Oleh :
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN S1 NERS
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ISK adalah infeksi yang paling umum dialami oleh manusia setelah infeksi
pernapasan dan infeksi gastrointestinal dan juga merupakan penyebab paling umum kedua
pada infeksi nosokomial bagi pasien yang dirawat di rumah sakit. Untuk manajemen yang
lebih baik wajib untuk mengetahui kemungkinan terjadinya infeksi, apakah infeksi
termasuk infeksi dengan komplikasi atau tanpa komplikasi (Najar, 2009).
Menurut WHO dalam Safitri (2013), Infeksi saluran kemih (ISK) adalah penyakit
infeksi yang kedua tersering pada tubuh sesudah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak
8,3 juta kasus dilaporkan per tahun. Infeksi ini juga lebih sering dijumpai pada wanita dari
pada laki-laki. Indonesia merupakan negara berpenduduk ke empat terbesar dunia setelah
Cina, India dan Amerika Serikat. Separuh dari semua wanita dapat mengalami 1 kali
infeksi saluran kemih selama hidupnya (Foxman, 2002). Uretra wanita yang pendek
mengakibatkan kandung kemih mudah dicapai oleh kuman-kuman dari dubur (Tjay dan
Rahardja, 2007). Bila ISK tidak segera diatasi dengan tepat, bisa semakin parah dan terjadi
kerusakan ginjal yang tidak pulih (Chang dan Shortliffe, 2006).
Infeksi saluran kemih di masyarakat makin meningkat seiring meningkatnya usia.
Berdasarkan survey dirumah sakit Amerika Serikat kematian yang timbul dari Infeksi
Saluran Kemih diperkirakan lebih dari 13000 (2,3 % angka. kematian). Pada usia muda
kurang dari 40 tahun mempunyai prevalensi 3,2% sedangkan diatas 65 tahun angka infeksi
saluran kemih sebesar 20% (Sochilin, 2013). Sementara itu Penduduk Indonesia yang
menderita Infeksi Saluran Kemih diperkirakan sebanyak 222 juta jiwa. Infeksi saluran
kemih di Indonesia prevalensinya masih cukup tinggi. Menurut perkiraan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, jumlah penderita ISK di Indonesia adalah 90-100 kasus
per 100.000 penduduk pertahun nya atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun (Depkes RI,
2014).
Bakteri yang menyebabkan ISK biasanya berasal dari flora usus. Penyebab paling
umum dari ISK tanpa komplikasi adalah Escherichia coli, yang mewakili 85% dari infeksi
yang didapat dimasyarakat. Mikroorganisme penyebab infeksi lain termasuk
Staphylococcus saprophyticus 5-15%, Klebsiella pneumoniae, Proteus sp, Pseudomonas
aeruginosa, dan Enterococcus sp 5-10% (Coyle & Prince, 2008).
Dalam beberapa tahun terakhir, resistensi bakteri telah menjadi masalah yang
besar pada ISK. Di antara 533 anak yang diidentifikasi dengan ISK, mayoritas adalah 92%
perempuan, 60% laki-laki. Dari kultur urin ditemukan isolasi organisme gram negatif yang
80% nya adalah E coli. Tingkat ketahanan E coli terhadap pemberian antibiotika berbeda-
beda, seperti 46% untuk ampisilin, 15% untuk trimetoprim-sulfametoksazol, 17% untuk
amoksisilin-klavulanat, 7% untuk sefalosporin generasi pertama, dan 1% untuk
sefalosporin generasi ketiga (Paschke el al, 2010).
Infeksi saluran kemih disebabkan invasi mikroorganisme ascending dari uretra ke
dalam kandung kemih. Invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal dipermudah dengan
refluks vesikoureter. Pada wanita, mula-mula kuman dari anal berkoloni di vulva
kemudian masuk ke kandung kemih melalui uretra yang pendek secara spontan atau
mekanik akibat hubungan seksual dan perubahan pH dan flora vulva dalam siklus
menstruasi (Liza, 2006).
Proses berkemih merupakan proses pembersihan bakteri dari kandung kemih,
sehingga kebiasaan menahan kencing atau berkemih yang tidak sempurna akan
meningkatkan risiko untuk terjadinya infeksi. Refluks vesikoureter (RVU) dan kelainan
anatomi adalah gangguan pada vesika urinaria yang paling sering menyebabkan sulitnya
pengeluaran urin dari kantung kemih (Lumbanbatu, 2003). Ketika urin sulit keluar dari
kantung kemih, terjadi kolonisasi mikroorganisme dan memasuki saluran kemih bagian
atas secara ascending dan merusak epitel saluran kemih sebagai host. Hal ini disebabkan
karena pertahanan tubuh dari host yang menurun dan virulensi agen meningkat (Purnomo,
2003).
Data statistik menyebutkan 20-30% perempuan akan mengalami infeksi saluran
kemih berulang pada suatu waktu dalam hidup mereka, sedangkan pada laki-laki hal
tersebut sering terjadi terjadi setelah usia 50 tahun keatas (Kayser, 2005). Pada masa
neonatus, infeksi saluran kemih lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki (2,7%) yang
tidak menjalani sirkumsisi dari pada bayi perempuan (0,7%), sedangkan pada masa anak-
anak hal tersebut terbalik dengan ditemukannya angka kejadian sebesar 3% pada anak
perempuan dan 1% pada anak laki-laki. Insiden infeksi saluran kemih ini pada usia remaja
anak perempuan meningkat 3,3% sampai 5,8% (Purnomo, 2009). Berdasarkan data
tersebut menunjukkan tingginya angka kejadian ISK pada remaja, maka tujuan dilakukan
pendidikan kesehatan ini adalah untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan remaja tentang
Infeksi Saluran Kemih di SMK Dr. Soetomo Surabaya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
2. Menjelaskan klasifikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
3. Menjelaskan faktor penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
4. Menjelaskan faktor risiko terjadinya Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
5. Menjelaskan tanda dan gejala Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
6. Menjelaskan patofisiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
7. Menjelaskan penatalaksanaan pada Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
9. Menjelaskan komplikasi Infeksi Salurang Kemih (ISK)?
10. Menjelaskan pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK)?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal urine tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. ISK merupakan suatu infeksi
yang melibatkan ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra. Infeksi saluran kemih
dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dari semua umur. Angka
kejadiannya lebih tinggi pada perempuan dibandingan laki-laki (Sudoyo Aru, dkk.
2009).
unit koloni per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) pagi hari,
digunakan sebagai batasan diagnosa ISK (IDI, 2011).
2. Klasifikasi
Infeksi saluran kemih terdiri atas dua, yaitu ISK bagian atas dan ISK
bagian bawah.
a. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah pada perempuan dapat berupa sistitis dan
Sindrom Uretra Akut (SUA). Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung
kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom uretra akut adalah presentasi
klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan
sistitis abakterialis. Sedangkan ISK bawah pada lakilaki dapat berupa sistitis,
prostatitis, epididimitis, dan uretritis.
b. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas meliputi Pielonefritis Akut dan Pielonefritis
Kronis. Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran
kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronis sering
diikuti pembentukkan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis
kronis yang spesifik.
a. Infeksi saluran kemih non komplikata adalah ISK yang terjadi pada orang
dewasa, termasuk episode sporadik, episode sporadik yang didapat dari
komunitas, dalam hal ini sistitis akut dan pielonefritis akut pada individu yang
sehat. Fakor risiko yang mendasari ISK jenis ini adalah faktor risiko yang tidak
diketahui, infeksi berulang dan faktor risiko diluar traktus urogenitalis. ISK ini
banyak diderita oleh wanita tanpa adanya kelainan struktural dan fungsional di
dalam saluran kemih, maupun penyakit ginjal atau faktor lain yang dapat
memperberat penyakit. Pada pria ISK non komplikata hanya terdapat pada sedikit
kasus.
b. Infeksi saluran kemih komplikata adalah sebuah infeksi yang diasosiasikan
dengan suatu kondisi, misalnya abnormalitas struktural atau fungsional saluran
genitourinari atau adanya penyakit dasar yang mengganggu dengan mekanisme
pertahanan diri individu, yang meningkatkan risiko untuk mendapatkan infeksi
atau kegagalan terapi.
3. Etiologi
Mikroorganisme yang sering menyebabkan ISK antara lain Escherichia coli
(merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari pasien dengan infeksi
simtomatik maupun asimtomatik), Proteus sp, Klebsiella sp, Enterobacter sp,
Citrobacter sp. Infeksi yang disebabkan Pseudomonas sp dan mikroorganisme
lainnya seperti Staphylococcus jarang dijumpai kecuali pasca kateterisasi.
Mikroorganisme lain yang kadang-kadang dijumpai sebagai penyebab ISK adalah
Chlamydia dan Mycoplasma.
4. Faktor Risiko
b. Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula. Bakteriuria
meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada usia 80 tahun.
Pada usia tua, seseorang akam mengalami penurunan sistem imun, hal ini
akan memudahkan timbulnya ISK. Wanita yang telah menopause akan
mengalami perubahan lapisan vagina dan penurunan estrogen, hal ini akan
mempermudah timbulnya ISK.
c. Obstruksi
Penyebab obstruksi dapat beraneka ragam diantaranya yaitu tumor, striktur,
batu, dan hipertrofi prostat. Hambatan pada aliran urin dapat menyebabkan
hidronefrosis, pengosongan vesika urinaria yang tidak sempurna, sehingga
meningkatkan risiko ISK.
e. Vesicoureteral reflux
Refluks urin dari vesika urinaria menuju ureter hingga pelvis renalis terjadi saat
terdapat peningkatan tekanan di dalam vesika urinaria.
Tekanan yang seharusnya menutup akses vesika dan ureter justru menyebabkan
naiknya urin. Adanya hubungan vesika urinaria dan ginjal melalui cairan ini
meningkatkan risiko terjadinya ISK.
g. Faktor genetik
Faktor genetik turut berperan dalam risiko terkena ISK. Jumlah dan tipe
reseptor pada sel uroepitel tempat menempelnya bakteri ditentukan secara
genetik.
5. Manifestasi Klinik
a. ISK Non Komplikata
1) Sistitis Nonkomplikata
Sistitis adalah infeksi kandung kemih dengan sindroma klinis yang terdiri
dari disuria, frekuensi, urgensi dan kadang adanya nyeri pada suprapubik.
(>38oC), nyeri pada daerah pinggang yang diikuti dengan bakteriuria dan
piuria yang merupakan kombinasi dari infeksi bakteri akut pada ginjal.
b. ISK Komplikata
6. Patofisiologi
Pada individu normal, biasanya urin laki-laki maupun perempuan selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kemihnya. Utero distal merupakan tempat
kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious gram-positive dan gram negative.
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme ascending dari uretra ke dalam
kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai
ginjal. Proses ini, dipermudah refluks vesikoureter (Sudoyo, 2009).
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik,
mungkin akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi
sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Staphylococcus aureus.
Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Staphylococcus aureus) dikenal
Nephritis Lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai
akibat lanjut invasi hematogen (Sukandar, 2006).
7. WOC
8. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan mengenai infeksi saluran kemih (ISK)
(Ikatan Dokter Indonesia, 2011) :
a. Medikamentosa
Penyebab tersering ISK adalah Eschericia colli. Sebelum ada hasil biakan
urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empiric selama 7-10 hari
untuk indikasi infeksi akut.
b. Bedah
Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan.
c. Suportif
Selain pemberian antibiotik, penderita ISK mendapat asupan cairan yang
cukup, perawatan hygiene daerah perineum dan periuretra, serta pencegahan
konstipasi.
d. Pemantauan terapi
Pengobatan fase akut dimulai, gejala ISK umumnya menghilang,
diperkirakan untuk mengganti antibiotik yang lain. Pemeriksaan kultur dan
uji resistensi urin ulang dilakukan 3 hari setelah pengobatan fase akut
dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika
ada ISK berikan antibiotic sesuai hasil uji kepekaan.
e. Pendidikan kesehatan
Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan perineum setelah defekasi dan
berkemih.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi ginjal
Pengambilan jaringan ginjal dengan teknik terbuka atau perkutan untuk
pemeriksaan dengan menggunakan pemeriksaan mikroskop cahaya,
elektron, atau immunofluresen
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter
penting ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya
seperti deskripsi warna, berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa,
protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan.
e. Pemeriksaan dipstik
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif
pemeriksaan leukosit dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk
mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan leucocyte esterase
(suatu enzim yang terdapat dalam granul primer netrofil). Sedangkan
untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit (yang
merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate reductase pada
bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasilegatif palsu karena
tidak semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat
atau kadar nitrat dalam urin menurun akibat obat diuretik. Kedua
pemeriksaan ini memiliki angka sensitivitas 60-80% dan spesifisitas 70
– 98 %. Sedangkan nilai positive predictive value kurang dari 80 % dan
negative predictive value mencapai 95%. Akan tetapi pemeriksaan ini
tidak lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik urin
dan kultur urin. Pemeriksaan dipstik digunakan pada kasus skrining
follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil negatif, maka urin
tidak perlu dilakukan kultur.
adanya bakteriuria yang bisa diterapkan pada semua jenis ISK dan
dalam semua situasi. Berikut interpretasi urin yang secara klinis
termasuk relevan :
10. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan yaitu : gagal ginjal akut, urosepsis, nekrosis
papila ginjal, terbentuknya batu saluran kemih, supurasi atau pembentukan
abses, dan granuloma (Purnomo, 2011).
11. Pencegahan
Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh
manusia. Untuk melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus
pindah dari orang yang telah terkena infeksi kepada orang sehat yang
belum kebal terhadap kuman tersebut. Kuman mempunyai banyak cara
atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena infeksi untuk pindah
dan masuk ke dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat memotong
atau membendung jalan ini, kita dapat mencegah penyakit menular.
Kadang kita dapat mencegah kuman itu masuk maupun keluar tubuh kita.
Kadang kita dapat pula mencegah kuman tersebut pindah ke orang lain
(Irianto & Waluyo, 200
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum, yaitu
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang
meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan terhadap cacat
dan rehabilitasi. Ketiga tingkatan pencegahan tersebut saling berhubungan erat
sehingga dalam pelaksanaannya sering dijumpai keadaan tumpang tindih (Noor,
2006).
a. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air kecil
merupakan sebab terbesar dari infeksi saluran kemih.
c. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti bakteri
akan berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.
d. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat
memperlancar sirkulasi udara.
e. Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara,
dan dapat mendorong perkembangbiakan bakteri.
f. Minum air yang banyak.
g. Gunakan air yang mengalir untuk membersihkan diri selesai berkemih.
h. Buang air kecil sesudah berhubungan, hal ini membantu menghindari
saluran urin dari bakteri.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal urine tidak
dibidang kesehatan, selain itu menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai
pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.
B. Saran
Makalah ini menjelaskan pendidikan kesehatan tentang Infeksi Saluran Kemih,
namun penulis menyadari banyaknya kekurangan dari makalah ini. Bagi penulis
selanjutnya yang mungkin menjadikan makalah ini sebagai acuan dalam pembuatan
makalah ISK, disarankan untuk mencari referensi yang lebih banyak, sehingga materi
yang disampaikan lebih akurat dan bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, S.L., & Shortliffe, L.D. 2006. Pediatric Urinary Track Infections, Departement of
Urology Stanford University School Medicine, Stanford, USA, 379-400.
Coyle, E. A., Prince, R. A,.2005.Urinary Tract Infection, in Dipiro J.T., et al,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 6th, Appleton&Lange, Stamford.
Departemen Kesehatan RI. 2014. Waspada Infeksi Saluran Kemih. Diakses pada
http://www.depkes.go.id pada tanggal 02 Mei 2018 pikul 14.45
Foxman, B. 2002. Epidemiology of Urinary Tract Infections: Incidence, Morbidity, and
Economic Costs, Department of Epidemiology, University of Michigan School of
Public Health, Ann Arbor, Michigan, USA.
Purnomo. 2003. Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition. Jakarta: CV Sagung Seto.
Tjay, H. & Rahardja, K., 2007. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek- Efek
Sampingnya Edisi VI. Jakarta: PT. Gramedia
World Health Organization (WHO). 2013. Kesehatan Reproduksi Wanita Infeksi Saluran
kemih (ISK). Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo., Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid I. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Sukandar, Enday. 2006. Infeksi Saluran Kemih Dalam : Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.p: 564-568
Alam, S., & Hadibroto, I. 2008. Gagal Ginjal. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Ilmiah,
Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W.A.,
et al. 2013. Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs,
10th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Pennsylvania, United States of America.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien (edisi ketiga). Jakarta: EGC.
Moeljono, F.L., Ramatillah D.L., Eff, A.R., 2014, Treatment of the Chronic Kidney Disease
(CKD) Patient in the PGI Hospital Cikini Jakarta, International Journal of Pharmacy
Teaching & Practices, 5;1105-1111.
Murphree, D.D. & Thelen, S.M., 2010. Chronic Kidney Disease in Primary Care.
Journal of the American Board of Family Medicine, Vol. 23 No. 4.
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika.
NKF (National Kidney Fondation). 2013. Diabetes and Chronic Kidney Disease Stage 1-4,
National Kidney Fondation. Inc, New York.
Schwinghammer, T.L., 2012a, Dyslipidemia, dalam Wells, B.G., Dipiro, J.T.,
Schwinghammer, T.L., DiPiro, C.V., Pharmacotherapy Handbook, 8th edition, 356-
413, McGraw-Hill, New York.
Smeltzer, Suzanne & Bare, Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah “Brunner
& Suddarth”. Ed.8. Jakarta: EGC