Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“Infeksi Saluran Kemih”

Oleh :

Tim Ilmiah PJBL Keperawatan Medikal Bedah AJ2 B20

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN S1 NERS
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ISK adalah infeksi yang paling umum dialami oleh manusia setelah infeksi
pernapasan dan infeksi gastrointestinal dan juga merupakan penyebab paling umum kedua
pada infeksi nosokomial bagi pasien yang dirawat di rumah sakit. Untuk manajemen yang
lebih baik wajib untuk mengetahui kemungkinan terjadinya infeksi, apakah infeksi
termasuk infeksi dengan komplikasi atau tanpa komplikasi (Najar, 2009).
Menurut WHO dalam Safitri (2013), Infeksi saluran kemih (ISK) adalah penyakit
infeksi yang kedua tersering pada tubuh sesudah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak
8,3 juta kasus dilaporkan per tahun. Infeksi ini juga lebih sering dijumpai pada wanita dari
pada laki-laki. Indonesia merupakan negara berpenduduk ke empat terbesar dunia setelah
Cina, India dan Amerika Serikat. Separuh dari semua wanita dapat mengalami 1 kali
infeksi saluran kemih selama hidupnya (Foxman, 2002). Uretra wanita yang pendek
mengakibatkan kandung kemih mudah dicapai oleh kuman-kuman dari dubur (Tjay dan
Rahardja, 2007). Bila ISK tidak segera diatasi dengan tepat, bisa semakin parah dan terjadi
kerusakan ginjal yang tidak pulih (Chang dan Shortliffe, 2006).
Infeksi saluran kemih di masyarakat makin meningkat seiring meningkatnya usia.
Berdasarkan survey dirumah sakit Amerika Serikat kematian yang timbul dari Infeksi
Saluran Kemih diperkirakan lebih dari 13000 (2,3 % angka. kematian). Pada usia muda
kurang dari 40 tahun mempunyai prevalensi 3,2% sedangkan diatas 65 tahun angka infeksi
saluran kemih sebesar 20% (Sochilin, 2013). Sementara itu Penduduk Indonesia yang
menderita Infeksi Saluran Kemih diperkirakan sebanyak 222 juta jiwa. Infeksi saluran
kemih di Indonesia prevalensinya masih cukup tinggi. Menurut perkiraan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, jumlah penderita ISK di Indonesia adalah 90-100 kasus
per 100.000 penduduk pertahun nya atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun (Depkes RI,
2014).
Bakteri yang menyebabkan ISK biasanya berasal dari flora usus. Penyebab paling
umum dari ISK tanpa komplikasi adalah Escherichia coli, yang mewakili 85% dari infeksi
yang didapat dimasyarakat. Mikroorganisme penyebab infeksi lain termasuk
Staphylococcus saprophyticus 5-15%, Klebsiella pneumoniae, Proteus sp, Pseudomonas
aeruginosa, dan Enterococcus sp 5-10% (Coyle & Prince, 2008).
Dalam beberapa tahun terakhir, resistensi bakteri telah menjadi masalah yang
besar pada ISK. Di antara 533 anak yang diidentifikasi dengan ISK, mayoritas adalah 92%
perempuan, 60% laki-laki. Dari kultur urin ditemukan isolasi organisme gram negatif yang
80% nya adalah E coli. Tingkat ketahanan E coli terhadap pemberian antibiotika berbeda-
beda, seperti 46% untuk ampisilin, 15% untuk trimetoprim-sulfametoksazol, 17% untuk
amoksisilin-klavulanat, 7% untuk sefalosporin generasi pertama, dan 1% untuk
sefalosporin generasi ketiga (Paschke el al, 2010).
Infeksi saluran kemih disebabkan invasi mikroorganisme ascending dari uretra ke
dalam kandung kemih. Invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal dipermudah dengan
refluks vesikoureter. Pada wanita, mula-mula kuman dari anal berkoloni di vulva
kemudian masuk ke kandung kemih melalui uretra yang pendek secara spontan atau
mekanik akibat hubungan seksual dan perubahan pH dan flora vulva dalam siklus
menstruasi (Liza, 2006).
Proses berkemih merupakan proses pembersihan bakteri dari kandung kemih,
sehingga kebiasaan menahan kencing atau berkemih yang tidak sempurna akan
meningkatkan risiko untuk terjadinya infeksi. Refluks vesikoureter (RVU) dan kelainan
anatomi adalah gangguan pada vesika urinaria yang paling sering menyebabkan sulitnya
pengeluaran urin dari kantung kemih (Lumbanbatu, 2003). Ketika urin sulit keluar dari
kantung kemih, terjadi kolonisasi mikroorganisme dan memasuki saluran kemih bagian
atas secara ascending dan merusak epitel saluran kemih sebagai host. Hal ini disebabkan
karena pertahanan tubuh dari host yang menurun dan virulensi agen meningkat (Purnomo,
2003).
Data statistik menyebutkan 20-30% perempuan akan mengalami infeksi saluran
kemih berulang pada suatu waktu dalam hidup mereka, sedangkan pada laki-laki hal
tersebut sering terjadi terjadi setelah usia 50 tahun keatas (Kayser, 2005). Pada masa
neonatus, infeksi saluran kemih lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki (2,7%) yang
tidak menjalani sirkumsisi dari pada bayi perempuan (0,7%), sedangkan pada masa anak-
anak hal tersebut terbalik dengan ditemukannya angka kejadian sebesar 3% pada anak
perempuan dan 1% pada anak laki-laki. Insiden infeksi saluran kemih ini pada usia remaja
anak perempuan meningkat 3,3% sampai 5,8% (Purnomo, 2009). Berdasarkan data
tersebut menunjukkan tingginya angka kejadian ISK pada remaja, maka tujuan dilakukan
pendidikan kesehatan ini adalah untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan remaja tentang
Infeksi Saluran Kemih di SMK Dr. Soetomo Surabaya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK)?

2. Bagaimana klasifikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK)?

3. Apa saja faktor penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK)?

4. Apa saja faktor risiko terjadinya Infeksi Saluran Kemih (ISK)?

5. Apa saja tanda dan gejala Infeksi Saluran Kemih (ISK)?

6. Bagaiana patofisiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)?

7. Bagaimana penatalaksanaan pada Infeksi Saluran Kemih (ISK)?

8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada Infeksi Saluran Kemih (ISK)?

9. Apa saja komplikasi Infeksi Salurang Kemih (ISK)?

10. Bagaimana pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK)?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
2. Menjelaskan klasifikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
3. Menjelaskan faktor penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
4. Menjelaskan faktor risiko terjadinya Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
5. Menjelaskan tanda dan gejala Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
6. Menjelaskan patofisiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
7. Menjelaskan penatalaksanaan pada Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
9. Menjelaskan komplikasi Infeksi Salurang Kemih (ISK)?
10. Menjelaskan pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal urine tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. ISK merupakan suatu infeksi
yang melibatkan ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra. Infeksi saluran kemih
dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dari semua umur. Angka
kejadiannya lebih tinggi pada perempuan dibandingan laki-laki (Sudoyo Aru, dkk.
2009).

ISK merupakan faktor risiko yang penting pada terjadinya insufisiensi


ginjal atau stadium terminal sakit ginjal. Infeksi saluran kemih terjadi secara
asending oleh sistitis karena kuman berasal dari flora fekal yang menimbulkan
koloni perineum lalu kuman masuk melalui uretra (Widagdo, 2012).

ISK adalah istilah umum untuk menyatakan adanya pertumbuhan bakteri di


dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di
kandung kemih. Pertumbuhan bakteri yang mencapai > 100.000

unit koloni per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) pagi hari,
digunakan sebagai batasan diagnosa ISK (IDI, 2011).

2. Klasifikasi

Infeksi saluran kemih terdiri atas dua, yaitu ISK bagian atas dan ISK
bagian bawah.

a. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah pada perempuan dapat berupa sistitis dan
Sindrom Uretra Akut (SUA). Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung
kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom uretra akut adalah presentasi
klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan
sistitis abakterialis. Sedangkan ISK bawah pada lakilaki dapat berupa sistitis,
prostatitis, epididimitis, dan uretritis.

b. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas meliputi Pielonefritis Akut dan Pielonefritis
Kronis. Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran
kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronis sering
diikuti pembentukkan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis
kronis yang spesifik.

ISK diklasifikasikan menjadi dua macam (Purnomo, 2012) :

a. Infeksi saluran kemih non komplikata adalah ISK yang terjadi pada orang
dewasa, termasuk episode sporadik, episode sporadik yang didapat dari
komunitas, dalam hal ini sistitis akut dan pielonefritis akut pada individu yang
sehat. Fakor risiko yang mendasari ISK jenis ini adalah faktor risiko yang tidak
diketahui, infeksi berulang dan faktor risiko diluar traktus urogenitalis. ISK ini
banyak diderita oleh wanita tanpa adanya kelainan struktural dan fungsional di
dalam saluran kemih, maupun penyakit ginjal atau faktor lain yang dapat
memperberat penyakit. Pada pria ISK non komplikata hanya terdapat pada sedikit
kasus.
b. Infeksi saluran kemih komplikata adalah sebuah infeksi yang diasosiasikan
dengan suatu kondisi, misalnya abnormalitas struktural atau fungsional saluran
genitourinari atau adanya penyakit dasar yang mengganggu dengan mekanisme
pertahanan diri individu, yang meningkatkan risiko untuk mendapatkan infeksi
atau kegagalan terapi.

3. Etiologi
Mikroorganisme yang sering menyebabkan ISK antara lain Escherichia coli
(merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari pasien dengan infeksi
simtomatik maupun asimtomatik), Proteus sp, Klebsiella sp, Enterobacter sp,
Citrobacter sp. Infeksi yang disebabkan Pseudomonas sp dan mikroorganisme
lainnya seperti Staphylococcus jarang dijumpai kecuali pasca kateterisasi.
Mikroorganisme lain yang kadang-kadang dijumpai sebagai penyebab ISK adalah
Chlamydia dan Mycoplasma.

4. Faktor Risiko

Faktor – faktor yang mempengaruhi infeksi saluran kemih (Kasper, 2005):

a. Jenis kelamin dan aktivitas seksual


Secara anatomi, uretra perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm
dan terletak di dekat anus. Hal ini menjadikannya lebih rentan untuk
terkena kolonisasi bakteri basil gram negatif. Karenanya, perempuan lebih
rentan terkena ISK. Berbeda dengan laki-laki yang struktur uretranya lebih
panjang dan memiliki kelenjar prostat yang sekretnya mampu melawan
bakteri, ISK pun lebih jarang ditemukan. Pada wanita yang aktif seksual,
risiko infeksi juga meningkat. Ketika terjadi koitus, sejumlah besar bakteri
dapat terdorong masuk ke vesika urinaria dan berhubungan dengan onset
sistitis. Semakin tinggi frekuensi berhubungan, makin tinggi risiko sistitis.
Oleh karena itu, dikenal istilah honeymoon cystitis (Sobel, 2005).

Penggunaan spermisida atau kontrasepsi lain seperti diafragma dan


kondom yang diberi spermisida juga dapat meningkatkan risiko infeksi
saluran kemih karena mengganggu keberadaan flora normal introital dan
berhubungan dengan peningkatan kolonisasi E.coli di vagina. Pada lakilaki,
faktor predisposisi bakteriuria adalah obstruksi uretra akibat hipertrofi prostat.
Hal ini menyebabkan terganggunya pengosongan vesika urinaria yang
berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi. Selain itu, laki-laki yang
memiliki riwayat seks anal berisiko lebih tinggi untuk terkena sistitis, karena
sama dengan pada wanita saat melakukan koitus atau hubungan seksual dapat
terjadi introduksi bakteri-bakteri atau agen infeksi ke dalam vesika urinaria.
Tidak dilakukannya sirkumsisi juga menjadi salah satu faktor risiko infeksi
saluran kemih pada laki-laki.

b. Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula. Bakteriuria
meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada usia 80 tahun.
Pada usia tua, seseorang akam mengalami penurunan sistem imun, hal ini
akan memudahkan timbulnya ISK. Wanita yang telah menopause akan
mengalami perubahan lapisan vagina dan penurunan estrogen, hal ini akan
mempermudah timbulnya ISK.

c. Obstruksi
Penyebab obstruksi dapat beraneka ragam diantaranya yaitu tumor, striktur,
batu, dan hipertrofi prostat. Hambatan pada aliran urin dapat menyebabkan
hidronefrosis, pengosongan vesika urinaria yang tidak sempurna, sehingga
meningkatkan risiko ISK.

d. Disfungsi neurogenik vesika urinaria


Gangguan pada inervasi vesika urinaria dapat berhubungan dengan infeksi
saluran kemih. Infeksi dapat diawali akibat penggunaan kateter atau keberadaan
urin di dalam vesika urinaria yang terlalu lama.

e. Vesicoureteral reflux
Refluks urin dari vesika urinaria menuju ureter hingga pelvis renalis terjadi saat
terdapat peningkatan tekanan di dalam vesika urinaria.

Tekanan yang seharusnya menutup akses vesika dan ureter justru menyebabkan
naiknya urin. Adanya hubungan vesika urinaria dan ginjal melalui cairan ini
meningkatkan risiko terjadinya ISK.

f. Faktor virulensi bakteri


Faktor virulensi bakteri mempengaruhi kemungkinan strain tertentu, begitu
dimasukkan ke dalam kandung kemih, akan menyebabkan infeksi traktus
urinarius. Hampir semua strain E.coli yang menyebabkan pielonefritis pada
pasien dengan traktus urinarius normal secara anatomik mempunyai pilus tertentu
yang memperantarai perlekatan pada bagian digaktosida dan glikosfingolipid
yang adadi uroepitel. Strain yang menimbulkan pielonefritis juga biasanya
merupakan penghasil hemolisin, mempunyai aerobaktin dan resisten terhadap
kerja bakterisidal dari serum manusia.

g. Faktor genetik
Faktor genetik turut berperan dalam risiko terkena ISK. Jumlah dan tipe
reseptor pada sel uroepitel tempat menempelnya bakteri ditentukan secara
genetik.

5. Manifestasi Klinik
a. ISK Non Komplikata

1) Sistitis Nonkomplikata
Sistitis adalah infeksi kandung kemih dengan sindroma klinis yang terdiri
dari disuria, frekuensi, urgensi dan kadang adanya nyeri pada suprapubik.

Tanda dan gejala : Gejala iritatif berupa disuria, frekuensi, urgensi,


berkemih dengan jumlah urin yang sedikit, dan kadang disertai nyeri supra
pubis. Sistitis ditandai dengan adanya leukosituria, bakteriuria, nitrit, atau
leukosit esterase positif pada urinalisis. Bila dilakukan pemeriksaan kultur
urin positif.
2) Pielonefritis Nonkomplikata
Pielonefritis akut adalah infeksi akut pada parenkim dan pelvis ginjal
dengan sindroma klinis berupa demam, menggigil dan nyeri pinggang yang
berhubungan dengan bakteriuria.

Tanda dan gejala: Pielonefritis akut ditandai oleh menggigil, demam

(>38oC), nyeri pada daerah pinggang yang diikuti dengan bakteriuria dan

piuria yang merupakan kombinasi dari infeksi bakteri akut pada ginjal.

b. ISK Komplikata

Suatu ISK komplikata diikuti dengan gejala klinis seperti dysuria,


urgensi, frekuensi, nyeri kolik, nyeri sudut kostoverteba, nyeri
suprapubik dan demam. Gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS)
dapat disebabkan oleh ISK tapi juga oleh gangguan urologi lainnya,
seperti misalnya benign prostatic hyperplasia (BPH) atau transurethral
resection of the prostate (TURP). Kondisi medis seperti diabetes
mellitus (10%) dan gagal ginjal seringkali ditemukan dalam sebuah
ISK komplikata.

6. Patofisiologi
Pada individu normal, biasanya urin laki-laki maupun perempuan selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kemihnya. Utero distal merupakan tempat
kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious gram-positive dan gram negative.
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme ascending dari uretra ke dalam
kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai
ginjal. Proses ini, dipermudah refluks vesikoureter (Sudoyo, 2009).
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik,
mungkin akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi
sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Staphylococcus aureus.
Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Staphylococcus aureus) dikenal
Nephritis Lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai
akibat lanjut invasi hematogen (Sukandar, 2006).
7. WOC

8. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan mengenai infeksi saluran kemih (ISK)
(Ikatan Dokter Indonesia, 2011) :

a. Medikamentosa
Penyebab tersering ISK adalah Eschericia colli. Sebelum ada hasil biakan
urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empiric selama 7-10 hari
untuk indikasi infeksi akut.

b. Bedah
Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan.

c. Suportif
Selain pemberian antibiotik, penderita ISK mendapat asupan cairan yang
cukup, perawatan hygiene daerah perineum dan periuretra, serta pencegahan
konstipasi.
d. Pemantauan terapi
Pengobatan fase akut dimulai, gejala ISK umumnya menghilang,
diperkirakan untuk mengganti antibiotik yang lain. Pemeriksaan kultur dan
uji resistensi urin ulang dilakukan 3 hari setelah pengobatan fase akut
dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika
ada ISK berikan antibiotic sesuai hasil uji kepekaan.

e. Pendidikan kesehatan
Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan perineum setelah defekasi dan
berkemih.

9. Pemeriksaan Penunjang

Jenis-jenis pemeriksaan diagnostik pada infeksi saluran kemih (Wong,


2008) :

a. Biopsi ginjal
Pengambilan jaringan ginjal dengan teknik terbuka atau perkutan untuk
pemeriksaan dengan menggunakan pemeriksaan mikroskop cahaya,
elektron, atau immunofluresen

b. Pemeriksaan USG ginjal atau kandung kemih


Transmisi gelombang ultrasonic melalui parenkim ginjal, di sepanjang
saluran ureter dan di daerah kandung kemih.

c. Computed tomography (CT)


Pemeriksaan dengan sinar-X pancaran sempit dan analisis computer
akan menghasilkan rekontruksi area yang tepat.

d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter
penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya
seperti deskripsi warna, berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa,
protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan.
e. Pemeriksaan dipstik
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif
pemeriksaan leukosit dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk
mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan leucocyte esterase
(suatu enzim yang terdapat dalam granul primer netrofil). Sedangkan
untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit (yang
merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate reductase pada
bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasilegatif palsu karena
tidak semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat
atau kadar nitrat dalam urin menurun akibat obat diuretik. Kedua
pemeriksaan ini memiliki angka sensitivitas 60-80% dan spesifisitas 70
– 98 %. Sedangkan nilai positive predictive value kurang dari 80 % dan
negative predictive value mencapai 95%. Akan tetapi pemeriksaan ini
tidak lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik urin
dan kultur urin. Pemeriksaan dipstik digunakan pada kasus skrining
follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil negatif, maka urin
tidak perlu dilakukan kultur.

f. Pemeriksaan mikroskopik urin


Meski konsep ini memperkenalkan mikrobiologi kuantitatif ke dalam
diagnosa penyakit infeksi masih cukup penting, baru-baru ini tampak jelas
bahwa tidak ada hitungan bakteri yang pasti dalam mengindikasikan

adanya bakteriuria yang bisa diterapkan pada semua jenis ISK dan
dalam semua situasi. Berikut interpretasi urin yang secara klinis
termasuk relevan :

1) ≥103 cfu/mL uropatogen dalam sebuah urin sampel tengahdalam


acute unkomplikata cystitis pada wanita
2) ≥104 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU dalam acute
unkomplikata pyelonephritis pada wanita
3) ≥105 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU pada wanita, atau
≥104 cfu/mL uropatogen dalam sebuah MSU pada pria, atau pada
straight catheter urine pada wanita, dalam sebuah komplikata ISK.
4) spesimen pungsi aspirasi suprapubic, hitungan bakteri berapapun
dikatakan bermakna. Bakteriuria asimptomatik didiagnosis jika dua
kultur dari strain bakteri yang sama, diambil dalam rentang waktu ≥
24 jam, menunjukkan bakteriuria ≥105 cfu/mL uropatogen.

10. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan yaitu : gagal ginjal akut, urosepsis, nekrosis
papila ginjal, terbentuknya batu saluran kemih, supurasi atau pembentukan
abses, dan granuloma (Purnomo, 2011).

11. Pencegahan
Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh
manusia. Untuk melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus
pindah dari orang yang telah terkena infeksi kepada orang sehat yang
belum kebal terhadap kuman tersebut. Kuman mempunyai banyak cara
atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena infeksi untuk pindah
dan masuk ke dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat memotong
atau membendung jalan ini, kita dapat mencegah penyakit menular.
Kadang kita dapat mencegah kuman itu masuk maupun keluar tubuh kita.
Kadang kita dapat pula mencegah kuman tersebut pindah ke orang lain
(Irianto & Waluyo, 200
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum, yaitu
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang
meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan terhadap cacat
dan rehabilitasi. Ketiga tingkatan pencegahan tersebut saling berhubungan erat
sehingga dalam pelaksanaannya sering dijumpai keadaan tumpang tindih (Noor,
2006).

Beberapa pencegahan infeksi saluran kemih dan mencegah terulang


kembali, yaitu :

a. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air kecil
merupakan sebab terbesar dari infeksi saluran kemih.

b. Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air kecil


bersihkanlah dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi
kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari rektum.

c. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti bakteri
akan berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.
d. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat
memperlancar sirkulasi udara.
e. Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara,
dan dapat mendorong perkembangbiakan bakteri.
f. Minum air yang banyak.
g. Gunakan air yang mengalir untuk membersihkan diri selesai berkemih.
h. Buang air kecil sesudah berhubungan, hal ini membantu menghindari
saluran urin dari bakteri.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembangbiaknya

mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal urine tidak

mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Pendidikan kesehatan tentang

Infeksi Saluran Kemih bertujuan untuk mengubah perilaku individu/masyarakat

dibidang kesehatan, selain itu menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai

dimasyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri atau kelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat dan mendorong

pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.

B. Saran
Makalah ini menjelaskan pendidikan kesehatan tentang Infeksi Saluran Kemih,
namun penulis menyadari banyaknya kekurangan dari makalah ini. Bagi penulis
selanjutnya yang mungkin menjadikan makalah ini sebagai acuan dalam pembuatan
makalah ISK, disarankan untuk mencari referensi yang lebih banyak, sehingga materi
yang disampaikan lebih akurat dan bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, S.L., & Shortliffe, L.D. 2006. Pediatric Urinary Track Infections, Departement of
Urology Stanford University School Medicine, Stanford, USA, 379-400.
Coyle, E. A., Prince, R. A,.2005.Urinary Tract Infection, in Dipiro J.T., et al,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 6th, Appleton&Lange, Stamford.
Departemen Kesehatan RI. 2014. Waspada Infeksi Saluran Kemih. Diakses pada
http://www.depkes.go.id pada tanggal 02 Mei 2018 pikul 14.45
Foxman, B. 2002. Epidemiology of Urinary Tract Infections: Incidence, Morbidity, and
Economic Costs, Department of Epidemiology, University of Michigan School of
Public Health, Ann Arbor, Michigan, USA.
Purnomo. 2003. Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition. Jakarta: CV Sagung Seto.
Tjay, H. & Rahardja, K., 2007. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek- Efek
Sampingnya Edisi VI. Jakarta: PT. Gramedia
World Health Organization (WHO). 2013. Kesehatan Reproduksi Wanita Infeksi Saluran
kemih (ISK). Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo., Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid I. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Sukandar, Enday. 2006. Infeksi Saluran Kemih Dalam : Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.p: 564-568
Alam, S., & Hadibroto, I. 2008. Gagal Ginjal. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Ilmiah,
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W.A.,
et al. 2013. Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs,
10th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Pennsylvania, United States of America.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi ketiga). Jakarta: EGC.
Moeljono, F.L., Ramatillah D.L., Eff, A.R., 2014, Treatment of the Chronic Kidney Disease
(CKD) Patient in the PGI Hospital Cikini Jakarta, International Journal of Pharmacy
Teaching & Practices, 5;1105-1111.
Murphree, D.D. & Thelen, S.M., 2010. Chronic Kidney Disease in Primary Care.
Journal of the American Board of Family Medicine, Vol. 23 No. 4.
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika.
NKF (National Kidney Fondation). 2013. Diabetes and Chronic Kidney Disease Stage 1-4,
National Kidney Fondation. Inc, New York.
Schwinghammer, T.L., 2012a, Dyslipidemia, dalam Wells, B.G., Dipiro, J.T.,
Schwinghammer, T.L., DiPiro, C.V., Pharmacotherapy Handbook, 8th edition, 356-
413, McGraw-Hill, New York.
Smeltzer, Suzanne & Bare, Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah “Brunner
& Suddarth”. Ed.8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai