Oleh :
KELOMPOK 4
Novita Puspasari
Eny Dwi Oktaviani
Dwi Puji Rahayu
Teguh Fitriyanto
Ade Rumondang Megawati H.
Tomi Rinaldi
Ringkasan
BAB 1
LATAR BELAKANG
1.1 Pendahuluan
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran
kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme.
Sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi virus dan
jamur juga dapat menjadi penyebabnya.Infeksi bakteri tersering disebabkan oleh
Escherichia coli. Infeksi saluran kemih sering terjadi pada anak perempuan dan
wanita. Salah satu penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek
sehingga bakteri kontaminan lebih mudah memperoleh akses ke kandung kemih
(Corwin, 2007).
Sistitis (infeksi saluran kemih bawah) adalah inflamasi kandung kemih
yang paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra. Penyebab
lainnya aliran balik urine dari uretra kedalam kandung kemih (refluks
uretrovesical), kontaminasi fekal, atau penggunaan kateter atau sistoskop. Sistitis
pada pria merupakan kondisi sekunder akibat beberapa faktor (mis., prostat yang
terinfeksi, epididimitis, atau batu pada kandung kemih) (FKUI, 2006)
Infeksi saluran kemih merupakan jenis infeksi nosocomial yang sering
terjadi. Beberapa penelitian menyebutkan, infeksi saluran kemih merupakan 40%
dari seluruh infeksi nosokomial dan dilaporkan 80% infeksi saluran kemih terjadi
sesudah instrumentasi, terutama oleh kateterisasi (Darmadi, 2008, p.124).
Walaupun kesakitan dan kematian dari infeksi saluran kemih berkaitan
dengan kateter dianggap relatif rendah dibandingkan infeksi nosokomial lainnya,
tingginya prevalensi penggunaan kateter urin menyebabkan besarnya kejadian
infeksi yang menghasilkan komplikasi infeksi dan kematian. Berdasarkan survei
di rumah sakit Amerika Serikat tahun 2002, kematian yang timbul dari infeksi
saluran kemihdi perkirakan lebih dari 13.000 (2,3% angka kematian). Sementara
itu, kurang dari 5% kasus bakteriuria berkembang menjadi bakterimia. Infeksi
saluran kemih yang berkaitan dengan kateter adalah penyebab utama infeksi
sekunder aliran darah nosokomial. Sekitar 17% infeksi bakterimia nosokomial
bersumber dari infeksi saluran kemih, dengan angka kematian sekitar 10%
(Gould & Brooker, 2009).
Kateter urin adalah penyebab yang paling sering dari bakteriuria. Risiko
bakteriuria pada kateter diperkirakan 5% sampai 10% per hari. Kemudian
diketahui, pasien akan mengalami bakteriuria setelah penggunaan kateter
4
selama 10 hari. Infeksi saluran kemih merupakan penyebab terjadinya lebih dari
1/3 dari seluruh infeksi yang didapat di rumah sakit. Sebagian besar infeksi ini
(sedikitnya 80%) disebabkan prosedur invasif atau instrumentasi saluran kemih
yang biasanya berupa kateterisasi (Smeltzer & Bare, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Afsah (2008), tentang “tingkat
kejadian infeksi saluran kemih pada pasien dengan terpasang kateter urin di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta”, menunjukkan bahwa dari 30 responden
terdapat angka infeksi saluran kemih sebanyak 20%. Berdasarkan data rekam
medis di RSUDZA Banda Aceh (2009-2011), diketahui terjadi peningkatan kasus
infeksi saluran kemih tiap tahunnya, dengan rata-rata pertahun terdapat 75
kasus. pada minggu kedua bulan April 2012 lalu di ruang rawat inap penyakit
dalam RSUDZA Banda Aceh diketahui adanya keluhan dari beberapa pasien
mengenai pemasangan kateter, Yaitu 3 dari 5 pasien yang sedang memakai
kateter mengeluh adanya nyeri dan kemerahan pada area yang dipasang
kateter, dan juga terlihat urin yang terdapat di dalam kantong penampung agak
berkabut
1.3 Tujuan
1. Mengetahui hubungan pemasangan kateter dengan kejadian infeksi
saluran kemih.
2. Mengetahui pengaruh intervensi keperawatan hubungan pemasangan
kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih.
1.4 Manfaat
1. Makalah ini dapat memberikan gambaran bagaimana pengaruh intervensi
keperawatan hubungan pemasangan kateter dengan kejadian infeksi
saluran kemih.
2. .Artikel tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan di rumah sakit dalam pemasangan kateter.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
resiko terjadinya perburukan dan gejala sisa infeksi saluran kemih (Suwitra dan
Mangatas, 2004).
Bakteriemia karena komplikasi infeksi saluran kemih ini lebih sering terjadi
pada penderita yang mengalami kelainan struktur dan fungsi saluran
kemih.
Pada bayi baru lahir, balita, anak-anak, dan orang tua, gejala-gejala yang
timbul mungkin tidak sama tetapi keluhan-keluhan yang lain mungkin
menunjukkan adanya ISK.
1. Neonatus : demam atau hipotermia, kurang nafsu makan atau ikterus.
2. Anak-anak : kurang nafsu makan, demam yang terus menerus tanpa
penyebab yang pasti, perubahan pada pola buang air kecil.
3. Orang tua : demam atau hipotermia, kurang nafsu makan, letargi, atau
perubahan status mental.
Pemeriksaan Laboraturium
1. Urinalisis
a. Leukosuria
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap
dugaan adalah ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang
pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada
sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun adanya
leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula
dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang
bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.
b. Hematuria
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila
dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh
berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun
oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram.
Dinyatakan positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak
emersi.
b. Biakan bakteri
10
Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah
sebagian besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai
lebih dari 100.000 - 1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan
perubahan warna pada uji tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1%
untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil palsu terjadi bila pasien sebelumnya
diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh enterokoki dan asinetobakter.
2.2 Kateter
2.2.1 Pemasangan Kateter
13
serta terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot kandung kemih (Japardi,
2000).
Kateter menetap terdiri atas foley kateter (double lumen) dimana satu
lumen berfungsi untuk mengalirkan urin dan lumen yang lain berfungsi
untuk mengisi balon dari luar kandung kemih. Tipe triple lumen terdiri dari
tiga lumen yang digunakan untuk mengalirkan urin dari kandung kemih,
satu lumen untuk memasukkan cairan ke dalam balon dan lumen yang
ketiga dipergunakan untuk melakukan irigasi pada kandung kemih
dengan cairan atau pengobatan (Potter dan Perry, 2005).
BAB 3
17
METODE
BAB 4
HASIL
19
an dan teknik
pelepasan. aseptik
dan
pencega
han
CAUTI
saat INH
sudah
diberikan
oleh 64%
rumah
sakit.
Mojtaba Observa 100 100 0,1 Iran - Data demografi, - ISK Tingkat
, et all tional 64 klinis dan hasil terjadi multidrug-
(2007) study dan data diperoleh pada 28 resistent UTI
0,5 melalui review pasien sangat tinggi
7 grafik. - 27 di ICU pada
- Resisten pasien pasien
terhadap resisten sepsis.
antibiotik terhadap Harus ada
ditentukan ciprofloxa protocol
dengan cin khusus
menggunakan - 23 dalam
MIC (minimal pasien pengobatan
inhibitory resisten pasien
consentration). terhadap terhadap
Amikacin resisteni
- 28 antimikroba.
pasien
resisten
terhadap
Cefepime
- 26
pasien
resisten
terhadap
Ceftazidi
me
- 27
pasien
resisten
terhadap
22
Ceftriaxo
ne
BAB 5
PEMBAHASAN
23
bawah biasanya meliputi disuria, ada dorongan sering berkemih, nokturia, atau
nyeri pada pelvic atau suprapubis. Pasien ISK atas sering menunjukkan gejala
sistemik meliputi, demam, mual dan muntah, sakit kepala, dan lemah sesuai
dengan keluhan spesifik dari nyeri di daerah panggul, punggung bawah, dan
abdomen (Smeltzer & Bare, 2005).
Jika timbul infeksi saluran kemih meskipun sudah dilakukan berbagai
tindakan higiene, maka keluhan atau penyimpangan yang didengar dan terlihat
oleh perawat yaitu, pada wanita sakit yang membandel pada perut bagian
bawah, pada pria sakit disekitar muara uretra, urine yang baru dikeluarkan
berbau menyengat dan keruh, dan ada peningkatan suhu tubuh.
Penelitian yang dilakukan Ihnsook, et all (2010) adalah membandingkan
perawatan perinium pada pasien yang menggunakan kateter. Didapatkan bahwa
tidak ada perbedaan dalam perawatan perinieum menggunakan sabun dan air
dan menggunakan sabun pembersih, povidone iodine 10%, dan NS.
Kathleen dan anna (2012) memberikan cara pencegahan ISK :
1. Kateter antimikroba silver-alloy
Kateter menggunakan berbagai lapisan dan perubahan bahan baku untuk
mencegah infeksi dan menigkatkan kenyamanan. Lapisan terdiri dari
hydrogel, silicon dan perak. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Beattie dan Taylor menunjukkan hal yang positif dalm mengurangi IS dengan
menggunakan Silver – Alloy
2. Insisi yang tidak perlu
Pemasangan kateter berulang kali tanpa order dokter terlebih dahulu. Hal ini
dapat meningkatkan ISK dengan komplikasi : urethritis, hematuria, striktur
uretra, perforasi kandung kemih dan urosepsis.
Penggunaan kateter harus dibatasi untuk pasien pra-operasi untuk pasien
bedah, pemantauan khusus untuk pasien kritis, retensi urin akut dan untuk
membantu dalam penyembuhan ulkus decubitus untuk pasien inkontenesia.
Ketika kateter sudah terpasang, perawat perlu mengajukan pertanyaa
“apakah pasien benar-benar membutuhkan pemasangan kateter”
sebab itu perawat perlu mempertanyakan kateter apakah pasien masih perlu
menggunakan kateter apa tidak.
4. Penggunaan teknik aseptic
Dalam pemasangan kateter menggunakan teknik pemasangan steril untuk
mengurasi resiko infeksi. Kateter dan urobag terlepas jika hanya irigasi
kateter. Pengambilan specimen urin menggunakan jarum steril dan jarum
suntik melalui port yang telah di desinfektan.
5. Perawatan perineal
Pasien yang menggunakan kateter memiliki tingkat infeksi lebih tinggi akibat
dari mikroorganisme yang bermigrasi dari kandung kemih ke bagian luar
kateter. Beberapa sumber mengatakan bahwa tempat penyisispan kateter
dibersihkan dengan sabun dan air setiap hari
6. Kebersihan tangan/cuci tangan
Untuk keselamatan pasien dan perawat, penting dalam mencuci tangan
sebelum tindakan pemasangan kateter.ketika akan mengosongkan urobag
perawat perlu mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan. dan setelah
mengososngkan urobag mencuci tangan kembali.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
26
6.2 Saran
1. Penggunaan kateter harus dibatasi, ketika kateter sudah terpasang,
perawat perlu melakukan pengkajian mengenai kebutuhan pemasangan
kateter serta jangka waktu pemakaiannya, dan melakukan pencegahan
dengan perawatan perineal setiap hari.
2. Perlu adanya peningkatan protocol dalam teknik pemasangan dan
perawatan kateter untuk meminimalkan angka kejadian infeksi saluran
kemih.
DAFTAR PUSTAKA
27
Betz, Cecily Lynn & Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri,
Ed. 5. Alih bahasa Ns. Eny Meiliya, S.Kep. Editor bahasa Indonesia : Egi
Komara Yudha, S.Kp, MM. Jakarta : EGC
Istiantoro, Yati H dan Gan, Vincent HS. Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik
Betalaktam lainnya. Dalam : Ganiswarna, Sulistia G, editor. Farmakologi
dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia ; 2007. Hal. 664-93
Thomas, E. L. (2007). Male external catheter and internal catheter. Diakses dari
http://www.copyright.com/ccc/do/viewpage?pagecode