Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN MATERNITAS RUANG CEMPAKA


RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Blitar

”PRETERM PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE”

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal

Disusun Oleh:

Eny Dwi Oktaviani


150070300011020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
PPROM
(PRETERM PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE)

DEFINISI
Kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini (Preterm Premature Rupture of
Membrane, PPROM) digunakan untuk kondisi pecahnya selaput ketuban yang terjadi secara
spontan saat kehamilan kurang dari 37 minggu dan sebelum terjadinya proses persalinan.
Hal ini merupakan 2-4% komplikasi dari kehamilan janin tunggal dan merupakan 20%
komplikasi dari kehamilan kembar. Pembagian dari PPROM ini meliputi previable PPROM
yaitu terjadi sebelum janin berumur 23 minggu, PPROM remote from term (umur viabel
sampai 32 minggu) dan PPROM near term (usia kehamilan 32-36 minggu).
Sebanyak 30-40% dari PPROM ini akan berujung dengan persalinan preterm. Hal ini
menambah risiko prematuritas dan komplikasi perinatal serta neonatal, termasuk 1-2% risiko
kematian janin. Ibu hamil yang diawasi harus segera dikenali kondisi PPROM karena
diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat akan meningkatkan hasil akhir janin. Ada
banyak hal yang diperkirakan sebagai penyebab, terutama infeksi. Pada banyak penelitian
dan literatur dikatakan bahwa kejadian sepsis neonatorum setelah PPROM berkisar 2-20%
dengan kejadian kematian neonatal akibat infeksi sekitar 5%.
 
ETIOLOGI
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya
adalah sebagai berikut :
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin
besar.  Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks
yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa perasaan nyeri dan mules
dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).
2. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli (Kehamilan kembar) adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan
adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya
berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil
sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah.  (Saifudin. 2002)
c. Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput
ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan
membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
(Winkjosastro, 2006)
d. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus
dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic
disproporsi).
5. Korioamnionitis Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah
pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
6. Penyakit Infeksi Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme
yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkanterjadinya
proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga
memudahkan ketuban pecah.
7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik) 
8. Riwayat KPD sebelumya
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu.
11. Chorioannitis yang laten, yaitu infeksi selaput chorion yang sifatnya tersembunyi dan
tidak memberikan gejala yang nyata, kecuali pecahnya ketuban.
12. Abrupsio plasenta
a. Pengertian
Merupakan suatu perdarahan yang diakibatkan oleh pelepasan prematur dari
pelepasan letak normal yang terjadi setelah usia kehamilan 22 minggu. Abrupsio
plasenta ini terbagi dalam 3 klasifikasi, yaitu: abrupsio plasenta tingkat ringan,
sedang, dan tingkat berat.
b. Etiologi
Etiologi perdarahan jenis ini tidak selalu jelas tapi sering kali berkaitan dengan
preeklamsia berat meskipun bukan hipertensi yang kronis. Abrupsio dapat terjadi
setelah penurunan ukuran uterus yang terjadi secara tiba – tiba, misalnya setelah
ketuban pecah atau setelah kelahiran pertama dar kehamilan kembar. Abrupsia
jarang terjadi akibat trauma langsung pada abdomen tapi dapat menyebabkan letak
plasenta berubah
c. Tanda dan gejala
 Pada abrupsio plasenta yang paling ringan biasanya tidak menimbulkaan nyeri
atau ibu merasakan nyeri lokal yang ringan.
 Adanya perdarahan yang dapat dilihat
 Abrupsio yang lebih parah biasanya berhubungan dengan nyeri abdomen
 Ibu cenderung cemas karena nyeri yang dirasakannya.
 Jika ibu mengalami syok, kulitnya akan pucat dan lembab.
 Pada pemeriksaan klinis akan ditemukan adanya edema pada wajah, jari, dan
area pretibial dari eksteremitas bawah akibat preeklamsia.
 Tekanan darah yang berada dalam batas normal normal, akan meningkat
sebelum terjadinya perdarahan.
 Pernafasan dapat normal, atau meningkat dan penurunan oksigenasi dapat
mengakibatkan air hunger.
 Suhu akan meningkat jika abrupsio plasenta disebabkan oleh infeksi.
1. Polihidramnion
a. Pengertian
Polihidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban berada di atas
batas normal. Dikatakan polihidramnion jika AFP atau AFI lebih dari 8 cm, atau hasil
perhitungan  AFI lebih dari 24 cm.
b. Etiologi
 Atresia esophagus
 Defek tuba neuralis terbuka
 Kehamilan kembar, terutama pada kasus kembar monozigot
 DM maternal
 Pada kasus yang jarang, berhubugan dengan isoimunisasi rhesus
 Korioangioma, tumor yang jarang ditemukan pada plasenta
 Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui.
c. Tanda dan gejala
 Ibu biasanya mengeluh sesak dan rasa tidak nyaman.
 Jika polihidramnion terjadi secara akut, maka akan menyebabkan nyeri abdomen
yang berat.
 Edema dan varises vulva serta ektremitas bawah juga dapat terjadi.
 Pada saat inspeksi, ukuran uterus terlihat lebih besar dari usia getasi yang
seharusnya.
 Kulit abdomen tampak teregang dan mengilat, dengan striae gravidarum dan
pembuluh darah superficial yang terlihat jelas.
 Saat palpasi, uterus teraba sangat keras dan sulit untuk merasakan bagian janin.
 Auskultasi denyut jantung janin mungkin akan sangat sulit terdengar karena
jumlah cairan kentuban yang terlalu banyak
 Pemindaian dengan ultrasound dilakukan untuk menegakkan diagnose terjadinya
polihidramnion
 
FAKTOR RESIKO
1) Faktor Resiko Mayor
-          Multiple gestasional
-          Hidramnion
-          Anomaly uterus
-          Cervics >1cm dalam kehamilan 32 minggu
-          Previous preterm delivery
-          Operasi perut pada saat hamil
-          Uterin irritability
-          Pemakaian kokain
2) Faktor Resiko Minor
-          Suhu tubuh tinggi
-          Perdarahan 12 minggu lebih
-          Merokok
-          Lebih dari 2× abortus
-          Bila didapatkan 1 atau lebih faktor mayor dan lebih dari 2 faktor minor, maka
termasuk beresiko tinggi terjadi PROM
 
MANIFESTASI KLINIS
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. 
Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak
akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila sedang
duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,
denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
Tanda dan gejala yang tampak pada PPROM adalah:
 Keluar air ketuban warna putih, keruh, kuning, hijau, atau kecoklatan, sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak
 Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
 Janin mudah diraba
 Konsistensi rahim lebih keras
 Rahim lebih kecil jika dibandingkan dengan usia kehamilan
 Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.
 Inspeksi : tampak air ketuban mengalir, selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering.
 
PATOFISIOLOGI
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan anatara sintesis dan degradasi
ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor
risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah berkurangnya asam askorbik sebagai
komponen kolagen dan kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat
pertumbuhan struktur abnormal karean antara lain merokok. Degradasi kolagen dimediasi
oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan
inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan anatara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membrane janin.
Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodinitis
di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah Dini. Selaput ketuban
sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah.
Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus,
kontraksi rahim, gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada
selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.
Ketuban pecah dini pada kehamilam premature disebabkan oleh adanya faktor-faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagin. Ketuban Pecah Dini Prematur sering
terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, solusio placenta.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan speculum steril
 Diagnosis akurat pemeriksaan dengan spekulum steril.
 Pemeriksaan digital serviks harus dihindari kecuali persalinan segera untuk antisipasi
 Pemeriksaan ini adalah kunci untuk membedakan ketuban pecah dini dari hiperemesis
hydrorrhea, vaginitis, meningkatkatnya sekresi vagina, dan inkontinensia urin. pemeriksa
harus mencari konfirmasi 3 temuan ciri khas yang berhubungan dengan ketuban pecah
dini (PROM), yaitu
 Pooling, kumpulan cairan ketuban dalam fornix posterior.
 Nitrazine tes, ujung kapas steril digunakan untuk mengumpulkan cairan dari fornix
posterior dan mnempelkannya pada kertas nitrazine (phenaphthazine).
 Tes Ferning, cairan dari fornix posterior ditempatkan pada slide dan dibiarkan kering di
udara, cairan ketuban akan membentuk pola fernlike kristalisasi (bentuk pakis) pada
mikroskop.
 Selama pemeriksaan spekulum, leher rahim harus diperiksa secara visual untuk
menentukan derajat dilatasi dan adanya prolaps tali. Jika pooling vagina signifikan,
cairan dapat dikumpulkan dan diperiksa untuk penentuan kematangan paru janin, jika
usia kehamilan lebih besar dari 32 minggu. Sekresi serviks juga harus dikirim untuk
kultur.
 Jika tidak ada cairan bebas ditemukan, dry pad harus ditempatkan di bawah perineum
pasien dan diamati untuk kebocoran.
 Tes konfirmatori lain untuk PROM termasuk hilangnya cairan diamati dari os servikal
ketika batuk pasien atau melakukan manuver valsava selama pemeriksaan spekulum
dan oligohydramnios pada pemeriksaan USG.
 Jika pemeriksa masih tidak dapat mengkonfirmasi pecah ketuban dan sejarah pasien
sangat mencurigakan mengalami ketuban pecah dini, mungkin perlu untuk melakukan
amniosentesis dan menyuntikkan larutan encer dari zat warna carmine Evans biru atau
nila.
 Hal ini dilakukan setelah pemindahan cairan ketuban untuk pengujian fisiologis jatuh
tempo, analisis untuk sel darah putih atau bakteri, dan mungkin kultur dan uji
sensitivitas.
 Setelah 15-30 menit, pemeriksaan pada dry pad perineum pasien akan menunjukkan
pewarnaan biru jika ketuban pecah.

Pemeriksaan USG

Pada keadaan oligohidramnion cairan amnion disebut berkurang bila kantung amnion
hanya terlihat di daerah tungkai bawah, dan disebut habis jika tidak terlihat lagi kantung
amnion.

Pada keadaan ini aktivitas gerakan janin menjadi berkurang. Struktur janin sulit dipelajari
dan ekstermitas tampak berdesakan.

Pengukuran diameter vertical yang terbesar pada salah satu kantung amnion, dilakukan
dengan mencari kantung amnion terbesar, bebas dari bagian tali pusat dan ekstermitas
janin, yang dapat ditemukan melalui transduser yang diletakkan tegak lurus terhadap
kontur dinding abdomen ibu.

Pengukuran dilakukan pada diameter vertical kantung amnion. Morbiditas dan mortalitas
perinatal meningkat bila diameter vertical terbesar kantung amnion < 2cm
(oligohidramnion) atau > 8 cm (polihidramnion)

Takikardi pada janin atau pelacakan nonreassuring jantung janin menjadi indikasi
chorioamnionitis, abrupsi, atau kompresi tali pusat.

Jika tes negatif, tapi tetap ada kecurigaan klinis ketuban pecah, pasien dapat diuji ulang
setelah istirahat beberapa lama

Amnioinfusion USG-dipandu indigo carmine juga dapat dilakukan. Caranya yaitu dengan
penempatan sebuah tampon di dalam vagina, dan setelah pengamatan lama, tampon
akan dihapus untuk melihat apakah bagian cairan biru terjadi dari leher rahim.3

Pemeriksaan Laboratorium
 Test Lakmus (Nitrazin test)
Dilakukan untuk menentukan cairan ketuban, jumlah cairan ketuban, usia kehamilan,
dan kelainan janin
 Test LEA (Leukosit Esterace)
Penting dilakukan untuk menentukan apakah terjadi infeksi atau tidak. Infeksi dapat
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh ibu (>380C) air ketuban keruh dan berbau dan
test LEA menunjukkan leukosit darah >15.000/mm
 Amniocentesis
Dilakukan dengan cara mengambil cairan amnion untuk mengetahui adanya kelainan
congenital pada janin, maturitas paru, dan hemolitik disease.
 USG
Untuk menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang
 
PENATALAKSANAAN
1. Konservatif 
o Rawat di rumah sakit
o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusioplasenta
o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikanantibiotika
sama halnya jika terjadi amnionitosis
o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
 Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin
 Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x
perhari selama 7 hari.
o Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beridexametason,
dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin.
o Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi maka
berikan tokolitik ,dexametason, dan induksi setelah 24 jam.

2. Aktif 
o Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin
o Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50
mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x.
o Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri. 
Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
1) Pertiimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktuapakah 6,
12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
2) Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan
pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil
pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.

3. Penatalaksanaan lanjutan
a. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi
ibu yang menggigil.
b. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah
tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat
dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi
oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi.
Takikardia dapat mengindikasikan infeksiuteri.
c. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
d. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan juga
hal-hal berikut:
 Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
 Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda
 Warna rabas atau cairan di sarung tangan
e. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaran jelas
dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat
dehidrasi.8

Gambar algoritma penatalaksanaan pPROM8


Tabel management pprom

Evidence
Clinical recommendation rating References

Antibiotics should be administered to patients with preterm PROM A 2,24,25


because they prolong the latent period and improve outcomes.

Corticosteroids should be given to patients with preterm PROM A 21


between 24 and 32 weeks’ gestation to decrease the risk of
intraventricular hemorrhage, respiratory distress syndrome, and
necrotizing enterocolitis.

Physicians should not perform digital cervical examinations on A 17


patients with preterm PROM because they decrease the latent
period. Speculum examination is preferred.

Long-term tocolysis is not indicated for patients with preterm C 30


PROM, although short-term tocolysis may be considered to
facilitate maternal transport and the administration of
corticosteroids and antibiotics.

Multiple courses of corticosteroids and the use of corticosteroids B 22,23


after 34 weeks’ gestation are not recommended.

PROM = premature rupture of membranes.

A = consistent, good-quality patient-oriented evidence; B = inconsistent or limited-quality


patient-oriented evidence; C = consensus, disease-oriented evidence, usual practice, expert
opinion, or case series. For information about the SORT evidence rating system, see page
573 or http://www.aafp.org/afpsort.xml.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat PPROM dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal.
 Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada usia kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam.
Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
 Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,pneumonia,omfalitis. Umumnya
terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini
premature,infeksi lebih sering daripada aterm.Secara umum insiden infeksi sekunder
pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
 Hipoksia Dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban janin maka semakin gawat.
 Sindroma Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat,kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi
pulmonar.

ASUHAN KEPERAWATAN
1.  Pengkajian
a.   Biodata
Meliputi: nama ibu, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat
rumah, nama suami, agama, pekerjaan, suku/bangsa, alamat rumah
b.   Sirkulasi
Hipertensi, edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK) penyakit
jantung sebelumnya)
c.   Integritas Ego
Adanya ansietas sedang
d.   Makanan atau cairan
Ketidakadekuatan atau pembuahan berat badan berlebihan.
e.   Nyeri atau ketidaknyamanan
Kontraksi itermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit selama
paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
f.   Keamanan
Infeksi mungkin ada (misal : infeksi saluran kemih (ISK) dan atau infeksi vagina)
g.   Interaksi Sosial
Mungkin tergolong kelas sosial ekonomi rendah.
h.   Penyuluhan atau pembelajaran
Ketidakadekuatan atau tidak adanya perawatan prenatal mungkin dibawah usia
18 atau lebih dari 40 tahun penggunaan alcohol atau obat lain, penunjang pada
dietilstibesterol (DES)
i.    Pemeriksaan Leopold
Leopold I :
1)      Pemeriksaan menghadap kearah muka ibu hamil
2)      Menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin dalam uterus
3)      Konsistensi uterus
Leopold II
1)      Menentukan batas samping rahim kanan-kiri
2)      Menentukan letak punggung janin
3)      Pada letak lintang bawah tentukan dimana kepala janin
Leopold III
1)      Menentukan bagian terbawah janin
2)      Apakah bagian terbawah tersebut sudah masuk atau goyang
Leopold IV
1)      Pemeriksaan menghadap ke arah kaki ibu hamil
2)      Bisa juga menentukan bagian terbawah janin apa dan berapa jauh sudah
masuk pintu atas panggul
j.    Pemeriksaan Diagnostik
 Ultrasonografi : pengkajian gestasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2499 g)
 Tes Lakmus (tes Nitrazin) : jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan
infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu
 Jumlah sel darah putih : peningkatan menandakan adanya infeksi
 Urinalisis dan kultur : mengesampingkan ISK
 Kultur Vaginal, reagen plasma cepat (RPC) : mengidentifikasikan infeksi
 Amniosenteusis : rasio lesitin terhadap sfingomeilin (L/S) mendeteksi
fosfatidigliserol (PG) untuk maturitasparu janin atau amniotic
 Pemantauan elektronik : menvalidasi aktivitas uterus atau status janin

2.  Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan ketuban pecah dini
adalah :
a.   Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini
b.   Risiko tinggi trauma maternal berhubungan dengan disfungsi persalinan
c.   Cemas berhubungan dengan kehilangan kehamilan
d.   Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontruksi uterus
e.    Risiko tinggi untuk trauma fetal berhubungan dengan hypoxia

3.  Perencanaan
a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.
Tujuan : memperlihatkan kemajuan tanpa terjadi komplikasi infeksi
Kriteria Hasil :
1)      Cairan amnion ibu tidak menyengat
2)      Hindari pemeriksaan pervagina
3)      Observasi drainaseamnitik teradap warna jumlah dan baunya tiap 2 sampai 4 jam.
Intervensi:
1)      Kaji Kondisi Ketuban
2)      Pantau tanda-tanda infeksi
3)      Dengarkan DJJ
4)      Kolaborasi pemberian Antibiotik
Rasionalisasi :
1)   Untuk mencegah terjadinya infeksi
2)   Untuk mengetahui keadaan janin
3)   Perihal pemberian antibiotik

b. Risiko tinggi trauma maternal berhubungan dengan kerusakan tindakan pada


persalinan
Tujuan ; Adanya pembukaan kelahiran di akhiri tanpa komplikasi maternal.
Kriteria hasil :
1)      Persalinan normal
2)      Tidak ada komplikasi
Rencana tindakan :
1)      Mengkaji frekuensi kontraksi uterus
2)      Menyarankan ambulasi atau perubahan posisi
3)      Memonitor pertambahan pembukaan servik
4)      Memonitor intake dan output
Rasionalisasi :
1)      Untuk mencegah terjadinya komplikasi
2)      Tindakan yang dapat mendorong aktivitas uterus
3)      Untuk mengetahui waktu kelahiran
4)      Untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran sebelum persalinan.

c. Cemas berhubungan dengan bertambahnya pembukaan dan perasaan gagal dan


kebutuhan yang diakibatkan persalinan.
Tujuan : cemas tidak ada lagi
Kriteria Hasil :cemas berkurang
Rencana tindakan :
1)      Memberi saran-saran, memelihara informasi peningkatan
2)      Menyarankan mengungkapkan perasaan
3)      Memperlihatkn pilihan atau perawatan yang memungkinkan
Rasionalisasi :
1)      Menjamin dan informasi yang mengurangi kecemasan
2)      Menanbah pemahaman terhadap klien
3)      Dapat mengubah perasaab kien dalam mengontrol situasi

d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan intensitas kontraksi uterus


Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria Hasil :
1)      Nyeri berkurang
2)      Klien tampak tenang
3)      Keadaan umum baik
intervensi :
1)      Kaji skala nyeri
2)      Beritahu pasien penyebab rasa nyeri
3)      Anjurkan pasien miring kekiri
4)      Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
Rasionalisasi :
1)      Untuk menetukan tingkat aktivitas dan bantuan yang akan dilakukan
2)      Bantuan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan klien
3)      Aktivitas bertahap untuk mencegah terjadinya konraktur

e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kehamilan


Tujuan : kebutuhan tidur klien dapat terpenuhi
kriteria hasil :
1)     Menjelaskan factor-faktor penghambat atau pencegah tidur
2)     Melaporkan keseimbangan yang optimal antara aktivitas dan istirahat
Rencana tindakan :
1)     Ubah posisi untuk kenyamanan dan menurangi tekanan harus dilakukan sedkitya
setiap dua jam
2)      Kaji koordinasi antara ekstremitas atas dan bawah

Rasionalisasi :
1)      Untuk mempertahankan posisi klien
2)      Untuk mengetahui keadaan klien

Anda mungkin juga menyukai