Anda di halaman 1dari 24

Kepada Yth : .............................................

Referat
Dibacakan tanggal :

Masa Nifas

Oleh :
Rudy Hartawan

Pembimbing :
dr. Rudy A. Lengkong, SpOG(K)-Urogin

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS – I


BAGIAN / SMF OBSTETRI- GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU
MANADO
2021

0
PENDAHULUAN

Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti
melahirkan. Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta
keluar sampai organ reproduksi kembali normal seperti sebelum hamil. Selama
masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik
secara fisik maupun psikologis. Perubahan tersebut sebenarnya sebagian besar
bersifat fisiologis.1,2,3
Periode paska persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan
keluarganya secara fisiologis, emosional, dan sosial. Baik di negara maju maupun
negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada
masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru
merupakan kebalikannya, oleh karena risiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi
lebih sering terjadi pada masa paska persalinan. Keadaan ini terutama disebabkan
oleh konsekuensi ekonomi, di samping ketersediaan pelayanan dan rendahnya
peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup
berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan rendahnya
keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini serta penatalaksanaan yang
adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa paska persalinan.4,5
Puerperium dibagi menjadi 3 yaitu puerperium dini, pueperium intermedial,
dan remote puerpuerium. Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada
immediate 24 jam pertama dan early postpartum periode (minggu pertama),
sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late postpartum
periode (minggu ke dua - minggu ke enam). Bahaya yang paling sering terjadi itu
adalah perdarahan paska persalinan atau HPP (Haemorrhage Postpartum).6
Perdarahan paska persalinan merupakan penyebab utama dari 150.000
kematian ibu setiap tahun di dunia dan hampir 4 dari 5 kematian karena perdarahan
paska persalinan terjadi dalam waktu 4 jam setelah persalinan. Seorang ibu dengan
anemia pada saat hamil pada umumnya lebih tidak mampu untuk mengatasi

1
kehilangan darah yang terjadi jika dibandingkan dengan seorang ibu dengan
kebutuhan nutrisi cukup. Dalam waktu satu jam setelah persalinan, penolong
persalinan harus memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik dan tidak
terjadi perdarahan dalam jumlah besar. Bila terjadi perdarahan besar, transfusi
darah adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kehidupan ibu.5
Infeksi puerperium seperti sepsis, masih merupakan penyebab utama
kematian ibu di negara berkembang. Demam merupakan salah satu gejala/tanda
yang paling mudah dikenal. Pemberian antibiotika merupakan tindakan utama, di
samping upaya pencegahan dengan pemberian antibiotika dan upaya dengan
persalinan yang bersih dan aman masih merupakan upaya utama.5
Komplikasi paska persalinan lain yang sering dijumpai termasuk infeksi
saluran kemih, retensio urin, atau inkontinensia. Banyak ibu mengalami nyeri pada
daerah perineum dan vulva selama beberapa minggu, terutama apabila terdapat
kerusakan jaringan atau episiotomi pada persalinan kala II. Perineum ibu harus
diperhatikan secara teratur terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.5

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Masa Nifas (Puerperium)


Masa nifas (puerperium) adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan
dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya,
disertai dengan pulihnya kembali organ-organ reproduksi, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan saat
melahirkan.7
Menurut Prawirohardjo, masa nifas (puerperium) dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika organ reproduksi kembali seperti
keadaan sebelum hamil.5
Jadi dapat disimpulkan masa nifas (puerperium) dimulai setelah
plasenta lahir dan berakhir ketika organ reproduksi kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42
hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan.

2.2 Periode Masa Nifas (Puerperium)


Masa nifas terbagi menjadi tiga periode, yaitu :8
a. Periode pasca salin segera (immediate postpartum) 0-24 jam
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena
atonia uteri. Oleh sebab itu, tenaga kesehatan harus dengan teratur
melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan
darah, dan suhu.
b. Periode pasca salin awal (early post partum) 24 jam – 1 minggu
Pada periode ini tenaga kesehatan memastikan involusio uterus
dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk,
tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu
dapat menyusui bayinya dengan baik.

3
c. Periode pasca salin lanjut (late postpartum) 1 minggu – 6 minggu
Pada periode ini tenaga kesehatan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.

2.3 Perubahan Fisiologis Masa Nifas (Puerperium)


Periode masa nifas (puerperium) ialah masa enam minggu sejak lahir
bayi sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum
hamil. Perubahan fisiologis pada masa ini sangat jelas yang merupakan
kebalikan dari proses kehamilan. Pada masa nifas terjadi perubahan-
perubahan fisiologis pada alat-alat genitalia eksterna maupun interna, dan
akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. 9
Perubahan yang terjadi pada masa nifas ini adalah :9,10,11
2.3.1 Perubahan Sistem Reproduksi
1. Uterus
a) Pengertian Involusio Uterus
Pada uterus mengalami involusi, yaitu suatu proses
kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil dengan berat
sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir
akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
b) Proses Involusio Uterus
Kontraksi dan retraksi menyebabkan uterus berbentuk
globuler, ukuran menyusut dengan cepat, hal ini direfleksikan
dengan perubahan lokasi uterus, dari abdomen kembali menjadi
organ panggul.
Segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri (TFU)
sekitar pertengahan simfisis pubis dan umbilikus. Setelah 24
jam tonus segmen bawah uterus telah pulih kembali sehingga
mendorong fundus ke atas menjadi setinggi umbilikus. Pada
hari pertama dan ke dua, TFU satu jari di bawah umbilikus, hari
ke 5 TFU setinggi 7 cm di atas simfisis – pusat, pada hari ke 10

4
tidak teraba lagi. Fundus turun 1-2 cm setiap 24 jam.

Gambar 2.1 Involusio Uterus


Proses involusio uterus ialah sebagai berikut :9,10
1) Autolisis
Merupakan proses apoptosis terkoordinasi pada
miometrium kembali ke ukuran sebelum hamil. Terjadi
proses katabolisme miometrium oleh enzim proteolitik
(metalloproteinase) dan makrofag, sehingga miometrium
yang semula mengendur hingga 10 kali panjangnya dan 5
kali lebarnya selama kehamilan kembali ke ukuran sebelum
kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna
sendiri, sehingga tertinggal jaringan fibroelastik. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.

5
2) Atrofi Jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen
dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai
reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang
menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada
otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan
bergenerasi menjadi endometrium yang baru.
3) Efek Oksitosin (Kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon
terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar.
Hormon oksitosin yang dihasilkan oleh glandula hipofisis
posterior memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengompresi pembuluh darah, dan membantu proses
haemostasis. Kontraksi dan retraksi otot uterus akan
mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan
membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas
perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk
sembuh total.
Selama 1 sampai 2 jam pertama postpartum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur. Karena
itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi
uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin biasanya diberikan
secara intravena atau intramuskular segera setelah bayi lahir
merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada
payudara.

6
c) Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum

Waktu Involusi Tinggi Fundus Berat Diameter Palpasi


Uterus Uteri Uterus Uterus Serviks
Bayi Lahir Setinggi Pusat 1000 12,5 cm Lunak
gram
Uri/Plasenta Dua jari bawah 750 12,5 cm Lunak
pusat gram
1 minggu Pertengahan 500 7,5 cm 2 cm
pusat-simfisis gram
2 minggu Tidak teraba di 300 5 cm 1 cm
atas simfisis gram
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm Menyempit

Gambar 2.2 Proses Involusio Uterus


Involusio uterus dari luar dapat diamati yaitu dengan
memeriksa fundus uteri dengan cara :
1) Segera setelah persalinan, TFU 2 cm di bawah pusat, 1 jam
kemudian kembali 1 cm di atas pusat dan menurun kira-kira
1 cm setiap hari.
2) Pada hari ke dua setelah persalinan, TFU 1 cm di bawah
pusat. Pada hari ke 3-4 TFU 2 cm di bawah pusat. Pada hari
ke 5-7 TFU setengah umbilikus - simfisis. Pada hari ke 10,
TFU tidak teraba. Bila uterus tidak mengalami atau terjadi
kegagalan dalam proses involusio disebut subinvolusio.
Subinvolusio dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya
sisa plasental perdarahan lanjut (postpartum haemorrhage).
d) Bagian Bekas Implantasi Plasenta
Pada permulaan nifas, bekas plasenta mengandung
banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus.
Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut

7
karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka. Endometrium ini
tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar dasar luka.12
Rasa sakit yang disebut after pains (meriang atau mules-
mules) disebabkan kontraksi rahim biasanya berlangsung 3-4
hari paska persalinan.11

Gambar 2.3 Tempat Implantasi Plasenta

1) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas


12x5 cm, permukaan kasar, di mana pembuluh darah besar
bermuara.
2) Pada pembuluh darah terjadi pembukaan thrombosis di
samping pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot
rahim.
3) Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu
ke-2 sebesar 6-8 cm pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
4) Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan
nekrosis bersama dengan lochea.
5) Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena
pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan
lapisan basalis endometrium.
6) Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu postpartum.

8
e) Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.
Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Kontraksi uterus selama masa nifas
membantu ekspulsi dari lochea. Lochea mempunyai bau yang
amis dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.
Lochea yang berbau tidak sedap dan berwarna kehijauan
menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan
warna dan volume karena adanya proses involusio uterus.9,12
Lochea dibedakan berdasarkan warna dan waktu
keluarnya. Masing-masing dijelaskan sebagai berikut :9,12
1) Lochea Rubra
Lochea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4
masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah
karena terisi darah yang segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, verniks, lanugo (rambut bayi), dan
mekonium. Jika lochea tidak berubah, hal ini
menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder
yang mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau
selaput plasenta.
2) Lochea sanguinolenta
Lochea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir,
berlangsung dari hari ke-4 sampai ke-7 postpartum.
3) Lochea serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi
plasenta. Lochea ini keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-
14.

9
4) Lochea alba
Lochea alba ini mengandung leukosit, sel desidua, sel
epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang
mati. Lochea alba ini dapat berlangsung selama 2-6
minggu postpartum.
Lochea rubra yang menetap pada awal periode post
partum menunjukkan adanya perdarahan post partum sekunder
yang mungkin disebabkan tertinggalnya sisa/selaput plasenta.
Lochea serosa atau alba yang berlanjut bisa menandakan
adanya endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit
atau nyeri tekan pada abdomen. Bila terjadi infeksi, keluar
cairan nanah berbau busuk yang disebut Lochea Purulenta.
Pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut Lochea Statis.11
2. Serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks segera setelah bayi lahir
adalah berbentuk seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus
uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks uteri
tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara
korpus dan serviks uteri berbentuk semacam cincin. Serviks
mengalami involusio bersama-sama dengan uterus. Warna serviks
sendiri merah kehitam-hatiman karena penuh dengan pembuluh
darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau
perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama
berdilatasi, maka serviks tidak akan pernah kembali pada keadaan
sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu
persalinan, menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan
masih bisa masuk rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat
dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke 6 postpartum, serviks sudah
menutup kembali.13

10
3. Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam
beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap
berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina
kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara
berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi
lebih menonjol. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan
keadaan saat sebelum persalinan pertama.13
4. Perineum
Setelah persalinan, perineum menjadi kendur karena teregang
oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pulihnya tonus otot
perineum terjadi sekitar 5-6 minggu postpartum. Latihan senam
nifas baik untuk mempertahankan elastisitas otot perineum dan
organ-organ reproduksi lainnya. Luka episiotomi akan sembuh
dalam 7 hari postpartum. Bila terjadi infeksi, luka episiotomi akan
terasa nyeri, panas, merah, dan bengkak.14
2.3.2 Perubahan Sistem Pencernaan
Pada umumnya, perubahan sistem pencernaan terjadi setelah lahir.
Sebagian besar hanya gejala ringan dan sembuh secara spontan. Di
antaranya rasa haus, haemorrhoid, lapar, flatulensi atau konstipasi.
Perubahan kadar hormon dan gerak tubuh yang kurang menyebabkan
menurunnnya fungsi usus. Haemorrhoid pada ibu setelah melahirkan
dapat disebabkan kesalahan cara mengejan saat bersalin dan konstipasi
berkepanjangan sebelum dan setelah melahirkan. Otot dan saraf di
panggul yang mengontrol gerakan usus dan sphincter ani mengalami
peregangan saat persalinan. Rasa sakit di daerah perineum dapat
menghalangi keinginan untuk buang air besar. Dengan memperbanyak
asupan serat (buah-sayur) dan senam nifas akan mengurangi bahkan
menghilangkan keluhan ini. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2
atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian obat laksansia.9

11
2.3.3 Perubahan Sistem Perkemihan
Sesuai dengan adanya peningkatan sirkulasi darah selama hamil,
maka laju filtrasi glomerulus pada ginjal juga meningkat, sehingga
produksi urin meningkat. Kondisi hiperfiltrasi dibutuhkan hingga
beberapa hari pascasalin untuk mengeluarkan kelebihan cairan
intravaskular akibat redistribusi cairan dan ekstravaskular ke
intravaskular dalam tubuh ibu. Volume dan frekuensi berkemih
diharapkan kembali dalam keadaan sebelum hamil dalam 2 minggu.9,12
Hal yang perlu diwaspadai adalah trauma pada kandung kemih.
Dinding saluran kemih memperlihatkan oedema dan hyperemia. Kadang
oedema trigonum menimbulkan obstruksi dari uretra, sehingga terjadi
retensio urin, dan kadang-kadang kemih menjadi tidak peka terhadap
tekanan air kemih di dalamnya dan rasa ingin berkemih ini hilang. Ibu
perlu dibiasakan berkemih paling sedikit 4 jam sekali. Jika pada
pemeriksaan fundus uteri lebih besar dari yang seharusnya, maka perlu
dipikirkan kemungkinan adanya sisa cairan berkemih meskipun ibu
sudah berkemih, biasanya hal ini ditandai oleh rasa berkemih yang tidak
tuntas. Risiko infeksi dan sisa cairan kemih ini dan trauma pada kandung
kemih saat persalinan memudahkan terjadinya infeksi.12
2.3.4 Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Gambar 2.4 Perubahan otot perut sebelum hamil, saat hamil, dan
setelah melahirkan

12
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah persalinan. Pembuluh-
pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan
terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta
dilahirkan.12
Ligamentum, diafragma pelvis, serta fascia yang merenggang pada
waktu persalinan, berangsur-angsur mengecil dan pulih kembali,
sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi
karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara
sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.12
Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi
longgar, kendur, dan melebar selama beberapa minggu atau bahkan
sampai beberapa bulan akibat peregangan yang begitu lama selama
hamil. Ambulasi dini, mobilisasi, dan senam nifas sangat dianjurkan
untuk mengatasi hal tersebut.2
2.3.5 Perubahan Sistem Endokrin
1) Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula hipofisis posterior dan
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin di
dalam sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan
pada waktu yang sama membantu proses involusio uterus.2,9
2) Prolaktin
Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan oleh
glandula hipofisis anterior bereaksi terhadap alveoli dari
payudara, sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang
menyusui, kadar prolaktin tetap tinggi dan merupakan permulaan
stimulasi folikel di dalam ovarium ditekan. Hormon prolaktin ini
akan menekan sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH)
sehingga mencegah terjadinya ovulasi. Oleh karena itu,
memberikan ASI pada bayi dapat menjadi alternatif metode KB
yang dikenal dengan MAL (Metode Amenorrhea Laktasi).2,9,12

13
3) HCG, HPL, Estrogen, dan Progesteron
Ketika plasenta lepas dari dinding uterus dan lahir, tingkat
hormone HCG, HPL, estrogen, dan progesteron di dalam darah
ibu menurun dengan cepat, normalnya setelah 7 hari.2,9,12
4) Pemulihan Ovulasi dan Menstruasi
Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi
sebelum 20 minggu, dan tidak terjadi di atas 28 minggu pada ibu
yang melanjutkan menyusui untuk 6 bulan. Pada ibu yang tidak
menyusui, ovulasi dan menstruasi biasanya mulai antara 7-10
minggu.2,9,12
2.3.6 Perubahan Sistem Kardiovaskular
Perubahan hormon selama hamil dapat menyebabkan terjadinya
hemodilusi, sehingga kadar Hb wanita hamil biasanya sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Selain itu, terdapat
hubungan sirkulasi darah ibu dengan sirkulasi janin melalui plasenta.
Setelah janin dilahirkan, hubungan sirkulasi darah tersebut akan terputus,
sehingga volume darah ibu relatif akan meningkat. Keadaan ini terjadi
secara cepat dan mengakibatkan beban jantung sedikit meningkat.
Namun hal tersebut segera diatasi oleh sistem homeostasis tubuh dengan
mekanisme kompensasi berupa timbulnya hemokonsentrasi sehingga
volume darah akan kembali normal. Biasanya ini terjadi sekitar 1 sampai
2 minggu setelah melahirkan.2,9
Cardiac output meningkat selama persalinan dan peningkatan
lebih lanjut setelah kala III, ketika besarnya volume darah dari uterus
terjepit di dalam sirkulasi. Penurunan setelah hari pertama puerperium
dan kembali normal pada akhir minggu ke tiga.2,9
Meskipun terjadi penurunan di dalam aliran darah ke organ setelah
hari pertama, aliran darah ke payudara meningkat untuk mengadakan
laktasi. Merupakan perubahan umum yang penting keadaan normal dari
sel darah merah dan putih pada akhir puerperium.2,9
Pada beberapa hari pertama setelah kelahiran, fibrinogen,

14
plasminogen, dan faktor pembekuan menurun cukup cepat. Akan tetapi,
darah lebih mampu untuk melakukan koagulasi dengan peningkatan
viskositas, dan ini berakibat meningkatkan risiko thrombosis.2,9
Late Pregnancy Early Puerperium Late Puerperium
Kardiovaskular
Denyut Jantung Meningkat Menurun setelah Normal 10 hari
persalinan  tetap
meningkat
Stroke Volume Meningkat Awalnya meningkat Normal 4-12
tajam, lalu menurun minggu
Cardiac Output Meningkat Awalnya meningkat Normal 24 minggu
tajam, lalu menurun
kembali ke normal
Tekanan Darah Tidak berubah atau Meningkat pada 4 hari Normal 4-12
menurun minimal pertama minggu
Volume Plasma Meningkat Menurun (kehilangan Normal 6 minggu
darah)  meningkat 2-
5 hari postpartum
Peripheral vascular Menurun Meningkat Lebih tinggi dari
resistance normal (6 minggu)
Koagulasi
Hematokrit Menurun Meningkat
Fibrinogen Meningkat Awalnya meningkat Normal 3-5 minggu
drastis
Faktor Pembekuan Meningkat Beberapa tetap Normal 8 minggu
(VII,VIII,IX,X,XII,VWF) meningkat
Platelet count Menurun tapi Meningkat Normal 4-8 minggu
dalam batas normal sedikit/normal
Aktivitas Fibrinolitik Menurun Meningkat Normal 4-6 minggu
Gambar 2.5 Perubahan Kardiovaskular dan Koagulasi Maternal pada Akhir
Kehamilan dan Puerperium

15
2.3.7 Perubahan Sistem Hematologi
Leukositosis meningkat, sel darah putih sampai berjumlah 15.000
selama persalinan, tetap meningkat pada beberapa hari pertama post
partum. Jumlah sel darah putih dapat meningkat lebih lanjut sampai
25.000 – 30.000 di luar keadaan patologi jika ibu mengalami partus lama.
Hb, Ht, dan eritrosit jumlahnya berubah di awal puerperium.9
2.3.8 Perubahan Berat Badan
Ibu nifas kehilangan 5 - 6 kg pada waktu melahirkan dan 3 – 5 kg
selama minggu pertama masa nifas. Faktor-faktor yang mempercepat
penurunan berat badan pada masa nifas di antaranya adalah peningkatan
berat badan selama kehamilan, primiparitas, segera kembali bekerja di
luar rumah, dan merokok. Usia atau status pernikahan tidak
mempengaruhi penurunan berat badan. Kehilangan cairan melalui
keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat
badan sekitar 2,5 kg selama masa paska persalinan.
2.3.9 Perubahan Kulit
Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat
karena proses hormonal. Pigmentasi ini berupa chloasma gravidarum
pada pipi, hiperpigmentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi kulit
dinding perut (striae gravidarum). Setelah persalinan, hormonal
berkurang dan hiperpigmentasi pun menghilang. Pada dinding perut akan
menjadi putih mengkilap yaitu “striae albikan”.

2.4 Adaptasi Psikologis Masa Nifas (Puerperium)


Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang
proses kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut,
kecemasan seorang wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami
oleh ibu setelah persalinan. Masa nifas (puerperium) merupakan masa yang
rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran
seorang ibu memerlukan adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah.
Fase-fase yang akan dialami oleh ibu paska persalinan antara lain :15

16
1. Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu berfokus
pada dirinya sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap
lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami antara lain rasa
mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal yang
perlu diperhatikan pada fase ini adalah istirahat cukup, komunikasi
yang baik dan asupan nutrisi.
2. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3 – 10 hari setelah melahirkan. Ibu
merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab
dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif, sehingga
mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah
komunikasi yang baik, dukungan, dan pemberian
penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan
bayinya.
3. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
bayinya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
Terjadi peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa
percaya diri akan peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami dan keluarga
dapat membantu merawat bayi. Kebutuhan akan istirahat masih
diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.

2.5 Laktasi
WHO sekarang merekomendasikan untuk pemberian ASI Eksklusif
selama 6 bulan, karena memberikan bukti manfaat bagi kesehatan jangka
panjang. Namun, angka terbaru menunjukkan bahwa hanya 40% ibu di
seluruh dunia yang mencapai goal ini.16

17
2.5.1 Fisiologi Laktasi
Persiapan laktasi terjadi selama masa pubertas dan kehamilan, jauh
sebelum masa nifas (puerperium). Selama masa pubertas, peningkatan
estrogen dan progesteron merangsang perkembangan alveolar baru dari
lobulus glandula mammae. Selama kehamilan, volume jaringan payudara
meningkat dan pembentukan struktur alveolar-lobular terus berlanjut.
Estrogen, progesteron, dan prolaktin diperlukan untuk perkembangan
payudara selama kehamilan, namun faktor lain seperti laktogen plasenta
dan hormon pertumbuhan juga berperan dalam pembentukan glandula
mammae. Selama persalinan dan laktasi, pertumbuhan dan diferensiasi
lebih lanjut meningkat dalam komponen glandula mammae.9,16

Gambar 2.6 Struktur dan Jaringan Glandula Mammae


2.5.2 Produksi ASI
Prolaktin merangsang pertumbuhan duktus glandula mammae,
proliferasi sel epitel, dan menginduksi produksi ASI. Pelepasan plasenta
merangsang penurunan secara signifikan dari progesteron, estrogen, dan
laktogen plasenta bertepatan dengan peningkatan prolaktin, kortisol, dan
insulin. Konsentrasi prolaktin meningkat cepat dengan rangsangan taktil
pada aerola mammae melalui hisapan puting, dengan merangsang ujung
saraf dan pelepasan berikutnya dari glandula hipofisis anterior yang diatur

18
oleh hipotalamus. Menyusui akan menghambat sekresi dopamin, sehingga
terjadi peningkatan sekresi prolaktin dan menstimulasi produksi ASI.
Prolaktin merangsang pertumbuhan duktus glandula mammae, proliferasi
sel epitel, dan menginduksi produksi ASI. Di dalam alveolus, protein ASI
dikemas dalam vesikel sekretorik dan ASI dilepaskan ke dalam lumen
alveoli melalui eksositosis.9.16
Kolostrum adalah ASI pertama yang diproduksi oleh ibu selama 4
hari pertama paska persalinan, dan berbeda dengan ASI matur karena
memiliki lebih banyak fungsi imunologis. Ini mengandung tingkat
antibodi yang tinggi immunoglobulin A (IgA) dan leukosit (melindungi
bayi dari infeksi), dan faktor perkembangan termasuk modulator
pertumbuhan. Dari hari ke 5, kandungan nutrisi ASI meningkat dan selama
2 minggu komponen utamanya meliputi : protein, lemak, dan laktulosa.
ASI juga mengandung mikronutrien termasuk vitamin A, B, D, dan
mikrobiota untuk membantu pembentukan flora normal usus bayi. 9,16
2.5.3 Ejeksi ASI
Mekanisme ke dua yang penting untuk keberhasilan laktasi adalah
pelepasan hormon oksitosin, yang terlibat dalam sekresi ASI atau refleks
let down. Pelepasan oksitosin terjadi dengan cara yang mirip dengan
prolaktin, tetapi dimediasi oleh jalur neuroendokrinologis independen.
Menyusui bayi menyebabkan sinyal yang berbeda ke hipotalamus, yang
selanjutnya memicu pelepasan oksitosin dari glandula hipofisis posterior.
Oksitosin kemudian berjalan dalam aliran darah dan pada gilirannya akan
merangsang sel-sel mioepitel kontraktil di alveolus, sehingga dihasilkan
kontraksi yang memaksa ASI masuk ke duktus dari lumen alveolus dan
keluar melalui aerola mammae. Oksitosin juga bisa dilepaskan sebagai
respons terhadap berbagai input sensorik termasuk mendengar tangisan
bayi. Ini juga memiliki efek psikologis, yang termasuk mendorong
keadaan tenang, dan mengurangi stress dan kecemasan. Ini juga dapat
meningkatkan perasaan kasih sayang antara ibu dan anak.9,15,16

19
Gambar 2.7 Hubungan antara hormon pituitari dan sekresi dan
ejeksi ASI

20
KESIMPULAN

Masa Nifas (puerperium) adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan
pulihnya kembali organ-organ reproduksi, yang mengalami perubahan seperti
perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan saat melahirkan.
Periode paska persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan
keluarganya secara fisiologis, emosional, dan sosial. Baik di negara maju maupun
negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada
masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru
merupakan kebalikannya, oleh karena risiko kesakitan dan kematian ibu serta bayi
lebih sering terjadi pada masa paska persalinan.
Selama masa nifas berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik
secara fisik maupun psikologis. Perubahan tersebut sebenarnya sebagian besar
bersifat fisiologis. Perubahan fisiologis tersebut meliputi perubahan sistem
reproduksi, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem muskuloskeletal, sistem
endokrin, sistem kardiovaskular, sistem hematologi, dan sistem integumen. Dapat
dijumpai beberapa komplikasi yang dijumpai selama masa nifas, di antaranya
adalah perdarahan paska persalinan, infeksi puerperium, infeksi saluran kemih,
retensio urin, dan inkontinensia urin. Identifikasi masalah pada masa nifas dan
memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas pada masa nifas sangat penting
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Eleje GU, Ugwu EO, Dinwoke VO, Enyina PK, Enyinna PK, Enebe JT, et al.
Predictors of Puerperal Menstruation. Journal Plos One. 2020
2. Maritalia, D. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Editor Suyono
Riyadi. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
3. Purwanti, E. 2012. Asuhan Kebidanan untuk Ibu Nifas. Yogyakarta: Cakrawala
Ilmu.
4. Galiano JMM, Martinez AH, Almagro JR, Rodriguez MD, Alvarez AR,
Salgado JG. Women’s Quality of Life at 6 Weeks Postpartum : Influence of
the Discomfort Present in the Puerperium. International Journal of
Environmental Research and Public Health. 2019; 16(253):1-9.
5. Sarwono, Prawiroharjo. 2011. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: PT Bina
Pustaka.
6. Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas. Jogjakarta : Fitramaya.
7. Sherwood, L. 2011. Sistem Reproduksi. Dalam: Fisiologi Reproduksi Wanita.
Ed. 6. Jakarta: EGC.
8. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta : Kemenkes RI;
2015.
9. Wray S, Prendergast C, et al. 2021. The Continuous Textbook of Women’s
Medicine Series – Obstetrics Module. London : GLOWM.
10. Dewi, Vivian. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta :
Salemba Medika.
11. Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka
Rihana.
12. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse. 2010. Obstetri
Williams. Jakarta : EGC.
13. Sulistyawati, Ari. 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta : Salemba
Medika.
14. Jannah, Nurul dan Rahayu, Sri. 2017. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC.

22
15. Akinlabi FB, Olatunji BF, Oluwayemisi FB. Puerperium experience and
adjustment identified psychological variables. Journal of Education and
Behavioral Sciences. 2013; 2(12):254-58
16. World Health Organisation UNICEF. Tracking progress for breastfeeding
policies and programmes: Global breastfeeding scorecard 2017 [Available
from: https://www.who.int/nutrition/publications/infantfeeding/global-bf-
scorecard-2017/en/.]

23

Anda mungkin juga menyukai