Anda di halaman 1dari 361

115

I.1 GRAVIDOGRAM

Batasan : Suatu rekam grafik (normogram) untuk memantau pertumbuhan janin dan keadaan ibu
dalam kehamilan.

Persiapan :

 Kandung kencing dikosongkan


 Formulir status antenatal ibu yang memuat pemeriksaan :
- karakteristik pasien (umur, paritas, tinggi badan, berat badan)
- tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi,suhu)
- tinggi fundus uteri (cm)
- lingkaran perut (cm)
- letak janin
- bunyi jantung janin (TBBJ,BJJ)
- pemeriksaan penunjang: . laboratorium
. USG
. kardiotokograf i

Penggunaan dan penilaian :

 Pengisian dilakukan setiap pasien datang untuk PNC


 Hari pertama haid terakhir harus jelas
 Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan setelah kandung kencing dikosongkan
 Ukuran tinggi fundus uteri dari puncak simfisis pubis ke puncak fundus (S-F)
 Nilai ada tidaknya gangguan pertumbuhan janin secara klinis dengan melihat tinggi S-F yang
sesuai usia kehamilannya pada grafik

Catatan : bila tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan tuanya kehamilan (baik > 2 SD maupun < 2
SD) harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut diantaranya :
1. Tanya ulang HPHT penentuan ulang umur kehamilan
2. USG
116

SUB-BAGIAN FETOMATERNAL
LAB/UPF OBSTETRI & GINEKOLOGI
FKUP/RSHS

STATUS ANTENATAL IBU

NAMA : HPHT :
ALAMAT : TAKSIRAN PERSALINAN :
NO. CM :

TGL PEMERIKSAAN
UMUR KEHAMILAN/MG
BERAT BADAN
TEKANAN DARAH
TINGGI P.U.
LINGKARAN PERUT
LETAK JANIN
BJJ
TBBJ
Hb
URINE
IMUNISASI
USG
CTG

Simpisis – fundus (S/F), cm


Lange Visi
Cm More grav mg
117

I.6 PARTOGRAM

Batasan : Suatu catatan medik atau rekam grafik kemajuan persalinan untuk memantau keadaan
ibu dan janin.

Macam partogram :

1. Partogram WHO (untuk pemantauan persalinan risiko rendah)


2. Partogram konvensional RSHS (untuk pemantauan persalinan risiko rendah dan tinggi)
118

I.2 VERSI LUAR

Batasan : Suatu tindakan untuk merubah letak anak didalam rahim yang dikerjakan dari luar dan
dilakukan untuk :
 Mengubah letak sungsang menjadi letak kepala
 Mengubah letak lintang menjadi letak memanjang (letak kepala atau letak
sungsang)

Indikasi :

 Letak lintang pada kehamilan > 34 minggu


 Letak sungsang pada kehamilan > 36 minggu

Kontra indikasi :

 Bekas seksio sesarea


 Pasca miomektomi
 Panggul sempit absolut
 Hidramnion
 Insersi plasenta pada dinding anterior
 Perdarahan antepartum
 Hipertensi
 Kelainan bentuk uterus
 Hidrosefalus dan anensefalus
 Kehamilan kembar
 Dugaan DKP (CPD)
 Pada letak sungsang – kepala janin defleksi

Syarat :

 umur kehamilan : - letak lintang > 34 minggu


- letak sungsang > 36 minggu
 pada letak sungsang bagian terendah janin masih dapat dimobilisasi
 bunyi jantung janin baik
 ketuban belum pecah
 pada inpartu O < 3 cm

Teknik :

 Kandung kencing dikosongkan


 Periksa bunyi jantung janin
 Posisi berbaring dengan kaki fleksi
 Bagian terendah anak dilakukan mobilisasi
Eksenterasi/Sentralisasi : kepala dan bokong didekatkan
119

Versi/Rotasi : pemutaran dilakukan kearah yang paling rendah tahanannya (kearah perut
janin ) supaya tidak terjadi defleksi kepala atau tali pusat terkemuka.
 Pantau selama 5 – 10 menit pasca rotasi, bunyi jantung janin diperiksa ulang. Bila
menjadi tidak teratur dan meningkat, diputar kembali ke posisi semula.
 Fiksasi
Bila BJJ baik ibu berbaring sebentar (15 menit) untuk kenyamanan dan ketenangan ibu,
fiksasi dinding perut dengan gurita atau stagen.

Catatan : Prosedur lengkap lihat buku panduan keterampilan

Versi luar dianggap gagal bila :

 Timbul gawat janin


 Letak anak yang diharapkan tidak tercapai

Versi luar ulangan :

 Dilakukan setiap kunjungan antenatal, maksimal 3 kali selama tidak ada kontra indikasi.
 Dilakukan oleh residen kepala/konsulen
 Jika masih gagal dicoba lagi saat pasien masuk dalam persalinan, apabila syarat
terpenuhi.

Komplikasi :

 Solusio plasenta
 Lilitan tali pusat
 Ruptura uteri
 Gawat janin
 Ketuban pecah
120

I.3 TES TANPA KONTRAKSI /NON STRESS TEST (NST)

Batasan : Cara pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan kardiotokografi, pada


umur kehamilan > 28 minggu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan maksud
menilai kesehatan janin melalui hubungan perubahan denyut jantung dengan
gerakan janin yang dirasakan oleh ibu.

Fisiologi :

Frekuensi jantung janin secara normal dapat naik atau turun di bawah pengaruh sistem saraf
autonom yaitu simpatis dan parasimpatis. Hal ini berhubungan dengan refleks neurologis,
oleh karena itu tergantung pada usia kehamilan. Denyut jantung janin dasar dan
variabilitas yang normal terjadi apabila oksigenasi jantung dalam keadaan baik. Pada
keadaan neurologis tidak tertekan dan tidak ada asidos (oksigenasi plasenta baik), maka
gerakan janin akan menghasilkan akselerasi denyut jantung janin. Pada usia kehamilan 28
minggu 65% janin yang sehat akan menunjukkan akselerasi, 85% pada usia kehamilan 32
minggu dan 95% pada usia 34 minggu. Karena janin dapat mempunyai siklus tidur sampai
40 menit, penting untuk membedakannya dengan keadaan janin yang buruk.

Persiapan tes tanpa kontraksi :


- Ibu hamil telah makan 1 – 2 jam sebelum prosedur dilakukan
- Ibu tidak sedang memakai obat-obatan sedativa.
- Kandung kencing dikosongkan
- Informed consent

Indikasi :
Semua kondisi yang dapat menyebabkan janin lahir dalam keadaan buruk yaitu antara lain:
Kondisi Ibu:
- Hipertensi kronis
- Diabetes
- Anemia berat (Hematokrit < 26%)
- Penyakit vaskuler kolagen
- Gangguan fungsi ginjal
- Penyakit jantung
- Pneumonia dan penyakit paru-paru berat
- Penyakit dengan kejang

Kondisi Anak:
- Pertumbuhan Janin terhambat
- Kelainan kongenital minor
- Aritmia jantung
- Isoimunisasi
- Infeksi janin seperti toksoplasmosis, parvovirus, sifilis, dll.
- Kematian Janin dalam rahim sebelumnya yang tidak diketahui penyebabnya.
121

Kondisi yang berhubungan dengan kehamilan:


- Kehamilan mutipel
- Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (PPROM)
- Polihidramnion
- Oligohidramnion
- Plasentasi abnormal
- Solusio plasenta
- Kehamilan lewat waktu

Prosedur pelaksanaan :

 Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler, 45 derajat miring ke kiri.


 Tekanan darah diukur setiap 10 menit
 Dipasang kardio dan tokodinamometer
 Pada ibu diberikan tombol penanda yang harus dipijit apabila ibu merasakan gerak
janin
 Frekuensi denyut jantung janin dicatat, selama 10 menit pertama supaya dicatat data
dasar denyut jantung jantung
 Pemantauan tidak boleh kurang dari 20 menit. Apabila pada 20 menit pertama
didapatkan hasil nonreaktif, lanjutkan pemantauan 20 menit lagi. Pastikan bahwa tidak
ada hal-hal yang mempengaruhi hasil pemantauan (misalnya pemakaian sedativa)
apabila hasilnya tetap nonreaktif
 Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan individual hasil NST
secara individual.

Komplikasi :

Supine hypotension

Pembacaan hasil :

Reaktif, bila :

Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali per menit


Variabilitas denyut jantung janin 6 – 25 per menit
Gerakan janin terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih dalam
pemantauan, dengan kenaikan minimal 15 dpm selama minimal 15 detik.

Tidak reaktif, bila :

- Denyut jantung basal 120-160 kali per menit


- Variabilitas kurang dari 6 denyut/menit
- Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
122

- Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari luar
(akustik atau taktil)_

Selain hasil yang reaktif dan tidak reaktif ini ada bentuk antara yaitu kurang baik (non
reassuring). Keadaan ini interpretasinya sukar; dapat disebabkan pemakaian obat seperti :
barbiturat, demerol, fenotiasid dan metildopa.
Pada keadaan kurang reaktif dan pasien tidak menggunakan obat-obatan, dianjurkan NST
diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak membaik dilakukan pemeriksaan tes
dengan kontraksi (OCT).
Deselerasi variabel dapat terdeteksi selama pemantauan. Apabila tidak berulang dan
lamanya tidak lebih dari 30 menit, biasanya tidak menunjukkan keadaan janin yang buruk
dan tidak memerlukan intervensi obstetri.
Deselerasi lambat yang berlangsung lebih dari 1 menit pada pemeriksan NST biasanya
berhubungan dengan keadaan janin yang buruk.

Pedoman pemeriksaan kesehatan janin dalam kehamilan (Antenatal)


Indikasi Pemantauan awal Frekuensi
Kehamilan lewat waktu 41 minggu 2 kali seminggu
Preterm Prelabor Rupture Pada saat terjadi/ Setiap hari
of Membrane (Ketuban diketahui
Pecah pada Kehamilan
kurang bulan)
Perdarahan antepartum Diatas 26 minggu 2 kali seminggu
atau pada saat
diketahui
Oligohidramnion Diatas 26 minggu 2 kali seminggu
atau saat diketahui
Polihidramnion 32 minggu Seminggu sekali
Diabetes: 36 minggu Seminggu sekali
Kelas A1 (terkontrol, tidak
ada komplikasi)
Kelas A2 dan B(terkontrol, 32 minggu 2 kali seminggu
tanpa komplikasi)
Kelas A dan B tidak 28 minggu Setiap hari
terkontrol atau K\Kelas C-
R
Hipertensi kronis atau 28 minggu Seminggu sekali
Hipertensi dalam
kehamilan
Penyakit kolagen vaskuler 28 minggu Seminggu sekali
termasuk Sindroma Anti
Fosfolipid
Asthma yang tidak 28 minggu Seminggu sekali
terkontrol atau dengan
ketergantungan steroid
Penyakit “Sickle 32 minggu Seminggu sekali
123

Cell”/Anemia berat
Gangguan fungsi ginjal 28 minggu Seminggu sekali
Penyakit tiroid yang tidak 32 minggu Seminggu sekali
terkontrol
Pernah lahir mati 2 minggu sebelum Seminggu sekali
usia kehamilan yang
mengalami lahir
mati terdahulu.
Kehamilan multipel 32 minggu Seminggu sekali
Kelainan kongenital 32 minggu Seminggu sekali
Pertumbuhan Janin 32 minggu Seminggu sekali
Terhambat
Pergerakan anak terasa Pada saat keluhan -
berkurang
124

I.4. TES DENGAN KONTRAKSI (Contraction Stree Test/CST ) atau


TES DENGAN OKSITOSIN (Oxytocin Challenge Test/OCT)

Batasan :
Cara pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan kardiotokografi yang
menilai perubahan denyut jantung janin pada saat kontraksi rahim.

Tujuan :
- Untuk memantau kondisi janin pada kehamilan usia lanjut sebelum janin dilahirkan.
- Untuk menilai apakah janin dapat mentolerir beban persalinan normal
- Untuk menilai fungsi plasenta

Patofisiologi :
Pada saat uterus berkontraksi aliran darah dan oksigenasi janin akan menurun. Pada
kebanyakan janin yang normal, keadaan ini tidak merupakan masalah, namun pada keadaan
oksigenasi janin tidak optimal/berkurang seperti pada insufisiensi plasenta, maka janin tidak
dapat menahan beban kontraksi ini sehingga terjadi penurunan denyut jantung janin
(deselerasi lambat). Kontraksi juga dapat menyebabkan deselerasi variabel yakni karena
kompresi tali pusat yang pada beberapa kasus berhubungan dengan oligohidramnion.

Klasifikasi :

 Tes dengan kontraksi (CST), bila pemeriksaan pola denyut jantung janin tersebut
dihubungkan dengan kontraksi uterus yang spontan.
 Tes dengan oksitosin (OCT), bila kontraksi ditimbulkan dengan pemberian infus
oksitosin

Indikasi :
Keadaan yang diduga terdapat insufisiensi plasenta, antara lain:
a. Tes tanpa kontraksi yang tidak reaktif
b. Diabetes melitus
c. Preeklamsia
d. Hipertensi khronis
e. Pertumbuhan Janin Terhambat
f. Kehamilan lewat waktu
g. Pernah mengalami lahir mati
h. Ketagihan narkotika
i. Hemoglobinopati akibat sel Sikcle
j. Penyakit paru khronis
k.Gangguan fungsi ginjal

Kontra indikasi :

a. Luka parut pada rahim (bekas seksio atau bekas miomektomi)


b. Kehamilan ganda sebelum 37 minggu kehamilan
125

c. Ketuban pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu (PPROM)


d. Risiko tinggi untuk persalinan kurang bulan.
e. Perdarahan antepartum
f. Serviks inkompeten atau pasca operasi serviks
g. Kelainan bawaan / cacat janin berat
h. Adanya indikasi untuk seksio sesarea (misalnya:panggul sempit absolut, disproporsi
kepala panggul)

Komplikasi : partus prematurus

Prosedur pelaksanaan :
Persiapan:
- Ibu tidak makan/minum atau merokok 4 – 8 jam sebelumnya
- Ibu tidak memakai obat sedativa sebelumnya
- Inform consent

Cara:
- Pasien ditidurkan secara semi Fowler dan miring ke kiri

- Tekanan darah diukur setiap 10-15 menit, dicatat di kertas monitor

- Dipasang kardio dan tokodinamometer

- Selama 10 menit pertama supaya dicatat data dasar seperti, frekuensi, akselerasi, varia
bilitas denyut jantung, gerakan janin dan kontraksi rahim yang spontan.

- Pemberian tetesan oksitosin untuk mengusahakan terbentuknya 3 kontraksi rahim dalam


10 menit.

a. Bila telah ada kontraksi uterus spontan tapi kontraksi < 3 x/10 menit, tetesan dimulai
dengan 0,5 mU/menit (10 tetes/menit)
b. Bila belum ada kontraksi rahim, tetesan dimulai dengan 1 mU/menit (20 tetes/ menit)

- Bila kontraksi yang diinginkan belum tercapai, setiap 15 menit tetesan dinaikan 5
tetes/menit, sampai maksimal 60 tetes/menit.

- Tetesan oksitosin dihentikan apabila terjadi :


a. lima kontraksi atau lebih dalam 10 menit
b. dalam 10 menit terjadi 3 kontraksi yang lamanya lebih dari 50-60 detik
c. kontraksi uteri hipertonus
d. prolonged deselerasi
e. terjadi deselerasi lambat yang berkurang selama 1 jam hasilnya tetap
mencurigakan (suspicious)

- Bila hasil yang diperoleh negatif, mencurigakan maupun tidak memuaskan maka
pasien hendaknya tetap diawasi selama 30 menit setelah tetesan oksitosin dihentikan
126

Pembacaan hasil :

Negatif, bila :

- Tidak terjadi deselerasi lambat atau deselerasi variabel yang nyata (significant variable
decelerations)
- Denyut jantung janin normal (120 – 160 dpm), variabilitas 6 – 25 dpm)

Bila hasil OCT negatif maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari lagi, selanjutnya
dilakukan OCT ulangan, atau diartikan bahwa janin dapat mentolerir beban persalinan
normal.

Positif, bila :

Terjadi deselerasi lambat yang menetap pada sebagian besar kontrasi rahim, meskipun
tidak selalu disertai dengan variabilitas yang menurun dan tidak ada akselerasi pada
gerakan janin
OCT positif menandakan adanya insufisiensi uteroplasenta. Kehamilan harus segera
diakhiri, kecuali bila paru-paru belum matang.

Mencurigakan, bila :

-Terjadi deselerasi lambat yang tidak menetap, atau deselerasi variabel yang terus
menerus.
- Deselerasi lambat terjadi hanya bila ada kontraksi rahim hipertonus
- Bila dalam pemantauan 10 menit meragukan kearah positif atau negatif
- Adanya takikardia

Bila hasilnya mencurigakan maka harus dilakukan pemeriksaan ulang 1-2 hari
kemudian.

Tidak memuaskan (unsatisfactory), bila :

- Kontraksi rahim kurang dari 3 kali dalam 10 menit


- Pencatatan tidak baik, terutama pada akhir kontraksi
Dalam hal demikian maka pemeriksaan harus diulang pada hari berikutnya .

Hiperstimulasi, bila :

- Terjadi 5 atau lebih kontraksi rahim dalam 10 menit


- Lama kontraksi 90 detik atau lebih
- Tonus basal uterus meningkat (di atas 20 mmHg)

Dalam hal demikian maka tetesan oksitosin harus dikurangi atau dihentikan .
127

Pustaka acuan :
- American College of Obstetricians and Gynecologists, Medical Library. Antepartum
fetal surveillance. ACOG Practice Bulletin no. 9, October 1999.
- Levitin MS, Petrikovsky B, Schneider EP. Practical Guidelines for antepatum etal
surveillance./ American Family Physician Volume 56, No.8, Nov 15, 1997.
128

PEMANTAUAN DENYUT JANTUNG JANIN DALAM PERSALINAN


“Intrapartum Fetal Heart Rate Monitoring”

Pemantauan denyut jantung janin (DJJ) selama persalinan bertujuan untuk mengurangi hasil
persalinan yang buruk akibat kemungkinan hipoksia atau asidosis yang dapat dialami janin selama
persalinan. Saat ini pemantauan djj dapat dilakukan dengan cara pemantauan DJJ elektronik. Pada
pemeriksaan kehamilan, setiap ibu hamil wajib diberi tahu mengenai kegunaan pemantauan DJJ
selama persalinan.
Dengan bertambahnya pemakaian pemantauan DJJ secara elektronik pada institusi
pelayanan/pendidikan, hal ini perlu dibatasi secara proporsional. Pemakaian alat pemantau DJJ
elektronik yang tidak benar akan meningkatkan kejadian persalinan dengan seksio sesarea.
Untuk ibu hamil risiko rendah, pemantauan DJJ cukup dilakukan berkala / intermiten secara
auskultasi dengan stetoskop monoaural Pinard atau doppler ultrasound (doptone),
sedangkan pemantauan secara terus menerus/kontinyu hanya dilakukan pada ibu bersalin
dengan risiko gawat janin hipoksia.

Pemantauan DJJ secara intermiten:


- Dilakukan pada ibu bersalin risiko rendah yang ditentukan saat persalinan
(admission test)
- Pemantau/pemeriksa harus terlatih
- Pemantau harus dapat menginterpretasikan hasil pemantauannya sesuai panduan
yang berlaku

Pada Kala I:
- Pada kala I fase latent, pemantauan DJJ secara intermiten setiap jam. Pemantauan
dengan doppler ultrasound lebih dianjurkan daripada pemakaian stetoskop Pinard
- Auskultasi DJJ intermiten dilakukan minimal setiap 15 - 30 menit pada kala I fase
aktif.

Pada Kala II:


- Auskultasi DJJ dilakukan setiap 5 menit setelah kontraksi/ setelah ibu selesai meneran.

Pemantauan DJJ secara kontinyu:


Dilakukan pada ibu hamil dengan risiko untuk mendapatkan bayi dengan hipoksia/gawat janin,
antara lain pada keadaan sbb:

Masalah ibu:
Riwayat seksio sesarea sebelumnya
Preeklamsi
Kehamilan lewat waktu (>42 minggu)
Ketuban pecah lama (>24 jam)
Induksi persalinan
Diabetes
Perdarahan antepartum
Penyulit medis ibu lainnya
129

Masalah Janin:
Pertumbuhan janin terhambat Kehamilan multipel
Prematuritas Cairan ketuban terwarnai mekonium
Oligohidramnion Letak sungsang
Doppler velocimetry yang tdk normal

Pembacaan hasil pemantauan DJJ secara elektronik:


Pembacaan hasil pemantauan kardiotokografi didasarkan pada empat kriteria yakni
-Baseline (frekuensi dasar denyut jantung janin)
-Variabilitas (amplitudo DJJ)
-Ada tidaknya deselerasi (penurunan frekuensi DJJ yang dihubungkan dengan kontraksi
rahim)
-Akselerasi (meningkatnya frekuensi DJJ pada saat adanya gerakan janin atayu kontraksi)

NORMAL : Apabila keempat kriteria masuk dalam katagori reassuring


MENCURIGAKAN (SUSPICIOUS) : Apabila satu kriteria non-reassuring dan yang lainnya
reassuring
PATOLOGIS : Apabila dua atau lebih kriteria non-reassuring atau satu atau
lebih kriteria masuk katagori abnormal
Klasifikasi pola denyut jantung janin
Baseline (bpm) Variabilitas (bpm) Deselerasi Akselerasi

Reassuring 110-160 5 Tidak ada Ada

Non
Reassuring 100-109 < 5 utk  40 tapi Deselerasi

161-180 < 90 menit dini, varia-


bel, prolo-
nged dese-
lerasi 3 mnt

Abnormal <100 < 5 untuk 90 Deselerasi va-


>180 menit riabel atipik
Pola sinusoidal Deselerasi lam
Lebih dr 10 mnt bat, prolo-
nged dese-
lerasi > 3 mnt

Daftar Pustaka:
The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologist. Clinical
Guidelines, Intrapartum Fetal Surveillance. July 2004.
130

I.5 PEMBERIAN OBAT-OBATAN TOKOLITIK

Batasan : Obat tokolitik adalah obat yang mempunyai pengaruh mengurangi, melemahkan
atau menghilangkan kontraksi rahim.
131

Patofisiologi :

Kontraksi otot rahim bisa dihambat melalui perangsangan reseptor B-adrenergik, (Misalnya
antara lain dengan : Ritodrin, Terbutalin, Isoksuprine).

Indikasi Pemberian

- Pencegahan partus prematurus

Kontra Indikasi Pemberian :

 Umur kehamilan < 20 minggu


 Solusio plasenta
 Plasenta previa
 Infeksi intrauterin
 Febris yang tidak diketahui sebabnya
 Pertumbuhan janin terhambat
 Penyakit jantung
 Hipertensi dalam kehamilan
 Penyakit paru-paru
 Hipertiroidea
 Diabetes mellitus

Kriteria pemberian obat tokolotik

1. Umur kehamilan 20-34 minggu


2. Minimal terdapat 2 kontraksi dalam 15 menit, dengan pemeriksaaan KTG.
3. Adanya pengaruh kontraksi rahim yang jelas terhadap serviks
4. Pembukaan serviks kurang dari 3 cm
5. Tidak ada kontra indikasi pemberian obat-obat β adrenergic agonis

Pemeriksaan khusus :

Untuk menyingkirkan kontra indikasi :


 urin
 gula darah sewaktu
 EKG
 hematokrit
 lekosit
 foto torak
132

 USG

Macam dosis dan cara pemberian

5.1. Salbutamol : Diberikan dengan dosis 10 mg dalam larutan NaCl atau Ringer Laktat.
Dimulai dengan infus 10 tetes/menit bila kontraksi masih ada
tingkatkan tetesan infus 10 tetes/menit setiap 30 menit sampai kontraksi
berhenti atau nadi ibu melebihi 120x/menit, bila kontraksi berhenti
tetesan tersebut dipertahankan sampai 12 jam setelah kontraksi
berakhir. Sebagai dosis jaga, diberikan Ventolin peroral 3 x 4 mg
perhari selama 7 hari.

5.2. Isoksuprin : Diberikan per infus dengan kecepatan 0,25-0,5mg/menit(1,5- 3cc/ menit)
bisa di-naikkan sampai 1 mg/menit.
Dua jam setelah kontraksi menghilang, dilanjutkan dengan pemberian
10 mg/3-6 jam secara i.m, selama 12-24 jam kemudian dilanjutkan
dengan pemberian 10-20 mg tablet setiap 6 jam selama 3 hari.

5.3. Nifedipin : Diberikan dengan dosis 3 x 20 mg perhari sampai kontraksi berhenti.


Perhatikan tekanan darah untuk mencegah keadaan hipotensi.

5.4. MgSO4 : Diberikan dengan dosis awal sebanyak 4 gr i.v (MgSO4 20% 20cc),
diikuti dengan pemberian 1-2 gr setiap jam perinfus dengan cara 10 gr
MgSO4 dalam 50cc Ringer Laktat dengan tetesan 20-30 tetes/menit.
Diperhatikan syarat-syarat pemberian MgSO4 dan tersedia antidotum
berupa Calsium Glukonas 10% 10cc.

5.5. Terbulatin : 250 ug secara i.v dilanjutkan dengan pemberian per infus 10 ug/menit.
Pengobatan dipertahankan sampai 8 jam, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian subkutan 250 ug setiap 4 jam selama 24 jam.
Pengobatan dilanjutkan secara oral dengan dosis 2,5 ug/4-6 jam.

Pengawasan :

Selama pemberian pengobatan perlu diawasi ketat :


 Keadaan Umum
 Nadi
 Pernafasan
 Tekanan darah
 Berat Jantung Janin
 Kontraksi rahim dan
 Timbulnya tanda-tanda kontra indikasi pemberian, antara lain dekompensasi kordis
atau edema paru.
133

PEMBERIAN OBAT-OBATAN TOKOLISIS

INDIKASI

Kontra Indikasi

Evaluasi
kembali

Pemberian
Parenteral

Kontraksi Kontraksi
menetap menghilang

Lanjutkan
pemberian
per oral
134
135

PARTOGRAF

Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam mengambil
keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf dimulai pada pembukaan 4 cm (fase aktif). Partograf sebaiknya dibuat
untuk setiap ibu yang bersalin, tanpa menghiraukan apakah persalinan tersebut normal atau dengan komplikasi.

Petugas harus mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut:


 Denyut jantung janin. Catat setiap 1 jam.
 Air ketuban. Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina :
-U : selaput Utuh,
-J : selaput pecah, air ketuban Jernih,
-M : air ketuban bercampur Mekoneum,
-D : air ketuban bernoda Darah,
-K : tidak ada cairan ketuban/Kering.
 Perubahan bentuk kepala janin (molding atau molase) :
-0 : sutura terpisah
-1 : sutura (pertemuan dua tulang tengkorak) yang tepat/bersesuaian,
-2 : sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki,
-3 : sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
 Pembukaan mulut rahim (serviks). Dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda silang (x).
 Penurunan : mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada pemeriksaan abdomen/luar) di
atas simfisis pubis; catat dengan tanda lingkaran (O) pada setiap pemeriksaan dalam. Pada posisi 0/5, siniput
(S) atau paruh atas kepala berada di simfisis pubis.
 Waktu : menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien diterima.
 Jam : Catat jam sesungguhnya.
 Kontraksi. Catat setiap setengah jam; lakukan palpasi untuk menghitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit
dan lamanya tiap-tiap kontraksi dalam hitungan detik :
- kurang dari 20 detik;
- antara 20 dan 40 detik;
- lebih dari 40 detik.
 Oksitosin. Jika memakai oksitosin, catatlah banyaknya oksitosin per volume cairan infus dan dalam tetesan
per menit.
 Obat yang diberikan. Catat semua obat lain yang diberikan.
 Nadi. Catatlah setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar ().
 Tekanan darah. Catatlah setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah.
 Suhu badan. Catatlah setiap dua jam.
 Protein, aseton, dan volume urin. Catatlah setiap kali ibu berkemih.

Jika termuan-temuan melintas ke arah kanan dari garis waspada, petugas kesehatan harus melakukan penilaian
terhadap kondisi ibu dan janin dan segera mencari rujukan yang tepat.

I.7 TES MASUK RUMAH SAKIT (“ADMISSION TEST“)


136

Batasan : Cara pemeriksaan janin dengan menggunakan kardiotokografi. Pemeriksaan ini


dibuat segera setelah pasien masuk dan dipantau secara singkat untuk menilai
keadaan janin. Diutamakan pada kasus risiko tinggi dengan dugaan insufisien
plasenta.

Prosedur pelaksanaan :
 Segera setelah pasien masuk kamar bersalin dilakukan pemantauan dengan
kardiotokografi
 Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler 45 derajat miring ke kiri
 Tekanan darah diukur setiap 10 menit
 Dipasang kardio dan tokodinamometer
 Dilakukan pemantauan selama 30 menit
 Bila pada pemantauan terdapat kecurigaan adanya kelainan denyut jantung janin
ataupun kontraksi rahim maka pemantauan dilanjutkan. Tes ini diakhiri bila janin
dalam keadaan normal.

Pembacaan hasil :

Reaktif, bila :

- Denyut jantung basal antara 120-160 kali per menit


- Variabilitas denyut jantung 6 atau lebih per menit
- Terdapat 2 aselerasi dengan tinggi > 15 denyut selama 15 detik
- Tidak ditemukan deselerasi

Bila didapatkan tes reaktif (normal), pemantauan cukup dilakukan 2-3 jam sekali selama
20 menit.

Mengcurigakan, bila :

- Denyut jantung basal > 160 atau < 120 kali per menit
- Variabilitas denyut jantung kurang dari 5 per menit
- Tampak adanya deselerasi yang abnormal
- Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsangan dari luar

Sangat mencurigakan, bila :

- Ditemukan lebih dari satu gambaran abnormal dari denyut jantung janin
- Terdapat deselerasi abnormal yang menetap.

Bila hasil mencurigakan atau sangat mencurigakan pemantauan dilanjutkan.


137

I.8 ASFIKSIA INTRAUTERIN

Batasan : Asfiksia intrauterin adalah keadaan kekurangan oksigen dan adanya penimbunan
karbon-dioksida yang menyebabkan asidosis intrauterin akibat gangguan pertukaran
gas melalui plasenta.
138

Klasifikasi :

Akut : Klinis : berupa episoda hipoksemia sementara yang tidak disertai asidosis
Kronis : Klinis : hipoksemia menetap disertai asidosis metabolik atau respiratorik

Etiologi :
 Insufisiensi utero plasenta
 Kompresi tali pusat
 Komplikasi janin misalnya akibat sepsis atau perdarahan.

Kriteria diagnosis :

Asfiksia akut :
 Profil biofisik janin (seperti gerakan nafas, gerakan tubuh, tonus fleksor janin) berkurang atau
menghilang
 NST dan OCT memperlihatkan kelainan
 Terdapat tanda-tanda gawat janin

Asfiksia kronis :
 Oligohidramnion
 PJT (pertumbuhan janin terhambat)
 Pewarnaan mekonium pada cairan ketuban maupun bagian luar janin
 Sonografi Doppler: memperlihatkan adanya pertumbuhan janin terhambat.

Pemeriksaan penunjang :

a. Ultrasonografi dan Sonografi Doppler


b. Kardiotokografi (CTG), NST dan OCT
c. Amnioskopi
d. Pengambilan contoh darah janin (fetal blood sampling)

Penatalaksanaan :

 Resusitasi intra uterin (lihat Bab resusitasi intrauterin)


 Pengahiran kehamilan tergantung keadaan asfiksia dan keadaan janin
139

I.9 TERMINASI KEHAMILAN

Batasan

Pengakhiran kehamilan untuk mengeluarkan buah kehamilan baik janin dalam keadaan hidup
ataupun mati

Indikasi :

- Abortus tertunda (missed abortion)


- Telur kosong (Blighted Ovum)
- Mola hidatidosa
140

- Abortus insipien
- Abortus inkomplit
- Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
- Kehamilan lewat waktu
- Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) berat
- Kematian janin dalam rahim
- Indikasi Ibu : penyakit yang membahayakan ibu apabila kehamilan diteruskan

A. Pengakhiran kehamilan sampai umur kehamilan 12 minggu atau besar uterus sebesar
umur kehamilan 12 minggu atau kurang :

Persiapan :

- Keadaan umum memungkinkan yaitu Hb > 10gr%, tekanan darah baik


- Pada abortus febrilis (infeksiosa), diberikan dahulu antibiotika parenteral sebelum dilakukan
kuretase tajam atau tumpul (lihat bab abortus)
- Pada abortus tertunda (missed abortion) dilakukan pemeriksaan laboratorium tambahan
yaitu : = pemeriksaan trombosit
= fibrinogen
= waktu pembekuan
= waktu perdarahan
= waktu protrombin

Tindakan :

- kuretase vakum
- kuretase tajam
- dilatasi dan kuretase tajam

Pada kasus mola hydatidosa, dilakukan kuretase vakum setelah keadaan umum memungkinkan
(lihat pengelolaan penyakit trofoblas).

B. Pengakhiran kehamilan > 12 minggu sampai 20 minggu atau uterus sebesar umur
kehamilan tersebut (dipilih salah satu, disesuaikan dengan kondisi kehamilan ):

1. Pemberian oksitosin secara seri yaitu 5 IU intramuskuler setiap 30 menit, dengan maksimal
pemberian 6 kali.
2. Misoprostol 200 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian
pertama.
3. Kombinasi pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya dengan cara 1
4. Kombinasi pemasangan batang laminaria dengan pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500
cc Dekstrose 5% mulai 20 tetes permenit sampai maksimal 60 tetes permenit.

Catatan : Dilakukan kuretase bila masih terdapat sisa jaringan.

C. Pengakhiran kehamilan > 20 minggu atau uterus sebesar umur kehamilan tersebut:
141

Usia kehamilan > 20 minggu sampai 28 minggu atau uterus sebesar umur kehamilan
tersebut (dipilih salah satu disesuaikan dengan kondisi kehamilan) :

1. Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian
pertama.
2. Pemasangan batang laminaria selama 12 jam (untuk kasus kematian janin dalam rahim).
3. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam Dekstrose 5% mulai 20 tetes permenit sampai
maksimal 60 tetes permenit (Bisa diberikan > dari 2 labu sepengetahuan konsulen).
4. Kombinasi 1 dan 3 untuk janin hidup maupun janin mati.
5. Kombinasi 2 dan 3 untuk janin mati.

Catatan : Dilakukan histerotomi bila upaya melahirkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau
atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.

Usia kehamilan > 28 minggu atau uterus sebesarumur kehamilan tersebut (dipilih salah
satu disesuaikan dengan kondisi kehamilan) :

1. Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama
(untuk kasus kematian janin dalam rahim).
2. Misoprostol 50 mg diberikan 1 kali intravaginal untuk pematangan serviks.
3. Tetes oksitosin 2 IU dalam dekstrose 5% 20-40 tetes permenit sebanyak 1 labu untuk
pematangan serviks.
4. Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak
efektif bila dilakukan pada KPSW).
5. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam Dekstrose 5% mulai 20 tetes permenit sampai
maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida untuk
serviks yang sudah matang (untuk janin hidup maupun janin mati )
6. Kombinasi 1 dan 5 untuk kasus kematian janin dalam rahim.
7. Kombinasi 2 dan 5 untuk kasus janin hidup maupun janin mati.
8. Kombinasi 3 dan 5 untuk kasus janin hidup maupun janin mati.
9. Kombinasi 4 dan 5 untuk kasus janin hidup maupun janin mati.

Catatan : 1. Dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam dianggap tidak berhasil, atau bila
didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.
2. Pemberian tetes oksitosin (5) bisa diberikan > dari 2 labu dengan sepengetahuan
konsulen.
3.Bisa diberikan valethamate bromide (epidosinR) 1 ampul intramuskuler sebanyak
3 kali dengan selang pemberian 1 jam bila pembukaan sudah fase aktif dan his
kuat pada serviks yang masih tebal atau kaku.
4. Upaya pematangan serviks bisa dilakukan sampai 2 kali dengan selang 24 jam.
5. Serviks dianggap matang bila skor pelvik ≥ 6.
6. Pemecahan ketuban dilakukan bila serviks sudah matang.
142

I.10 PEMBERIAN TETES OKSITOSIN

Batasan : Pemberian oksitosin secara tetes melalui infus dengan tujuan menimbulkan atau
memperkuat his.

Indikasi :

1. Mengakhiri kehamilan
2. Memperkuat kontraksi rahim selama persalinan

Kontra indikasi : - Kehamilan dengan luka parut rahim


- Disproporsi kepala-panggul
- Letak lintang

Cara pemberian :

Lima unit oksitosin dalam 500 cc dextrose 5%, diberikan dengan kecepatan awal, 10 tetes per
menit, dinaikkan 10 tetes per menit setiap 15 menit sampai didapatkan his yang memadai (3
sampai 4 kali per 10 menit atau sampai batas maksimum 20 mIU/menit). Maksimal tetesan
60 tetes per menit, kecuali untuk grande multipara kehamilan ganda dan bayi besar 40 tetes
per menit.
Tetesan oksitosin diberikan maksimal 2 labu dengan istirahat diantaranya 2 jam, kecuali
untuk letak sungsang dan serotinus tanpa fasilitas CTC hanya 1 labu.
143

Untuk kasus tertentu seperti perdarahan antepartum, infeksi intra uterin dan kemajuan
persalinan yang nyata setelah pemberian tetes oksitosin labu pertama, tetes oksitosin labu II
langsung diberikan.

Upaya untuk meningkatkan keberhasilan tetes oksitosin dapat dilakukan :


1. Amniotomi, dilakukan sebelum pemberian oksitosin (segera setelah pembukaan
memungkinkan).
2. Pemberian Valethamate Bromide ( Epidosin R )
Syarat pemberian : - kontraksi uterus harus sudah memadai
- pembukaan serviks > 3cm
- Nadi ibu < 120/m.

Kontrak indikasi : - glaucoma

Efek samping : - takhikardi


- mual
- mulut kering
- pandangan kabur ( jarang )

Cara pemberian : 1 ampul ( 8 mg ) Valethamate bromide i.m dapat, diulang tiap jam
sampai 3 kali

3. Metrolisa.

Cara pemakaian :

Dilakukan tindakan a dan anti septik pada vagina dan sekitarnya.


Metrolisa dimasukkan melalui kanalis serviks, se-hingga balon terletak di kavum uteri.
Selanjutnya metrolisa diisi dengan 120-150 cc Na Cl atau aquadest steril.
Metrolisa akan terlepas bila pembukaan lebih besar dari diameter balon.

4. Vibrasi serviks dengan servilator.

Syarat pemakaian :
- O > 2 cm
- His kuat
- Bagian terendah telah turun menekan serviks

Cara pemakaian.

Setelah tindakan a dan antiseptik di daerah vagina dan sekitarnya spatula servilator
ditempelkan pada serviks dengan bimbingan 2 jari tangan penolong. Kemudian jari tangan
ditempatkan antara spatula dan kepala anak untuk melindungi kepala anak dan satu jari
dipakai untuk sedikit meregang serviks pada arah yang berlawanan. Dilakukan vibrasi 2 -
10 menit. Bila perlu dapat diulangi kembali 1/2 jam kemudian
144

I.11 SKOR BISHOP


(Skor Pelvik)

Batasan : Suatu klasifikasi objektif untuk memilih pasien yang "favorable" bagi induksi
persalinan dengan janin letak kepala.

Faktor yang dinilai serta skornya

SKOR
Faktor
0 1 2 3

- Pembukaan serviks (Cm) 0 1-2 3-4 5-6

- Pendataran serviks (%) 0-30 40-50 60-70 80

- Station -3 -2 -1 atau 0 +1
atau 2

- Konsistensi serviks kaku medium lunak -

- Posisi serviks Posterior tengah- Anterior -


tengah
145

 Bila skor total 6 atau lebih, maka keberhasilan induksi persalinan tinggi, sedangkan bila kurang
dari 6, keberhasilannya rendah. Hal ini berhubungan dengan pertimbangan untuk memilih jenis
persalinan, apakah pervaginam atau perabdominam.

I.12 SKOR ZATUCHNI - ANDROS

Batasan : Merupakan skor dari 6 variabel klinis yang dibuat pada saat pasien masuk rumah
sakit untuk mengenal pasien yang diramalkan akan mempunyai masalah yang serius
pada persalinan letak sungsang, sehingga dapat di-lakukan intervensi yang cepat dan
tepat.

Faktor yang dinilai serta skornya

SKOR
Faktor
0 1 2

- Paritas Gravida 1 Multipara -

- Umur kehamilan (mg) 39 38 37

- Taksiran berat janin > 3600 3000-3600 <3000

- Persalinan sungsang Tidak 2 atau


terdahulu pernah 1 lebih
- Dilatasi (cm) 2 3 >4

- Station >-3 -2 < -1

Penggunaan skor Zatuchni-Andros

 Skor ini dipergunakan untuk meramalkan keberhasilan persalinan letak sungsang per-vaginam.
146

 Menurut beberapa peneliti, bila skornya kurang dari 4, maka hasil kehamilan buruk.

I.13 RESUSITASI INTRA UTERIN

Batasan : Suatu tindakan sementara pada keadaan gawat janin akut sebagai usaha untuk
mengurangi stres yang timbul pada persalinan. Prosedur ini dilakukan pada pasien
sambil menunggu tindakan yang sesuai.

Prosedur umum:

A. Memperbaiki sirkulasi darah didalam rahim.

a. Posisi ibu : Semua pasien dengan gawat janin harus diletakkan pada posisi miring ke kiri.

b. Pemberian cairan :

Pasien perlu diberi cairan infus. Bila infus sudah diberikan, cairan infus yang diberi-kan
dekstrose 5% , atau NaCl 0,9% atau ringer laktat.

c. Relaksasi rahim.

Bila sedang dalam pemberian tetes oksitosin, tindakannya adalah hentikan tetes oksitosin.

B. Memperbaiki sirkulasi darah tali pusat.

Perlu perhatian khusus pada masalah :


Bila ada kecurigaan penekanan pada tali pusat posisi ibu dirubah, sehingga gambaran
kardiotokografi kembali normal.

C. Memperbaiki oksigenasi janin.

Dengan pemberian O2 sebanyak 5-7 liter/menit.


Meningkatkan oksigen yang dihisap ibu akan meningkatkan sedikit tekanan O2 darah
janin. Mungkin hal ini menguntungkan bagi janin karena dengan sedikit peningkatan
oksigen akan menghasilkan kadar oksigen darah janin yang relatif tinggi karena daya
afinitas darah janin terhadap oksigen tinggi.
147

D. Bila usaha tersebut di atas setelah 20 menit tidak berhasil maka harus diputuskan untuk
mengakhiri persalinan.
148

Prosedur khusus :

Deselerasi variabel
Pengelolaan kasus dengan deselerasi variabel

Tindakan Efek

- Pemeriksaan dalam - Mencari penyebab


- Merubah posisi ibu - Dekompresi tali pusat

- Menurunkan kontraksi uterus - Meningkatkan aliran darah


dengan mengurangi dosis oksitosin uteroplasenter

- Pemberian oksigen - Meningkatkan oksigenasi


ibu dan janin

- Persiapan tindakan - Mempersingkat waktu antara


putusan dengan tindakan

- Meninggikan bagian terendah pasien - Mengurangi efek tekanan


(Trendelenberg) tali pusat

Deselerasi lambat :

Pengelolaan kasus dengan deselerasi lambat

Tindakan Efek

- Menurunkan frekuensi kontraksi - Meningkatkan waktu pemulihan


dengan menghentikan tetesan oksitosin uterus

- Merubah posisi pasien menjadi - Meningkatkan aliran darah


posisi miring kiri uteroplasenter

- Pemberian oksigen 100% 5-7 liter - Meningkatkan kadar oksigen


per menit darah ibu dan janin

- Meningkatkan volume darah - Memperbaiki hipotensi, meningkatkan


dengan pemberian cairan infus aliran darah uteroplasenter

- Persiapan tindakan operatif - Mempersingkat waktu antara


putusan dengan tindakan.
Aktivitas Rahim
149

Penerimaan janin terhadap stres yang terjadi karena kontraksi rahim berbeda satu dengan
lainnya misalnya, untuk janin PJT kontraksi rahim prematur yang adekuat akan
memberikan beban yang berat.
Umumnya kontraksi rahim yang berlebihan dapat dikoreksi.

Pengelolaan kasus dengan kontraksi rahim yang berlebih

Sebab *) Tindakan

- Dosis oksitosin berlebih - Hentikan tetesan oksitosin.

- Anestesi epidural - Pemberian cairan sebelum tindakan


Hindarkan hipotensi karena posisi ibu
terlentang

- Blok paraservikal - Pemberian dosis ringan dan tindakan


ini jangan diberikan pada janin
dengan asidosis.

- Kontraksi uterus dobel - Merubah posisi ibu menjadi posisi


atau tripel miring, dan pemberian cairan.
Bila berat dapat diberi obat tokolitik

*) Faktor-faktor tersebut tidak selalu menyebabkan kontraksi rahim berlebih.

Prosedur resusitasi intra uterin dilakukan pada keadaan-keadaan lain seperti :


1. Takikardi
2. Bradikardi
3. Bunyi jantung janin tidak teratur
4. Cairan ketuban bercampur mekonium
150

PEMANTAUAN JANIN MEMAKAI KARDIOTOKOGRAFI

PASIEN KLINIS RISIKO TINGGI


(dengan insufisiensi plasenta)

NST Antenatal

Reaktif Kurang Tidak reaktif


reaktif

Ulangi Ulangi OCT


tiap minggu esok hari

NegatifMencurigakan Positif
tidak memuaskan

Intra Admission
partum Test Ulangi
esok hari

Reaktif Mencurigakan

Gawat janin Gawat janin


berat ringan
Pantau
dengan KTG
tiap 2 jam Seksio sesarea Induksi persalinan

Gawat janin Gawat janin


berat ringan

Seksio Pemantauan
sesarea dilanjutkan

I.14 EPISIOTOMI
151

Batasan : insisi perineum pada kala II persalinan untuk mencegah robekan perineum secara total
dan memperlebar jalan lahir sehingga memudahkan kelahiran anak.

Episiotomi dilakukan secara selektif karena episiotomi yang dikerjakan tanpa dasar dan alasan yang
jelas dapat meningkatkan kejadian dan beratnya kerusakan perineum yang terjadi dibandingkan
laserasi spontan. Selain itu dapat meningkatkan jumlah perdarahan selama persalinan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah robekan perineum, antara lain:
 Aplikasi handuk hangat pada perineum
 Fasilitasi fleksi kepala bayi agar tidak menyebabkan regangan mendadak
 Mengarahkan kepala agar perineum dilalui oleh diameter terkecil saat ekspulsi
 Menahan perineum dengan regangan telunjuk dan ibu jari.
Episiotomi dilakukan atas indikasi janin atau adanya ancaman robekan perineum total. Saat
melakukan episiotomi yaitu kepala atau bokong membuka vulva 3-4 cm.

Indikasi :(Buku Acuan Nasional)


1. Fasilitasi untuk persalinan dengan tindakan atau menggunakan instrument
2. Mencegah robekan perineum yang kaku ataudiperkirakan tidak mampu beradaptasi terhadap
regangan yang berlebihan. (Misalnya bayi yang sangat besar atau makrosomia)
3. Mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus letak/presentasi abnormal
(bokong, muka, ubun-ubun kecil di belakang) dengan menyediakan tempat lebih luas untuk
persalinan yang aman.

Teknik :
Episiotomi Mediana :

 Insisi perineum dari komisura posterior sepanjang garis tengah ke bawah menuju ke muskulus
Spingter ani.
 Dilakukan untuk persalinan prematur

Episiotomi Mediolateral :

 Insisi perineum dimulai pada komisura posterior, kemudian diteruskan ke lateral


 Sering timbul perdarahan karena pleksus bulbokavernosus ikut terluka
 Untuk persalinan aterm

Terapi :

 Antibiotika profilaksis
 Kompres betadin
I.15 EKSTRAKSI FORSEP/EKSTRAKSI CUNAM

Batasan : (Buku Acuan Nasional)


Tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik
kepala janin dengan alat cunam
152

Indikasi :

Indikasi ibu :
 Penyakit jantung
 Edema paru
 Infeksi intrapartum
 Kelelahan ibu
 Keadaan lain yang menyebabkan ibu tidak bisa meneran secara efektif atau ibu tidak boleh
meneran

Indikasi janin :
 Tali pusat menumbung pada kala II
 Gawat janin pada kala II

Indikasi waktu :
 Kala II lama (> l jam) dengan presentasi kepala/verteks.

KONTRAINDIKASI
 Malpresentasi (dahu, puncak kepala, muka dengan dagu di belakang)
 Panggul sempit (disproporsi kepala panggul)

Syarat (sumber tambahan Acuan Nasional )

1. Kepala sudah "engaged"(Penurunan kepala H III+ atau HIII-IV atau Station >+2)
2. Presentasi belakang kepala atau muka dengan dagu di depan
3. Pembukaan lengkap
4. Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
5. Tidak ada disproporsi kepala panggul
6. Anak hidup
7. Kontraksi uterus baik
8. Ibu tidak gelisah/kooperatif

Kriteria ekstraksi forcep gagal :


1. Tidak bisa dipasang
2. Tarikan dirasakan berat

Bila ekstraksi forsep gagal, persalinan diakhiri dengan seksio sesarea.


1.16 EKSTRAKSI VAKUM

Batasan : Ialah usaha untuk melahirkan janin dengan tarikan pada kepala, dengan membuat
tekanan negatif melalui suatu kap pada kepala janin sehingga terbentuk kaput buatan.

Indikasi :
153

Pemanjangan kala II : indikasi profilaksis (waktu)

Kontra indikasi :

1. Presentasi muka
2. Disproporsi kepala panggul
3. Prematuritas

Syarat :

Sesuai dengan syarat ekstraksi forceps

Kriteria ekstraksi vakum gagal :


1. Tarikan dirasakan berat
2. Bila pemasangan benar, kap terlepas.

Bila ekstraksi vakum gagal, nilai kembali kondisi janin dan presentasi persalinan diakhiri dengan
seksio sesarea.
154

I.17 EMBRIOTOMI

Batasan : Suatu tindakan pervaginam untuk melahirkan janin mati dengan tujuan mengecilkan
bagian badan janin.

Terdiri dari :
 Perforasi
 Dekapitasi
 Eviserasi

Syarat :

1. Pembukaan lengkap
2. Ketuban negatif
3. Konjugata vera > 8 cm

Indikasi :

 Penyakit jantung dan paru-paru


 Preeklamsi dan eklamsi
 Suhu lebih dari 38 0 C
 Edema jalan lahir
 Kelelahan ibu
 Letak lintang

Teknik :
Teknik operasi lihat di buku Obstetri operatif.
155

I.18 PARTUS PERCOBAAN

Batasan

Percobaan persalinan pervaginam pada pasien dengan panggul sempit relatif dengan usia kehamilan cukup bulan atau
perkiraan berat badan janin ≥ 2500 gram, dan janin presentasi belakang kepala.
Partus percobaan dimulai dari awal persalinan dan berakhir setelah bayi lahir, atau kita mendapat keyakinan bahwa
persalinan tidak dapat berlangsung pervaginam.

Ketentuan umum :

1. Bila his belum ada, bisa dilakukan induksi persalinan (Bab terminasi kehamilan)
2. Bila didapatkan inersia uteri hipotonik bisa dilakukan pemberian tetes oksitosin.
3. Dilakukan pemantauan janin dan kontraksi rahim dengan kardiotokografi.
4. Bila ada indikasi melakukan partus buatan pervaginam dan syarat terpenuhi dipilih ekstraksi vakum.
5. Partus percobaan tidak dilakukan pada :
- Riwayat partus percobaan gagal.
- Persangkaan bayi besar.
- Anak mahal.

Hasil :

Dikatakan partus percobaan berhasil, apabila bayi berhasil lahir pervaginam dengan keadaan ibu dan bayi baik.
Partus percobaan dikatakan tidak lengkap apabila persalinan harus diakhiri (perabdominam) atas indikasi ibu atau anak.
Dikatakan partus percobaan gagal, apabila :
1. Anak lahir mati.
2. Pada kala II kepala tidak engaged setelah dipimpin meneran 1 jam.
3. Partus buatan pervaginam gagal.
156

II. BAB KHUSUS

II.1. KELAINAN LAMANYA KEHAMILAN

II.1.1. Abortus
Batasan : berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan < 20 mg (berat janin < 500 gram) atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup diluar kandungan.
157

Abortus spontan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk
mengahiri proses kehamilan (pengguguran, aborsi, abortus provokatus).
Klasifikasi :
a. Abortus Imminens :
Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan bercak dari jalan lahir, dapat disertai nyeri perut bawah yang ringan,
buah kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.

b. Abortus Insifiens :
Abortus sedang berlangsung, ditandai oleh perdarahan ringan atau sedang disertai kontraksi rahim dan akan berakhir
sebagai abortus komplit atau inkomplit.

c. Abortus Inkomplit
Sebagian buah kehamilan telah keluar melalui kanalis servikalis dan masih terdapat sisa konsepsi dalam rongga
rahim.

d. Abortus komplit
Seluruh buah kehamilan telah keluar dari rongga rahim melalui kanalis servikalis secara lengkap.

e. Abortus tertunda (missed abortus)


Tertahannya (retensi) hasil konsepsi yang telah mati dalam rahim selama 8 mg atau lebih.

f. Abortus Habitualis
Abortus spontan yang berlangsung berurutan sebanyak 3 kali atau lebih.

Etiologi :
a. Faktor Zigot :
Kelainan kromosom
Ovum patologis misalnya Blighted
Ovum (telur kosong)
Kelainan sperma

b. Faktor ibu :
Penyakit kronis
Infeksi
Kelainan hormonal
Kelainan alat reproduksi
Gangguan nutrisi
Obat-obatan
Inkonpatibilitas rhesus
Trauma fisik/mental.

Patofisiologi :
Abortus biasanya dimulai dengan perdarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan sekitarnya.
Zigot dapat terlepas sebagian atau seluruhnya dan menjadi benda asing bagi uterus sehingga merangsang terjadinya
kontraksi rahim dan menyebabkan ekspulsi buah kehamilan.
Pada telur kosong, tidak terdapaty janin, hanya ditemukan kantong kehamilan.

KRITERIA DIAGNOSIS PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN PENGELOLAAN:

*Abortus imminens :
Klinis :
Anamnesis : - perdarahan sedikit dari jalan lahir
- nyeri perut tidak ada atau ringan

Pemeriksaan dalam : - Fluksus sedikit


158

- Ostium uteri tertutup

Pemeriksaan penunjang :
USG, hasilnya dapat ditemukan :
a. Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin.
b. Meragukan (kantong kehamilan masih utuh, pulsasi jantung janin belum jelas).
c. Buah kehamilan tidak baik, janin mati.

Terapi :
a. Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin :
- Rawat jalan
- Tidak diperlukan tirah baring total
- Anjurkan untuk tidak melakukan aktivitas berlebihan atau hubungan seksual.
- Bila perdarahan berhenti dilanjutkan jadwal pemeriksaan kehamilan selanjutnya.
- Bila perdarahan terus berlangsung, nilai ulang kondisi janin (USG) 1 mg kemudian.

b. Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 mg kemudian.

c. Bila hasil USG tidak baik : evakuasi tergantung umur kehamilan (lihat bab terminasi kehamilan).
*Abortus insipiens :
Klinis :
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri/kontraksi rahim.

Pemeriksaan dalam :
- Ostium terbuka
- Buah kehamilan masih dalam rahim.
- Ketuban utuh, dapat menonjol.

Terapi :
- Bila ada syok, atasi dahulu syok (perbaiki keadaan umum)
- Transfusi bila HB < 8 gr%.
- Evakuasi (lihat bab mengenai terminasi kehamilan)
- Uterotonika (metil ergometrin tablet 3 dd 0.125 mg)
- Bila tidak ada tanda infeksi beri antibiotika profilaksis selama 3 hari.
- Bila ada tanda infeksi beri antibiotika berspektrum luas (aerob dan anaerob).

Tabel 13.2: Kombinasi antibiotika untuk abortus infeksiosa


Kombinasi antibiotika Dosis oral Catatan
Ampisilin dan 3 x 1 g oral Berspektrum luas dan me-ncakup
Metronidazol dan untuk gonorrhoea dan bakteri
3 x 500 mg anaerob.
Tetrasiklin 4 x 500 mg Baik untuk klamidia, gonor-rhoea
dan dan dan bakteroides fragilis
Klindamisin 2 x 300 mg
Trimethoprim 160 mg Spektrum cukup luas dan
dan dan harganya relatif murah.
Sulfamethoksazol 800 mg
159

Tabel 13.3: Antibiotika parenteral untuk abortus septik


Antibiotika Cara pemberian Dosis
Sulbenisilin IV 3x1g
Gentamisin 2 x 80 mg
Metronidazol 2x1g
Seftriaksone IV 1x1g
Amoksisiklin + Klavulanik Acid IV 3 x 500 mg
Klidamisin 3 x 600 mg

Abortus inkomplit sering berhubungan dengan aborsi/abortus tidak aman, oleh karena itu periksa tanda-tanda
komplikasi yang mungkin terjadi akibat abortus provokatus seperti perforasi, tanda-tanda infeksi atau sepsis.

*Abortus komplit
Seluruh buah kehamilan telah keluar.
Klinis :
Anamnesis : Perdarahan dari jalan lahir sedikit, pernah keluar buah kehamilan.
Pemeriksaan Ostium biasanya tertutup, bila ostium terbuka teraba rongga uterus kosong.

Terapi :
-Antibiotika selama 3 hari
-Uterotonika

*Abortus tertunda
Kematian janin dan belum dikeluarkan dari dalam rahim selama 8 mg atau lebih.
Klinis :
Anamnesis : Perdarahan bisa ada atau tidak.
Pemeriksaan :
- Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan
- Bunyi jantung janin tidak ada

Pemeriksaan penunjang :
- USG : terdapat tanda janin mati
- Laboratorium :
HB, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu protombin.

Terapi :
- Evakuasi pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup, sehingga perlu tindakan dilatasi (lihat bab
terminasi kehamilan); hati-hati karena pada keadaan ini biasanya plasenta bisa melekat sangat erat sehingga prosedur
kuretase lebih sulit dan dapat berisiko tidak bersih/perdarahan pasca kuretase.
- Uterotonika pasca evakuasi
- Antibiotika selama 3 hari.

*Abortus febrilis/abortus infeksiosa :


Abortus yang disertai infeksi, biasanya ditandai rasa nyeri dan febris.
Klinis :
Anamnesis : Waktu masuk Rumah Sakit mungkin disertai syok septik.
Tanyakan kemungkinan abortus provokatus dan cari tanda-tanda komplikasi yang dapat menyertainya (perforasi,
peritonitis).

Pemeriksaan dalam :
Ostium uteri umumnya terbuka dan teraba sisa jaringan, baik rahim maupun adveksa nyeri pada perabaan, fluktus
berbau.

Terapi :
160

- Perbaiki keadaan umum (nifas, transfusi), atasi sejak septik bila ada.
- Posisi Fowler.
- Antibiotika yang adekuat (berspektrum luas (aerob dan anaerob)).
- Uterotonika.

II.1.2 PERSALINAN PRETERM (KURANG BULAN)

Batasan : Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung antara umur kehamilan 20 - 37
minggu dari hari pertama haid terakhir (HPHT) atau antara hari ke 140 dan 259 .
Preterm : 33-37 minggu
Moderately Preterm : 28 – 32 minggu
Severe preterm: 20 – 27 minggu

Perawatan bayi prematur mempunyai masalah tertentu, makin muda usia kehamilan makin tinggi
morbiditas dan mortalitasnya. Selain harapan hidup, perlu juga dipikirkan kualitas hidup bayi tsb.

Faktor Risiko:
161

Penyebab yang pasti tidak diketahui.


Faktor risiko terjadinya persalinan preterm yaitu :
1. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW), Korioamnionitis, bakteriuri, kolonisasi
mikroorganisme pada genital (Grup.B. Streptokokus; dll).
2. Riwayat persalinan preterm atau kontraksi persalinan preterm sebelumnya.
3. Riwayat abortus sebelumnya (Abortus 2 x pada trimester kedua).
4. Riwayat abortus imminens pada kehamilan ini.
5. Perdarahan antepartum; plasenta previa/solusio plasenta
6. Hipertensi dalam kehamilan
7. Serviks inkompeten atau riwayat tindakan konisasi
8. Serviks memendek < 3Cm, dan atau membuka lebih dari 1 cm, pada kehamilan 32 minggu
9. Kelainan uterus (jarang)
10. Operasi abdomen waktu kehamilan
11. Janin mati, kelainan kongenital.
12. Kerentanan uterus yang bertambah
13. Penyakit ibu terutama penyakit infeksi sistemik yang berat.
14. Kehamilan dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) insitu.
15. Pielonefritis
16. Kehamilan ganda; polihidramnion, oligohidramnion.
17. Kelainan letak.
18. Diabetes mellitus
19. Penyalahgunaan/Kecanduan NAZA (narkotik dan zat aditif lainnya)
20. Trauma fisik/psikis.

Diagnosis :
Gejala awal yang dapat timbul adalah:
1. Rasa nyeri/tegang pada perut bawah (low abdominal pain/cramps)
2. Nyeri pinggang (low backache)
3. Rasa penekanan pada jalan lahir
4. Bertambahnya cairan vagina
5. Perdarahan/perdarahan bercak/lendir bercampur darah

Gejala definitif:

Memenuhi kriteria persalinan preterm seperti :


 Kontraksi uterus yang teratur (1 kali atau lebih dalam 10 menit).
 Perubahan serviks seperti : - Pembukaan serviks > 2 cm
- Pendataran

Untuk pengelolaan, penilaian terhadap ada tidaknya faktor etiologi dan kemungkinan
komplikasi harus dilakukan seperti:
1. Ada tidaknya plasenta previa
2. Keadaan ketuban (intak atau sudah pecah)
3. Ada tidaknya korioamnionitis
4. Ada tidaknya infeksi sistemik
5. Ada tidaknya polihidramnion
6. Riwayat obstetri sebelumnya.
162

Pengelolaan:

1. Konfirmasi umur kehamilan dengan berbagai cara harus dilakukan.


2. Penilaian kontraksi uterus (lamanya, intensitasnya, frekuensinya dan pengaruhnya terhadap
pembukaan serviks)
3. Pemantauan tanda-tanda vital Ibu
4. Pemantauan bunyi jantung janin
5. Pemeriksaan tambahan: Ultrasonografi untuk menilai presentasi, Biometri janin, Anomali,
Velositas arteri umbilikalis (Doppler), Indeks Cairan Ketuban, Pemeriksaan plasenta,
Morfologi serviks (panjang, diameter kanalis servikalis dan ada tidaknya funelling.
6. Tirah baring (lateral ke kiri atau semi Fowler)
7. Bila diduga ada korioamnionitis, lakukan kultur dan berikan antibiotika.
8. Pemberian obat-obatan tokolitik (lihat Bab pemberian obat tokolitik)
9. Pemberian obat-obatan pematangan paru-paru janin :
Diberikan pada semua wanita hamil antara 24 – 34 minggu
 Deksametason, 5 mg tiap 12 jam (i.m) sampai 4 dosis
 Betametason, 12 mg (i.m) sampai 2 dosis dengan interval 24 jam

Diagnosis diferensial :
 Dibedakan dengan kontraksi Braxton Hicks
Kontraksi Braxton Hicks sifatnya tidak teratur, tidak ritmis, tidak begitu sakit dan tidak
menimbulkan perubahan serviks.

PENGELOLAAN
KONTRAKSI PREMATUR

- Konfirmasi Umur Kehamilan - USG


- Kontraksi uterus - KTG
- Perubahan serviks

Terapi : - Tirah baring


- Pemberian obat tokolitik
163

(lihat bab pemberian obat tokolitik)


- Pemberian obat pematangan paru

observasi

Terapi berhasil Terapi gagal

Pemberian tokolisis Persalinan


diteruskan sesuai
dengan pedoman

II.1.3 KEHAMILAN LEWAT WAKTU

Batasan : Kehamilan 294 hari (42 minggu) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid yang terakhir
pada siklus 28 hari atau 280 hari (40 minggu) dari hari terjadinya konsepsi.

Saat ini dipercaya bahwa hasil persalinan yang buruk sudah meningkat pada usia kehamilan 41
minggu.
Penentuan usia kehamilan yang akurat sangat penting. Keadaan ini akan menghindarkan intervensi
yang tidak diperlukan atau bahkan berbahaya apabila kehamilan ini tidak lewat waktu;
dan memberikan pelayanan yang efektif pada kehamilan yang benar lewat waktu.
Anamnesis ulang, evaluasi status dan pemeriksaan USG pada 16 -20 minggu dapat membantu
akurasi diagnosis.

Patofisiologi/Etiologi :

 Perubahan fisiologi ibu mungkin hanya mempunyai peran kecil dalam pato-fisiologi
kehamilan lewat waktu.
 Kemungkinan kelainan anatomi dan biokimia janin merupakan faktor predisposisi terjadinya
kehamilan lewat waktu.
 Etiologi kehamilan lewat waktu masih belum jelas.

Komplikasi :
164

Kehamilan lewat waktu berhubungan dengan meningkatnya komplikasi ibu maupun anak.

A. Masalah ibu
1. Serviks yang belum matang (70% kasus)
2. Kecemasan ibu
3. Persalinan traumatis akibat janin besar (20%)
4. Angka kejadian seksio sesarea meningkat karena gawat janin, distosia, disproporsi
sefalopelvik.
5. Meningkatnya perdarahan pascasalin, karena seringnya penggunaan oksitosin untuk
augmentasi atau induksi.

B. Masalah janin
1. Kelainan pertumbuhan janin
a. Janin besar
Dapat menyebabkan :
 distosia bahu
 fraktur klavikula
 paralisis Erb-Duchene

b. Pertumbuhan janin terhambat

2. Oligohidramnion
Kelainan cairan amnion ini mengakibatkan :
 gawat janin
 keluarnya mekonium
 tali pusat tertekan sehingga menyebabkan kematian janin mendadak

Pemeriksaan dan diagnosis

Sebelum kita melakukan intervensi, kita harus menilai kembali umur kehamilan (anamnesis ulang,
data pemeriksaan kehamilan, dll). Pemeriksaan USG sangat bermanfaat untuk memeriksa
kemungkinan adanya kelainan kongenital, taksiran berat janin, kondisi plasenta, presentasi janin
dan volume cairan amnion. Akan tetapi USG tidak dapat menentukan umur janin secara akurat
apabila kehamilannya telah lanjut.

Menilai pasien
a. Menentukan taksiran persalinan
Menentukan taksiran persalinan merupakan bagian terpenting dari perawatan antenatal, karena
akan berpengaruh pada tindakan kita selanjutnya. Menentukan saat persalinan lebih tepat dan
dapat dipercaya bila dilakukan pada kehamilan dini.

b. Penilaian janin
Bila kehamilan lewat waktu direncanakan untuk tidak segera dilahirkan, kita harus mempunyai
keyakinan bahwa janin dapat hidup terus di dalam lingkungan intra-uterin.
165

1. Pemeriksaan USG
 Pemeriksaan biometri untuk menaksir berat janin
 Pemeriksaan derajat kematangan plasenta
 Keadaan cairan amnion.
Kantung amnion terbesar < 2 cm atau indeks cairan amnion < 5 cm, merupakan indikasi
untuk mengakhiri kehamilan. Perlu dilakukan penilaian adanya gangguan pertumbuhan
janin intrauterin.

2. Pemeriksaan penampilan jantung janin harus dilakukan secara teratur, dimulai


dari umur kehamilan 41 minggu.
a. Tes tanpa kontraksi (NST)
Hasil NST tidak reaktif memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti tes dengan
kontraksi (OCT) atau profil biofisik. NST dilakukan seminggu 2 kali.

b. Tes dengan kontraksi (CST)

 Dilakukan apabila hasil NST non-reaktif.


 Hasil tes positif merupakan indikasi untuk melahirkan janin.
 Apabila hasil tidak memuaskan atau mencurigakan, tes diulangi 24 jam kemudian.

c. Menilai kematangan serviks.


Menilai derajat kematangan serviks dengan mempergunakan skor Bishop. Seviks
belum matang apabila skor Bishop > 4.

Penatalaksanaan :

Pengelolaan kehamilan lewat waktu dimulai dari umur kehamilan 41 minggu. Hal ini disebabkan
meningkatnya komplikasi perinatal setelah umur kehamilan 40 minggu dan meningkatnya
insidensi janin besar.

A. Pengelolaan persalinan

1. Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41 minggu, pengelolaan tergantung dari derajat
kematangan serviks.

a. Bila serviks matang (Bishop skor > 6) :


1. Dilakukan induksi persalinan asal tidak ada janin besar.
2. Seksio sesarea hendaknya diputuskan bila berat janin ditaksir > 4500 gram pada
pasien non diabetes, dan > 4000 gram pada pasien diabetes.
3. Pemantauan intrapartum dengan mempergunakan CTG mutlak diperlukan. Demikian
pula kehadiran seorang spesialis anak.

b. Pada serviks dengan Bishop skor < 5) kita perlu menilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri.
1. Profil biofisik atau NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,
kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu dua kali.
166

2. Bila profil biofisik 0-2 atau ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong
terbesar atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada
(NST), maka dilakukan induksi persalinan dengan pemantauan CTG kontinyu.
3. Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes dengan kontraksi
(CST) harus dilakukan. Hasil CST positif, janin perlu dilahirkan, sedangkan bila CST
negatif kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari
kemudian.
4. Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien, dan
kehamilan harus diakhiri bila serviks matang.

5. Semua pasien harus diakhiri kehamilannya bila telah mencapai 308 hari (44 minggu)
tanpa melihat keadaan serviks.

2. Pasien kehamilan lewat waktu dengan komplikasi seperti diabetes melitus, preeklampsi, PJT,
kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang keadaan serviks.

B. Pengelolaan intrapartum

1. Pasien tidur miring ke sebelah kiri.


2. Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin (CTG) kontinyu
3. Beri oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal.
4. Perhatikan jalannya persalinan.
5. Segera setelah lahir, anak harus segera diperiksa akan kemungkinan hipoglikemi,
hipovolemi, hipotermi dan polisitemi.

Mencegah aspirasi mekonium

Apabila ditemukan cairan ketuban yang terwarnai mekonium harus segera dilakukan resusitasi.
167

KEHAMILAN LEWAT WAKTU

-Penilaian umur kehamilan -Riwayat obstetri


-Tinggi fundus yang lalu
-Faktor risiko -HPHT
Kehamilan
>41 minggu

Serviks matang Serviks belum matang


(Skor Bishop >7) (Skor Bishop <6)

Induksi Seksio Sesarea Pemantauan janin :-NST-OCT


persalinan -(Janin >4500 gram) -USG
-4000 – 4200 (DM)

Oligohidramnion Delerasi -Volume cairan


Variable amnion normal
-NST tidak reaktif

Induksi Induksi
Persalinan persalinan
CST
(Tes dengan kontraksi)

(+) (-)
Induksi Pemantauan
Persalinan janin diulangi
(2x/minggu)

Serviks matang 44 minggu

Induksi Induksi
Persalinan persalinan

PERSALINAN PERVAGINAM DENGAN RIWAYAT SEKSIO SESAREA


168

Persalinan pada ibu hamil dengan riwayat seksio sesarea (SS) tidak selalu harus dilakukan SS lagi.
Apabila indikasi seksio sebelumnya bukan merupakan indikasi yang menetap, maka dapat dicoba
persalinan pervaginam. Keberhasilan persalinan pervaginam pada ibu dengan riwayat SS sangat
tergantung pada motivasi ibu dan penolong persalinannya. Angka kejadian komplikasi seperti
dehisensi atau uterus ruptur pada kelompok seksio elektif dan partus per vaginam ternyata tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata.

Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis bahwa pada persalinan yang lalu dilakukan seksio sesarea.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bekas luka seksio sesarea di dinding perut. Anamnesis tentang
jenis Seksio Sesarea harus dicari (SSTP atau klasik).

Pengelolaan :
Pada kehamilan:
Bila indikasi SS yang lalu adalah penyebab yang tetap seperti panggul sempit absolut, maka
rencanakan SS primer mulai umur kehamilan 37 mg.
Bila diketahui SS yang lalu korporal (klasik) dilakukan SS primer pada umur kehamilan 37 mg
(sebelum timbul his).

Bila SS sudah dilakukan sebanyak 2 kali atau lebih dilakukan SS primer pada umur kehamilan 37 –
38 mg. Anjurkan sterilisasi pada ibu/suaminya.

Bila penyebab seksio sesarea bukan penyebab tetap dan tidak ada kontraindikasi, ibu dicoba untuk
melahirkan per vaginam.
Ibu harus dianjurkan untuk mau mencoba persalinan per vaginam, dan dijelaskan keuntungan
persalinan per vaginam antara lain lebih rendahnya morbiditas ibu dan anak pada persalinan per
vaginam, lebih singkat lama perawatan, lebih murah biayanya.
Ibu juga harus diberi tahu tentang kontra indikasi, kemungkinan gagal dan kemungkinan adanya
komplikasi (untuk mendapat informed consent).

Kontra Indikasi:
- Bekas seksio sesarea klasik
- Pernah histerostomi / histerorafi
- Pernah miomektomi (yang mencapai cavum uteri)
- Terdapat indikasi seksio sesarea pada kehamilan saat ini (plasenta previa, gawat janin, dsb.)
169

Pada persalinan :
Ibu harus diberi tahu bahwa ia akan dicoba untuk partus per vaginam dan mempunyai risiko
kegagalan sehingga mungkin akan mengalami SS kembali, atau berhasil dengan partus
spontan/buatan. Terangkan juga risiko terjadinya uterus ruptur pada persalinan (informed consent).
Ibu harus diberi penjelasan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan seperti
presentasi janin, keadaan panggul, kekuatan kontraksi rahim dan keterbatasan untuk melakukan
percepatan persalinan.

Kala I.
- Selama persalinan infus terpasang
- Lakukan pemeriksaan laboratorium rutin dan persediaan darah.
- Dokter anestesi dan dokter anak harus diberitahu bahwa mungkin sewaktu-waktu mereka
akan dipanggil/diperlukan.
- Apabila diperlukan, fasilitas OK harus dapat disiapkan dalam waktu 30 menit
- Selama fase aktif dilakukan pemantauan denyut jantung janin secara kontinyu Bila terjadi
inersia uteri hipotonik, dilakukan amniotomi, observasi his selama 1 jam, bila tidak ada per-
baikan, lakukan Seksio Sesarea.

Kala II.
Bila kepala diatas station 0:
 Pimpin meneran selama 15 menit
 Bila tidak ada kemajuan lakukan SS
 Bila ada kemajuan, bisa dipimpin sampai 15 menit lagi
 Bila belum lahir, lakukan partus buatan.

Induksi/ augmentasi persalinan:


Meskipun komplikasi untuk uterus ruptur pada persalinan dengan riwayat SS lebih tinggi,
pemakaian oksitosin untuk induksi/augmentasi persalinan dapat dilakukan dengan pengawasan
yang ketat dengan kardiotokografi (pemantauan DJJ kontinyu dan kontraksi rahim).

Daftar Pustaka :
 The American College of Obstetricians and Gynecologist, ACOG Vaginal Birth After Cesarean
Section, Clinical Guidelines 1996.
 Society of Obstetricians and Gynaegologist of Canada (SOGC) 1997. Vaginal Birth After
Previous Cesarean Birth. Clinical Practice Guidelines Policy Statement nNo. 68.
 The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynecologist.

II.2 KEHAMILAN EKTOPIK

Definisi :
170

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang hasil konsepsinya berimplantasi di luar
kavum uteri ( 95% terjadi di tuba, 2,5% di kornu, 1,5% di abdomen, 0,5% di ovarium dan
0,03% di serviks).
Kehamilan ektopik terganggu adalah bila kehamilan ektopik tersebut berakhir dengan
abortus atau ruptur tuba.

Patofisiologi :

Kehamilan ektopik terutama terjadi akibat gangguan transportasi ovum yang telah dibuahi
dari tuba ke kavum uteri.

Faktor risiko :
Adanya hubungan yang kuat berdasar bukti:
 Radang panggul (P.I.D)
 Sebelumnya pernah mengalami kehamilan ektopik
 Endometriosis
 Pernah operasi tuba
 Pernah operasi didaerah panggul
 Infertilitas dan pengobatan infertilitas
 Kelainan uterus dan atau tuba
 Riwayat terpapar D.E.S
 Merokok

Hubungan yang lemah berdasar bukti:


 Multiple sexual partners
 Hubungan seks pertama kali pada usia muda

Diagnosis :

Anamnesis :
 terlambat haid, biasanya terjadi 6 – 8 minggu setelah haid terakhir
 gejala subjektif kehamilan lainnya (mual, pusing, dsb).
Pada KET, dapat disertai :
 nyeri perut yang disertai spotting
 Gejala yang lebih jarang: nyeri yang menjalar ke bahu, perdarahan pervaginam,
pingsan

Pemeriksaan fisik :

Pada kehamilan ektopik terganggu dapat ditemukan :


Tanda-tanda syok hipopolemik :
 hipotensi
 takikardi
 pucat, anemis, ekstremitas dingin

Nyeri abdomen :
171

 perut tegang
 nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen
 Bisa ditemukan pekak samping, pekak pindah pada perkusi abdomen

Pemeriksaan ginekologis pada KET :


pemeriksaan dengan spekulum :: fluksus sedikit
pemeriksaan dalam : - Uterus yang membesar
- nyeri goyang sekvis (+)
- kanan/kiri uterus : nyeri pada perabaan dan dapat
teraba massa tumor didaerah adneksa
- kavum Douglas bisa menonjol karena berisi
darah, NT (+)

Diagnosis Banding KET :


 Kista ovarium pecah dan mengalami perdarahan
 Torsi kista ovarium
 Kista terinfeksi
 Abortus iminen
 Appendisitis

Pemeriksaan Penunjang:

a. Laboratorium : - Hb, Lekosit


- Kadar ß hCG dalam serum
- Tes urine

b. USG : - Uterus yang membesar


-Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya kantung kehamilan di luar cavum uteri.
- Pada KET terdapat gambaran massa kompleks dan atau darah / cairan bebas
didaerah adneksa dan atau di cavum douglassi

c. Kuldosentesis untuk mengetahui adanya darah dalam kavum Douglas

d. Diagnosis laparaskopi

Konsultasi : Bila mencurigai kemungkinan appendisitis, konsul ke bagian Bedah

Terapi :
1. Konservatif : Pada K.E bila fertilitas masih diperlukan, dapat diberi terapi
medikamentosa dengan methotrexate (MTX) dengan syarat :
 Hemodinamisasi stabil
 kehamilan kurang dari 8 minggu
 Tidak ada cairan bebas pada pemeriksaan USG
 Kantung kehamilan ektopik < 3 cm
172

 Tidak tampak pulsasi jantung janin,


 Kadar HCG < 10.000 iU/ml,
 Tidak ada kontra indikasi pemberian MTX,
 Pasien bisa di follow up (diberikan 50 mg MTX, dosis tunggal, intra muskular. Bila
berat badan < 50 kg, dosisnya 1 mg/Kg BB)

2. Operatif :
 Laparotomi
 Salpingektomi Salpingektomi (terapi standar) bila tidak tidak ada masalah
fertilitas, bila ruptur tuba, bila perdarahan banyak, bila kelainan anatomi tuba.
 Salpingostomi (bila fertilitas masih diperlukan).
 Reseksi segmen

 Pada kehamilan ektopik belum terganggu, bila terdapat kontra indikasi operasi atau
kemungkinan operasi sulit (kehamilan servikal, kornu, perlengketan hebat di rongga
panggul, keadaan umum tidak memungkinkan) diberikan MTX.

3. Transfusi darah bila HB < 6 gram%.(kalau keadaan persediaan darah susah, dan perlu
sekali transfusi,bisa dilakukan auto transfusi dengan syarat darah intra abdomen masih
segar, tidak terinfeksi atau terkontaminasi).
173

KEHAMILAN EKTOPIK

- Anamnesis - Laboratorium
- Pemeriksaan klinis - USG / kuldosentesis

jelas KET tersangka KET


K.E.

Laparotomi Diagnosis laparoskopi


- Laparotomi
- MTX

(+) (-)

Bukan KET

II.3 PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT


174

Batasan : Terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, sehingga beberapa
parameter janin berada di bawah 10 persentil (< 2 SD) dari umur kehamilan yang
seharusnya.

Etiologi :

Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian PJT dapat dibedakan atas :


 Faktor plasenta : - Infark plasenta
- Solusio plasenta
- Plasenta previa
- Kelainan Pembuluh darah plasenta
- Insersi velamentosa
- Korioangioma
- Plasenta sirkumvalata

 Faktor ibu : - Faktor konstitusi


- Faktor nutrisi
- Kondisi hipoksia
- Problem vaskular: - hipertensi kronis
- preeklamsi
- APS
- IDDM
- Penyakit kolagen
- Penyakit ginjal
- Faktor lingkungan:
- Merokok
- Penggunaan Obat-obatan
- Dataran tinggi
- Riwayat Obstetri Buruk:
- Riwayat PJT
- Riwayat lahir mati
- Riwayat prematur

 Faktor Janin: - Kelainan kromosom:


- Trisomi 13, 18 dan 21
- Sindrom TURNER
- Malformasi janin:
- Anensefal
- Kelainan jantung
- Hernia Diafragma
- Kelainan ginjal
- Kehamilan Multifetus
- Infeksi janin:
- Rubella
- CMV
- Varicella-zoster
175

Pembagian klinik

1. Tipe I (PJT-simetris), pada umumnya disebabkan oleh :


 Kelainan genetik
 Infeksi intra-uterin
 Zat-zat teratogen
 Cacat bawaan

2. Tipe II (PJT asimetris), pada umumnya disebabkan oleh :


Penyakit ibu dan insufisiensi plasenta, antara lain :
 Hipertensi
 Penyakit ginjal
 Penyakit jantung
 Anemia berat
 Kehamilan multifetus

3. Tipe kombinasi, yang disebabkan oleh kombinasi faktor ibu dan faktor janin, seperti :
 Malnutrisi
 Obat-obatan
 Rokok
 Alkohol

Diagnosis :
Usia kehamilan harus diketahui dengan pasti.
1. Anamnesis : ada riwayat/faktor risiko :
 Hipertensi
 Penyakit paru kronis
 Penyakit jantung sianotik
 Pemakaian obat-obatan
 Merokok
 Infeksi janin
 Riwayat PJT sebelumnya

2. Pemeriksaan untuk mencari faktor risiko

3. Pemeriksaan Klinis :
Pengukuran tinggi fundus uteri (TFU) dan lingkaran perut (LP). Kecurigaan PJT ditegakkan
apabila TFU ditemukan menetap pada 2 kali pemeriksaan dengan selang 1-2 minggu atau
menurun di bawah garis 10 persentil

4. USG : untuk menentukan biometri dan keadaan fungsi organ janin :


 Diameter biparietal
 Panjang femur
 Lingkaran kepala
 Lingkaran perut
176

 TBBJ (taksiran berat badan janin)


 DOPPLER

Evaluasi :
 USG → Tiap 3 minggu
 NST (Tes Tanpa Kontraksi) → 2x seminggu
 BPP (Profil Biofisik) → Tiap minggu bila NST abnormal
 OCT (Tes Dengan Kontraksi) → Bila NST abnormal atau BPP < 8

Pengelolaan :

1. Terapi kausal terhadap penyebab atau penyulit yang mendasari.

2. Konservatif
 Tirah baring (tidur miring)
 Pemberian kalori > 2100 kal/hari per oral atau parenteral,
 Pemberian kortikosteroid (lihat bab prematuritas)
 Pertimbangkan pemberian aspirin bila tidak ada kontra indikasi

3. Terminasi kehamilan :
Bergantung pada perkembangan janin hasil terapi
177

PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

Simetris Asimetris

Amniosentesis
Analisa kromosom (bila memungkinkan)
Identifikasi infeksi

Pemeriksaan Antenatal :
- USG setiap 3 minggu
- Observasi gerakan janin tiap hari (Fetal kick count)
- NST 2 x seminggu
- BPP setiap minggu bila NST abnormal
- Doppler USG
- OCT bila NST abnormal atau BPP < 8

Pertimbangan terminasi

 Kortikosteroid untuk pematangan paru janin (lihat bab prematuritas)


 Terminasi > 32 minggu atau TBBJ > 1500 gr – bila hasil antenatal tes abnormal
 Bila hasil antenatal tes “Reassuring” → Dilanjutkan sampai aterm
 Bila tidak ada perkembangan atau terdapat oligohidramnion → Terminasi
 bila paru "matang"
 Usia kehamilan < 32 mg atau TBBJ < 1500 gr, dengan hasil antenatal tes abnormal →
evaluasi individual (kasus per kasus)
178

II.4 HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Batasan : EPH Gestosis, Hipertensi dalam kehamilan, Preeklamsi, Eklamsi.

Preeklamsi ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat kehamilan, setelah umur kehamilan
20 minggu atau segera setelah persalinan.

Eklamsi adalah kelainan akut pada preeklamsi, dalam kehamilan, persalinan atau nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaraan (gangguan sistem saraf
pusat)..

Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan sebelum kehamilan atau
yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, dan yang menetap setelah 12
minggu pasca persalinan.

Preeklamsi/eklamsi atas dasar hipertensi kronis adalah timbulnya preeklamsi atau eklamsi pada
pasien hipertensi kronik.

Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang tekanan
darah sebelumnya normal dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi kronik atau
preeklamsi/eklamsi (tidak disertai proteinuri). Gejala ini akan hilang dalam waktu < 12 minggu
pascasalin.

Kriteria diagnosis

Preeklamsi ringan

Diagnosis preeklamsi ringan didasarkan atas timbulnya hipertensi (sistolik antara 140 - <160
mmHg dan diastolik antara 90-<110 mmHg) disertai proteinuri (> 300 mg/24 jam, atau >1 +
dipstick).

Preeklamsi berat
Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini preeklamsi digolongkan berat.

1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
2. Proteinuri > 2 g/24 jam atau > 2 + dalam pemeriksaan kualitatif (dipstick)
3. Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (< 400 ml/ 24 jam)
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)
6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)
7. Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral
8. Nyeri epigastrium yang menetap
9. Pertumbuhan janin terhambat
179

10. Edema paru disertai sianosis


11. Adanya “the HELLP Syndrome” (H : Hemolysis; EL : Elevated liver enzymes; LP : low platelet
count)

Diagnosis Banding

Hipertensi menahun, kelainan ginjal dan epilepsi

Pemeriksaan penunjang

a. Preeklamsi ringan : urin lengkap


b. Preeklamsi berat/eklamsi

Pemeriksaan laboratorium :
- Hb, hematokrit
- Urin lengkap
- Asam urat darah
- Trombosit
- Fungsi hati
- Fungsi ginjal.

Pemeriksaan USG
Pemeriksaan KTG

Konsultasi

Bagian saraf, mata, penyakit dalam (sub-bagian ginjal dan hipertensi), bila diperlukan.

Terapi

Preeklamsi ringan
1. Rawat inap. Istirahat (tirah baring/ tidur miring kekiri).
2. Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan proteinuri setiap hari.
3. Dapat dipertimbangkan pemberian suplementasi obat-obatan antioksidan atau anti agregasi
trombosit
4. Roboransia
5. Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dipulangkan dengan nasihat untuk istirahat
dan diberi penjelasan mengenai tanda-tanda preeklamsi berat. Kontrol 2 kali seminggu. Bila
tekanan diastolik naik lagi, dirawat kembali.
6. Jika tekanan diastolik naik dan disertai dengan tanda-tanda preeklamsi berat, dikelola sebagai
preeklamsi berat.
7. Bila umur kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan.
8. Persalinan dapat dilakukan secara spontan.

Preeklamsi Berat

Rawat bersama dengan Bagian yang terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf, Mata, Anestesi,dll).
180

A. Perawatan aktif

a. Indikasi
Bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini :
i. Ibu :
1. kehamilan > 37 minggu
2. adanya gejala impending eklamsi

ii. Janin :
1. adanya tanda-tanda gawat janin
2. adanya tanda-tanda IUGR

iii. Laboratorik :
adanya HELLP syndrome

b. Pengobatan medisinal
1. Infus larutan ringer laktat
2. Pemberian obat : MgSO4

Cara pemberian MgSO4 :


1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan infusion pump):
a. Dosis awal :
4 gram (10 cc MgSO4 40 %) dilarutkan kedalam 100 cc ringer lactat, diberikan selama 15-20 menit.

b. Dosis pemeliharaan:
10 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam ( 20-30
tetes per menit)

2. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala :


a. Dosis awal
4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara i.v. dengan kecepatan 1 gram/menit.

b. Dosis pemeliharaan
Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40%) i.m setiap 4 jam. Tambahkan
1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian i.m untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas.

Syarat-syarat pemberian MgSO4


1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc)
diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit.
2. Refleks patella (+) kuat
3. Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit
4. Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)

Sulfas magnesikus dihentikan bila :


1. Ada tanda-tanda intoksikasi
181

2. Setelah 24 jam pasca salin


3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah (normotensif).

3. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada


a. edem paru
b. payah jantung kongestif
c. edem anasarka

4. Antihipertensi diberikan bila :


1. Tekanan darah :
- Sistolik > 180 mmHg
- Diastolik > 110 mmHg
2. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
- Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v. pelan-pelan selama 5 menit. Dosis dapat
diulang dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan.
- Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :
 Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam)
sampai terjadi penurunan tekanan darah.
 Labetalol 10 mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan tekanan darah, maka dapat
diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya,
diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80 mg pada 10 menit
berikutnya.
 Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan : Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10
cc larutan garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5cc i.v.
perlahan-lahan selama 5 menit. Lima menit kemudian tekanan darah diukur, bila
belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v. selama 5 menit.
Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc
dextrose 5% atau Martos 10. Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai target
tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit
sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai
tekanan darah stabil.

5. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada : tanda-tanda payah jantung. Jenis
kardiotonika yang diberikan : Cedilanid-D
Perawatan dilakukan bersama dengan Sub Bagian Penyakit Jantung

6. Lain-lain
1. Obat-obat antipiretik
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 0 C
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol

2. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
182

3. Antinyeri
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan petidin HCl 50-75 mg sekali
saja.

c. Pengelolaan Obstetrik

Cara terminasi kehamilan


Belum inpartu :
1. Induksi persalinan :
amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6
2. Seksio sesarea bila ;
1. Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes oksitosin
2. 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesarea.

Sudah inpartu :

Kala I

Fase laten :
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syrat skor Bishop > 6.
Fase aktif :
1. Amniotomi
2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin.
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, pertimbangkan
seksio sesarea.

Catatan : amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15 menit setelah


pemberian pengobatan medisinal.

Kala II :
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.

B. Pengelolaan konservatif

a. Indikasi :
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi dengan
keadaan janin baik
b. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal MgSO4 tidak
diberikan i.v cukup i.m saja.(MgSO4 40%, 8 gram i.m.). Pemberian MgSO4 dihentikan bila
sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

c. Pengelolaan obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama seperti perawatan
aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk memantau kesejahteraan
janin
183

2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan
pengelolaan aktif.

Pengelolaan Eklamsi

Rawat bersama di unit perawatan intensif dengan bagian-bagian yang terkait.

Pengobatan medisinal
1. Obat anti kejang :
 Pemberian MgSO4 sesuai dengan pengelolaan preeklamsi berat.
 Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2 g MgSO4 40% i.v selama 2
menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 g hanya
diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan
amobarbital 3-5 mg/kg/bb/i.v pelan-pelan
2. Obat-obat supportif :
Lihat pengobatan supportif preeklamsi berat

3. Perawatan pasien dengan serangan kejang :


a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
c. Kepala direndahkan : daerah orofaring dihisap.
d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur.
e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus), diberikan
pengobatan sebagai berikut :
 Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v perlahan-lahan.
 Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan
 Benzodiazepin i.v setiap 1/2 jam sampai 3 kali berturut-turut.
 Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang ulangan) dengan
dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2 kapsul) pada hari kedua dan 3 x
100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan seterusnya.
 Apabila setelah pemberian Benzodiazepin i.v 3 kali berturut-turut, pasien masih tetap
kejang, maka diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul di dalam 250 cc Na Cl
0,9%) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2 hari.

f. Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :


 Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada-tidaknya perdarahan otak.
 Punksi lumbal, bila ada indikasi.
 Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT,
analisa gas darah, dll untuk mencari penyebab kejang yang lain.

4. Perawatan pasien dengan koma :


a. Atas konsultasi dengan bagian Saraf untuk perawatan pasien koma akibat edem otak:
 Diberikan infus cairan Manitol 20% dengan cara : 200 cc (diguyur), 6 jam kemudian
diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian 150 cc lagi (diguyur).
Total pemberian 500 cc dalam sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari.
184

 Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10% dengan kecepatan 30 tetes/menit selama 5 hari.
 Dapat juga diberikan Dexamethason i.v 4 x 2 ampul (8 mg) sehari, yang kemudian di
tappering off.
b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai
"Glasgow-Pittsburgh-Coma Scale".
c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan pasien.
d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi dipertimbangkan dalam bentuk NGT (Naso Gastric
Tube).

5. Pengobatan Obstetrik :

Sikap terhadap kehamilan

a. Sikap dasar :
Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin.
Gejala impending eklamsi, adalah :
- Penglihatan kabur
- Nyeri uluhati
- Nyeri kepala yang hebat
-

b. Saat pengakhiran kehamilan :


 Terminasi kehamilan pasien preeklamsi dan impending eklamsi adalah dengan seksio
sesarea.
 Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan sbb:
- Pasien inpartu, kala II.
- Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden yang berat.
- HELLP syndrome
- Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)
- Kontra indikasi operasi (ASA IV)

Penyulit
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan darah, perdarahan otak.
185

PENGELOLAAN PREEKLAMPSIA RINGAN

Peeklampsia Ringan

Rawat jalan

Terapi 2 minggu
Hamil preterm Hamil aterm

Terapi preeklampsia ringan

Terdapat salah satu kriteria di bawah ini :


- Setelah 2 minggu rawat jalan tidak menunjukkan perbaikan
- Kenaikan berat badan ibu > 1 Kg/minggu, pada 2 minggu berturut-turut
- Timbul 1 atau lebih gejala preeklamsi

Rawat inap

Perawatan ibu Perawatan janin

Setelah 1 minggu Terjadi perbaikan sebelum 1 minggu Normal Abnormal


tak ada perbaikan

Tensi mencapai Normotensif Tensi turun tidak normotensif

Dikelola sebagai Terminasi


Preeklampsia berat

Rawat 2 hari lagi Rawat 2 hari lagi

Tetap normotensif Stabil

Pulang Pulang
Kontrol setiap minggu kontrol setiap minggu

Lihat
Pengelolaan
Preeklampsia berat

Persalinan ditunggu Kehamilan diakhiri


Sampai aterm terjadi pada 37 minggu
onset persalinan

Pengelolaan sama dengan hamil preterm


Kehamilan diakhiri sampai onset
persalinan atau sampai taksiran persalinan

PENGELOLAAN PREEKLAMPSIA BERAT


186

Preeklampsia berat

Perawatan konservatif Perawatan aktif


I. Indikasi ibu
II. Indikasi anak
Perawatan Ibu Perawatan janin III. Indikasi lab

Normal Abnormal

Bila penyakit kembali kegejala Bila setelah 24 jam tidak ada


Preeklampsia ringan perbaikan gejala Preeklampsia berat

Rawat 3 hari lagi Sebelum terminasi, diberikan


MgSO4

Tetap dalam
Preeklampsia ringan

Terminasi kehamilan
(dengan drip oksitosin)

Dipulangkan
(Rawat jalan sebagai)
Preeklampsia ringan

Induksi berhasil Induksi gagal

Persalinan dengan Seksio sesaria


Ekstraksi forsep

PENGELOLAAN EKLAMSIA

Eklamsi
187

Rawat di I.C.U.
Konsultasi dengan
SMF Penyakit Dalam &
SMF Neurologi

Dalam kehamilan Postpartum

Sikap dasar pengobatan pada eklampsia adalah


mengakhiri kehamilan tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin

B. Tindakan sebelum induksi persalinan :


1. Obat anti kejang (MgSO4)
2. Pemantauan tanda-tanda keracunan MgSO4 Terapi anti kejang
3. Pemantauan laboratorium (sama dengan PEB) (MgSO4)
4. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma
dengan : “Glasgow-Pitsburg-Coma Scale”

Setelah terjadi keadaan “Stabilisasi”

Terminasi kehamilan dengan tetes oksitosin

Berhasil Gagal

Persalinan dengan Ekstraksi forcep Seksio sesaria (SS)

II.5 PERDARAHAN ANTEPARTUM

Batasan
188

Perdarahan dari jalan lahir pada wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih, bisa
berupa solusio plasenta atau plasenta previa.

II.5.1 Solusio plasenta

Batasan

Terlepasnya plasenta sebagian atau seluruhnya, pada plasenta yang implantasinya normal sebelum
janin lahir.

Faktor predisposisi :
- Hipertensi
- Gemelli anak ke dua
- Polihidramnion
- Defisiensi nutrisi
- Trauma abdomen
- Versi luar

Derajat solusio plasenta :

1. Ringan :- perdarahan yang keluar kurang dari 100-200 cc


- uterus tidak tegang
- belum ada tanda renjatan
- janin hidup
- kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%
2. Sedang : - perdarahan lebih dari 200 cc
- uterus tegang
- terdapat tanda renjatan
- gawat janin atau janin mati
- kadar fibrinogen plasma 120 – 150 mg%
3. Berat : - uterus tegang dan kontraksi tetanik
- terdapat renjatan
- janin biasanya sudah mati

Pemeriksaan klinis

1. Perdarahan dari jalan lahir dengan atau tanpa disertai rasa nyeri (tergantung derajat solusio
plasenta).
2. Perabaan uterus pada umumnya tegang, palpasi bagian-bagian janin biasanya sulit.
3. Janin dapat dalam keadaan baik, gawat janin atau mati (tergantung derajat solusio plasenta).
4. Pada pemeriksaan dalam bila ada pembukaan teraba ketuban yang tegang dan menonjol.

Pemeriksaan USG

Pada pemeriksaan USG didapatkan implantasi plasenta normal dengan gambaran hematom
retroplasenter.
189

Pemeriksaan laboratorium :

1. Bed side coagulation test (untuk menilai fungsi pembekuan darah/penilaian tidak langsung
kadar fibrinogen)
Cara :
- Ambil darah vena 2 ml masukkan ke dalam tabung kemudian diobservasi
- Genggam bagian tabung yang berisi darah
- Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapisan koagulasi di permukaan
- Lakukan hal yang sama setiap menit
Interpretasi :
- Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7 menit, maka diperkirakan titer

fibrinogen di bawah nilai normal ( kritis)

- Bila terjadi pembekuan tipis yang mudah robek saat tabung dimiringkan,
keadaan ini juga menunjukkan kadar fibrinogen di bawah ambang normal

2. Pemeriksaan darah untuk fibrinogen, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan

Pengelolaan

Derajat ringan

1. Ekspektatif bila :
Usia kehamilan belum cukup bulan. Penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam.
Pemantauan klinik dilakukan secara ketat dan baik.
Syarat :
- Perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
- Belum ada tanda-tanda in partu
- Keadaan ibu cukup baik (Kadar Hb lebih dari 8 gr %)
- Janin baik
Penatalaksanaan :
- Tirah baring.
- Berikan Deksametason/Betametason 24 mg/24 jam (dibagi 2 dosis)
- USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak dan
presentasi janin.
- KTG serial setiap 3 hari

2. Aktif bila :

- Usia kehamilan cukup bulan, janin hidup dilakukan persalinan perabdominam


- Usia kehamilan kurang bulan, janin viable (pematangan paru sebelumnya bila
memungkinkan), dengan persalinan perabdominam
- Bila keadaan memburuk (perdarahan dan kontraksi uterus berlangsung terus) dikelola
sebagai derajat sedang/berat.
190

Derajat sedang/berat

1. Perbaikan keadaan umum


a. Resusitasi cairan/ transfusi darah
- Berikan darah lengkap segar
- Jika tidak tersedia pilih salah satu dari plasma beku segar, sel darah merah packed
(PRC), kriopresipitat, konsentrasi trombosit.
b. Atasi kemungkinan gangguan perdarahan
2. Melahirkan janin
a. Dengan mengupayakan partus pervaginam (amniotomi dan tetes oksitosin) bila skor
pelvik > 6 atau bila diperkirakan persalinan bisa berlangsung < 6 jam.
b. Dengan persalinan perabdominam bila skor pelvik < 6 atau bila diperkirakan persalinan
akan berlangsung > 6 jam, atau bila sesudah 6 jam dikelola janin belum lahir pervaginam.

Catatan :
Bila janin masih hidup dan kemungkinan viable ( > 28 minggu dan atau BBJ > 1000 gram),
dilakukan tindakan persalinan dengan SC.

II.5.2 Plasenta previa

Batasan :

Plasenta yang letaknya tidak normal sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum.

Faktor predisposisi :
Grande multipara
Riwayat kuretase berulang

Pemeriksaan klinis :

1. Perdarahan dari jalan lahir berulang tanpa disertai rasa nyeri


2. Dapat disertai atau tanpa adanya kontraksi.
3. Pada pemeriksaan luar biasanya bagian terendah janin belum masuk pintu atas panggul atau
ada kelainan letak.
4. Pemeriksaan spekulum darah berasal dari ostium uteri eksternum.

Pemeriksaan penunjang :

1. Pemeriksaan laboratorium : golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, waktu


perdarahan dan waktu pembekuan.
2. Pemeriksaan USG untuk mengetahui jenis plasenta previa dan taksiran berat badan janin

Pengelolaan :
191

Ekspektatif :
Syarat :
- Keadaan umum ibu dan anak baik
- Perdarahan sedikit
- Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat badan janin kurang dari 2500 gr
- Tidak ada his persalinan
Penatalaksanaan :
- Pasang infus, tirah baring
- Bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik (lihat pengelolaan prematuritas)
- Pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan KTG setiap minggu.

Aktif :
Persalinan pervaginam
- Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis atau plasenta previa lateralis di
anterior (dengan anak letak kepala). Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
USG, perabaan fornises atau pemeriksaan dalam di kamar operasi tergantung indikasi.
- Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban.

Persalinan perabdominam :
Dilakukan pada keadaan :
- Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
- Plasenta previa totalis.
- Plasenta previa lateralis di posterior.
- Plasenta letak rendah dengan anak letak sungsang.
II.6.1 PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN

Diagnosis :

Anamnesis :
 Riwayat demam rematik
 Dispnu waktu melakukan kegiatan dan atau waktu istirahat.
 Paroksismal nokturnal dispnu.
 “Angina” atau “syncope” waktu melakukan kegiatan.
 Hemoptisis.

Pemeriksaan fisik :
 Murmur sistolik dan diastolik
 Kelainan irama jantung
 “Precordial thrilll”
 Kardiomegali
 Sianosis dan atau “clubbing”

Pemeriksaan penunjang :
 Foto torak
192

 Elektrokardiografi
 Ekhokardiografi.

Klasifikasi :

I Pasien sama sekali tak perlu membatasi kegiatan fisik.


II Pasien perlu membatasi kegiatan fisik sedikit, kalau melakukan pekerjaan sehari-hari terasa
jantung berdebar-debar dan terjadi angina pektoris.
III Pasien sangat mudah merasa capai disertai timbulnya gejala-gejala lain kalau me-lakukan
pekerjaan ringan sekalipun.
IV Pasien memperlihatkan gejala dekompensasi jantung walau dalam istirahat sekalipun.

Perawatan antenatal

 Konsultasi dan rawat bersama dengan bagian kardiologi, di ruang penyakit dalam.
 Bila rawat jalan, kontrol setiap minggu, tiap kunjungan sekaligus memeriksakan diri ke bagian
kebidanan dan kardiologi.
 Tirah baring 2 jam waktu siang hari dan 10 jam waktu malam hari.
 Dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi dan foto torak, bila diperlukan dilakukan pemeriksaan
Ekhokardiografi.
 Setelah umur kehamilan 32 minggu, dilakukan pemeriksaan NST dan USG serial.
 Pengobatan tergantung klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan :

I Tidak memerlukan pengobatan


II Tidak memerlukan pengobatan, tetapi hindarkan kegiatan fisik terutama waktu umur
kehamilan antara 28 dan 32 minggu.
III & IV Rawat di rumah sakit dengan pengelolaan bersama bagian kebidanan dan kardiologi

Persalinan :

Dilakukan bersama bagian kardiologi

1. Induksi persalinan
Induksi dilakukan hanya atas indikasi obstetri. Tetes oksitosin akan meningkatkan volume darah
yang dapat menyebabkan edem paru. Untuk mencegah hal tersebut bila perlu diberikan diuretika.

2. Kala I
Perlu pemantauan ketat terhadap ibu maupun janin.
Bila diperlukan, dapat diberikan profilaksis digitalis dan antibiotika (dilakukan atas konsultasi
dengan bagian kardiologi)
Berikan oksigen bila terlihat adanya sianosis.

3. Kala II, tergantung klasifikasi :


 I : Persalinan dapat spontan
193

 II-IV : . Cegah ibu mengedan dan selesaikan persalinan dengan ekstraksi


forseps
. Selama kala II harus didampingi bagian kardiologi

4. Kala III
Berikan oksitosin 10 IU i.m setelah bayi lahir.
Hindari pemberian ergometrin
Berikan “Pack red cell” bila diperlukan transfusi darah.
Pada kasus tertentu dapat diberikan profilaksis furosemid 40 mg i.v.
Pergunakan bantal pasir yang ditempatkan pada perut bawah ibu setelah plasenta lahir

5. Masa nifas
Dalam 24 jam pertama postpartum, pemantauan adanya tanda-tanda dekompensasi tetap
dilakukan secara ketat.
Bila keadaan kompensata dan stabil, pasien dipulangkan setelah 7 hari perawatan dan yakinkan
pasien harus kontrol setelah ke luar dari rumah sakit.

Penanganan gagal jantung selama persalinan


 Baringkan ibu dalam posisi miring ke kiri untuk menjamin aliran darah ke uterus
 Batasi cairan iv untuk mencegah overload cairan
 Beri analgesi yang sesuai
 Jika perlu oksitosin berikan dalam konsentrasi tinggi dengan tetesan rendah dan pengawasan
keseimbangan cairan
 Jangan berikan ergometrin
 Persalinan pervaginam dengan mempercepat kala II
 Sedapat mungkin hindari mengedan jika perlu lakukan episiotomi dan akhir persalinan
dengan ekstraksi forseps

Penanganan aktif kala III


Gagal jantung bukan merupakan indikasi seksio sesarea
Penanganan gagal jantung selama seksio sesarea :
o Lakukan anestesi lokal (infiltrasi dan sedasi) jangan lakukan anestesi spinal

Gagal jantung akibat penyakit jantung


Tangani gagal jantungnya dengan memberi obat sebagai berikut :
 Morfin 10 mg im dalam dosis tunggal
 Atau furosemid 40 mg iv diulang jika perlu
 Atau digoksin 0,5 mg im dosis tunggal
 Atau nitrogliserin 0,3 mg sublingual diulang setiap 15 menit jika perlu

Gagal jantung masa nifas


 Hal yang dapat menimbulkan gagal jantung masa nifas adalah perdarahan, anemia, infeksi
dan thromboemboli
 Pada masa nifas kontrasepsi harus diberikan, pada kondisi yang stabil tubektomi dapat
dilakukan
194
195

IBU HAMIL
Dengan kelainan jantung

Riwayat : Rontgen thoraks

Demam rheuma EKG


Aktivitas terbatas Analisis gas darah
Dispnea Ekhokardiografi

- Diagnosis
- Klasifikasi
- Konseling
Kelas 3-4

ANC, perhatian khusus


Pada fungsi vital
Pertimbangkan

Fungsi jantung Kondisi stabil/


Gagal jantung kelas 1-2

< 20 minggu > 20 minggu

Aborsi
- Perawatan
jantung intensif
- Tirah baring

Pantau kesejahteraan
janin dengan ketat

Gawat janin Janin baik

Perawatan intensif
Kelas 3-4 intrapartum

Seksio sesarea Observasi postpartum Partus pervaginam


Konseling kontrasepsi

II.6.2 DIABETES MELITUS DALAM KEHAMILAN


196

Batasan :

Diabetes gestasional :
Diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan. Dalam keadaan puasa
glukosa darah normal, tetapi terdapat intoleransi glukosa postprandial.
Diabetes Pregestasional :
Diabetes dimulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil. Terdapat hiperglikemia pada
keadaan puasa.
Kriteria diagnosis :
Diagnosis diabetes mellitus dalam kehamilan didasarkan atas hasil pemeriksaan glukosa puasa dan
2 jam postprandial.
Wanita hamil
(dalam keadaan puasa)

Glukosa 75 gram

Plasma vena dua jam

Normal DMG

Wanita hamil Kadar gula darah


puasa <120 mg/dl >140 mg/dl
Glukosa 75 gram
140 – 199 mg/dl > 200 mg/dl >200 mg/dl
Plasma 2 jam
Diagnosis Toleransi DM DMG
Glukosa terganggu

Persiapan pemeriksaan
Pasien harus makan mengandung cukup karbohidrat minimal 3 hari sebelumnya, kemudian semalam sebelum hari

pemeriksaan harus berpuasa selama 8-12 jam. Setelah persiapan dalam keadaan berpuasa, pagi hari diambil contoh

darah, kemudian diberikan beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air. Contoh darah berikutnya diperiksa dua jam setelah

beban glukosa. Contoh darah yang diperiksa adalah plasma vena.

Prognosis

Prognosis bergantung dari perawatan antenatal, pertolongan persalinan dan perawatan di bangsal neonatus dan

pemantauan jangka panjang. Prognosis untuk hidup umumnya baik. Prognosis intelegensia yang normal tergantung dari
197

lama dan beratnya hipoglikemia dengan gejala, terutama bila diderita oleh bayi dengan BB lahir rendah dan BIDMG

cenderung menyebabkan intelegensia yang rendah apabila dibandingkan dengan hipoglikemia tanpa gejala.

Klasifikasi :
Klasifikasi berdasarkan “American College of Obstetricians and Gynecologists (1986)/ modifikasi
White.
Kelas Usia timbulnya Lamanya Penyakit Terapi
penyakit (tahun) vaskuler

A Setiap usia Tidak - diet


tentu
B > 20 < 10 - insulin
C 10 - 19 atau 10 - 20 - insulin
D < 10 atau > 20 retinopati insulin
benigna
F Setiap usia Tidak nefropati insulin
tentu
R Setiap usia Tidak nefropati
Tentu
proliferatif
H Setiap usia Tidak penyakit insulin
Tentu jantung

Indikasi pemeriksaan GTT dalam kehamilan


1. Adanya riwayat keluarga yang menderita DM
2. Pernah melahirkan bayi besar
3. Pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaan
4. Pernah abortus atau lahir mati
5. Obesitas
6. Hipertensi
7. DM
Komplikasi
Komplikasi pada ibu
1. Preeklamsi/eklamsi
2. Polio Hidramnion
3. Distosia
4. Perdarahan pasca salin
5. Infeksi saluran kemih
6. Kadar glukosa darah yang tidak terkendali
Komplikasi pada janin
1. Bayi besar
2. Kematian janin dalam rahim
3. Hipoglikemia
4. RDS
5. Kelainan kongenital
198

6. Hipocalcemia/magnesium dan trombositopenia, hiperbulinenia

Perawatan antenatal

1. Skreening pemeriksaan pada ibu hamil pada kunjungan pertama, hasil negative diulang pada
kehamilan 24 – 26 minggu.
2. Bila hasil positif pengawasan bersama dengan bagian penyakit dalam yang terkait (Gizi,
Anak).
Kendalikan kadar glukosa darah 2 jam pp < 120 mg % :
Pada kasus IDDM diberikan insulin RI yang dimulai dengan dosis rendah sampai optimal.
Umumnya dosis yang diperlukan adalah 0,7 - 1 U/kg/hari.
3. Tes urin tiap bulan.
4. Perawatan bersama dan pengawasan komplikasi yaitu kelainan ginjal, kelainan mata,
kelainan jantung.
5. Pemeriksaan kesejahteraan janin/profil biofisik.
6. Rawat pada kehamilan 24 minggu dengan komplikasi. Pasien IDDM tes tanpa kontraksi
dilakukan setiap hari. Pada pasien NIDDM tes tanpa kontraksi dilakukan 1 minggu sekali.
Pada pasien NIDDM bila tidak jatuh pada keadaan IDDM maka dilakukan perawatan secara
rawat jalan.

Indikasi untuk mengakhiri kehamilan

1. Preeklamsi
2. Asidosis
3. Kadar glukosa darah tak terkendali

Penentuan saat persalinan

- Pada pasien IDDM, persalinan elektif direncanakan pada usia kehamilan 38-39 minggu.
- Pada pasien NIDDM, dilakukan terminasi bila ada indikasi.

Penanganan persalinan

-Dengan mempertahankan diet dan dosis insulin diharapkan sebagian besar pasien melahirkan
pervaginam
- Pantau kadar glukosa darah dan berikan terapi bersama bagian Penyakit Dalam
- Pantau janin dengan kardiotokografi
- Pilihan jenis terminasi kehamilan misalnya seksio sesarea dilakukan hanya atas indikasi obstetri
ddengan memperhatikan komplikasi yang terjadi pada ibu (misalnya adanya hipertensi atau
kelainan mata) dan/atau komplikasi pada fetus (misalnya macrosomia, gawat janin)

Penanganan pasca persalinan

- Pantau keadaan umum dan kadar glukosa darah pascasalin.


- Menganjurkan menyusui
199

- Memberikan nasihat untuk pemilihan kontrasepsi

PENGELOLAAN KEHAMILAN DENGAN SUSPEK DIABETES MELITUS

Suspek DM

Riwayat : - Glikosuri
- Keluarga pasien DM - USG Janin besar
- Kematian Janin dalam rahim
- Cacat bawaan
200

- Bayi besar
- Obesitas
- Kandidiasis berulang

Tes glukosa oral 50 gram

1 jam setelah pemberian glukosa

<120 mg % >120 mg %

PNC rutin GTT

- Gula darah puasa normal - Gula darah - Gula darah


- GTT Abn puasa normal puasa Abn
- GTT Abn

Persalinan Ulang GTT DM kelas A DM kelas B-F


aterm setiap trimester
- Diet
- Pemeriksaan kadar glukosa
darah tiap 2 minggu

Tidak ada Ada


Komplikasi komplikasi

Rawat bersama Bag. Penyakit Dalam


Periksa : - Gula darah tiap hari - Fungsi Ginjal - NST/OCT/USG
- Analisa urine & Kultur - Pem. Retina

Normal Bila ditemukan salah


Satu keadaan dibawah ini :
-DM tidak terkontrol
-Hipertensi dalam kehamilan
Rawat di RS Awasi -Polihidramnion
Usia kehamilan > 34 minggu Gula darah -Gawat janin
di poliklinik -Makrosomia

Terminasi pada usia kehamilan


38 – 39 minggu Terminasi kehamilan

II.6.3 TBC PARU DALAM KEHAMILAN

Batasan : TBC paru adalah penyakit pada parenkhim paru yang disebabkan oleh M.
Tuberkulosis.

Diagnosis :
 Anamnesis : pernah kontak dengan pasien TBC, batuk kronis, batuk darah, nyeri dada,
keringat malam, berat badan menurun, demam
201

 Laboratorium: pemeriksaan BTA & kultur, LED sangat tinggi


 PPD : (+) jika > 10 mm
 Foto toraks: tidak rutin dikerjakan pada kehamilan. Jika diperlukan bila usia kehamilan <
7 bln harus mempergunakan pelindung perut..

Pengelolaan :

1. Rawat bersama dengan bagian penyakit dalam


2. Medikamentosa:
 Bila PPD positif tanpa kelainan radiologis ataupun gejala klinik diberikan : INH 400
mg selama 1 tahun
 Bila TBC paru (BTA +): 1R7H7E7 - 5-8 R2H2
 Rifampicin 450-600 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 600 mg 2X
seminggu selama 5-8 bulan
 INH 400 mgr/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 700 mg 2X seminggu selama 5
- 8 bulan
 Ethambutol 1000 mg/hr selama 1 bulan

3. Obstetri:
Kehamilan :
PNC teratur; kegiatan fisik dikurangi, istirahat cukup, diet TKTP, koreksi anemia

Persalinan:
Kala II diperpendek hanya atas indikasi obstetri

Pasca-salin :
 Bila TBC aktif bayi harus dipisahkan dari ibu, dan baru dapat menyusui paling
cepat bila ibu telah mendapat terapi anti tuberkulosis selama 3 minggu.
 Bayi: Terapi INH profilaksis & vaksinasi BCG
202

PENGELOLAAN KEHAMILAN DENGAN TBC


SUSPEK TBC

- Adanya riwayat kontak


- Faktor risiko : . sosek
. perumahan padat
- Gejala mencurigakan :
. batuk darah
. nyeri dada
. keringat malam
. BB turun
. demam

- Pemeriksaan Fisik Paru-paru


- PPD
- Lab
- Bila perlu torak foto

Hanya PPD + TB Paru aktif


(tanpa kelainan radiologis
ataupun gejala klinis)

INH RHE
12 bulan

PNC

Terminasi hanya Indikasi OB

II.6.4 ASMA BRONKHIAL DALAM KEHAMILAN


203

Batasan: Asma bronkhial adalah penyakit paru obstruktif yang melibatkan saluran
pernafasan besar atau kecil.

Etiologi: Adanya bronkhospasme yang diakibatkan oleh alergen spesifik, faktor inttinsik
kelelahan fisik atau komplikasi faktor-faktor tersebut.

Diagnosis:

 Anamnesis: sesak nafas tiba-tiba, riwayat serangan asma sebelumnya, riwayat atopi pada
keluarga
 Gejala utama: ekspirasi memanjang, wheezing
 Gejala lain: takhikardi, retraksi suprasternal dan sianosis
 Laboratorium: Ig E meningkat, eosinofil meningkat

Terapi :

Perawatan bersama bagian kebidanan dan penyakit dalam


1. Umum:
a. Cegah kontak dengan zat alergen
b. Terapi sinusitis, infeksi virus
c. Hindari merokok, aspirin, aktifitas fisik berlebih
d. Profilaksis: prednison jangka pendek, 30-50 mg/hr selama 4-7 hari setelah terjadi
ISPA

2. Khusus:
a. Status asmatikus:
 Rawat
 Oksigen 6-7 l/menit
 Koreksi dehidrasi dan keseimbangan elektrolit
 Analisis gas darah
 Dapat diberikan Aminofilin 0,25-0,5 g dalam 30 ml NaCl 0,9% bolus i.v
perlahan, dilanjutkan dengan tetes aminofilin 0,9 mg/kg/jam
 Hidrokortison suksinat100-200 mg i.v setiap 2-4 jam

b. Ringan sampai sedang:


 Dapat diberikan Epineprin (1:1000), 0,2-0,5 ml sub kutan. Dapat diulang
setiap 1-2 jam
 Jika epineprin tidak menolong, berikan aminopilin 0,25-0,5 g dalam 10-20
ml NaCl 0,9% bolus i.v perlahan, atau suposituria

3. Pengelolaan dalam persalinan


 Diusahakan persalinan pervaginam, bila perlu kala II diperpendek.
 Seksio sesarea dilakukan hanya atas indikasi obstetri.
204

II.7.1 LETAK SUNGSANG


205

Batasan : Kehamilan dengan anak letak memanjang dengan bokong/kaki sebagai bagian
terendah.

Klasifikasi :

1. Letak bokong murni


2. Letak bokong kaki
3. Letak kaki

Etiologi/Predisposisi :

Umumnya penyebab belum jelas, tapi ada beberapa faktor predisposisi :


 multiparitas
 bayi kembar
 hidramnion
 oligohidramnion
 hidrosefal
 anensefal
 letak sungsang pada kehamilan sebelumnya
 anomali uterus
 tumor-tumor dalam panggul

Diagnosis :

Diagnosis dengan pemeriksaan luar.

Pemeriksaan penunjang :

USG dilakukan pada usia kehamilan 32-34 minggu

Pengelolaan :

Dalam kehamilan :
Dilakukan versi luar pada usia kehamilan > 37 minggu (lihat bab versi luar)

Dalam persalinan :
 Bisa dicoba dilakukan VL (lihat bab VL)
 Bila VL tidak berhasil perhatikan keadaan sebagai berikut :
- panggul sempit
- anak mahal
- primi tua

- TBBJ > 3500 gram


- Presentasi kaki, kecuali TBBJ < 1800 gram

Bila didapatkan salah satu keadaan tersebut di atas, persalinan dilakukan perabdo-minam (SS).
206

Bila keadaan di atas tidak ada, persalinan direncanakan pervaginam dengan mem-perhatikan hal-
hal sebagai berikut :
1. Persalinan harus lancar
2. Awasi kemungkinan tali pusat menumbung pada ketuban yang sudah pecah.
3. Tetes oksitosin dibatasi hanya 1 labu.
4. Dilakukan penilaian skor Zatuchni. (lihat bab skor Zatuchni)

- Pada kala II

Cara persalinan dapat dilakukan :


 Persalinan spontan (Bracht)
 Manual aid, dalam keadaan tertentu dapat dilakukan :
- Ekstraksi bokong : bokong di Hodge IV
- Ekstraksi kaki
207

GRAVIDA DENGAN ANAK LETAK SUNGSANG

USG
Versi luar

Berhasil Tidak berhasil

Parturien

Versi luar

Berhasil Tidak berhasil.

Perhatian keadaan
di bawah ini :
Lihat pengelolaan - Panggul sempit
tersendiri - Anak mahal
- Primitua
- TBBJ > 3500 gr
- Presentasi kaki, kecuali TBBJ <1800 gr

Salah satu keadaan Keadaan di atas tidak ada

Seksio Observasi jalannya


sesarea persalinan

Lancar Penyulit

Pervaginam Seksio
sesarea

II.7.2 LETAK MUKA


208

Batasan : Kepala berada dalam defleksi maksimal.

Etiologi :

 panggul sempit
 bayi besar
 multiparitas
 lilitan tali pusat di leher
 pembesaran leher yang mencolok
 anencefal

Diagnosis :

Biasanya ditegakkan dalam persalinan


 Pemeriksaan luar :
- tonjolan kepala sepihak dengan bokong
- ditemukan sudut Fabre
- BJJ sepihak dengan bagian kecil

 Pemeriksaan dalam :
Teraba pinggir orbita, hidung, tulang pipi, mulut dan dagu

Engagement : bila bagian terendah sampai di station + 4

Pengelolaan :

Kala II setelah dipimpin mengedan 1 jam :


Bila dagu di depan : persalinan pervaginam (lahir spontan atau ekstraksi forsep)
Bila dagu tetap di belakang : seksio sesarea.
209

PARTURIEN DENGAN JANIN LETAK MUKA

Diagnosis
(kala II)

Dagu di depan Dagu di belakang

Pervaginam
-Spontan Dagu berputar Dagu tetap
-Ekstraksi forsep ke depan di belakang

Pervaginam Seksio sesarea


-Spontan
-Ekstraksi forsep

II.7.3 PERSALINAN DENGAN JANIN LETAK DAHI


210

Batasan :

Letak dahi adalah letak kepala dengan defleksi yang sedang.

Etiologi :

Hampir sama dengan etiologi letak muka

Diagnosis :

Ditegakkan dalam persalinan


 Pemeriksaan luar :
- Tonjolan kepala sepihak dengan bagian kecil
- BJJ sepihak dengan bagian kecil

 Pemeriksaan dalam :
Teraba sutura frontalis, ubun-ubun besar, pinggir orbita, dan pangkal hidung.

Pengelolaan :
Pada letak dahi janin tidak mungkin lahir pervaginam sehingga persalinan diakhiri dengan seksio
sesarea, kecuali bila janin sangat kecil (TBBJ < 1800 gram).

II.7.4 PERSALINAN DENGAN PRESENTASI


UBUN-UBUN KECIL DI BELAKANG
211

Batasan : Ubun-ubun kecil di belakang adalah suatu keadaan yang disebabkan karena kegagalan
rotasi interna.

Etiologi :

Kelainan panggul, kesempitan panggul tengah, ketuban pecah sebelum waktunya, fleksi kepala
kurang serta inertia uteri.

Kriteria diagnosis :

Kala II ubun-ubun kecil berada di belakang.

Penyulit :
 Kala II lebih panjang
 + 6-10 % pertolongan persalinan dilakukan secara operatif.

Terapi :
 Partus pervaginam
 Seksio sesarea, bila ada indikasi.
212

PERSALINAN PADA PRESENTASI MAJEMUK

Batasan : Presentasi dengan terabanya anggota badan (umumnya ekstremitas) di samping


kepala/bokong.

Etiologi :

Letak majemuk terjadi kalau pintu atas panggul tidak tertutup dengan baik oleh bagian depan_janin,
misalnya pada :
 multipara, karena kepala sering tinggi pada permulaan persalinan
 pada disproporsi sefalo-pelvik
 anak prematur
 hidramnion

Penyulit :

Gangguan putaran paksi, gangguan turunnya bagian terendah serta tali pusat menumbung.

Terapi :
 Pada tangan menumbung dicoba reposisi
 Partus buatan dilakukan atas indikasi.

II.7.6 PERSALINAN JANIN LETAK LINTANG


213

Batasan : Letak lintang adalah keadaan sumbu panjang janin tegak lurus terhadap sumbu panjang
ibu.

Etiologi : (Lihat letak sungsang).

Pengelolaan :
Kehamilan : dilakukan > 37 mg.
A. Versi luar : (lihat bab versi luar)

Persalinan :
Bila syarat terpenuhi dan tidak ada kontra indikasi dilakukan Versi luar : (lihat bab versi luar)

Bila tidak berhasil :

Pada janin hidup : seksio sesarea bila usia kehamilan > 28 mg.

Pada janin mati bila :

BB < 1700 gr : persalinan spontan dengan cara konduplikasio korpore dan evolusi spontan

dan bisa dibantu dengan traksi beban.


BB > 1700 gr : dilakukan embriotomi bila syarat terpenuhi dan harus dilakukan eksplorasi jalan lahir. Bila TBBJ >

2500 gram dan bagian terendah janin mati masih tinggi dilakukan seksio sesarea.
214

JANIN LETAK LINTANG

Kehamilan Persalinan

Versi luar Versi luar


-Usia kehamilan > 37 mg -Syarat terpenuhi tidak
dengan syarat terpenuhi ada kontra indikasi
dan tidak ada kontra indikasi

Berhasil Tidak berhasil Berhasil Tidak berhasil

Coba ulang versi luar Letak sungsang/


Letak kepala

Janin hidup usia Janin mati


Kehamilan > 28 mg
-seksio sesarea

TBBJ <1700 gram TBBJ >1700 gram TBBJ > 2500 gram
-Persalinan spontan -Embriotomi dan bagian terendah
bila syarat terpenuhi janin masih tinggi
-seksio sesarea

PERSALINAN JANIN KE-2 LINTANG


PADA GEMELLI
215

Pengelolaan :

Bila syarat terpenuhi dan tidak ada kontra indikasi dilakukan Versi luar : menjadi letak kepala atau
letak sungsang.

Bila VL berhasil dilakukan persalinan pervaginam


Bila VL tidak berhasil, janin hidup, dilakukan seksio sesarea.

PANGGUL SEMPIT

Batasan : Setiap kelainan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, sehingga
dapat menimbulkan distosia pada persalinan.
216

Klasifikasi : a. Kesempitan pintu atas panggul


b. Kesempitan panggul tengah
c. Kesempitan pintu bawah panggul

Kriteria Diagnosis :
a. Kesempitan pintu atas panggul :
Panggul sempit relatif : jika konjugata vera > 8,5 - 10 cm.
Panggul sempit absolut : jika konjugata vera < 8,5 cm

b. Kesempitan panggul tengah :


Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan radiologis
Panggul tengah mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis
posterior pelvis (normalnya 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm), mencapai < 13,5 cm. Bila diameter
interspinarum < 10 cm, atau dinding panggul konvergen, sakrum lurus atau konveks.

c. Kesempitan pintu bawah panggul


Bila arkus pubis < 90o, atau sudut lancip.

Pemeriksaan penunjang :

a. Tes Miller
b. Ultrasonografi : mengukur biometri janin

Pengelolaan :

 Pada kesempitan panggul tengah dan pintu bawah panggul dilakukan seksio sesarea.
 Pada panggul sempit relatif dilakukan partus percobaan
 Pada panggul sempit absolut, dilakukan seksio sesarea
217

PANGGUL SEMPIT

1. Pemeriksaan ginekologis
2. Pemeriksaan penunjang
- Ultrasonografi
- Radiologis
(hasil mengecewakan)

Kesempitan pintu Kesempitan Kesempitan pintu


atas panggul panggul tengah bawah panggul

Relatif Absolut
(konjugata vera (Konjugata vera < 8,5 cm)
8,5-10 cm)

Partus percobaan Seksio sesarea


Primer

Berhasil Gagal

Seksio sesarea

Persalinan berikut
dengan seksio
sesarea primer
218

PARTUS PERCOBAAN

Batasan : Persobaan persalinan pervaginam pada pasien dengan panggul sempit relatif. Dimulai
pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapat keyakinan bahwa
persalinan tidak dapat berlangsung pervaginam. Persalinan percobaan hanya dilakukan
pada presentasi belakang kepala.

Dengan demikian persalinan ini merupakan sesuatu tes terhadap kekuatan his dan daya akomodasi,
terutama moulage kepala janin pada keadaan ukuran panggul yang kurang baik. Partus percobaan
tidak boleh dilakukan pada kehamilan > 42 minggu.

Kriteria berhasil :
Anak lahir pervaginam, ibu dan anak baik

Kriteria gagal :
 Kala I : bila tidak ada kemajuan persalinan, pada kontraksi rahim yang adekuat
 Kala II : bila anak tidak dapat lahir pervaginam atau dapat lahir pervaginam, tetapi anak atau
ibu buruk.

Syarat partus percobaan :


Hanya dilakukan bila kontraksi rahim adekuat
Pemantauan persalinan dengan kardiotokografi

II.9 KELAINAN HIS


219

Batasan :

Inersia hipotonik : kontraksi uterus terkordinasi, tapi tidak adekuat


Inersia hipertonik : kontraksi uterus tidak terkordinasi, kuat tapi tidak adekuat.
His adekuat : his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan.
 Klinis : dalam 10 menit terdapat 3 kali kontraksi rahim, lamanya 40-60
detik, sifatnya kuat.
 KTG : kontraksi 3 kali dalam 10 menit, lamanya 40-60 detik, dengan tekanan
intrauterin 40-60 mmHg.

Etiologi :

Inersia uteri hipotonik :

Penggunaan analgesi terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan posisi regangan
dinding rahim (hidramnion, gemelli), perasaan takut dari ibu.

Inersi uteri hipertonik :

Dosis oksitosin berlebih.

Penyulit :

1. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau jejas kelahiran.


2. Kemungkinan infeksi bertambah, yang juga menyebabkan kematian anak meninggi.
3. Kelelahan ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya nadi naik, suhu meninggi, asetonuri, nafas cepat,
meteorismus dan turgor berkurang.

Terapi

Infus harus diberikan bila partus lebih lama dari 18 jam, untuk mencegah timbulnya gejala-gejala di
atas.
Inersia uteri hipotonis : kalau ketuban positif, lalukan amniotomi + tetes oksitosin.
Inersia uteri hipertonis: (lihat bab pengelolaan resusitasi intra uterin).
220

KELAINAN HIS

Kriteria penilaian : Etiologi :

1. Kemajuan persalinan - Penggunaan analgesi terlalu cepat


2. Sifat his : - Kesempitan panggul
- frekuensi - Letak defleksi
- kekuatan - Kelainan posisi
- lama - Regangan dinding rahim
3. Besarnya caput (hidramnion, gemelli)
succedaneum - Perasaan takut ibu

Inersia uteri

Hipotonik Hipertonik

Amniotomi + Resusitasi intrauterin


tetes oksitosin (lihat bab resusitasi intrauterin)

Berhasil Tidak berhasil

Pervaginam Seksio sesarea

II.10. KETUBAN PECAH DINI


221

Batasan : Ketuban pecah dini adalah robeknya selaput khorioamnion dalam kehamilan (sebelum
onset persalinan berlangsung)
Dibedakan : - PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) :
Ketuban pecah pada saat usia kehamilan belum aterm.
- PROM (Premature Rupture of Membranes) :
Ketuban Pecah Sebelum Onset persalinan berlangsung
pada pasien dengan usia kehamilan > 37 mg.

Kriteria diagnosis :

 Umur kehamilan > 20 minggu


 Keluar cairan ketuban dari vagina
 Pemeriksaan spekulum : terlihat cairan ke luar dari ostium uteri eksternum
 Kertas nitrazin merah akan jadi biru
 Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa

Diagnosis banding

 Fistula vesikovaginal dengan kehamilan


 Stress inkontinensia

Pemeriksaan Penunjang

USG : menilai jumlah cairan ketuban, menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, dan.letak
plasenta

Pengelolaan

a. Konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun janin), pada
umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat selama 2 hari.

Selama perawatan dilakukan :

1. Observasi kemungkinan adanya amnionitis/tanda-tanda infeksi


 Ibu : suhu >380C, Takikardi Ibu, lekosit, tanda-tanda infeksi intra uterin, rasa nyeri pada
rahim, sekret vagina purulen
 Janin : takikardi janin
2. Adanya tanda persalinan
3. Pemberian antibiotika (Ampicilin 4x500 mg atau Eritromisin 4x500 mg dan Metronidazole
2x500 mg ) selama 3-5 hari
4. Ultrasonografi
5. Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru janin (lihat BAB
Persalinan Preterm)
222

Kriteria diagnosis amnionitis :

1. Febris
2. Lekositosis
3. Takhikardi
4. Cairan ketuban mungkin berbau

b. Aktif

1. Pengelolaan aktif pada KPSW dengan umur kehamilan 20-28 minggu dan > 37 minggu.
2. Ada tanda-tanda infeksi
3. Inpartu
4. Gawat janin.

Penyulit

 Infeksi, sepsis
 Kematian janin karena infeksi atau prematuritas
223

KPSW

Umur kehamilan

20 - <28 mg 28-36 mg > 37 mg

Aktif Konservatif Aktif


rawat 2 hari

Tanpa komplikasi - His (+)


lain - Infeksi
- Gawat janin

Pulang dengan saran :


-tidak melakukan coitus/ Aktif
irigasi vagina
-segera kontrol bila ada
tanda-tanda infeksi/gerak janin berkurang
-kick count test

PNC tiap minggu


sampai 37 mg

II.11 KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM


224

Kriteria diagnosis :

Tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam rahim.

Etiologi :

Kelainan chromosom, infeksi, diabetes, gemelli. anomali organ reproduksi, Rhesus iso-
imunisasi, insufisiensi plasenta, trauma psikis/fisik, tidak diketahui.

Pemeriksaan penunjang :

USG : ditemukannya tanda-tanda kematian janin


Dilakukan pemeriksaan Lab terhadap kemungkinan gangguan pembekuan darah (DIC).

Pengelolaan :

 Lahirkan janin. (lihat bab terminasi kehamilan)

Penyulit :

 Oleh karena penyakit/gangguan pembekuan darah


 Komplikasi tindakan

II.12 INFEKSI INTRAUTERIN


DALAM KEHAMILAN DAN PERSALINAN
225

Batasan : Infeksi rahim (korioamnionitis, amnionitis, infeksi intraamnion) yang terjadi dalam
kehamilan atau persalinan, yang ditandai oleh suhu tubuh meningkat (>38oC),
lekositosis dan sisa cairan ketuban yang berbau busuk atau keruh.

Faktor predisposisi :

 Ketuban pecah dini


 Distosia / partus lama
 Pemeriksaan dalam terlalu sering
 Anemia
 Kurang gizi
 Servisitis
 Vaginitis

Terapi:

 Pemberian antibiotika yang berspektrum luas


 Pengakhiran kehamilan
 Persalinan sedapat mungkin pervaginam
 Seksio Sesarea hanya atas indikasi Obstetri.
 Bayi dapat menyusui dan rawat gabung bila syarat terpenuhi
 Observasi kemungkinkan adanya sepsis pasca-salin.

Penyulit :

 Sepsis / syok septik


 Perdarahan pasca-salin
 Sub-inovulasi rahim
 Luka episiotomi / operasi terbuka

II.13 RUPTURA UTERI

Batasan : Robeknya dinding rahim, pada saat kehamilan atau persalinan dengan atau tanpa
robeknya peritoneum.
226

Klasifikasi :

1. Ruptura Uteri Komplit :


kalau semua lapisan dinding rahim robek.

2. Ruptura uteri inkomplit : kalau perimetrium masih utuh.

Predisposisi :

1. Luka robekan uterus sebelum terjadinya kehamilan sekarang.

 Seksio sesarea atau histerotomi.


 Histerorafi.
 Miomektomi.
 Reseksi kornu.
 Metroplasti.
 Trauma oleh alat pada saat tindakan/pertolongan abortus (sonde,kuretase).

2. Cidera uterus pada saat kehamilan sekarang:


A. Sebelum Persalinan :
 Trauma luar : tajam atau tumpul.
 Versi luar

B. Saat Persalinan

 Pemberian oksitosin/prostaglandin
 Ekstraksi forseps
 Tindakan embriotomi
 Tindakan Kristeller/dorongan pada fundus yang berlebihan.
 Hidrosefalus, sehingga segmen bawah sangat teregang
 Disproporsi sefalopelvik

Kriteria Diagnosis :

 adanya faktor predisposisi


 nyeri perut mendadak dengan tanda-tanda adanya perdarahan intraabdominal.
 pendarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak
 syok dengan gambaran klinis yang biasanya tidak sesuai dengan jumlah darah yang ke luar,
karena adanya pendarahan intra abdominal.
227

 kadang-kadang disertai sesak nafas/nafas cuping hidung atau nyeri bahu.


 his negatif
 bagian janin teraba langsung di bawah kulit dinding perut.
 bunyi jantung janin tidak terdengar.
 urin bercampur darah

Diagnosis banding

 akut abdomen pada kehamilan abdominal lanjut

Pemeriksaan penunjang :

 Hb dan hematokrit.

Penyulit :

 Sepsis
 Luka yang meluas sampai ke kandung kencing dan vagina.
 Hematom pada daerah parametrium
Syok - irreversibel.

Terapi :

a. Atasi syok dengan segera, berikan infus cairan intravena, transfusi darah, oksigen dan
antibiotika.
b. Laparotomi
Tindakan histerektomi atau histerorafi bergantung pada bentuk, jenis dan luas robekan
228

Ruptura uteri inkomplit :

 Nyeri perut mendadak


 Tidak jelas ada tanda perdarahan intraabdominal
 Perdarahan pervaginam
 Dapat terjadi syok
 His bisa ada/tidak ada
 BJJ bisa +/-
 Bagian janin tidak teraba langsung di bawah dinding perut
 Urine bisa bercampur darah
 Pada eksplorasi rahim setelah janin lahir terdapat robekan dinding rahim tanpa ada robekan
perimetrium.

Terapi :

 Atasi syok bila ada


 Laparotomi
Tindakan histerektomi atau histerorafi bergantung pada bentuk, janin dan luas robekan.

II.14. PERSALINAN DENGAN RIWAYAT SEKSIO SESAREA


229

Batasan :

Persalinan dengan riwayat kehamilan yang lalu dengan Seksio sesarea.

Klasifikasi :

I. Jenis SS yang lalu : - SSTP


- Klasik (korporal)

II. Jumlah SS yang lalu : - 1 kali


- 2 kali

Diagnosis :

Dari anamnesis dan pemeriksaan diketahui yang bersangkutan pernah mengalami SS sebelumnya.

Pengelolaan :

Bila indikasi SS yang lalu adalah penyebab yang tetap seperti panggul sempit, maka dilakukan SS
primer pada umur kehamilan 37 mg.

Bila diketahui SS yang lalu korporal (klasik) dilakukan SS primer pada umur kehamilan 37 mg
Bila SS sudah dilakukan sebanyak 2 kali dilakukan SS primer pada umur kehamilan 37 mg +
sterilisasi

Pada persalinan :

Kala I.
Bila terjadi inersia uteri hipotonik, dilakukan amniotomi , observasi his, bila tidak ada per-baikan,
dilakukan SS.

Kala II.

 Pimpin mengedan selama 1/4 jam.


 Bila tidak ada kemajuan dilakukan partus buatan
 Bila ada kemajuan, bisa dipimpin lagi 1/4 jam
 Bila belum lahir, dilakukan partus buatan.

Ii.15.1 PERDARAHAN PASCASALIN

Batasan : Perdarahan pasca salin adalah perdarahan yang lebih dari 500 ml yang terjadi setelah
janin lahir.
230

Klasifikasi

a. Perdarahan pasca salin dini yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah janin
lahir.
b. Perdarahan pasca salin lambat yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam setelah janin bayi
lahir.

A. Perdarahan pasca salin dini


Etiologi :
 Atonia uteri
 Perlukaan jalan lahir
 Retensio plasenta/sisa plasenta
 Gangguan pembekuan darah

Kriteria diagnosis
Atonia uteri :
 Kontraksi rahim buruk
 Perdarahan banyak
 Tidak ada perlukaan jalan lahir
 Tidak ada sisa plasenta
 Dapat disertai tanda-tanda syok hipovolemik

Perlukaan jalan lahir :


 Perdarahan banyak
 Umumnya kontraksi rahim baik, kecuali pada robekan rahim

Sisa plasenta :
 Perdarahan
 Kontraksi baik
 Pada pemeriksaan teraba sisa plasenta

Gangguan pembekuan darah :


 Kontraksi baik, tidak ada perlukaan jalan lahir, tidak ada sisa jaringan
 Terdapat gangguan faktor pembekuan darah
231

Pemeriksaan penunjang
 Hemoglobin, hematokrit
 Faktor pembekuan darah
 Waktu perdarahan
 Masa pembekuan
 Trombosit
 Fibrinogen

Terapi

 Segera setelah diketahui perdarahan pasca salin, tentukan ada syok atau tidak, bila ada segera
berikan tranfusi darah infus cairan, kontrol perdarahan dan berikan oksigen.
 Bila syok tidak ada, atau keadaan umum telah optimal, segera lakukan pemeriksaan untuk
mencari etiologi.
a. atonia uteri
b. luka jalan lahir
c. retensio plasenta/sisa plasenta
d. gangguan pembekuan darah

a. Atonia uteri
Masase uterus bersama-sama dengan pemberian oksitosin dan ergometrin intravena, atau
prostaglandin parenteral. Bila ada perbaikan dan perdarahan berhenti, oksitosin atau
prostaglandin perinfus diteruskan.
Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual.
Bila tetap tidak berhasil, lakukan laparotomi, kalau mungkin lakukan ligasi arteri uterin atau
hipogastrika (khusus untuk pasien yang belum punya anak), bila tidak mungkin lakukan
histerektomi.

b. Luka Jalan Lahir


Segera lakukan penjahitan atau laparotomi pada ruptura uteri.

c. Retensio plasenta/sisa plasenta.


Bila plasenta belum lahir, plasenta dilahirkan dengan tarikan pada tali pusat/secara manual.
Bila tidak berhasil dan ada persangkaan plasenta akreta dilakukan histerektomi. Bila hanya
sisa plasenta, lakukan pengeluaran secara digital atau kuretase.

d. Gangguan pembekuan darah


Rawat bersama dengan bagian penyakit dalam.
Transfusi darah segar, kontrol D.I.C dengan heparin.

Penyulit

 Syok irreversibel
 D.I.C.
 Sindrom Sheehan
Patologi anatomi
232

Uterus yang diangkat (bila ada sangkaan plasenta akreta) diperiksakan ke Bagian PA

B. Perdarahan pada masa nifas


Etiologi :

Sisa plasenta

Kriteria diagnosis
 Perdarahan berulang dan tetap.
 Pemeriksaan fisik, kadang-kadang pasien febris, nadi cepat dan syok.
 Pemeriksaan obstetri, fundus uteri masih tinggi, subinvolusi.
 Uterus lembek dan nyeri tekan bila ada infeksi, teraba ada sisa plasenta dalam kavum uteri.

Pemeriksaan penunjang
 Hb, Ht, Lekosit
 USG untuk melihat sisa plasenta.

Terapi

1. Uterotonika.
2. Antibiotika berspektrum luas
3. Transfusi darah bila perdarahan banyak
4. Kemudian lakukan kuretase dan bila tidak berhasil, lakukan penatalaksanaan atonia uteri.

Penyulit

Syok irreversibel

Lama perawatan

 Bila dapat diatasi selama 5-6 hari


 Bila dilakukan tindakan operatif 7 - 10 hari.

Patologi anatomi

Bila ada sangkaan plasenta akreta.


233

PERDARAHAN PASCA SALIN

- Berikan cairan intravena dan transfusi darah


- Berikan oksitosin

Pelepasan Plasenta

Plasenta terlepas Retensio plasenta

Pem. kontraksi uterus


Inspekulo

Diagnosis - Manual plasenta


- Uterotonik
Atonia Uteri - Antitbiotika
- Uterotonika
- Masase uterus Perdarahan
- Kompresi bimanual
+ -
masih ada tidak ada ?
Perlukaan Jalan Lahir
- Penjahitan luka serviks/vagina Monitor
kondisi
pasien
Ruptura Uteri Perdarahan
- Laparotomi
+ -
masih ada tidak ada ?
Gangguan Pembekuan Darah
- Tes laboratorium
- Berikan darah segar

Sisa Plasenta
- Kuretase
Histerektomi

II.15.2 INFEKSI NIFAS


234

Batasan : infeksi alat genital dalam masa nifas yang ditandai dengan meningkatnya suhu > 38 oC
yang terjadi selama 2 hari berturut-turut dalam waktu 10 hari pertama pasca salin, kecuali
24 jam pertama pascasalin.

Faktor predisposisi antara lain :

1. Partus lama
2. Ketuban pecah sebelum waktunya
3. Persalinan traumatis
4. Pelepasan plasenta secara manual
5. Infeksi intra uterin
6. Kandung kencing
7. Anemia
8. Pertolongan persalinan yang tidak steril

Diagnosis :
Klinis :
 Febris
 Nadi cepat
 Nyeri perut bagian bawah
 Sub-inovulasi rahim

Inspekulo : Lokhia berbau


PD : uterus dan parametrium nyeri pada perabaan

Pemeriksaan penunjang :

 kultur bakteri aerob dan anaerob dari bahan yang berasal dari serviks, uterus dan darah
 faktor-faktor pembekuan darah
 USG jika dicurigai adanya abses

Terapi :

 Antibiotik spektrum luas


 Selanjutnya pemberian tergantung hasil kultur dan resis-tensi
 Jika tidak ada perbaikan dalam waktu 72 jam, pikirkan ke-mungkinan thrombophlebitis
pelvic, abses dan septik emboli
 Septik emboli walaupun jarang terjadi tapi merupakan komplikasi yang paling
berbahaya. Hal ini perlu diper-timbangkan jika tidak ada respon terhadap pemberian
antibiotik dan adanya nyeri dada akut/manifestasi paru lainnya.

 Bila ada abses harus dilakukan insisi dan drainase. Jika abses Dauglas lakukan
kolpotomi posterior disertai pe-masangan drain.Jika abses terdapat intra abdomen
lakukan laparotomi. Jika uterus terlibat dan merupakan fokus infeksi, terutama pada
kasus persalinan dengan seksio sesarea dan terdapat dehisensi luka lakukan histerektomi
235

 Syok septik ditandai oleh suhu tinggi, status kardio-vaskuler tidak stabil, penurunan
lekosit.
Pengobatan : rawat di ICU, O2, penggantian cairan, tranfusi darah, antibiotik,
kortikosteroid, vasopresor/ digitalis serta anti koagulan jika diperlukan.

KHUSUS
1. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
dr. H.B. Hafied, dr. H.M.M. Palisuri, SpOG

BATASAN :
236

Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu begitu hebat dimana
segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan, sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan
sehari-hari, berat badan menurun, dehidarasi, terdapat aseton dalam urin, bukan karena penyakit seperti apendisitis,
pielitits dsb.(1)

ETIOLOGI : Tidak jelas(2)

KLASIFIKASI : (2,3,4)
Secara klinis dibedakan atas 3 tingkat
1. Tingkat I : muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman, berat
badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan sedikit
empedu kemudian hanya lendir, cairan empedu dan terakhir keluar darah. Nadi
meningkat sampai 100 x/menit dan tekanan darah sistole menurun. Mata cekung dan
lidah kering, turgor kulit berkurang, urine masih normal.

2. Tingkat II : Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan , haus hebat,
subfebril, nadi cepat dan lebih 100 - 140 x/menit, tekanan darah sistole lebih rendah
80 mm Hg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus (+), aseton (+), bilirubin (+),
berar badan turun cepat.

3. Tingkat III : Gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, ikterus (+),
sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin (+), proteinuria.
237

DIAGNOSIS : (2,3)
1. Amenorea yang disertai muntah hebat (segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan), pekerjaan sehari-hari
terganggu, haus hebat.
2. Fungsi vital : nadi meningkat 100 x/menit, tekanan darah turun pada keadaan berat subfebril dan gangguan
kesadaran (apatis-koma),
3. Fisis : dehidrasi, keadaan berat, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan turun. VT porsio lunak, uterus besar
sesuai besarnya kehamilan.
4. Laboratorium : kenaikan relatif Hb dan Hm, shift to the left, benda keton (+) dan proteinuria.

PENATALAKSANAAN : (2,3)
1. Rawat di Rumah Sakit, batasi pengunjung.
2. Stop per oral 24 - 48 jam
3. Infus glukosa 10 % atau 5 % : RL = 2 : 1, 40 tetes per /menit
4.  Vitamin B1, B2, B6 masing-masing 50 - 100 mg per/hari/infus
 Vitamin B12 200 mcg/hari/infus, vit. C 200mg/hari/infus.
 Phenobarbital 30 mg im 2 - 3 x/hari ATAU Chlorpromasime 25 - 50 mg/hari im ATAU Diazepam 5
mg 2 - 3 x/hari im.
 Antiemetik : Prometazine (Avopreg) 2-3 x 25 mg/hari p.o, ATAU Prochlorperazine (Stimetil) 3x3
mg/hari p.o, ATAU Mediamer B6 3x1/hari p.o.
 Antasida : Acidrine 3x1 tab/hari p.o ATAU Mylanta 3x1 tab/hari p.o ATAU Magnam 3x1 tab/hari p.o

5. Diet :
a. Diet Hiperemsis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya berupa roti kering dan
buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini
kurang dalam semua zat-zat gizi, kecuali vitamin c, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.
b. Diet Hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang, Secara berangsur mulai diberikan
bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini
rendah dalam semua zat-zat gizi kecuali vitamin A dan D.
c. Diet Hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan
penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi
kecuali kalsium.

2. ABORTUS
238

dr. Rudianto HP, dr. Retno B. Farid, SpOG

BATASAN:
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dan sebagai
(1,2,3,4)
batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang 20 minggu.
Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri.
Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah
membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.
Abortus membakat adalah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih
tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
“Missed abortion” adalah abortus dimana embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan
20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih
Abortus habitualis adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau lebih.1
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia .
Abortus septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebaran kuman atau toksin kedalam peredaran darah atau
peritoneum.(2)
KLASIFIKASI :
I. Menurut terjadinya dibedakan atas : (1,5,6)
1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja.
2. Abortus provokatus (induksi abortus) hanya dibolehkan bila bertujuan menjaga kesehatan fisik, mental serta
kehidupan ibu hamil.(7) Abortus yang disengaja ini dapat bersifat murni medisinalis, tetapi dapat pula
bersifat medisinalis kriminalis tergantung dari pelaku abortusnya yang dibedakan antara :
a. Abortus provokatus medisinalis ( terapeutik ) yaitu abortus yang dilakukan atas indikasi medis.
b. Abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan tanpa indikasi medis.

II. Menurut gambaran klinis, dibedakan atas : (1,2,3,4,5,6)


1. Abortus membakat
2. Abortus insipiens
3. Abortus inkomplit
4. Abortus komplit
5. Missed abortion
Disamping itu dikenal pula abortus habitualis, abortus infeksiosa dan abortus septik.

ETIOLOGI : (2,4,6)
1. Kelainan telur (ovum yang patologik )
2. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
3. Kelainan pada plasenta
239

4. Kelainan traktus genitalis


5. Penyakit ibu.

DIAGNOSIS : (1,2)
1. Adanya amenore pada masa reproduksi dengan hasil tes kehamilan positif/pernah positif
2. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi
3. Rasa sakit atau keram perut pada daerah atas simfisis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG : (1)
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan laboratorium : tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan, waktu perdarahan, trombosit,
dan kadar fibrinogen pada “missed abortion”, pemeriksaan lain yang diperlukan untuk melacak abortus
habiatualis seperti HSG, Toksoplasmosis, GDS, hormonal.

PENATALAKSANAAN :
Penatalaksanaan abortus tergantung dari jenis abortusnya :
Diagnosis Gejala klinis Penatalaksanaan
1. Abortus  Amenore  Tirah baring minimal 2X24 jam
membakat  Tanda -tanda hamil muda  Fenobarbital 3X30 mg/hari kalau perlu
 Perdarahan pervaginam sedikit
 Nyeri/mules
 Ostium uteri internum tertutup
 USG : kantung gestasi utuh

2. Abortus  Perdarahan pervaginam  Kehamilan  12 minggu bila diterapi


insipiens  Nyeri/mules lebih sering/kuat sesuai abortus komplit,bila inkomplit di
 Ostium uteri terbuka, ketuban terapi sesuai ab.inkomplit.
menonjol  Kehamilan < 12 minggu bila komplit
 Hasil konsepsi masih utuh dalam diterapi sesuai abortus komplit, bila
uterus inkomplit diterapi sesuai ab. Inkomplit

3. Abortus  Perdarahan pervaginam banyak  Perbaiki keadaan umum


inkomplit  Nyeri, kadang disertai syok  Kosongkan uterus dengan kuret
 Ostium uteri terbuka  Amoxycillin 3X500mg/oral / hari 5 - 7
 USG : kantung gestasi tidak utuh hari/oral
,sisa hasil konsepsi  Metyhl ergometrin 3X1/oral /hari 5 hari
 Hematinik

4. Abortus komplit  Perdarahan pervaginam sedikit  Methyl ergometrin 3X1/hari


 Hasil konsepsi sudah keluar  Hematinik
 Uterus kecil
 Ostium uteri tertutup

5. ”Missed  Perdarahan  Periksa CT,BT, Trombosit, Fibrinogen,Hb


abortion”  Keluhan kehamilan hilang dan leukosit normal, transfusi darah
 Tinggi fundus uteri menetap, bahkan  Dilatasi serviks
mengecil  Bila kehamilan  12 minggu lakukan kuret
 Tes kehamilan ( - )  Bila kehamilan > 12 minggu diberikan
240

 Kadang disertai fluor warna coklat tetesan Oksitosin 20 -30u dalam 500cc
 USG : janin mati Dextrose 5% mulai 20 tetes/menit bila
tidak timbul kontraksi uterus, dosis
dinaikkan 10 u tiap 30 menit tanpa
mengubah kecepatan tetesan sampai
timbul kontraksi uterus dan ini
dipertahankan, dosis tertinggi 140 u
 Bila dengan dosis tersebut tidak
berhasil,diulangi lagi setelah istirahat 24 -
48 jam. (7)

6. Abortus  Abortus yang terjadi 3 kali 


Pada inkompetensi serviks dapat dilakukan
habitualis berturut-turut atau lebih operasi menurut Shirodkar atau Mac
Donald.(2)
 Terapi dengan hormon progesteron,tiroid
bila kekurangan hormon ini.(2)
 Toksoplasmosis diterapi dgn Spiramisin 50
- 100 mg/kgBB/hari. (8)
 Diabetes melitus ( lihat penatalaksanaan
DM dalam kehamilan)
7. Abortus  Adanya tanda-tanda infeksi genitalia  Procaine PenicillineG 1 juta unit /6
infeksiosa seperti panas, takikardia, perdarahan jam im
pervaginam yang berbau, uterus besar  Streptomycin 0,5 gr/12jam IM
lunak, nyeri tekan dan leukositosis  Bila tidak syok,kuret 24 jam kemudian
 Bila syok/perdarahan
(N>120X/menit),infus RL, transfusi darah
dilanjutkan kuret
 Bila ada tanda-tanda resistensi
PP,dilakukan biakan darah dan tes
kepekaan

8. Abortus septik  Gejala seperti abortus infeksiosa  Periksa biakan darah dan tes kepekaan
hanya lebih berat, demam lebih  Procaine PenicillineG 10 juta unit/6 jam
tinggi, peritonitis, nadi lebih cepat, im
tensi lebih rendah bahkan sampai  Streptomycin 0,5 gr/12jam IM
syok  Metronidazol 0,5gr/infus dilanjutkan 1
gr/oral, kemudian 3 X 0,5 gr/oral/hari ( 5
hari )
 Bila perdarahan terus, segera kuret
 Bila tidak berdarah,kuret 6 jam setelah
pemberian obat
 Dilakukan histerektomi total bila gagal
kuret, infeksi oleh Cl. Welchii, ada tanda-
tanda perforasi uterus, kerusakan alat
abdomen. (9)
Abortus septik dengan syok lihat penatalaksanaan septik syok.

PERAWATAN RUMAH SAKIT :


Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM (10)
Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang kerumah. Kecuali bila ada komplikasi
seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi. Tujuan perawatan untuk mengatasi
241

anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menanda tangani surat persetujuan
tindakan.(1)

PENYULIT : (1,2,6)
1. Anemia:Biasanya anemia post hemoragi,diatasi dengan transfusi darah bila Hb < 8 gr%
2. Infeksi :Kasus abortus yang datang dalam keadaan infeksi harus mendapat perlindungan antibiotik dulu sebelum
dikuret
3. Perforasi : Untuk mencegahnya: pemberian uterotonik, sondase uterus, kuretase secara sistimatis dan “lege artis”
4. Syok

LAMA PERAWATAN :
Setelah kuretase pasien tidak perlu dirawat, kecuali bila ada komplikasi. (1)

3. KEHAMILAN EKTOPIK
dr. Helida Abbas, dr. IMS. Murah Manoe, SpOG

BATASAN :
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana ovum yang telah dibuahi tidak berinplantasi ditempat yang biasa,
tetapi berinplantasi diluar endometrium kavum uteri (1). Bila Kehamilan Ektopik tersebut berakhir dengan abortus
atau ruptur disebut Kehamilan Ektopik Terganggu (2)

ETIOLOGI : (3)
Kerusakan tuba dapat disebabkan :
 Inflamasi
 Infeksi
 Pembedahan

LOKASI : (1,2)
 Kehamilan tuba (95% - 98% dari seluruh Kehamilan ektopik).
 Kehamilan ovarium
 Kehamilan intraligamenter
 Kehamilan abdominal
 Kehamilan ektopik pada uterus

DIAGNOSIS :
242

1. Anamnesis dan gejala klinis.


Trias klasik Kehamilan ektopik yaitu :
 Terlambat haid (amenore)
 Nyeri perut suprapubik
 Perdarahan pervaginam berupa bercak.
Tes kehamilan positif (+) membantu diagnosis. Nyeri bisa dirasakan bilateral atau unilateral atau hanya perut
bagian bawah. Berat ringannya nyeri tergantung pada jumlah darah yang terkumpul dalam peritonium.
Ditemukan nyeri ketok, mungkin ringan atau berat bahkan mungkin ditemukan nyeri bahu menunjukkan
bahwa perdarahan peritonium telah mengiritasi diafragma (1, 2,4).
2. Pemeriksaan fisis .
 Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor didaerah adneksa
 Adanya tanda-tanda syok hipovolemik yaitu, hipotensi, takikardi, pucat dan ekstremitas dingin.
 Adanya tanda-tanda abdomen akut yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding
abdomen.
 Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dengan spekulum : ada fluksus sedikit.
Pemeriksaan dalam :
 Serviks teraba lunak
 Nyeri goyang serviks (+)
 Kanan/kiri uterus : Nyeri pada perabaan dan dapat teraba massa tumor
 Kavum douglasi bisa menonjol, nyeri tekan (+).
3. Pemeriksaan penunjang
 Labotratorium : Hb, leukosit dan ß HCG
 USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya kantung kehamilan diluar kavum uteri.
- Adanya massa komplek dirongga panggul
 Kuldosentesis  untuk mengetahui adanya daerah dalam kavum douglas.
 Laparoskopi diagnosis.
DIAGNOSIS BANDING : ( 1,2,4)
 Radang panggul
 Kista ovarium pecah dan mengalami perdarahan
 Torsi kista ovarium
 Abortus iminens
 Endometriosis
 Apendisitis
Konsultasi  bila perlu ke bagian bedah.
243

PENATA LAKSANAAN : (1,2,3)


 Perbaiki keadaan umum
 Kehamilan ektopik dengan gejala klinis jelas + pemeriksaan penunjang (+) siapkan laparotomi
 Curiga Keamilan ektopik, dilakukan observasi dan USG, bila (+)  laparoskopi .
 Hasil laparoskopi, bukan hamil ektopik  konservatif.
 Bila laparoskopi Kehamilan ektopik  laparotomi/tindakan sesuai tempat kejadian
 Laparotomi bila ,
 Kehamilan tuba, lakukan salpingektomi
 Kehamilan ovarium, lakukan ovarial kistektomi
 Kehamilan abdominal, keluarkan anak saja dan plasenta di tinggalkan.
 Kehamilan serviks, lakukan kuret, tampon atau ligasi arteri hipogastrika, bila anak cukup
histerektomi total.
244

SKEMA PENATALAKSANAAN KEHAMILAN EKTOPIK

CURIGA KEHAMILAN EKTOPIK

Gejala Klinis  Lab. Hb. Hm. Leuko.gol Tidak jelas


 Amenore darah Gejala klinis
 Nyeri abdomen  Tes kehamilan
suprapubik  USG
 Perdarahan bercak  Laparoskopi Observasi
GK & USG

Laparotomi tindakan
Sesuai tempat kejadian KEHAMILAN EKTOPIK Laparoskopi

Bukan hamil
ektopik

TUBA OVARIUM ABDOMINAL/ Konservatif

SERVIKS
Hamil Hamil
Interstisial Tuba kontra Lekat dengan Tidak lekat lanjut muda
kornu lateral tuba dengan tuba

Tuba kontra Keluarkan anak Anak cukup mau


Tidak Baik lateral saja tinggalkan tidak mau anak
baik plasenta anak

Salpingektomi
dg ovarial Reseksi baji
Anak cukup Anak ooforektomi
tidak mau tidak ada kistektomi Histerekto
anak mi

Reseksi kornu Masih Anak mau tidak Kuret+tampon


histerektomi mau tidak anak mau ligasi A
anak ada anak hipogastrika

Tubektom
Slpingektomi Slpingektomi Tuba i
Bilateral Unilateral dibiarkan

Salpingostomi Salpingostomi
Slpingektomi Slpingektomi
parsial Unilateral
245

4. MOLAHIDATIDOSA
dr.Efendi Lukas, dr.H.A.Arifuddin Djuanna, SpOG

BATASAN :
Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan
disertai dengan degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik(1,2).

PATOFISIOLOGI :
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas. Pertama teori missed
abortion : Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion), karena itu terjadi gangguan peredaran
darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Kedua teori neoplasma dari Park yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel
trofoblas, yang mempunyai fungsi abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili
sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematia mudigah 3.

GEJALA KLINIK : (1,2,3)


 Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan. Perdarahan ini bisa intermitten, sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya penderita
mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia.
 Hiperemesis gravidarum
 Tanda-tanda preeklampsia pada trimester I
 Tanda-tanda tirotoksikosis
 Kista lutein unilateral/bilateral
 Umumnya uterus lebih besar dari usia kehamilan
 Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan anak, balotemen negatif kecuali pada mola parsial

PEMERIKSAAN PENUNJANG : (1,2,3)


 Foto toraks
 Pemeriksaan hCG urin atau serum
 Ultrasonografi
 Uji sonde menurut Hanifa. Sonde masuk tanpa tahanan dan dapat diputar 360 dengan deviasi sonde kurang
dari 10
 T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis

PENANGANAN :
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 3 tahap yaitu :
246

1. Perbaikan keadaan umum(4,5)


 Koreksi dehidrasi
 Transfusi darah bila ada anemia (Hb  8 gr%)
 Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan protokol penanganan di
Bagian OBSGIN FK.UNHAS
 Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsulkan ke Bagian Penyakit Dalam

2. Pengeluaran jaringan mola


Dengan cara :
A. Kuretase (3,5)
 Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar -hCG serta foto
toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan
 Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan
24 jam kemudian
 Sebelum kuretase terlebih dahu;u siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan Oxytocin’S
10 IU dalam 500 cc Dextrose 5%
 Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 minggu
 Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi

B. Histerektomi (1,2,6)
 Umur  35 tahun
 Anak hidup  3 orang

3. Pemeriksaan tindak lanjut(1,3)


 Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun
 Selama pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma dan
pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada saat penderita datang kontrol
 Pemeriksaan kadar -hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar -hCG normal 3 kali
berturut-turut
 Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar -hCG normal selama 6 kali berturut-turut
 Bila telah terjadi remisi spontan (kadar -hCG, pemeriksaan fisk, dan foto toraks setelah satu tahun
semuanya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi
 Bila selama masa observasi kadar -hCG tetap atau bahkan meningkat atau pada pemeriksaan klinis, foto
toraks ditemukan adanya metastasis maka penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi

KOMPLIKASI : (1,2)
247

 Perdarahan hebat
 Anemia
 Syok
 Infeksi
 Perforasi uterus
 Keganasan (PTG)

LAMA PERAWATAN :
Bila tidak ada komplikasi yang berat maka lama perawatan kurang lebih 7 hari
248

SKEMA PENATALAKSANAAN MOLA HIDATIDOSA

MOLA HIDATIDOSA

PERBAIKI PENGELUARAN PEMERIKSAAN TINDAK


KEADAAN UMUM JARINGAN MOLA LANJUT

PAKAI KB
HISTEREKTOMI * KURET I & II PIL, KONDOM
BILA : TUBEKTOMI
UMUR  35 THN
ANAK HIDUP  3 PERIKSA
KADAR -hCG TIAP
MINGGU

REMISI SPONTAN KADAR -hCG


BILA : MENETAP/MENINGGI
KADAR -hCG
NORMAL 3 x
BERTURUT-TURUT
Keterangan :
EVALUASI METASTASIS
* sebelum kuret periksa
&
- foto toraks
TERAPI SEBAGAI PTG
- kadar -hcg
- darah rutin
* kecuali bila terjadi perdarahan maka pemeriksaan foto toraks dan kadar -hcg dilakukan setelah kuret
249

5. ASFIKSIA INTRAUTERIN
dr. Setia Budi, dr. Ny. IMS. Murah M., SpOG

BATASAN :
Asfiksia intrauterina adalah keadaan kekurangan oksigen dan adanya penimbunan karbon-dioksida yang menyebabkan
asidosis intrauterina akibat gangguan pertukaran gas melalui plasenta dan jika beban tersebut lama, berat dan nyata
sehingga terjadi kegagalan mekanisme kompensasi, maka gejala asfiksia tampak jelas. (1,2)
Asfiksia atau hipoksia biasanya ditimbulkan oleh 3 mekanisme : (2)
1. Menurunnya aliran darah uteroplasenter
2. Menurunnya oksigenasi ibu
3. Menurunnya aliran darah umbilikus

KLASIFIKASI(1)
Akut :
Klinis : Berupa episode hipoksemia sementara yang tidak disertai asidosis

ETIOLOGI (2)
Akut :
Ibu :
 Hipotensi (misalnya “Supine hypotensive syndrome”)
 Hipoksia atau hiperkarbia (misalnya “maternal aspiration syndrome”)
 Gangguan pernafasan (shock-lung, bronchospasm”)
 Hipertensi pada kehamilan
 Syok (”hemorrhagic, cardiac, septic”)
 “Sickle cell crisis”
Uterus :
 Hipertonik atau “polysystole”
 Pemberian oksitosin yang berlebih
 Ruptur uteri
Plasenta
 Solusio plasenta
 plasenta previa
 “Premature placental aging”
Tali pusat :
 Prolaps
 Ruptur vasa previa
 Terjepit atau tali pusat pendek
250

 Tali pusat tersimpul


Fetus :
 Payah jantung (“hydrops fetalis, tachyarrhythmia, myocarditis”)
 Kelainan kongenital
 Perdarahan
 “Iso immunozation”
Kronis :
Ibu :
 Spasme pembuluh darah :
 Hipertensi kronis
 Hipertensi pada kehamilan
 DM
 Sirkulasi sistemik yang tidak adekuat :
 Penyakit jantung yang berat
 Anemia berat
 Oksigenasi yang tidak cukup didalam darah :
 Penyakit jantung sianotik
 “longeterm pulmonary shunting”
 Tinggal didaerah tinggi
Plasenta :  “Prematur placental aging”
 DM

Fetus :
 “Postmaturity syndrome”
 Kehamilan multiple
 “Twin-to-twin transfusion”
 Kelainan kongenital
 “Erythroblastosis fetalis”
 “Maternal-fetal transfusion”

KRITERIA DIAGNOSIS :
Akut : (1,2,3,4,5)
 FHM (Fetal Heart Monitoring) memperlihatkan adanya kelainan
 Profil biofisik janin (gerak janin, tonus janin) berkurang atau menghilang
 Perubahan PH janin
Kronis : (1,4,6)
 Oligohidramnion
251

 Pertumbuhan janin terhambat


 Pewarnaan mekoneum pada cairan ketuban

PEMERIKSAAN PENUNJANG : (1,2,3,4,5)


 Kardiotokografi (KTG), NST, OCT
 USG
 Fetal blood sampling (pengambilan contoh darah janin)
 Amnioskopi

PENANGANAN : (1)
 Resusitasi intra uterin (lihat Bab resusitasi intra uterin)
 Terminasi kehamilan tergantung keadaan asfiksia dan keadaan janin
252

6. PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT


dr. Aphrodite pandin, dr. Suzanna SP.., SpOG

BATASAN :
Pertumbuhan janin terrhambat keadaan yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,
(1)
sehingga beberapa parameter janin berada dibawah 10 persentil dari umur kehamilan yang seharusnya.

PATOFISIOLOGI :
(1)
Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pertumbuhan janin terhambat (PJT) dapat dibedakan atas :
 Faktor ibu :  Penyakit hipertensi
 Malnutrisi
 Anemi berat
 Penyakit paru kronis
 Penyakir jantung sianotik
 Perokok
 Faktor plasenta :  Insufisiensi plasenta
 Faktor janin :  Cacat bawaan
 Trisomi
 Kehamilan kembar
 Infeksi intrauterin : ~ AIDS
~ TORCH
Ada 3 tipe pertumbuhan janin terhambat :
1. Tipe I (simetrik) : Terjadi pada saat dini dari suatu kehamilan dimana terjadi pengecilan semua ukuran baik berat
maupun panjang janin.Terjadi pada saat hiperplasia selluler, karena itu akan mempengaruhi jumlah sel pada
seluruh tubuh janin.(2)
2. Tipe II (asimetrik) : Biasanya terjadi pada trimester III dari suatu kehamilan juga dapat terjadi pada periode
postterm dari suatu kehamilan. Meskipun demikian selama trimester II hiperplasia selluler dan hipertrofi selluler
dapat terjadi dan gambaran yang tidak simetrik. (2)
3. Tipe kombinasi, yang disebabkan oleh kombinasi faktor ibu dan faktor janin.(1)
DIAGNOSIS :
1. Anamnesis :
Ada riwayat / faktor risiko : (1,3)
 Hipertensi
 Anemia kronis
 Penyakit jantung sianotik
 Pemakaian obat-obatan
 Merokok
253

 Infeksi
 Riwayat PJT sebelumnya
2. Pemeriksaan klinik : pengukuran tinggi fundus uteri (TFU) dan linkaran perut (LP). Kecurigaan PJT ditegakkan
apabila TFU menetap pada 2 kali pemeriksaan dengan selang waktu 1-2 minggu atau menurun dibawah garis 10
persentil. (1,3,4)
Kecurigaan PJT ditegakkan apabila tidak ditemukan penambahan berat badan ibu pada 2 kali pemeriksaan dengan
selang 1 atau 2 minggu. (1)
(3)
Penambahan berat badan ibu kurang dari 7 kg pada saat aterm atau berat badan ibu kurang dari 45 kg.
3. USG berkala untuk menentukan : (1,3)
 BPD
 Panjang femur
 Lingkaran kepala
 Lingkaran perut
 Volume air ketuban
 Cacat bawaan
 Taksiran berat badan janin
 Kondisi biofisik janin
 Kematangan plasenta
4. Pemeriksaan Kardiotokografi : (1,3)
 Tes tanpa kontraksi
 Tes dengan kontraksi
Secara berkala tiap 7 hari, bila perlu dilakukan setiap hari pada pasien DM.
TERAPI :
Terapi kausal terhadap penyebab atau penyakit yang mendasarinya.
Secara umum setiap kasus PJT dikelola sebagai berikut : (1,3)
 Istirahat baring (tidur miring)
 Minum lebih dari 2000 ml/hari
 Makan lebih dari 2100 kal/hari
Secara khusus :
 Hipertensi (preeklampsia) : sesuai penatalaksanaan preeklampsia.
 Malnutrisi : konsultasi/kerjasama bagian gizi.
 Penyakit paru kronik, penyakit ginjal, penyakit jantung sianotik, AIDS : kerja sama dengan Bagian Penyakit
Dalam
 Anemi : Koreksi anemi dengan pemberian tablet besi
Terminasi kehamilan : sesuai penatalaksanaan terminasi kehamilan / induksi persalinan.
Bila pertumbuhan janin berdasar USG masih berlangsung, terminasi dilakukan pada kehamilan 37 minggu. Bila
pertumbuhan janin tidak ada, maturitas paru cukup (biasanya pada kehamilan 35 minggu), lakukan terminasi. (1,3)
254
255

SKEMA PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

Faktor risiko PJT


Konfirmasi penyakit yang endasari
Pemeriksaan Tinggi fundus uteri
dan berat badan ibu

Ulangi 2 minggu Kecurigaan PJT

USG Serial

(normal) PJT

Tidak simetris simetris

Tidak Cacat Cacat


cacat ringan berat

Umur kehamilan
Pertimbangkan
terminasi
kehamilan
 37 minggu 37 minggu

Terminasi Evaluasi kesejahteraan


kehamilan janin
 USG + Doppler
 Tes tanpa kontraksi
 Tes dengan kontraksi Evaluasi
kembali tiap
minggu spi
aterm
Gawat janin Tidak gawat
janin

Akhiri kehamilan
(Bila memungkinkan,
berikan dulu Betametason
12mg/hari selama 2 hari
256

7. KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM


dr. Rahmat Landahur, dr. H.E.R. Moeljono, SpOG

BATASAN :
Kematian janin dalam rahim adalah kematian janin dalam uterus yang beratnya 500 gr atau lebih, usia kehamilan
telah mencapai 20 minggu atau lebih (1).

DIAGNOSIS :
Diagnosis didasarkan atas ditemukannya gejala dan tanda-tanda dibawah ini (2) :
 Anamnesis :
Riwayat amenore, tidak dirasakan gerakan anak, kadang ditemukan fluksus pervaginam yang berwarna coklat.
 Palpasi :
Biasanya tinggi fundus uteri lebih kecil atau sesuai umur kehamilan, gerakan janin tidak ada diatas kehamilan 20
minggu
 Auskultasi :
Tidak terdengar bunyi jantung janin
 Pemeriksaan dalam vagina :
Ditemukan uterus lebih kecil atau sesuai umur kehamilan, serviks kaku, belum ada pembukaan serviks.

DIAGNOSIS BANDING :
 Mioma uteri (1,2)
 Molahidatidosa (1,2)

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
a. USG: Tidak ditemukan pulsasi ajntung embrio mulai kehamilan 6 minggu dengan USG transvaginal, dan
sekitar 6-7 minggu dengan USG transabdominal dan tidak tampak gerakan janin pada kehamilan 10 minggu (3).
Dapat ditemukan gambaran “Double line of the fetal head”, “Deformed or collapsed head”, “Overlapping the
skull bones” (4)
b. Foto polos abdomen bila diperlukan, dianjurkan pada kehamilan 16 minggu. Tanda yang ditemukan, Robert
Sign (ditemukan gas dalam tubuh fetus), Halo Sign (bayangan radiolusen yang melebar antara kulit kepala dan
tulang kepala fetus), spalding sign (overlapping dari tulang-tulang kepala), tulang belakang melengkung, posisi
janin abnormal (1,2,3).
c. LAB (2) :
 Waktu perdarahan
 Waktu pembekuan
 Hitung thrombosit
 Fibrinogen
257

PENANGANAN : (1,2)
a. Konservatif/pasif :
 Rawat jalan
 Menunggu persalinan spontan 2-3 minggu
 Pemeriksaan kadar hematokrit, trombosit fibrinogen tiap minggu
b. Aktif :
 Dilatasi dengan batang laminaria, balon kateter
 Induksi : oksitosin, prostaglandin tablet vagina

PERAWATAN RUMAH SAKIT : (1,2)


1. Bila segera tindaki
2. Bila ada gangguan pembekuan darah
3. Penyulit Infeksi berat

PENYULIT : (1,2)
1. Penyakit gangguan pembekuan darah
2. Perforasi

INFORMED CONSENT : (1)


Sebelum tindakan dan dengan persetujuan tertulis
8. PERDARAHAN ANTEPARTUM
dr. Neni Moerniaeni, dr. John Rambulangi, SpOG

BATASAN :
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada jalan lahir setelah kehamilan 20 minggu (1).
Klasifikasi perdarahan antepartum yaitu : (2)
1. Plasenta pervia
2. Solusio plasenta
3. yang tidak jelas sumbernya (idiopatik)
Pada penatalaksaan ini dibahas mengenai plasenta previa, solusio plasenta dan vasa previa.

Tabel : Perbedaan klinis antara plasenta previa dan solusio plasenta (2)
KLINIS PLASENTA PREVIA SOLUSIO PLASENTA

1. Perdarahan dengan nyeri tidak Ya

2. Perdarahan berulang Ya tidak


258

3. Warna merah merah segar merah coklat

4. Anemia / renjatan sesuai darah yang keluar tidak sesuai

5. Timbulnya perlahan-lahan Tiba-tiba

6. Terjadinya sewaktu hamil sewaktu hamil dan inpartu

7. His biasanya tidak ada Ada

8. Palpasi Biasa Tegang

9. denyut jantung janin Ada biasa tidak ada

10. Periksa dalam vagina jaringan plasenta ketuban tegang

11. Penurunan tidak masuk PAP dapat terjadi

12. Presentasi mungkin abnormal tidak ada hubungan


259

PLASENTA PREVIA

BATASAN :
Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal, yakni pada segmen bawah rahim (SBR), sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ositium uteri internum).(2)

Klasifikasi plasenta previa berdasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu
tertentu yakni : (2)
1. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan tertutup oleh plasenta
2. Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian dari pembukaan tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4. Plasenta letak rendah : bila plasenta berada 3 - 4 cm di atas pinggir pembukaan.

ETIOLOGI : Tidak jelas. (2)

DIAGNOSIS : (2)
1. Anamnesis, adanya perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 20 minggu, berlangsung tanpa
sebab.
2. Pemeriksaan luar sering didapati kelainan letak, bila letak kepala maka kepala belum masuk PAP.
3. Inspekulo, adanya darah dari otsium uteri eksternum.
4. USG untuk menentukan letak plasenta.
5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan meraba langsung melalui kanalis servikalis, tetapi
pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak, karena itu cara
ini hanya dilakukan diatas meja operasi.

PENATALAKSANAAN : (2)
1. Konservatif bila :
a. Kehamilan < 37 minggu
b. Perdarahan tidak ada / tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal penderita dekat dengan rumah sakit (dapat ditempuh dalam waktu 15 menit). Pada
perawatan konservatif dilakukan :
 Istirahat, atasi anemia beri hematinik, spasmolitik, antibiotik bila ada indikasi., periksa USG,
periksa Hb dan hematokrit. Bila selama 3 hari tidak berdarah dilakukan mobilisasi bertahap dan
bila tidak berdarah penderita dipulangkan. Bila timbul perdarahan segera ke rumah sakit dan
tidak boleh bersanggama.
2. Penanganan aktif bila :
260

a. Perdarahan banyak, tanpa memandang usia kehamilan.


b. Umur kehamilan  37 minggu
c. Anak mati
Penanganan aktif dapat berupa persalinan pervaginam atau perabdominal. Penderita disiapkan untuk
pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double 33set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada
pemeriksaan dalam didapatkan :
a. Plasenta previa marginalis
b. Plasenta letak rendah.
c. Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala sudah masuk
PAP dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit, maka dilakukan amniotomi diikuti dengan drip
Oxitocin’s untuk partus pervaginam bila gagal drips (sesuai dengan bab terminasi kehamilan), bila
perdarahan banyak dilakukan seksio sesar. Sedang indikasi melakukan seksio sesar bila :
 Plasenta previa totalis
 Perdarahan banyak tanpa henti
 Presentasi abnormal
 Panggul sempit
 Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)
 Gawat janin
Pada keadaan dimana tidak memungkinkan untuk dilakukan seksio sesar maka dilakukan pemasangan
Cunam Willet atau Versi Braxton - Hicks.

SOLUSIO PLASENTA

BATASAN :
Solusio plasenta adalah pelepasan plasenta sebagian atau seluruh plasenta pada implantasi normal sebelum janin
lahir. (2)

Klasifikasi berdasarkan tanda klinis dan derajat pelepasan plasenta yaitu :


1. Ringan : Perdarahan kurang dari 100 - 200 cc, uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen
plasma lebih dari 120 mg %.
2. Sedang : Perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah
mati, pelepasan plasenta ¼ sampai 2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati pelepasan plasenta bisa terjadi lebih dari 2/3 bagian atau keseluruhan.
261

ETIOLOGI : Tidak jelas(2)


DIAGNOSIS : (2)
Pada solusio plasenta ringan kadang sulit menentukan diagnosis karena tidak semua gejala klinis nampak nyata ;
karena itu kadang diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu USG, dengan USG juga dimaksudkan untuk
menyingkirkan plasenta previa.

PENATALAKSANAAN : (2)
Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif,
kemudian penentuan apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila proses berhenti secara berangsur
penderita dimobilisasi. Selama perawatan dilakukan pemeriksaan Hb, fibrinogen, haematokrit dan trombosit.
Pada solusio plasenta sedang dan berat maka penanganan bertujuan untuk mengatasi renjatan, memperbaiki
anemia, menghentikan perdarahan dan mengosongkan uterus secepat mungkin.

Penatalaksanaannya meliputi :
a. Pemberian transfusi darah
b. Pemecahan ketuban (amniotomi)
c. Pemberian infus Oxytocin’s
d. Kalau perlu dilakukan seksio sesar

Bila diagnosis solusio plasenta secara klinis sudah dapat ditegakkan, berarti perdarahan yang terjadi sekurang-
kurangnya sebanyak 1000 cc. Dengan demikian transfusi darah harus diberikan minimal 1000 cc. Ketuban segera
dipecahkan dengan maksud untuk mengurangi regangan dinding uterus dan untuk mempercepat persalinan
diberikan infus Oxytocin’s 5 UI dalam 500 cc Dextrose 5 %. Sedang seksio sesar dilakukan bila:
a. Persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak selesai dalam 6 jam.
b. Perdarahan banyak.
c. Pembukaan tidak ada atau < 4 cm.
d. Panggul sempit.
e. Letak lintang.
f. Preeklampsia berat.
g. Pelvik score < 5.
262

VASA PREVIA

BATASAN :
Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi vilamentosa yakni pada
selaput ketuban. (2)

ETIOLOGI : Tidak jelas (2)

DIAGNOSIS : (2)
Pada pemeriksaan dalam vagina dirabanya pembuluh darah pada selaput ketuban, pemeriksaan juga dapat
dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti djj yang tidak
beraturan, deselerasi atau bradikardi khususnya bila perdarahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput
ketuban pecah. Darah ini berasal dari janin dan untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan tes Apt dan tes
Kleihauer - Betke serta hapusan darah tepi.

PENATALAKSANAAN : (2)
Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin, tentukan lebih dahulu umur
kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan kesejahteraan janin dengan ultrasonografi dan
kardiotokografi. Bila janin hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera. Namun bila janin sudah
meninggal atau imatur dilakukan persalinan pervaginam.

KEPUSTAKAAN :
1. Pengurus Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Perdarahan antepartum. Standar Pelayanan Medik
Obstetri dan Ginekologi Bagian I, Jakarta 1991 : 9 - 13.
2. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N, Rambulangi J. Penatalaksanaan perdarahan antepartum. Bagian Obstetri
dan Ginekologi FK-UNHAS, Ujung Pandang 1997.
263

SKEMA PENATALAKSANAAN PERDARAHAN ANTEPARTUM

Perdarahan antepartum
Anamnesis
Pem. Fisik
Diagnosis Pem. Lab
USG

Plasebta previa Solusio plasenta Vassa previa

Ringan Sedang atau berat Penilaian


maturitas
Kehamilan Kehamilan janin
< 37 minggu  37 minggu Kehamilan Kehamilan
< 37 minggu  37 minggu
Janin mati Janin hidup
atau imatur (prematur
Perdarahan (-) Perdarahan >> atau aterm)
Istirahat
 Sedatif Gejala
Anak mati  Observasi
Progresif
 Periksa HB, Persalinan
Fibrinogen
Istirahat R/ pervaginam
 Hematinik
 Antibiotik k/p Resusitasi cairan
 Spasmolitik Transfusi darah
 Periksa USG Darah (-) Amniotomi
 Periksa Hb, Hm PDMO Nyeri (-) Infus Oxytocin’s
(Double set up) Uterus tidak
tegang

Pulang
3 hari darah (-) 6 jam belum partus
mobilitas bertahap, P. marginalis, p.ltk. Serviks belum matang
P. Totalis/lateralis
bila tetap darah (-) rendah, serviks sudah Perdarahan >>
Perdarahan >> Pembukaan <4 cm atau (-)
matang, kepala masuk Presentasi abnormal
panggul dan perdarahan < Panggul sempit
Panggul sempit Letak lintang
Gawat janin Toksemia gravidaru
Serviks belum masuk Pelvic Score <5
Pulang * panggul

Amniotomi
Infus Oxitocin’s

Seksio sesar
Berhasil Pervaginam Gagal atau Perdarahan >>

*) Dianjurkan untuk tidak kerja keras dan tidak boleh bersanggama, bila berdarah segera ke rumah sakit, jarak tempat tinggal
penderita dengan rumah sakit harus dapat ditempuh dalam 15 menit.
264

9. PREEKLAMPSIA & EKLAMPSIA


dr. Ong Tjandra, dr. John Rambulangi, SpOG

PREEKLAMPSIA RINGAN
(1,2,3)
BATASAN :
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria dan atau edema setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu pada penyakit
tropoblas.

(4)
PATOFISIOLOGI :
Penyebabnya sampai sekarang belum jelas benar. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” dengan
akibat suatu vasospasme general dengan segala akibat-akibatnya.

(4)
GEJALA KLINIS :

1. Kenaikan tekanan darah sistol  30 mmHg atau diastol  15 mmHg (dari tekanan darah sebelum hamil) pada
kehamilan 20 minggu atau lebih, atau sistol  140 mmHg (< 160 mmHg) diastol  90 mmHg (< 110 mmHg).
2. Proteinuri :
gr/lt dalam 24 jamatau secara kwalitatif (+ +)
3. Edema pada
Pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah/tangan.

(4)
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS :
1. Kehamilan > 20 minggu

2. Kenaikan tekanan darah ( 140/90 mmHg) dengan pemeriksaan 2 x selang 6 jam dalam keadaan istirahat.
(untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 x setelah istirahat 10 menit).
3. Edema : edema tekan pada : Tungkai (pretibial), dinding perut, Lumbosakral, wajah/tangan.
4. Proteinuri :
> 0,3 gr/lt/24 jam
Kwalitatif (+ +)
(2)
PENATALAKSANAAN :
A. Rawat jalan.
 Banyak istirahat (berbaring tidur/miring)
 Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
 Sedativa ringan : Tablet Phenobarbital 3 x 30 mg atau Diazepam 3 x 2 mg peroral selama 7 hari
 Roborantia
265

 Kunjungan ulang tiap 1 minggu


 Pemeriksaan laboratorium : Hb, hematokrit, trombosit, urine lengkap, asam uart darah, fungsi hati, fungsi
(1)
ginjal
(1)
B. Rawat tinggal
Kriteria preeklampsia ringan untuk dirawat di rumah Sakit :
1. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan, tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala
preeklampsia.

2. Kenaikan berat badan ibu :  1 kg/minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu)


3. Timbul salah satu atau lebih gejala/tanda-tanda preeklampsia berat .
 Bila setelah 1 minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan, maka preeklampsia ringan dianggap sebagai
preeklampsia berat.
 Bila dalam perawatan di Rumah Sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm,
maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan kemudian disesuaikan dengan
perawatan rawat jalan.
Perawatan Obstetrik :
1. Pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
a. Bila desakan darah mencapai normotensif, selama perawatan : persalinan ditunggu sampai aterm.
b. Bila desakan darah turun, tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan, maka kehamilannya dapat

diakhiri pada umur kehamilan  37 minggu

2. Pada kehamilan aterm ( 37 minggu)


a. Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada
taksiran tanggal persalinan
3. Cara persalinan
a. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperpendek kala II

PREEKLAMPSIA BERAT
(4)
BATASAN :

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi  160/110
mmHg disertai proteinuri dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

(1)
PENATALAKSANAAN :
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka
perawatan dibagi menjadi :
A. Aktif : kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian medisinal
B. Konservatif : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan memberi pengobatan medisinal.
266

A. Perawatan aktif
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada tiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST & USG)
(3,4,5)

a. Indikasi
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu atau lebih keadaan gawat dibawah ini :
1. Ibu

 Kehamilan  37 minggu
 Adanya tanda-tanda/gejala impending eklampsia, kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu :
dalam waktu setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau
setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal, gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
2. Janin
 Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)
 Adanya tanda-tanda IUGR
3. Laboratorik
 Adanya “HELLP Syndrome” (Sindroma : Hemolisis, Peningkatan fungsi hepar dan trombositopenia)
b. Pengobatan Medisinal
1. Segera masuk rumah sakit.
2. Tirah baring miring kesatu sisi
Tanda vital diperiksa tiap 30 menit, refleks patella setiap jam. (3)
3. Infus Dextrose 5 % yang tiap satu liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat (60- 125 cc /jam) 500 cc
4. Antasida
5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
6. Pembagian obat anti kejang :
Magnesium Sulfat
Cara pemberian:
a. Dosis awal :
4 gram MgSO4 intravena (20% dalam 20cc) selama 1 gram/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan
MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40%
dalam 10 cc) dengan jarum no. 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat ditambah 1cc Xylocain
2 % yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan im. (6).
b. Dosis ulangan
Diberikan 4 gram im 40 % setelah 6 jam pemberian dosis awal. Selanjutnya dosis ulangan diberikan 4
gram im tiap 6 jam, dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari. (3)
c. Syarat-syarat pemberian MGSO4 : (4,7)
1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu calsium glukonas 10%. 1 gram (10 % dalam 10 cc) diberikan
IV dalam 3 menit.
267

2. Refleksi petella (+) kuat


3. Frekuensi pernafasan > 16 x / menit
4. Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/ kg BB/jam).

d. Magnesium Sulfat dihentikan bila : (7)


1. Ada tanda-tanda keracunan, yaitu :
a. Kelemahan otot
b. Hipotensi
c. Refleks fisiologis menurun
d. Fungsi jantung terganggu
e. Depresi susunan saraf pusat
f. Kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot -otot
pernafasan.
Kadar serum ion Magnesium pada dosis edequat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang
pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan dan > 15
mEq/liter terjadi henti jantung (3,7).
2. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat (dikutip oleh 7)
a. Hentikan pemberian magnesium sulfat
b. Berikan calsium glukonase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit.
c. Berikan Oxigen
d. Lakukan pernafasan buatan.

3. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan
(normotensif).
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada :
ederma paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka.
Diberikan Furosemid injeksi 40 mg/IM. (4).
8. Antihipertensi diberikan bila :
- Desakan darah sistolis > 180mmHg, diastolis > 110mmHg atau “MAP” > 125mmHg. Sasaran pengobatan adalah
tekanan diastolis < 105 mmHg (jangan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. (8,9)
Dosis dari obat-obat antihipertensi ini sama dengan dosis pada hipertensi pada umumnya.
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan
kontinu), catapres injeksi dosis yang biasa dipakai adalah 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press
disesuaikan dengan tekanan darah
Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang
1 jam, maksimal 4-5kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual, maka obat yang sama mulai diberikan
secara oral (Syakib Bakri, 1997; komunikasi pribadi).
9. Kardiotonika
268

Indikasi memberikan kardiotonika bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung. Diberikan digitalisasi cepat dengan
cedilanid D.
10. Lain-lain
 Konsul bagian penyakit dalam /jantung, mata
o
 Obat-obat anti piretik diberikan bila suhu rektal diatas 38, 5 C, dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin
atau alkohol atau Xylomidon 2cc im.
(4)
 Antibitik diberikan atas indikasi . Diberikan Ampicillin 1 gram /6 jam/IV/hari.
 Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus, dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg
sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir).

c. Pengobatan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan.
Belum inpartu :

 Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai bishop  5 dan dengan fetal heart monitoring.
(4)

 Seksio sesaria bila :


 Fetal assesment jelek
 Syarat tetesan oxytosin tidak dipenuhi (nilai Bishop < 5) atau adanya kontra indikasi tetesan oksitosin .
 12 jam sejak dimulainya tetesan oksitosin belummasuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk
(1,2)
dilakukan terminasi dengan seksio sesar

(1,2)
Sudah Inpartu :
Kala I :
Fase latent : 6 jam tidak fase aktif dilakukan seksio sesar
Fase aktif :
 Amniotomi saja
 Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, dilakukan seksio sesar, (bila perlu dilakukan
tetesan oksitosin )

Kala II : Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan .
Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal.

Pemantangan paru-paru janin.


269

Pada kehamilan  37 minggu; bila keadaan memungkinkan terminasi ditunda 2 x 24 jam untuk memberikan
kortikosteroid (lihat bab pematangan paru)

1. Perawatan Konservatif (1,2)


a. Indikasi : Bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan
keadaan janin baik
b. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif, hanya “loading dose”
MgSO4 tidak diberikan IV cukup im saja, yaitu 4 gram bokong kiri dan 4 gram bokong kanan
c. Pengobatan obstetrik
1. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak
ada terminasi.
2. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam
waktu 24 jam
3. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan
medisinal dan harus diterminasi
4. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan : maka diberi lebih dahulu MgSO 4 20% 2 gram IV.
d. Penderita dipulangkan bila :
1. Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda Preeklampsia ringan dan tetap dirawat selama 3 hari.
2. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan Preeklampsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan
dirawat sebagai preeklampsia ringan. (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

EKLAMPSIA

BATASAN : (1,2)
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya
kejang dan atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia. (Kejang-kejang timbul
bukan akibat kelainan neurologik).

PATOFISIOLOGI : (4)
Sama dengan preeklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal, otak, paru dan jantung,
yakni terjadinya nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut.

GEJALA KLINIS : (4)


1. Kehamilan > 20 minggu, atau persalinan atau masa nifas
2. Tanda-tanda preeklampsia (hipertensi, edema dan proteinuri)
3. Kejang-kejang dan atau koma
4. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ
270

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS : (4)


1. Berdasarkan gejala klinis diatas
2. Pemeriksaan laboratorium
 adanya protein dalam urin
 fungsi organ, hepar, ginjal, jantung
 fungsi hematologi/hemostasis
PENATALAKSANAAN : (1,2)
Tujuan pengobatan :
 Untuk menghentikan dan mencegah kejang
 Mencegah dan mengatasi penyulit khususnya hipertensi krinis
 Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
 Mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu.

Pengobatan medisinal :
Sama seperti pengobatan preeklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan
MgSO4 2 gram iv selama 2 menit sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2
gram hanya diberikan satu kali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan
amobarbital/thiopental 3-5mg/kgBB/IV pelan-pelan.

Perawatan bersama
Konsul bagian syaraf, penyakit dalam/jantung, bagian mata, anastesi dan anak.

 Perawatan pada serangan kejang :


 Perawatan di kamar isolasi cukup terang/ICU
Pengobatan obstetrik : (1,2)
 Sikap dasar : semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.
 Bilamana diakhiri, sikap dasar : kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamik
dan metabolisme ibu. Stabilisasi ibu dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah
ini :
 Setelah pemberian obat anti kejang terakhir
 Setelah kejang terakhir
 Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
 Penderita mulai sadar (responsive dan orientasi)

Terminasi kehamilan (4)


271

 Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi, maka
persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.
 Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan amnitomi selanjutnya diikuti dengan
partograf, bila ada kemacetan dilakukan seksio sesar.
 Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan :
 Penderita belum inpartu
 Fase laten
 Gawat janin
 Tindakan seksio sesaria dikerjakan dengan mempertimbangkan keadaan kondisi ibu.
272

PREEKLAMPSIA

RINGAN BERAT

RAWAT JALAN Kunjungan ulang 1 minggu

Dua minggu menetap Umur kehamilan


Tanda-tanda vital
1 Minggu Laboratorium
Membaik RAWAT RS Tidak membaik
Fetal Assesment

KONSERVATIF AKTIF

Kehamilan < 37 minggu Kehamilan  37 minggu


Janin Baik Tanda-tanda impending
6 jam Terapi TD Meningkat
Tidak ada
Setelah 24 Jam Fetal Assesment jelek
Perbaikan
IUGR
Sindroma HELLP
Perbaikan menjadi
Preeklampsia Ringan
Rawat selama 3 hari

TERMINASI KEHAMILAN

BELUM INPARTU INPARTU

FASE FASE
Bishop skor < 5 Bishop skor  5 LATENT AKTIF KALA II
Kontra Indikasi Fetal Assesment
Drip oksitosin Baik
Fetal Assesment Amniotomi PARTUS
Jelek Drip Oksitosin Bila perlu BUATAN
Drip Oksitosin
Setelah 6 jam
Tidak masuk
Setelah 12 jam Fase Aktif
Setelah 6 jam
Tidak masuk Tidak masuk
Fase Aktif Kala II

SEKSIO SESARIA
273

EKLAMPSIA

Waktu Diakhiri
Stabilisasi hemodinamika dan
Metabolisme, yaitu setelah :
Kehamilan Diakhiri Tanpa
 Terapi Obat Kejang terakhir
Memandang usia Kehamilan
dan Keadaan janin  Kejang terkahir
 Terapi obat Hipertensi Terakhir
 OS mulai sadar

INPARTU BELUM INPARTU

FASE LATENT FASE AKTIF

Ada Gawat Janin

Tidak ada

Amniotomi
Kalau perlu
Drip Oksitosin

Setelah 6 jam Masuk


Kala II

Tidak masuk
kala II
PARTUS BUATAN

SEKSIO SESARIA
274

10. PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEHAMILAN

10.1. DIABETES MELITUS GESTASIONAL


dr. Haryanto Kasy, dr. Ny. Josephine LT, SpOG

BATASAN :
Diabetes melitus gestasional adalah suatu intoleransi karbohidrat, ringan maupun berat yang terjadi atau diketahui
pertama kali saat kehamilan berlangsung. (1)

PATOFISIOLOGI :
Faktor -faktor yang dapat mengganggu keseimbangan karbohidrat pada kehamilan dapat berasal dari : (2)
1. Faktor Plasenta
 Human plasental lactogen bersifat diabetogenik dan meningkatkan proses lipolisis trigliserida. Sehingga
asam lemak meningkat yang menyebabkan meningkatnya resistensi jaringan terhadap insulin.
 Adanya enzim yang bekerja seperti enzim insulinase yang dapat merusak insulin dalam plasma.
2. Faktor ibu
Pada wanita hamil kadar kortisol meningkat 3 X dari keadaan sebelum hamil.

FAKTOR RISIKO :
1. Riwayat kebidanan (1,2)
 Beberapa kali abortus
 Riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas
 Riwayat pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaan
 Pernah melahirkan bayi  4000 gram
 Pernah preeklampsia
 Polihidramnion

2. Riwayat Ibu (1,2)


 Umur ibu hamil > 30 tahun
 Riwayat diabetes melitus dalam keluarga
 Riwayat diabetes melitus gestasi pada kehamilan sebelumnya
 Infeksi saluran kemih berulang selama hamil

CARA PENAPISAN DAN KRITERIA DIAGNOSIS :


1. Materi Penapisan. (1)
a. Penapisan Diabetes Melitus Gestasional (DMG) sebaiknya harus dilakukan pada semua wanita hamil
275

b. Waktu penapisan. (1)


Dianjurkan pada semua ibu hamil pada pertemuan pertama dengan petugas kesehatan. Untuk mereka yang
hasilnya negatif, pemeriksaan diulang pada minggu gestasi ke 24 -26.
c. Cara Penapisan (1,4)
Adalah cara satu tahap yaitu wanita hamil dalam keadaan puasa pada pagi hari diambil contoh darah, kemudian
diberi beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air. Contoh darah berikutnya diperiksa dua jam setelah beban
glukosa.
2. Kriteria diagnosis
Kriteria diagnosis Diabetes Melitus pada wanita hamil sama seperti pada penapisan bukan wanita hamil. (1)

Tabel 1. Kriteria diagnosis menurut WHO


Glukosa plasma vena ( mg/dl )
Puasa jam
Normal < 100 < 140
Diabetes Melitus  140  200
Toleransi glukosa - 100 - 139 140 - 199
terganggu

PENATALAKSANAAN :
Penatalaksanaan kehamilan dengan diabetes melitus selayaknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakit
dalam, spesialis obstetri ginekologi, ahli gizi dan spesialis anak. (1,4)
1. Penatalaksanaan medis ibu DMG.
Sasaran : Keadaan normoglikemia selama kehamilan sampai persalinan, yaitu kadar glukosa darah puasa <
105 mg/dl dan dua jam sesudah makan adalah 120 mg/dl. (1,4)
Untuk mencapai sasaran tersebut dapat dilakukan : (1,5)
a. Perencanaan makan yang sesuai kebutuhan. (1,5)
Jumlah kalori yang dibutuhkan : 35 kal/kg BB ideal menurut cara Broca.
Keterangan : Berat Badan ideal = (tinggi badan-100) 10% (kg)
b. Pemberian insulin bila belum tercapai normoglikemia dengan perencanaan makan. (1,4,5)
Dosis Insulin : 0,5 - 1,5 unit/kg BB.
2/3 diberikan pada pagi hari dan 1/3 pada sore hari.
Pengendalian kadar glukosa darah dilakukan oleh ahli penyakit dalam dan ahli gizi. (5)

Memantau diabetes terkendali. (1,4,5)


Meliputi :  pemantauan glukosa darah sendiri dirumah dengan reflectance meter.
 pemeriksaan secara berkala HbAlc setiap 6-8 minggu.
276

1. Penatalaksanaan obstetri. (1)


Pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan :
 Pengukuran tinggi fundus uteri
 Mendengarkan denyut jantung janin
 Pemeriksaan khusus : USG dan karditokografi (KTG)
 Penilaian menyeluruh janin dengan menggunakan nilai Fungsi Dinamik Janin Plasenta (FDJP)
277

Skema pengelolaan ibu DMG. (1)

DMG

terkendali tidak terkendali

Sejak usia kehamilan Sejak usia kehamilan


34 minggu 34 minggu

Pemantauan setiap minggu Rawat


Pemantauan setiap minggu

USG + KTG USG + KTG

Janin sehat PJT, gawat janin, Amniosentensis


Makrosomia

paru matang paru belum


40 minggu matang

steroid
partus biasa

Terminasi
278

10.2. PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN


dr. Johnsen Mailoa, dr.Ny.Margaretha J. Wewengkang, SpOG

BATASAN
Penyakit jantung dalam kehamilan adalah penyakit dengan kumpulan gejala : nyeri dada, lesu, sesak nafas, palpitasi,
hemoptisis, edema, pingsan dan kesulitan bernafas 1,2,3,4,6

Menurut klasifikasi New York Heart Association 3,5,6 :


Kelas I : Tanpa gejala
Kelas II : Gejala timbul bila aktifitas lebih dari normal
Kelas III : Gejala timbul pada aktifitas normal
Kelas IV: Gejala timbul saat tirah baring

Pengaruh kehamilan pada penyakit jantung 5


Perubahan sirkulasi darah mempunyai dampak pada wanita hamil dengan penyakit jantung. Resiko tergantung
dari kerusakan dan kemampuan kapasitas jantung untuk kompensasi. Peningkatan volume darah dan isi sekuncup
memperberat kerusakan katup jantung bahkan sampai kegagalan jantung.

Pengaruh penyakit jantung pada kehamilan 5


Perubahan hemodinamik dalam kehamilan tidak berpengaruh pada kehamilan Menurut Ueland dkk (1972),
penderita penyakit jantung dalam kehamilan cenderung melahirkan bayi prematur dengan kecil masa kehamilan.

DIAGNOSIS
Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria, satu diantaranya sudah cukup untuk membuat
diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan 1:
1. Bising diastolik, presistolik atau bising jantung terus menerus
2. Pembesaran jantung yang jelas
3. Bising jantung nyaring, terutama bila disertai thrill
4. Aritmia yang berat

Pemeriksaan laboratorium 6:
 darah dan urine rutin
 apusan tenggorok

Pemeriksaan penunjang 5,6,7:


 Elektrokardiografi
 Ekokardiografi (Doppler)
 Kardiotokografi (usia kehamilan > 20 minggu)
279

PENATALAKSANAAN
1,2,3
Kelas I dan kelas II :
 kehamilan aterm, dapat melahirkan pervaginam
 observasi ketat selama kehamilan, persalinan dan nifas
 cegah timbulnya dekompensasi kordis
 tidur malam cukup ( 8-10 jam)
 setiap kali makan istirahat baring ½ jam
 diit rendah garam, tinggi protein
 batasi aktifitas berat ( usia kehamilan 28 – 32 minggu)
 pemeriksaan antenatal setiap 2 minggu sampai kehamilan 36 minggu, kemudian setiap minggu
 masuk rumah sakit  1 minggu sebelum taksiran partus, pengawasan spesialis penyakit jantung atau penyakit
dalam

Menurut Mackenzie 1 bila terdengar ronki menetap di dasar paru, dan tidak
hilang setelah menarik nafas dalam 2–3 kali, merupakan gejala awal gagal
jantung.
Bila timbul gejala dekompensasi kordis, segera rawat dan digolongkan satu kelas lebih tinggi.
Penderita harus tirah baring, obati dengan digitalis.
Seksio sesarea hanya atas indikasi obstetri (plasenta previa , disproporsi sefalo-pelvik, panggul
sempit).

Kala persalinan 1:
 tidak berbahaya
 nyeri persalinan dikurangi
 obat sedasi dan analgesia derivat morfin dapat diberikan
 partus posisi setengah duduk

Awasi terjadinya dekompensasi kordis 1:


 periksa nadi setiap 10 – 15 menit, bila nadi >100x/menit dan pernapasan >28x/menit (disertai sesak napas) obati
digitalis (delanosid /cedilanid 1,2 mg sampai 1,6 mg i.v. dengan dosis awal 0,8 mg), dapat diulangi 1-2 kali, setelah
1-2 jam. Pemberian oksigen, Morfin (10-15mg), dan Furosemid
 bila kala II > 20 menit atau ibu tidak kuat meneran, persalinan diakhiri dengan forseps atau ekstraksi vakum
 sediaan Ergometrin merupakan indikasi kontra
 masa nifas dapat terjadi kolaps setelah anak lahir, perdarahan postpartum, infeksi nifas dan tromboemboli
 istirahat dan mobilisasi bertahap
 dianjurkan tubektomi
 laktasi dibolehkan jika sanggup secara fisik
280

Kelas III dan IV 1 :


 tidak boleh hamil
 bila hamil<12 minggu abortus terapeutik dipertimbangkan
 bila hamil > 12 minggu cegah dekompensasi kordis  tirah baring selama kehamilan dan nifas.
 gurita kantung pasir untuk mencegah perubahan mendadak sirkulasi darah
 oksitoksin intravena atau intramuskulus bila perdarahan.
 pada kala II, partus segera diakhiri dengan cunam atau ekstraksi vakum.
 setelah kala II, awasi ketat tanda gagal jantung atau edema paru.
 laktasi dilarang

Prognosis tergantung beratnya penyakit

10.3. MALARIA DALAM KEHAMILAN


dr. Adjardiana Idrus, dr. Syahrir Muhammad, SpOG

BATASAN :
Malaria dalam kehamilan adalah penyakit protozoa yang dipindahkan pada manusia melalui gigitan nyamuk
anopheles (1) yang ditemukan pada wanita hamil.

ETIOLOGI (2) :
Disebabkan oleh Plasmodium, yaitu :
1. Plesmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana / vivax.
2. Plasmodium falsiparum, memberikan banyak komplikasi, memiliki kemampuan resisten dengan pengobatan
3. Plasmodium Malariae, menyebabkan malaria quartana/malariae : jarang.
4. Plasmodium ovale, memberikan infeksi yang paling ringan, sering sembuh spontan tanpa pengobatan.

GEJALA :
Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis plasmodium yang menyebabkan infeksi. Dalam kehamilan,
kekebalan ibu terhadap penyakit malaria berkurang terutama pada trimester terakhir. (1)
Penyakit ini mempunyai gambaran karakteristik, yaitu demam periodik, anemia & splenomegali. Adapun gejala
klasik, yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara beruntun yakni : (2)
a. Periode dingin sampai menggigil
b. Periode panas
c. Periode berkeringat
281

KOMPLIKASI : (1,2,3,4,5)
1. Abortus, dismaturitas, partus prematur
2. Kematian intra uterin
3. Dapat pula terjadi anemia pada nifas
4. Karena ibu lemah, dapat terjadi atonia (6)
5. Gawat janin selama persalinan sering dijumpai pada wanita yang mengalami anemia akibat infeksi malaria
yang berat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG (2)


Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan
diagnosis. Adapaun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :
a. Tetetsan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria sekaligus identifikasi jenis plasmodium
b. Tetesan darah tipis
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit dilakukan
Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak menyampingkan diagnosis malaria. Pemeriksaan pada saat
penderita demam dapat meningkatkan kemungkinan ditemukan parasit.

PENANGANAN :
Pengobatan
Pengobatan malaria pada wanita hamil seperti biasa, tetapi tanpa pemberian primaquin, yaitu : (6,7)
Hari I Chloroquine 600 mg
Hari II Chloroquine 600 mg
Hari III Chloroquine 300 mg
 Pada serangan tiba-tiba, cara yang paling aman ialah suntikan intramuskulus, biasanya diberikan 300 mg
chioroquine dan Mepacrine.
Dapat diluang 10 jam kemudian. Setelah itu, pengobatan dilanjutkan per Oral. (3)
 Penanganan Malaria berat adalah : (6)
1. Pemberian obat anti malaria kinin Hcl 20 mg/kgBB dalam 100-200 cc cairan dextrose 5 % selama 4 jam.
Segera dilanjutkan dengan 10 mg/kgBB dilarutkan dalam 200 cc Dextrose 5 % diberikan dalam waktu 4
jam. Selanjutnya diberikan dengan dosis yang sama tiap 8 jam.
Kinin dapat diberikan intramuskuler bila melaui infus tidak memungkinkan. Dosis 20 mg/kgBB/im terbagi
pada 2 tempat suntikan, kemudian diikuti dengan dosis 10 mg/kgBB/8 jam sampai penderita dapat minum
peroral. Bila sudah sadar kinin diberikan peroral dengan dosis 3 x 400-600 mg selama 7 hari
2. Tranfusi
3. Pemberian cairan nutrisi
4. Penanganan terhadap gangguan fungsi organ yang mengalami komplikasi
282

 Bila terdapat anemi yang berat (Hb  6 gr %) harus dilakukan transfusi dengan packed red cells atau whole
blood. (4)
 Untuk wanita hamil dengan malaria falciparum yang resisten terhadap choroquine dapat diberikan preparat
kina peroral. Preparat ini bisa diberikan intravena pada infeksi yang berat. (5)

PENCEGAHAN : (5)
Pencegahan dengan chioroquine 300 mg/oral, sekali seminggu sampai 4 minggu setelah kembali ke daerah non
endemik.
283

SKEMA PENATALAKSANAAN MALARIA DALAM KEHAMILAN

MALARIA DLM KEHAMILAN


Etiologi : Plasmodium
Gejala : Trias Malaria
Pem. Penunjang : Laboratorium
- Pem. tetesan darah tebal, bila sulit
- Pem. Tetesan darah tipis
Koplikasi :
1. Abortus, dismatur, prematur
2. KJDR
3. Anemia
4. Atonia/Intesia Uteri
5. Gawat janin

Penanganan

Pencegahan Pengobatan

Chioroquine 300 mg/minggu (1 x)/oral


(mulai sebelum masuk wilayah andemik sampai 4
minggu setelah kembali kedaerah non endemik)

Malaria Berat Malaria Ringan

Hari I Chloroquine 600 mg


Hari II Chloroquine 600 mg
Tidak sadar Sadar
Hari III Chloroquine 300 mg
1.Kinin Hcl 20 mg/kgBB/100-200 cc Kinin 3 x 400-600 mg Bila resisten
Dextrose 5 % infus selama 4 jam selma 7 hari Kina per oral atau intra vena
dilanjutkan
2.Kinin Hcl 10 mg/kgBB/200 cc
Dextrose 5 %/infus selama 4 jam,
dilanjutkan
3.Kinin Hcl dengan Dosis yang sama
tiap 8 jam
Atau
Kinin 20 mg/kgBB/im dilanjutkan
dengan Kinin 10 mg/kgBB/8 jam
284

10.4. TUBERKULOSIS PARU DALAM KEHAMILAN


dr. Haryanto Kasy , dr. H.A. Arifuddin Djuanna, SpOG

BATASAN :
Penyakit tuberkulosis paru yang disebabkan oleh mycobakterium tuberkulosis yang dijumpai dalam masa
kehamilan.(1)

KRITERIA DIAGNOSIS :
1. Anamnesis.(2)
 Batuk terus menerus berdahak 3 minggu atau lebih.
 Pernah batuk dahaknya bercampur bercak darah.
 Sesak nafas atau rasa nyeri dada.
 Lemah badan, kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun.
 Badan kurang enak “ malaise”, keluar keringat malam.
2. Pemeriksaan fisik.(3)
Perkusi dada yang redup, pada auskultasi suara napas yang bronkial serta didapatkan ronki basah kasar dan
nyaring.
3. Pemeriksaan penunjang.
a. Pemeriksaan radiologis : foto toraks posteroanterior dan lateral. (2,3)
b. Pemeriksaan sputum.(2)
 BTA (basil tahan asam) : pewarnaan sputum dilakukan dengan metode Ziehl Nielson 3 kali berturut-
turut dengan menggunakan mikroskop binokuler.
 Biakan / kultur : biakan dilaksanakan dengan metode yang baik seklaigus resistensi tes.
c. Laboratorium darah rutin.(2)
 Hitung jenis, biasanya didominasi limfosit.
 LED (laju endapan darah) mungkin tinggi.
 Tes fungsi hati.
d. Tes tuberkulin.
Biasanya dipakai cara Mantoux dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD “Purified protein derivative”
Intrakutan.(3)
Hasil tes : indurasi 10-15 mm = Mantaoux positif(3) .
Tes tuberkulin yang positif tidak selalu diikuti dengan penyakit, hasil yang negatif tidak selalu
menyngkirkan penyakit.(2)

PENGELOLAAN :
1. Rawat bersama dengan Subbagian Pulmonologi Bagian Penyakit Dalam.(4)
2. Pengobatan medikamentosa.
285

a. Bila tes tuberkulin positif tanpa kelainan radiologis ataupun gejala klinik diberikan : INH selama 1 tahun.
b. Bila TBC paru (BTA +) : 1R7H7E7 - 5-8R2H2.(5)
Artinya : Rifampisin, INH, Etambutol diberikan intensif
setiap hari selama 1 bulan, kemudian dilanjutkan rifampisin, INH periodik 2 kali dalam
seminggu selama 5-8 bulan.
c. Dosis obat anti tuberkulosis.(2)
Keterangan : R = Rifampisin
H = INH
E = Etambutol
Berat badan Jenis obat fase intensif Jenis obat fase
lanjutan/periodik.
R H E R H
< 33 kg 300 mg 200 mg 800 mg 300 mg 500 mg
33 - 50 kg 450 mg 300 mg 800 mg 450 mg 600 mg
> 50 kg 600 mg 400 mg 1200 mg 600 mg 600 mg

3. Penanganan obstetri
a. Masa kehamilan
(1)
Perawatan kehamilan dapat dilakukan seperti biasa. Kegiatan fisik dikurangi, istirahat cukup, diet tinggi
kalori tinggi protein,
b. Masa persalinan.
Selama persalinan penderita TBC paru aktif ditempatkan dikamar tertentu / kamar isolasi, diberi masker
untuk menutup mulut dan hidung.(1)
Persalinan kala I maupun kala II diusahakan seringan-ringannya, bila persalinan berjalan lancar tidak
dilakuka sesuatu dan diusahakan agar persalinan dapat berlangsung dengan spontan. (5)
Namun apabila kala II melelahkan sebaiknya dipercepat dengan bantuan ekstraksi foeceps, vakum atau
ekstraksi kaki.(5)
Tindakan seksio sesar hanya dilakukan atas indikasi obstetri dan tidak atas indikasi tuberkulosis paru. (5)
c. Masa nifas
Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat diruang observasi 6 - 8 jam, kemudian penderita dapat
dipulangkan langsung. Diberi obat uterotonika dan obat TBC paru diteruskan, serta nasihat perawatan
masa nifas yang harus mereka lakukan.(1)
Penderita yang tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat diruang isolasi. (1)
Dalam keadaan ideal bayi setelah lahir segera dipisahkan dari ibunya sampai ibunya tidak memperlihatkan
tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu
memperlihatkan hasil negatif.(1)

PROGNOSIS :
286

Kecepatan diagnosis dan tatalaksana berperan dalam prognosis.(5)


287

TBC PARU DALAM KEHAMILAN

Penderita kemungkinan
 Ada riwayat kontak tuberkulosis
 Faktor risiko :
Sosial ekonomi
Perumahan padat
 Gejala mencurigakan :
Batuk darah
Nyeri dada
Keringat malam
berat badan menurun Pemeriksaan fisik paru.
demam Tes tuberkulin
Laboratorium
Bila perlu foto toraks

Hanya tes tuberkulin +


TBC paru aktif (tanpa kelainan radiologis
ataupun gejala klinis)

Pengobatan medikamentosa : Pengobatan medikamentosa :


INH, Rifampisin, Etambutol. INH selama 1 tahun

Perawatan kehamilan

Penanganan persalinan atas


indikasi obstetri
288

10.5. ASMA BRONHIALE DALAM KEHAMILAN


dr. Dorphiana Litaay, dr. H. Eddy R. Moeljono, SpOG

BATASAN :
Asma dalam kehamilan (ADK) adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast, eosinofil sehingga
menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk yang ditemukan pada wanita
hamil. (1)

ETIOLOGI :
A. reaksi imunologi (alergi) dimana lg E meninggi
B. faktor genetik
Gabungan A dan B

KRITERIA DIAGNOSTIK :
Batuk, sesak, wheezing, hiperventilasi, dispnea, takipnea, ortonea, ekspirasi memanjang, sianosis, takikardi
persisten, penggunaan otot bantu pernapasan, kesukaran bicara, pulsus paradoksus. (1,2,5)

INDIKASI MASUK RUMAH SAKIT : (1,3)


 Asma akut dengan bronkodilator tidak membaik
 Takikardi persisten
 Dispnea
 Hipertensi
 Pulsus Paradoksus
 Sianosis
 Hipoksemia (PO2 < 70 mmHg)
 Hiperkarbia (PCO2 < 38 mmHg)
 Emfisema subkutan
289

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
 Uji faal paru

KONSUL BAGIAN PENYAKIT DALAM


INFORM KONSET (PERLU)

PENATALAKSANAAN : (1,2,3)
Prinsip pengobatan asma dalam kehamilan pada dasarnya tidak berbeda dengan asma lain. Sedapat mungkin
memakai obat oral sesedikit mungkin, obat yang terpilih yaitu golongan bronkodilator seperti agonis beta-2 inhalar
dengan atau tanpa steroid.
Asma akut :
 O2 4-6 liter
 Beta-2 agonis : salbutamol 5 ml ; feneterol 2,5 mg ; terbutalin 10 mg dengan inhalasi nebolisasi dapat diulang
setiap 20 menit dalam 1 jam ; parenteral, subcutan, intravena. Terbutalin 0,25 mg atau Salbutamol 0,25mg
dalam dekstrosa 5 % pelan-pelan.
 Aminofilin bolus IV 5-6 mg per kg berat badan. Bila sudah menggunakan aminofilin kurang dari 12 jam
berikan setengah dosis saja.
 Kortikosteroid sistemik
Asma kronik
 Desenitasi alergen : Teofilin 800-1200 mg per hari (oral) : Terbutalin 2,5-5,0 mg oral : Prednison 30-60 mg per
hari : Betametrion inhalar 100 mg.

Persalinan biasanya dapat berlangsung akan tetapi bila penderita masih dalam serangan dapat diberi pertolongan
tindakan berupa ekstraksi vakum atau forceps. Tindakan seksio sesaria atas indikasi asma jarang atau tak pernah
dilakukan.(4)
290

11. KELAINAN LETAK, POSISI DAN PRESENTASI JANIN

11.1. LETAK SUNGSANG DAN PENATALAKSANAANNYA


dr. A. Mardiah Tahir, dr. Syahrir Muhammad, SpOG

BATASAN : (1,2)
Letak sungsang adalah letak janin yang memanjang dengan kepala terletak pada fundus uetri dan bokong
menempati bagian bawah kavum uteri.

Tergantung dari bagian janin yang terendah, dapat dibedakan :


1. Letak bokong murni : Frank Breech, yakni bokong saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua tungkai
lurus keatas.
2. Letak bokong kaki : Complete Breech, yakni disamping bokong teraba kaki. Disebut letak bokong kaki
sempurna bila disamping bokong teraba kedua kaki dan letak bokong kaki tidak sempurna bila disamping
bokong teraba satu kaki saja.
3. Letak lutut
4. Letak kaki
Tergantung pada terabanya kedua kaki atau lutut, atau hanya teraba satu kaki atau lutut, disebut letak kaki atau
lutut sempurna dan letak kaki atau lutut tidak sempurna (Incomplete Breech = Footing Breech).

ETIOLOGI : (1,2)
Diagnosis letak sungsang biasanya tidak sulit. Anamnesis akan didapatkan gerakan anak dirasakan terutama
dibagian bawah rahim, adanya perasaan berat didaerah epigastrium, sering merasakan adanya benda keras yang
menekan tulang iga.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik :
1. Palpasi :Leopold I meraba adanya kepala pada fundus uteri
Leopold II teraba punggung disatu sisi, bagian-bagian kecil disisi lain.
Leopold III bokong teraba dibagian bawah rahim
Leopold IV menentukan bokong sudah masuk atau belum kedalam pintu atas panggul.
2. Auskultasi : Bunyi jantung janin umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pusat.
3. Periksa dalam vagina : pada pasien inpartu terutama bila ketuban sudah pecah dapat teraba bagian terendah
janin yaitu bokong, kaki atau lutut
4. USG : Diperlukan untuk konfirmasi letak janin apabila pemeriksaan fisik tidak jelas, menentukan letak
plasenta, menentukan kemungkinan adanya cacat bawaan, kehamilan ganda, taksiran berat badan janin,
volume cairan amnion, usia kehamilan dan lain-lain.
291

5. Radiologi (bila perlu) : Menentukan posisi tungkai bawah, konfirmasi letak janin, menentukan kemungkinan
adanya kelainan bawaan anak ( hidrosefalus / anensefalus ), menentukan secara akurat ukuran dan bentuk
panggul.

PENATALAKSANAAN :
A. Dalam kehamilan (1)
Dalam kehamilan sedapat mungkin dilakukan versi luar menjadi letak kepala. Bila syarat-syarat versi luar dipenuhi
dan tidak ada indikasi kontra versi luar. Pada nullipara versi luar dilakukan pada umur kehamilan 34-36 minggu,
sedangkan pada multipara dilakukan pada umur kehamilan 36-38 minggu. Versi luar dilakukan dengan hati-hati
tanpa anestesi. Setelah versi luar dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan ultrasonografi dan Fetal Heart
Monitoring. Bila versi luar gagal, dapat dilakukan versi luar 1-2 minggu kemudian, bila tidak ada komplikasi pada
janin.
Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk menilai ukuran biparietal, menaksir berat badan janin, ada tidaknya
cacat bawaan janin, lokasi plasenta, lilitan tali pusat dan kedudukan kepala apakah hiperektensi atau tidak . Apabila
ada dugaan hiperekstensi kepala janin yang tidak jelas dilihat dengan ultrasonografi serta dugaan disproporsi
fetopelvik, dilakukan pemeriksaan radiologi.

B. Dalam persalinan (1,3)


Beberapa kriteria yang dipakai dalam mempertimbangkan persalinan pervaginam adalah : Umur kehamilan aterm,
prakiraan berat badan 2500-3175 gram, stasi -1 atau lebih rendah, serviks lunak, mendatar dan dilatasi lebih dari 3
cm, bentuk pelvik ginekoid atau antropoid dan pernah melahirkan bayi letak sungsang dengan berat badan lebih
dari 3175 gram atau letak kepala dengan berat badan lebih dari 3630 gram.
Selama persalinan dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan Fetal Heart Monitoring (FHM), yang bila ada
kelainan dapat dipertimbangkan melakukan persalinan perabdominam dengan segera.
Menolong kelahiran janin dalam letak sungsang memerlukan kesabaran. Selama turunnya janin tidak terganggu dan
tidak ada tanda-tanda janin dalam bahaya, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Dikenal ada 3 tahp dalam
menolong persalinan letak sungsang yaitu :
1. Tahap I : Fase lambat, mulai dari lahirnya bokong sampai pusar (skapula depan). Disebut fase lambat karena
hanya untuk melahirkan bokong yaitu bagian janin yang tidak berbahaya.
2. Tahap II : Fase cepat, mulai lahirnya pusar sampai lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena fase ini kepala
janin sudah masuk PAP sehingga kemungkinan tali pusat terjepit, oleh karena itu fase ini harus segera
diselesaikan dan tali pusat harus dilonggarkan.
3. Tahap III : Fase lambat, mulai lahirnya mulut sampai kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan
keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang bertekanan rendah, sehingga kepala
harus dilahirkan secara perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya ruptura
tentorium serebelli).
292

Dalam persalinan pervaginam sedapat mungkin dilakukan dengan cara Bracht. Pada perkiraan anak besar dan
primigravida dapat dipertimbangkan ekstraksi parsial terutama dengan cara Klasik atau Muller, yang bila tidak
berhasil dipakai cara Lovset. Untuk melahirkan kepala dipakai cara Mauriceau, bila tidak berhasil digunakan
cunam Piper.
Pada partus lama kala II, preeklampsia berat dan eklampsia, prolapsus funnikulidan ibu dengan penyakit jantung
atau paru yang tidak memungkinkan ibu mengedan, dilakukan ekstraksi total.
Sedang indikasi melakukan persalinan perabdominal adalah : primigravida tua, nilai sosial janin yang tinggi atau
infertilitas, riwayat persalinan yang buruk, prakiraan berat badan janin lebih dari 3500 gram atau kurang dari 2000
gram, adanya disprorsi, plasenta previa, kepala hiperekstensi, presentasi kaki, prematur (< 37 minggu), ketuban),
ketuban pecah lebih dari 12 jam, diameter biparietal > 9,5 cm, bokong belum masuk panggul pada akhir kehamilan
pada nullipara, bokong belum masuk panggul pada inpartu multipara, indeks Zatuchni Andros 0-3 dan prolapsus
funikuli disertai gawat janin.
Pada dasarnya Oxytocin drips pada letak sungsang tidak dianjurkan, oleh karena deteksi kemungkinan adanya
CPD/FPD sulit.

CARA-CARA PERSALINAN PADA LETAK SUNGSANG :


a. Pervaginam :
 Bracht
 Ekstraksi parsial (melahirkan bahu), terdiri dari : Klasik (Deventer) & Muller
 Lovset (bila melhirkan bahu secara ekstraksi parsial gagal)
 Mauriceau (melahirkan kepala), bila gagal  pakai cunam Piper
 Ekstraksi total, terdiri dari : Ekstraksi bokong & Ekstraksi kaki.
b. Perabdominam : bila ada indikasi  lihat skema penatalaksanaan letak sungsang.

PROGNOSIS : (1,2)
Bila dibandingkan dengan letak kepala, letak sungsang memberikan resiko yang lebih tinggi bagi ibu maupun anak.
Morbiditas ibu meningkat disertai sedikit peningkatan mortalitas oleh karena tindakan persalinan operatif, termasuk
seksio sesar pada letak sungsang yang menetap.
Prognosis untuk janin letak sungsang lebih buruk dibandingkan dengan letak kepala. Penyebab utama kematian
perinatal adalah persalinan prematur, kelainan kongenital dan trauma persalinan.
Kerusakan pada otot, jaringan lunak, organ visera serta kerusakan pada pleksus brachialis dan trauma pada medulla
spinalis servikalis dapat terjadi baik pada persalinan pervaginam maupun perabdominal.
PENATALAKSANAAN LETAK SUNGSANG 199
PADA KEHAMILAN TUNGGAL

DALAM KEHAMILAN DALAM PERSALINAN

VL DITENTUKAN
UMUR KEHAMILAN

PREMATUR ATERM

Hasil pemeriksaan USG


 BAYI BESAR >.3500 gr)
 BAYI KECIL <2000 GR)
BERHASIL TIDAK BERHASIL BERAT NORMAL
2000-3500 gr
Versi dapat
dilakukan Versi tidak dapat dilakukan
HIPEREKSTENSI FLEKSI
TIDAK TIMBUL TIMBU TIDAK TIMBUL KEPALA KEPALA
KOMPLIKASI KOMPLIKASI KOMPLIKASI
Seksio sesar bila : Dilahirkan pervaginal bila :
 DJA tetap baik  sulusio plasenta  FPD  panggul normal
pada 3 kali  ketuban pecah  persalinan terhenti  kemajuan persalinan baik
pemeriksaan  gawat janin (DJA >  gawat janin  pernah melahirkan bayi let su dengan BB>3175 gr
dgn interval 5’ 160/m’, tidak teratur
 Ketuban pecah 12 jam atau let kep > 3630 gr
PARTUS LETAK MRS UNTUK VL DICOBA
KEPALA OBSERVASI SEKALI LAGI

PERSALINAN
SEKSIO SESAR PERVAGINAL
SEKSIO KEHAMILAN
SESAR DIPERTAHANKAN
Tindakan seksio sesar primer dilakukan
 Solusio plasenta  DJA anak bertambah pada kasus : KLASIK
 tetap gawat janin baik  nulipara tua CARA EKSTRAKSI EKSTRAKSI
 ketuban pecah lebih  ketuban pecah pada  riwayat infertilitas BRACHT PARSIAL
MULLER
TOTAL
12 jam pada prematur dirawat  riwayat persalinan yang buruk (anak
kehamilan aterm sebagai ketuban pecah mati/sakkit akibat proses persalinan  prakiraan anak  nulipara - partus lama kala II
dini  Stasi bokong tinggi atau belum masuk kecil  cara Bracht - preeklampsia/eklampsia
panggul pada impartu gagal - prolapsus funikuli
 plasenta previa CARA  VL tidak - ibu dengan penyakit
Catatan/alat yang disiapkan :  prolapsus funikuli dengan gawat janin LOVSET berhasil jantung/paru-paru
 Sebaiknya semua kasus dilakukan Fetal Heart Monitoring
 Cunam Piper, alat resusitusi dan tabung oksigen harus disiapkan.  Cara klasik & CARA
 Episiotomi dilakukan pada waktu bokong membuka vulva, dan kerjakan secara rutin muller gagal MAURICEAU EKSTRAKSI
 Pada kepala menyusul dan anak sudah mati, dilakukan embriotomi bila tidak dapat BOKONG EKSTRAKSI
dilahirkan dengan cara Maureceau (EXVAKUM) KAKI
EKSTRAKSI CUNAM
(CUNAM PIPER) - Letak bokong kani - Letak kaki
- letak bokong
- Cara Mauriceau gagal murni
200

11.2. LETAK LINTANG


dr. Nursanty AP., dr. H.M.Maramis Palisuri, SpOG

BATASAN :
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu memanjang tubuh anak tegak lurus dengan sumbu
memanjang tubuh ibu. Janin melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong
pada sisi yang lain. (l,2,3,4,5)
Posisi kepala menunjukkan kiri atau kanan sedangkan punggung janin terletak didepan (dorso
anterior), dibelakang (dorso posterior), diatas (dorso superior) atau dibawah (dorso inferior). (l,4)

ETIOLOGI :
Penyebab utama letak lintang adalah : (l,2,3,4,5,6)
1. Multiparitas akibat dari relaksasi berlebihan dinding abdomen .
2. Prematur.
3. Hidramnion.
4. Plasenta previa
5. Uterus abnormal.
6. Panggul sempit.
7. Kehamilan kembar.

DIAGNOSIS :
Ditegakkan berdasarkan :
Pemeriksaan fisis.
Inspeksi : Abdomen melebar kesamping dan fundus uteri membentang sedikit diatas umbilikus. (3,4,5)
Palpasi : Fundus uteri kosong, kepala janin berada disamping, dan diatas simpisis kosong, kecuali
bahu sudah turun kedalam panggul, denyut jantung janin ditemukan disekitar umbilikus.
(3,4)
Pada pembukaan lengkap ketuban sudah pecah, apabila bahu sudah masuk kedalam
panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu dan tulang-tulang iga. Punggung
dapat ditentukan dengan terabanya skapula kadang-kadang dapat diraba tali pusat yang
menumbung.(3,4,5) Dapat pula teraba tangan, bila teraba tangan hendaknya ditentukan
tangan kanan atau kiri, untuk menentukan posisi janin dalam uterus. Tangan kanan
cocok untuk berjabatan dengan jari pemeriksa. (5,6)
Pemeriksaan penunjang : Dengan pemeriksaan radiologis dan ultrasonografi. (6)

PENANGANAN :
Pada kehamilan : Sebaiknya mengubah menjadi presentasi kepala atau menjadi
presentasi bokong dengan cara versi luar. (2,3,4,5)
201

Pada persalinan :
 Pervaginam :
 Konduplikasio korpore atau dengan evolusio spontan bila janin kecil, sudah mati, dan menjadi
lembek (3,4)
 Versi ekstraksi : pada kehamilan kembar setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua dalam
letak lintang.
 Embriotomi : pada janin mati.
 Seksio sesarea : pada janin hidup . (l,2,3,4)

KOMPLIKASI :
 Ruptur uteri spontan
 Ruptur traumatik . (2,3,5)

PROGNOSIS :
Janin letak lintang berbahaya, baik bagi ibu maupun janin. Kebanyakan kematian pada bayi dan ibu
akibat komplikasi.(3)
202

8.3. LETAK MEJEMUK


dr. Cornelia ST., dr. Telly Tessy, SpOG

BATASAN :
Letak majemul adalah satu ekstremitas menumbung (prolapsus) disamping bagian terendah dan turun
dalam rongga panggul bersama-sama.(1) Presentasi bokong kaki dan presentasi bahu tidak dimasukkan
kedalam golongan ini. (1)
Klasifikasi.(1)
1. Presentasi kepala dengan bagian yang menumbung berupa :
a. Tungkai atas (lengan-tangan) salah satu atau kedua-duanya.
b. Tungkai bawah (tungkai-kaki) salah satu atau kedua-duanya.
c. Lengan dan kaki bersama-sama.
2. Presentasi bokong dengan tangan atau lengan yang menumbung.
Semua kombinasi diatas dapat disertai komplikasi tali pusat yang menumbung dan ini
merupakan masalah yang penting dalam hal prognosis.(1,3)

ETIOLOGI : (1,2,3,4)
Presentasi letak janin meliputi semua keadaan menghalangi pengisian dan penutupan pintu atas
panggul sepenuhnya oleh bagian terendah janin.
Penyulit :
Kemungkinan terhambatnya kemajuan persalinan lebih besar, serta menghalangi putaran paksi dalam.

DIAGNOSIS :
Pada pemeriksaan dalam vagina teraba kepala dengan satu ekstremitas (tungkai atas, tungkai bawah,
atau kedua lengan dan kaki bersamaan). Bila teraba bokong maka yang didapatkan yaitu tangan atau
lengan. Pada letak majemuk dapat juga disertai penumbungan tali pusat.

PENATALAKSANAAN :
A. Tanpa komplikasi.
Penanganan paling baik untuk letak majemuk (tanpa komplikasi seperti tali pusat menumbung)
adalah menunggu dengan penuh perhatian(1). Pada kebanyakan kasus setelah pembukaan menjadi
lengkap dan bagian terbawah turun, lengan dan kaki yang menumbung naik keluar dari panggul
sehingga memungkinkan persalinan berjalan normal. Jadi selama persalinan maju tidak perlu
203

dilakukan tindakan apa-apa(1). Sedangkan pada tangan yang menumbung, tidak menghalangi
persalinan spontan jadi baiknya dibiarkan, kalau terjadi gangguan putaran paksi dapat
diselesaikan dengan ekstraksi forceps dengan memasang sendok forceps antara tangan yang
menumbung dan kepala anak(3), tetapi lengan yang menumbung baiknya direposisi kalau
pembukaan sudah lengkap, karena dapat menghalangi turunnya kepala(3). Kalau kepala sudah jauh
masuk kedalam rongga panggul, reposisi tidak mungkin lagi, maka persalinan diselesaikan dengan
forceps.(3) Kalau reposisi tidak berhasil dan kepala tidak mau turun dilakukan seksio sesarea (3).
Kaki yang menumbung disamping kepala baiknya direposisi (3).
Selanjutnya penanganan letak majemuk tanpa komplikasi dibagi berdasarkan
klasifikasinya yaitu presentasi kepala dan presentasi bokong (lihat lampiran 1).
B. Dengan komplikasi penumbungan tali pusat.
Penumbungan tali pusat adalah keadaan tali pusat ada disamping atau dibawah bagian terbawah
janin(1). Penekanan tali pusat antara bagian terbawah janin dengan panggul ibu mengurangi atau
menghentikan aliran darah kejanin dan bila tidak dikoreksi akan menyebabkan kematian janin(1).
Pada 13 sampai 23 persen kasus presentasi majemuk ada komplikasi tali pusat menumbung. Ini
kemudian menjadi masalah yang besar dan penting sehingga penanganannya ditujukan terutama
pada tali pusat yang menumbung(1).
Selanjutnya penanganan letak majemuk dengan komplikasi penumbungan tali pusat
dibagi berdasarkan klasifikasi yaitu presentasi kepala dan presentasi bokong (lihat lampiran 2).
KOMPLIKASI :
Penumbungan tali pusat(1).

PROGNOSIS :
Dengan penanganan konservatif hasilnya tidak harus lebih jelek dibanding dengan presentasi-
presentasi lainnya(1).
204

SKEMA PENALAKSANAAN LETAK MAJEMUK

LETAK
MAJEMUK

PRESENTASI PRESENTASI
KEPALA BOKONG

Observasi kemajuan Observasi kemajuan


persalinan persalinan

Ada Tidak ada Ada Tidak ada


kemajuan kemajuan kemajuan kemajuan

Reposisi
penumbangan DJA (+) DJA (-)

Observasi kemajuan
persalinan Ekstraksi Seksio
total sesarea

Ekstraksi Embriotomi Seksio


BERHASIL TIDAK total sesarea
BERHASIL

Partus pervaginam
(lihat penatalaksanaan HISTEREKTOMI
DJA (+) DJA (-) (Kepala pengiring
bokong)
gagal embriotomi)

Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi Ekstraksi Embriotomi


vakum forsipal vakum forsipal

PARTUS SEKSIO SEKSIO


PERVAGINUM SESAREA SESAREA

PARTUS
PERVAGINUM
205

LETAK
MAJEMUK

DJA (+) DJA (-)

Presentasi Presentasi Presentasi Presentasi


Kepala Bokong Kepala Bokong

Reposisi tali pusat Observasi


posisi kemajuan Ada Tidak ada Ada Tidak ada
Trendelenburg persalinan kemajuan kemajuan kemajuan kemajuan

Ekstraksi Embriotomi Seksio


Ada Tidak ada total sesarea
kemajuan kemajuan

Ekstraksi vakum Embriotomi Seksio


Ekstraksi Seksio Ekstraksi Forsipal sesarea
total sesarea

Partus pervaginam PARTUS Partus pervaginam HISTEREKTOMI


(lihat penatalaksanaan PERVAGINAM (lihat penatalaksanaan (Kepala pengiring
bokong) bokong) gagal embriotomi)

SEKSIO
SESAREA
206

11.4. POSISI OKSIPUT POSTERIOR PERSISTEN


dr. Benyamin Rapa, dr. Maggie Wewengkang, SpOG

BATASAN :
Posisi oksiput posterior persisten adalah : suatu keadaan letak belakang kepala dengan posisi oksiput
posterior dimana tidak terjadi putaran paksi. Pada umumnya presentasi ini merupakan kedudukan yang
bersifat sementara. Angka kejadian adalah 10 % dari seluruh posisi oksiput posterior. (1,2)

ETIOLOGI : (1,2,3,4)
 Panggul anthropoid
 Panggul android
 Kesempatan panggul tengah
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Fleksi kepala kurang
 Inersia uteri
 Arkus pubis sangat luas

DIAGNOSIS : (1,2,3)
 Pemeriksaan dalam vagina : Putaran paksi terhalang atau tidak terjadi pada saat penurunan kepala
berada pada Hodge III/Hodge IV.

PENATALAKSANAAN : (1,2,3)
a. Partus pervaginam berupa :
 Persalinan spontan
 Persalinan dengan forseps
 Rotasi forseps
 Rotasi manual
 Ekstraksi vakum
 Tindakan episiotomi (bila perlu)
b. Seksio sesar : bila gagal partus pervaginam

KEPUSTAKAAN :
1. Cunningham F, Mac Donald PC, Gant NF. Distosia karena kelainan pada presentase, posisi atau
perkembangan janin, Dalam : Rohardi Dh. Obstetri Williams. Edisi 18 (Bahasa Indonesia). Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 403-21
207

2. Sastrawinata S. Distosia karena kelainan presentase, posisi atau kelainan janin, Dalam : Obstetri
patologi UNPAD, Bandung, Elstar Offset, 1994 : 160-69
3. Mochtar R. Distosia karena kelainan janin, Dalam : Sinopsis obstetri, Obstetri patologi, Jakarta,
Penerbit buku kedokteran EGC, 1990 : 378-91.
4. Ronald M, Caplan M.D Abnormal lies, presentation and position in : Principles of obstetrics,
Baltimore U.S.A, Waverly Press, 1982 : 262-64.
208

11.5. PRESENTASI MUKA


dr. A. Mardiah Tahir, dr. H. Habar Garu, SpOG

BATASAN :
Presentasi muka adalah kepala janin terdapat dalam keadaan defleksi maksimal sehingga aksiput
tertekan pada punggung dan muka menghadap kebawah. (1)

INSIDEN :
 Cruikshank & white (1973) melaporkan 1 : 600 kelahiran atau 0,17 % (2)
 Sarwono Prawirodihardjo 1948) di RSCM melaporkan 0,1 %
 Lembaga Statistik Obstetri & Pernoll M.L. masingmasing melaporkan 0,2 % (2,3)
 Dari hampir 50.000 kelahiran bayi tunggal di RS Parkland dalam tahun 1983-1986, 41 kelahiran
atau 1 : 1200 adalah kelahiran dengan presentasi muka (2)+

ETIOLOGI : (1,2,3)
 Grandemultipara
 Anomali kongenital (anensefalus, hidrosefalus, tumor pada leher depan, dls)
 Prematuritas
 Disproporsi Sefalopelvik
 Usia
 Tumor pelvik
 Polihidramnion
 Kehamilan ganda
 Plasenta previa
 Makrosomia

DIAGNOSIS :
Diagnosis ditegakkan dengan :
 Pemeriksaan Fisi (Leopaold), bagian kepala menonjol yakni belakang kepala terdapat disebelah
yang bertentangan dengan letak dada dapat teraba bagian kecil janin dan denyut jantung janin
dapat terdengar jelas (1,3).
 Pemeriksaan dalam v agina, muka dapat diidentifikasi dengan meraba mulut, hidung, tulang pipi
dan sebagian tulang orbita. Hati-hati karena dapat keliru membedakan dengan letak bokong (1,3)
 Pemeriksaan penunjang : Radiologi. Kepala bayi dalam posisi hiperekstensi & tulang muka berada
pada atau sudah dibawah pintu atas panggul merupakan gambaran yang cukup khas (2,3)

PENATALAKSANAAN
209

 Persalinan pervaginam : bila tidak ada penyempitan panggul persalinan spontan dapat diharapkan
bila dagu berada didepan dengan syarat kepala belum jauh masuk kedalam panggul dan masih
mudah didorong ke atas (1)
Persalinan pervaginam juga dapat berlangsung spontan bila anak kecil dan tidak ada disproporsi
sefalopelvik (1)
 Persalinan perabdominam (seksio sesar) bila ada kesempitan panggul, partus macet/lama, dan
posisi mento posterior yang tidak dapat lagi dikoreksi (1)

PROGNOSIS : (1)
 Pada umumnya persalinan berjalan tanpa kesulitan, pada kasus panggul sempit dan anak besar
daapat menimbulkan kesulitas, disamping itu muka tidak dapat melakukakan dilatasi serviks
dengan sempurna
 Prognosis letak mento posterior kurang baik bila dibandingkan dengan letak mento anterior karena
sulit lahir pervaginam
 Angka kematian janin adalah 2,5 - 5 %
210

KEPUSTAKAAN :
1. Sarwono Prawirodihardjo. Ilmu Kebidanan. Ed. II, 1981. Hal. 548-53
2. FG Cunningham, PC Mac Donal, NF Gant. Obstetri Williams. Ed. 18, cetakan I (Edisi Bahasa
Indonesia), 1995. Hal. 412-5
3. Pernoll ML, Herrera E, “ Complications of labor & Delivery”. In : Current Obstetric Gynecologic
Diagnosis & Threatment. 7th Ed. A Lange Medical Book, 1991. 493-501

SKEMA PENATALAKSANAAN PRESENTASI MUKA

PRESETASI MUKA

MENTO ARTERIOR MENTO POSTERIOR

BERHASIL VERSI TIDAK


BERHASIL
PERVAGINAM PERABDOMINAM

PERVAGINAM PERABDOMINAM
Bila : Bila :
 Panggul normal  Panggul sempit Bila :
 Anak diperkirakan  CPD/FPD  Anak kecil
Bila :
 dapat lahir  Anak bernilai sosial  Multipara  CPD/FPD
 Panggul sempit
pervaginam tinggi  Panggul normal
 Multipara  Partus macet/lama  Anak bernilai sosial
tinggi
 Partus macet/lama
211

8.6. PRESENTASI DAHI


dr. Rudianto HP, dr. H.E.R Moeljono. SpOG

BATASAN :
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal dan defleksi
maksimal sehingga bagian kepala bayi diantara lengkungan orbita dan fontanel anterior, berada diatas
pintu atas panggul.(1,2,3,4 )

Pada umumnya presentasi ini merupakan kedudukan yang bersifat sementara dan sebagian besar akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala. Angka kejadian letak dahi kurang lebih satu
diantara 400 persalinan.1

ETIOLOGI :
 Dari ibu: Multipara,panggul sempit,perut gantung. plasenta previa, polihidramnion
 Dari janin : Janin besar, anensefali, tumor - tumor dileher bagian depan.1,2,4

DIAGNOSIS :
Diagnosis ditegakkan dengan:
 Pemeriksaan fisis (Leopold), sama seperti presentasi muka tetapi bagian belakang kepala tidak
seberapa menonjol dan terdapat disebelah yang berlawanan dengan dada. Pada dada dapat teraba
bagian kecil janin dan denyut jantung janin dapat terdengar jelas.
 Pemeriksaan dalam vagina dapat diraba sutura frontalis yang bila diikuti, pada ujung yang satu diraba
ubun - ubun besar dan pada ujung yang lain teraba pangkal hidung dan lengkungan orbita.(1,2,4)
 Ultrasonografi : untuk menemukan etiologi dari janin, yang menimbulkan kecuriga an adanya
presentasi dahi.(4)
212

PENATALAKSANAAN :
Persalinan pervaginam bila :  Janin kecil dan panggul yang luas
 Presentasi berubah menjadi presentasi muka (lihat
penatalaksanaan presentasi muka) atau belakang kepala.
Seksio sesar bila :  Janin dan ukuran panggul normal
 Akhir kala I kepala belum masuk PAP
 Kala II tidak mengalami kemajuan walaupun kepala sudah
masuk rongga panggul.(2,3)

PROGNOSIS :
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal tidak dapat lahir pervaginam, kecuali
bayi kecil dan panggul yang luas. (1,2)
213

KEPUSTAKAAN :
1. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. Presentasi dahi . Dalam : Ronardy Dh. Obstetri Williams.
Edisi 18 ( Bahasa Indonesia ). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995; 415 -16
2. Martohoesoedo, Abadi A. Presentasi dahi. Dalam : Wiknyosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T.
Ilmu Kebidanan. Edisi 3 . Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. 1991; 602-06
3. Fields DH. Brow presentation. In : Barber HK, Fields DH, Kaufman SA. Quick Reference To Ob - Gyn
Procedure. Third Edition. J.B. Lippincott Company. Philadelphia. 1990;139
4. Cruikshank DP. Brow presentation. In: Scott JR, Disaia PJ, Hammond CB, Spellacy WN. Danforth’s
Obstetrics and Gynecology. Sixth Edition. J.B. Lippincot Company. Philadelphia. 1990; 578 -79.
214

12. KETUBAN PECAH DINI


dr. Cornelia, ST, dr. Telly Tessy, SpOG

BATASAN :
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban pada setiap saat sebelum permulaan persalinan
tanpa memandang apakah pecahnya selaput ketuban terjadi pada kehamilan 24 minggu atau 44
minggu. (1)

ETIOLOGI :
Belum diketahui dengan pasti (1,2,3,4,5,6,7,8,9)
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya KPD adalah :
a. Infeksi, contoh : korioamnionitis (1,2,3,4,5,6,7,8,9)
b. Trauma, contoh : amniosentesis, pemeriksaan panggul atau koitus.(2,5)
c. Inkompeten serviks. (1,4,5,7)
d. Kelainan letak atau presentasi janin. (1,9)
e. Peningkatan tekanan intrauterina, contoh : kehamilan ganda dan hydramnion.(4,5,9)

DIAGNOSIS :
1. Keluarnya cairan jernih dari vagina. (1,2,5,8,9)
2. Inspekulo keluar cairan dari OUE, bila fundus uteri ditekan atau digerakkan
pemeriksaan mikroskopis. (8,9)
3. Adanya perubahan kertas lakmus merah ( nitrazim merah ) jadi biru. (1,2,5,8,9)
4. PDV : ketuban negatif.
Pemeriksaan Penunjang.
1. USG. (6,9)
2. Leukosit dan suhu badan (37,5 C) untuk menilai adanya infeksi (leukositosis).
(6,7,9)
3. Pemantauan kesejahteraan janin. (7,8,9)
4. Pemeriksaan laboratorium. Contoh : TORCH, dll. (5,9)

PENATALAKSANAAN : (9)
1. Konservatif :
215

a. Rawat dirumah sakit, tirah baring.


b. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
c. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
d. Antibiotik profilaksis adalah Amoxycillin 3x500 mg (5 hari).
e. Pemberian tokolitik (bila ada konstraksi uterus) dan pemberian kortikosteroid
(pematangan fungsi paru janin), lihat penatalaksanaan persalinan prematur.
f. Jangan melakukan PDV, kecuali bila sudah ada tanda-tanda persalinan.
g. Bila ada tanda-tanda infeksi, gawat janin maka dilakukan terminasi kehamilan
.
h. Bila dalam tiga kali 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada konstraksi
uterus maka dilakukan mobilisasi bertahap, bila pelepasan air berlangsung
terus dilakukan terminasi kehamilan.
2. Aktif :
Bila didapatkan infeksi berat diberikan antibiotik dosis tinggi, dan ditemukan
tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin dilakukan terminasi kehamilan :
a. Induksi/akselerasi persalinan (lihat penatalaksanaan induksi dan masing-
masing letak janin).
b. Seksiosesaria dilakukan bila gagal induksi/akselerasi persalinan (lihat
penatalaksanaan masing-masing dari letak janin yaitu letak kepala, letak
sungsang, letak lintang dan lain-lain).
c. Seksio histerektomi bila ditemukan tanda-tanda infeksi uterus yang berat.

KOMPLIKASI :
1. Ibu : Infeksi, sepsis dan kematian. (3,7,9)
2. Janin (3,7,9)
 Kelahiran prematur
 Infeksi janin
 Deformitas janin.
 Kematian janin.
216

KEPUSTAKAAN :
1. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF, eds. Obstetri Williams (terjemahan dalam bahasa Indonesia
oleh R.Hariadi, R Prajitno P, Soedarto). Edisi 17. Surabaya : Airlangga University Press, 1991 : 880-
3
2. Sura N, Muhammad S dan Manuputty J. Pengelolaan ketuban pecah dini. Majalah Dokter Keluarga,
1986 ; 5 : 62-4
3. Garite TJ. Premature rupture of membranes. In: Scott JR, Disaia PJ, Hammond CB , Spellacy WN,
eds. Danforth’s obstetrics and gynecology. 6th ed. Philadelphia : JB Lippincott Company,
1990 ; 353 - 63
4. Artal R. Premature rupture of the membranes. In: Mishell DR, Brenner PF, eds. Management of
common problems in obstetrics and gynecology. 3rd ed. Boston : Blackwell Scientific Publications,
1994 ; 108 - 15
5. Fields DH. Abnormalities of fetal growth and development concerning both antepartum and
intrapartum care. In: Barber HRK, Fields DH, Kaufman SA, eds. Quick reference to OB-GYN
procedures. 3rd ed. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1990 ; 119-32
6. Borten M. Premature rupture of membranes. In. Friedman EA, Acker DB, Sachs BP, eds. Obstetrical
decision making. 2nd ed. Philadelphia : BC Decker Inc, 1987 ; 170-1
7. Oxorn H,Forte WR, eds. Ilmu kebidanan : patologi dan fisiologi persalinan (terjemahan dalam bahasa
Indonesia dan editor ahli M. Hakimi). Yayasan Essentia Medica, 1990 ; 592-602
8. Saifuddin AB, Utama H. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Bagian I. Jakarta : Balai
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991 ; 39-40
9. Tessy T dan Garu H. Penatalaksanaan ketuban pecah dini. Laboratorium Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.Ujung Pandang (masih dalam proses penyelesaian)
217

KPD DIAGNOSIS :
Kehamilan 20 - < 37 mgg  Anamnesis
 Pemeriksaan inspekulo
 Pemeriksaan pH
 Pemeriksaan USG
 Lab. Leukosit

INPARTU TIDAK INPARTU


INFEKSI TIDAK INFEKSI
GAWAT JANIN TIDAK GAWAT JANIN DIAGNOSIS :
Bila selama observasi  Anamnesis
ditemukan tanda- KPD  Pemeriksaan inspekulo
tanda ini Kehamilan  37 minggu  Pemeriksaan pH
KONSERVATIF
 Pemeriksaan USG
AKTIF  Lab. Leukosit
AKTIF

Cairan ketuban keluar terus Cairan ketuban tidak


(Pemeriksaan USG) keluar lagi
LETAK KEPALA LETAK LINTANG
LETAK SUNGSANG
MASA LATEN > 6 JAM GAWAT JANIN
Terminasi kehamilan Terminasi kehamilan Mobilisasi/
Lihat persalinan prematur Lihat persalinan
INDUKSI/ prematur berobat jalan
AKSELERASI

Bila cairan ketuban tidak Bila cairan ketuban


BERHASIL GAGAL keluar lagi dikonservatif
keluar lagi diobservasi

Kehamilan  37 mgg

PARTUS EKSTRAKSI EKSTRAKSI


PERVAGINAM VAKUM FORSIPAL

GAGAL
SEKSI SESAREA
218
219

13. PANGGUL SEMPIT


dr. Yusuf Manga, dr. H. Maramis Palisuri, SpOG

BATASAN :
Panggul sempit adalah setiap kelainan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul,
sehingga dapat menyebabkan distosia pada persalinan.(1,2)

KLASIFIKASI :
Panggul sempit dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1,2)
Kesempitan pada pintu atas panggul : apabila diameter antero-posterior kurang dari 10 cm
(conjugata diagonalis kurang dari 11,5 cm), atau jika diameter transversal kurang dari 12 cm.
Kesempitan pada panggul tengah : bila jumlah diameter interspinalis ditambah diameter sagitalis
posterior panggul tengah kurang dari 13,5 cm (biasanya 10,5 + 5 cm), atau diameter interspinalis
kurang dari 10 cm.
Kesempitan pada pintu bawah panggul : berkurangnya diameter intertuberosum menjadi 8 cm atau
kurang dari 10 cm.
Kesempitan panggul menyeluruh : kesempitan meliputi semua bagian jalan lahir

Kesempitan panggul yang jarang : pelvis kifosis, kiforakitis, kifoskoliosis dan pelvis
(1)
kifosskoliorakitis.

DIAGNOSIS :
Pelvimetri : pemeriksaan dalam dengan tangan.(3)

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Tes Muller.(1)
Ultrasonografi : mengukur diameter biparietal janin. (1,3)
220

PENANGANAN :
Kesempitan pada pintu atas panggul : Seksio sesar. (1,2)
Kesempitan panggul tengah : Ekstraksi vakum, dilakukan setelah
diameter biparietal janin telah melalui
penyempitan panggul. (4)
Kesempitan pada pintu bawah panggul : Episiotomi mediolateralis yang luas. (4)
Pada bayi yang sudah mati : Kraniotomi dan kranioklasik.(3)

KOMPLIKASI :
Pada ibu : Ruptur uteri, fistula, infeksi intrapartum. (1,2)
Pada bayi : Infeksi intrapartum, perubahan pada kulit kepala janin dan tulang
kepala, prolapsus funikuli. (1,2)

KEPUSTAKAAN :
1. Cunningham F, Mac Donald PC, Gant NF. Dystocia due to pelvic contaction. In: Williams Obstetric.
20th ed. Connecticut; Appleton & Lange, 1997: 461-72
2. Gant NF, Cunningham F. Dystocia due to pelvic contaction. In: Basic Gynecology and Obstetrics.
19th ed. Connecticut; Appleton and Lange, 1993: 370-1
3. Wiknjosastro H. Distosia karena kelainan panggul. Dalam Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T. Ed. Ilmu kebidanan. Edisi Ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono, 1991: 637-
48
4. Cunnigham F, MacDonald PC, Gant NF. Dystocia due to Pelvic Contaction. In: William Obstetric.
18th ed. Connecticut; Appleton & Lange, 1989: 377-83
221

14. KELAINAN HIS


dr. Frits Rumintjap dr. Josephine LT., SpOG

BATASAN :
 Kelainan His adalah suatu keadaan dimana his tidak normal baik dalam kekuatan maupun dalam
sifatnya sehingga menghambat kelancaran persalinan.(1,2)
 His normal/adekuat : his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan, yaitu : (3)
 Klinis : 3 kali kontraksi/10 menit, lamanya 40-60 detik, sifatnya kuat.
 KTG : 3 kali kontraksi/10 menit, lamanya 40 - 60 detik, dengan tekanan intrauterin 40 - 60
mmHg.

KLASIFIKASI : (3,4)
1. Intersia uteri hipotoni (disfungsi uteri hipotoni) : kontraksi uterus terkordinasi, tapi tidak adekuat
2. Intersia uteri hipertoni (disfungsi uteri hipertonik/disfungsi uteri inkordinasi) : kontraksi uterus
tidak terkordinasi, kuat tapi tidak adekuat.

ETIOLOGI : (1,2,3,4)
1. Inersia uteri hipotoni : panggul sempit, kelainan letak kepala, penggunaan analgesi terlalu cepat,
hidramnion, gemeli, perasaan takut dari ibu, salah pimpinan persalinan.
2. Inersia uteri hipertoni : pemberian oksitosin berlebihan.

PENYULIT : (3)
1. Inersia dapat menyebabkan kematian atau jejas kelahiran
2. Kemungkinan infeksi bertambah, yang juga menyebabkan kematian anak meninggi
3. Kelelahan ibu dan dehidrasi, dengan tanda-tanda : nadi & suhu meningkat, pernafasan cepat ,
turgor berkurang, meteorismus dan asetonuri.

PEMERIKSAAN PENUNJANG : (3,4)


1. K.T.G
2. U.S.G

PENATALAKSANAAN : (1,2,3,4)
1. Pemberian infus pada persalinan lebih lama dari 18 jam, untuk mencegah timbulnya gejala-
gejala/penyulit diatas.
2. Inersia uteri hipotoni : jika ketuban masih ada, dilakukan amniotomi dan tetesan oksitosin (kecuali
pada panggul sempit : seksio-sesar).
222

3. Inersia uteri hipertoni : (lihat bab resusitasi intra-uterin).

KEPUSTAKAAN :
1. Mochtar R. Distosia karena his (Power). Kelainan dalam persalinan. Dalam : Sinopsis obstetri.
Obstetri fisiologi. Obstetri patologi. I. Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC, 1989 : 347-51
2. Martohoesodo S. Distosia karena kelainan tenaga. Patologi persalinan dan penanganannya. Dalam :
Ilmu kebidanan. Edisi 4. Jakarta, Yayasan Bina pustaka, 1994 : 537-44
3. Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bagian pertama
(obstetri), edisi kedua, cetakan pertama, Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK-UNPAD, Bandung, 1996 : 107-09.
4. Cunningham F G et al. Dystocia Abnormalities of the expulsive forceps. Abnormal labour. In :
Williams obstetrics 20 th edition. USA, Prentice-hall international inc., 1997 : 415-32.
223

15. RUPTURA UTERI


dr. O. Tjandra, dr. IMS. Murah Manoe, SpOG

BATASAN :
Ruptura uteri ialah robeknya dinding uterus, yang dapat terjadi antepartum atau intrapartum. (1)

KLASIFIKASI :
1. Menurut robek tidaknya peritoneum. (1)
a. Ruptura uteri komplit : semua lapisan dinding rahim robek
b. Ruptura uteri komplit : kalau peritoneum masih utuh
2. Menurut gejala klinik : (3)
a. Ruptura uteri imminens (mengancam)
b. Ruptura uteri

FAKTOR PREDISPOSISI DAN ETIOLOGI : (3,4,5)


1. Ruptura spontan uterus normal
a. Multiparitas
b. Disproporsi
c. Presentasi abnormal
d. Penggunaan oksitosin yang tidak tepat.
e. Anomali janin (hidrosefalus).
2. Ruptura bekas parut
a. Bekas parut seksio sesar
b. Bekas parut bukan seksio sesar
 Miomektomi
 Histerorafi
 Reseksi kornu
 Akibat tindakan kuretase
 Plasenta perketa/akreta
 Metroplasti
 Penyakit trofoblastik invasif

DIAGNOSIS : (2,6)
1. Ruptura uteri imminens
a. Anamnesa adanya faktor predisposisi / etiologi
b. Penderita gelisah, ketakutan disertai perasaan nyeri di perut
c. Mengerang kesakitan pada setiap his
224

d. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya


e. Tanda-tanda dehidrasi
f. His makin lama makin kuat dan sering
g. Ligamentum rotundum teraba keras dan tegang
h. Segmen bawah rahim tipis dan nyeri tekan
i. Nampak lingkaran bandl dan bertambah tinggi
j. Perasaan mau sering kencing dan katetirasi ada hematuria
k. Denyut jantung janin ireguler
l. Terdapat tanda-tanda dari obstruksi (edema jalan lahir) dan kaput janin yang besar.

B. Ruptur uteri
1. Anamnesis dan inspeksi
a. Pada suatu his yang kuat sekali, penderita kesakitan luas biasa, keringat dingin dan tak
sadarkan diri
b. Pernafasan cepat dan dangkal
c. Muntah-muntah
d. Kadang nyeri menjalar di tungkai bawah dan bahu
e. Anemis
f. Perdarahan pervaginam
2. Palpasi
a. Nadi kecil dan cepat
b. Kontraksi uterus biasanya
c. Defance muskuler sampai meteorismus
d. Dapat terjadi krepitasi bila ada emfisema subkutan
e. Kepala janin bila belum turun menjadi mudah dilepaskan dari pintu atas panggul
f. Uterus dapat teraba sebagai bola keras disamping bagian janin bila keluar dari kavum uteri
3. Auskultasi
a. Paralisis usus
b. DJJ sulit atau tidak terdengar lagi
4. Pemeriksaan dalam
a. Kepala janin mudah didorong disertai banyak perdarahan pervaginam
b. Kalau rongga rahim sudah kosong, jari tangan dapat meraba usus atau bagian melalui robekan
dinding uterus.
5. Kateterisasi
a. Hematuri
225

DIAGNOSIS DIFERENSIAL : (7)


Akut abdomen pada kehamilan abdomen lanjut

PEMERIKSAAN PENUNJANG : (7)


Hb dan hematokrit darah

PENANGANAN : (2,3,5,6,8)
A. Resusitasi
a. Memperbaiki keadaan syok, anemia dan infeksi
b. Pada keadaan tertentu kompresi aorta dan pemberian oksitosin bisa membantu mengurangi
perdarahan.

B. Laparotomi, segera setelah diagnosis ditegakkan, dapat dipilih antara memperbaiki kerusakan uterus
atau histerektomi. Keputusan berdasarkan tempat ruptur, sifat robekan, luasnya robekan, penyebab
ruptur, adanya parut uterus, kondisi umum pasien dan keinginan untuk mengandung di kemudian hari.
a. Histerektomi baik total ataupun subtotal
Dilakukan pada keadaan umum memungkinkan dan bila ada kolporeksis.
b. Histerorafia
Dilakukan bila pinggir luka harus rata, beraturan, tidak terlalu rapuh dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
c. Histerorafia dengan ligasi tuba, dilakukan pada luka bersih ruptura bekas parut dengan anak
cukup.

PENYULIT : (7)
a. Sepsis
b. Luka yang meluas ke kandung kencing dan vagina
c. Hematoma pada daerah parametrium
d. Syok irreversible
226

KEPSUTAKAAN :
1. Wibowo B, Saifuddin AB. Istilah obstetri dan Ginekologi. Bagian I. Panitia Ilmiah POGI; Jakarta,
1973
2. Mochtar R. Sinopsis obstetri. Jilid I. Jakarta ; {enerbit Buku Kedkteran EGC, 1990 : 323-33
3. Taber B. Kapita selekta ; Kedaruratan obstetri dan ginekologi. Alih bahasa : Supriyadi T, Gunawan J.
Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1994 : 450-4
4. Oxorn H. Ilmu kebidanan : patologi & fisiologi persalinan. Alih bahasa : Hakimi M. Yayasan Essentia
Medica, 1990 : 469-75
5. Dutta DC. Text book of obstetrics. Calcuta ; New Central Book Agency, 1983 : 436-42
6. Martohoesodo S, Marsinto. Perlukaan dan persitiwa lain pada persalinan. Dalam : Wiknjosastro H,
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds. Ilmu kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1992 : 664-74
7. Saifuddin AB, Utama H. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Bagian I. Jakarta ; Balai
Penerbit FKUI, 1991 : 46-7.
8. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri Williams. Alih bahasa : Suyono J, Hartono A.
Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 : 467-77
227

16. PERSALINAN PREMATUR


dr. Annas Budi, dr. Ny. Suzanna S. Pakasi, SpOG

BATASAN :
Persalinan prematur adalah persalinan pada usia kehamilan antar 20 dan 37 minggu penuh, atau antara
140 dan 259 hari, dihitung dari hari pertama haid terakhir (1).

Faktor risiko : (1).


Dibagi atas kriteria mayor dan minor untuk meramalkan terjadinya persalinan spontan.
Mayor :
1. Kehamilan multipel
2. Hidramnion
3. Anomali uterus
4. Serviks terbuka lebih dari 1 ccm pada kehamilan 32 minggu
5. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
6. Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali
7. Riwayat persalinan prematur sebelumnya
8. Operasi abdominal pada kehamilan prematur
9. Riwayat operasi konisai
10. Iritabilitas uterus
Minor :
1. Penyakit yang disertai demam
2. Perdarahan per vaginam setelah kehamilan 12 minggu
3. Riwayat pielonefritis
4. Merokok lebih dari 10 batang / hari
5. Riwayat abortus Trimester II
6. Riwayat abortus Trimester I lebih dari 2 kali
Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai : 1 atau lebih faktor risiko mayor ; atau 2 atau lebih faktor
risiko minor ; atau keduanya.
Kriteria diagnosis :
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap, atau 140 dan 259 hari (1).
2. Kontraksi uterus yang reguler dengan interval kurang dari 10 menit dan lamanya kontraksi
minimal 30 detik (2).
3. Adanya pendataran dan dilatasi serviks secara progersif atau dilatasi serviks minimal 2 cm sejak
penderita masuk rumah sakit setelah diobservasi selama 30-60 menit (2).
4. selpaut ketuban seringkali telah pecah (1).
228

5. Merasakan gejala seperti : rasa kaku diperut menyerupai kaku menstruasi ; rasa tekanan intra
pelvik ; nyeri bagian belakang (1).
6. Mengeluarkan lendir per vaginam, mungkin bercampur darah.

Pemeriksaan penunjang (1).


1. Ultrasonografi : usia kehamilan, besar janin, jumlah janin, aktivitas biofisik, cacat bawaan, letak
dan maturasi plasenta, volume cairan amnion, kelainan uterus.
2. Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensidan kekuatan kontraksi.
3. Pemeriksaan vaginal berkala untuk mengetahui dilatasi / pemendekan serviks.
4. Pemeriksaan surfaktan (amniosnetesis).
5. Pemeriksaan bakteri vagina
6. Pemeriksaan kultur urine
7. Pemeriksaan gas da pH darah janin.

PENATALAKSANAAN :
Masalah utama dalam menghadapi persalinan prematur, adalah apakah kelangsungan proses itu perlu
dihentikan atau sama sekali tidak. Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dipertimbangkan untung dan
ruginya, dengan memperhitungkan kematangan janin (misalnya : berat janin, kematangan paru),
penentuan kondisi janin inutero, fase persalinan, risiko ibu janin bila persalinan dilanjutkan, dan tentu
saja risiko pengobatan itu sendiri (3).
Bilamana keadaan penderita sudah dinilai, dan diagnosis persalinan prematur sudah dibuat, maka
pilihan tersebut adalah sebagai berikut (3).
1. Menghambat persalinan untuk memperpanjang kehamilan dan menunda persalinan mencapai atau
menjelang aterm;
2. Menghambat persalinan selama 48 - 72 jam dan mencoba mempercepat kematangan paru janin
agar risiko sindrom gawat nafas dapat dikurangi.
3. Membiarkan persalinan berlangsung dengan anggapan bahwa terapi tokolisis tidak berguna bagi
ibu dan janin yang akan lahir, atau karena ada indikasi-kontra terhadap obat tokolisis.

Terapi penundaan persalinan prematur : (1)


1. Istirahat baring
2. Deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko persalinan prematur
3. Pemberian sedai dan hidrasi
4. Pemberian obat tokolitik : (lihat bab, tokolitik)
Pemberian obat pematangan paru patut diberikan pada persalinan prematur 28-35 minggu. Terutama
pada kasus dengan indikasi terminasi kepentingan ibu (4). (lihat bab. Pematangan paru).
229

INDIKASI KONTRA PENUNDAAN PERSALINAN : (1)


Gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak, gestosis, diabetes melitus (beta-
mimetik), pertumbuhan janin terhambat, pembukaan serviks lebih dari 4 cm, kelainan kongenital, dan
kematian janin

CARA PERSALINAN : (1)


1. Janin presentasi kepala : per vaginam dengan episiotomi lobar
2. Indikasi seksio sesar :
a. Janin sungsang
b. Taksiran berat janin kurang dari 1500 g (masih kontra versi)
c. Gawat janin, bila syarat per vaginam tidak terpenuhi
d. Infeksi intraprtum, bila syarat per vaginam tidak terpenuhi
e. Kontraindikasi per vaginam lainnya (letak lintang, plasenta previa, dsb)

KEPUSTAKAAN :
1. Pengurus besar POGI. Standar pelayanan medik Obstetri dan Ginekologi. Bagian I. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 1991 ; 59-61
2. Fadel HE. Preterm labor. In : Fadel HE, ed. Diagnosis and management of Obstetric emergencies.
London : Addison-Weslay Publishing Company. 1982 ; 64-7
3. Muchsin LH, Wiknjosastro GH. Perbandingan tokolisis dengan salbutamol dan magnesium sulfat
dalam pencegahan persalinan preterm. Maj Obstetri Ginekologi Indonesia 1993 ; 19 : 24-6
4. Wiknjosastro GH, Saifuddin AB. Manajemen persalinan preterm. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.
230

SKEMA PENATALAKSANAAN PERSALINAN PREMATUR

KRITERIA PEMERIKSAAN
DIAGNOSIS PERSALINAN PREMATUR PENUNJANG

MENGHAMBAT PERSALINAN MEMBIARKAN PERSALINAN


BERLANGSUNG

Memperpanjang Selama 48-72 jam  Pada terapi tokolis tidak berguna


Kehamian & menunda & mencoba  Indikasi kontra
persalinan, mencapai atau mempercepat
menjelang aterm kematangan paru

 Istirahat
 Deteksi & penanganan terhadap faktor resiko
 Terapi sedasi & hidrasi
 Tokolitik

CARA PERSALINAN

PERVAGINAM SEKSIO

 PRESENTASE KEPALA  JANIN SUNGSANG


+ EPISIOTOMI LEBAR  TBJ < 1500 GR
 GAWAT JANIN
 INFEKSI INTRA PARTUM
 K.I. PERVAGINAM (LL,
PLAS PREVIA)
231

17. KEHAMILAN LEWAT WAKTU


dr. Rahmy Djamil, dr. Henrie Usmany, dr. I.M.S. Murah Manoe SpOG

BATASAN :
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang berumur 42 minggu atau lebih. (1)

ETIOLOGI :
Sampai sekarang belum jelas dipahami seluruhnya, keadaan ini berkaitan dengan adanya defisiensi
sulfatase plasenta dan kehamilan ekstra uteri. (2)

PATOFISIOLOGI :
 Perubahan plasenta menunjukkan penurunan diameter dan panjang vilikorialis, nekrosis fibrinoid
dan terjadinya arterosis pembuluh darah desidua dan korion. Perubahan ini disertai dengan
terjadinya gambaran infark hemoragik yang merupakan tempat penimbunan kalsium dan
pembentukan infark. Pada kehamilan lewat waktu infark ditemukan 60- 80% pada plasenta.(3)
 Apabila kehamilan berlangsung melampaui masa fungsi plasenta, maka janin mungkin
kekurangan nutrisi / oksigen akbiat dari penurunan fungsi plasenta.(4) Sindroma postmaturitas
dapat terjadi hanya 10 - 20 % dari bayi persalinan kehamilan lewat waktu. (5)
Gawat janin dapat terjadi akibat penekanan tali pusat yang dihubungkan dengan oligohidramnion.
(1)

Walaupun dapat bertumbuh menjadi postmaturitas, sebagian (25 - 30 %) janin juga dapat terus
bertumbuh dan melebihi 4000 gram.(6)

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN :


1. Pemeriksaan umur kehamilan
 Umur kehamilan dihitung dengan rumus Naegele berdasarkan anamnesis tanggal hari
pertama haid terakhir.
 Konfirmasi umur kehamilan dengan : (1)
a. Terdengarnya denyut jantung janin pada kehamilan 17 - 20 minggu.
b. Tinggi fundus uteri antara 18 - 30 minggu.
c. Pemeriksaan USG sebelum umur kehamilan 26 minggu.
2. Penentuan fungsi plasenta / keadaan janin.
a. Amnioskopi : untuk melihat warna serta kejernihan cairan ketuban.(3)
b. Pemantuan detak jantung janin :
b.1. Non stress test (NST) (4)
b.2. Oxytocin chalenge test (OCT)(4)
Seksio sesar dilakukan bila OCT positif.
232

c.3. Profil biofisik :


Manning menganjurkan pemeriksaan ini 2 kali seminggu dan persalinan janin
(2)
tersebut bila ada oligohidramnion.

PEMERIKSAAN DALAM :
Untuk menilai kematangan serviks (digunakan nilai Bishop).

PENATALAKSANAAN :
1. Pada dasarnya, penatalaksanaan kehamilan lewat waktu adalah : Penanganan kehamilan dengan
pemantauan dan pengakhiran kehamilan.
2. Cara pengakhiran kehamilang tergantung :
 Keadaan janin.
 Tidak adanya gangguan fungsi plasenta.
 Pematangan serviks.
3. Penanganan antepartum :
 Pemanatauan kesejahteraan janin :
 Pemeriksaan NST atau CST
 Pemantauan profil biofisik.
 NST
 Gerak napas janin
 Gerak janin
 Tonus otot janin
 Cairan amnion
 Pematangan serviks
Dilakukan pada serviks yang belum matang (nilai Bishop < 6).
Pematangan serviks dapat dilakukan dengan Prostaglandin (Prostaglandin gel E2 3,0mg
intravaginal dan 0,5 intraservikal)(6) atau balon kateter kateter Foley no 18 F(7) atau 26F. (3)
 Induksi persalinan.
Induksi persalinan dilakukan pada nilai Bishop 6.(8)
Induksi persalinan dengan menggunakan Oksitosin S 5 U / 500 cc Ringer Laktat, dimulai
dengan 6 tetes mikro / menit dan dinaikkan tiap 30 menit 6 tetes / menit, maksimum 60
tetes / menit.(8)
 Seksio sesar.
 Makrosomia (perkiraan berat janin  4500 gram). (1,6)
 Dilakukan pada janin dengan yang selama persalinan menunjukan nonreaktif dan
positif.(6)
4. Penanganan intrapartum
233

 Amnioinfusion dilakukan pada amnion yang kental.(6)


 Pada keadaan distosia bahu diperlukan bantuan dokter anestesi dan dokter anak serta
seorang ahli kebidanan yang sudah berpengalaman dalam melahirkan distosia bahu dengan
berbagai maneuver.(6)
 Seksio sesar dilakukan pada :
 Suspek makrosomia.(1,6)
 Deselerasi lambat persisten disertai variabilitas atau peningkatan denyut jantung. (6)
 Aspirasi trakheal pada neonatus.(1,6)
234

KEPUSTAKAAN :
1. Cunninghham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstap III LC, Hankins GDV, Clark SL.
Post term . In: Williams obstetrics. 20 th ed. Stamford; Appleton & Lange, 1997 : 827 - 37
2. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Kehamilan Preterm dan Postterm. Dalam: Obstetri
Williams. Alih Bahasa: Sutoyo J, Hartono A. Editor: Ronardy DH. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1995:903 -10
3. Arias F. Prolonged pregnancy. In: Practical guide to high-risk pregnancy and delivery, 3 nd ed . Sint
Louis; Mosby Year Book, 1993 : 150 - 61
4. Laboratorium/UPF Ilmu Kebidanan Dan Penyakit Kandungan . Post Datism. Pedoman Diagnostik
dan terapi. Jakarta; Fakultas kedokteran Universitas Airlangga,1988 : 76 -8
5. Resnik R. Post-term pregnancy. In: Creasy RK, Resnik R. Maternal-fetal medicine.3rd ed.
Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1994 : 521 - 6
6. Freeman RK, Lagrew DC. Prolonged pregnancy. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Obstetrics
normal and problem pregnancies. 2nd. New York; churcill Livingstone, 1991: 945 -55
7. Porto M. The unfavorable cervix: methods of cervical priming. Clin Obstet Gynecol. 1989, 32 : 2 :
262 - 7
8. Satin JQ, Hankins DV. Induction of labor in the posdate fetus. Clin Obstet Gynecol, 1989; 32: 2: 270
-1
235

18. KEHAMILAN DAN PERSALINAN KEMBAR DUA (GEMELI)


dr. Armyn A. Oesman, dr. Telly Tessy, SpOG

BATASAN :
Kehamilan kembar dua adalah kehamilan dengan dua janin.

KLASIFIKASI : (1,2,3,4,5)
1. Kehamilan kembar monozigot : yang terjadi dari ovum dan satu sperma. (Homolog uniovuler)
2. Kehamilan kembar dizigotik : yang terjadi dari dua ovum dan dua sperma. (Heterolog
biovuler)

ETIOLOGI : Tidak jelas.

DIAGNOSIS : (1,2,3,4,5)
1. Anamnesis : ibu merasa perutnya lebih besar dari kehamilan sebelumnya, gerakan anak lebih
sering, adanya riwayat persalinan kembar dalam keluarga.
2. Pemeriksaan fisik : perut tampak lebih besar dari kehamilan biasa, fundus uteri lebih tinggi dari
kehamilan biasa, teraba 3 bagian besar janin, teraba 2 balotemen , teraba banyak bagian-bagian
kecil anak, adanya penambahan berat badan yang menonjol yang tidsak disebabkan oleh edema
dan obesitas. Terdengarnya bunyi jantung anak pada dua tempat yang berbeda dan sama jelasnya
serta ada perbedaan frekwensi sekurang-kurangnya 10 kali dihitung pada saat yang sama.
3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG), dengan pemeriksaan ini kehamilan kembar sudah dapat
diketahui pada kehamilan 6-7 minggu. Pemeriksaan ini merupakan cara diagnosis yang mudah,
cepat, tidak membahayakan ibu dan anak.

PENATALAKSANAAN :
 Dalam kehamilan : (1,3,4)
Komplikasi utama yang sering terjadi pada kehamilan kembar yaitu partus prematur dan preeklampsia,
sehingga perlu diadakan pencegahan untuk kepentingan ibu dan anak.
1. Pemeriksaan antenatal yang lebih sering dan teratur. Dalam hal ini pemeriksaan USG dapat juga
dilakukan lebih sering atas indikasi.
2. Memperbaiki kesehatan umum dan mengusahakan pertambahan berat badan yang cukup.
3. Kebutuhan makanan harus diperhatikan , sehubungan dengan peningkatan kebutuhan terhadap
kalori, protein, mineral, vitamin dan asam folat selama kehamilan.
236

4. Untuk mencegah anemia, secara rutin diberikan sufas ferrosus 1 x 100 mg dan diperiksa Hb sekali
dalam 3 bulan.
5. Kerja ringan, istirahat cukup, tidak melakukan perjalanan jauh dan tidak melakukan koitus setelah
kehamilan 28 minggu.

 Dalam persalinan :
Pimpinan persalinan
Pimpinan persalinan kembar dua tergantung pada umur kehamilan atau perkiraan berat badan lahir
anak. Untuk tiap persalinan kemar dua dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
Persiapan : persiapan untuk persalinan biasa dan operasi. Persiapan resusitasi oleh bagian neonatologi.
Pimpinan pada kala I :seperti pada partus biasa. Terminasi persalinan tergantung pada indikasi.
Pimpinan pada kala II : Persalinan anak pertama ditolong seperti biasa bila letak anak membujur.
Padasetiap perpanjangan waktu persalinan pada kala I dan kala II, harus dipikirkan
kemungkinan terjadinya “locked twins” atau adanya “conjoined twins”. Tindakan yang
paling baik pada locked twins dan conjoined twins ialah seksio sesarea.

Bila ternyata anak pertama letak lintang, maka harus dilakukan seksio sesarea. (3,4)
Seseudah anak pertama lahir, maka dilakukan : (1,2,3,4,5)
1. Pemeriksaan obstetric luar untuk mengetahui letak, presentase dan keadaan anak kedua (denyut
jantung)
2. Pemeriksaan dalam untuk mengetahui letak, presentase anak kedua, apakah ada prolapsus tali
pusat, presentase ganda dan lain-lain
Bila ternyata letak anak kedua memanjang (kepala atau bokong) dan keadaannya baik, maka ketuban
segera dipecahkan kemudian ditunggu sampai partus spontan sambil fiksasi presentasi anak kerongga
panggul dengan melakukan penekanan seperlunya pada fundus uteri.
Bila letak anak kedua melintang, kedaan anak baik, ketuban positif, maka dilakukan versi luar. Jika
tidak berhasil, dilakukan versi dan ekstraksi atau seksio sesarea.
Bila letak kedua anak kedua melintang dan ketuban negatif, segera dilakukan versi dan ekstraksi bila
masih memungkinkan atau seksio sesarea.
Persalinan anak kedua harus dipercepat menurut cara yang sesuai bilamana :
 Di temukan presentasi atau prolapsus tali pusat.
 Terdapat tanda-tanda foetal distress atau ancaman foetal distress anak kedua
 Ketuban negatif sesudah anak pertama lahir.
Pada stadium awal dari partus imaturus dan prematurus yaitu pada pembukaan serviks 4 cm atau
kurang, ketuban positif, keadaan janin masih baik, diusahakan untuk menghentikan persalinan bila
mungkin dengan tokolitik.
237

Interval persalinan anak pertama dan kedua : (1,2,3,4,5)


Anak kedua diusahakan harus sudah lahir dalam waktu kurang dari 30 menit sesudah anak pertama
lahir. Bila perlu his dapat diperkuat dengan pitosin drips. Semua persiapan untuk tindakan obstetrik
sudah harus dilakukan setelah anak lahir. Untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum, maka
tindakan pencegahan mutlak diperlukan. Pengawasan komplikasi postpartum dilakukan dan dirawat
seperti biasa.

KEPUSTAKAAN :
1. Tinggogoy J. Kembar dua di Rumah Sakit Umum Ujung Pandang. Skripsi. Bagian Obstetri dan
Ginekologi FK. UNHAS. Ujung Pandang, 1981.
2. Manuaba IBG. Kehamilan Ganda. Dlama : Melfiawati S, ed. Penuntun kepaniteraan klinik Obstetri
dan Ginekologi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1993 : 134 - 36
3. Wibowo B, Hanafiah MJ. Kehamilan Ganda. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T.
Eds. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 1992 : 386 - 97
4. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Obstetri
Patologi. Bandung : Elstar Offset.1982 : 68 - 78
5. Kovacs BW. Multiple gestations. In : Mishell JR, Brenner PF, eds. Management of common problems
in obstetrics and gynecology. 3rd ed. Boston : Blackwell Scientific Publications, 1994 : 154 - 60
238

SKEMA PENATALAKSANAAN KEHAMILAN KEMBAR DUA (GEMELI)(1,2)

Diagnosis gemeli

Hamil < 30 minggu Hamil 30-36 minggu Hamil aterm

Rawat di RS Partus di RS
Komplikasi (-) Komplikasi (+) rutin/selektif **

Rawat jalan atau Periksa hamil


RS * intensif Komplikasi
***
Inpartu ***

Persalinan Seksio sesarea :


Masuk RS pervaginam  Anak I lintang
R/Tocolotik bila pembukaan  Atonia/hipotonia atau sungsang
4cm (rawat=prematur)  Prolong labor  Gawat janin
 Indikasi obstetri
Induksi persalinan
 Memecahkan
ketuban
Persalinan pervaginam
 Spontan
 Vakum/forceps/ekstr
aksi kaki
239

KEHAMILAN DAN PERSALINAN PADA BEKAS SEKSIO SESAR


dr. Hindar Jaya, dr. Maggie Wewengkang, SpOG

BATASAN :
Kehamilan dan Persalinan bekas seksio sesar adalah kehamilan dan persalinan yang terjadi pada rahim
yang pernah diseksio sesar. (1)

1. Kehamilan pada bekas seksio sesar


a. Anamnesis (1) :
a) Mempunyai data umur, tinggi badan penderita
b) Mengetahui riwayat kehamilan yang lalu
c) Mengetahui riwayat persalinan yang lalu
d) Mengetahui indikasi seksio yang lalu
b. Melakukan pemeriksaan antenatal (PA) yang teratur yaitu (1) :
a) Sebelum mencapai umur kehamilan 28 minggu PA dilakukan tiap 4 minggu
b) Pada umur 28 - 32 minggu tiap 2 minggu
c) Dari umur 32 - 38 minggu pemeriksaan dianjurkan tiap minggu
d) Mulai umur > 38 minggu atau 2 minggu sebelum taksiran persalinan ibu sudah harus rawat
apabila (2) :
e) Tingkat pendidikan rendah
f) Transportasi sulit
g) Tempat tinggal jauh
c. Pemeriksaan Penunjang
 Ro pelvimetri pada panggul suspek sempit (1)
 USG untuk menentukan usia kehamilan, perkiraan berat badan janin dan letak plasenta (1,2)

2. Persalinan pada bekas seksio sesar


a. Seksio Sesar bila (2) :
 Seksio sesar dulu seksio sesar klasik/korporal
 Penyembuhan luka operasi buruk
 Sudah dua kali atau lebih seksio sesar
 Kehamilan ini disertai dengan penyulit seperti :
a) Kelainan letak
b) Kelainan presentasi
c) Plasenta previa
d) Disproporsi sefalo pelvik (D.S.P)
e) Distosia
240

b. Partus pervaginam dapat dilakukan (1) :


 Bila anamnesis dan pemeriksaan fisis obstetri seperti :
a) Umur kehamilan pertama < 35 tahun
b) Umur kehamilan sekarang > 28 minggu
c) Ukuran panggul luar dan dalam normal
(conyungata vera > 11,5 cm)
d) Posisi letak kepala fisiologis (ubun-ubun kecil depan)
e) Tidak ada tumor jalan lahir
f) Kehamilan bekas seksio sesar transperitoneal profunda murni dan hanya satu kali
seksio sesar
g) Pernah melahirkan bayi pervaginam yang berat badan lebih besar dari perkiraan berat
badan janin kehamilan ini
 Dengan observasi ketat (1) :
a) Tanda vital
b) His
c) Denyut jantung janin (DJJ)
d) Kemajuan persalinan
241

KEPUSTAKAAN :
1. Wewengkang MJ, Djasmadi N. Penatalaksanaan persalinan bekas seksio sesar di Bagian Obstetri dan
Ginekologi FK UH, 1989: 1-26
2. POGI. Bekas Seksio Sesarea. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian I. Pengurus
Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Jakarta, 1991: 72-3
242

20. PARTUS KASEP


dr. Henrie Usmany, dr. I.M.S.Murah Manoe SpOG

BATASAN :
Partus kasep adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung
lama sehingga timbul komplikasi pada ibu maupun anak.(1)

PATOFISIOLOGI :
Penyebab kemacetan dapat karena : (2)
1. Faktor panggul
2. Faktor anak
3. Faktor tenaga
4. Faktor penolong
Persalinan normal rata-rata berlansung tidak lebih dari 24 jam dihitung awal pembukaan sampai
lahirnya anak.(1,2)
Kemungkinan terjadi partus kasep bila terjadi (sesuai Friedman) perpanjangan fase laten ( nulipara 20
jam, multipara 14 jam), fase aktif (nulipara 1,2 cm per jam, multipara 1,5 cm per jam) atau kala
pengeluaran yang memanjang (nulipara 2 jam, multipara 1 jam). (2,3,4)
Partus lama yang telah disertai penyulit (partus kasep), meliputi : (1,2)
a. Kelelahan pada ibu.
b. Dehidrasi pada ibu.
c. Infeksi intrauterin
d. Penekanan jalan lahir dengan akibat edema dan perlukaan jalan lahir.
e. Gawat janin atau kematian janin

GEJALA KLINIS :
1. Tanda-tanda kelelahan dan intake yang kurang : (2)
1. Dehidrasi : nadi cepat dan lemah, serta febris
2. Meteorismus
3. His yang melemah atau hilang
4. Oligouri
2. Tanda-tanda infeksi :(2)
1. Pelepasan air ketuban yang keruh kehijauan dan berbau
2. Suhu rektal > 37,5 0 C
3. Tanda-tanda ruptura uteri membakat :
a. Peningkatan aktifitas kontraksi.(5,6 )
b. Regangan berlebihan dengan nyeri pada segmen bawah rahim.(5,6)
243

c. Cincin Bandl mendekati pusat atau melewati pusat.(6)


d. Kegelisahan ibu yang akan bersalin.
4. Tanda-tanda ruptura uteri :
1. His hilang.(2,5)
2. Bagian anak mudah diraba.(2,5)
3. Berhentinya denyut jantung janin atau pergerakan atau keduanya.(5)
4. Gejala rangsangan peritoneal. (5)
3. Syok (nadi kecil dan cepat).(5)
4. Perdarahan melalui ostium uteri eksternum (2,5)
5. Robekan dapat meluas sampai ke serviks dan vagina. (2)
6. Periksa dalam: bagian terendah janin mudah didorong ke atas (2)

5. Tanda-tanda gawat janin : (2)


1. Air ketuban bercampur mekonium
2. Denyut jantung janin takhikardi (160 x menit) / bradikardi (120x/ menit ) / tidak
teratur
3. Gerakan anak melemah berkurang atau hiperaktif (gerakan yang konvulsif)

DIAGNOSIS :
A. Keadaan umum ibu : (2)
1. Dehidrasi.
2. Febris.
3. Meteorismus.
4. Syok.
5. Oligouri.
B. Palpasi : (2)
1. His lemah atau hilang.
2. Gerak janin tidak ada.
3. Bagian janin mudah diraba.
C. Auskultasi : (2)
Denyut jantung janin lemah atau menghilang
 Takhikardi / bradikardi.
 Tidak teratur.
 Menghilang (bila sudah mati)
D. Periksa dalam vagina :
1. Pelepasan air ketuban yang keruh, berbau dan bercampur mekonium. (2)
2. Bagian terendah anak sukar digerakkan bila belum terjadi ruptur, dan mudah digerakan bila
244

sudah terjadi ruptur. (2)


3. Kelainan letak (pada yang kelainan letak)
(Pada pemeriksaan dalam vagina dinilai seviks, pembukaan serviks, penurunan kepala,posisi
kepala dan keadaan panggul )

DIAGNOSIS BANDING : (2)


Kehamilan / persalinan dengan infeksi genetalia eksterna

KOMPLIKASI :
A. Ibu :
 Infeksi sampai sepsis. (1,2)
 Gangguan elektrolit. (2)
 Dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ-organ. (1,2)
 Robekan jalan lahir. (1,2)
 Fistula buli-buli, vagina, uterus dan rektum. (2)
(2)
B. Anak :
 Gawat janin sampai meninggal
 Cacat otak yang menetap akibat asfiksia berat
 Trauma karena persalinan

PENANGANAN :
A. Memperbaiki keadaan umum penderita
1. Rehidarsi. (2)
Pemberian cairan yang memadai, Dextrose 5% (500cc) dan NaCl (500cc) dalam 1 -2 jam
pertama , dengan memantau produksi urin (pasang kateter)
2. Pemberian antibiotik :(2)
 Ampicillin 1gram / 8 jam IM selama 2 hari, dilanjutkan 4 x 500 mg / hari peroral
selama 3 hari dan
 Gentamycin 60 - 80 mg, 2 - 3 kali sehari selama 5 hari, atau -Sephalosporin 1 gr / 12
jam / IV selama 5 hari
Dapat dikombinasi dengan
 Metronidasole 500 mg suppositoria/ 8 jam, selama 5 hari.
3. Penurunan panas :(2)
 Antipiretika per oral (paracetamol 3 x 500 mg) atau parenteral xyllomidon 2 cc IM
(bila tidak bisa peroral).
 Kompres basah (dingin).
B. Akhiri persalinan
245

Sesuai dengan penyebab dan keadaan .


 Pervaginam bila pembukaaan lengkap serta memenuhi syarat pervaginam. (Vakum / forsep
atau perforasi kranioklast)
 Seksio sesar bila syarat pervaginam tidak terpenuhi dan belum lengkap.
KEPUSTAKAAN :
1. Hariadi R. Pemakaian partograf untuk keselamatan ibu dan bayi dalam persalinan. Majalah Obstetri
dan Ginekologi Indonesia, 1992 : 2: 290-300
2. Pedoman diagnostik dan terapi . Rumah Sakit umum Daerah Dokter Soetomo Surabaya, 1994: 55 - 8
3. O'Brien WF., Cefalo RC. Disoder Labor. In : Gabbe SG.,Niebyl RJ., Simpson JL.Obstetrics normal
& problem pregnancies. New York. Churchill Livingstone Inc, 1991 : 435 -46
4. CunninghamFG., Mac Donal PC., Gant NF. Cedera jalan lahir. Dalam: Obstetri Wiliams. Edisi18. Alih
Bahasa Joko Suyono, Hartonao A. editor Ronaldy DH. Jakarta . Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995
: 469 - 77
5. Heller L. Ruptura uteri . Dalam : Gawat darurat ginekologi dan obstetri. Alih bahasa: Matroprawiro
HM, Dharma A. EGC. Jakarta, cetakan 1988: 30 - 1
6. Goelam SA. Perdarahan waktu persalinan. Dalam : Ilmu kebidanan. Cetakan kelima. Jakarta. Balai
Pustaka ,1971:197 - 8.
246

21. PERDARAHAN PASCA SALIN


dr. Abd. Muin, dr. Habar Garu, SpOG

BATASAN :
Perdarahan pasca salin adalah perdarahan 500 cc atau lebih sesudah kelahiran bayi. (1)
Perdarahan pasca persalinan dibagi atas : (2)
1. Perdarahan pasca persalinan primer yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah
bayi lahir.
2. Perdarahan pasca persalinan sekunder yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama.

1. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN PRIMER


a. ETIOLOGI(3)
 Atoni uteri
 Laserasi jalan lahir
 Retensi plasenta atau sebagian plasenta
 Gangguan pembekuan darah

b. FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI(3)
 Trauma jalan lahir
 Multipara/grandimultipara
 Plasenta previa
 Preeklampsia/eklampsia
 Partus lama
 Solusio plasenta
 Tindakan operasi yang menggunakan anestesi Eter/Halotan
 Induksi Persalinan
 Penanganan Kala II dan Kala III yang salah
 Riwayat perdarahan pada pasca persalinan sebelumnya
 Kelainan pada uterus

c. GEJALA KLINIS (3)


Gejala klinis ditandai dengan :
 Perdarahan pervaginam yang mengalir deras atau merembes, perdarahan dapat terjadi internal
atau eksternal.
 Keadaan umum lemah, denyut nadi lemah dan cepat, tekanan darah menurun, penderita pucat
dan dingin, pusing, gelisah sampai koma
247

d. DIAGNOSIS (3)
Diagnosis perdarahan pasca persalinan ditegakkan berdasarkan :
 Anamnesis : faktor-faktor predeposisi, keadaan penderita selama kehamilan.
 Palpasi : Untuk mengetahui adanya atoni uteri serta fundus uteri
 Pemeriksaan plasenta dan selaput ketuban, untuk mengetahui kemungkin tertinggalnya jaringan
plasenta atau selaput ketuban
 Inspekulo : Untuk mengetahui adanya robekan pada perineum, vagina dan serviks
 Pemeriksaan dalam : Eksplorasi vagina, serviks dan kavum uteri untuk mencari robekan pada
vagina, serviks uteri, serta kemungkinan plasenta suksenturiata.
 Pemeriksaan Lab : Hb, Haenatokrit, masa perdarahan, masa pembekuan darah (1)

e. PENATALAKSANAAN (3)
Penderita dengan kecenderungan perdarahan pasca persalinan, sebaiknya pada awal persalinan
sudah diberikan infus larutan Ringerlaktat atau Glukosa 5% dan persiapan transfusi darah. Pada
keadaan akut, tindakan penting adalah :
 Transfusi darah, minimal 500 ml untuk menggantikan darah yang hilang, diberikan dengan
cepat.
 Pemberian plasma ekspander (Larutan Dextran L)
 Drips Oksitosin 20 IU dalam 500 ml larutan Rengarlaktat atau NaCl 0,9%
 Vaksin serap tetanus 1/2 cc

a) Atoni Uteri (3)


(1) Drips oksitosin 20 UI dalam 50 ml larutan Ringerlaktat atau NacCL 0.9% disertai
masase uterus
(2) Bila uterus belum berkontraksi, berikan methergin 0.2 mg intravena, atau
prostaglandin (PG): Sulproston (Nalador) 0.5 mg diulang tiap 6 jam
(3) Bila perdarahan berhenti, uterus berkontraksi, drips dilanjutkan 28 tetes permenit,
Jika perdarahan tetap berlangsung, persiapan kamar operasi, konsultasi keluarga
penderita untuk tindakan Histerektomi atau ligasi (a. uterina atau a. hipogastrika)
(4) Jika perdarahan berkurang, lakukan tamponade utero vaginal kemudian observasi
perdarahan. Bila selama observasi perdarahan bertambah atau tetap berlangsung
dilakukan Histerektomi atau ligasi (a. uterina atau a. hipogastrika)

b) Retensi plasenta atau sebagian plasenta (3)


 Drips oksitosin 20 UI dalam 500 ml larutan Ringerlaktat atau NaCl 0.9% sampai
uterus berkontraksi.
248

 Plasenta dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
Jika plasenta tidak lepas, dicoba dengan tindakan manuil plasenta.
Jika tindakan manuil plasenta tidak memungkinkan, jaringan plasenta dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta
Bila plasenta tidak terlepas, kemungkinan plasenta akreta, histerektomi dapat
dipertimbangkan.
Jika hanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran plasenta dengan digital atau kuretase.

c) Robekan jalan lahir (3)


Robekan jalan lahir dapat diketahui dengan pemeriksaan inspekulo pada perineum, vagina
dan serviks
(1) Robekan perineum, serviks dan vagina (5)
Jahit luka robekan dengan jahitan terputus, jahitan teratas ditempatkan sedikit di atas
puncak robekan.
Antibiotika diberikan Ampicilin 4 x 500 mg, selama 5 hari.
(2) Ruptur uteri(3)
Ruptur uteri kadang sulit diketahui dengan pemeriksaan inspekulo, perdarahan dapat
terjadi internal dalam rongga perut sehingga tidak nampak adanya perdarahan
pervaginam.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan dalam eksplorasi kavum uteri.
Bila ditemukan ruptura uteri tindakan defenitif adalah laporotomi, bila luka robekan
kecil dapat dilakukan histerografi. Bila tidak memungkinkan perdarahan tetap
berlangsung, tindakan histerektomi merupakan pilihan.
d) Gangguan faktor pembekuan (3)
(1) Transfusi darah segar, minimal 1 liter
(2) Bila perdarahan masih berlangsung, dan bila keadaan penderita memungkinkan,
tindakan defenitif adalah histerektomi
(3) Bila perdarahan berkurang, transfusi darah segar dilanjutkan selain itu diberikan
uteretonika oksitosin 20 UI perinfus untuk mempertahankan kontraksi uterus
(4) Konsul kebagin penyakit dalam

2. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN SEKUNDER


a. ETIOLOGI (3)
 Subinvolusi uteri
 Tertinggalnya sisa plasenta
 Tumor / Mioma uteri
249

 Kelainan perdarahan
 Hematoma jalan lahir

b. GEJALA KLINIS
Gejala klinis ditandai dengan :
 Perdarahan pervaginam yang bervariasi sedikit sampai banyak
 Demam dan menggigil bila terdapat infeksi jalan lahir
 Pemeriksaan palpasi ditemukan uterus membesar, lunak dan nyeri bila ada infeksi.

c. DIAGNOSIS : (3)
Diagnosis ditegakkan dengan adanya perdarahan pervaginam, pembesaran uterus, nyeri dan demam
bila ada infeksi.
Pemeriksaan laboratorium ditemukan Leuksitosis pada infeksi. Pemeriksaan ultrasonografi untuk
menyingkirkan sisa plasenta.

d. PENATALAKSANAAN : (3)
 Perdarahan segera diatasi dengan transfusi darah, pemberian cairan intravena RingerLaktat
atau NaCl 0.9%
 Drips oksitosin 10 IU dalam larutan infus
 Preparat besi
 Vaksin serap tetanus 1/2 cc
 Diagnosis dengan pemeriksaan fisis dan laboratorium
a) Subinvolusi Uterus (3)
Setelah keadaan umum diperbaiki, sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG, dan pemeriksaan
laboratorium
(1) Bila hasil pemeriksaan USG tidak ditemukan gambaran sisa jaringan plasenta, hasil
pemeriksaan laboratorium tidak ada tanda-tanda infeksi, pengobatan dilanjutkan
dengan uetrotonika, (Oksitosin) 20 IU dalam larutan infus dilanjutkan injeksi
methergin 0,2 IM
(2) Profilaksis diberikan antibiotika Ampicilin 4 x 500 mg sehari selma 5 hari.
(3) Bila perdarahan berkurang atau teratasi pengobatan dilanjutkan dengan uterotonika
oral, methergin 3 x 0,125 mg selama 5 hari. Histerektomi atau ligasi (a. uterina atau
a. hipostrika), dilakukan bila perdarahan tidak dapat diatasi.
(4) Bila hasil pemeriksaan USG tidak ditemukan sisa jaringan, tanda-tanda infeksi
positif, pengobatan dilanjutkan dengan antibiotika perenteral Procain penicillin G 2
juta IU tiap 6 jam, atau Ampicillin 4 x 500 mg selama 5 hari
250

(5) Bila ditemukan sisa jaringan, tidak ada tanda infeksi, sisa jaringan dikeluarkan
dengan kuretase.
(6) Bila ada sisa jaringan disertai infeksi berikan dulu antibiotika sampai suhu turun. 3-4
hari kemudian kuretase, tapi bila perdarahan banyak segera kuretase walaupun ada
demam. (4)
(7) Kalau uterus harus dipertahankan untuk kemungkinan mempunyai anak lagi maka
sebaiknya diberikan dulu obat secara intravena oksitosin, metilergometrin atau
prostaglandin. Bila perdarahan mereda observasi saja dan bila perdarahan berhenti
bisa dipulangkan. Tindakan kuretase dilakukan kalau perdarahan terjadi terus dalam
jumlah banyak atau terjadi kembali setelah dilakukan tindakan , bila tidak berhasil
laporotomi untuk dilakukan ligasi arteri uterina atau arteri hipogastrika atau
(5)
histerektomi . Pasca kuret, pengobatan dilanjutkan pemberian Ampicillin 4 x 500
mg/hari selama 5 hari, methergin 3 x 0,125 mg/hari selama 5 hari.

b) Uterus Involusi (5)


Pada pemeriksaan phisis ditemukan uterus involusi baik perdarahan dapat berasal dari
hematomi pada jalan lahir.
(1) Pemeriksaan phisis, dan inspekulo untuk mengetahui letak sumber perdarahan jika
ditemukan hematoma vulvoginal sebaiknya tidak dilakukan manipulasi, pengobatan
dengan konservatif, transfusi darah segar, oleh karena bekuan darah dalam hematom
menyebabkan gangguan pembekuan. Profilaksis diberikan antibiotika Ampicillin 4 x
500 mg/hari selama 5 hari
(2) Bila perdarahan bertambah besar dipertimbangkan tindakan evakuasi hematoma
(insisi hematoma), rongga hematoma dijahit dengan jahitan matrax.
Bila dicurigai perdarahan retroperitoneal, tindakan defenitif adalah laporotomi.
251

KEPUSTAKAAN :
1. POGI. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Cetakan ke-1 Jakarta. Gaya Baru, 1991: 48 -
52
2. O’Connor TCF, Cavaragh D. Post partum emergencies, In: Cavaragh D, Woods RE, O’Connor TCF,
Kalipel RA, eds. Obstetric emergency, 3rd ed., Philadelphia Harper & Row Publishers, 1982: 292
3. Kaput JA, mansyur A, Oktavianus J, Djasuardi N. Penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS 1993
4. Sulaiman SR. Ratologi Kala III dan IV. Dalam: Obstetri Patologi Bagian Obstetri dan Ginekologi FK
Universitas Padjajaran Bandung, 1981; 231-7
5. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Obstetrics Williams. Texas, 1995: 556-63
252

22. INFEKSI PUERPERALIS


dr. Hindar Jaya, dr. Maggie Wewengkang, SpOG

BATASAN :
Infeksi puerperalis adalah infeksi alat genital dalam masa nifas yang ditandai dengan meningkatnya
suhu  38C yang terjadi selama 2 hari berturut-turut dalam waktu 10 hari pertama pasca salin.
Kecualis 24 jam pertama pasca salin.(1,2,3)

FAKTOR PREDISPOSISI : (2,3)


I. Periode Antepartum
 Kekurangan gizi-anemia
 Penyakit menahun (DM dan keganasan)
 Ketuban pecah dini dan partus prematurus
 Hygene ibu yang jelek
 Infeksi traktur genetalia
II. Periode intrapartum
 Partus lama
 Periksa dalam yang sering
 Ketuban pecah dini
 Monitor janin yang intensif
III. Periode Postpartum

DIAGNOSIS :
Klinis : (1,2,3,4)
 Febris ----------- menggigil
 Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi
 Nyeri perut bagian bawah
 Nadi cepat
 Kadang-kadang nyeri bila kencing
 Subinvolusi rahim

Inspikulo : Lokhia berbau


Persiksa dalam vagina : Uterus dan paramterium nyeri pada perabaan

PEMERIKSAAN PENUNJANG : (2,3)


 Laboratorium rutin lengkap
253

 Kultur dan uji sensitifitas


 USG bila perlu
 BNO bila perlu

TERAPI : (2,3,4)
 Antiobiotik spektrum luas yang sesuai untuk penderita.
 Bila resistensi tergantung hasil kultur
 Bila ada abses harus dilakukan insisi dan drainase. Jika ada abses pada Cavum Douglasi dilakukan
kolpotomi posterior disertai pemasangan drain. Jika terjadi peritonitis dilakukan laparotimi.
 Jika terjadi syok septik : Rawat di ICU
254

KEPUSTAKAAN :
1. Cunningham FG. Mac Donal PC. Gants NF. Infeksi puerperalis. Dalam : Ronardy DH. Ed. Alih
Bahasa : Suyono J, Hartono A. Obstetri Williams. Edisi 18. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran ECG,
1995 : 535-52
2. Wiknjosastro H. Infeksi nifas. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds Ilmu
kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 1991 : 689-99
3. Beydoun SN. Serious postpartum infeksios. In : Fedel HE, ed. Diagnosis and Management of Obstetri
Emergencies. London ; Addison-Wesley Publishing Company, 1982 : 233-45
4. Duff P, Gibbs RS. Maternal sepsis. In : Berkowitz RL, ed. Critical Care of the Obstetric Patient. Ist ed.
New York ; Churchill Livingstone, 1983 : 189-213.
255

23. SYOK SEPTIK


dr.Efendi Lukas, dr.H.Eddy Moeljono, Sp.OG

BATASAN :
Syok septik adalah sindroma Klinik yang dicetuskan oleh masuknya dan menyebarnya produk mikroba
ke dalam vaskuler sehingga menyebabkan kegagalan pada mikrosirkulasi, penurunan perfusi jaringan,
dan abnormalnya metabolisme seluler (1).

PATOFISIOLOGI :
1. Pembebasan endotoksin dari mikroba yang sudah mati diduga menjadi pencetus utama terjadinya
syok septik. Endotoksin merupakan kompleks protein - lipopolisakarida yang dilepaskan dari
membran sel bakteri yang mati dan merupakan stimulan antigen yang kuat, kemudian berikatan
dengan antibodi (Ig G dan Ig M) membentuk kompleks endotoksin - antibodi (2).
2. Selanjutnya terjadi pelepasan zat vasoaktif (histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, SRSA
sehingga menyebabkan vasodilatasi arteriol, venokonstriksi dan peninggian permeabilitas membran
kapiler, maka terjadi penumpukan (pooling darah) yang menyebabkan (1,2,3).
 tekanan hidrostatik dalam kapiler meningkat
 kerusakan pada dinding kapiler
 perembesan cairan dalam ruangan vaskuler ke ekstra vaskuler
 hipovolemik hebat sehingga manifestasi syok menjadi lebih jelas

GEJALA KLINIK :
Syok septik dalam bidang Obstetri dan Ginekologi sering terjadi akibat komplikasi post abortus,
endometritis post partum, korioamnionitis dan pielonefritis dalam kehamilan.
Secara klinis syok septik terdiri dari 2 fase yaitu (2):
1. Syok reversible (syok septik primer) :
a. Syok dini (warm hypotensive = stadium hipotensi hangat)
- hipotensi
- kulit menjadi hangat dan kemerahan
- takikardi (100 - 120 x/menit)
- demam dengan suhu > 39 C
b. Syok lanjut “cold hypotensive” = stadium hipotensi dingin)
- curah jantung menurun
- tahanan vaskuler perifer meningkat
- oliguria sampai anuria
- suhu tubuh dingin (hipotermia)
256

- tahanan vaskuler sistemik meningkat (CVP meningkat)

2. Syok yang irreversibel


- asidosis metabolik
- kadar asam laktat dalam darah meningkat ( > 15 mg%)
- koma
- anuria
- distres pernafasan dan distres jantung

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium (2,3).
- Pemeriksaan darah lengkap
- Kultur darah dan tes sensitivitas
- Pemeriksaan kimia darah : elektrolit serum, BUN, ureum, kreatinin
- Pemeriksaan kadar asam laktat dalam darah
- Analisa gas darah
- Urinalisis
257

Radiologi (2,3) :
- Foto toraks : untuk melihat apakah ada tanda-tanda bronkopneumoni sekunder, sindroma syok paru,
atau emboli paru akibat tromboflebitis.
- Foto tegak abdomen : untuk melihat tanda-tanda perforasi (Ada udara bebas)

EKG : bisa tampak depresi segmen ST dan gelombang T terbalik2


USG : untuk melihat adanya cairan bebas sebagai tanda perforasi uterus

KOMPLIKASI : (2,4)
- DIC
- Gagal ginjal
- Sindroma distres pernafasan akut “shock lung”

PENANGANAN :
Penderita syok septik harus dirawat di ICU dengan monitoring ketat dan dilakukan penanganan
multidisipliner (rawat bersama dengan Bagian Anestesiologi dan Bagian Interna)
Selama perawatan perlu dilakukan monitoring : (2,4)
- Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu tiap 30 menit
- Hemodinamik : dengan melakukan pemasangan kateter CVP
- Produksi urine
- Laboratorium : Hb, Hm, lekosit, trombosit, fungsi hemostatis, gula darah, elektrolit, ureum,
kreatinin, analisa gas darah

Prinsip penanganan terdiri dari :


1. Oksigenasi : Berikan oksigen konsentrasi tinggi
Tujuannya untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat sehingga perfusi jaringan diperbaiki (2,4).
2. Terapi cairan : Untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat sehingga perfusi jaringan
diperbaiki.
 Transfusi darah
 Infus Ringer laktat atau Dextrose 5% atau NaCl fisiologis: 1-2 liter dalam waktu 20 - 45 menit
atau 20 ml/menit sambil memperhatikan responsnya.
3. Pemberian obat-obat inotropik seperti : Dopamin dan Isoproterenol dilakukan setelah konsultasi
dengan Bagian Interna.
4. Pemberian antibiotika
 Diberikan antibiotik berspektrum luas sebelum ada hasil kultur dan tes kepekaan
 Diberikan kombinasi golongan cefalosporin 1gr per12 jam-24 jam (tergantung jenisnya) +
Metronidazole 500 mg/12 jam dengan cara pemberian intravena
258

 Atau Ampicillin 1 gr/IV tiap 4 jam dan Gentamycin 80 mg/IV tiap 8 jam + Metronidazole 500
mg/12 jam/IV
 Bila hasil kultur dan tes kepekaan sudah ada maka antibiotik yang diberikan sesuai dengan
hasil tes kepekaan.
5. Pemberian kortikosteroid
 Deksametason dengan loading dose 20 mg/IV kemudian dilanjutkan 3 mg/kgBB/hari tiap 4-6
jam selama 1-2 hari
6. Penanganan operatif
Penanganan operatif meliputi drainase pus, eksisi jaringan nekrotik, histerektomi, kuret atau
pengeluaran benda asing. Tindakan ini dilakukan setelah sistim kardiovaskuler dan pernafasan
distabilkan, gangguan asam basa dan elektrolit sudah dikoreksi.

LAMA PERAWATAN :
Sangat tergantung pada keadaan umum pasien serta ada tidaknya komplikasi
259

KEPUSTAKAAN :
1. Tanra AH, Sjattar M.ID. Penggunaan kortikosteroid pada syok septik. MKI vol 36, nomor 7, 1986 :
345-54.
2. Cavanagh D, Rao PITON S, Comas MR. Septic shock in obstetrics and gynecology, In : Friedman EA,
ed. Major problems in obstetrics and gynecology. Vol.11. Philadelphia; WB Saunders Company, 1976.
3. Andriole VT. Bacterial infection. In : Burrow GN, Ferris TF, eds. Medical complications during
pregnancy, 2nd ed. Philadelphia; WB Saunders Company, 1982 : 302-19.
4. Taruli RA. Masalah syok dan penanganannya. MKI vol 35, nomor 3, 1985 : 167-80.
260

SKEMA PENANGANAN SYOK SEPTIK

Gejala klinik Pemeriksaan penunjang

1. Syok reversibel  Pemeriksaan Laboratorium


a.
Syok dini  darah lengkap
 hipotensi  analisis gas darah
 kulit hangat dan kemerahan  kimia darah
 Takhikardi (100-120 x/menit)  kadar asam laktat dalam darah
 demam dengan suhu > 39o C  kultur darah dan tes sensitivitas
b. Syok lanjut  urinalis
 curah jantung menurun  Radiologi :
 tahanan vaskuler perifer meningkat  Foto toraks
 oligura sampai anuria  Foto tegak abdomen
 hipotermia  USG
 CVP meningkat  EKG
2. Syok irreversible
 asidos metabolik
 kadar asam laktat meningkat (>15mg%)
 koma
 anuria
 distres pernafasan dan distres jantung

DIAGNOSTIK
SYOK SEPTIK

 oksigen
 terapi cairan
 obat-obat inotrapik
RAWAT DI ICU
 anti biotik
(kerja sama dengan Bagian Interna dan Anestesi)
 keortikosteroid

 sistem kardiovaskuler dan pernafasan stabil


 Gangguan asam basa dan elektrolit dikoreksi

 drainage pus
 eksisi jaringan nekrotik
PENANGANAN  histerektomi
OPERATIF  kuret
 pengeluaran benda asing
261

BAB II
GINEKOLOGI

1. LEUKORA
dr. Welly Hosea, dr. Ny. Suzanna S.Pakas, SpOGi

BATASAN :
Leukora adalah gejala klinis yang ditandai oleh keluarnya getah vagina atau cairan
vagina yang berlebihan (1,2).

ETIOLOGI : (3)
 Fisiologis
 Bayi wanita yang baru lahir sampai kira-kira 10 hari
 Sekitar manarke
 Wanita dewasa yang mendapat rangsangan seksual
 Sekitar ovulasi
 Penyakit menahun, neurosis, ektropin porsiones uteri.

 Patologis: (4,5)
 Infeksi :
 bakteri : Gardnerrella vaginalis
Nesseria gonorrhoeae
Chlamydia trachomatis
 virus : Herpessimplex
 jamur : Candida albicans
 parasit : Trichomonas vaginalis
 Neoplasma
 Fistula
 Benda Asing
 Penyebab lain :
262

 psikologi : Vulvovaginitis Psikosomatik


 tidak diketahui : “Desquamative inflamatory vaginitis”

DIAGNOSIS : (4,6)
 Anamnesis
Ditanyakan mengenai usia, metode kontrasepsi yang dipakai oleh akseptor KB,
kontak seksual, perilaku, jumlah, bau dan warna leukore, masa inkubasi, penyakit
yang diderita, penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid dan keluhan-keluhan
lain.
 Pemeriksaan fisis dan genital
 Laboratorium
 Pemeriksaan PH Vagina
 Penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam fisiologis dan KOH 10%
 Pulasan dengan pewarnaan Gram
 Pap Smear
 Kultur
 Biopsi
 Test biru metilen

PENATALAKSANAAN :
 Tujuan Pengobatan (7)
 Menghilangkan gejala
 Memberantas penyebabnya
 Mencegah terjadinya infeksi ulang
 Pasangan diikutkan dalam pengobatan
Fisiologis : tidak ada pengobatan khusus, penderita diberi penerangan untuk
menghilangkan kecemasannya. (8)
Patologi : tergantung penyebabnya. (4,6)
 Neoplasma : penanganan sesuai Protokol Penanganan Bagian Obstetri &
Ginekologi FK-UNHAS
263

 Fistula : dilakukan reparasi fistula


 Benda Asing : benda asing dikeluarkan
 Penyebab lain :“Vulvo vaginitis psikosomatik” : dengan pendekatan psikologi.(4)
“Desquamative inflamatory vaginitis” : antibiotik, kortikos-teroid
dan estrogen. 5

INFEKSI :
 Gardnerrella vaginalis. (1,9)
 Metronidazole 2 x 500 mg oral selama 7 hari
 Metronidazole 2 gram dosis tunggal
 Ampisillin 4 x 500 mg oral sehari selama 7 hari
 Pasangan seksual diikutkan dalam pengobatan

 Neisseria gonorhoeae (CDC 1990, dikutip dari 10)


 Penisilin prokain 4,8 juta unit im, atau
 Amoksisilin 3 gr im ditambah 1 gram probenesid
 Ampisilin 3,5 gram im atau

Ditambah:
 Doksisiklin 2 x 100 mg oral selama 7 hari atau
 Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari atau
 Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
Tiamfenikol 3,5 gram oral
Kanamisin 2 garm im
Ofloksasin 400 mg/oral
Untuk Nesseria gonorhoeae penghasil penisilinase:
Sefratriakson 250 mg im atau
Spektinomisin 2 mg im atau ditambah:
Siprofloksasin 500 mg oral
Doksisiklin 2 x 100 mg selama 7 hari atau
Tetrasiklin 4 x 500 mg selama 7 hari atau
264

Eritromisin 4 x 500 mg selama 7 hari

CHLAMYDIA TRACHOMATIS : (2)


Tetrasiklin 4 x 500 mg selama 10-14 hari oral
Eritromisin 4 x 500 mg selama 10-14 hari bila
Tetrasiklin merupakan kontra indikasi
Minosiklin dosis I 200 mg, dilanjutkan 2 x 100 mg/hari selama 14 hari
Doksisiklin 2 x 200 mg/hari selama 14 hari
Kontrimoksazol sama dengan dosis minosiklin 2 x 2 tablet/hari selama 10 hari

VIRUS HERPES SIMPLEX : (11)


Belum ada obat yang dapat memberikan kesembuhan secara tuntas
 Asiklovir krim, dioleskan 4 x sehari
 Asiklovir 5 x 200 mg oral selama 5 hari

CANDIDA ALBICANS (2,5)


Topikal:
 Nistatin tablet vagina 2 x sehari selama 2 minggu
 Klotrimazol 1% vaginal krim: 1 x sehari selama 7 hari
 Mikonazol nitral 2%, 1 x sehari selama 7 - 14 hari
Sistemik
 Nistatin tablet 4 x 1 tablet selama 14 hari
 Ketokonazol oral 2 x 200 mg selama 5 hari
 Flukonazol 150 mg oral dosis tunggal

TRICHOMONAS VAGINALIS (12)


 Metronidazol dosis tunggal 2 gram atau 3 x 200 mg/hari selama 7 hari
 Tinidazol 2 gram dosis tunggal atau 2 x 250 mg selama 7 hari
 Nimorazol 2 gram dosis tunggal
 Ornidazol 1,5 gram dosis tunggal
Pasangan seksual dibawa dalam pengobatan
265
266

KEPUSTAKAAN :
1. Soehartono.Vaginosis,Vaginitis Update, Simposium Vaginitis pada Kongres Obstetri
& Ginekologi VI, Ujungpandang.
2. Soedarto M. Fluor Albus, Wahana Medik, II, 1991: 18-23
3. Hutabarat H. Radang dan Beberapa Penyakit Lain pada Alat-alat Genital Wanita
Dalam. Wiknjosastro H., Saifuddin AB, Rachim Hadi T. ed, Ilmu Kandungan, Edisi
Kedua, Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 1994: 269-313.
4. Nuranna L., Keputihan dan Penatalaksanaannya, Berita OBGIN. 1990, 2:9-14.
5. Barclay DL. Disorder of the Vulva & Vagina in: Benson RC (ed) Current Obstetri
& Gynaecologic Diagnosis & Treatment , 6th edition Appleton & Lange Norwalk,
Connecticut, 1987: 618-28.
6. Aulia A. Keputihan, Suatu Keluhan Pasien dalam Praktek Sehari-hari, Yayasan
Penerbit IDI, 1985.
7. Samil RS. Vaginitis Diagnosis dan Terapi, Vaginitis Update, Simposium Vaginitis
pada Kongres Obstetri & Ginekologi VI, Ujungpandang, 1985.
8. Sarifuddin PK. Tinjauan Etiologi Keputihan dan Pengobatannya,. Majalah Dokter
Keluarga., 1988, 6:396-400
9. Junarso J. Vaginosis Bakterial, dalam: Djuanda A. Djuanda S. Hamzah M., Aisah S,
Ed: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin , Edisi Kedua, Jakarta Balai Penerbit FKUI,
1993:324-9
267

SKEMA PENATALAKSANAAN LEKORE

LEKORE

 ANAMNESIS
 PEM. FISIS DAN GENITAL

FISIOLOGIK PATOLOGIK

 PEM. LABORATORIUM

TIDAK ADA
PENGOBATAN INFEKSI NEOPLASMA FISTULA BENDA PENYEBAB
KHUSUS ASING LAIN
PROTOKOL
BAKTERI PENANGANA REPARASI BENDA Psikologis,
N FISTULA ASING Antbiotik
NEOPLASMA DIKELUARK Kortikosteroid
VIRUS
TERAPI AN Estrogen
SESUAI
PENYEBAB
JAMUR

PARASIT
268

2. DISMENOREA
dr. Albert J. Pangerapan , dr. Maggie Wewengkang, SpOG

DEFINISI :
Dismenorea atau nyeri haid adalah nyeri yang timbul akibat kontraksi disritmik
miomterium dengan satu atau lebih gejala seperti nyeri ringan sampai berat pada
perut bagian bawah, bokong dan nyeri spasmodik pada medial paha.

KLASIFIKASI :
Dismenorea terdiri :
1. Dismenorea primer (Indiopatik)
Kongestive, Spastis
2. Dismenorea sekunder (Agusita)

ETIOLOGI :
Dismenorea Primer :
Berhubungan dengan faktor intrinsik uterus, ketidak seimbangan steroid seks ovarium
tanpa kelainan organik dalam pelvis.
Dismenorea sekunder :
Berhubungan dengan patologi uterus misalnya Endometriosis Leiomioma uteri, ADR,
Cervical Stenosis, Salpingitis, Kista Ovarium, Kelainan bentuk dan letak uterus.

GEJALA KLINIK :
Dismenorea Primer :
a. Usia lebih muda
b. Timbul segera setelah siklus haid teratur
c. Sering pada Nulipara
d. Nyeri berupa kejang uterus dan spastik
e. Nyeri mendahului haid meningkat pada hari pertama atau kedua haid
f. Tidak ditemukan patologi pelvis
g. Hanya terjadi pada siklus haid ovulatorik
269

h. Mempunyai respons terhadap terapi medikamentosa


i. Pemeriksaan pelvik normal.
Dismenorea Sekunder :
a. Usia lebih muda
b. Cenderung setelah 2 tahun siklus haid teratur
c. Tidak berhubungan dengan paritas
d. Nyeri terasa terus menerus
e. Nyeri pada saat haid meningkat bersamaan keluarnya darah
f. Berhubungan dengan kelainan pelvik
g. Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
h. Sering membutuhkan tindakan operative
i. Terdapat kelainan pelnik.

PENATALAKSANAAN :
Terdiri :
1. Medikamentosa
2. Operatif

DISMENOREA PRIMER :
Secara umum terdiri :
1. Psikoterapi
2. Medikomentosa antara lain :
a. Penghambat prostaglandin
b. Kontrasepsi hormon oral
c. Antagonis kalsium
d. Perangsang adrenoseptor beta.

DISMENOREA PRIMER KONGESTIVE :


1. Analgetik : Aspirin, asetaminofen, propropsipen
2. Diuretik : Alami (teh, kopi, alkohol dosis rendah)
3. Hormon : Pil kontrasepsi (Estrogen rendah dan progesteron tinggi)
270

DISMENOREA PRIMER SPASMODIK :


1. Modifikasi siklus : Pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah
2. Modifikasi nyeri
a. Nyeri ringan : Aspirin, Asetaminofen, proproksifen,
b. Nyeri berat : Butalbital, oksidon, pentazosin promet, kodein,
meperidin
3. Pencegahan nyeri :
a. Antagonis kalsium : Nifedipin
b. Spasmolitik : isoksuprin, papaverin, ritodrin
c. Hormon : Profgesten
d. Inhibitor Prostaglandin : Aspirin, Indometasin, Fenilbutason, Asam,
Arilalkanoat, Asam Antranilat.

DISMENOREA SEKUNDER :
Diobati secara kausal
Tergantung sebab organiknya
271

KEPUSTAKAAN :
1. Jacoeb TZ, Endjun JJ, Baziad A. Dismenorea aspek, Patosiologi dan
Penatalaksanaannya. Dalam : Endocrinologi Ginekologi. Edisi I. Kelompok studi
Endokrinologi reproduksi Indonesia, 1993 hal : 71-101
2. Scawarz BE, Dismenorea. Dalam : Duenhoelter JH, Ginekologi. Greenhill, Edisi. 10.
Editor Ardrianto P. Cetakan II, penerbitbukan kedokteran EGC, 1989 hal. 110-144
3. Bassett S. Dysmenorrhea. In : Friedman EA. Obstetrical decesion Making dan
Gynecological Decesion Making The CV. Mosby Company London. 1993. Hal 40-
41.
272

3. PENYAKIT RADANG PANGGUL


dr. Nursiah, dr. Ny. Maggie Wewengkang, SpOG

BATASAN :
Penyakit radang panggul adalah penyakit infeksi yang menyerang saluran genitalia
bagian atas yaitu endometrium, tuba, ovarium dan parametrium.(1,2,3)

ETIOLOGI : (1,2,3)
Kuman terbanyak sebagai penyebab adalah :
 N. gonorrhoea
 C. trachomatis
Kuman lain : E.coli, Enterobacter, S. faecalis, Bacteriodes fragilis,
Peptostreptococcus.

KLASIFIKASI :
Secara klinis penyakit radang panggul dibagi dua yaitu : (2)
1. Penyakit radang panggul akut
2. Penyakit radang pangguk kronis
Berdasarkan rekomendasi “Infection Disease Society for Obstetrics and Gynecology”
USA, penyakit radang panggul dibagi menjadi : (4)
Derajat I : Radang panggul tanpa penyulit (terbatas pada tuba dan ovarium)
dengan atau tanpa pelvio peritonitis
Derajat II : Radang panggul panggul dengan penyulit (didapatkan massa radang
atau abses pada kedua tuba dan ovarium) dengan atau tanpa pelvio
peritonitis.
Derajat III : Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ pelvik,
misalnya bases tubo ovarial.

DIAGNOSIS :
1. Anamnesis : (1,2,3)
Nyeri perut bagian bawah dan daerah pelvik, bisa bilateral atau unilateral.
273

Flour albus yang purulen, dapat disertai perdarahan ringan diluar waktu haid.
Gangguan urogenital berupa dispareunia, diuria dan poliuria.
Riwayat sering berganti-ganti pasangan.
Pemakai ADR.
2. Pemeriksaan fisis. (1,2,3)
Febris, sakit kepala, malaise.
Nyeri tekan perut bagian bawah.
Nyeri tekan dan goyang pada serviks.
Daerah adneksa teraba kaku dan nyeri.
Mungkin pula teraba massa dan fluktuasi pada kavum Douglasi.
3. Pemeriksaan laboratorium. (1,3)
Kadang ditemukan adanya leukositosis dengan kecenderungan bergeser ke kiri.
Pemeriksaan apus serviks ditemukan : kuman diplokokkus intraselluler, atau lekosit
PMN
4. Pemeriksaan penunjang :
 USGKuldosintesis
 Laparoskopi
 Laparotomi
 Kultur dan tes sensitifitas
 Pemeriksaan sitologi, serologi (kenaikan titer antibodi) atau isolasi kultur
jaringan untuk C. trachomatis

DIAGNOSIS DIFERENSIAL : (2,4)


1. Abortus septik
2. Apendisitis akut
3. Kista ovarium yang terinfeksi, torsi dan ruptur kista
4. Kehamilan ektopik terganggu
5. Endometriosis

PENATALAKSANAAN : (1,2,3,4)
274

Tergantung berat ringannya penyakit, penderita dapat berobat jalan atau rawat inap.
Antibiotik yang digunakan harus berspektrum luas dan pengobatan paling sedikit 7-
10 hari. Pengobatan juga dilaksanakan pada pasangan penderita.
1. Rawat jalan :
Dilakukan pada penyakit radang panggul derajat I :
a. Keadaan umum baik
b. Suhu < 39o C
c. Nyeri abdomen minimal
d. Leukosit sedikit meningkat
e. Tidak muntah, bising usus (+)
f. Tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
Obat-obat yang dapat diberikan :
a. Antibitoik :
i. Ampisilin 3,5 gr sekaligus peroral sehari selama satu hari dan Probenesid 1 gr
sekaligus peroral sehari selama satu hari, dilanjtukan ampisilin 4x500mg/hari
selama 7-10 hari, atau
ii. Amoksisilin 3gr sekaligus peroral sehari selama 1 hari dan Probeneseid 1 gr
sekaligus peroral sehari selama 1 hari, dilanjutkan Amoksisilin 3x500mg/hari
selama 7-10 hari atau
iii. Tiamfenikol 3,5 gr sekaligus peroral sehari peroral sehari selama 1 hari,
dilanjutkan 4x500mg/hari peroral selama 7-10 hari, atau
iv. Tetrasiklin 4x500mg/hari peroral selama 7-10 hari, atau
v. Dekosisiklin 2x100mg/hari peroral selama 7-10 hari, atau
vi. Eritromisin 4x500mg/hari peroral selama 7-10 hari, atau
vii. Kanamisin 2gr i.m sekaligus selam 1 hari dilanjtukan dengan Tetrasiklin
4x500mg/hari peroral atau Doksisilin 2x100mg/hari selama 10 hari ditambah
Metrodinazol 3x500mg/hari selama 10 hari.
b. Analgetik/antipiretik
Parasetamol atau Metampiron 3x500mg/hari

2. Rawat inap
275

Dilakukan pada penyakit radang panggul derajat II dan III dengan keadaan :
a. Keadaan umum jelek/sakit berat
b. Suhu 39o C
c. Nyeri abdomen hebat
d. Adanya peritonitis atau tanda-tanda ileus
Penatalaksanaan :
1. Tirah baring total dalam posisi fowler
2. Bila perut gembung/adanya tanda-tanda ileus, pasang nasogastrik tube, pasang
infus dan batasi makanan peroral.
3. Dilakukan kolpotomi dan drainase pada kavum Douglasi bila terisi pus dan
fluktuasi (+).
4. Bila terjadi abses tubo-ovarial terapi konservatif dulu dengan antibiotik spektrum
luas dosis tinggi selama 3 hari atau sampai keadaan baik kemudian dilakukan
laparotomi.
5. Antibiotik yang dapat diberikan :
i. Ampisilin 1 gr/6jam/iv ditambah Gentamisin 1,5-2,5 mg/kgBB/8 jam/iv dan
Metrodinazol 1gr/12jam supositoria selama 5-7 hari atau
ii. Kloramfenikol 500mg/6jamiv ditambag Gentamisin 1,5mg/kgBB/8jam/iv
sampai 48 jam setelah gejala klinis menghilang kemudian dilanjutkan dengan
Doksisiklin 2x100mg/hari atau tetrasiklin 4x500mg/hari selama 10-14 hari,
atau
iii. Klindamisin 900mg/8jam/iv ditambah Gentamisin dimulai dosis awal 2
mg/kgBB/iv diikuti dengan dosis pemeliharaan 1,5mg/kgBB/8jam/iv,
dilanjutkan sampai 48 jam setelah gejala klinis menghilang. Setelah pulang
dilanjutkan Doksisiklin 2x100mg/hari atau Klindamisin 2x450mg/hari selama
10-14 hari, atau
iv. Sefoksitin 2gr/6jam/iv atau sefotaksim 2gr/12jam/iv, ditambah Doksisilin
100mg/jam/iv dilanjutkan sampai 48jam setelah gejala klinis menghilang.
Setelah pulang dilanjutkan dengan Doksisiklin 2x100mg/hari selama 10-
14hari.
v. Pemberian antibiotik sesuai hasil kultur dan tes sensitivitas.
276

6. Pemberian analgetik/antipiretik :
Parasetamol atau Metampiron 3x100mg/hari. Atau bila mual dan muntah diberikan
Metampiron 1ml/im/hari.
7. Tindakan pembedahan.(1)
Dilakukan pada penyakit radang panggul yang berat yang disertai abses pelvik,
peritonitis, untuk menghilangkan sumber infeksi atau irigasi rongga perut.

KOMPLIKASI (1,2)
1. Syok septik
2. Infeksi yang berulang (rekuren) dan kronis
3. Infertilitas
4. Hidrosalping
5. Kehamilan tuba (KET)

INFORMED CONSENT : perlu

LAMA PERAWATAN :
Setelah 3 hari bebas panas dan keadaan umum baik, penderita dapat berobat jalan.(2)
277

KEPUSTAKAAN :
1. Baziad A, Rachman IA, Affandi B, Djajadilaga. Penyakit radang panggul
epidemiologi etiologi, pengobatan, komplikasi. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.
Jakarta; 1991
2. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Penyakit radang
panggul. Dalam : Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Bagian I. Jakarta
: 1991; 53-6
3. Berek JS, Adhasi EY, Hillard PA. Genitourinary infection and sexually transmitted
diseases. In : Novak’s gynecology. 12th ed. California : Williams and Wilkins. 1996;
435-38
4. Lab/UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga RSU. Daerah Dr. Soetomo. Radang panggul. Dalam : Pedoman diagnosis
dan terapi rumah sakit umum daerah dr. Soetomo. Surabaya : 1994; 9-13.
278

SKEMA PENATALAKSANAAN PENYAKIT RADANG PANGGUL (PRP)

CURIGA PRP

ANAMNESIS PEM.FISIS
 USG
 Kuldosintesis
 Leukosit Pem.Laboratorium Pem.penunjang  Laparoskopi
 Apus serviks  Laparotomi
 Kultur & tes
 Sensitivitas
DIAGNOSIS PRP  Isolasi, serologi

DERAJAT I DERAJAT I & II


RAWAT JALAN RAWAT INAP

 Antibiotik  Antibiotik dosis tinggi


 Analgetik  Antibiotik sesuai hasil kultur
 Analgetik / antipiretik
 Tirah baring dg posisi fowler
 Kolpotomi dan drainase
 Pembedahan

3 HARI BEBAS PANAS


DAN KU.BAIK
RAWAT JALAN DENGAN
ANTIBIOTIK
279

4. MIOMA UTERI
dr. Abdul Karim, dr. IMS. Murah Mnoe, SpOG

BATASAN :
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul, yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri, atau uterine fibroid.(1)

INSIDEN :
Kurang lebih 10 % dari jumlah seluruhnya penyakit pada alat genital. Di Indonesia
beberapa penulis mendapatkan bervariasi antara 2,39 % - 11,87 % dari tumor
genokoli yang dirawat.(2)
Sebelum perang dunia kedua Remmelts (dikutip oleh Joedosepoetro MS)(2)
mendapatkan untuk bangsa Eropa 4,1 %, Indonesia 4,8 %, Cina 3,2 % dari semua
tumor ginekologi yang dirawat di CBZ Batavia-Centrum.
Sekitar 20-25 % ditemukan pada usia reproduksi, dan meningkat 40 % pada usia lebih
dari 35 tahun.(3)

ETIOLOGI :
Etiologi secara pasti belum dikethaui, tetapi ada korelasi antara pertumbuhan tumor
dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta
adanya faktor predisposisi yang bersifat herediter dan faktor hormon pertumbuhan
(GH) dan Human Placental Lactogen.(3,4)

LETAK TUMOR : (1,2, 4,5)


 Serviks 3 %
 Korpus uteri 97 % yang terdapat pada :
 Intramural bila tumbuh ke arah kavum uteri dan menonjol dalam kavum uteri.
Mioma submukosa ini dapat tumbuh terus dalam kavum uterus dengan tangkai
sebagai polip. Karena kontraksi uterus, polip dapat melalui kanalis servikalis
dan sebagian kecil atau besar memasuki vagina disebut Mioma geburt.
280

 Subserosum bila tumbuh kearah luar dan menonjol pada permukaan uterus.
 Intraligamenter bila tumor tumbuh diantara lapisan depan dan lapisan
belakang ligamentum latum.

GEJALA KLINIK : (1,2,4,5,6)


 Adanya rasa penuh atau berat pada perut bagian bawah dan teraba massa yang
padat kenyal.
 Gangguan haid atau perdarahan abnormal dari uterus :
 Hipermenorea
 Metroragi
 Dismenorea
 Rasa nyeri akibat torsi atau mengalami degenerasi
 Akibat penekanan pada organ dapat menyebabkan :
 Disuria/polakisuria
 Retensi urine
 Konstipasi
 Edema tungkai
 Variises
 Infertilitas
 Abortus

DIAGNOSIS : (2,4,5,6)
1. Anamnesis adanya massa bagian bawah perut dan riwayat perdarahan
2. Pemeriksaan
a. Palpasi abdomen, didapatkan tumor di bagian atas pubis atau abdomen bagian
bawah.
b. Pemeriksaan ginekologi dengan pemeriksaan bimanuil didapatkan tumor
tersebut menyatu atau berhubungan dengan rahim.
c. Pemeriksaan penunjang terdiri dari :
281

 Ultrasonografi untuk menentukan jenis tumor dalam rongga pelvis.(2)


 Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting bila pasien sudah pasti dioperasi
untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan
perjalanan ureter. (4,7)
 Histerografi dan histerskopi untuk menilai pasien mioma submoukosa
disertai dengan enfertilitas.(4)
 Laparoskopi mengevaluasi massa pada pelvis.(4)
 Laboratorium : Darah lengkap.(4) Urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.

DIAGNOSIS BANDING : (4,5)


 Tumor solid ovarium
 Uterus gravid
 Kelainan bawaan rahim
 Endometriosis, adenomiosis
 Perdarahan uterus disfungsional

KOMPLIKASI : (4,6)
 Perdarahan sampai terjadi anemi
 Torsi
 Infeksi
 Perubahan keganasan
 Mengalami degenerasi
 Infertilitas

PENATALAKSANAAN :
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan
ukuran tumor.(4) Dan terbagi atas ; penangan konservatif dan operatif.
1. Penanganan konservatif bila : (1,3,4,5)
 Mioma yang kecil pada pra dan postmenopause tanpa gejala
282

Cara penanganan konservatif sebagai berikut :


 Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan
 Bila anemi, Hb < 8 gr %, transfusi PRC (packed red cell)
 Pemberian zat besi
 Penggunaan agonis hormon pelepas gonadotropin (GnRHa) Leuprolid asetat
3,75 mg intramuskuler pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak 3 x.
2. Penanganan operatif bila : (1,2,4,5,6,7)
 Unuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu (4,5,7)
 Pertumbuhan tumor cepat
 Mioma subserosa bertangkai dan torsi
 Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
 Hipermenorea pada mioma submukosa.(7)
 Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan berupa : (1,2,4,5,6,7)


1. Miomektomi
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak.
2. Histerektomi dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, tindakan ada 2
macam yaitu :
a. Histerektomi abdominal dilaukakan bila tumor besar terutama mioma
intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi.
b. Histerektomi vaginal dilakukan bila tumor kecil (ukuran umor < gravid 12
minggu), atau disertai dengan kelainan divagina misalnya rektokel, sistokel,
enterokel.(4,6)

Mioma uteri dengan kehamilan tindakan kita :


1. Pembedahan jarang dilakukan, kecuali bila perlu sekali. Operasi biasanya
dilakukan 5-6 bulan post partum dimana sudah terjadi involusi uterus dan regresi
dari tumor.(4)
2. Mioma subserosa yang bertangaki bila terjadi infark maka dilakukan
pengangkatan tangkainya.(7)
283

3. Pada waktu partus, bila tidak menghalangi jalan lahir, anak dilahirkan seperti
persalinan normal, tetapi bila menghalangi jalan lahir perlu dilakukan seksio.(2)
4. Pasien harus masuk rumah sakit bila mau melahirkan.(1)
284

KEPUSTAKAAN :
1. Merril. JA, Geosman WT. Lesion of the corpus uteri. In : Danforth. DN, Scott. JR.
Eds. Gynecology, Chicago ; University of Illinois College of Medicine, 1987 : 1073-9
2. Joedosepoetro MS. Tumor-tumor jinak pada alat-alat genital. Dalam :
Prawirodihardjo S, Wiknjosastro H, Sumapraja S, Saifuddin AB eds. Ilmu
Kandungan ed. II. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka, 1982-92
3. Darmasetiawan MS. Penggunaan padanan agonis hormon pelepas gonadotropin
(GnRHa) pada kasus fibroma uterus. Dalam : Stagas Endokrinologi Reproduksi
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Kumpulan makalah simposium
prakongres. Jakarta ; 27 November 1993 : 1-6
4. Lacey CG. Benign Disorders of the Uterina Corpus. In : Pernoll M, Benson RC. Eds.
Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 6th ed. California ;
Appleton & Lange : 1987 : 657-62
5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Tumor alat
kandungan. Dalam : Ginekologi. Bandung ; Elstar offset ; 1981 : 154-30
6. Jeffcoate SN. Tumors of the corpus uteri. In : Tindal V.R. Principles of gynecology
4th ed. London ; Butterworths, 1980 : 417-30
7. Hibbard. LT. Uterine Myomas. In : Mishell DR, Brenner PF.. eds Management of
Common Problems in Obstetrics and Gynecology. Los Angeles ; Medical Economics
Books, 1993 : 241-3
285

5. TUMOR JINAK OVARIUM


dr. Dorphiana Litaay, dr. Abadi Gunawan, SpOG

BATASAN :
Tumor jinak ovarium adalah suatu masa berupa pembesaran dari jaringan ovarium
normal tanpa meninjukkan tanda perubahan kearah keganasan.(1)

KLASIFIKASI :
Tunor jinak ovarium terbagi atas :
A. Tumor ovarium Non Neoplastik, terdiri dari (1)
 Kista folikel
 Kista korpus luteum
 Kista lutein
 Kista inklusi germinal
 Kista endometrium
 Kista Stein Laventhal
B. Tumor Neoplastik : (1)
a. Kistik
 Kista Ovarium Simpleks
 Kista Ovarium Serosum
 Kista Ovarium Musinosum
 Kista Endometroid
 Kista Dermoid
b. Solid
 Fibroma, Leiomioma, Fibroadenoma, Papiloma, Angioma, Limfangioma
 Tumor Brenner
 Tumor sisa adrenal (Maskulinous-Blastoma)

GEJALA KLINIK :
286

Kebanyakan Tumor ovarium tidak bergejala, sebagian besar gejala adalah akibat dari
pertumbuhan, aktifitas endokrin atau komplikasi tumor, berupa : (1,2,3)
 Penonjolan perut, penekanan kandung kencing sehingga menimbulkan gangguan
miksi.
 Kolik (Akut abdomen) untuk torsi kista ovarium
 Tumor ovarium yang besar : menimbulkan rasa berat diperut, abstipasi, edema
tungkai dan napsu makan menurun, sesak.
 Fibroma ovari : 40 % ditemukan asitesis + hidro toraks

DIAGNOSIS : (1,2,3)
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang / tambahan :
 Laparoskopi : menentukan asal & sifat tumor
 USG : letak, batas, permukaan tumor
 Rontgen : hidrotorak atau tidak
kista demoid : kadang ditemukan gigi pada tumor
 Pemeriksaan Histopatologi pungsi asites berguna untuk menemukan penyebab
asites apakah tumor ganas atau tuberkulosis peritonium.

DIAGNOSIS BANDING : (1,3)


 Tumor akibat radang
 Kista endometrium
 Tumor uterus
 Kehamilan
287

PENANGANAN : (1,2,3)
Tumor ovarium yang tidak memberikan gejala atau keluhan dan besar diameter < 5
cm kemungkinan adalah kista folikel atau kista korpus luteum ----- dapat terjadi
pengecilan secara spontan, sikap kita menunggu 2-3 bulan ----- kontrol ulang, bila
terjadi pembesaran pertimbangkan operatif. Tindakan operatif pada tumor ovarium
neoplastik tidak ganas adalah pengangkatan dengan reseksi pada bagian ovarium
yang mengandung tumor, jika tumor ovarium besar dan komplikasi -----
pengangkatan ovarium dan tuba = salpingooforektomi. Pada wanit usia subur dengan
tumor jinak, penting menyisakan jaringan ovarium yang adekuat. Pengangkatan
ovarium saat operasi harus diperiksa untuk menentukan ganas atau tidak, jika
meragukan intra operasi lakukan frozen section.
Bila ganas ------ sesuai tindakan kanker ovarium.
Perlu diingat predisposisi keganasan ovarium adalah tumor jinak ovarium.

KEPUSTAKAAN :
1. Prawirohardjo S., Tumor jinak alat genital dalam ilmu kandungan edisi I, Jakarta ;
Yayasan Bina Pustaka, 1985 : 293-312
2. Martius G., Operasi pada adneksa dalam Bedah ginekologi, alih bahasa Chandra
Sanusi, cetakan II, Jakarta ; Penerbit buku Kedokteran EGC, 1993 : 94-118
3. Benson RC., Pernoll ML., The Ovary and oviducts in Handbook of obstetrics and
gynecology, ninth edition, Newyork, 1994 : 557-565
288

BAB III
ONKOLOGI

LESI PRA KANKER SERVIKS


dr. Eddy Hartono , dr. H.A.A. Djuann, SpOG

BATASAN :
Lesi pra kanker serviks atau biasa disebut juga dengan neoplasia intraepitelial serviks
(NIS) atau lesi intraepitelial serviks (LIS) adalah perubahan atipik dari proses
diferensiasi bertahap epitel kolumner dari skwamosa serviks. NIS dibagi atas 3
bagian, yakni NIS I (displasia ringan), NIS II (displasia sedang) dan NIS III (displasia
berat). Kegiatannya dibedakan berdasarkan gangguan polaritas sel dan ketebalan
epitel skwamosa yang terlibat (1,2,3,4).

ETIOLOGI :
Penyebab tidak diketahui dengan pasti namun beberapa faktor pencetus disebutkan
antara lain : peradangan kronis (Klamidia, mikoplasma, virus Herpes simpleks tipe 2,
virus papiloma, Trikomonas vaginalis), kawin pada usia muda, hubungan seksual
pada usia muda, ganti-ganti mitraseksual, perokok, sperma suami yang mengandung
histone(1,2).

PATOGENESIS :
Serviks mempunyai dua jenis epitel, yakni kolumner dan skwamosa yang
dihubungkan satu sama lain oleh sambungan skwamosa kolumner. Epitel kolumner
akan diganti oleh epitel skwamosa yang baru pada proses metaplasia. Proses
metaplasia terjadi dalam dua periode, yakni masa dinamik yang merupakan
pergantian secara bertahap epitel kolumner dari skwamosa dan masa maturasi yang
merupakan proses diferensiasi dan pematangan dari sel-sel yang sudah mengalami
masa dinamis. Pada masa dinamik dengan pengaruh faktor-faktor pencetus dapat
terjadi perubahan atipik, yang secara klinis disebut NIS. NIS bila tidak ditanggulangi
dengan baik akan berlanjut menjadi karsinoma invasif dengan perjalanan waktu (1,2).
289

Displasia ringan dan sedang 60 % akan mejelma menjadi karsinoma invasif,


sedangkan displasia berat dan karsinoma insitu sebanyak 75 %. Kira-kira diperlukan
3 sampai 10 tahun dari karsinoma insitu menjadi karsinoma invasif. Perkembangan
dari displasia ringan menjadi karsinoma insitu kira-kira 5 tahun, dari displasia sedang
3 tahun dan dari displasia berat 1 tahun. Belum ditemukan patokan meramlkan NIS
mana yang akan berkembang dan mana yang tidak (1,2).

GEJALA KLINIS :
Biasanya pada NIS tidak ditemui gejala, kadang hanya berupa keputihan atau gejala
peradangan lazimnya (1,2,3,4,5,6).
Pada displasia ringan, gangguan polaritas sel dan atipia ringan inti sel terdapat pada
sepertiga tebal epitel, sedangkan pada displasia sedang, gangguan polaritas sel
terdapat pada 1/3 - 2/3 tebal epitel dan atipia sedang terlihat pada inti sel. Pada
displasia berat, polaritas sel sudah terganggu pada seluruh tebal epitel dan ditemukan
atipia berat pada inti sel.

PENATALAKSANAAN :
Penanganan pra kanker serviks harus memperhatikan kondisi penderita secara
individuil. Cara konservatif berupa destruksi lokal sampai pada tindakan pembedahan
merupakan alternatif penatalaksanaannya. Destruksi lokal dapat berupa bedah krio,
elektrokauter, elektrodiatermi radikal, koagulasi dingin dan evaporisasi laser.
Pembedahan dapat berupa eksisi daerah peralihan dengan diatermi kawat berlubang
dan histerektomi bila fungsi reproduksi suadah tidak diperlukan. (5,6,7)
KEPUSTAKAAN :
1. Harahap RE. Tumor ganas pada alat-alat genital. Dalam : Prawiroharjo S. dkk. Ilmu
kandungan. Edisi I. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, L982 : 321-28
2. Harahap RE. Karsinoma serviks uteri. Dalam : Kanker ginekologi. Jakarta : PT
Gramedia, 1984 : 43-78
3. Hatch KD. Cervikal cancer. In : Berek JS, Hacker NF. Practical gynecology
oncology. 2nd ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994 : 243-83
290

4. Miller AB. Control of carcinoma cervix by exfoliative cytology screening in :


Copplenson M et al, eds. Gynecology oncology. 2 nd ed. London : Churchill
Livingstone Ltd, 1992 : 543-56
5. Peel KR. Premalignant and malignant disease of the cervix. In : Whitfield CR.
Dewhurst’s texbook of obstetrics and gynecology for postgraduates. 5th ed. Oxford :
Blackwell Science Ltd, l995 : 717-37
6. Shingleton HM, Orr JW. Screening. In : Cancer of the cervix. Philadelphia : JB
Lippncontt Coy, l995 : 17-35
7. Sianturi MHR. Pra kanker serviks. Dalam : Deteksi dan penenganan pra kanker
genetalia wanita. Edisi I. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 1995 :9-l7.
291

2. KANKER MULUT RAHIM


dr. Eddy Hartono , dr. H.A.A. Djuanna, SPOG

BATASAN :
Kanker mulut rahim (KMR) merupakan proses keganasan yang mengenai permukaan
mulut rahim dalam beberapa tingkatan (1,2,3).

ETIOLOGI :
Lihat pada lesi pra kanker serviks.

PATOGENESIS :
Lihat pada lesi pra kanker serviks.

GEJALA KLINIS(4,5)
Keputihan
 Perdarahan sentuh
 Eriplakia yang mudah berdarah
 Ulkus / pertukakan pada porsio
 Pada tingkat lanjut : Fistel rektovaginal maupun visovaginal, metastasis jauh.

DIAGNOSIS :
KMR didiagnosis berdasarkan tes PAP , biopsi kolposkopi, konisasi dan kuretase
endoserviks. Untuk menentukan stadium KMR diperlukan pemeriksaan foto toraks,
BNO dan IVP. Berbagai stadium klinis telah dianjurkan oleh para sarjana, namun
klasifikasi Ifgo (Internatioanl Federation of Gynecology and Obstetrics) merupakan
klasifikasi panutan, yakni (1,2,3).

Tingkat Klinik 0 : Karsinoma insitu atau karsinoma intraepitel, membrana basalis masih
utuh.
Tingkat Klinik I : Proses terbatas pada serviks
292

Ia : Membrana basalis sudah rusak dan sel tumor ganas sudah memasuki
stroma, tetapi tidak melebihi 3 mm, sel tumor tidak terdapat dalam
pembuluh limfe atau pembuluh darah.
Ib.occ : Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada
pemeriksaan histologi ternyata tumor telah mengadakan invasi stroma
melebihi Ia.
Ib : Secara klinis sudah diduga tumor ganas dan secara histologi terdapat
invasi ke stroma
Tingkat Klinik II : Proses sudah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas
vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak sampai pada dinding
panggul
IIa : Penyebaran ke vagina , parametrium masih bebas dari proses
IIb : Penyebaran ke parametrium.
Tingkat klinik III : Penyebaran telah terjadi ke 1/3 distal vagina atau ke parametrium
sampai pada dinding panggul.
IIIa : Penyebaran ke vagina, proses di parametrium tidak menjadi soal asal
tidak sampai ke dinding panggul.
IIIb : Penyebaran ke parametrium sampai dinding panggul (tidak ditemukan
daerah bebas antara tumor dan dinding panggul) atau proses pada
tingkat I dan II tetapi telah disertai gangguan fungsi ginjal.proses
Tingkat Klinik IV : Tumor telah mencapai mukosa rektum atau kandung kencing, atau
telah terjadi metastase keluar panggul kecil atau ke tempat jauh.
IV a : Proses sudah keluar dari panggul kecil atau sudah sampai mukosa
rektum atau kandung kencing.
IV b : Telah terjadi penyebaran jauh.

PENATALAKSANAAN : (1,2,3)
Penatalaksanaan KMR didasarkan atas stadium klinis dan keinginan dan
mempertahankan fungsi reproduksi (hanya pada stadium I a).
Stadium I a : bila masih ingin anak dilakukan amputasi kerucut secara
radikal, bila tidak ingin punya anak lagi dilakukan
293

histerektomi total.
Stadium I b dan II a : Histerektomi radikal + adjuvant therapy.
Stadium II b s/d IV a : Kemoterapi dan / atau raditerapi
Stadium IV b : Kemoterapi.

Obat-obat yang dipakai pada kemoterapi (diberikan dalam 5 seri, selang 3-4 minggu)
Premedikasi :  Antalgin injeksi
 Dipenhydramine injeksi
 Dexamethason injeksi
 Metochlorpropamide injeksi
 Furosemide injeksi

Sitostatika 1.  Cisplatinum (50 mg/m2 luas permukaan tubuh) per infus (hari I)
 Vincristin (0,5 mg/m2 luas permukaan tubuh) intravenus (hari I)
 Bleomycin (30 mg) per infus (hari II)
2. Mitomicin C 40 mg dosis tunggal, dilanjutkan raditerapi.
294

KEPUSTAKAAN :
1. Harahap RE. Tumor ganas pada alat-alat genital. Dalam : Prawirodihardjo S. dkk.
Ilmu kandungan. Edisi I. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 1982 : 321-28
2. Harahap RE. Karsinoma serviks uteri. Dalam : Kanker ginekologi. Jakarta : PT.
Gramedia, 1984 : 43-78
3. Hatch KD. Cervical cancer. In : Berek JS, Hacker NF. Practical gynecologic
oncology. 2nd ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994 : 243-83
4. Shingleton HM, Orr JW. Screening. In : Cancer of the cervix. Philadelphia : JB
Lippincott Coy., 1995 : 17 - 35
5. Peel KR. Premalignant and malinant disease of the cervix. In : Whitfield CR.
Dewhurst’s textbook of obstetrics and gynecology for postgraduates. 5th ed. Oxford :
Blackwell Science Ltd., 1995 : 717 - 37.
295

3. KARSNOMA ENDOMETRIUM
dr. Yusuf Manga, dr. H. A. Djuanna, SpOG

BATASAN :
(1,2)
Karsinoma endometrium adalah suatu keganasan primer pada korpus uteri

ETIOLOGI :
 Belum diketahui dengan pasti, diduga ada hubungannya dengan pemberian
(1,2,3,4,5)
estrogen.
 Faktor predisposisi : keturunan, obesitas, diabetes melitus, hipertensi, serta
gangguan haid termasuk menopause yang lambat dan siklus anovulatoir. (3,4,5)

GAMBARAN KLINIK :
Gejala klinik karsinoma endometrium berupa :
1. Perdarahan pada postmenopause
2. Piometra pada postmenopause
3. Pada pap’s smear ditemukan sel-sel endometrium pada waktu postmenopause
yang tanpa gejala.
4. Perdarahan intermenstruasi perimenopause
5. Perdarahan abnormal pada premenopause terutama jika ada riwayat anovulasi
(5)
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :
 Uterus membesar
 Asites
 Dapat teraba hepar dan omentum pada kasus yang sudah metastasis.

PENENTUAN STADIUM :
Pembagian tingkat klinik menurut klasifikasi FIGO (1,5,6)
Stadium 0 : Karsinoma insitu
Stadium 1 : Karsinoma terbatas pada korpus uteri
Ia : Panjang kavum uteri kurang atau sama dengan 8 cm
Ib : Panjang kavum uteri lebih dari 8 cm
296

Dilihat dari histologik gradingnya :


GI ; differensiasi sel masih baik
GII ; differensiasi sel sedang dan terdapat bagian yang padat
GIII ; differensiasi sel jelek atau sebagian besar padat
Stadium II : Proses sudah mencapai serviks uteri
Staidum III : Proses sudah keluar dari korpus uteri tetapi masih terdapat dalam
panggul kecil
Stadium IV : Proses sudah keluar dari panggul kecil atau sudah mencapai mukosa
kandung kecing atau rektum.
IVa : Bila proses mengenai organ-organ sekitar uterus
IVb : Bila sudah matastase jauh.

(2,3,4,5,6)
Pembagian Stadium lain (Figo)
Stadium Ia G123 Tumor terbatas pada endometrium
Stadium Ib G123 Tumor menembus kurang dari setengah bagian endometrium
Stadium Ic G123 Tumor menembus lebih dari setengah bagian endometrium
Stadium IIa G123 Tumor meliputi kelenjar endoserviks
Stadium IIb G123 Tumor menembus Stroma dari serviks
Stadium IIIa G123 Tumor sudah menembus lapisan serosa dan/ atau adneksa, dan/
atau sitologi cairan dalam kavum peritoneal positif.
Stadium IIIb G123 Metastasis ke vagina
Stadium IIIc G123 Metastasis ke pelvis dan/atau kelenjat-kelenjar para aorta
Stadium IVa G123 Tumor sudah menembus vesika urinaria dan/atau mukosa rektum
Stadium IVb G123 Metastasis jauh meliputi kelenjar limfe intraabdominal dan/atau
kelenjar limfe inguinal

DIAGNOSA :
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan : (1,3)
 Gambaran klinik
 Sitologi endometrium
 Biopsi endometrium
297

 Kuretase
 Ultrasonografi
 Histerografi/histeroskopi

DIAGNOSA BANDING :
Diagnosa banding berupa : (1,4)
 Leiomioma
 Hiperplasia endometrium
 Polip endometrium
 Polip serviks
 Ahtropic vaginitis
 Estrogen eksogenous
 Neoplasma genital lainnya

PENATALAKSANAAN :
Terapi karsinoma endometrium tergantung dari : stadium klinik, luasnya penyebaran
ke organ sekitar uterus, differensiasi sel, serta derajat invasi tumor kemiometrium (1) :
 Perbaiki fungsi vital, pemberian transfusi darah, antibiotik dan drainase
kavum uteri. (1)
 Stadium 0 : Histerektori total
 Stadium Ia, Ib : Histerektori total + salpingoooforektomi bilateral
 Stadium Ic : Extended histerektomi
 Stadium IIa : Histerektomi radikal
Untuk stadium I - IIa jika differensiasi jelek diikuti dengan kemoterapi dan atau
radioterapi.
 Stadium IIb - IV :
 Differensiasi baik : terapi hormonal, Depo provera 900 - 1000 mg,
diberikan 2 kali seminggu dalam 2 bulan.
 Differensiasi jelek: kemoterapi/radioterapi.
Kemoterapi yang dipakai disesuaikan dengan obat yang tersedia : (7)
298

 Cisplatinum 50 mg/m2
 Endoxan 600 mg/m2
Diberikan interval 3 minggu sebanyak 5 seri
299

KEPUSTAKAAN :
1. Lacey CG. Premalignant and Malignant Disorders of The Uterine Corpus. In: Pernoll
Ml, ed. Current obstetrics gynecologic diagnosis and treatment. Norwalk ; Appleton
and Lange, 1991; 955-65
2. Peel KR. Malignant disease of the uterine body. In: Whitfield CR, eds. Dewhurst’s
Textbook of Obstetrics and gynaecology for postgraduates. 5th ed. Blackwll Science,
1995; 747 - 58
3. Disaia PJ, Greasman WT. Adenocarcinoma of the uterus. In: Clinical gynecologys
oncology. 4th ed. St. Louis ; Mosby year book, 1993; 156-93
4. Gant NF, Cunningham FG. Uterine Corpus Cancer. In : Basic gyneology and
obstetrics. 1th ed. Konnecticut; Appleton and Lange, 1993: 231-8
5. Hacker NF. Uterine Cancer. In: Berek JS, hacker NF, eds. Practical gynecologic
oncology, Baltimore; Williams and Wilkins, 1994: 285-326
6. Creasman WT. Weed FC, Carsinoma of endometrium (FIGO stage I and II): Clinical
Features and Management. In: Copleson M, Morrow CP, Tattersal MH, eds.
Gynecologic oncology. New York; Curch II Livingstone, 1992; 775-89
7. Djuanna AA. Karsinoma endometrium bahan kuliah S1. Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Ujung Pandang 1996.
300

4. KARSINOMA OVARIUM
dr. Haryanto Kasy , dr. H.A.Arifuddin Djuanna, SpOG

BATASAN :
Karsinoma ovarium merupakan kumpulan tumor-tumor ganas pada ovarium dengan
histogenesis berasal dari 4 komponen utama ovarium yaitu epithel permukaan /
mesothel, sel germinal, stroma gonad dan jaringan ikat lainnya. (1)

ETIOLOGI :
Belum jelas diketahui (1,2)
Ovarium bertambah tua dalam fungsi, tetapi tak pernah menjadi tua untuk menjadi
kanker. (1)
Faktor-faktor yang dihubungkan dengan karsinoma ovarium (1,2,3) :
 Umur, terutama sesudah usia 45 tahun
 Ras, terutama kulit putih
 Golongan sosial yang lebih tinggi
 Wanita tidak kawin
 Infertilitas
 Nullipara atau kehamilan tertunda diatas usia 30 tahun.
 Riwayat keluarga terdapat keganasan ovarium, mamma, colon ataupun
endometrium.
 Diet dengan kadar minyak hewan yang tinggi.
 Penggunaan talk atau bedak didaerah perineum dan vagina
 Bertempat tinggal didaerah industri

GEJALA KLINIS :
Perut membuncit (pembesaran perut dan asites) dan timbul benjolan yang terjadi
dalam waktu relatif cepat. (3)
Gangguan pencernaan (rasa tidak enak di perut, mual, gangguan buang air besar,
temesmus), gangguan saluran kemaih (urgensi, polakisuri), nyeri perut, penurunan
berat badan. perdarahan pervaginam. (2,3,4)
301

DIAGNOSIS :
Keadaan yang kurang menguntungkan bahwa diagnosis karsinoma ovarium biasanya
secara kebetulan. Keluhan dan gejala maupun tanda-tanda klinis tersebut baru timbul
bila penyakit sudah lanjut dan meluas kestruktur intraabdominal. (1,3)
a. Klinis
Dicurigai pada wanita 40 tahun atau lebih dengan riwayat dengan riwayat gangguan
fungsi ovarium berupa menoragia, infertilitas, nulliparitas, kecenderungan
terjadinya abortus spontan.(2) Adanya keluhan rasa tidak enak diperut yang
bersifat menetap dan sulit dijelaskan sebabnya.(2)
Adanya massa tumor didaerah ovarium (pelvis). (2)
Gerakan tumor relatif terbatas karena perlekatan dan terfiksasi. (1)
Permukaan tumor tidak rata / irreguler, kosistensinya sebagian berbeda (padat dan
lunak). (1,2,3) Adanya asites menunjukkan penyakit telah lanjut.
b. Pemeriksaan penunjang. (1,2,3,4)
 Tes Pap
 Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine lengkap
uji fungsi hati
uji fungsi ginjal
 Pemeriksaan petanda tumor : Cancer Antigen 125 (CA 125)
Carcino Embrionic Antigen (CEA)
Alfafetoprotein (AFP)
 Pemeriksaan radiologis : foto toraks,
BNO - IVP
Barium Enema.
c. Pemeriksaan sonografi pelvis. (2,3,4)
Tindakan ini dilakukan bila dipandang perlu untuk lebih meyakinkan hasil
pemeriksaan klinis.
Untuk melihat struktur organ ovarium secara jelas, digunakan USG teknik
transvaginal atau USG tehnik Doppler warna.
d. Pungsi abdomen. (5)
302

Pre operatif bila perlu, dilakukan pungsi pemeriksaan klinis dan sitologis
membedakan asites maligna dan asites lainnya.
e. Histopatologi. (5)
Pemeriksaan histopatologi dari hasil pembedahan digunakan untuk penentuan
definitif adanya keganasan, derajat diferensiasi, luas penyebaran keganasan untuk
penentuan stadium.
Sediaan potong beku hanya untuk menentukan ada tidaknya keganasan.

DIAGNOSIS BANDING : (2)


 Tumor pelvis akibat radang
 Neoplasma ovarium jinak
 Tumor uterus
 Kehamilan
 Tumor kolon / sigmoid / mesenterium

PENATALAKSANAAN :
1. Pembedahan
Pemilihan jenis pembedahan pada karsinoma ovarium tergantung pada umur
penderita, stadium dan jenis serta derajat histologis. (1,2)
Jenis pembedahan pengangkatan tumor yang menjadi standar pembedahan :(2,5,6)
a. Pembedahan radikal : Histerektomi total / + salpinooforektomi bilateral
+ omentektomi
b. Pembedahan konservatif : Ooforektomi unilateral
c. Pembedahan sitoreduktif : Histerektomi total / biopsi kontra lateral ovarium
salpinooforektomi bilateral + omentektomi dan
pengambilan sebanyak mungkin nodul tumor
metastase, sehingga sisa tidak lebih besar dari
1,5cm. Bila perlu dilakukan reseksi usus dan
kolostomi.
2. Kemoterapi
303

Kemoterapi diberikan setelah terapi pembedahan. Respons kemoterapi jauh lebih


baik bila diameter sisa tumor kurang dari 1,5 cm. (2)
Pemberian kemoterapi yang digunakan : (1,2)
a. Melfalan (alkeran) : 0,2 mg/kgBB/hari selama 5 hari, oral
Diulangi tiap 3 - 5 minggu sebanyak 5 seri
b. Cyclophosphamide (Endoksan) : 650 mg / m2 IV hari I
Cisplatinum : 75 mgr / m2 infus hari I
Diulangi tiap 3 - 5 sebanyak 5 seri
Uromitexan (Mesna) 20 % dari dosis Endoxan 4 jam dan 8 jam setelah pemberian
Endoxan.
c. Cyclophosphamide (Endoxan) : 500 mgr / m2 IV hari I
Adriamycin : 50 mgr / m2 IV hari I
Cisplatinum : 50 mgr / m2 infus hari I
Diulang setiap 3-5 minggu sebanyak 5 seri
3. Radioterapi. (2,5)
Pada kegagalan pengobatan dengan sitostatika, penderita dikonsultasikan ke Bagian
Radioterapi untuk pertimbangan pemberian radiasi.
4. Pembedahan kedua. (Second - look laparotomi). (2,6)
Dilakukan bila pemberian kemoterapi ajuvan tampak memberikan hasil yang
memuaskan secara klinis, namun masih diragukan apakah tumor / sisa tumor
benar telah dapat dihilangkan
PENYULIT : (1,5)
Pra bedah : Hipoalbuminemia (hipoproteinemia), asites permagna, efusi pleura.
Selama bedah : Perdarahan, cedera usus, vesika urinaria, ureter.

LAMA PERAWATAN :
Pra bedah : 3-5 hari sebelum pembedahan untuk konsultasi dan persiapan
usus terlebih dahulu.
Selama bedah : 7-14 hari perawatan luka operasi dan pemberian kemoterapi
ajuvan bila memnuhi persyaratan.
304

MASA PEMULIHAN :
Tanpa penyulit dapat istirahat dirumah selama 1 bulan setelah operasi.

KEPUSTAKAAN :
1. Berek JS, Fu YS, Hacker NF. Ovarian cancer. In : Berek JS, Adashi EY, Hillard PA,
eds. Nova’s gynecology. 12th ed.
2. Berek JS. Ephitelial ovarian cancer. In : Berek JS, Hackers NF, eds. Practical
gynecologic oncologic. 2nd ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994 : 327 - 75
3. Barber HRK. Cancer of the ovary. In : Nagel JRV Jr. Barber HRK, eds. Modern
concepts of gynecologic oncologic. Massachusets : John Wright PSG Inc, 1982 :
239 - 75
4. Zucker PK. Ovarian carcinoma. In : Friedman EA, ed. Gynecological decision
making. Philadelphia : The C.V. Mosby Company, 1983 : 160 - 61
5. Gersenson DM. Epithelial ovarian cancer. In : Copeland LJ, Jarnell JF, Mc Gregor
JA, eds. Textbook of gynecology. Philadelpsia : W.B. Saunders Company, 1993 :
1046-83
6. Rutledge FN. Surgical treatment of ovarian cancer. In : Thompson JD, Rock JA, eds.
Te Linde’s operative gnecology. 7nd ed. Philadelphia : JB. Lippincott Company, 1992
: 1303-24

5. PENYAKIT TROFOBLAS GANAS


dr. Annas Budi, dr. H.A. Arifuddin Djuanna, SpOG

BATASAN :
Penyakit trofoblas ganas adalah tumor ganas yang berasal dari trofoblas. (1)

DIAGNOSIS :
Diagnosis penyakit trofoblas ganas secara kilinis ditegakkan berdasarkan : (2)
a. Anamnesis :
 Perdarahan yang terus menerus setelah evakuasi mola/kehamilan sebelumnya.
305

 Bila terjadi perforasi uterus, ditemukan adanya keluhan nyeri perut.


 Bila ada lesi metastasis, maka dapat ditemukan gejala hemoptoe, melena, sakit
kepala, kejang dan hemiplegia.
b. Pemeriksaan fisis :
 Uterus besar dan iraguler
 Dapat terlihat adanya lesi metastasis di vagina / organ lain.
 Ditemukan kista lutein bilateral yang persisten.
c. Pemeriksaan penunjang :
 Ditemukan kadar  - hCG yang menetap atau meninggi.
 Pada foto toraks dapat terlihat adanya lesi metastasis
 USG pelvis, hati dan ginjal untuk melihat adanya metastasis
 Bila ada metastasis di hati maka dapat ditemukan gangguan fungsi hati
 Sken otak (CT-Scan) bila ada indikasi kelainan sarat

STADIUM :
Stadium I : Bila proses masih terbatas di uterus
Stadium II : Bila sudah ada metastasis ke pelvis dan vagina
Stadium III : Bila sudah ada metastasis ke paru-paru
Stadium IV : Bila sudah ada metastasis ke otak, hati, saluran pencernaan dan ginjal

PENILAIAN :
Penanganan penyakit trofoblas ganas tergantung stadium dan hasil skoring (risiko
rendah, sedang dan tinggi).
Berdasarkan penentuan stadium diatas, maka stadium I dianggap sebagai kelompok
risiko rendah, dan stadium IV sebagai risiko tinggi.
Stadium II dan III ditentukan apakah tergolong risiko rendah, sedang dan berat
berdasarkan skoring.
Untuk menghitung apakah penderita tergolong risiko rendah, sedang atau tinggi, lihat
tabel skoring pada lampiran.
Bila nilai total :  4 = risiko rendah
5-7 = risiko sedang
306

8 = risiko tinggi

NILAI
0 1 2 4
Umur (tahun)  39 > 39
Kehamilan sebelumnya mola abortus aterm
Interval antara kehamilan sebelum <4 4-6 7-12 > 12
nya dengan saat dimulainya
Kemoterapi (bulan)
hCG (IU/liter) < 103 103-104 104-105 >105
Golongan darah (ABO) O atau A B atau AB
Ukuran tumor yang terbesar <3 3-5 >5
termasuk uterus (cm)
Tempat metastasis limpa ginjal sal.cerna hati otak
Jumlah metastasis 1-3 4-8 >8
Kemoterapi sebelumnya 1 macam 2
macam
307

TERAPI :
Bila tergolong risiko rendah, maka diberikan kemoterapi tunggal, sedang bila
tergolong risiko sedang dan tinggi diberikan kemoterapi kombinasi.

Stadium I :
Jika pnderita tidak menginginkan anak lagi, maka histerektomi dengan adjuvant
kemoterapi tunggal merupakan pengobatan yang utama.
Bila penderita masih menginginkan anak, maka diberikan kemoterapi tunggal
Kemoterapi tunggal tsb. adalah :
a. Methotrexate (MTX) : dosis : 10 - 20 mg/m IV/IM tiap hari selama 5 hari diulang
tiap 2 - 3 minggu, jika dalam 2 minggu tidak ada tanda-tanda depresi sum-sum
tulang / kelainan darah (Hb, leukosit, trombosit) maka segera diberikan seri
berikutnya.
b. Actinomycin D (ACT.D) : dosis : 12 g / kg.bb/IV tiap hari selama 5 hari diulang
tiap 2 - 3 minggu, jika tidak ada depresi sum-sum tulang. Kemoterapi diberikan
sampai kadar  - hCG dalam darah menjadi normal, kemudian dilanjutkan 1 - 2
seri lagi.
Jika kadar -hCG meningkat atau menetap setelah pemberian sitostatika sebanyak 1
seri, maka dianggap resisten / tidak dilanjutkan lagi untuk seri berikutnya,
kemudian diganti dengan kemoterapi kombinasi.
Penderita stadium I harus :
 Kontrol -hCG tiap minggu sampai normal tiga minggu berturut-turut kemudian
dilanjutkan setiap bulan sampai normal 12 kali berturut-turut.
 Menggunakan kontrasepsi selama evaluasi.

Stadium II dan III


Ditentukan apakah tergolong risiko rendah, sedang atau tinggi. Jika tergolong risiko
rendah, maka diberikan kemoterapi tunggal seperti pada penderitastadium I. Tetapi
bila tergolong risiko sedang atau tinggi, maka diberikan terapi kombinasi.
Kemoterapi kombinasi tersebut adalah : (3)
 Untuk risiko sedang :
308

Kombinasi : Vincristine 1 mg / m / IV dan Cyclophosphamide 600 mg / m IV


Diberikan pada hari 1 dan hari ke 3 dengan interval 1 minggu, bila penekanan
sum-sum tulang sudah pulih.
 Untuk risiko tinggi :
Kombinasi : Vincristine 1 mg / m / IV dan Cyclophosphamide 600 mg / m / IV
Diberikan pada hari 1 dan hari ke 3 dengan interval 1 minggu bila penekanan
sum-sum tulang sudah pulih.
Pemantauan penderita stadium II dan III sama dengan penderita stadium I.

Stadium IV :
Semua penderita stadium IV diberi kemoterapi kombinasi sama dengan yang
tergolong risiko tinggi.
Pemantauan penderita stadium IV berupa :
 Pemeriksaan kadar -hCG setiap sampai mencapai kadar normal 3 minggu
berturut-turut.
 Pemeriksaan kadar -hCG dilanjutkan setiap bulan sampai kadar normal 24 bulan
berturut-turut.

KEPUSTAKAAN :
1. Harahap RE. Penyakit trofoblas ganas. Dalam : Kanker ginekologi. Jakarta : PT.
Gramedia, 1984 : 97
2. Djuanna A, Lukas E, Budi A. Penatalaksanaan penyakit trofoblas gestasional di
bagian Obstetri dan Ginekologi FKUH. Ujung Pandang 1996.
3. Burket H, Hendrich K. Selected schedules of theraphy for for malignant tumours
edisi 7. Asta Medica Incology, 1992

BAB IV
ENDOKRINOLOGI

1. AMENORE
309

dr. Adjardiana Idrus, dr. Nuraini Abidin,dr. Maggie Wewengkang, SpOG

DEFINISI :
Amenorea adalah tidak terjadinya haid. (1)
 Amenorea primer: wanita tidak pernah haid. (1)
 Amenorea sekunder: wanita yang tidak haid minimal 6 bulan yang sebelumnya
mempunyai siklus haid normal. (1,2)
Baziad dkk mendefinisikan: (3)
 Amenorea primer : wanita yang belum pernah haid meskipun usia di atas 18 tahun.
 Amenorea sekunder: pernah haid kemudian tidak haid selama 3 bulan

1. AMENOREA PRIMER
a. Etiologi : (1)
 Hipotalamus
a) Sindrom Kallman
b) Tumor atau trauma
c) Amenorea hipotalamus
d) Anoreksia nervosa
 Hipofise
b. Tumor
 Gonad
a) Kromosom
(1) Sindrom Turner XO
(2) Mosaik atau XX
(3) Disgenesis kelenjar kelamin XY
b) Feminisasi tesitis
c) Pseudohermaprodit wanita dan hermaprodit
d) Sindrom ovarium polikistik
e) Tumor ovarium penghasil hormon
f) Galaktosemia
310

 Uterus & Vagina (1,3)


a) Sindrom Mayer-Kuster-V-Rokitansky
b) Himen imperforata
 Pengaruh Eksternal
a) Kehilangan berat badan oleh karena penyakit atau anoreksia nervosa
b) Obat-obatan
c) Gangguan endokrin seperti : DM, tiroid, kel. Adrenal abnormal.
c. Diagnosis :
2. Keadaan yang menjadi indikasi pemeriksaan penderita yang berkaitan dengan
amenorea.(4,5)
 Wanita yang belum haid pada usia 14 tahun dan tidak tampak pertumbuhan
tanda-tanda pubertas atau seks sekunder.
 Wanita yang belum haid pada usia 16 tahun tanpa memperhatikan
perkembangan seks sekunder.
 Wanita yang sebelmunya mempunyai siklus haid normal kemudian tidak haid
sedikitnya selama 6 bulan.

Evaluasi Penderita (1,2,4,5)


1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
 Riwayat terperinci diantaranya :
 Riwayat keluarga
 Riwayat pertumbuhan
 Riwayat prenatal termasuk penggunaan obat-obat selama hamil
 Riwayat kejiwaan dan stres emosional
 Pemeriksaan meliputi
 Pemeriksaan fisik umum
 Perkembangan payudara
 Distribusi rambut
 Tinggi badan dan berat badan
 Alat genitalia
311

2. Beberapa pemeriksaan yang dianjurkan


 Uji progesteron, estrogen + progesteron
 Urine untuk gula dan protein
 Kadar hormon FSH, LH, prolaktin
 Test fungsi tiroid
 Foto lateral tengkorak
 Pemeriksaan kromosom
 Pemeriksaan USG

III. Pengobatan :
Tergantung penyebab dan keinginan penderita.(2)
Tujuan pengobatan meliputi (2)
1. Membantu wanita mencapai perkembangan fisik yang normal
2. Kesuburan
a. Gangguan gonad dan anomali genital berat
Untuk kesuburannya sangat sedikit yang dapat dikoreksi baik obat-obatan
maupun pembedahan.
 Terapi estrogen pengganti : untuk maturasi organ seks sekunder.
 Pembedahan (2,4)
 Koreksi kelainan organik (Sindrom Mayer-Kuster-V-R)
 Membuang testis (feminisasi testis)
b. Disfungsi Hipotalamus-hipofise
 Terapi estrogen pengganti
 Terapi GnRH secara pulsatif atau gonadotropin untuk induksi ovulasi
c. Hiperprolaktinemia
 Terapi dengan Bromokriptin
 Operasi pengangkatan adenoma hipofise

B. AMENOREA SEKUNDER
I. Etiologi : (1)
312

1. Gangguan eksternal : kekurusan oleh penyakit, obat-obatan, gangguan


hormonal (DM, adrenal, tiroid)
2. Gangguan hipotalamus : anoreksia nervosa, stres, trauma emosional, latihan
berat
3. Gangguan hipofise :
 Tumor (hiperprolaktin)
 Kegagalan (penyakit)  sindrome Sheehan
4. Gangguan ovarium : ovarium polikistik, menopause prematur, kastrasi
(operasi, kemoterapi, radiasi).
5. Gangguan uterus : kehamilan, sindrom asherman, histerektomi
6. Gangguan serviks : hilangnya kanalis servikalis pada operasi, kauterisasi,
konisasi biopsi.

II. Diagnosis : (1,2,4)


1. Anamnesa/pemeriksaan fisik
 Umur menarke  Gangguan lapangan pandang
 Siklus haid  Trauma fisik mis. Trauma
 Lamanya amenorea kepala
 Gejala hamil  Hirsutisme
 Kehilangan berat badan  Galaktorea
 Penyakit berat yang diderita  Hot flushes
 Obat-obatan termasuk pil KB  Polydipsi
 Trauma emosional  Polyuria
 Jenis latihan (olahraga)  Kehamilan sebelumnya
 Sakit kepala  Operasi yang pernah dijalani
2. Pemeriksaan yang diperlukan
 Uji progesteron, Uji E+P  Kadar tiroksin dan TSH
 Pemeriksaan aktivitas estrogen  Kadar testoteron
poros H-H-O, ovulasi  Kadar SHBG
 Kadar FSH & LH  Fotolateral tengkorak
313

 Kadar prolaktin  USG


III. Penanganan :
 Tergantung penyebab
 Beberapa cara penanganan : (2)
1. Amenore Estrogenik
R/  Progestin  MPA 10 mg/hari, 10 hari
Terjadi  perdarahan lucut
 pencegahan hiperplasia endometrium
 Pemicu ovulasi untuk yang ingin hamil
2. Amenorea Hipoestrogenik
 Terapi hormon pengganti (HRT)
Premarin 0,625 mg/hari secara kontinyu
+
 Pemicu ovulasi bagi yang ingin hamil
3. Amenorea Hiperprolaktin
 Bromokriptin/hari dosis 2,5 mg sampai 7,5 mg/hari.(2,3)
4. Amenorea dengan kadar androgen tinggi (ovarium polikistik)
Pengobatannya : (3)
 Pil KB
 Dosis tinggi siprosten asetat (100 mg/hari --- 10 hari) dan etinil
estradiol (40 mcg/hari ---- 21 hari)
 Dosis rendah siprosteron asetat (2 mg) + etinil estradiol (50 mcg)
dalam bentuk pil KB (Diane).
 Spironolakton (aldosteron antagonis) dosis 2x50 mg/hari.

KEPUSTAKAAN :
1. Lachelin G. CL. Amenorrhoe. Introduction to Clinical Reproductive Endocrinology
1st ed. London : Butterworth Heinemann, 1991; 61-67.
2. Jewelewicz R. Therapy of Amenorrhoea. In Frajese G, Steinberger E, Rodriguez RL
&, Reproductive Medicine medical therapy. Italy : Excerpta Medica, 1989.
314

3. Surjana EJ, Baziad A. Pemeriksaan dan penanganan Amenorea. Dalam : Baziad A,


Jacoeb TZ, Surjana HZ, Alkaf HZ., Endokrinologi Ginekologi ed 1. Jakarta : KSERI,
1993, 35-56.
4. Speroff L, Glas RH, Kase NG. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility 5th
ed. USA: Williams P. Wilkins, 1994, 401-446.
5. Tan SL, Chong R, Thong PW, Jen SW, Salmon YM Chem C, Current Comcepts in
the Investigation and treatment of Amenorrhoea.
315

SKEMA PENATALAKSANAAN AMENOREA SEKUNDER

AMENOREA SEKUNDER

Hamil Normal Kursus :


Laktasi atau  Berhubungan dengan Amenorea
Menopause Gemuk  Penyakit umum

 Riwayat kehamilan sebelum-nya PEMAKAIAN Gangguan


dan atau operasi OBAT-OBATAN Endokrin
 Sindrom sheehan dengan Gejala
 Sindrom asherman
 Stenosis serviks
 Ooforektomi
 Histerektomi

Amenorea Hirsiutisme Galatorea Hot Flushes Polydipsi


Hipotalamus Acne Polyuria
(Hipogonadotropin
Hipogonadism) oleh karena
 Stres
 Latihan berat
 Trauma emosional

Hiperprolaktin Diabetes

 Sindrom ovarium polikistik Kegagalan


 Hiperplasia adrenal ovarium
 Tumor ovarium/adrenal prematur
316

2. PERDARAHAN UTERI DISFUNGSIONAL


dr. Annas Budi, dr. M.M. Palisuri, SpOG

PENDAHULUAN :
Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari adanya siklus haid normal yang
terjadi secara siklik. Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid semasa
hidupnya. Gangguan ini dapat berupa siklus haid yang memanjang atau memendek,
maupun perdarahan abnormal yang berkepanjangan.(1) Peristiwa ini dapat terjadi
setiap saat dalam kurun waktu antara menars dan menopause.(2)
Seperti kita ketahui bahwa siklus haid diatur oleh 2 faktor yaitu : (3,4)
1. Faktor fungsi endokrin reproduksi yang normal dalam hal ini poros hipotalamus-
hipofisis dan ovarium
2. Faktor fungsi anatomi genitalia yang normal dalam hal ini uterus, ovarium, tuba
dan vagina

Yang berhubungan dengan perdarahan uterus disfungsional adalah keadaan


dimana fungsi anatomi genitalia yang normal (tidak ditemukan kelainan organik) dan
satu-satunya penyebab perdarahan adalah gangguan fungsi endokrin reproduksinya.(4)

DEFINISI :
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal
(lamanya, frekuensi, jumlah) tanpa ditemukan kelainan organik dan hematologi
melainkan hanya akibat gangguan fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus -
hipofisis - ovarium dan target organnya dalam hal ini endomterium.(2,3,4,5)

ANGKA KEJADIAN :
Dari penelitian para ahli dinyatakan bahwa angka kejadian cukup tinggi, karena
hampir terjadi pada semua wanita. Tetapi karena sebagian PUD pulih sendiri tanpa
pengobatan, yang tercatat hanyalah PUD berat yang seringkali mencapai keadaan
gawat darurat.(1,3)
317

Gangguan ini paling sering ditemukan pada usia perimenars dan perimenopause
dan merupakan 10% dari seluruh kunjungan ginekologik. Sekitar 4% berusia kurang
dari 20 tahun, 39% berusia diatas 40 tahun dan sisanya berada pada usia reproduksi.
Kejadian PUD pada usia kurang dari 20 tahun sesungguhnya jauh lebih besar
daripada yang dilaporkan, hal ini disebabkan oleh adanya keengganan pada wanita
usia perimenars untuk menjalani pemeriksaan.(1,2,3,5)

PATOFISIOLOGI :
PUD dapat terjadi pada siklus haid yang berovulasi (ovulatorik) maupun yang tidak
berovulasi (anovulatorik) atau pada keadaan folikel yang persisten. (3,4,6)
PUD pada siklus ovulatorik, lebih kerap terjadi pada usia reproduksi, perdarahan
dapat terjadi pada pertengahan haid, atau perdarahan bercak pra dan pasca haid dan
perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium. Perdarahan yang disebabkan
oleh :
a. Fase proliferasi yang memendek
b. Fase proliferasi yang memanjang
c. Insufisiensi korpus luteum
d. Aktivitas korpus luteum yang memanjang.(3,4)
PUD pada siklus anovulatorik, sering dijumpai pada masa perimenopause dan massa
reproduksi. Dasar dari perdarahan yang terjadi pada siklus anovulatorik ini adalah
karena tidak terjadinya ovulasi, maka korpus luteum tidak terbentuk. Dengan
sendirinya akan terjadi kadar progesteron yang rendah dan estrogen yang berlebihan.
Karena estrogen yang tinggi, maka endometrium mengalami proliferasi berlebihan
(hiperplasi). Dengan rendahnya kadar progesteron, maka tebalnya endometrium
tersebut tidak diikuti dengan terbentuknya penyangga yang baik, kaya pembuluh
darah dan kelenjar. Jaringan ini rapu, mudah melepaskan bagian permukaan, dan
menimbulkan perdarahan. Perdarahan disatu tempat baru sembuh, timbul perdarahan
ditempat lain, sehingga perdarahan tidak terjadi secara bersamaan.(4,6) Gangguan
perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan yang sedikit atau banyak
bergumpal-gumpal dengan siklus yang teratur maupun yang tidak teratur.(3,4)
318

PUD pada keadaan folikel persisten, sering dijumpai pada masa perimenopause,
jarang pada masa reproduksi. Yang dimaksud dengan folikel persisten adalah
stagnasinya fase perkembangan folikel disatu fase sebelum fase ovulasi. Keadaan ini
menyebabkan rangsangan yang terus menerus dan menetap dari estrogen terhadap
endometrium sehingga terjadi hiperplasia endomterium.(3,4,6) Perdarahan terjadi pada
tingkat hiperplasia endometrium lanjut, atau apabila folikel tidak mampu lagi
membentuk estrogen, maka terjadi perdarahan lucut estrogen.(3,4,6)
Dalam hubungannya dengan siklus haid, PUD lebih sering ditemukan pada siklus
anovularik, yaitu sekitar 85-90%.(1,7,8)

GAMBARAN KLINIS : (6)


 Perdarahan dapat terjadi setiap waktu dalam siklus haid
 Perdarahan dapat bersifat sedikit-sedikit, terus menerus atau banyak dan berulang-
ulang
 Paling sering dijumpai pada masa menars atau masa perimenopause.

DIAGNOSIS :
Untuk menegakkan diagnosis pasti PUD, harus disingkirkan : (2,3,4)
 Kelainan organik
 Gangguan hematologi (faktor perdarahan)
Tahap pemeriksaaan sbb :
1. Anamnesis
Riwayat penyakit perlu diketahui usia menars, siklus haid pascamenars, begitu pula jenis,
lama dan jumlah darah haid, serta keadaan emosi penderita.(1,2,4)
Adanya nyeri sering menunjukkan adanya patologi lain, sedangkan bekuan darah
menandakan perdarahan yang cukup banyak.(1)
2. Pemeriksaan fisis
2.1. Umum
Keadaan umum penderita diperiksa berdasarkan perdarahan yang terjadi. Sebab lain
yang mungkin berhubungan dengan perdarahan juga perlu dicari, seperti tanda
hipo/hipertiroid, kelainan hematologis atau pembesaran organ-organ.(1,2,4)
319

2.2. Ginekologis
Kelainan genitalia interna perlu dicari, seperti erosi, radang, tumor atau keganasan,
dan infeksi. Penderita dengan himen yang utuh (belum menikah) diperiksa
melalui rektum (rectal toucher) dan apabila mungkin disertai dengan
vaginoskopi.(1,2,4)
3. Pemeriksaan penunjang
3.1. Pemeriksaan laboratorik
Pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hemostasis diperlukan menilai kelainan
hematologis.(1,2,4)
Biopsi endomterium dilakukan ketika terjadi perdarahan diperlukan untuk
pemeriksaan histopatologis dan pemeriksaan hormonal membantu untuk melihat
kelainan hormonal yang mendasari PUD.(1,4)
3.2. Penentuan ovulasi
Penentuan siklus ovulatorik atau anovulatorik merupakan hal yang penting pada
penanganan PUD. Keadaan ini dapat dinilai dengan beberapa cara pemeriksaan :
Suhu basal badan (SBB), Sitologi serial usap vagina, biopsi endometrium, uji
pakis dan peneraan hormonal serum (FSH, LH, Estradiol, Progesteron dan
Prolaktin.(1,2,4)
Selain itu gangguan fungsi dari organ endokrin ekstra gonad terkadang perlu
juga dinilai, yaitu adrenal,tiroid dan pankreas.(1,2)
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, tujuan penatalaksanaan PUD adalah (1,6)
a. Memperbaiki keadaan umum
b. Menghentikan perdarahan
c. Mengembalikan fungsi homron reproduksi
d. Menghilangkan ancaman keganasan
Penghentian perdarahan
Pemakaian homronal (2,3,4,5)
PUD ovulatorik :
Perdarahan pertengahan siklus
Estrogen 0,625 - 1,25 mg, hari ke 10 - 15 siklus
320

Perdarahan bercak pra haid


Progesteron 5 - 10 mg, hari ke 17 - 26 siklus
Perdarahan pasca haid
Estrogen 0,625 - 1,25 mg, hari ke 2 - 7 siklus
Polimenorea
PUD anovulatorik
Kombinasi estrogen dan progesteron seperti pil KB kombinasi, 2x1 tablet selama
2-3 hari, diteruskan 1x1 tablet 21 hari.
Progesteron 10 - 20 mg selama 7 - 10 hari.
Folikel persisten
Pemberian progesteron (DMPA = depo MPA) mampu menghentikan proses
terjadinya hiperplasia pada sebagian besar kasus.

Pengobatan lain :
a. Pemakaian penghambat sintesis prostaglandin
Biasa dipakai asam mefenamat 3x500 mg/hari selama 3 - 5 hari terbukti mampu
mengurangi perdarahan atau naproksen dengan dosis 3x500 mg selama 3 hari
dengan hasil yang sama.(1)
b. Pemakaian antifibrinolitik
Sediaan yang ada untuk keperluan ini adalah asam aminokaproat dan asam
traneksamat, dosis yang diberikan adalah 4x1 - 1,5 gr/hari selama 4 - 7 hari.(1)

Pengobatan operatif
Jenis pengobatan ini mencakup :
1. Dilatasi dan kuretase
Dilatasi dan kuretase merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif
pada PUD. Untuk tujuan menghentikan perdarahan, tindakan kuretase ternyata
berhasil mengatasi keadaan pada 40 - 60 % kasus PUD.(2)
2. Ablasi endometrium dengan laser
321

Pada tindakan ketiga lapisan endomterium diablasikan dengan cara vaporasi


neodymium YAG laser. Endometrium akan hilang permanen sehingga penderita
akan mengalami henti haid yang permanen pula.(1)
3. Histerektomi
Tindakan histerektomi harus memperhatikan usia dan paritas penderita. Pada
penderita muda, tindakan ini merupakan pilihan terakhir. Sebaliknya pada
penderita perimenopause atau menopause, histerektomi harus dipertimbangkan
bagi semua kasus perdarahan yang menetap atau berulang. Selain itu histerektomi
juga dilakukan untuk PUD dengan gambaran histologis endometrium hiperplasia
atipik dan kegagalan pengobatan hormonal maupun dilatasi kuretase.(1)

Mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi


Usaha ini meliputi pengembalian siklus haid abnormal menjadi normal, pengubahan
siklus anovulatorik menjadi ovulatorik atau perbaikan suasana sehingga terpenuhi
persyaratan untuk pemicuan ovulasi.
Berikan MPA 10 - 20 mg.hari mulai hari ke 16 - 25 siklus haid atau
Didrogesteron 10 - 20 mg/hari mulai hari ke 16 - 25 siklus haid atau
Linestrenol 5 - 15 mg/hari mulai hari ke 16 - 25 siklus haid.
Pengobatan hormonal ini diberikan untuk tiga siklus haid, jika gagal setelah diberikan
tiga siklus dan ovulasi tidak terjadi, maka dilakukan pemicuan ovulasi.1,2

KEPUSTAKAAN :
1. Kadarusman Y., Jacoeb TZ., Baziad A. Perdarahan uterus disfungsional kronik pada
masa reproduksi : Aspek patofisiologi dan pengobatan dengan progesteron. MOGI
1993 ; 19 : 67-81
2. Baziad A., Jacoeb TZ., Surjana EJ. Pengobatan perdarahan uterus disfungsional.
Dalam : Baziad A., Jacoeb TZ., Surjana EJ, Alkaff Z. ed. Endokrinologi ginekologi,
Edisi I. Jakarta : Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI)
Bekerjasama dengan Media Aesculapius, 1993 : 61 - 9
3. Rachman LA. Pengobatan perdarahan uterus disfungsional. Dalam : Affandi B, ed.
Gangguan haid pada remaja dan dewasa. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1990 : 59-75
322

4. Jacoeb TZ., Racman LA., Soebijanto, Surjana EJ. Panduan endokrinologi reproduksi.
Jakarta : Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI / RSCM, 1985 : 27 - 30
5. Saifuddin AB., Utama H. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, 1991 : 78 - 80
6. Abadi A, Sukaputra B, Waspodo D., dkk. Pedoman diagnosis dan terapi RSUD dr.
Soetomo. Surabay : Lab/UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK. UNAIR,
1994 : 79 - 82
7. Dysfunctional uterine bleeding. Schering AG : 9
8. Suastino T. Pengalaman pengobatan 22 kasus perdarahan uterus disfungsional dengan
progesteron (linestrenol). Dalam : Suryana EJ, Moeloek FA., Gadroen W., ed.
Kumpulan makalah simposium terapi progesteron. Manado : PTP VI POGI 1989 : 37-
49 .

3. TERAPI PENGGANTI HORMON


dr. Rudianto HP, dr. Retno B. Farid, SpOG

BATASAN :
Terapi penggantian hormon (THP) adalah pemberian hormon estrogen atau
kombinasi estrogen dengan progestogen/androgen untuk pengobatan atau pencegahan
keluhan-keluhan yang ditimbulkan akibat kekurangan hormon pengganti. (1)

INDIKASI :
Keadaan yang merupakan indikasi pemberian hormon (THP) seperti :
 Wanita dengan keluhan yang berhubungan dengan kekurangan estrogen seperti
(2,3,4)

 Gangguan vasomotor : gejolak panas, keringat banyak, jantung berdebar-


debar dab rasa berat atau sakit pada kepala (1,3,5,6,7)
 Psikologik : perasaan takut kehilangan daya tarik feminim dan takut menjadi
tua, gelisah mudah tersinggung, lekas marah, tidak konsentrasi, pelupa,
323

kehilangan kepercayaan dan kemampuan membuat keputusan, depresi,


gangguan libido, gangguan tidur. (1,3,7,8,9)
 Keluhan urogenital : nyeri sanggama, vagina kering, keputihan, infeksi,
perdarahan pasca sanggama, gatal pada vagina atau vulva, iritasi, prolapsus
uteri atau vagina inkontinensia urine, infeksi saluran kemih berulang, nyeri
berkemih. (1,3,5,6,10,11)
 Wanita tanpa keluhan dengan risiko tinggi seperti menopause sebelum 45
tahun, risiko osteoporosis, hiperkolesterolemia
 Wanita yang menginginkan TPH dan tidak ada indikasikontra.(3)
324

Indikasikontra estrogen : (2,3,4)


Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, kerusakan hati yang
berat/penyakit hati akut, trombosis vena profunda akut, tromboemboli akut, sedang
menderita kanker payudara, sedangan penderita kanker endometrium, hiperlipidemia
karena kelainan herediter, porfiria.
Indikasi kontra progestogen : meningioma.

KONSULTASI :
 Spesialis Penyakit Dalam subdivisi kardiovaskuler
 Spesialis Syaraf
 Spesialis Jiwa
 Spesialis Bedah Tulang

PENATALAKSANAAN :
Pemeriksaan dasar sebelum pemberian TPH.(1,3)
 Anamnesis
 Pemeriksaan : tekanan darah, berat badan, pemeriksaan ginekologik, payudara
 Pap Smear
 USG ginetalia intern
Laboratorium :
1. Fungsi hati : SGOT, SGPT
2. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin
3. Gula darah : puasa, pos prandial
4. Lipid : HDL, LDL, kolesterol total
5. Hormonal : FSH
 Mamografi
 Densitometri.

CARA PEMBERIAN DAN JENIS SEDIAAN


325

Jenis estrogen yang dianjurkan adalah estrogen alamiah dengan cara pemberian
melalui : oral, trandermal, vaginal atau implan subkutan.(1,3,5,9,11,12) dan yang lebih
diutamakan pemberian secara oral. (2)
Jenis progestogen yang dianjrukan adalah progestogen alamiah dengan cara
pemberian melalui : oral, intramuskuler.(1,9)
Beberapa jadwal pemberian TPH
 Kombinasi sekuensial (25 hari) : estrogen diberikan selama 25 hari dengan
progestogen diberikan selama 12 hari terakhir (hari ke 14-25) dan 5 hari bebas
tidak minum obat diindikasikan untuk wanita dengan uterus
 Kombinasi sekuensial (30 hari) : estrogen diberikan selama 30 hari dengan
progestogen diberikan selama 12 hari pertama (hari 1012) diindikasikan untuk
wanita tanpa uterus, diberikan 12 hari terakhir pada wanita dengan uterus.
 Kombinasi kontinyu : estrogen dan progestogen diberikan setiap hari dan
kontinyu diindikasikan pada wanita pascamenopause dengan atau tanpa
uterus.(1,2,3,5,9,11)
 Cyclephasic : estrogen diberikan kontinyu selama 30 hari dengan progestogen
diberikan 3 hari dalam seminggu (Jumat, Sabtu, Minggu) atau setiap 3 hari.
Progetogen harus selalu diberikan minimal 10 hari dalam sebulan.(2)
Perlunya diberikan progetogen dalam TPH untuk wanita yang tanpa uterus oleh
karena progetogen berperan dalam mempertahankan densitas tulang, mengurangi
terjadinya adenokarsinoma pada wanita dengan riwayat endometriosis, mengurangi
efek estrogen yang meningkatkan kadar trigliserida.(11)

Efek samping.(13)
Estrogen : nyeri payudara, perdarahan banyak, sakit kepala, leukorea, pruritus berat.
Progetogen : restensi cairan, perdarahan tidak teratur, penambahan berat badan
Kontrol selama penggunaan TPH.(1)
 Bulan 1 : keluhan pengobatan :
 Bulan 3 : tekanan darah, perdarahan, efek samping
 Bulan 6 : ginekologi, Pap smear, tekanan darah, fungsi hati dan ginjal, hormonal
 Bulan 12 : pemeriksaan seperti sebelumnya, mamografi
326

 Setiap 1-2 th : pemeriksaan seperti sebelumnya


Lama pengobatan :
Untuk pencegahan TPH diberikan 10-20 tahun, kalau perlu selama sisa hidupnya.
Pengobatan yang dihentikan tiba-tiba, kerusakan pada masing-masing target organ
akan terjadi kembali.(13)
327

KEPUSTAKAAN :
1. Baziad A, Hestiantoro A, Soebijanto S. Menopause dan terapi hormon pengganti
Pokja Endokrinologi Reproduksi PB POGI, Jakarta, 1997 ; 2-9
2. Palacios S. Managing the perimenopause. Dibawakan pada KONAS X POGI di
Padang, 1996 ; 1-38
3. Davey DA. The menopause and Climacterium. In : Whitfield CR, ed. Dewhurt’s
Textbook of Obstetrics and Gynaecology for Graduates. Fifth edition. London :
Blackwell Sciense, 1995 ; 609-41
4. Baziad A, Hestiantoro A, Sujana E, Alkaff Z. Terapi hormon pengganti (THP)
dengan seks steroid (estrogen-progeteron). Dalam : Baziad A, Hestiantoro A, Affandi
B, Soebijanto S, eds. Panduan Menopause dan Terapi Hormon Pengganti (THP).
Pokja Endokrinologi Reproduksi PB POGI, Jakarta, 1997 ; 619-40
5. Dawwod MY. Menopause In : Copeland LJ, Jarrel JF, Mc Gregor JA, eds. Textbook
of Gynecology. Tokyo : W.B. Saunders Company, 1993 ; 619-40
6. London SN, Hammond CB. The Climacteric. In : Scott JR, Disaia PJ, Hammond CB,
Spellacy WN, eds. Danforth’s Obstetric and Gynaecology. Sixth edition. Philadelphia
: J.B. Lippincot Company, 1990 ; 853-74
7. Sastrawinata S. Gangguan pada masa bayi, kanak-kanak, pubertas, klimakterium dan
senium. Dalam Wiknyosastro H, Saifuddin BA, Rachimhadi T, eds. Ilmu kandungan.
Edisi ke 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 1994 ; 237-45
8. Baziad A, Rahman IA. Klimakterium dan menopause. Dalam : Baziad A, Jacoeb TZ,
Sujana EJ, Alkaff Z, eds. Endokrinologi Ginekologi. KSERI. Jakarta, 1993 ; 147-54
9. Hurd WW. Menopause. In : Berek JS, Adashi EY,, Hillard PA, eds.. Novak’s
Gynecology. Twelfth edition Hongkong : Williams and Wilkin , 1996 ; 981-1011
10. Baziad A, Santoso BI, Jasoparwiro MJ. Terapi Hormon Pengganti (THP) dan
sindroma urogenital. Dibawakan pada PIT X POGI. Ujung Pandang, 1997 ; 1-7
11. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Menopause and postmenopausal hormone therapy. In
: Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Fifth edition. Baltimore :
Williams & Wilkin, 1994 ; 583-649
12. Baziad A, Hestiantoro A, Alkaff Z. Adakah indikasi terapi hormon pengganti (THP)
pada wanita menopause ?. Dalam : Baziad A, Hestiantoro A, Affandi B, Soebijanto S,
328

eds. Panduan Menopause dan Terapi hormon pengganti (THP). Pokja Endokrinologi
Reproduksi PB POGI, Jakarta, 1997 ; 1-10
13. Baziad A. Penanggulangan masalah akibat menopause dan hormon replacement
therapy (HRT). Dibawakan pada Kuliah Umum KONAS IV PERKENI. Ujung
Pandang, 1997 ; 1-6
14. Anonim. MIMS, Indonesia, IIMS, Vol. 2. 1997
15. Brosur obat
329

SKEMA PENATALAKSANAAN TERAPI PENGGANTIAN HORMON

TERAPI PENGGANTIAN HORMON

PENCEGAHAN / PENGOBATAN

ADA KELUHAN TIDAK ADA KELUHAN

INGIN TPH TIDAK INGIN TPH

ADA UTERUS TIDAK ADA UTERUS

KONTINYU E+P ORAL KONTINYU E


SEKUENSIAL E + P TRANSDERMAL KONTINYU E + P
CYCLEPHASIC E + P VAGINAL SEKUENSIAL E + P
SUBKUTAN CYCLEPHASIC E + P

KONTROL
ANAMNESIS
PEM. FISIS
PEM. PENUNJANG

1 BULAN
3 BULAN
6 BULAN
12 BULAN
SETIAP 1 - 2 TAHUN

4. ENDOMETRIOSIS
dr. Nusratuddin, dr. John Rambulangi, SpOG
330

BATASAN
Endometriosis didefenisikan sebagai ditemukannya jaringan endometrium diluar
cavum uteri yang memberikan respons secara parsial terhadap perubahan estrogen
dan progesteron yang dihasilkan oleh ovarium (1).

ETIOPATOGENESIS
Etiologi maupun patogenesis endometriosis belum diketahui dengan jelas. Beberapa
teori tentang etiopatogenesis yang dikemukakan antara lain (2,3,4):
 Teori menstruasi retrograde
 Teori implantasi
 Teori sisa embrional
 Teori metaplasia selomik
 Teori penyebaran hematogen
 Teori hormonal
 Teori imuonologik

LOKALISASI
Berdasarkan lokasi tempat maka endometriosis dibagi atas (1,2,3):
 Endometriosis interna (adenomiosis)
 Endometriosis Tuba
 Endometriosis ovarium
 Endometriosis Vagina
 Endometriosis retro servikalis (kavum Douglasi)
 Endometriosis Ekstra vaginalis (usus, vesika urinaria, paru-paru, umbilikalis)

GAMBARAN KLINIK
Gejala maupun tanda yang disebabkan oleh endometriosis sangat bervariasi
(1,2,3)
tergantung lokasi endometriosis . Juga beratnya gejala kadang tidak sesuai
dengan beratnya atau tingkatan endometriosis yang diderita oleh pasien , bahkan
beberapa wanita tanpa diseratai gejala (5).
331

Keluhan yang sering ditemukan adalah dismenore dan infertilitas:


Dismenore
Dismenore atau nyeri haid dijumpai pada sekitar 85% wanita yang menderita
endometriosis. Jenis nyeri tergantung lokalisasi endometriosis sebagai berikut (6,7):
 Endometriosis di peritoneum: rasa nyeri baisanya dirasakan di perut bagian bawah
dapat terjadi sebelum atau saat haid.
 Endometriosis di vagina atau kavum Douglas: rasa nyeri saat coitus atau saat
pemeriksaan ginekologi
 Endometriosis pada rongga pelvik: nyeri terasa diseluruh perut kadang terasa
seperti melilit.
 Endometriosis di ovarium: Jarang menimbulkan rasa nyeri dan biasanya
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan infertilitas dengan USG. Ruptur
kista endometriosis pada ovarium bisa menyebabkan suatu abdomen akut.
 Endometriosis di usus: nyeri saat defekasi dan kadang-kadang ditemukan feses
campur darah, juga bisa menyebabkan obstruksi parsial pada usus besar.
 Endometriosis di veksia urinaria: nyeri supra pubik saat berkemih yang
bercampur darah.
 Endometriosis di paru: nyeri didada, sesak dan batuk darah.
 Endometriosis di otak: nyeri kepala yang hebat
 Endometriosis di umbilikus: nyeri daerah umbilikus terutama saat haid.
Infertilitas
Insidens endometriosis pada wanita pasangan infertil cukup tinggi berkisar 20-50%,
dan sekitar 70-80% wanita dengan infertilitas yang tak diketahui sebabnya menderita
endometriosis (1). Hubungan antara endometriosis ringan sampai sedang belum begitu
jelas. Namun endometriosis berat disertai perlengketan dan distorsi anatomik pada
organ genital akan jelas menyebabkan infertilitas (8).

KLASIFIKASI
Klasifikasi penting artinya untuk menetapkan cara pengobatan yang tepat atau untuk
evaluasi hasil pengobatan. Beberapa jenis klasifikasi endometriosis yang telah
332

diusulkan namun yang banyak digunakan adalah yang diusulkan oleh American
Fertulity Society (AFS) (Tabel 1) (9,12).

DIAGNOSIS
Diagnosis endometriosis dapat ditegakkan berdasarkan (1,6):
1. Anamnesis
Persangkaan endometriosis dipikirkan jika didapatkan adanya keluhan nyeri haid
yang disertai atau tidak dengan infertilitas.

2. Pemeriksaan dalam vagina atau rektal


Didapatkan adanya nodul-nodul pada daerah kavum Douglasi dan daerah
ligamentum sakrouterina yang nyeri. Bisa teraba adanya kista endometriosis pada
adneksa.

3. USG
Pada pemeriksaan USG bisa didapatkan adanya massa kistik pada adneksa atau
untuk melihat bercak endometriosis dalam miometrium (adenomiosis).

4. Laparoskopi
Pemeriksaan laparoskopi merupakan pemeriksaan yang utama untuk menentukan
diagnosis pasti endometriosis pada rongga pelvik. Dengan laparoskopi akan
nampak semua lesi-lesi endometritik termasuk lesi yang minimal.

PENANGANAN
Tujuan utama pengobatan endometriosis adalah untuk mencegah/mengurangi nyeri,
mencegah progressifitas penyakit, dan pemulihan kesuburan (6,7,10,11,12,13,15).
1. Pengobatan Medis
Pengobatan medis terdiri dari obat-obat hormonal dan analgetik. Pemberian obat
hormonal biasanya pada endometriosis ringan. Jenis sediaan hormonal yang
tersedia adalah:
 Pil KB (pil kombinasi) selama 6-12 bulan.
 Tablet MPA 50-100mg/hari selama 6-12 bulan.
 Danazol 200mg-800mg/hari selama 6-9 bulan.
333

 GnRh analog (Lupron Depot) 3,75mg/bulan selama 6 bulan.


Pada endometriosis ringan dengan keluhan nyeri dan belum ingin anak, maka bisa
diberikan obat analgetik seperti anti inflamasi non steroid atau anti prostaglandin.
2. Pengobatan Bedah
Pada endometriosis derajat berat dan luas maka pembedahan merupakan pilihan
utama.
Bebeapa jenis pembedahan dibawah ini:
 Laparoskopi:  Reseksi
 Ablasi
 Koagulasi
 Laparotomi untuk mengangkat kista endometriosis.
Pengobatan bedah dengan mempertahankan fungsi reproduksi disebut bedah
konservatif. Jika bedah konservatif ataupun pengobatan hormonal gagal
sedangkan fungsi reproduksi tak diinginkan lagi maka dilakukan bedah
definitif seperti histerektomi total dan salpingoooforektomi bilateral.

3. Kombinasi Pengobatan Medis dan Bedah


Terapi kombinasi dilakukan untuk mencegah residif, yaitu dengan meminimalkan
lesi dengan laparoskopi operatif kemudian dilanjutkan dengan pengobatan
hormonal untuk lesi yang tidak terjangkau dengan laparoskopi.

Pada endometriosis rekuren, penatalaksanaanya tergantung ada tidaknya faktor


infertilitas (15)(bagan):

ENDOMETRIOSIS REKUREN

INFERTIL NYERI

ANALGETIK
334

BEDAH TERAPI TERAPI OPERASI


KONSERVATIF HORMONAL HORMONAL DEFINITIF

TEHNOLOGI REKAYASA REPRODUKSI

PROGNOSIS
Harus ditekankan bahwa pengobatan endometriosis hanya bersifat mengurangi
keluhan dan tidak menghilangkan penyakit(13). Angka rekurensi endometriosis
dilaporkan cukup tinggi yaitu mencapai 29-51% setelah pengobatan hormonal dan 7-
(15)
47% setelah bedah konservatif . Pada endometriosis dengan infertilitas tanpa
perlengketan dan kelainan anatomik, maka tingkat kehamilan spontan sangat baik.
Demikian juga endometriosis sedang maupun berat paska pengobatan hormonal/
bedah, tingkat kehamilan cukup tinggi (12).

KEPUSTAKAAN :
1. Halme J. Endometriosis and infertility. In: Infertility a practical guide for the
physician. 3 rd edition. Cambridge: Blackwell scientific publications; 1992: 136-150
2. Markham SM. Extrapelvic endometriosis. In: Thomas EJ, Rock JA, eds. Modern
approach to endometriosis. Dordrecht: Kluwer academic publisher; 1991: 151-165
3. Goldstein DP. In: Weiss G, ed. Endometriosis: Nature and recognation. Proceeding of
the endometriosis symposium, 1985: 5-28
4. Donnez J,Nisolle M,Casanas-Roux F. In: Shaw RW, ed. Endometriosis: Pathogenesis
and pathophysiology .Carnforth: The parthenon publishing group; 1990: 11-29
5. WardlePG, Hull MGR. Is endometriosis a disease?. Baillere’s Clin Obstet Gynecol,
1993: 4:673-698
6. Baziad A, Kadarusman Y,Affandi B. Panduan penanganan endometriosis (Draft).
Pokja endokrinologi reproduksi PB POGI. Jakarta, 1997
7. Way LW. Gynecology. Current surgical diagnosis and treatment. 10 th edition.
London: A lange medical boo; 1994: 985-988
335

8. Bayer SR, Seibel MM. In: Seibel MM, ed. Infertility: A comprehensive text. London;
Appleton and Lange, 1990: 111-128
9. Canis M, Wattiez A, Pouly JL. Classification of endometriosis. Baillere’s Clin Obstet
Gynecol, 1993;4:759-774
10. Wingfield M and Healy DL. Endometriosis: Medical therapy. Baillere’s Clin Obstet
Gynecol, 1993;4:813-838
11. Magos A. Endometriosis: Radical surgery. Baillere’s Clin Obstet Gynecol,
1993;4:849-63
12. Baziad A, Jacob TZ,Basalamah. Dalam: Baziad A, Jacob TZ,Surjana EJ, eds.
Endokrinologi reproduksi. Jakarta: KSERI; 1991: 118-137
13. Speroff L, Glass H, Kase NG. Endometriosis. In: Clinical gynecologic endocrinology
and infertility. 5 th edition. Baltimore: Williams & Wilkins; 1994: 853-872
14. Muse K, Wilson EA. Endometriosis. In: Pernoll ML, Benson RC, eds. Current
obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. Norwalk : Appleton & Lange; 1987:
742-750
15. Darmasetiawan MS. Pengaruh endometriosis pada fertilitas wanita dan rasionalisasi
penanganannya. Pelatihan standarisasi penatalaksanaan infertilitas wanita dan pria.
Fakultas kedokteran universitas airlangga. Surabaya, 1997
336

BAB V
KESEHATAN REPRODUKSI MANUSIA

1. PIL KONTRASEPSI
dr. Setia Budi, dr.Ny. IMS. Murah Manoe, SpOG

BATASAN :
Pil kontrasepsi adalah hormon steroid yang dipakai untuk keperluan kontrasepsi
dalam bentuk pil(1)

Macam-macam
1. Pil oral kombinasi (POK)
 Mengandung estrogen dan progestin(2,3,4)
2. Pil Mini :
 Pil ini hanya mengandung progestin saja(2,3,4)

Pil oral kombinasi (POK)


 Estrogen dalam POK yang dipakai adalah : (2,3)
1. Etinil estradiol
2. Mestranol
 Dosis etinil estradiol yang paling sering dipakai adalah 30-35mcq (2,3)
Dosis 35 mcq estrogen sama efektifnya dengan 50 mcq estrogen dalam emncegah
kehamilan(4)
 Progestin dalam POK yang dipakai adalah :
 Noretindron (2,3)
 Etindiol diasetat(2,3)
 Linestrenol (4)
 Noretinodel(2)
 Norgestrel(2,3)
 Levonogestrel (3,4)
 Desogestrel (3,4)
337

 Gestoden(3,4)
 POK mempunyai 2 kemasan (4)
 Kemasan 28 hari dan 21 hari
 Kemasan 28 hari : 7 pil tersebut (digunakan selama minggu terakhir
pada setiap siklus) tidak mengandung hormon wanita, sebagai
pengganti pil tersebut mengandung besi atau zat “inert”. 7 pil terakhir
ini membantu pasien untuk membiasakan diri minum pil setiap hari.
 Kemasan 21 hari : seluruh pil dalam kemasan ini mengandung
hormon. Interval tujuh hari tanpa pil akan menyelesaikan satu kemasan
(dengan demikian mendahului permulaan kemasan baru) pasien
mungkin akan mengalami haid selama 7 hari tersebut, tetapi pasien
harus memulai siklus pil barunya pada hari ke-7 setelah menyelesaikan
siklus terdahulunya biarpun datang atau tidak. Jika pasien merasa
bahwa mungkin hamil, pasien harus memeriksa diri. Jika pasien yakin
ia minum pil dengan benar, pasien dapat mengulangi pil tersebutsesuai
jadual tersebut walaupun haid tidak terjadi.
Mekanisme kerja POK (2,3,4)
 Menghambat ovulasi (2,3,4)

 Membuat endometrium menjadi media tidak baik untuk implantasi(2,3)


 Lendir serviks menjadi kental (2,3,4)
 Menekan perkembangan telur yang telah dibuahi(4)
 Memperlambat transportasi ovum(4)
Indikasi kontra POK : (3)
Absolut :
1. Tromboplebitis atau dengan tromboemboli
2. Sebelumnya dengan tromboplebitis atau tromboemboli
3. Kelainan serebrovaskuler atau penyakit jantung koroner
4. Diketahui atau diduga karsinoma mammae
5. Diketahui atau diduga karsinoma endometrium
6. Diketahui atau diduga neoplasma yang tergantung pada estrogen
7. Perdarahan abnormal dari genitalia yang tidak diketahui sebabnya
338

8. Adenoma hepar, karsinoma atau tumor-tumor jinak hepar


9. Diketahui atau diduga hamil
10. Gangguan fungsi hati
11. Tumor hati yang ada sebelum pemakaian pil kontrasepsi atau produk
lain yang mengandung estrogen

Relatif :
1. Sakit kepala / migrain
2. Disfungsi jantung / ginjal
3. Diabetes gestasional / prediabetes
4. Hipertensi
5. Depresi
6. Varises
7. Umur > 35 tahun, perokok berat
8. Fase akut Mononucleosis
9. Penyakit sickle cell
10. Asma
11. Kolestasis selama kehamilan
12. Hepatitis atau mononukleosis tahun yang lalu
13. Riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang terkena penyakit
rheumatik yang fatal atau tidak fatal atau menderita DM sebelum usia
50 tahun.
14. Kolitis ulcerativ

Keuntungan POK :
1. Sangat efektif sebagai kontrasepsi (2,4)
2. Resiko terhadap kesehatan sangat baik(4)
3. Tidak mengganggu hubungan seksual (4)
4. Mudah digunakan(4)
5. Mudah dihentikan setiap saat (4)
6. Mengurangi perdarahan waktu haid(2,3)
339

7. Mengurangi insiden gangguan menstruasi(2,3)


8. Mengurangi insiden anemia difisiensi besi (2,3)
9. Mengurangi insiden kista ovarium(2,3)
10. Mengurangi insiden tumor jinak mammae(2,3)
11. Mengurangi insiden karsinoma, endometrium(2,3)
12. Mengurangi insiden infeksi radang panggul(2)
13. Mengurangi insiden osteoporosis(2)
14. Mengurangi insiden rheumatoid artritis(3)
15. Mengurangi insiden kehamilan ektopik(2)

Kerugian (4) :
1. Mahal
2. Penggunaan pil harus :
 Minum pil setiap hari
 Jika lupa akan meningkatkan kegagalan
3. Perdarahan bercak dan “breakthrough bleeding” pada beberapa pasien
4. Ada interaksi dengan beberapa jenis obat (rifampisin, barbiturat,
fenitoin, fenilbutason dan antibiotik tertentu.)
5. Tidak mencegah penyakit menular seksual, HBV, HIV / AIDS
6. Efek samping ringan jarang, namun dapat berupa :
 Amenorea, mual
 Rasa tidak enak di payudara
 Sakit kepala
 Mengurangi ASI
 Berat badan naik
 Jerawat (pada beberapa orang)
 Perubahan “mood”
 Pusing
 Retensi cairan, Tekanan darah tinggi pada beberapa orang,
komplikasi sirkulasi yang jarang namun bisa berbahaya khususnya
perokok.
340

Cara minum POK(4)


 Untuk pasien pospartum yang tidak menyusui :
 Mulai pil setelah 3 minggu postpartum
 Jika pasien sudah 6 minggu postpartum dan sudah melakukan
hubungan seksual, lebih baik pasien menunggu haidnya sebelum
memulai minum pil, namun gunakan metode barier untuk sementara
waktu
 Untuk pasien postpartum yang menyusui :
 Pertama-tama tentukan apakah hanya dengan menyusui cukup sebagai
metode kontrasepsi. Jika pasien sudah haid pertama atau bayinya
mendapat makanan, menyusui tidak mencukupi sebagai metode
kontrasepsi
 Bila ibu menyusui membutuhkan kontrasepsi tambahan, anjuran yang
tepat :
 Kondom atau metode barier yang lain
 Metode mini pil (dapat dimulai 6 minggu postpartum)
 ADR
 Kontrasepsi mantap
 Pil kombinasi, bila metode yang lain tidak diterima (mulai dengan
pil kombinasi dosis rendah tidak lebih dini dari 6 minggu
postpartum). Bila ibu menyusui tersebut lebih dari 6 bulan
postpartum atau bila telah haid kembali, sebaiknya menunggu
periode haid pertamanya sebelum mulai minum pil, tetapi untuk
sementara waktu gunakan barier
 Sebaiknya minum 1 pil setiap hari, lebih baik pada saat yang sama
setiap hari
 Mulailah kemasan pertama pada 5 hari pertama siklus haid, kecuali pil
trifase diminum hari pertama dari siklus haid (3)
341

 Bila pasien mulai minum pil, mungkin mengalami perdarahan antara


siklus haid dan tidak berbahaya, sebaiknya dianjurkan untuk
melanjutkan minum pil setiap hari
 Jika ada rasa mual, pening atau sakit kepala karena tubuh sedang
menyesuaikan diri dengan pil tersebut. Biasanya perasaan tidak enak
menghilang setelah 1 atau 2 kemasan pil. Cobalah minum pil pada saat
hendak tidur atau pada saat makan malam. Bila perasaan tidak enak
menetap silahkan kembali ke klinik
 Bila paket 28 pil habis, sebaiknya anda mulai minum pil dari paket
yang baru. Bila paket 21 pil habis, sebaiknya tunggu 1 minggu baru
kemudian mulai minum pil dari paket yang baru.
 Bila anda lupa minum 1 pil sebaiknya minum pil tersebut segera
setelah anda ingat walaupun harus minum 2 pil pada hari yang sama.
 Bila anda lupa pi 2 atau lebih sebaiknya 2 pil tiap hari sampai terkejar,
juga sebaiknya anda gunakan metode KB yang lain atau tidak
melakukan hubungan seksual sampai anda telah menghabiskan paket
pil tersebut.
 Setiap kali anda tidak minum pil akan meningkatkan kemungkinan
hamil
 Bila pasien tidak mendapat 2 atau lebih siklus haid sebaiknya datang
ke klinik untuk memeriksakan kehamilan.
 Bila pasien lupa terus minum pil atau sering putus minum pil,
sebaiknya pasien dianjurkan menggunakan metode kontrasepsi yang
lain.
 Efektifitas :
Pil kombinasi 99,9% efektifitas jika digunakan secara benar(4)

PIL MINI :
 Mini pil kadang-kadang disebut juga pil masa menyusui(4)
 Dosis progestin dalam mini pil lebih rendah dibanding dosis pil kombinasi (4)

dosis progestin yang digunakan adalah 0,5mg atau kurang (3), karena dosisnya
342

kecil maka mini pil diminum setiap hari pada waktu yang sama(5), selama
siklus haid bahkan selama haid(4)

Keuntungan :
 Sangat efektif apabila digunakan secara benar(3,4)
 Tidak mempengaruhi ASI (3,4)
 Nyaman, gampang digunakan (4)
 Tidak mengganggu hubungan seksual (4)
(4)
Kerugian :
 Mahal
 Menjadi kurang efektif bila menyusui berkurang
 “Breaktfrough bleeding “Perdarahan bercak, amenorea dan haid tidak teratur
 Harus diminum setiap hari (bila lupa diminum kemungkinan hamil)
 Gejala khusus (yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan penggunaan
mini pil)
 Nyeri kepala
 Perubahan “mood”
 Penambahan / penurunan berat badan
 Payudara menjadi tegang
 Nausea
 Pusing
 Dermatitis atau jerawat
 Hiersutisme (pertumbuhan rambut/bulu berlebihan di daerah muka) -
sangat jarang
 Bagi wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, mini pil tidak
menjamin akan melindungi dari kejadian kista ovarium di masa mendatang
 Tidak melindungi terhadap PMS, HBV, atau HIV / AIDS

Indikasi kontra :
1. Wanita yang usianya lebih tuda dengan perdarahan yang tidak diketahui sebabnya.(3,4)
343

2. Ada riwayat kehamilan ektopik sebelumnya(3)


3. Diketahui atau dicurigai hamil dari anamnesis, gejala, tanda atau kehamilan (+) (4)
4. Benjolan di payudara atau dicurigai kanker payudara (4)
5. Gangguan tromboemboli aktif (bekuan di tungkai, paru atau mata) (4)
6. Ikterus, penyakit hati aktif atau tumor hepar jinak / ganas (4)
Mekanisme kerja (4) :
1. Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma
2. Mencegah ovulasi (15-40%)
3. Mengubah motilitas tubah
4. Perubahan pada endometrium sehingga implantasi ovum yang telah dibuahi lebih
sulit

Cara minum pil mini (4) :


 Pil pertama dapat dimulai pada hari pertama siklus haid dan metode perlindungan
(5)
digunakan pada 7 hari pertama atau 4-6 minggu postpartum biarpun haid belum
terjadi kembali
 Pasien dapat telah mencapai 9 bulan postpartum disarankan agar beralih ke pil
kombinasi karena efektifitas mini pil menurun dengan berkurangnya dengan
menyusui
 Ambil pil setiap hari pada saat yang sama (misalnya, pada waktu makan malam)
sampai habis satu bungkus
 Pil-pil yang terlupakan, selama 7 hari pertama penggunaan :
 Bila anda lupa minum pil (lupa ataupun memuntahkan kembali) atau
terlambat minum pil segera anda anda ingat dan gunakan metode
pelindung selama 48 jam
 Bila pasien lupa minum 2 pil, minum 2 pil sesegera anda ingat dan
gunakan metode pelindung sampai akhir bulan
 Bila pasien mengalami spotting atau perdarahan selama masa interval,
tetap minum pil sesuai jadwal. Perdarahan terjadi biasanya selama
bulan-bulan pertama atau bila anda mengalami nyeri perut hebat,
kram, atau demam, konsul ke dokter.
344

 Diberi dorongan untuk menggunakan kondom disamping memakai minipil :


 Bila terdapat kemungkinan klien terpapar penyakit menular seksual,
termasuk AIDS.
 Dalam hal klien lupa minum pil.
Bila kondom tidak dapat diterima bisa memakai spermisida.
 Contoh pil mini (5)
1. Micrinor, NOR-QD, Noriday, Norod 0,350 mg noretindron
2. Microval, Noregeston, Microlut 0,030 mg levonogestrel
3. Ovrette, Noegest 0,500 mg norgestrel
4. Exluton 0,500 mg linestrenol
5. Femulen 0,500 mg etinodial diasetat

KEPUSTAKAAN :
1. Saifuddin AB. Kontrasepsi. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edidi I. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 1991 : 915-21
2. Pernoll LM, Benson CR. Contraception. In : Benson CR, Pernoll LM, Handbook of
Obstetrics and Gynecology. 9th ed. New York McGraw - Hill International Inc, 1993 :
627-48
3. Cunningham FG. MacDonald CP, Grant FN, Leveno JK, Gilstrap CL. Family
Planning. In : Williams Obstetrics. 19th ed. New Jersey. Pratice - Hall International
Inc. 1993 : 1321 - 40
4. Saifuddin AB, Djajadilaga, Afandi B, Bimo, Kontrasepsi Oral. Dalam : Buku Acuan
Nasional Pelayanan Keluarga Berencana. Edisi I. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 1996 : 8-25 - 8-35
5. Speroff L, Glass RH, Kase NG, Oral Contraception. In : Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility. 5th ed. Baltimore. Williams and Wilkins. 1994 : 715-63
345

2. SUNTIKAN HORMONAL
dr. Benyamin Rapa, dr. John Rambulangi, SpOG

BATASAN :
Suntikan hormonal adalah hormon steroid yang dipakai untuk keperluan kontrasepsi
dalam bentuk suntuikan.(1,2,3)

Kontrasepsi suntikan yang sekarang banyak dipakai di Indonesia adalah : 2,3,4,5,6


1. Depo Medroxy Progesteron Acetat (DMPA)
Preparat : DEPOPROVERA
2. Noretthindrone enanthate (NEE/Net-En)
Preparat : NORISTERAT
3. Depo Medroxy Progesteron Acetat 25 mg + Estradiol Sipionat 5 mg
Preparat : CYCLOFEM

MEKANISME KERJA : 2,3,4,5,6


1. DMPA :
 Menghambat ovulasi
 Mempengaruhi endometrium sehingga menghambat implantasi dari blastosis
 Mengubah lendir serviks menjadi lebih kental
 Menghambat transportasi ovum melalui saluran tuba
2. NEE/Net-En :
Mekanisme kerja Net-En serupa dengan DMPA, tetapi ada perbedaan sedikit, Net-En
tidak begitu kuat menghambat hipofisis dan hipotalamus, tetapi cukup hanya
dengan mengganggu keseimbangan FSH dan LH.
3. DMPA 25 mg + Estradiol Sipionat 5 mg :
Mekanisme kerjanya sama dengan DMPA. Penambahan estrogen dimaksudkan agar
endometrium berada dalam keadaan yang sama dengan siklus haid normal.

INDIKASI KONTRA : 2,3,4,5,6


1. DMPA dan Net-En
346

 Kehamilan
 Perdarahan abnormal uterus
 Karsinoma payudara
 Karsinoma traktus genitalia (kecuali karsinoma endometrium)
 Penyakit hati
 Kelainan tromboemboli
 Diabetes Melitus
 Nulipara
2. DMPA 25 mg + Estradiol Sipionat 5 mg
 Kehamilan
 Perdarahan abnormal uterus
 Karsinoma payudara
 Karsinoma traktus genitalia (kecuali karsinoma endometrium)
 Penyakit hati
 Kelainan tromboemboli
 Diabetes Melitus
 Nulipara
 Sekresi abnormal dari puting susu dan tidak sementara menetekkan bayinya
 Pemakaian obat-obatan : barbiturat, antikonvulsan, rifampisin, steroid
sistemik, obat-obatan yang mempengaruhi sistim kardiovaskuler atau hepatik
atau obat yang digunakan sebagai profilaksis untuk jangka panjang terhdap
sistim kardiovaskuler atau hepatik.

EFEK SAMPING : (2,3,4,5,6)


1. Gangguan haid berupa : Amenore, perdarahan bercak, menometroragi.
2. Berat badan yang bertambah
3. Sakit kepala
4. Pada sistim kardiovaskuler efeknya sangat sedikit, mungkin ada sedikit
peninggian dari kadar insulin dan penurunan HDL-kolesterol.
347

PENANGGULANGAN PERDARAHAN : (2,3,4,5)


Yang terpenting pada penanggulangan efek samping berupa perdarahan adalah :
Konseling sebelum dan selama pemakaian methode kontrasepsi suntikan. Pada
umumnya perdarahan bercak atau amenore tidak perlu diobati secara rutin. Yang
perlu mendapat perhatian dan pertolongan medis adalah perdarahan hebat atau
perdarahan yang lama.
Untuk hal tersebut :
1. Singkirkan dahulu kemungkinan-kemungkinan penyebab lain dari perdarahannya.
2. Bila perdarahan hebat atau lama disebabkan oleh kontrasepsi suntikan, maka
tindakannya adalah :
a. Pemberian ablet kontrasepsi pil kombinasi 1x1 tablet sehari selama 21 hari
bila perdarahan belum berhenti dosis dinaikkan menjadi 2x1 tablet sehari
sampai perdarahan berhenti bila keadaan ini tidak menolong boleh diberikan
anti inflamasi nonsteroid misalnya ibuprofen 3 - 4 x 200 mg perhari sampai
perdarahan berhenti
b. Bila perdarahan tetap saja berlangsung terus, pertimbangkan untuk melakukan
dilatasi dan kuretase.

ANGKA KEGAGALAN : (4,6)


1. DMPA : 0 - 0,3 %
2. Net-En : 0 - 0,4 %
3. DMPA 25 mg + Estradiol sipionat 5 mg : 0,0 %

CARA PENGGUNAAN : (2,3,4,5,6)


1. Permulaan siklus (hari ke-1 sampai hari ke-4)
2. Setelah berakhirnya suatu kehamilan (sampai 4 minggu post partum dan post
kuret)

Bila lebih dari batas-batas tersebut diatas, masih boleh dipakai dengan syarat :
 Tidak ada dugaan hamil
 Harus memakai cara lain selama 2 minggu berikutnya, misalnya kondom
348

Pemeriksaan ginekologis yang teliti sangat dianjurkan, antara lain untuk


menyingkirkan adanya kehamilan.
Dosis :
 DMPA : 150 mg tiap 12 minggu
 NEE : 200 mg, 4 suntikan pertama tiap 8 minggu kemudian sesudahnya
tiap 12 minggu
 DMPA + Estradiol sipionat : DMPA 25 mg dan Estradiol sipionat 5 mg tiap 4
minggu
Cara penyuntikan :
 Secara intra-muskuler dalam
 Tanpa diurut-urut bekas suntikannya.
Tempat penyuntikan : Di daerah muskulus gluteus maximus atau muskulus
deltoideus.

INSTRUKSI UNTUK AKSEPTOR : (4,5)


1. Bisa terjadi perdarahan sedikit tidak heran kalau tidak haid sama sekali (jarang
sekali perdarahan yang banyak/hebat)
2. Jangan diurut-urut bekas suntikannya
3. Kembali pada tanggal yang dipesankan atau beberapa hari sebelumnya.

KEPUSTAKAAN :
1. Saifuddin AB. Kontrasepsi. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasana
Bina Pustaka Sarwono, Prawirohardjo, 1991 : 915 - 21
2. Saifuddin AB, Djajadilaga, Afandi B, Bimo, Kontrasepsi Suntik Dalam : Buku Acuan
Nasional Pelayanan Keluarga Berencana. Edisi I. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiohardjo. 1996 : 10-1 - 10-27
3. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Suntik KB. Dlama : Informasi
Aspek Medis Alat Kontrasepsi Lingkaran Emas. Jakarta, 1992 : 26-9
4. Hartanto H. Kontrasepsi Hormonal. Dalam : Keluarga Berencana dan Kontrasepsi.
Edisi Pertama, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994 : 77 - 13
349

5. Mishell DR. eds. Infertlity Contraception & Reproductive Endocronology. Third


edition, California, 1991 : 872 - 93
6. Moeljono ER, Perbandingan Kontrasepsi Suntikan Bulanan Cyclofem dan HRP 102.
Tesis. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK. UNHAS. Ujung Pandang, 1993.
350

3. NORPLANT
dr. Rahmat Landahur,dr. Retno B. Farid, SpOG

BATASAN :
Jenis kontrasepsi implant, terdiri dari 6 kapsul silastik (polydimethyl silaxone)
masing-masing berisi 36 mg Levonorgestrel suatu sintetik progestin dalam bentuk
kristal kering dimana ujung-ujungnya ditutup dengan silastic medical grade adhesive
dengan diameter 2,4 mm dan panjang 3,4 centimeter.(1)

LAMA PEMAKAIAN : 5 tahun.(2)

CARA KERJA : (1,2,3)


 Mengentalkan lendir serviks
 Menekan perkembangan siklik endometrium sehingga mengganggu proses
implantasi.
 Menghambat ovulasi

INDIKASI : (1,2)
 Wanita yang sudah punya anak dan tidak ingin hamil dalam waktu 5 tahun atau
tidak ingin anak lagi tetapi tidak mau mengalami kontap
 Tidak cocok dengan estrogen dan ADR.

INDIKASI KONTRA : (4,5,6)


 Hamil atau diduga hamil
 Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya
 Kanker payudara, jenis kanker lain yang ada kaitannya dengan ketergantungan
hormon
 Penyakit hati akut
 Gangguan thromboemboli atau thrombophlebitis
 Penyakit jantung koroner atau gangguan serebrivaskuler
 Diabetes Mellitus.
351

SAAT PEMASANGAN : (1,2)


 Saat haid (selama 7 hari dari saat mulai haid)
 Pasca abortus (segera atau dalam tenggang waktu 7 hari).
 Post partum (jika laktasi lebih dari 6 minggu, bila tidak laktasi dalam 3-4
minggu).
 Setiap saat dalam siklus haid selama kemungkinan kehamilan telah disingkirkan.

Efek samping dan penanganannya : (1,2,3)


Efek samping Penanganan
 Amenore  Konseling, bila hamil cabut norplan
 Perdarahan/ercak  Periksa kehamilan, tablet FeSO4 satu tablet/hari 1-3
bulan (bila Hb < 9 gr% hematokrit < 27), cabut
norplant bila anemia berat.
 Perdarahan banyak dan  Konseling, anti prostaglandin (ibuprofen atau
memanjanjang NSAID) satu minggu, atau pil KB kombinasi satu
siklus, atau estrogen konyugasi 1,25 mg.hari, atau
etinil estrandiol 0,2-0,5 mg/hr
 Ekspulsi  Cabut kapsul yang ekspulsi dan pasang kapsul baru
pada tempat insersi yang berbeda tapi berdekatan (bila
tidak ada infeksi), cabut seluruh kapsul pasang pada
lengan yang lain (bila ada infeksi).
 Nyeri kepala terutama  Cabut norplan (nyeri berulang atau tekanan darah
disertai pandangan kabur naik), pemeriksaan mata dan neurologi, beri analgesik
bila nyeri infeksi.
 Nyeri perut bagian  Anamnesis cermat, periksa panggul dan perut,
bawah / nyeri panggul evaluasi tanda vital, lakukan dan singkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik, radang panggul,
appendisitis kista ovarium).
 Norplan hilang  Foto Rontgen atau Sonografi, biarkan sampai saat
352

pelepasan (bila translokasi)


 Nyeri payudara  Singkirkan kehamilan, evaluasi bila ada kelainan lain,
biarkan norplan pada tempatnya bila tidak ada
kelainan sampai ada keinginan klien untuk dicabut.
 Nyeri dada  Kelainan kardiovaskuler (cabut norplan)
 Iktrus, thrombophlebitis,  Cabut norplan
thromboemboli
 Gangguan libido,  Konseling
depresi, perubahan berat
badan
 Mual, pusing, gelisah  Singkirkan kehamilan, konselinmg

KUNJUNGAN ULANG SETELAH PEMASANGAN : (1,2,5)


 Bila ada masalah
 Bila tidak dijumlah masalah, kontrol setelah satu bulan selanjutnya setiap tahun
untuk mengevaluasi keadaan kapsul norplan

INDIKASI PENCABUTAN : (1,2)


 Setelah 5 tahun insersi norplan
 Atas permintaan klien : ingin hamil atau ada keluhan
 Efek samping

KOMPLIKASI PEMASANGAN DAN PENCABUTAN : (7)


 Hematom
 Reaksi alergi
 Infeksi

PERALATAN YANG DIGUNAKAN PADA PEMASANGAN DAN PENCABUTAN:


(1,2,3,4,5)

 Meja periksa untuk klien berbaring dan alat penyangga lengan.


353

 Kain penutup yang steril


 Kasa steril
 Sepasang sarung tangan yang steril (tanpa dibubuhi bedak).
 Sabun
 Larutan anti septik (misalnya betadine)
 Zat anestetik lokal (konsentrasi 1% tanpa epinefrin).
 Adrenalin untuk kemungkinan terjadinya renjatan anafilaktik.
 Semprit dan jarum suntik ukuran 2,5 - 4 cm
 Skalpel no. 11 atau no.15
 Trokar no.10 dan mandrin (untuk pemasangan)
 Klem pemegang implan, modifikasi klem vasektomi tanpa pisau untuk tehnik U
(pencabutan).
 Klem penjepit atau forceps mosquito, pinset anatomi.
 Pleister bandaid, kasa pembelut
354

KEPUSTAKAAN :
1. Badan koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Pelatihan penyegaran IUD, Implant.
Panduan Pencegahan Infeksi untuk Pelayanan IUD dan Implant. Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional, 1993 ; 42-95
2. POGI, BKKBN, Departemen Kesehatan, PKMI, JHPIEGO. Kontrasepsi Susuk dalam
Buku Acuan Nasional Pelayanan Keluarga Berencana. NRC-POGI bekerja sama
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta, 1992 ; 905-933
3. Affandi B. Kontrasepsi dalam Ilmu Kebidanan. Edisi ke 3. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1992 ; 905-933
4. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Materi Konseling AKBK (Alat
kontrasepsi Bawah Kulit) Norplant. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,
Jakarta 1990 ; 1-33
5. Leiras, Norplant Alat kontrasepsi Bawah kulit. Informasi Produk dan
Pemasangan/Pencabutan. PT Djaja Bima Agung Jakarta ; 1-33.
6. Hartanto H. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1994; 158-169
7. Soehartono DS, Harsono R. Penelitian Pencabutan Norplant oleh Dokter dan
Paramedis pada 700 kasus di 4 Daerah Tingkat II Jawa Timur. Surabaya : Lab. Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK. UNAIR, 1993 ; 1-57.
355

LANGKAH PEMASANGAN DAN PENCABUTAN SUSUK

LANGKAH PEMASANGAN :
1. Periksa apakah lengan klien telah dicuci bersih dengan sabun dan air.
2. Tentukan tempat pemasangan pada bagian dalam lengan atas, 8-10 cm dari lipatan
siku.
3. Beri tanda pada tempat pemasangan dengan pola yang telah disediakan.
4. Periksa kelengkapan alat dan keenam kapsul implan.
Tindakan Pra Pemasangan :
5. Cuci tangan dengan air sabun, keringkan dengan kain bersih.
6. Pakai sarung tangan steril atau yang telah di desinfeksi tingkat tinggi.
7. Usap tempat pemasangan dengan larutan antiseptik.
8. Pasang kain penutup (doek) steril.
9. Suntikkan anestesi lokal 0,3-0,5 cc tepat dibawah kulit pada tempat insisi yang telah
ditentukan, sampai kulit sedikit menggelembung.
10. Teruskan penusukan jarum kurang lebih 4 cm, dan suntikkan masing-masing 1 cc
diantara pola pemasangan nomer 1 dan 2,3 dan 4,5 dan 6 (uji efek anestesinya).
Pemasangan Kapsul Implan :
11. Buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan skalpel (dapat juga dengan menusukkan
trokar langsung secara subdermal).
12. Masukkan trokar melalui insisi dan sambil mengungkit kulit, tusukkkan trokar dan
pendorongnya sampai batas tanda 1 (pada pangkal trokar) tepat berada pada luka
insisi.
13. Tarik pendorong keluar dan masukkan kapsul Implan ke dalam trokar (dengan tangan
atau dengan pinset).
14. Masukkan kembali pendorong dan dorong kapsul sampai terasa ada tahanan .
15. Tahan pendorong dengan satu tangan , dan tarik trokar keluar sampai mencapai
pangkal pendorong.
16. Tarik trokar dan pendorongnya secara bersama-sama sampai batas tanda 2 (pada
ujung trokar) terlihat pada luka insisi, ujung trokar harus tetap berada dibawah kulit.
356

17. Fiksasi ujung kapsul implan yang telah terpasang (dengan jari), arahkan ujung trokar
untuk memasang kapsul berikutnya sesuai dengan pola yang dibuat.
18. Trokar hanya dicabut setelah kapsul terakhir dimasukkan.
19. Raba kapsul untuk mengetahui ke enam kapsul implan telah terpasang dalam deretan
seperti kipas.
20. Raba daerah insisi untuk mengetahui seluruh kapsul berada jauh dari insisi .
Tindakan pasca pemasangan :
21. Dekatkan ujung-ujung insisi dan tutup dengan band aid .
22. Beri pembalut tekan.
23. Bila jarum dan tabung suntik dengan larutan klorin untuk dekontaminasi dan rendam
semua alat-alat yang sudah dipakai ke dalam larutan klorin.
24. Buang benda-benda habis pakai pada tempat yang sudah ditentukan.
25. Buka sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin.
26. Cuci tangan dengan sabun dan air, dengan kain bersih.

LANGKAH PENCABUTAN :
1. Periksa apakah lengan klien dicuci dengan sabun dan air.
2. Tentukan tempat pencabutan dengan meraba kapsul implan .
3. Periksa kelengkapan alat untuk pencabutan implan .
Tindakan pra pencabutan :
4. Cuci tangan dengan air sabun, keringkan dengan kain bersih .
5. Pakai sarung tangan steril atau telah didesinfeksi tingkat tingkat tinggi.
6. Usap tempat pencabutan dengan larutan antiseptik .
7. Pasang kain penutup (doek) steril.
8. Tindakan pencabutan dengan menggunakan teknik U atau teknik baku.
a. Tindakan pencabutan dengan teknik U :
 Suntikkan anestesi lokal di bawah setiap ujung kapsul dekat siku.
 Uji efek anestesi sebelum membuat insisi pada kulit.
 Buat insisi kecil (4 mm) pada kulit diantara kapsul ke 3 dan 4 dengan arah
memanjang lebih kurang 5 mm di atas ujung kapsul.
357

 Fiksasi kapsul dan masukkan ujung klem implan (alat vasektomi yang di
modifikasi) sampai mencapai kapsul.
 Jepit kapsul dan tarik keluar sampai mendekati permukaan kulit, klem implan
dijatuhkan 90o kearah bahu (kalau perlu sampai 180o) sampai kapsul terlihat.
 Bersihkan kapsul dari jaringan ikat yang mengelilinginya dengan
menggunakan kasa atau skalpel.
 Jepit ujung kapsul yang sudah dibersihkan dengan klem lengkung (Mosquito)
tarik keluar dan taruh pada tempat yang berisi larutan klorine 0,5%.
b. Tindakan Pencabutan dengan Teknik Baku :
 Suntikkan anestesi lokal dibawah setiap ujung kapsul dekat siku sampai
sepertiga panjang kapsul.
 Uji efek anestesi sebelum membuat insisi kulit.
 Buat insisi kecil (4 mm) di bawah ujung dari kapsul dekat siku sampai
sepertiga panjang kapsul.
 Jepit ujung kapsul dengan klem lengkung (Mosquito).
 Bersihkan kapsul dari jaringan ikat yang mengelilinginya dengan
menggunakan kasa atau skalpel.
 Jepit ujung kapsul yang sudah dibersihkan dengan klem lain, tarik ke luar dan
taruh pada tempat yang berisi larutan klorin 0,5 %.
c. Pencabutan yang sulit :
 Bila ujung kapsul agak jauh dari luka, jepit ujung kaspul dengan klem
lengkung, jatuhkan atau putar ke arah bahu sehingga ujung kapsul tampak
pada luka insisi.
 Jepit ujung kapsul yang sudah dibersihkan dengan klem lain, tarik keluar dan
taruh pada tempat yang berisi larutan klorin 0,5 %.
Tindakan pasca pencabutan :
9. Setelah sehuruh kapsul tercabut, hitung kembali jumlah kapsul untuk memastikan
bahwa keenam kapsul telah tercabut dan perlihatkan pada klien
10. Rapatkan kedua tepi luka insisi dan tutup dengan band-aid.
11. Beri pembalut tekan.
358

12. Bilas jarum dan tabung suntik dengan larutan klorin untuk dekontaminasi dan rendam
semua alat-alat yang sudah dipakai ke dalam larutan klorin.
13. Buang benda-benda habis pakai pada tempat yang sudah ditentukan .
14. Buka sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin.
15. Cuci tangan dengan sabun dan air, dan keringkan dengan kain bersih.

KEPUSTAKAAN :
POGI, JHPIEGO, BKKBN. Pelatihan Penyegaran IUD, Implan, Panduan Pencegahan
Infeksi untuk Pelayanan IUD dan Implan. Cetakan Pertama. POGI, JHPIEGO, BKKBN.
Oktober 1994: 32-40
359

4. ALAT DALAM RAHIM


(ADR / IUD)
dr. Johnsen Mailoa, dr. H. Eddy R. Moeljono, SpOG

BATASAN
ADR adalah alat yang terbuat dari polietilen dengan atau tanpametal/steroid dan
ditempatkan dalam rongga rahim.(1)

JENIS ADR
Dimasa lampau ADR dibuat dalam berbagai bentuk dan bahan berbeda-beda, saat ini
ADR yang tersedia di seluruh dunia hanya 3 tipe saja (1) :
 Inert, dibuat dari plastik (Lippes Loop) atau baja antikarat (The Chinese Ring).
 Mengandung tembaga, CuT 380 A, CuT 200 C, Multiload (ML Cu 250 dan 375)
dan Nova T.
 Mengandung hormon steroid : seperti Progesteron dan Levonorgestrel.

MEKANISME KERJA
Mekanisme kerja yang pasti dari ADR belum diketahui(2,3).
Beberapa mekanisme kerja ADR telah dikemukakan (1,2,3) :
 Timbulnya reaksi radang lokal non spesifik di dalam rongga rahim sehingga
implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Munculnya lekosit
polimorfonuklear, makrofag, foreign body giant cells, sel mononuklear dan sel
plasma yang mengakibatkan lisisnya spermatozoa / ovum dan blastokis.
 Produksi lokal prostaglandin meninggi, menyebabkan terhambatnya implantasi.
 Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii.
 Immmobilisasi spermatozoa saat melepati kavum uteri.
 Gangguan / terlepasnya blastokis yang berimplantasi pada endometrium.
 Penelitian terakhir diduga ADR juga mencegah spermatozoa membuahi sel telur
(mencegah fertilisasi).
 Untuk ADR yang mengandung Cu :
360

a. Antagonisme kationik yang spesifik terhadap Zn terdapat dalam enzim


karbonik anhidrase yaitu salah satu enzim traktus genitalia wanita, dimana Cu
menghambat reaksi karbonik anhidrase sehingga tidak memungkinkan terjadi
implantasi ; juga menghambat aktivitas alkali phosphatase.
b. Mengganggu pengambilan estrogen endogen oleh mukosa rahim dan jumlah
DNA dalam sel endometrium.
c. Mengganggu metabolisme glikogen.
Penambahan Ag pada ADR yang mengandung Cu, mengurangi fragmentasi Cu
sehingga Cu lebih lama habisnya.
 Untuk ADR yang mengandung hormon progesteron :
a. Gangguan proses pematangan proliferasi-sekretoris sehingga timbul penekanan
terhadap endometrium dan terganggunya proses implantasi (endometrium
tetap dalam fase proliferasi).
b. Lendir serviks lebih kental / tebal karena pengaruh progestin.

EFEKTIFITAS
Penelitian ADR secara acak oleh multisenter internasional, angka rata-rata hamil
dengan rumus Pearl per 100 per tahun(3) :
 Progesterone-releasing 0.2
 Copper T 380 A 0.5
 Multiload 375 0.6
 Copper 220 C 0.9
 Nova T 1.2
 Multiload 250 1.7
 Copper T 200 2.5
 Lippes Loop D 2.8
 Double stainless steel ring 3.3
KEUNTUNGAN (3)
 Sangat efektif. Angka kehamilan tahun pertama 0,3 - 1,0 per 100 wanita per
tahun.
361

 Efektif untuk perlindungan jangka panjang (sampai 8 tahun atau lebih) untuk
Copper T 380 A.
 Kesuburan segera kembali sesudah ADR diangkat.
 Tidak terganggu hubungan seksual suami isteri.
 Pemeriksaan ulang diperlukan hanya sekali setahun.
 Murah
 Cocok untuk ibu menyusui.
 Tidak tergantung usia, dengan syarat berisiko rendah terinfeksi Penyakit Menular
Seksual (PMS).

KERUGIAN (3)
 Sebelum pemasangan ADR, perlu periksa dalam dan menyingkirkan adanya
infeksi saluran genitalia.
 Dapat meingkatkan risiko Penyakit Radang Panggul (PRD)
 Perlu prosedur pencegahan infeksi sewaktu pemasangan dan pencabutan
 Bertambahnya darah haid dan rasa sakit selama bulan pertama
 Klien tak dapat mencabut ADR sendiri
 Tidak melindungi klien terhadap PMS, AIDS/HIV
 ADR dapat keluar dari rahim melalui kanalis servikalis hingga ke luar ke vagina.
 Bertambahnya risiko mendapat PRP pada pemakai ADR yang dulu pernah
menderita PMS atau punya banyak pasangan seksual.

INDIKASI : (4,5,6,7)
ADR merupakan metode kontrasepsi yang cocok untuk wanita dengan satu atau lebih
ciri seperti dibawah ini :
 Menyukai metode kontrasepsi yang efektif, berjangka panjang, tetapi belum
menerima metode permanen saat ini.
 Menyukai metode yang praktis (tidak perlu metode barrier atau menelan pil setiap
hari).
 Punya anak satu atau lebih
362

 Sedang menyusui dan ingin memakai kontrasepsi


 Tidak suka metode kontrasepsi hormonal
 Wanita perokok berat ( 15 batang rokok sehari), umur  35 tahun
 Berisiko rendah mendapat PMS.

HATIHATI : (4,5,6,7)
ADR tidak boleh dipasang pada keadaan di bawah ini :
 Dugaan hamil
 Sedang atau sering terkena infeksi panggul (gonorea, chlamedia) atau servisitis
dengan cairan mukopurulen
 Menderita keputihan berbau dari saluran serviks/gonorea atau servisitis
chlamedia.
 Perdarahan vagina yang belum diketahui sebabnya.

WAKTU PEMASANGAN : (4,5,6,7)


 Dapat dipasang setiap waktu (asal tidak hamil)
 Bila dipasang menjelang haid terakhir :
 Kemungkinan adanya kehamilan kecil
 Serviks lebih lunak dan sedikit terbuka
 Perdarahan dan nyeri kurang dirasakan
 Sehari setelah haid bersih
 Segera setelah melahirkan
 40 hari setelah melahirkan
 Segera setelah abortus

TEKNIK PEMASANGAN : (4,5,6,7)


1. Push out technique : Lippes loop
2. Withdrawal technique : Cu T 380A, Cu T 200, Cu 7, ML Cu.

EFEK SAMPING DAN PENANGANAN (7)


363

EFEK SAMPING PENANGANAN


 Perdarahan  Vitamin, koagulamsia, zat besi
Vit. K 3 x 1 tablet/hari (3 - 5 hari)
Vit. C 3 x 1 tablet/hari (3 - 5 hari)
Adona 3 x 1 tablet/hari (3 - 5 hari)
 Ganti ADR
 Bila tindakan di atas belum memotong, ADR
dicabut dan ganti cara kontrasepsi lain.
 Infeksi  Antibiotik :
Amoksilin 3 x 500 mg/hari (3-5 hari)
Teramisin 3 x 500 mg/hari (3-5 hari)
Eritromisin 3 x 500 mg/hari (3-5 hari)
Penisilin injeksi 80.000 IU/hari (3-5 hari)
Bila telah dilakukan pengobatan tidak berhasil ADR
dicabut dan ganti cara kontrasepsi lain.
 Keputihan  Diberikan obat vaginal seperti albotyl bila ada
erosi porsio
 Pengobatan sesuai penyebab keputihan
 Bila pengobatan tidak menolong ADR dicabut
dan ganti cara
 Ekspulsi ADR  ADR terlalu kecil, ganti yang lebih besar
 ADR yang terlalu besar, ganti yang lebih kecil
 Perforasi/translokasi  Pastikan terjadi perforasi dengan sondase
 Rujuk ke Rumah Sakit untuk pemeriksaan foto
BNO, HSG, dan pertolongan lebih lanjut
 Laparatomi/laparaskopi atau kuldoskopi
 Nyeri haid  Analgetika, spasmolitika
 Bila tidak berhasil, ganti ADR yang baru dan
cocok, serta beri anti biotika
 Nyeri senggama  Anti biotika bila terjadi infeksi
364

 Mulas/nyeri perut  Analgetika, spasmolitika atau kombinasi


keduanya
 Bila ADR ekspulsi sebagian, maka keluarkan
ADR dan ganti ADR baru
 Keluhan suami  Bila benang panjang, potong lebih pendek

ALASAN PENCABUTAN (5)


 Atas permintaan sendiri :
 Ingin hamil lagi
 Ingin ganti cara kontrasepsi
 Alasan medis :
 Erosi hebat
 Perdarahan banyak
 Nyeri berlebihan yang tidak teratasi dengan pengobatan
 Infeksi berat yang tidak terobati dengan antibiotik
 Hamil dengan ADR (hamil < 13 minggu)
 Keputihan yang tidak teratasi dengan pengobatan

CARA PENCABUTAN (4,5,6,7) :


 Dapat dilakukan setiap saat, tetapi lebih mudah dilakukan pada waktu haid
 Bila benang terlihat, pengangkatan dilakukan dengan menarik benang tersebut
 Bila tidak berhasil di angkat, lakukan sondase untuk melebarkan kanalis servikalis
 Apabila tidak berhasil, kanalis servikalis dilebarkan dengan dilatator Hegar dalam
anestesi lokal para servikalis atau dengan batang laminaria
 Bila benang ADR tidak terlihat, dapat dicoba dengan Mi-Mark helix
 Kalau benang tidak ditemukan, ADR dikeluarkan dengan cunam buaya, pengait
logam, atau mikrokuret dalam anestesi lokal para serviks.

KEPUSTAKAAN :
365

1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Alat konntrasepsi dalam rahim (AKDR).
Dalam : Panduan pelayanan KB IDI. Jakarta : PB IDI, 1988 : 37-59
2. Chan C, et al. Intrauterine contraception. In : Fathalla MF, Rosenfiled A, Indriso C,
eds. Family planning. New York : The Parthenon Publishing Group Inc., 1990 : 85-
109
3. WHO. Contraceptive methods. In : Contraceptivemethod mix guidelines for policy
and service delivery. Geneva : World Health Organization, 1994 : 14-47
4. Waspodo D, dkk. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Dalam : Saifuddin AB,
Djajadilaga, Affandi B, Bimo, eds. Buku acuan nasional pelayanan keluarga
berencana. Jakarta : NRC POGI-Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo,
1996 : (9); 1-54
5. McIntosh N, Kinzie B, Blause A. Pemasangan dan pencabutan AKDR. Dalam :
Angsar I. Panduan AKDR untuk program pelayanan keluarga berencana. Blatimore :
JHPIEGO, 1993, (7); 1-11
6. McIntosh N, Kinzie B, Blause A. Pasca pemasangan dan perawatan tindak lanjut.
Dalam : Angsar I. Panduan AKDR untuk program pelayanan keluarga berencana.
Blatimore : JHPIEGO, 1993, (8); 1-6
7. McIntosh N, Kinzie B, Blause A. Penatalaksanaan efek samping dan masalah
kesehatan lainnya. Dalam : Angsar I. Panduan AKDR untuk program pelayanan
keluarga berencana. Blatimore : JHPIEGO, 1993, (7); 1-6
366

5. ALAT KONTRASEPSI MANTAP PADA WANITA


dr. Muskamal T, dr. Ny. Josephine LT, SpOG

BATASAN :
Kontap pada wanita adalah setiap tindakan pada kedua tuba Fallopii untuk membatasi
keturunan atas permintaan suami istri secara sukarela.(1)

SYARAT PESERTA KONTAP :


Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) menganjurkan 3 syarat untuk
menjadi akseptor untuk menjadi akseptor kontap, yaitu (2,3)
1. Sukarela : perlu informasi dan konseling
Meliputi resiko dan keuntungan kontap dan pengetahuan tentang sifat dan
permanennya kontrasepsi ini.
2. Bahagia
Dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur istri sekurang-
kurangnya 25 anak tahun dengan sekurang-kurangnya 2 anak hidup dan anak
terkecil berumur lebih dari 2 tahun.
3. Sehat
Dalam keadaan sehat waktu menghadapi pembedahan.

PERSIAPAN PRE-OPERATIF :
Meliputi : (4)
1. Persetujuan tindakan medik
2. Anamnesia calon akseptor meliputi riwayat penyakit :
a. Penyakit-penyakit pelvis
b. Adhesi / perlengketan
c. Pernah mengalami operasi abdominal / operasi pelvis
d. Riwayat Diabetes melitus
e. Penyakit paru-paru : Asma, bronkitis, emfisema
f. Obesitas
g. Pernah mengalami masalah dalam anestesia
367

h. Penyakit-penyakit perdarahan
i. Alergi
3. Pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah : Hb, leukosit, eritrosit, trombosit, waktu pembekuan,
waktu perdarahan, LED
b. Pemeriksaan urin : sedimen, reduksi, albumin
c. Pap smear : bila diperlukan
d. Jika perlu test kehamilan dan pemeriksaan lain sesuai hasil yang diperoleh
pada no. 2 dan 3
5. Pemeriksaan foto toraks
6. Konsultasi untuk pemberian anestesi
7. Calon akseptor baik rawat jalan maupun rawat inap : puasa mulai tengah malam
sebelum hari operasi, atau sekurang-kurangnya 6 jam sebelum operasi dan
lakukan klisma.

INDIKASI :
Di Indikasi bagi PUS yang : (3)
1. Sudah memiliki jumlah anak cukup dan tidak ingin menambah anak lagi
2. Beresiko tinggi untuk hamil berikutnya

INDIKASI KONTRA KONTAP : (3,4)


Indikasi kontra mutlak tidak ada, kecuali bila kontap dilakukan secara laparoskopi,
maka indikasi kontra mutlak adalah :
a. Infeksi peritoneal
b. Penyakit jantung dan paru-paru yang berat
Indikasi kontra relatif :
a. Hernia umbilikalis
b. Pernah mengalami operasi abdomen
 Jaringan parut yang luas
 Perlekatan-perlekatan abdominal
368

c. Inflamasi pelvis yang akut atau kronis


d. Obesitas yang ekstrim
e. Lain-lain :
 Hipertensi
 Massa dalam pelvis
 Diabetes melitus yang itdak terkontrol
 Penyakit-penyakit perdarahan
 Keadaan gizi yang sangat buruk
 Anemia berat

SAAT TUBEKTOMI :
Dilakukan pada saat : (1,2,3,4)
1. Bersamaan dengan seksio sesar
2. Pasca persalinan : dalam waktu 48 jam dan hari ke 7 setelah persalinan
3. Bila dilakukan diantara hari ke 3 dan ke 7 setelah persalinan, maka perlu
dilindungi dengan antibiotika
4. Pasca keguguran dalam waktu :
 Bersamaan suatu keguguran
 1 minggu setelah keguguran
5. Masa interval : antara 2 interval haid, sebaiknya setelah haid
6. Bersamaan dengan tumor ginekologi lainnya
369

CARA MENCAPAI TUBA FALLOPI : (1,2,3)


1. Trans abdominal
 Laparotomi : insisi lebih dari 5 cm, baik digaris tengah atau melintang
 Mini laparotomi : insisi kurang 5 cm, dibawah pusat untuk pasca persalinan
atau supra publik untuk pasca abortus dan interval
 Laparoskopi : dengan laparoskopi melalui insisi kecil dibawah pusat
2. Tranvaginal
 Kolpotomi : insisi 2 cm di forniks posterior vagina
 Kuldoskopi : dengan kuldoskopi melalui insisi kecil forniks posterior vagina
3. Transservikal / transuterina
 Histeroskopi : memakai histeroskopi dimasukkan melalui kanalis servikalis

CARA MENUTUP TUBA FALLOPI : (1,2,3)


1. Cara Pomeroy : Pertengahan tuba dijepit, lalu diangkat Dasar lipatan diikat
dengan catgut chromik No.0 atau No.1 lalu lipatan dipotong diatas ikatan catgut
tadi.
2. Cara Medlener : Pertengahan tuba dijepit, lalu diangkat sehingga melipat. Dasar
lipatan kemudian diklem “Chrushed”. Bagian yang diklem ini diikat dengan
bahan yang tidak dapat diabsorbsi misalnya benang sutera.
3. Cara kroener (fimbriektomi), fimbria diklem lalu dipotong dan bagian tuba yang
proksimal dari jepitan diikat dengan benang sutera.
4. Cara Irving : Tuba dipotong pada pertengahan, setelah kedua ujung potongan
diikat dengan catgut kromik No-0 atau 00. Ujung potongan proksimal ditanam
didalam miometrium dinding depan uterus. Ujung potongan distal ditanam
didalam ligamentum latum.
5. Pemasangan cincin Fallope : Dengan aplikator, bagian istimus tuba ditarik dan
cincin dipasang pada bagian tuba tersebut.
6. Pemasangan klip : Klip Hulka digunakan dengan cara menjepit tuba.
KOMPLIKASI :
A. Komplikasi saat anestesi(1)
 Anestesi umum :
370

 Kelainan pernapasan : hipoksia, hiperkapnia, pneumotoraks


 Kelainan kardiovaskuler : hipotensi, hipertensi, aritmia, henti jantung
 Kelainan gastrointestinal : regurgitasi isi lambung sehingga menyebabkan
aspirasi paru.
 Anestesi lokal :
 Toksisitas akibat kelebihan obat anestesi lokal
 Reaksi alergi
B. Komplikasi pada saat tindakan (1)
1. Perforasi rahim
2. Perlukaan kandung kencing
3. Perlukaan usus
4. Perdarahan mesosalping
5. Infeksi lokal maupun peritonitis

PERAWATAN PASCA TINDAKAN : (1)


a. Setelah tindakan pembedahan, pasien dirawat diruang pulih selama kurang lebih
4-6 jam
b. Dua jam setelah tindakan dengan anestesia lokal pasien diizinkan minum dan
makan lunak.
c. Bila keadaan pasien stabil dan tidak memperoleh anestesia umum, dapat
dipulangkan kurang lebih 4-6 jam pasca bedah dengan ditemani keluarganya.
d. Berikan antibiotika profilaksis dan analgesik
e. Diusahakan agar luka tetap kering selama 3 hari dan jangan basah sebelum
sembuh, karena dapat timbul infeksi
f. Segera kembali kerumah sakit apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang
hebat, pusing, muntah atau sesak napas.
KEPUSTAKAAN :
1. Panduan Pelayanan Kontrasepsi Mantap Wanita. Perkumpulan Kontrasepsi Mantap
Indonesia (PKMI), Desember 1995, hal 4,5,56-8
2. Affandi B. Kontrasepsi. Dalam buku Ilmu Kebidanan Edisi ketiga Yayasana Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta 1995, hal 924-5
371

3. BAhan kuliah Keluarga Berencana dan Kontrasepsi Bagian Obgin Fakultas


Kedokteran UNHAS
4. Hartanto H. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Edisi Pertama, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta 1994, hal 218-19
5. Moeloek FA, Muhiman M. Kontrasepsi mantap wanita. Dalam Buku Ilmu Bedah
Kebidanan, Edisi Kedua Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta 1991,
hal 248.
372

6. INFERTILITAS WANITA
dr. Nusratuddin A, dr. Telly Tessy, SPOG

BATASAN :
Infertilitas didefenisikan sebagai ketidakmampuan pasangan suami istri (pasutri)
untuk menghasilkan kehamilan, atau untuk membawa kehamilan sampai cukup bulan
setelah selama 12 bulan atau lebih melakukan senggama teratur tanpa kontrasepsi.(1)

KLASIFIKASI : (1,2)
 Infertilitas primer : bila pasutri belum pernah hamil sama sekali
 Infertilitas sekunder : bila pasutri sudah pernah hamil dan sekarang
menghendakinya lagi

ETIOLOGI : (1,3,4)
1. Faktor pria/spermatozoa (25 - 30 %)
2. Faktor ovulasi (20 - 25 %)
3. Faktor serviks ( 5% )
4. Faktor tuba (20 - 40 %)
5. Faktor uterus (5 - 10 %)
6. Faktor peritoneum/endometriosis (30 - 40 %)
7. Idiopatik (10 - 15 %)

DIAGNOSIS : (2,3,4,5)
Diagnosis infertilitas biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan-pemeriksaan infertilitas.
373

Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada pertemuan pertama kali dengan pasutri yang meliputi :
 Umur pasutri
 Riwayat siklus haid, umur menarke, riwayat kehamilan yang lalu, riwayat
pembedahan terutama daerah pelvik
 Lamanya perkawinan, lamanya berusaha untuk hamil, perkawinan keberapa,
riwayat perkawinan sebelumnya
 Kenaikan/penurunan berat badan yang berlebihan
 Aktifitas latihan fisik yang berlebihan
 aktifitas latihan fisik yang berlebihan
 Stres emosional

Pemeriksaan fisis :
Setelah anamnesis dilakukan beberapa pemeriksaan fisis yang meliputi :
 Periksa adanya hirsuitisme atau jerawat
 Palpasi kelenjar tiroid
 Periksa galatktore
 Pemeriksaan ginekologi untuk menilai vagina, serviks, uterus dan adneksa

Pemeriksaan infertilitas :
Pemeriksaan infertilitas sesuai etiologi meliputi :
1. Faktor ovulasi dengan :
 Pencatatan suhu basal badan (SBB)
 Biopsi Endometrium dilakukan 2-3 menjelang haid berikutnya atau hari
pertama haid.
 Uji daun pakis dilakukan sekitar perkiraan hari ovulasi
 Kadar progesteron plasma dilakukan pada hari ke 20-23 siklus haid
 USG Transvaginal untuk memantau jumlah dan diameter folikel
 Laparoskopi
2. Faktor serviks dengan :
 Pemeriksaan kualitas lendir serviks pada masa menjelang ovulasi
374

 Uji paksa senggama pada hari ke 10-16 siklus haid dan dilakukan 6 - 8 jam
setelah senggama
 Deteksi antibodi sperma
3. Faktor uterus dengan :
 Histerosalpingografi (HSG) dilakukan pada fase proliferasi hari ke 7 - 12
 Laparoskopi
 Histereskopi
 USG
4. Faktor Tuba dengan :
 Histerosalpingografi (HSG)
 Hidrotubasi
 Pertubasi
5. Faktor endometriosis dengan :
 Laparoskopi dilakukan pasa fase proliferasi

PENANGANAN : (2,3,6,7)
Penanganan infertilitas wanita tergantung etiologinya.

Faktor ovulasi :
 Clomiphene Cirate 50mg/hari selama 5 hari dimulai hari ke 5 siklus haid. Bila
belum terjadi ovulasi dosis ditingkatkan menjadi 100 - 150 mg/hari selama 5 hari.
 Epimestriol 2x5mg/hari selama 10 hari dimulai hari ke 5 siklus haid. Dosis bisa
ditingkatkan menjadi 3x5 mg/hari jika belum terjadi ovulasi.
 Bromocriptine 1-2 x 2,5mg/hari. Pasa kasus hiperprolaktinemia yang berat dosis
ditingkatkan menjadi 7,5 mg/hari sampai kadar prolaktin normal.
 Human Menopausal Gonadotrophine (HMG) yang mengandung FSH 75IU dan
LH 75IU dimulai hari ke 5-9 siklus haid. Dosis bisa ditingkatkan bila dijumpai
pertumbuhan folikel yang diinginkan.

Faktor serviks :
Penanganan faktor serviks meliputi :
375

 Inseminasi buatan suami dengan atau tanpa obat stimulasi ovarium


 Fertilisasi invitro (FIV)

Faktor tuba :
Penanganan faktor tuba sesuai kausa, meliputi :
 Pemberian antibiotik sesuai dengan jenis kuman penyebab penyakit radang
panggul
 Miomektomi untuk mengangkat mioma uteri.
 Operasi untuk koreksi kelainan kongenital pada uterus.

Faktor tuba :
Bila tes patensi tuba negatif dilakukan :
 Operasi tuboplasti untuk koreksi faktor tuba
 Fertilisasi invitro (FIV)

Faktor endometriosis :
Penanganan infertilitas karena endometriosis meliputi :
 Pengobatan hormonal dengan Pil kombinasi, tablet MPA, DMPA, Danazol, dan
GnRh agonist.
 Laparoskopi operatif.
 Fertilitas invitro (FIV)
376

SKEMA PENATALAKSANAAN INFERTILITAS WANITA

INFERTILITAS
WANITA

 Anamneisis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan dasar infertilitas

Faktor Faktor Faktor Faktor Faktor


Ovulasi serviks uterus tuba endometriosis

Penanganan Penanganan Penanganan Penanganan Penanganan

Obat stimulasi  Inseminasi  Miomektomi  Tuboplasti  Hormonal


ovarium buatan  Koreksi kelainan  FIV  Operatif
 FIV kongenital  FIV
377

KEPUSTAKAAN
1. Rowe PJ, Comhaire FH, Hargreave TB. Manual for the standardised investigation and
diagnosis of the infertile couple, 1st edition. Australia : Cambridge University Press,
1993; 40 - 65
2. Jacob TZ, Rachman IA, Soebijanto S, Surjana EJ. Panduan Endokrinologi reproduksi,
infertilitas, keluarga berencana. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI, Jakarta, 1985
3. Blackwell RE, Steinkampf MP. Infertility : Diagnosis and therapy. In : Soules MR.
Current topics in obstetrics and gynaecology. Amsterdam : Elseiver science
publishing Inc, 1989; 15-30
4. Talbert LM. Overview of the diagnostic evaluation. In : Infertility a practical guide
for the physician. 3rd edition. Cambridge : Blackwell scientific publications, 1992 : 1-
10
5. Pramono H. Pemeriksaan awal infertilitas. Pelatihan standarisasi penanganan
infertilitas pria dan wanita. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK. UNAIR, Surabaya,
1997
6. Boyers SP, Jones EE, Lightman A. Ovulation. In : Decherney AH, Polan ML, Lee
RD, eds. Decision making in infertility, 1st edition. Toronto Philadelphia : B.C.
Decker Inc, 1998; 28-36
7. Seibel MM. In : Seibel MM, ed. Evaluation of infertility. Infertility : A
comprehensive text. London ; Appleton and Lange, 1990 : 111-128.
378

7. INFERTILITAS PRIA
dr. Eddy Hartono, dr. H.M. Maramis Palisuri, SpOG

BATASAN :
Infertilitas adalah keadaan dimana tidak terjadi kehamilan setelah 12 bulan sang-
(1,2)
gama tanpa kontrasepsi . Disebut primer bila seorang pria tidak pernah
menghamili wanita setelah 12 bulan sanggama tanpa kontrasepsi. Dan disebut
sekunder bila seorang pria pernah menghamili wanita, tidak tergantung apakah itu
merupakan pasangannya saat ini atau bukan, tetapi gagal untuk membuahkan
kehamilan saat ini setelah 12 bulan sanggama tanpa kontrasepsi (2).

PROSEDUR PEMERIKSAAN : (1,2,3,4)


Anamnesis
Umum : Umur, usia perkawinan, lama infertilitas, penggunaan
metode kon-trasepsi sebelumnya, pemeriksaan /
pengobatan infertilitas sebelumnya, kebiasaan merokok,
alkohol.
Riwayat penyakit : Diabetes, tuberkulosis, penyakit respirasi kronis,
hipertermia, pe-nyakit hubungan seksual, kerusakan testis
dapatan (orkitis pasca parotitis, trauma/torsi,
kriptorkismus).
Obat-obatan : Sitostatika, iradiasi daerah genital, hormon (estrogen,
kortikoste-roid dosis tinggi, steroid anabolik atau
androgen), spironolakton, derivat Nitrofurane,
Salazosulphapyridine, Phenacetine, salisilat.

Pemeriksaan Fisik
Umum : berat badan, tinggi badan, nadi, tekanan darah. Tanda-
tanda ganguan endokrin : sindroma Cushing’s,
hipoandrogen dan hipotiroid, bentuk tubuh, tanda kelamin
sekunder, ginekomasti, pembesaran hepar. Pemeriksaan
379

neurologis pada pria dengan disfungsi seksual, lapangan


pandang perlu diperiksa pada lesi hipofise, tes penciuman
pada penderita dengan hipoandrogen.
Urogenital : Hipospadia, epispadia, hidrokel, hernia inguinalis,
varikokel, epidi-dimitis, orkitis dan ukuran testis.

Analisis semen
Analisis semen merupakan pemeriksaan dasar infertilitas pria yang sangat penting.
Pedoman analisis semen yang normal berdasarkan WHO adalah sebagai berikut :
Volume :  2 ml
Penampakan : Normal
Ph : 7,2 - 7,8
Konsentrasi :  20 Juta / ml
Motilitas :  50 % gerakan maju atau  25 % gerakan aktif dalam 60
menit pasca ejakulasi
Bentuk :  30 % bentuk normal
Leukosit : < 1 Juta / ml
Tes immunobead : < 20 %
Tes SpermMar : < 10 %.

Pemeriksaan tambahan
Uji pasca sanggama, Sperm Penetration Assay, Human Zona Binding Assay, antibodi
sperma.
Pemeriksaan hormon : FSH, LH, Testosteron dan prolaktin plasma(5).
380

DIAGNOSIS :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan prosedur pemeriksaan di atas. Diagnosis pada
infertilitas pria dapat berupa(2) :
 Disfungsi seksual dan / atau ejakulasi
 Sebab imunologis
 Sebab yang tidak diketahui
 Kelainan plasma semen
 Sebab iatrogenik
 Sebab sistemik
 Kerusakan testis dapatan
 Varikokel
 Infeksi kelenjar seks aksesori
 Sebab endokrin
 Oligospermia idiopatik
 Asthenozoospermia idiopatik
 Teratozoospermia idiopatik
 Azoospermia obstruktif
 Azoospermia idiopatik.

PENGOBATAN : (2,3)
Medis
Spesifik : Terapi hormonal (Human Menopausal Gonadotrophin, Human Cho-
rionic Gonadotrophin, Gonadotrophin Releasing Hormon).
Menekan sekresi prolaktin ( Bromokriptin ). Antibiotika dan
antiinflamasi pada kasus infeksi urogenital ( Tetracyclin, Co-
trimoxazole, Erythromycin dan golongan Quinolon ) diberikan
selama 4 minggu. Terapi imunosupresan pada antibodi aglutinasi
sperma.
Empiris : Antiestrogen, androgen, gonadotropin, kallikreins.
Operatif
381

Untuk kasus azoospermia obstruksi dan varikokel serta kelaianan yang memerlukan
tindakan bedah, rujuk ke bagian bedah urologi.
ART ( Assisted Reproductive Technology )(2)
 IUI ( Intrauterin Insemination )
 IVF ( Invitro Fertilization )
 ICSI ( Intracytoplasmic Sperm Injection )
Untuk kasus yang membutuhkan penanganan tehnik bantuan reproduksi ini, rujuk ke
bagian Andrologi.

KEPUSTAKAAN :
1 . Hornstein MD, Schust D. Infertility. In : Berek JS et al, eds. Novak’s gynecology. 12th
ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1996 : 915 - 62
2. Hinting A. Bagan alir infertilitas pria. Dalam : Pelatihan standarisasi penatalaksanaan
infertilitas wanita dan pria. UPF/Lab. Obgin FK UNAIR / RSUD Dr. Soetomo,
September 1997
3. So WK. Male subfertility. JPOG 1991; 17 : 19 - 28
4. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Male infertility. In : Clinical gynecologic
endocrinology and infertility. 5th ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994 : 873-98
5. Sahetapy R, Salim A, Hafied B. Status pemeriksaan pasangan infertil dan panduan
pemeriksaan infertilitas. Penatalaksanaan Bagian Obstetri dan Ginekologi FK
UNHAS- Ujung Pandang, 1994.

Anda mungkin juga menyukai