva 3-4 cm.

Indikasi :(Buku Acuan Nasional)


1. Fasilitasi untuk persalinan dengan tindakan atau menggunakan instrument
2. Mencegah robekan perineum yang kaku ataudiperkirakan tidak mampu beradaptasi
terhadap regangan yang berlebihan. (Misalnya bayi yang sangat besar atau
makrosomia)
3. Mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus letak/presentasi
abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di belakang) dengan menyediakan
tempat lebih luas untuk persalinan yang aman.

Teknik :
Episiotomi Mediana :

 Insisi perineum dari komisura posterior sepanjang garis tengah ke bawah menuju ke
muskulus Spingter ani.
 Dilakukan untuk persalinan prematur

Episiotomi Mediolateral :

 Insisi perineum dimulai pada komisura posterior, kemudian diteruskan ke lateral


 Sering timbul perdarahan karena pleksus bulbokavernosus ikut terluka
 Untuk persalinan aterm

Terapi :

 Antibiotika profilaksis
 Kompres betadin
I.15 EKSTRAKSI FORSEP/EKSTRAKSI CUNAM

Batasan : (Buku Acuan Nasional)

37
Tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan
menarik kepala janin dengan alat cunam

Indikasi :

Indikasi ibu :
 Penyakit jantung
 Edema paru
 Infeksi intrapartum
 Kelelahan ibu
 Keadaan lain yang menyebabkan ibu tidak bisa meneran secara efektif atau ibu
tidak boleh meneran

Indikasi janin :
 Tali pusat menumbung pada kala II
 Gawat janin pada kala II

Indikasi waktu :
 Kala II lama (> l jam) dengan presentasi kepala/verteks.

KONTRAINDIKASI
 Malpresentasi (dahu, puncak kepala, muka dengan dagu di belakang)
 Panggul sempit (disproporsi kepala panggul)

Syarat (sumber tambahan Acuan Nasional )

1. Kepala sudah "engaged"(Penurunan kepala H III+ atau HIII-IV atau Station >+2)
2. Presentasi belakang kepala atau muka dengan dagu di depan
3. Pembukaan lengkap
4. Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
5. Tidak ada disproporsi kepala panggul
6. Anak hidup
7. Kontraksi uterus baik
8. Ibu tidak gelisah/kooperatif

Kriteria ekstraksi forcep gagal :


1. Tidak bisa dipasang
2. Tarikan dirasakan berat

Bila ekstraksi forsep gagal, persalinan diakhiri dengan seksio sesarea.


1.16 EKSTRAKSI VAKUM

38
Batasan : Ialah usaha untuk melahirkan janin dengan tarikan pada kepala, dengan
membuat tekanan negatif melalui suatu kap pada kepala janin sehingga
terbentuk kaput buatan.

Indikasi :

Pemanjangan kala II : indikasi profilaksis (waktu)

Kontra indikasi :

1. Presentasi muka
2. Disproporsi kepala panggul
3. Prematuritas

Syarat :

Sesuai dengan syarat ekstraksi forceps

Kriteria ekstraksi vakum gagal :


1. Tarikan dirasakan berat
2. Bila pemasangan benar, kap terlepas.

Bila ekstraksi vakum gagal, nilai kembali kondisi janin dan presentasi persalinan diakhiri
dengan seksio sesarea.

39
I.17 EMBRIOTOMI

Batasan : Suatu tindakan pervaginam untuk melahirkan janin mati dengan tujuan
mengecilkan bagian badan janin.

Terdiri dari :
 Perforasi
 Dekapitasi
 Eviserasi

Syarat :

1. Pembukaan lengkap
2. Ketuban negatif
3. Konjugata vera > 8 cm

Indikasi :

 Penyakit jantung dan paru-paru


 Preeklamsi dan eklamsi
 Suhu lebih dari 38 0 C
 Edema jalan lahir
 Kelelahan ibu
 Letak lintang

Teknik :
Teknik operasi lihat di buku Obstetri operatif.

40
I.18 PARTUS PERCOBAAN

Batasan

Percobaan persalinan pervaginam pada pasien dengan panggul sempit relatif dengan usia kehamilan
cukup bulan atau perkiraan berat badan janin ≥ 2500 gram, dan janin presentasi belakang kepala.
Partus percobaan dimulai dari awal persalinan dan berakhir setelah bayi lahir, atau kita mendapat
keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung pervaginam.

Ketentuan umum :

1. Bila his belum ada, bisa dilakukan induksi persalinan (Bab terminasi kehamilan)
2. Bila didapatkan inersia uteri hipotonik bisa dilakukan pemberian tetes oksitosin.
3. Dilakukan pemantauan janin dan kontraksi rahim dengan kardiotokografi.
4. Bila ada indikasi melakukan partus buatan pervaginam dan syarat terpenuhi dipilih ekstraksi
vakum.
5. Partus percobaan tidak dilakukan pada :
- Riwayat partus percobaan gagal.
- Persangkaan bayi besar.
- Anak mahal.

Hasil :

Dikatakan partus percobaan berhasil, apabila bayi berhasil lahir pervaginam dengan keadaan ibu dan bayi
baik.
Partus percobaan dikatakan tidak lengkap apabila persalinan harus diakhiri (perabdominam) atas indikasi
ibu atau anak.
Dikatakan partus percobaan gagal, apabila :
1. Anak lahir mati.
2. Pada kala II kepala tidak engaged setelah dipimpin meneran 1 jam.
3. Partus buatan pervaginam gagal.

II. BAB KHUSUS

41
II.1. KELAINAN LAMANYA KEHAMILAN

II.1.1. Abortus
Batasan : berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan < 20 mg (berat janin < 500 gram) atau buah
kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan.

Abortus spontan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan
untuk mengahiri proses kehamilan (pengguguran, aborsi, abortus provokatus).
Klasifikasi :
a. Abortus Imminens :
Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan bercak dari jalan lahir, dapat disertai nyeri perut
bawah yang ringan, buah kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.

b. Abortus Insifiens :
Abortus sedang berlangsung, ditandai oleh perdarahan ringan atau sedang disertai kontraksi rahim dan
akan berakhir sebagai abortus komplit atau inkomplit.

c. Abortus Inkomplit
Sebagian buah kehamilan telah keluar melalui kanalis servikalis dan masih terdapat sisa konsepsi
dalam rongga rahim.

d. Abortus komplit
Seluruh buah kehamilan telah keluar dari rongga rahim melalui kanalis servikalis secara lengkap.

e. Abortus tertunda (missed abortus)


Tertahannya (retensi) hasil konsepsi yang telah mati dalam rahim selama 8 mg atau lebih.

f. Abortus Habitualis
Abortus spontan yang berlangsung berurutan sebanyak 3 kali atau lebih.

Etiologi :
a. Faktor Zigot :
Kelainan kromosom
Ovum patologis misalnya Blighted
Ovum (telur kosong)
Kelainan sperma

b. Faktor ibu :
Penyakit kronis
Infeksi
Kelainan hormonal
Kelainan alat reproduksi
Gangguan nutrisi
Obat-obatan
Inkonpatibilitas rhesus
Trauma fisik/mental.

Patofisiologi :
Abortus biasanya dimulai dengan perdarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan
sekitarnya. Zigot dapat terlepas sebagian atau seluruhnya dan menjadi benda asing bagi uterus sehingga
merangsang terjadinya kontraksi rahim dan menyebabkan ekspulsi buah kehamilan.
Pada telur kosong, tidak terdapaty janin, hanya ditemukan kantong kehamilan.

KRITERIA DIAGNOSIS PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN PENGELOLAAN:

42
*Abortus imminens :
Klinis :
Anamnesis : - perdarahan sedikit dari jalan lahir
- nyeri perut tidak ada atau ringan

Pemeriksaan dalam : - Fluksus sedikit


- Ostium uteri tertutup

Pemeriksaan penunjang :
USG, hasilnya dapat ditemukan :
a. Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin.
b. Meragukan (kantong kehamilan masih utuh, pulsasi jantung janin belum jelas).
c. Buah kehamilan tidak baik, janin mati.

Terapi :
a. Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin :
- Rawat jalan
- Tidak diperlukan tirah baring total
- Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas berlebihan atau hubungan seksual.
- Bila perdarahan berhenti dilanjutkan jadwal pemeriksaan kehamilan selanjutnya.
- Bila perdarahan terus berlangsung, nilai ulang kondisi janin (USG) 1 mg kemudian.

b. Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 mg kemudian.

c. Bila hasil USG tidak baik : evakuasi tergantung umur kehamilan (lihat bab terminasi
kehamilan).
*Abortus insipiens :
Klinis :
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/kontraksi rahim.

Pemeriksaan dalam :
- Ostium terbuka
- Buah kehamilan masih dalam rahim.
- Ketuban utuh, dapat menonjol.

Terapi :
- Bila ada syok, atasi dahulu syok (perbaiki keadaan umum)
- Transfusi bila HB < 8 gr%.
- Evakuasi (lihat bab mengenai terminasi kehamilan)
- Uterotonika (metil ergometrin tablet 3 dd 0.125 mg)
- Bila tidak ada tanda infeksi beri antibiotika profilaksis selama 3 hari.
- Bila ada tanda infeksi beri antibiotika berspektrum luas (aerob dan anaerob).

Tabel 13.2: Kombinasi antibiotika untuk abortus infeksiosa


Kombinasi antibiotika Dosis oral Catatan
Ampisilin dan 3 x 1 g oral Berspektrum luas dan me-ncakup
Metronidazol dan untuk gonorrhoea dan bakteri
3 x 500 mg anaerob.
Tetrasiklin 4 x 500 mg Baik untuk klamidia, gonor-
dan dan rhoea dan bakteroides fragilis
Klindamisin 2 x 300 mg

43
Trimethoprim 160 mg Spektrum cukup luas dan
dan dan harganya relatif murah.
Sulfamethoksazol 800 mg

Tabel 13.3: Antibiotika parenteral untuk abortus septik


Antibiotika Cara pemberian Dosis
Sulbenisilin IV 3x1g
Gentamisin 2 x 80 mg
Metronidazol 2x1g
Seftriaksone IV 1x1g
Amoksisiklin + Klavulanik Acid IV 3 x 500 mg
Klidamisin 3 x 600 mg

Abortus inkomplit sering berhubungan dengan aborsi/abortus tidak aman, oleh karena itu periksa tanda-
tanda komplikasi yang mungkin terjadi akibat abortus provokatus seperti perforasi, tanda-tanda infeksi
atau sepsis.

*Abortus komplit
Seluruh buah kehamilan telah keluar.
Klinis :
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir sedikit, pernah keluar buah kehamilan.
Pemeriksaan Ostium biasanya tertutup, bila ostium terbuka teraba rongga uterus kosong.

Terapi :
-Antibiotika selama 3 hari
-Uterotonika

*Abortus tertunda
Kematian janin dan belum dikeluarkan dari dalam rahim selama 8 mg atau lebih.
Klinis :
Anamnesis : Perdarahan bisa ada atau tidak.
Pemeriksaan :
- Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
- Bunyi jantung janin tidak ada

Pemeriksaan penunjang :
- USG : terdapat tanda janin mati
- Laboratorium :
HB, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu protombin.

Terapi :
- Evakuasi pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup, sehingga perlu tindakan dilatasi
(lihat bab terminasi kehamilan); hati-hati karena pada keadaan ini biasanya plasenta bisa melekat
sangat erat sehingga prosedur kuretase lebih sulit dan dapat berisiko tidak bersih/perdarahan pasca
kuretase.
- Uterotonika pasca evakuasi
- Antibiotika selama 3 hari.

*Abortus febrilis/abortus infeksiosa :


Abortus yang disertai infeksi, biasanya ditandai rasa nyeri dan febris.
Klinis :
Anamnesis : Waktu masuk Rumah Sakit mungkin disertai syok septik.

44
Tanyakan kemungkinan abortus provokatus dan cari tanda-tanda komplikasi yang dapat menyertainya
(perforasi, peritonitis).

Pemeriksaan dalam :
Ostium uteri umumnya terbuka dan teraba sisa jaringan, baik rahim maupun adveksa nyeri pada
perabaan, fluktus berbau.

Terapi :
- Perbaiki keadaan umum (nifas, transfusi), atasi sejak septik bila ada.
- Posisi Fowler.
- Antibiotika yang adekuat (berspektrum luas (aerob dan anaerob)).
- Uterotonika.

II.1.2 PERSALINAN PRETERM (KURANG BULAN)

Batasan : Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung antara umur kehamilan
20 - 37 minggu dari hari pertama haid terakhir (HPHT) atau antara hari ke
140 dan 259 .
Preterm : 33-37 minggu
Moderately Preterm : 28 – 32 minggu
Severe preterm: 20 – 27 minggu

45
Perawatan bayi prematur mempunyai masalah tertentu, makin muda usia kehamilan makin
tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Selain harapan hidup, perlu juga dipikirkan kualitas
hidup bayi tsb.

Faktor Risiko:

Penyebab yang pasti tidak diketahui.


Faktor risiko terjadinya persalinan preterm yaitu :
1. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW), Korioamnionitis, bakteriuri, kolonisasi
mikroorganisme pada genital (Grup.B. Streptokokus; dll).
2. Riwayat persalinan preterm atau kontraksi persalinan preterm sebelumnya.
3. Riwayat abortus sebelumnya (Abortus 2 x pada trimester kedua).
4. Riwayat abortus imminens pada kehamilan ini.
5. Perdarahan antepartum; plasenta previa/solusio plasenta
6. Hipertensi dalam kehamilan
7. Serviks inkompeten atau riwayat tindakan konisasi
8. Serviks memendek < 3Cm, dan atau membuka lebih dari 1 cm, pada kehamilan 32
minggu
9. Kelainan uterus (jarang)
10. Operasi abdomen waktu kehamilan
11. Janin mati, kelainan kongenital.
12. Kerentanan uterus yang bertambah
13. Penyakit ibu terutama penyakit infeksi sistemik yang berat.
14. Kehamilan dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) insitu.
15. Pielonefritis
16. Kehamilan ganda; polihidramnion, oligohidramnion.
17. Kelainan letak.
18. Diabetes mellitus
19. Penyalahgunaan/Kecanduan NAZA (narkotik dan zat aditif lainnya)
20. Trauma fisik/psikis.

Diagnosis :
Gejala awal yang dapat timbul adalah:
1. Rasa nyeri/tegang pada perut bawah (low abdominal pain/cramps)
2. Nyeri pinggang (low backache)
3. Rasa penekanan pada jalan lahir
4. Bertambahnya cairan vagina
5. Perdarahan/perdarahan bercak/lendir bercampur darah

Gejala definitif:

Memenuhi kriteria persalinan preterm seperti :


 Kontraksi uterus yang teratur (1 kali atau lebih dalam 10 menit).
 Perubahan serviks seperti : - Pembukaan serviks > 2 cm
- Pendataran

Untuk pengelolaan, penilaian terhadap ada tidaknya faktor etiologi dan


kemungkinan komplikasi harus dilakukan seperti:

46
1. Ada tidaknya plasenta previa
2. Keadaan ketuban (intak atau sudah pecah)
3. Ada tidaknya korioamnionitis
4. Ada tidaknya infeksi sistemik
5. Ada tidaknya polihidramnion
6. Riwayat obstetri sebelumnya.

Pengelolaan:

1. Konfirmasi umur kehamilan dengan berbagai cara harus dilakukan.


2. Penilaian kontraksi uterus (lamanya, intensitasnya, frekuensinya dan pengaruhnya
terhadap pembukaan serviks)
3. Pemantauan tanda-tanda vital Ibu
4. Pemantauan bunyi jantung janin
5. Pemeriksaan tambahan: Ultrasonografi untuk menilai presentasi, Biometri janin,
Anomali, Velositas arteri umbilikalis (Doppler), Indeks Cairan Ketuban,
Pemeriksaan plasenta, Morfologi serviks (panjang, diameter kanalis servikalis dan
ada tidaknya funelling.
6. Tirah baring (lateral ke kiri atau semi Fowler)
7. Bila diduga ada korioamnionitis, lakukan kultur dan berikan antibiotika.
8. Pemberian obat-obatan tokolitik (lihat Bab pemberian obat tokolitik)
9. Pemberian obat-obatan pematangan paru-paru janin :
Diberikan pada semua wanita hamil antara 24 – 34 minggu
 Deksametason, 5 mg tiap 12 jam (i.m) sampai 4 dosis
 Betametason, 12 mg (i.m) sampai 2 dosis dengan interval 24 jam

Diagnosis diferensial :
 Dibedakan dengan kontraksi Braxton Hicks
Kontraksi Braxton Hicks sifatnya tidak teratur, tidak ritmis, tidak begitu sakit dan tidak
menimbulkan perubahan serviks.

PENGELOLAAN
KONTRAKSI PREMATUR

- Konfirmasi Umur Kehamilan - USG


- Kontraksi uterus - KTG

47
- Perubahan serviks

Terapi : - Tirah baring


- Pemberian obat tokolitik
(lihat bab pemberian obat tokolitik)
- Pemberian obat pematangan paru

observasi

Terapi berhasil Terapi gagal

Pemberian tokolisis Persalinan


diteruskan sesuai
dengan pedoman

II.1.3 KEHAMILAN LEWAT WAKTU

Batasan : Kehamilan 294 hari (42 minggu) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid
yang terakhir pada siklus 28 hari atau 280 hari (40 minggu) dari hari terjadinya
konsepsi.

Saat ini dipercaya bahwa hasil persalinan yang buruk sudah meningkat pada usia kehamilan
41 minggu.
Penentuan usia kehamilan yang akurat sangat penting. Keadaan ini akan menghindarkan
intervensi yang tidak diperlukan atau bahkan berbahaya apabila kehamilan ini
tidak lewat waktu; dan memberikan pelayanan yang efektif pada kehamilan
yang benar lewat waktu.
Anamnesis ulang, evaluasi status dan pemeriksaan USG pada 16 -20 minggu dapat
membantu akurasi diagnosis.

48
Patofisiologi/Etiologi :

 Perubahan fisiologi ibu mungkin hanya mempunyai peran kecil dalam pato-fisiologi
kehamilan lewat waktu.
 Kemungkinan kelainan anatomi dan biokimia janin merupakan faktor predisposisi
terjadinya kehamilan lewat waktu.
 Etiologi kehamilan lewat waktu masih belum jelas.

Komplikasi :

Kehamilan lewat waktu berhubungan dengan meningkatnya komplikasi ibu maupun


anak.

A. Masalah ibu
1. Serviks yang belum matang (70% kasus)
2. Kecemasan ibu
3. Persalinan traumatis akibat janin besar (20%)
4. Angka kejadian seksio sesarea meningkat karena gawat janin, distosia, disproporsi
sefalopelvik.
5. Meningkatnya perdarahan pascasalin, karena seringnya penggunaan oksitosin
untuk augmentasi atau induksi.

B. Masalah janin
1. Kelainan pertumbuhan janin
a. Janin besar
Dapat menyebabkan :
 distosia bahu
 fraktur klavikula
 paralisis Erb-Duchene

b. Pertumbuhan janin terhambat

2. Oligohidramnion
Kelainan cairan amnion ini mengakibatkan :
 gawat janin
 keluarnya mekonium
 tali pusat tertekan sehingga menyebabkan kematian janin mendadak

Pemeriksaan dan diagnosis

Sebelum kita melakukan intervensi, kita harus menilai kembali umur kehamilan (anamnesis
ulang, data pemeriksaan kehamilan, dll). Pemeriksaan USG sangat bermanfaat untuk
memeriksa kemungkinan adanya kelainan kongenital, taksiran berat janin, kondisi
plasenta, presentasi janin dan volume cairan amnion. Akan tetapi USG tidak dapat
menentukan umur janin secara akurat apabila kehamilannya telah lanjut.

49
Menilai pasien
a. Menentukan taksiran persalinan
Menentukan taksiran persalinan merupakan bagian terpenting dari perawatan
antenatal, karena akan berpengaruh pada tindakan kita selanjutnya. Menentukan saat
persalinan lebih tepat dan dapat dipercaya bila dilakukan pada kehamilan dini.

b. Penilaian janin
Bila kehamilan lewat waktu direncanakan untuk tidak segera dilahirkan, kita harus
mempunyai keyakinan bahwa janin dapat hidup terus di dalam lingkungan intra-uterin.

1. Pemeriksaan USG
 Pemeriksaan biometri untuk menaksir berat janin
 Pemeriksaan derajat kematangan plasenta
 Keadaan cairan amnion.
Kantung amnion terbesar < 2 cm atau indeks cairan amnion < 5 cm,
merupakan indikasi untuk mengakhiri kehamilan. Perlu dilakukan penilaian
adanya gangguan pertumbuhan janin intrauterin.

2. Pemeriksaan penampilan jantung janin harus dilakukan secara teratur, dimulai


dari umur kehamilan 41 minggu.
a. Tes tanpa kontraksi (NST)
Hasil NST tidak reaktif memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti tes
dengan kontraksi (OCT) atau profil biofisik. NST dilakukan seminggu 2 kali.

b. Tes dengan kontraksi (CST)

 Dilakukan apabila hasil NST non-reaktif.


 Hasil tes positif merupakan indikasi untuk melahirkan janin.
 Apabila hasil tidak memuaskan atau mencurigakan, tes diulangi 24 jam
kemudian.

c. Menilai kematangan serviks.


Menilai derajat kematangan serviks dengan mempergunakan skor Bishop.
Seviks belum matang apabila skor Bishop > 4.

Penatalaksanaan :

Pengelolaan kehamilan lewat waktu dimulai dari umur kehamilan 41 minggu. Hal ini
disebabkan meningkatnya komplikasi perinatal setelah umur kehamilan 40 minggu dan
meningkatnya insidensi janin besar.

A. Pengelolaan persalinan

50
1. Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan tergantung dari
derajat kematangan serviks.

a. Bila serviks matang (Bishop skor > 6) :


1. Dilakukan induksi persalinan asal tidak ada janin besar.
2. Seksio sesarea hendaknya diputuskan bila berat janin ditaksir > 4500 gram
pada pasien non diabetes, dan > 4000 gram pada pasien diabetes.
3. Pemantauan intrapartum dengan mempergunakan CTG mutlak diperlukan.
Demikian pula kehadiran seorang spesialis anak.

b. Pada serviks dengan Bishop skor < 5) kita perlu menilai keadaan janin lebih
lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri.
1. Profil biofisik atau NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya
normal, kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan
seminggu dua kali.
2. Bila profil biofisik 0-2 atau ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada
kantong terbesar atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi
variabel pada (NST), maka dilakukan induksi persalinan dengan pemantauan
CTG kontinyu.
3. Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes dengan
kontraksi (CST) harus dilakukan. Hasil CST positif, janin perlu dilahirkan,
sedangkan bila CST negatif kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian
janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
4. Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien,
dan kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.

5. Semua pasien harus diakhiri kehamilannya bila telah mencapai 308 hari (44
minggu) tanpa melihat keadaan serviks.

2. Pasien kehamilan lewat waktu dengan komplikasi seperti diabetes melitus,


preeklampsi, PJT, kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang keadaan serviks.

B. Pengelolaan intrapartum

1. Pasien tidur miring ke sebelah kiri.


2. Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin (CTG) kontinyu
3. Beri oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal.
4. Perhatikan jalannya persalinan.
5. Segera setelah lahir, anak harus segera diperiksa akan kemungkinan hipoglikemi,
hipovolemi, hipotermi dan polisitemi.

Mencegah aspirasi mekonium

Apabila ditemukan cairan ketuban yang terwarnai mekonium harus segera dilakukan
resusitasi.

51
KEHAMILAN LEWAT WAKTU

-Penilaian umur kehamilan -Riwayat obstetri


-Tinggi fundus yang lalu
-Faktor risiko -HPHT
Kehamilan
>41 minggu

Serviks matang Serviks belum matang


(Skor Bishop >7) (Skor Bishop <6)

Induksi Seksio Sesarea Pemantauan janin :-NST-OCT


persalinan -(Janin >4500 gram) -USG
-4000 – 4200 (DM)

Oligohidramnion Delerasi -Volume cairan


Variable amnion normal
-NST tidak reaktif

Induksi Induksi
Persalinan persalinan
CST
(Tes dengan kontraksi)

(+) (-)
Induksi Pemantauan
Persalinan janin diulangi
(2x/minggu)

Serviks matang 44 minggu

Induksi Induksi
Persalinan persalinan

PERSALINAN PERVAGINAM DENGAN RIWAYAT SEKSIO SESAREA

52
Persalinan pada ibu hamil dengan riwayat seksio sesarea (SS) tidak selalu harus dilakukan
SS lagi. Apabila indikasi seksio sebelumnya bukan merupakan indikasi yang menetap,
maka dapat dicoba persalinan pervaginam. Keberhasilan persalinan pervaginam pada ibu
dengan riwayat SS sangat tergantung pada motivasi ibu dan penolong persalinannya.
Angka kejadian komplikasi seperti dehisensi atau uterus ruptur pada kelompok seksio
elektif dan partus per vaginam ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis bahwa pada persalinan yang lalu dilakukan seksio
sesarea. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bekas luka seksio sesarea di dinding perut.
Anamnesis tentang jenis Seksio Sesarea harus dicari (SSTP atau klasik).

Pengelolaan :
Pada kehamilan:
Bila indikasi SS yang lalu adalah penyebab yang tetap seperti panggul sempit absolut,
maka rencanakan SS primer mulai umur kehamilan 37 mg.
Bila diketahui SS yang lalu korporal (klasik) dilakukan SS primer pada umur kehamilan 37
mg (sebelum timbul his).

Bila SS sudah dilakukan sebanyak 2 kali atau lebih dilakukan SS primer pada umur
kehamilan 37 – 38 mg. Anjurkan sterilisasi pada ibu/suaminya.

Bila penyebab seksio sesarea bukan penyebab tetap dan tidak ada kontraindikasi, ibu
dicoba untuk melahirkan per vaginam.
Ibu harus dianjurkan untuk mau mencoba persalinan per vaginam, dan dijelaskan
keuntungan persalinan per vaginam antara lain lebih rendahnya morbiditas ibu dan anak
pada persalinan per vaginam, lebih singkat lama perawatan, lebih murah biayanya.
Ibu juga harus diberi tahu tentang kontra indikasi, kemungkinan gagal dan kemungkinan
adanya komplikasi (untuk mendapat informed consent).

Kontra Indikasi:
- Bekas seksio sesarea klasik
- Pernah histerostomi / histerorafi
- Pernah miomektomi (yang mencapai cavum uteri)
- Terdapat indikasi seksio sesarea pada kehamilan saat ini (plasenta previa, gawat
janin, dsb.)

53
Pada persalinan :
Ibu harus diberi tahu bahwa ia akan dicoba untuk partus per vaginam dan mempunyai
risiko kegagalan sehingga mungkin akan mengalami SS kembali, atau berhasil dengan
partus spontan/buatan. Terangkan juga risiko terjadinya uterus ruptur pada
persalinan (informed consent).
Ibu harus diberi penjelasan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan seperti
presentasi janin, keadaan panggul, kekuatan kontraksi rahim dan keterbatasan untuk
melakukan percepatan persalinan.

Kala I.
- Selama persalinan infus terpasang
- Lakukan pemeriksaan laboratorium rutin dan persediaan darah.
- Dokter anestesi dan dokter anak harus diberitahu bahwa mungkin sewaktu-waktu
mereka akan dipanggil/diperlukan.
- Apabila diperlukan, fasilitas OK harus dapat disiapkan dalam waktu 30 menit
- Selama fase aktif dilakukan pemantauan denyut jantung janin secara kontinyu Bila
terjadi inersia uteri hipotonik, dilakukan amniotomi, observasi his selama 1 jam,
bila tidak ada per-baikan, lakukan Seksio Sesarea.

Kala II.
Bila kepala diatas station 0:
 Pimpin meneran selama 15 menit
 Bila tidak ada kemajuan lakukan SS
 Bila ada kemajuan, bisa dipimpin sampai 15 menit lagi
 Bila belum lahir, lakukan partus buatan.

Induksi/ augmentasi persalinan:


Meskipun komplikasi untuk uterus ruptur pada persalinan dengan riwayat SS lebih tinggi,
pemakaian oksitosin untuk induksi/augmentasi persalinan dapat dilakukan dengan
pengawasan yang ketat dengan kardiotokografi (pemantauan DJJ kontinyu dan kontraksi
rahim).

Daftar Pustaka :
 The American College of Obstetricians and Gynecologist, ACOG Vaginal Birth After
Cesarean Section, Clinical Guidelines 1996.
 Society of Obstetricians and Gynaegologist of Canada (SOGC) 1997. Vaginal Birth
After Previous Cesarean Birth. Clinical Practice Guidelines Policy Statement nNo. 68.
 The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynecologist.

II.2 KEHAMILAN EKTOPIK

54
Definisi :

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang hasil konsepsinya berimplantasi di


luar kavum uteri ( 95% terjadi di tuba, 2,5% di kornu, 1,5% di abdomen, 0,5% di
ovarium dan 0,03% di serviks).
Kehamilan ektopik terganggu adalah bila kehamilan ektopik tersebut berakhir
dengan abortus atau ruptur tuba.

Patofisiologi :

Kehamilan ektopik terutama terjadi akibat gangguan transportasi ovum yang telah
dibuahi dari tuba ke kavum uteri.

Faktor risiko :
Adanya hubungan yang kuat berdasar bukti:
 Radang panggul (P.I.D)
 Sebelumnya pernah mengalami kehamilan ektopik
 Endometriosis
 Pernah operasi tuba
 Pernah operasi didaerah panggul
 Infertilitas dan pengobatan infertilitas
 Kelainan uterus dan atau tuba
 Riwayat terpapar D.E.S
 Merokok

Hubungan yang lemah berdasar bukti:


 Multiple sexual partners
 Hubungan seks pertama kali pada usia muda

Diagnosis :

Anamnesis :
 terlambat haid, biasanya terjadi 6 – 8 minggu setelah haid terakhir
 gejala subjektif kehamilan lainnya (mual, pusing, dsb).
Pada KET, dapat disertai :
 nyeri perut yang disertai spotting
 Gejala yang lebih jarang: nyeri yang menjalar ke bahu, perdarahan
pervaginam, pingsan

Pemeriksaan fisik :

Pada kehamilan ektopik terganggu dapat ditemukan :


Tanda-tanda syok hipopolemik :
 hipotensi

55
 takikardi
 pucat, anemis, ekstremitas dingin

Nyeri abdomen :
 perut tegang
 nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen
 Bisa ditemukan pekak samping, pekak pindah pada perkusi abdomen

Pemeriksaan ginekologis pada KET :


pemeriksaan dengan spekulum :: fluksus sedikit
pemeriksaan dalam : - Uterus yang membesar
- nyeri goyang sekvis (+)
- kanan/kiri uterus : nyeri pada perabaan
dan dapat teraba massa tumor didaerah
adneksa
- kavum Douglas bisa menonjol karena
berisi darah, NT (+)

Diagnosis Banding KET :


 Kista ovarium pecah dan mengalami perdarahan
 Torsi kista ovarium
 Kista terinfeksi
 Abortus iminen
 Appendisitis

Pemeriksaan Penunjang:

a. Laboratorium : - Hb, Lekosit


- Kadar ß hCG dalam serum
- Tes urine

b. USG : - Uterus yang membesar


-Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya kantung kehamilan di luar cavum uteri.
- Pada KET terdapat gambaran massa kompleks dan atau darah /
cairan bebas didaerah adneksa dan atau di cavum douglassi

c. Kuldosentesis untuk mengetahui adanya darah dalam kavum Douglas

d. Diagnosis laparaskopi

Konsultasi : Bila mencurigai kemungkinan appendisitis, konsul ke bagian Bedah

Terapi :

56
1. Konservatif : Pada K.E bila fertilitas masih diperlukan, dapat diberi terapi
medikamentosa dengan methotrexate (MTX) dengan syarat :
 Hemodinamisasi stabil
 kehamilan kurang dari 8 minggu
 Tidak ada cairan bebas pada pemeriksaan USG
 Kantung kehamilan ektopik < 3 cm
 Tidak tampak pulsasi jantung janin,
 Kadar HCG < 10.000 iU/ml,
 Tidak ada kontra indikasi pemberian MTX,
 Pasien bisa di follow up (diberikan 50 mg MTX, dosis tunggal, intra
muskular. Bila berat badan < 50 kg, dosisnya 1 mg/Kg BB)

2. Operatif :
 Laparotomi
 Salpingektomi Salpingektomi (terapi standar) bila tidak tidak ada
masalah fertilitas, bila ruptur tuba, bila perdarahan banyak, bila kelainan
anatomi tuba.
 Salpingostomi (bila fertilitas masih diperlukan).
 Reseksi segmen

 Pada kehamilan ektopik belum terganggu, bila terdapat kontra indikasi


operasi atau kemungkinan operasi sulit (kehamilan servikal, kornu,
perlengketan hebat di rongga panggul, keadaan umum tidak
memungkinkan) diberikan MTX.

3. Transfusi darah bila HB < 6 gram%.(kalau keadaan persediaan darah susah, dan
perlu sekali transfusi,bisa dilakukan auto transfusi dengan syarat darah intra
abdomen masih segar, tidak terinfeksi atau terkontaminasi).

57
KEHAMILAN EKTOPIK

- Anamnesis - Laboratorium
- Pemeriksaan klinis - USG / kuldosentesis

jelas KET tersangka KET K.E.

Laparotomi Diagnosis laparoskopi


- Laparotomi
- MTX

(+) (-)

Bukan KET

II.3 PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

58
Batasan : Terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, sehingga
beberapa parameter janin berada di bawah 10 persentil (< 2 SD) dari umur
kehamilan yang seharusnya.

Etiologi :

Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian PJT dapat dibedakan atas :


 Faktor plasenta : - Infark plasenta
- Solusio plasenta
- Plasenta previa
- Kelainan Pembuluh darah plasenta
- Insersi velamentosa
- Korioangioma
- Plasenta sirkumvalata

 Faktor ibu : - Faktor konstitusi


- Faktor nutrisi
- Kondisi hipoksia
- Problem vaskular: - hipertensi kronis
- preeklamsi
- APS
- IDDM
- Penyakit kolagen
- Penyakit ginjal
- Faktor lingkungan:
- Merokok
- Penggunaan Obat-obatan
- Dataran tinggi
- Riwayat Obstetri Buruk:
- Riwayat PJT
- Riwayat lahir mati
- Riwayat prematur

 Faktor Janin: - Kelainan kromosom:


- Trisomi 13, 18 dan 21
- Sindrom TURNER
- Malformasi janin:
- Anensefal
- Kelainan jantung
- Hernia Diafragma
- Kelainan ginjal
- Kehamilan Multifetus
- Infeksi janin:
- Rubella
- CMV

59
- Varicella-zoster

Pembagian klinik

1. Tipe I (PJT-simetris), pada umumnya disebabkan oleh :


 Kelainan genetik
 Infeksi intra-uterin
 Zat-zat teratogen
 Cacat bawaan

2. Tipe II (PJT asimetris), pada umumnya disebabkan oleh :


Penyakit ibu dan insufisiensi plasenta, antara lain :
 Hipertensi
 Penyakit ginjal
 Penyakit jantung
 Anemia berat
 Kehamilan multifetus

3. Tipe kombinasi, yang disebabkan oleh kombinasi faktor ibu dan faktor janin, seperti :
 Malnutrisi
 Obat-obatan
 Rokok
 Alkohol

Diagnosis :
Usia kehamilan harus diketahui dengan pasti.
1. Anamnesis : ada riwayat/faktor risiko :
 Hipertensi
 Penyakit paru kronis
 Penyakit jantung sianotik
 Pemakaian obat-obatan
 Merokok
 Infeksi janin
 Riwayat PJT sebelumnya

2. Pemeriksaan untuk mencari faktor risiko

3. Pemeriksaan Klinis :
Pengukuran tinggi fundus uteri (TFU) dan lingkaran perut (LP). Kecurigaan PJT
ditegakkan apabila TFU ditemukan menetap pada 2 kali pemeriksaan dengan selang 1-2
minggu atau menurun di bawah garis 10 persentil

4. USG : untuk menentukan biometri dan keadaan fungsi organ janin :


 Diameter biparietal
 Panjang femur
 Lingkaran kepala

60
 Lingkaran perut
 TBBJ (taksiran berat badan janin)
 DOPPLER

Evaluasi :
 USG → Tiap 3 minggu
 NST (Tes Tanpa Kontraksi) → 2x seminggu
 BPP (Profil Biofisik) → Tiap minggu bila NST abnormal
 OCT (Tes Dengan Kontraksi) → Bila NST abnormal atau BPP < 8

Pengelolaan :

1. Terapi kausal terhadap penyebab atau penyulit yang mendasari.

2. Konservatif
 Tirah baring (tidur miring)
 Pemberian kalori > 2100 kal/hari per oral atau parenteral,
 Pemberian kortikosteroid (lihat bab prematuritas)
 Pertimbangkan pemberian aspirin bila tidak ada kontra indikasi

3. Terminasi kehamilan :
Bergantung pada perkembangan janin hasil terapi

61
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

Simetris Asimetris

Amniosentesis
Analisa kromosom (bila memungkinkan)
Identifikasi infeksi

Pemeriksaan Antenatal :
- USG setiap 3 minggu
- Observasi gerakan janin tiap hari (Fetal kick count)
- NST 2 x seminggu
- BPP setiap minggu bila NST abnormal
- Doppler USG
- OCT bila NST abnormal atau BPP < 8

Pertimbangan terminasi

 Kortikosteroid untuk pematangan paru janin (lihat bab prematuritas)


 Terminasi > 32 minggu atau TBBJ > 1500 gr – bila hasil antenatal tes abnormal
 Bila hasil antenatal tes “Reassuring” → Dilanjutkan sampai aterm
 Bila tidak ada perkembangan atau terdapat oligohidramnion → Terminasi
 bila paru "matang"
 Usia kehamilan < 32 mg atau TBBJ < 1500 gr, dengan hasil antenatal tes
abnormal → evaluasi individual (kasus per kasus)

62
II.4 HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Batasan : EPH Gestosis, Hipertensi dalam kehamilan, Preeklamsi, Eklamsi.

Preeklamsi ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat kehamilan, setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

Eklamsi adalah kelainan akut pada preeklamsi, dalam kehamilan, persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaraan
(gangguan sistem saraf pusat)..

Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan sebelum
kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, dan yang
menetap setelah 12 minggu pasca persalinan.

Preeklamsi/eklamsi atas dasar hipertensi kronis adalah timbulnya preeklamsi atau eklamsi
pada pasien hipertensi kronik.

Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang
tekanan darah sebelumnya normal dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi kronik
atau preeklamsi/eklamsi (tidak disertai proteinuri). Gejala ini akan hilang dalam waktu <
12 minggu pascasalin.

Kriteria diagnosis

Preeklamsi ringan

Diagnosis preeklamsi ringan didasarkan atas timbulnya hipertensi (sistolik antara


140 - <160 mmHg dan diastolik antara 90-<110 mmHg) disertai proteinuri (> 300 mg/24
jam, atau >1 + dipstick).

Preeklamsi berat
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini preeklamsi digolongkan berat.

1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
2. Proteinuri > 2 g/24 jam atau > 2 + dalam pemeriksaan kualitatif (dipstick)
3. Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (< 400 ml/ 24 jam)
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)
6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)
7. Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral
8. Nyeri epigastrium yang menetap
9. Pertumbuhan janin terhambat
10. Edema paru disertai sianosis

63
11. Adanya “the HELLP Syndrome” (H : Hemolysis; EL : Elevated liver enzymes; LP :
low platelet count)

Diagnosis Banding

Hipertensi menahun, kelainan ginjal dan epilepsi

Pemeriksaan penunjang

a. Preeklamsi ringan : urin lengkap


b. Preeklamsi berat/eklamsi

Pemeriksaan laboratorium :
- Hb, hematokrit
- Urin lengkap
- Asam urat darah
- Trombosit
- Fungsi hati
- Fungsi ginjal.

Pemeriksaan USG
Pemeriksaan KTG

Konsultasi

Bagian saraf, mata, penyakit dalam (sub-bagian ginjal dan hipertensi), bila
diperlukan.

Terapi

Preeklamsi ringan
1. Rawat inap. Istirahat (tirah baring/ tidur miring kekiri).
2. Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan proteinuri setiap hari.
3. Dapat dipertimbangkan pemberian suplementasi obat-obatan antioksidan atau anti
agregasi trombosit
4. Roboransia
5. Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dipulangkan dengan nasihat untuk
istirahat dan diberi penjelasan mengenai tanda-tanda preeklamsi berat. Kontrol 2
kali seminggu. Bila tekanan diastolik naik lagi, dirawat kembali.
6. Jika tekanan diastolik naik dan disertai dengan tanda-tanda preeklamsi berat, dikelola
sebagai preeklamsi berat.
7. Bila umur kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan.
8. Persalinan dapat dilakukan secara spontan.

Preeklamsi Berat

Rawat bersama dengan Bagian yang terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf, Mata,
Anestesi,dll).

64
A. Perawatan aktif

a. Indikasi
Bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini :
i. Ibu :
1. kehamilan > 37 minggu
2. adanya gejala impending eklamsi

ii. Janin :
1. adanya tanda-tanda gawat janin
2. adanya tanda-tanda IUGR

iii. Laboratorik :
adanya HELLP syndrome

b. Pengobatan medisinal
1. Infus larutan ringer laktat
2. Pemberian obat : MgSO4

Cara pemberian MgSO4 :


1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan infusion pump):
a. Dosis awal :
4 gram (10 cc MgSO4 40 %) dilarutkan kedalam 100 cc ringer lactat, diberikan selama 15-20 menit.

b. Dosis pemeliharaan:
10 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam
( 20-30 tetes per menit)

2. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :


a. Dosis awal
4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara i.v. dengan kecepatan 1 gram/menit.

b. Dosis pemeliharaan
Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40%) i.m setiap 4 jam.
Tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian i.m untuk mengurangi
perasaan nyeri dan panas.

Syarat-syarat pemberian MgSO4


1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam
10 cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit.
2. Refleks patella (+) kuat
3. Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit
4. Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)

65
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
1. Ada tanda-tanda intoksikasi
2. Setelah 24 jam pasca salin
3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah (normotensif).

3. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada


a. edem paru
b. payah jantung kongestif
c. edem anasarka

4. Antihipertensi diberikan bila :


1. Tekanan darah :
- Sistolik > 180 mmHg
- Diastolik > 110 mmHg
2. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
- Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v. pelan-pelan selama 5 menit.
Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai tekanan darah yang
diinginkan.
- Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :
 Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120
mg/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah.
 Labetalol 10 mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan tekanan darah,
maka dapat diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10
menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai
80 mg pada 10 menit berikutnya.
 Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan : Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikan mula-
mula 5cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit. Lima menit kemudian
tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi
sisanya 5 cc i.v. selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan pemberian
secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc dextrose 5% atau Martos
10. Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang
diinginkan, yaitu penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak
20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit
sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam
sampai tekanan darah stabil.

5. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada : tanda-tanda payah jantung. Jenis
kardiotonika yang diberikan : Cedilanid-D
Perawatan dilakukan bersama dengan Sub Bagian Penyakit Jantung

6. Lain-lain

66
1. Obat-obat antipiretik
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 0 C
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol

2. Antibiotika
Diberikan atas indikasi

3. Antinyeri
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan petidin HCl 50-75
mg sekali saja.

c. Pengelolaan Obstetrik

Cara terminasi kehamilan


Belum inpartu :
1. Induksi persalinan :
amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6
2. Seksio sesarea bila ;
1. Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes
oksitosin
2. 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio
sesarea.

Sudah inpartu :

Kala I

Fase laten :
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syrat skor Bishop > 6.
Fase aktif :
1. Amniotomi
2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin.
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,
pertimbangkan seksio sesarea.

Catatan : amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15 menit


setelah pemberian pengobatan medisinal.

Kala II :
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.

B. Pengelolaan konservatif

a. Indikasi :
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi
dengan keadaan janin baik

67
b. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal
MgSO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja.(MgSO4 40%, 8 gram i.m.). Pemberian
MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi ringan, selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam.

c. Pengelolaan obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk
memantau kesejahteraan janin
2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara terminasi sesuai
dengan pengelolaan aktif.

Pengelolaan Eklamsi

Rawat bersama di unit perawatan intensif dengan bagian-bagian yang terkait.

Pengobatan medisinal
1. Obat anti kejang :
 Pemberian MgSO4 sesuai dengan pengelolaan preeklamsi berat.
 Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2 g MgSO4 40% i.v
selama 2 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis
tambahan 2 g hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih
tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kg/bb/i.v pelan-pelan
2. Obat-obat supportif :
Lihat pengobatan supportif preeklamsi berat

3. Perawatan pasien dengan serangan kejang :


a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
c. Kepala direndahkan : daerah orofaring dihisap.
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur.
e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus),
diberikan pengobatan sebagai berikut :
 Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v perlahan-lahan.
 Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan
 Benzodiazepin i.v setiap 1/2 jam sampai 3 kali berturut-turut.
 Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang ulangan)
dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2 kapsul) pada hari
kedua dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan seterusnya.
 Apabila setelah pemberian Benzodiazepin i.v 3 kali berturut-turut, pasien masih
tetap kejang, maka diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul di dalam
250 cc Na Cl 0,9%) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2 hari.

f. Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :


 Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada-tidaknya perdarahan otak.

68
 Punksi lumbal, bila ada indikasi.
 Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin,
SGOT, SGPT, analisa gas darah, dll untuk mencari penyebab kejang yang lain.

4. Perawatan pasien dengan koma :


a. Atas konsultasi dengan bagian Saraf untuk perawatan pasien koma akibat edem otak:
 Diberikan infus cairan Manitol 20% dengan cara : 200 cc (diguyur), 6 jam
kemudian diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian 150 cc lagi (diguyur).
Total pemberian 500 cc dalam sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari.
 Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10% dengan kecepatan 30 tetes/menit selama
5 hari.
 Dapat juga diberikan Dexamethason i.v 4 x 2 ampul (8 mg) sehari, yang
kemudian di tappering off.
b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai
"Glasgow-Pittsburgh-Coma Scale".
c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan pasien.
d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi dipertimbangkan dalam bentuk NGT (Naso
Gastric Tube).

5. Pengobatan Obstetrik :

Sikap terhadap kehamilan

a. Sikap dasar :
Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi harus diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Gejala impending eklamsi, adalah :
- Penglihatan kabur
- Nyeri uluhati
- Nyeri kepala yang hebat
-

b. Saat pengakhiran kehamilan :


 Terminasi kehamilan pasien preeklamsi dan impending eklamsi adalah dengan
seksio sesarea.
 Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan sbb:
- Pasien inpartu, kala II.
- Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden
yang berat.
- HELLP syndrome
- Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)
- Kontra indikasi operasi (ASA IV)

Penyulit

69
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah, perdarahan
otak.

70
PENGELOLAAN PREEKLAMPSIA RINGAN

Peeklampsia Ringan

Rawat jalan

Terapi 2 minggu
Hamil preterm Hamil aterm

Terapi preeklampsia ringan

Terdapat salah satu kriteria di bawah ini :


- Setelah 2 minggu rawat jalan tidak menunjukkan perbaikan
- Kenaikan berat badan ibu > 1 Kg/minggu, pada 2 minggu berturut-turut
- Timbul 1 atau lebih gejala preeklamsi

Rawat inap

Perawatan ibu Perawatan janin

Setelah 1 minggu Terjadi perbaikan sebelum 1 minggu Normal Abnormal


tak ada perbaikan

Tensi mencapai Normotensif Tensi turun tidak normotensif

Dikelola sebagai Terminasi


Preeklampsia berat

Rawat 2 hari lagi Rawat 2 hari lagi

Tetap normotensif Stabil

Pulang Pulang
Kontrol setiap minggu kontrol setiap minggu

Lihat
Pengelolaan
Preeklampsia berat

Persalinan ditunggu Kehamilan diakhiri


Sampai aterm terjadi pada 37 minggu
onset persalinan

Pengelolaan sama dengan hamil preterm


Kehamilan diakhiri sampai onset
persalinan atau sampai taksiran persalinan

PENGELOLAAN PREEKLAMPSIA BERAT

71
Preeklampsia berat

Perawatan konservatif Perawatan aktif


I. Indikasi ibu
II. Indikasi anak
Perawatan Ibu Perawatan janin III. Indikasi lab

Normal Abnormal

Bila penyakit kembali kegejala Bila setelah 24 jam tidak ada


Preeklampsia ringan perbaikan gejala Preeklampsia berat

Rawat 3 hari lagi Sebelum terminasi, diberikan


MgSO4

Tetap dalam
Preeklampsia ringan

Terminasi kehamilan
(dengan drip oksitosin)

Dipulangkan
(Rawat jalan sebagai)
Preeklampsia ringan

Induksi berhasil Induksi gagal

Persalinan dengan Seksio sesaria


Ekstraksi forsep

PENGELOLAAN EKLAMSIA

Eklamsi

72
Rawat di I.C.U.
Konsultasi dengan
SMF Penyakit Dalam &
SMF Neurologi

Dalam kehamilan Postpartum

Sikap dasar pengobatan pada eklampsia adalah


mengakhiri kehamilan tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin

B. Tindakan sebelum induksi persalinan :


1. Obat anti kejang (MgSO4)
2. Pemantauan tanda-tanda keracunan MgSO4 Terapi anti kejang
3. Pemantauan laboratorium (sama dengan PEB) (MgSO4)
4. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma
dengan : “Glasgow-Pitsburg-Coma Scale”

Setelah terjadi keadaan “Stabilisasi”

Terminasi kehamilan dengan tetes oksitosin

Berhasil Gagal

Persalinan dengan Ekstraksi forcep Seksio sesaria (SS)

II.5 PERDARAHAN ANTEPARTUM

Batasan

Perdarahan dari jalan lahir pada wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih,
bisa berupa solusio plasenta atau plasenta previa.

II.5.1 Solusio plasenta

73
Batasan

Terlepasnya plasenta sebagian atau seluruhnya, pada plasenta yang implantasinya normal
sebelum janin lahir.

Faktor predisposisi :
- Hipertensi
- Gemelli anak ke dua
- Polihidramnion
- Defisiensi nutrisi
- Trauma abdomen
- Versi luar

Derajat solusio plasenta :

1. Ringan :- perdarahan yang keluar kurang dari 100-200 cc


- uterus tidak tegang
- belum ada tanda renjatan
- janin hidup
- kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%
2. Sedang : - perdarahan lebih dari 200 cc
- uterus tegang
- terdapat tanda renjatan
- gawat janin atau janin mati
- kadar fibrinogen plasma 120 – 150 mg%
3. Berat : - uterus tegang dan kontraksi tetanik
- terdapat renjatan
- janin biasanya sudah mati

Pemeriksaan klinis

1. Perdarahan dari jalan lahir dengan atau tanpa disertai rasa nyeri (tergantung derajat
solusio plasenta).
2. Perabaan uterus pada umumnya tegang, palpasi bagian-bagian janin biasanya sulit.
3. Janin dapat dalam keadaan baik, gawat janin atau mati (tergantung derajat solusio
plasenta).
4. Pada pemeriksaan dalam bila ada pembukaan teraba ketuban yang tegang dan
menonjol.

Pemeriksaan USG

Pada pemeriksaan USG didapatkan implantasi plasenta normal dengan gambaran hematom
retroplasenter.

Pemeriksaan laboratorium :

74
1. Bed side coagulation test (untuk menilai fungsi pembekuan darah/penilaian tidak
langsung kadar fibrinogen)
Cara :
- Ambil darah vena 2 ml masukkan ke dalam tabung kemudian diobservasi
- Genggam bagian tabung yang berisi darah
- Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapisan koagulasi di
permukaan
- Lakukan hal yang sama setiap menit
Interpretasi :
- Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7 menit, maka diperkirakan

titer fibrinogen di bawah nilai normal ( kritis)

- Bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek saat tabung dimiringkan,
keadaan ini juga menunjukkan kadar fibrinogen di bawah ambang normal

2. Pemeriksaan darah untuk fibrinogen, trombosit, waktu perdarahan, waktu


pembekuan

Pengelolaan

Derajat ringan

1. Ekspektatif bila :
Usia kehamilan belum cukup bulan. Penderita dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam. Pemantauan klinik dilakukan secara ketat dan baik.
Syarat :
- Perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
- Belum ada tanda-tanda in partu
- Keadaan ibu cukup baik (Kadar Hb lebih dari 8 gr %)
- Janin baik
Penatalaksanaan :
- Tirah baring.
- Berikan Deksametason/Betametason 24 mg/24 jam (dibagi 2 dosis)
- USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak
dan presentasi janin.
- KTG serial setiap 3 hari

2. Aktif bila :

- Usia kehamilan cukup bulan, janin hidup dilakukan persalinan perabdominam


- Usia kehamilan kurang bulan, janin viable (pematangan paru sebelumnya bila
memungkinkan), dengan persalinan perabdominam
- Bila keadaan memburuk (perdarahan dan kontraksi uterus berlangsung terus)
dikelola sebagai derajat sedang/berat.

75
Derajat sedang/berat

1. Perbaikan keadaan umum


a. Resusitasi cairan/ transfusi darah
- Berikan darah lengkap segar
- Jika tidak tersedia pilih salah satu dari plasma beku segar, sel darah merah
packed (PRC), kriopresipitat, konsentrasi trombosit.
b. Atasi kemungkinan gangguan perdarahan
2. Melahirkan janin
a. Dengan mengupayakan partus pervaginam (amniotomi dan tetes oksitosin) bila
skor pelvik > 6 atau bila diperkirakan persalinan bisa berlangsung < 6 jam.
b. Dengan persalinan perabdominam bila skor pelvik < 6 atau bila diperkirakan
persalinan akan berlangsung > 6 jam, atau bila sesudah 6 jam dikelola janin
belum lahir pervaginam.

Catatan :
Bila janin masih hidup dan kemungkinan viable ( > 28 minggu dan atau BBJ > 1000
gram), dilakukan tindakan persalinan dengan SC.

II.5.2 Plasenta previa

Batasan :

Plasenta yang letaknya tidak normal sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum.
Faktor predisposisi :
Grande multipara
Riwayat kuretase berulang

Pemeriksaan klinis :

1. Perdarahan dari jalan lahir berulang tanpa disertai rasa nyeri


2. Dapat disertai atau tanpa adanya kontraksi.
3. Pada pemeriksaan luar biasanya bagian terendah janin belum masuk pintu atas
panggul atau ada kelainan letak.
4. Pemeriksaan spekulum darah berasal dari ostium uteri eksternum.

Pemeriksaan penunjang :

1. Pemeriksaan laboratorium : golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, waktu


perdarahan dan waktu pembekuan.
2. Pemeriksaan USG untuk mengetahui jenis plasenta previa dan taksiran berat badan
janin

76
Pengelolaan :

Ekspektatif :
Syarat :
- Keadaan umum ibu dan anak baik
- Perdarahan sedikit
- Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat badan janin kurang dari
2500 gr
- Tidak ada his persalinan
Penatalaksanaan :
- Pasang infus, tirah baring
- Bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik (lihat pengelolaan prematuritas)
- Pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan KTG setiap minggu.

Aktif :
Persalinan pervaginam
- Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis atau plasenta previa
lateralis di anterior (dengan anak letak kepala). Diagnosis ditegakkan dengan
melakukan pemeriksaan USG, perabaan fornises atau pemeriksaan dalam di kamar
operasi tergantung indikasi.
- Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban.

Persalinan perabdominam :
Dilakukan pada keadaan :
- Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
- Plasenta previa totalis.
- Plasenta previa lateralis di posterior.
- Plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang.

II.6.1 PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN

Diagnosis :

Anamnesis :
 Riwayat demam rematik
 Dispnu waktu melakukan kegiatan dan atau waktu istirahat.
 Paroksismal nokturnal dispnu.
 “Angina” atau “syncope” waktu melakukan kegiatan.
 Hemoptisis.

Pemeriksaan fisik :
 Murmur sistolik dan diastolik
 Kelainan irama jantung

77
 “Precordial thrilll”
 Kardiomegali
 Sianosis dan atau “clubbing”

Pemeriksaan penunjang :
 Foto torak
 Elektrokardiografi
 Ekhokardiografi.

Klasifikasi :

I Pasien sama sekali tak perlu membatasi kegiatan fisik.


II Pasien perlu membatasi kegiatan fisik sedikit, kalau melakukan pekerjaan sehari-hari
terasa jantung berdebar-debar dan terjadi angina pektoris.
III Pasien sangat mudah merasa capai disertai timbulnya gejala-gejala lain kalau me-
lakukan pekerjaan ringan sekalipun.
IV Pasien memperlihatkan gejala dekompensasi jantung walau dalam istirahat sekalipun.

Perawatan antenatal

 Konsultasi dan rawat bersama dengan bagian kardiologi, di ruang penyakit dalam.
 Bila rawat jalan, kontrol setiap minggu, tiap kunjungan sekaligus memeriksakan diri ke
bagian kebidanan dan kardiologi.
 Tirah baring 2 jam waktu siang hari dan 10 jam waktu malam hari.
 Dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi dan foto torak, bila diperlukan dilakukan
pemeriksaan Ekhokardiografi.
 Setelah umur kehamilan 32 minggu, dilakukan pemeriksaan NST dan USG serial.
 Pengobatan tergantung klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan :

I Tidak memerlukan pengobatan


II Tidak memerlukan pengobatan, tetapi hindarkan kegiatan fisik terutama
waktu umur kehamilan antara 28 dan 32 minggu.
III & IV Rawat di rumah sakit dengan pengelolaan bersama bagian kebidanan dan
kardiologi

Persalinan :

Dilakukan bersama bagian kardiologi

1. Induksi persalinan
Induksi dilakukan hanya atas indikasi obstetri. Tetes oksitosin akan meningkatkan
volume darah yang dapat menyebabkan edem paru. Untuk mencegah hal tersebut bila
perlu diberikan diuretika.

78
2. Kala I
Perlu pemantauan ketat terhadap ibu maupun janin.
Bila diperlukan, dapat diberikan profilaksis digitalis dan antibiotika (dilakukan atas
konsultasi dengan bagian kardiologi)
Berikan oksigen bila terlihat adanya sianosis.

3. Kala II, tergantung klasifikasi :


 I : Persalinan dapat spontan
 II-IV : . Cegah ibu mengedan dan selesaikan persalinan dengan ekstraksi
forseps
. Selama kala II harus didampingi bagian kardiologi

4. Kala III
Berikan oksitosin 10 IU i.m setelah bayi lahir.
Hindari pemberian ergometrin
Berikan “Pack red cell” bila diperlukan transfusi darah.
Pada kasus tertentu dapat diberikan profilaksis furosemid 40 mg i.v.
Pergunakan bantal pasir yang ditempatkan pada perut bawah ibu setelah plasenta lahir

5. Masa nifas
Dalam 24 jam pertama postpartum, pemantauan adanya tanda-tanda dekompensasi
tetap dilakukan secara ketat.
Bila keadaan kompensata dan stabil, pasien dipulangkan setelah 7 hari perawatan dan
yakinkan pasien harus kontrol setelah ke luar dari rumah sakit.

Penanganan gagal jantung selama persalinan


 Baringkan ibu dalam posisi miring ke kiri untuk menjamin aliran darah ke uterus
 Batasi cairan iv untuk mencegah overload cairan
 Beri analgesi yang sesuai
 Jika perlu oksitosin berikan dalam konsentrasi tinggi dengan tetesan rendah dan
pengawasan keseimbangan cairan
 Jangan berikan ergometrin
 Persalinan pervaginam dengan mempercepat kala II
 Sedapat mungkin hindari mengedan jika perlu lakukan episiotomi dan akhir
persalinan dengan ekstraksi forseps

Penanganan aktif kala III


Gagal jantung bukan merupakan indikasi seksio sesarea
Penanganan gagal jantung selama seksio sesarea :
o Lakukan anestesi lokal (infiltrasi dan sedasi) jangan lakukan anestesi spinal

Gagal jantung akibat penyakit jantung


Tangani gagal jantungnya dengan memberi obat sebagai berikut :
 Morfin 10 mg im dalam dosis tunggal

79
 Atau furosemid 40 mg iv diulang jika perlu
 Atau digoksin 0,5 mg im dosis tunggal
 Atau nitrogliserin 0,3 mg sublingual diulang setiap 15 menit jika perlu

Gagal jantung masa nifas


 Hal yang dapat menimbulkan gagal jantung masa nifas adalah perdarahan, anemia,
infeksi dan thromboemboli
 Pada masa nifas kontrasepsi harus diberikan, pada kondisi yang stabil tubektomi
dapat dilakukan

80
IBU HAMIL
Dengan kelainan jantung

Riwayat : Rontgen thoraks

Demam rheuma EKG


Aktivitas terbatas Analisis gas darah
Dispnea Ekhokardiografi

- Diagnosis
- Klasifikasi
- Konseling
Kelas 3-4

ANC, perhatian khusus


Pada fungsi vital
Pertimbangkan

Fungsi jantung Kondisi stabil/


Gagal jantung kelas 1-2

< 20 minggu > 20 minggu

Aborsi
- Perawatan
jantung intensif
- Tirah baring

Pantau kesejahteraan
janin dengan ketat

Gawat janin Janin baik

Perawatan intensif
Kelas 3-4 intrapartum

Seksio sesarea Observasi postpartum Partus pervaginam


Konseling kontrasepsi

II.6.2 DIABETES MELITUS DALAM KEHAMILAN

81
Batasan :
Diabetes gestasional :
Diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan. Dalam
keadaan puasa glukosa darah normal, tetapi terdapat intoleransi glukosa postprandial.
Diabetes Pregestasional :
Diabetes dimulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil. Terdapat hiperglikemia
pada keadaan puasa.
Kriteria diagnosis :
Diagnosis diabetes mellitus dalam kehamilan didasarkan atas hasil pemeriksaan glukosa
puasa dan 2 jam postprandial.
Wanita hamil
(dalam keadaan puasa)

Glukosa 75 gram

Plasma vena dua jam

Normal DMG

Wanita hamil Kadar gula darah


puasa <120 mg/dl >140 mg/dl
Glukosa 75 gram
140 – 199 mg/dl > 200 mg/dl >200 mg/dl
Plasma 2 jam
Diagnosis Toleransi DM DMG
Glukosa terganggu

Persiapan pemeriksaan
Pasien harus makan mengandung cukup karbohidrat minimal 3 hari sebelumnya, kemudian semalam

sebelum hari pemeriksaan harus berpuasa selama 8-12 jam. Setelah persiapan dalam keadaan berpuasa,

pagi hari diambil contoh darah, kemudian diberikan beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air. Contoh

darah berikutnya diperiksa dua jam setelah beban glukosa. Contoh darah yang diperiksa adalah plasma

vena.

82
Prognosis

Prognosis bergantung dari perawatan antenatal, pertolongan persalinan dan perawatan di bangsal

neonatus dan pemantauan jangka panjang. Prognosis untuk hidup umumnya baik. Prognosis intelegensia

yang normal tergantung dari lama dan beratnya hipoglikemia dengan gejala, terutama bila diderita oleh

bayi dengan BB lahir rendah dan BIDMG cenderung menyebabkan intelegensia yang rendah apabila

dibandingkan dengan hipoglikemia tanpa gejala.

Klasifikasi :
Klasifikasi berdasarkan “American College of Obstetricians and Gynecologists (1986)/
modifikasi White.
Kelas Usia timbulnya Lamanya Penyakit Terapi
penyakit (tahun) vaskuler

A Setiap usia Tidak - diet


tentu
B > 20 < 10 - insulin
C 10 - 19 atau 10 - 20 - insulin
D < 10 atau > 20 retinopati insulin
benigna
F Setiap usia Tidak nefropati insulin
tentu
R Setiap usia Tidak nefropati
Tentu
proliferatif
H Setiap usia Tidak penyakit insulin
Tentu jantung

Indikasi pemeriksaan GTT dalam kehamilan


1. Adanya riwayat keluarga yang menderita DM
2. Pernah melahirkan bayi besar
3. Pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaan
4. Pernah abortus atau lahir mati
5. Obesitas
6. Hipertensi
7. DM

83
Komplikasi
Komplikasi pada ibu
1. Preeklamsi/eklamsi
2. Polio Hidramnion
3. Distosia
4. Perdarahan pasca salin
5. Infeksi saluran kemih
6. Kadar glukosa darah yang tidak terkendali
Komplikasi pada janin
1. Bayi besar
2. Kematian janin dalam rahim
3. Hipoglikemia
4. RDS
5. Kelainan kongenital
6. Hipocalcemia/magnesium dan trombositopenia, hiperbulinenia

Perawatan antenatal

1. Skreening pemeriksaan pada ibu hamil pada kunjungan pertama, hasil negative
diulang pada kehamilan 24 – 26 minggu.
2. Bila hasil positif pengawasan bersama dengan bagian penyakit dalam yang terkait
(Gizi, Anak).
Kendalikan kadar glukosa darah 2 jam pp < 120 mg % :
Pada kasus IDDM diberikan insulin RI yang dimulai dengan dosis rendah sampai
optimal. Umumnya dosis yang diperlukan adalah 0,7 - 1 U/kg/hari.
3. Tes urin tiap bulan.
4. Perawatan bersama dan pengawasan komplikasi yaitu kelainan ginjal, kelainan
mata, kelainan jantung.
5. Pemeriksaan kesejahteraan janin/profil biofisik.
6. Rawat pada kehamilan 24 minggu dengan komplikasi. Pasien IDDM tes tanpa
kontraksi dilakukan setiap hari. Pada pasien NIDDM tes tanpa kontraksi dilakukan
1 minggu sekali. Pada pasien NIDDM bila tidak jatuh pada keadaan IDDM maka
dilakukan perawatan secara rawat jalan.

Indikasi untuk mengakhiri kehamilan

1. Preeklamsi
2. Asidosis
3. Kadar glukosa darah tak terkendali

Penentuan saat persalinan


- Pada pasien IDDM, persalinan elektif direncanakan pada usia kehamilan 38-39 minggu.
- Pada pasien NIDDM, dilakukan terminasi bila ada indikasi.

Penanganan persalinan

84
-Dengan mempertahankan diet dan dosis insulin diharapkan sebagian besar pasien
melahirkan pervaginam
- Pantau kadar glukosa darah dan berikan terapi bersama bagian Penyakit Dalam
- Pantau janin dengan kardiotokografi
- Pilihan jenis terminasi kehamilan misalnya seksio sesarea dilakukan hanya atas indikasi
obstetri ddengan memperhatikan komplikasi yang terjadi pada ibu (misalnya adanya
hipertensi atau kelainan mata) dan/atau komplikasi pada fetus (misalnya macrosomia,
gawat janin)

Penanganan pasca persalinan

- Pantau keadaan umum dan kadar glukosa darah pascasalin.


- Menganjurkan menyusui
- Memberikan nasihat untuk pemilihan kontrasepsi

PENGELOLAAN KEHAMILAN DENGAN SUSPEK DIABETES MELITUS


Suspek DM

Riwayat : - Glikosuri

85
- Keluarga pasien DM - USG Janin besar
- Kematian Janin dalam rahim
- Cacat bawaan
- Bayi besar
- Obesitas
- Kandidiasis berulang

Tes glukosa oral 50 gram

1 jam setelah pemberian glukosa

<120 mg % >120 mg %

PNC rutin GTT

- Gula darah puasa normal - Gula darah - Gula darah


- GTT Abn puasa normal puasa Abn
- GTT Abn

Persalinan Ulang GTT DM kelas A DM kelas B-F


aterm setiap trimester
- Diet
- Pemeriksaan kadar glukosa
darah tiap 2 minggu

Tidak ada Ada


Komplikasi komplikasi

Rawat bersama Bag. Penyakit Dalam


Periksa : - Gula darah tiap hari - Fungsi Ginjal - NST/OCT/USG
- Analisa urine & Kultur - Pem. Retina

Normal Bila ditemukan salah


Satu keadaan dibawah ini :
-DM tidak terkontrol
-Hipertensi dalam kehamilan
Rawat di RS Awasi -Polihidramnion
Usia kehamilan > 34 minggu Gula darah -Gawat janin
di poliklinik -Makrosomia

Terminasi pada usia kehamilan


38 – 39 minggu Terminasi kehamilan

86
II.6.3 TBC PARU DALAM KEHAMILAN

Batasan : TBC paru adalah penyakit pada parenkhim paru yang


disebabkan oleh M. Tuberkulosis.

Diagnosis :
 Anamnesis : pernah kontak dengan pasien TBC, batuk kronis, batuk
darah, nyeri dada, keringat malam, berat badan menurun, demam
 Laboratorium: pemeriksaan BTA & kultur, LED sangat tinggi
 PPD : (+) jika > 10 mm
 Foto toraks: tidak rutin dikerjakan pada kehamilan. Jika diperlukan
bila usia kehamilan < 7 bln harus mempergunakan pelindung
perut..

Pengelolaan :

1. Rawat bersama dengan bagian penyakit dalam


2. Medikamentosa:
 Bila PPD positif tanpa kelainan radiologis ataupun gejala klinik
diberikan : INH 400 mg selama 1 tahun
 Bila TBC paru (BTA +): 1R7H7E7 - 5-8 R2H2
 Rifampicin 450-600 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan
600 mg 2X seminggu selama 5-8 bulan
 INH 400 mgr/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 700 mg 2X
seminggu selama 5 - 8 bulan
 Ethambutol 1000 mg/hr selama 1 bulan

3. Obstetri:
Kehamilan :
PNC teratur; kegiatan fisik dikurangi, istirahat cukup, diet TKTP,
koreksi anemia

Persalinan:
Kala II diperpendek hanya atas indikasi obstetri

Pasca-salin :
 Bila TBC aktif bayi harus dipisahkan dari ibu, dan baru dapat
menyusui paling cepat bila ibu telah mendapat terapi anti
tuberkulosis selama 3 minggu.
 Bayi: Terapi INH profilaksis & vaksinasi BCG

87
PENGELOLAAN KEHAMILAN DENGAN TBC
SUSPEK TBC

- Adanya riwayat kontak


- Faktor risiko : . sosek
. perumahan padat
- Gejala mencurigakan :
. batuk darah
. nyeri dada
. keringat malam
. BB turun
. demam

- Pemeriksaan Fisik Paru-paru


- PPD
- Lab
- Bila perlu torak foto

Hanya PPD + TB Paru aktif


(tanpa kelainan radiologis
ataupun gejala klinis)

INH RHE
12 bulan

PNC

Terminasi hanya Indikasi OB

II.6.4 ASMA BRONKHIAL DALAM KEHAMILAN

88
Batasan: Asma bronkhial adalah penyakit paru obstruktif yang
melibatkan saluran pernafasan besar atau kecil.

Etiologi: Adanya bronkhospasme yang diakibatkan oleh alergen


spesifik, faktor inttinsik kelelahan fisik atau komplikasi faktor-
faktor tersebut.

Diagnosis:

 Anamnesis: sesak nafas tiba-tiba, riwayat serangan asma


sebelumnya, riwayat atopi pada keluarga
 Gejala utama: ekspirasi memanjang, wheezing
 Gejala lain: takhikardi, retraksi suprasternal dan sianosis
 Laboratorium: Ig E meningkat, eosinofil meningkat

Terapi :
Perawatan bersama bagian kebidanan dan penyakit dalam
1. Umum:
a. Cegah kontak dengan zat alergen
b. Terapi sinusitis, infeksi virus
c. Hindari merokok, aspirin, aktifitas fisik berlebih
d. Profilaksis: prednison jangka pendek, 30-50 mg/hr selama 4-7
hari setelah terjadi ISPA

2. Khusus:
a. Status asmatikus:
 Rawat
 Oksigen 6-7 l/menit
 Koreksi dehidrasi dan keseimbangan elektrolit
 Analisis gas darah
 Dapat diberikan Aminofilin 0,25-0,5 g dalam 30 ml NaCl
0,9% bolus i.v perlahan, dilanjutkan dengan tetes
aminofilin 0,9 mg/kg/jam
 Hidrokortison suksinat100-200 mg i.v setiap 2-4 jam

b. Ringan sampai sedang:


 Dapat diberikan Epineprin (1:1000), 0,2-0,5 ml sub
kutan. Dapat diulang setiap 1-2 jam
 Jika epineprin tidak menolong, berikan aminopilin 0,25-
0,5 g dalam 10-20 ml NaCl 0,9% bolus i.v perlahan,
atau suposituria

3. Pengelolaan dalam persalinan

89
 Diusahakan persalinan pervaginam, bila perlu kala II
diperpendek.
 Seksio sesarea dilakukan hanya atas indikasi obstetri.
II.7.1 LETAK SUNGSANG

Batasan : Kehamilan dengan anak letak memanjang dengan bokong/kaki sebagai bagian
terendah.

Klasifikasi :

1. Letak bokong murni


2. Letak bokong kaki
3. Letak kaki

Etiologi/Predisposisi :

Umumnya penyebab belum jelas, tapi ada beberapa faktor predisposisi :


 multiparitas
 bayi kembar
 hidramnion
 oligohidramnion
 hidrosefal
 anensefal
 letak sungsang pada kehamilan sebelumnya
 anomali uterus
 tumor-tumor dalam panggul

Diagnosis :

Diagnosis dengan pemeriksaan luar.

Pemeriksaan penunjang :

USG dilakukan pada usia kehamilan 32-34 minggu

Pengelolaan :

Dalam kehamilan :
Dilakukan versi luar pada usia kehamilan > 37 minggu (lihat bab versi luar)

Dalam persalinan :
 Bisa dicoba dilakukan VL (lihat bab VL)
 Bila VL tidak berhasil perhatikan keadaan sebagai berikut :
- panggul sempit
- anak mahal

90
- primi tua

- TBBJ > 3500 gram


- Presentasi kaki, kecuali TBBJ < 1800 gram

Bila didapatkan salah satu keadaan tersebut di atas, persalinan dilakukan perabdo-
minam (SS).

Bila keadaan di atas tidak ada, persalinan direncanakan pervaginam dengan mem-
perhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Persalinan harus lancar
2. Awasi kemungkinan tali pusat menumbung pada ketuban yang sudah pecah.
3. Tetes oksitosin dibatasi hanya 1 labu.
4. Dilakukan penilaian skor Zatuchni. (lihat bab skor Zatuchni)

- Pada kala II

Cara persalinan dapat dilakukan :


 Persalinan spontan (Bracht)
 Manual aid, dalam keadaan tertentu dapat dilakukan :
- Ekstraksi bokong : bokong di Hodge IV
- Ekstraksi kaki

91
GRAVIDA DENGAN ANAK LETAK SUNGSANG

USG
Versi luar

Berhasil Tidak berhasil

Parturien

Versi luar

Berhasil Tidak berhasil.

Perhatian keadaan
di bawah ini :
Lihat pengelolaan - Panggul sempit
tersendiri - Anak mahal
- Primitua
- TBBJ > 3500 gr
- Presentasi kaki, kecuali TBBJ <1800 gr

Salah satu keadaan Keadaan di atas tidak ada

Seksio Observasi jalannya


sesarea persalinan

Lancar Penyulit

Pervaginam Seksio
sesarea

II.7.2 LETAK MUKA

92
Batasan : Kepala berada dalam defleksi maksimal.

Etiologi :

 panggul sempit
 bayi besar
 multiparitas
 lilitan tali pusat di leher
 pembesaran leher yang mencolok
 anencefal

Diagnosis :

Biasanya ditegakkan dalam persalinan


 Pemeriksaan luar :
- tonjolan kepala sepihak dengan bokong
- ditemukan sudut Fabre
- BJJ sepihak dengan bagian kecil

 Pemeriksaan dalam :
Teraba pinggir orbita, hidung, tulang pipi, mulut dan dagu

Engagement : bila bagian terendah sampai di station + 4

Pengelolaan :

Kala II setelah dipimpin mengedan 1 jam :


Bila dagu di depan : persalinan pervaginam (lahir spontan atau ekstraksi forsep)
Bila dagu tetap di belakang : seksio sesarea.

93
PARTURIEN DENGAN JANIN LETAK MUKA

Diagnosis
(kala II)

Dagu di depan Dagu di belakang

Pervaginam
-Spontan Dagu berputar Dagu tetap
-Ekstraksi forsep ke depan di belakang

Pervaginam Seksio sesarea


-Spontan
-Ekstraksi forsep

II.7.3 PERSALINAN DENGAN JANIN LETAK DAHI

94
Batasan :

Letak dahi adalah letak kepala dengan defleksi yang sedang.

Etiologi :

Hampir sama dengan etiologi letak muka

Diagnosis :

Ditegakkan dalam persalinan


 Pemeriksaan luar :
- Tonjolan kepala sepihak dengan bagian kecil
- BJJ sepihak dengan bagian kecil

 Pemeriksaan dalam :
Teraba sutura frontalis, ubun-ubun besar, pinggir orbita, dan pangkal hidung.

Pengelolaan :
Pada letak dahi janin tidak mungkin lahir pervaginam sehingga persalinan diakhiri dengan
seksio sesarea, kecuali bila janin sangat kecil (TBBJ < 1800 gram).

II.7.4 PERSALINAN DENGAN PRESENTASI UBUN-UBUN KECIL DI


BELAKANG

95
Batasan : Ubun-ubun kecil di belakang adalah suatu keadaan yang disebabkan karena
kegagalan rotasi interna.

Etiologi :

Kelainan panggul, kesempitan panggul tengah, ketuban pecah sebelum waktunya, fleksi
kepala kurang serta inertia uteri.

Kriteria diagnosis :

Kala II ubun-ubun kecil berada di belakang.

Penyulit :
 Kala II lebih panjang
 + 6-10 % pertolongan persalinan dilakukan secara operatif.

Terapi :
 Partus pervaginam
 Seksio sesarea, bila ada indikasi.

96
PERSALINAN PADA PRESENTASI MAJEMUK

Batasan : Presentasi dengan terabanya anggota badan (umumnya ekstremitas) di samping


kepala/bokong.

Etiologi :

Letak majemuk terjadi kalau pintu atas panggul tidak tertutup dengan baik oleh bagian
depan_janin, misalnya pada :
 multipara, karena kepala sering tinggi pada permulaan persalinan
 pada disproporsi sefalo-pelvik
 anak prematur
 hidramnion

Penyulit :

Gangguan putaran paksi, gangguan turunnya bagian terendah serta tali pusat menumbung.

Terapi :
 Pada tangan menumbung dicoba reposisi
 Partus buatan dilakukan atas indikasi.

97
II.7.6 PERSALINAN JANIN LETAK LINTANG

Batasan : Letak lintang adalah keadaan sumbu panjang janin tegak lurus terhadap sumbu
panjang ibu.

Etiologi : (Lihat letak sungsang).

Pengelolaan :
Kehamilan : dilakukan > 37 mg.
A. Versi luar : (lihat bab versi luar)

Persalinan :
Bila syarat terpenuhi dan tidak ada kontra indikasi dilakukan Versi luar : (lihat bab versi
luar)

Bila tidak berhasil :

Pada janin hidup : seksio sesarea bila usia kehamilan > 28 mg.

Pada janin mati bila :

BB < 1700 gr : persalinan spontan dengan cara konduplikasio korpore dan evolusi spontan

dan bisa dibantu dengan traksi beban.


BB > 1700 gr : dilakukan embriotomi bila syarat terpenuhi dan harus dilakukan eksplorasi jalan

lahir. Bila TBBJ > 2500 gram dan bagian terendah janin mati masih tinggi dilakukan seksio sesarea.

98
JANIN LETAK LINTANG

Kehamilan Persalinan

Versi luar Versi luar


-Usia kehamilan > 37 mg -Syarat terpenuhi tidak
dengan syarat terpenuhi ada kontra indikasi
dan tidak ada kontra indikasi

Berhasil Tidak berhasil Berhasil Tidak berhasil

Coba ulang versi luar Letak sungsang/


Letak kepala

Janin hidup usia Janin mati


Kehamilan > 28 mg
-seksio sesarea

TBBJ <1700 gram TBBJ >1700 gram TBBJ > 2500 gram
-Persalinan spontan -Embriotomi dan bagian terendah
bila syarat terpenuhi janin masih tinggi
-seksio sesarea

PERSALINAN JANIN KE-2 LINTANG PADA GEMELLI

99
Pengelolaan :

Bila syarat terpenuhi dan tidak ada kontra indikasi dilakukan Versi luar : menjadi letak
kepala atau letak sungsang.

Bila VL berhasil dilakukan persalinan pervaginam


Bila VL tidak berhasil, janin hidup, dilakukan seksio sesarea.

PANGGUL SEMPIT

100
Batasan : Setiap kelainan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul,
sehingga dapat menimbulkan distosia pada persalinan.

Klasifikasi : a. Kesempitan pintu atas panggul


b. Kesempitan panggul tengah
c. Kesempitan pintu bawah panggul

Kriteria Diagnosis :
a. Kesempitan pintu atas panggul :
Panggul sempit relatif : jika konjugata vera > 8,5 - 10 cm.
Panggul sempit absolut : jika konjugata vera < 8,5 cm

b. Kesempitan panggul tengah :


Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan radiologis
Panggul tengah mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter
sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm), mencapai < 13,5
cm. Bila diameter interspinarum < 10 cm, atau dinding panggul konvergen, sakrum
lurus atau konveks.

c. Kesempitan pintu bawah panggul


Bila arkus pubis < 90o, atau sudut lancip.

Pemeriksaan penunjang :

a. Tes Miller
b. Ultrasonografi : mengukur biometri janin

Pengelolaan :

 Pada kesempitan panggul tengah dan pintu bawah panggul dilakukan seksio sesarea.
 Pada panggul sempit relatif dilakukan partus percobaan
 Pada panggul sempit absolut, dilakukan seksio sesarea

101
PANGGUL SEMPIT

1. Pemeriksaan ginekologis
2. Pemeriksaan penunjang
- Ultrasonografi
- Radiologis
(hasil mengecewakan)

Kesempitan pintu Kesempitan Kesempitan pintu


atas panggul panggul tengah bawah panggul

Relatif Absolut
(konjugata vera (Konjugata vera < 8,5 cm)
8,5-10 cm)

Partus percobaan Seksio sesarea


Primer

Berhasil Gagal

Seksio sesarea

Persalinan berikut
dengan seksio
sesarea primer

102
PARTUS PERCOBAAN

Batasan : Persobaan persalinan pervaginam pada pasien dengan panggul sempit relatif.
Dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapat
keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung pervaginam. Persalinan
percobaan hanya dilakukan pada presentasi belakang kepala.

Dengan demikian persalinan ini merupakan sesuatu tes terhadap kekuatan his dan daya
akomodasi, terutama moulage kepala janin pada keadaan ukuran panggul yang kurang
baik. Partus percobaan tidak boleh dilakukan pada kehamilan > 42 minggu.

Kriteria berhasil :
Anak lahir pervaginam, ibu dan anak baik

Kriteria gagal :
 Kala I : bila tidak ada kemajuan persalinan, pada kontraksi rahim yang adekuat
 Kala II : bila anak tidak dapat lahir pervaginam atau dapat lahir pervaginam, tetapi anak
atau
ibu buruk.

Syarat partus percobaan :


Hanya dilakukan bila kontraksi rahim adekuat
Pemantauan persalinan dengan kardiotokografi

II.9 KELAINAN HIS

103
Batasan :

Inersia hipotonik : kontraksi uterus terkordinasi, tapi tidak adekuat


Inersia hipertonik : kontraksi uterus tidak terkordinasi, kuat tapi tidak adekuat.
His adekuat : his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan.
 Klinis : dalam 10 menit terdapat 3 kali kontraksi rahim, lamanya
40-60 detik, sifatnya kuat.
 KTG : kontraksi 3 kali dalam 10 menit, lamanya 40-60 detik,
dengan tekanan intrauterin 40-60 mmHg.

Etiologi :

Inersia uteri hipotonik :

Penggunaan analgesi terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan posisi
regangan dinding rahim (hidramnion, gemelli), perasaan takut dari ibu.

Inersi uteri hipertonik :

Dosis oksitosin berlebih.

Penyulit :

1. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau jejas kelahiran.


2. Kemungkinan infeksi bertambah, yang juga menyebabkan kematian anak meninggi.
3. Kelelahan ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya nadi naik, suhu meninggi, asetonuri, nafas
cepat, meteorismus dan turgor berkurang.

Terapi

Infus harus diberikan bila partus lebih lama dari 18 jam, untuk mencegah timbulnya gejala-
gejala di atas.
Inersia uteri hipotonis : kalau ketuban positif, lalukan amniotomi + tetes oksitosin.
Inersia uteri hipertonis: (lihat bab pengelolaan resusitasi intra uterin).

104
KELAINAN HIS

Kriteria penilaian : Etiologi :

1. Kemajuan persalinan - Penggunaan analgesi terlalu cepat


2. Sifat his : - Kesempitan panggul
- frekuensi - Letak defleksi
- kekuatan - Kelainan posisi
- lama - Regangan dinding rahim
3. Besarnya caput (hidramnion, gemelli)
succedaneum - Perasaan takut ibu

Inersia uteri

Hipotonik Hipertonik

Amniotomi + Resusitasi intrauterin


tetes oksitosin (lihat bab resusitasi intrauterin)

Berhasil Tidak berhasil

Pervaginam Seksio sesarea

II.10. KETUBAN PECAH DINI

105
Batasan : Ketuban pecah dini adalah robeknya selaput khorioamnion dalam kehamilan
(sebelum onset persalinan berlangsung)
Dibedakan : - PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) :
Ketuban pecah pada saat usia kehamilan belum aterm.
- PROM (Premature Rupture of Membranes) :
Ketuban Pecah Sebelum Onset persalinan berlangsung
pada pasien dengan usia kehamilan > 37 mg.

Kriteria diagnosis :

 Umur kehamilan > 20 minggu


 Keluar cairan ketuban dari vagina
 Pemeriksaan spekulum : terlihat cairan ke luar dari ostium uteri eksternum
 Kertas nitrazin merah akan jadi biru
 Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa

Diagnosis banding

 Fistula vesikovaginal dengan kehamilan


 Stress inkontinensia

Pemeriksaan Penunjang

USG : menilai jumlah cairan ketuban, menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin,
dan.letak plasenta

Pengelolaan

a. Konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun janin),
pada umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat selama 2 hari.

Selama perawatan dilakukan :

1. Observasi kemungkinan adanya amnionitis/tanda-tanda infeksi


 Ibu : suhu >380C, Takikardi Ibu, lekosit, tanda-tanda infeksi intra uterin, rasa
nyeri pada rahim, sekret vagina purulen
 Janin : takikardi janin
2. Adanya tanda persalinan
3. Pemberian antibiotika (Ampicilin 4x500 mg atau Eritromisin 4x500 mg dan
Metronidazole 2x500 mg ) selama 3-5 hari
4. Ultrasonografi
5. Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru janin (lihat
BAB Persalinan Preterm)

106
Kriteria diagnosis amnionitis :

1. Febris
2. Lekositosis
3. Takhikardi
4. Cairan ketuban mungkin berbau

b. Aktif

1. Pengelolaan aktif pada KPSW dengan umur kehamilan 20-28 minggu dan > 37
minggu.
2. Ada tanda-tanda infeksi
3. Inpartu
4. Gawat janin.

Penyulit

 Infeksi, sepsis
 Kematian janin karena infeksi atau prematuritas

107
KPD

Umur kehamilan

20 - <28 mg 28-36 mg > 37 mg

Aktif Konservatif Aktif


rawat 2 hari

Tanpa komplikasi - His (+)


lain - Infeksi
- Gawat janin

Pulang dengan saran :


-tidak melakukan coitus/ Aktif
irigasi vagina
-segera kontrol bila ada
tanda-tanda infeksi/gerak janin berkurang
-kick count test

PNC tiap minggu


sampai 37 mg

II.11 KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM

108
Kriteria diagnosis :

Tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam rahim.

Etiologi :

Kelainan chromosom, infeksi, diabetes, gemelli. anomali organ reproduksi,


Rhesus iso-imunisasi, insufisiensi plasenta, trauma psikis/fisik, tidak diketahui.

Pemeriksaan penunjang :

USG : ditemukannya tanda-tanda kematian janin


Dilakukan pemeriksaan Lab terhadap kemungkinan gangguan pembekuan darah
(DIC).

Pengelolaan :

 Lahirkan janin. (lihat bab terminasi kehamilan)

Penyulit :

 Oleh karena penyakit/gangguan pembekuan darah


 Komplikasi tindakan

II.12 INFEKSI INTRAUTERIN DALAM KEHAMILAN DAN PERSALINAN

109
Batasan : Infeksi rahim (korioamnionitis, amnionitis, infeksi intraamnion) yang terjadi
dalam kehamilan atau persalinan, yang ditandai oleh suhu tubuh meningkat
(>38oC), lekositosis dan sisa cairan ketuban yang berbau busuk atau keruh.

Faktor predisposisi :

 Ketuban pecah dini


 Distosia / partus lama
 Pemeriksaan dalam terlalu sering
 Anemia
 Kurang gizi
 Servisitis
 Vaginitis

Terapi:

 Pemberian antibiotika yang berspektrum luas


 Pengakhiran kehamilan
 Persalinan sedapat mungkin pervaginam
 Seksio Sesarea hanya atas indikasi Obstetri.
 Bayi dapat menyusui dan rawat gabung bila syarat terpenuhi
 Observasi kemungkinkan adanya sepsis pasca-salin.

Penyulit :

 Sepsis / syok septik


 Perdarahan pasca-salin
 Sub-inovulasi rahim
 Luka episiotomi / operasi terbuka

II.13 RUPTURA UTERI

110
Batasan : Robeknya dinding rahim, pada saat kehamilan atau persalinan dengan atau
tanpa robeknya peritoneum.

Klasifikasi :

1. Ruptura Uteri Komplit :


kalau semua lapisan dinding rahim robek.

2. Ruptura uteri inkomplit : kalau perimetrium masih utuh.

Predisposisi :

1. Luka robekan uterus sebelum terjadinya kehamilan sekarang.

 Seksio sesarea atau histerotomi.


 Histerorafi.
 Miomektomi.
 Reseksi kornu.
 Metroplasti.
 Trauma oleh alat pada saat tindakan/pertolongan abortus (sonde,kuretase).

2. Cidera uterus pada saat kehamilan sekarang:


A. Sebelum Persalinan :
 Trauma luar : tajam atau tumpul.
 Versi luar

B. Saat Persalinan

 Pemberian oksitosin/prostaglandin
 Ekstraksi forseps
 Tindakan embriotomi
 Tindakan Kristeller/dorongan pada fundus yang berlebihan.
 Hidrosefalus, sehingga segmen bawah sangat teregang
 Disproporsi sefalopelvik

Kriteria Diagnosis :

 adanya faktor predisposisi


 nyeri perut mendadak dengan tanda-tanda adanya perdarahan intraabdominal.

111
 pendarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak
 syok dengan gambaran klinis yang biasanya tidak sesuai dengan jumlah darah yang
ke luar, karena adanya pendarahan intra abdominal.
 kadang-kadang disertai sesak nafas/nafas cuping hidung atau nyeri bahu.
 his negatif
 bagian janin teraba langsung di bawah kulit dinding perut.
 bunyi jantung janin tidak terdengar.
 urin bercampur darah

Diagnosis banding

 akut abdomen pada kehamilan abdominal lanjut

Pemeriksaan penunjang :

 Hb dan hematokrit.

Penyulit :

 Sepsis
 Luka yang meluas sampai ke kandung kencing dan vagina.
 Hematom pada daerah parametrium
Syok - irreversibel.

Terapi :

a. Atasi syok dengan segera, berikan infus cairan intravena, transfusi darah, oksigen
dan antibiotika.
b. Laparotomi
Tindakan histerektomi atau histerorafi bergantung pada bentuk, jenis dan luas
robekan

112
Ruptura uteri inkomplit :

 Nyeri perut mendadak


 Tidak jelas ada tanda perdarahan intraabdominal
 Perdarahan pervaginam
 Dapat terjadi syok
 His bisa ada/tidak ada
 BJJ bisa +/-
 Bagian janin tidak teraba langsung di bawah dinding perut
 Urine bisa bercampur darah
 Pada eksplorasi rahim setelah janin lahir terdapat robekan dinding rahim tanpa ada
robekan perimetrium.

Terapi :

 Atasi syok bila ada


 Laparotomi
Tindakan histerektomi atau histerorafi bergantung pada bentuk, janin dan luas
robekan.

II.14. PERSALINAN DENGAN RIWAYAT SEKSIO SESAREA

113
Batasan :

Persalinan dengan riwayat kehamilan yang lalu dengan Seksio sesarea.

Klasifikasi :

I. Jenis SS yang lalu : - SSTP


- Klasik (korporal)

II. Jumlah SS yang lalu : - 1 kali


- 2 kali

Diagnosis :

Dari anamnesis dan pemeriksaan diketahui yang bersangkutan pernah mengalami SS


sebelumnya.

Pengelolaan :

Bila indikasi SS yang lalu adalah penyebab yang tetap seperti panggul sempit, maka
dilakukan SS primer pada umur kehamilan 37 mg.

Bila diketahui SS yang lalu korporal (klasik) dilakukan SS primer pada umur kehamilan 37
mg
Bila SS sudah dilakukan sebanyak 2 kali dilakukan SS primer pada umur kehamilan 37 mg
+ sterilisasi

Pada persalinan :

Kala I.
Bila terjadi inersia uteri hipotonik, dilakukan amniotomi , observasi his, bila tidak ada per-
baikan, dilakukan SS.

Kala II.

 Pimpin mengedan selama 1/4 jam.


 Bila tidak ada kemajuan dilakukan partus buatan
 Bila ada kemajuan, bisa dipimpin lagi 1/4 jam
 Bila belum lahir, dilakukan partus buatan.

II.15.1 PERDARAHAN PASCASALIN

114
Batasan : Perdarahan pasca salin adalah perdarahan yang lebih dari 500 ml yang terjadi
setelah janin lahir.

Klasifikasi

a. Perdarahan pasca salin dini yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama
sesudah janin lahir.
b. Perdarahan pasca salin lambat yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam setelah janin
bayi lahir.

A. Perdarahan pasca salin dini


Etiologi :
 Atonia uteri
 Perlukaan jalan lahir
 Retensio plasenta/sisa plasenta
 Gangguan pembekuan darah

Kriteria diagnosis
Atonia uteri :
 Kontraksi rahim buruk
 Perdarahan banyak
 Tidak ada perlukaan jalan lahir
 Tidak ada sisa plasenta
 Dapat disertai tanda-tanda syok hipovolemik

Perlukaan jalan lahir :


 Perdarahan banyak
 Umumnya kontraksi rahim baik, kecuali pada robekan rahim

Sisa plasenta :
 Perdarahan
 Kontraksi baik
 Pada pemeriksaan teraba sisa plasenta

Gangguan pembekuan darah :


 Kontraksi baik, tidak ada perlukaan jalan lahir, tidak ada sisa jaringan
 Terdapat gangguan faktor pembekuan darah

115
Pemeriksaan penunjang
 Hemoglobin, hematokrit
 Faktor pembekuan darah
 Waktu perdarahan
 Masa pembekuan
 Trombosit
 Fibrinogen

Terapi

 Segera setelah diketahui perdarahan pasca salin, tentukan ada syok atau tidak, bila
ada segera berikan tranfusi darah infus cairan, kontrol perdarahan dan berikan
oksigen.
 Bila syok tidak ada, atau keadaan umum telah optimal, segera lakukan pemeriksaan
untuk mencari etiologi.
a. atonia uteri
b. luka jalan lahir
c. retensio plasenta/sisa plasenta
d. gangguan pembekuan darah

a. Atonia uteri
Masase uterus bersama-sama dengan pemberian oksitosin dan ergometrin
intravena, atau prostaglandin parenteral. Bila ada perbaikan dan perdarahan
berhenti, oksitosin atau prostaglandin perinfus diteruskan.
Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual.
Bila tetap tidak berhasil, lakukan laparotomi, kalau mungkin lakukan ligasi arteri
uterin atau hipogastrika (khusus untuk pasien yang belum punya anak), bila tidak
mungkin lakukan histerektomi.

b. Luka Jalan Lahir


Segera lakukan penjahitan atau laparotomi pada ruptura uteri.

c. Retensio plasenta/sisa plasenta.


Bila plasenta belum lahir, plasenta dilahirkan dengan tarikan pada tali pusat/secara
manual. Bila tidak berhasil dan ada persangkaan plasenta akreta dilakukan
histerektomi. Bila hanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran secara digital atau
kuretase.

d. Gangguan pembekuan darah


Rawat bersama dengan bagian penyakit dalam.
Transfusi darah segar, kontrol D.I.C dengan heparin.

Penyulit

116
 Syok irreversibel
 D.I.C.
 Sindrom Sheehan
Patologi anatomi

Uterus yang diangkat (bila ada sangkaan plasenta akreta) diperiksakan ke Bagian PA

B. Perdarahan pada masa nifas


Etiologi :

Sisa plasenta

Kriteria diagnosis
 Perdarahan berulang dan tetap.
 Pemeriksaan fisik, kadang-kadang pasien febris, nadi cepat dan syok.
 Pemeriksaan obstetri, fundus uteri masih tinggi, subinvolusi.
 Uterus lembek dan nyeri tekan bila ada infeksi, teraba ada sisa plasenta dalam kavum
uteri.

Pemeriksaan penunjang
 Hb, Ht, Lekosit
 USG untuk melihat sisa plasenta.

Terapi

1. Uterotonika.
2. Antibiotika berspektrum luas
3. Transfusi darah bila perdarahan banyak
4. Kemudian lakukan kuretase dan bila tidak berhasil, lakukan penatalaksanaan atonia
uteri.

Penyulit

Syok irreversibel

Lama perawatan

 Bila dapat diatasi selama 5-6 hari


 Bila dilakukan tindakan operatif 7 - 10 hari.

Patologi anatomi

Bila ada sangkaan plasenta akreta.

117
PERDARAHAN PASCA SALIN

- Berikan cairan intravena dan transfusi darah


- Berikan oksitosin

Pelepasan Plasenta

Plasenta terlepas Retensio plasenta

Pem. kontraksi uterus


Inspekulo

Diagnosis - Manual plasenta


- Uterotonik
Atonia Uteri - Antitbiotika
- Uterotonika
- Masase uterus Perdarahan
- Kompresi bimanual
+ -
masih ada tidak ada ?
Perlukaan Jalan Lahir
- Penjahitan luka serviks/vagina Monitor
kondisi
pasien
Ruptura Uteri Perdarahan
- Laparotomi
+ -
masih ada tidak ada ?
Gangguan Pembekuan Darah
- Tes laboratorium
- Berikan darah segar

Sisa Plasenta
- Kuretase
Histerektomi

II.15.2 INFEKSI NIFAS

118
Batasan : infeksi alat genital dalam masa nifas yang ditandai dengan meningkatnya suhu >
38 oC yang terjadi selama 2 hari berturut-turut dalam waktu 10 hari pertama
pasca salin, kecuali 24 jam pertama pascasalin.

Faktor predisposisi antara lain :

1. Partus lama
2. Ketuban pecah sebelum waktunya
3. Persalinan traumatis
4. Pelepasan plasenta secara manual
5. Infeksi intra uterin
6. Kandung kencing
7. Anemia
8. Pertolongan persalinan yang tidak steril

Diagnosis :
Klinis :
 Febris
 Nadi cepat
 Nyeri perut bagian bawah
 Sub-inovulasi rahim

Inspekulo : Lokhia berbau


PD : uterus dan parametrium nyeri pada perabaan

Pemeriksaan penunjang :

 kultur bakteri aerob dan anaerob dari bahan yang berasal dari serviks, uterus
dan darah
 faktor-faktor pembekuan darah
 USG jika dicurigai adanya abses

Terapi :

 Antibiotik spektrum luas


 Selanjutnya pemberian tergantung hasil kultur dan resis-tensi
 Jika tidak ada perbaikan dalam waktu 72 jam, pikirkan ke-mungkinan
thrombophlebitis pelvic, abses dan septik emboli
 Septik emboli walaupun jarang terjadi tapi merupakan komplikasi yang paling
berbahaya. Hal ini perlu diper-timbangkan jika tidak ada respon terhadap
pemberian antibiotik dan adanya nyeri dada akut/manifestasi paru lainnya.

 Bila ada abses harus dilakukan insisi dan drainase. Jika abses Dauglas lakukan
kolpotomi posterior disertai pe-masangan drain.Jika abses terdapat intra
abdomen lakukan laparotomi. Jika uterus terlibat dan merupakan fokus infeksi,

119
terutama pada kasus persalinan dengan seksio sesarea dan terdapat dehisensi
luka lakukan histerektomi

 Syok septik ditandai oleh suhu tinggi, status kardio-vaskuler tidak stabil,
penurunan lekosit.
Pengobatan : rawat di ICU, O2, penggantian cairan, tranfusi darah, antibiotik,
kortikosteroid, vasopresor/ digitalis serta anti koagulan jika diperlukan.

120

Anda mungkin juga menyukai