DIARE
DOKTER PEMBIMBING :
Dr. Syaifun Niam, SpPD
DISUSUN OLEH :
Ayu Windyaningrum
406127035
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
: Ayu Windyaningrum
NIM
: 406127035
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
Tingkat
Bidang Pendidikan
Judul referat
: Diare
Diajukan
: April 2014
Pembimbing
Mengetahui:
Pembimbing,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gastroenteritis
(diare)
hingga
kini
merupakan
salah
satu
Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan salah satu masalah
kesehatan utama dari masyarakat di Indonesia. Dari daftar penyebab kunjungan
Poliklinik Rumah Sakit/Puskesmas/Balai pengobatan, hampir selalu termasuk
dalam kelompok 3 penyebab kunjungan ke sarana kesehatan tersebut. 5
Hipocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak
normal dan cair. Di FK UI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare apabila frekuensi buang air besar lebih dari
4 kali, sedangkan bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak apabila frekuensi
lebih dari 3 kali.1,2
Batasan dari diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali sehari
dengan konsistensi lebih encer atau cair dari biasanya, dapat atau tidak disertai
dengan lendir atau darah yang timbul mendadak dan berlangsung tidak lebih
dari 2 minggu. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai
dengan 14 hari atau lebih.
2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIARE KRONIK
1. DEFINISI
Menurut WHO, diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dibagi atas:
-
Diare kronik (diare yang berkelanjutan) diare yang berlangsung lebih dari 14
hari dan disebabkan oleh infeksi
Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan tidak disebabkan oleh infeksi
5
2. ETIOLOGI
Faktor-faktor etiologi diare persisten menurut PRITECH/WHO adalah :
1. Infeksi
Kuman penyebab yang khusus
a. Kelompok yang lebih sering ditemukan pada diare kronik dari pada diare akut.
Enteroadherent E. Coli
Cryptosporidium
Enteropathogenic E. Coli
b. Kelompok yang sering dijumpai dengan frekuensi sama antara diare kronik dan diare
akut.
Shigella
Nontyphoid Salmonella
Campylobacter jejuni
5
Enterotoxigenic E. Coli
Giardia lamblia
Entamuba histolytica
Clostridium lamblia
2. Faktor host
Gizi buruk: Atrofi mukosa usus, regenerasi epitel usus berkurang, pembentukan
-
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada bayi dan anak-anak 3.
Infeksi baik itu oleh virus, bakteri dan parasit merupakan penyebab diare
tersering. Virus, terutama Rotavirus merupakan penyebab utama (70-80 %)
diare infeksi pada anak2.3.4.5,6, virus lainnya adalah virus Norwalk, Astrovirus,
Calcivirus, Coronavirus dan Minirotavirus, sedangkan sekitar 10-20 % adalah
bakteri. Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tersebut adalah
Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium
defficile, Clostridium perfringens, E.coli, Plesiomonas, Shigeloides, Salmonella
spp, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica dan
kurang dari 10% adalah parasit. Parasit yang dapat menyebabkan penyakit
adalah
Balantidium
coli,
Capillaria
philippinensis,
Cryptosporidium,
3. FAKTOR RESIKO
1.
2.
3.
Dilahirkan premature.
4.
Umur kurang dari 18 bulan, umumnya usia 6-11 bulan. Hal ini disebabkan
oleh antibodi ibu yang sudah menurun, kekebalan aktif bayi kurang, bayi
mulai terpajan pada lingkungan sekitar.
5.
Imunitas kurang pada anak dengan gizi buruk, terinfeksi virus seperti
campak atau AIDS.
6.
7.
8.
4. EPIDEMIOLOGI
Pada umumnya, diare pada sebagian besar kasus akan sembuh dalam satu minggu.
Walaupun demikian, pada sebagian kasus diare kronik, proses penyembuhan akan gagal
dan akan menetap lebih dari 2 minggu. Suatu badan peneliti epidemiologis menyimpulkan
bahwa kejadian diare kronik banyak terjadi di negara yang merupakan endemik penyakit
infeksi kronis seperti infeksi HIV, yang menyebabkan enteropati kronik 5
Diare kronik merupakan penyebab penting kematian pada anak di negara
berkembang. Hal tersebut karena diare yang berhubungan dengan diare kronik
semakin meningkat pada pertengahan tahun 1980-an. Organisasi Kesehatan Dunia
mengakui bahwa usaha untuk mengendalikan diare persisten belumlah cukup.
Beberapa studi sejak itu telah dilakukan untuk dapat merumuskan strategi
penatalaksanaan dan pengendalian diare kronik. Sekitar 10 15 % episode diare
akut akan menjadi diare kronik yang sering menyebabkan status gizi memburuk
dan meningkatkan kematian.
Diare kronik menyebabkan 30 50 % dari semua kematian karena
diare di negara berkembang. Dari 8 studi komunitas di Asia dan Amerika
Latin di dapati persentase diare kronik antara 3 sampai 23% dari seluruh
kasus diare. Pada 7 studi lainnya insiden diare kronik sangat bervariasi. Di
India insiden diare kronik per tahun sekitar 7 kasus tiap 100 anak yang
berumur 4 tahun atau kurang dan 150 kasus di Brazil. Pada seluruh studi
insiden
tertinggi
pada
anak
dibawah
tahun.
WHO
dan
UNICEF
memperkirakan pada tahun 1991 diare persisten terjadi 10% dari episode
diare dengan kematian sebanyak 35% pada anak di bawah 5 tahun 1,6. Studi
di Banglades, India, Peru dan Brazil mendapatkan kematian sekitar 45% atau
30-50% kematian dari diare persisten.
5. KLASIFIKASI
A. Watery stools atau tinja berair
1. Gastroenteropati alergi
- Alergi protein susu sapi
- Alergi protein kedelai
2. a. Defisiensi disakaridase
- Defisiensi laktase sering sekunder
- Defisiensi Sukrase isomaltase
b. Malabsorpsi glukosa galaktosa
3. Defek imun primer
4. Infeksi usus oleh virus, bakteri, dan parasit (Giardia)
5. CSBS (Contaminated small bowel syndrome)
- Obstruksi usus, malrotasi, short bowel syndrome, dan sebagainya.
- Penyakit Hirschsprung, enterokolitis
6.
Persisten
postenteriting
diarrhea
dengan
atau
tanpa
intoleransi karbohidrat.
7. Diare sehubungan dengan penyakit endokrin
- Hyperparathyroidism
- Insufiensi adrenal
- Diabetes mellitus
8. Diare sehubungan dengan tumor
- Karsinoma medula tiroid
- Ganglioneuroma
- Zollinger - Ellison syndrome
9. Malabsorpsi asam empedu - cholerrhoic diarrhea
6. PATOFISIOLOGI
Mekanisme diare kronik bergantung kepada penyakit dasarnya. Sering
yang menyebabkan lebih dari satu macam sehingga efeknya merupakan
kombinasi dari penyebab-penyebab tersebut. Mekanisme patofisiologi diare
kronik dapat sebagai :
a. Diare osmotik
b. Diare sekretorik
c. Bakteri tumbuh lampau, malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi
lemak
d. Defek sistem pertukaran anion
e. Kerusakan mukosa
f. Motilitas dan transit abnormal
g. Sindrom diare intraktabel
h. Mekanisme-mekanisme lain 4
1. Diare osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare. 4,7
2. Diare sekretorik
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul
diare karena peningkatan isi lumen usus.
10
colonic
11
dimana
dekonjugasi
bakteri
menginduksi
pembentukan
diarrheogenic dihydroxy bile acids atau yang disebut juga oleh beberapa
penulis dengan cholerrhoeic diarrhoea.4
4. Tidak adanya mekanisme absorpsi ion secara aktif yang biasanya
terdapat dalam keadaan normal
Contoh klasik ialah penyakit congenital chloridorrhea. Pada penyakit
ini, penderita tidak mampu mengabsorpsi klorida secara aktif karena
defek pada sistem penukaran anion ileum. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya absorpsi cairan, asidifikasi isi lumen usus dan konsentrasi
klorida tinggi dalam cairan tidak terabsorpsi yang tinggal dalam lumen
ileum dan kolon. Konsentrasi klorida tinja jauh melebihi kombinasi
konsentrasi natrium dan kalium.
5. Kerusakan mukosa
Berkurangnya
mukosa
dapat
permukaan
mengakibatkan
mukosa
atau
terganggunya
kerusakan
permukaan
permeabilitas
air dan
tumbuh
lampau,
sedangkan
kenaikan
motilitas
akan
12
bayi
dengan
severe,
protracted
diarrhoea
akan
gastroenteropati
7. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran yang tampak pada dasarnya merupakan akibat dari diare itu sendiri (akut
maupun kronis) akan terjadi yakni :
a.
Dehidrasi
b.
c.
d.
Hipoglikemi
e.
5,8,9
13
8. DIAGNOSIS
1. Riwayat penyakit
Penting untuk menilai anak dengan diare kronik. Perlu ditanyakan pada
penderita : saat mulainya diare serta adanya gejala ekstraintestinal seperti
infeksi saluran pernafasan bagian atas. Adanya gejala gejala lain utama yang
dapat menduga diagnosis seperti tinja yang abnormal dan failure to thrive sejak
lahir (cystic fibrosis), terjadinya diare sesudah diberikan susu, buah buahan
(defisiensi sukrase-isomaltase), hubungan dengan serangan sakit perut dan
muntah (malrotasi), diare sesudah gangguan emosi atau kecemasan (irritable
colon syndrome). Tentang tinja hendaknya diperinci frekuensi, penampakan,
konsistensi dan adanya darah atau lendir. Khusus tentang bau dan floating,
walaupun nilainya terbatas, perlu ditanyakan. Riwayat diet yang terperinci sangat
penting. Riwayat diare yang profus sesudah pengobatan antibiotik memberi
dugaan adanya enterokolitis pseudomembranosa.
2. Pemeriksaan fisik
Perlu dicatat pada standard anthropometric chart. Perhatian khusus perlu
diberikan pada keadaan umum pasien, status hidrasi, gejala kehilangan berat
badan (wasting of buttocks and shoulder girdle, wrinkling of thighs), pemeriksaan
abdomen (distensi, nyeri, hepatosplenomegali, thickened bowel loops, bunyi
usus), ekskoriasi pantat, finger clubbing, edema perifer dan manifestasi kulit.
Pemeriksaan anorektal adalah penting pada anak dengan diare. Rectal toucher
perlu dilakukan, bila terdapat tinja berdarah.
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Tinja : Nampaknya, konsistensi dan lain-lain, pH dan clinitest setiap hari
dengan cara bedside diagnosis, pemeriksaan tinja untuk fat globules,
leukosit
dan
reducing
substances,
pewarnaan
Gram,
biakan
dan
14
reducing
substance
dan
diperlukan
acid
hydrolisis
sebelum
tinja
mengandung
sel-sel
mononuklear.
Kolitis
ulseratif
selalu
15
alopesia
serta
kadar
Zn
serum
rendah
mendukung
diagnosis
antibiotik
memerlukan
kolonoskopi
atau
sigmoidoskopi
untuk
menstimulasi
motilitas.
Di
samping
itu,
proliferasi
bakteri
akan
Tubuh sebagian besar mengandung air dan elektrolit. Total cairan tubuh per kilogram
berat badan paling tinggi di bayi baru lahir yaitu 80 ml/kgBB pada bayi cukup bulan dan 90
ml/kgBB di bayi premature dan pada usia 1 jumlah total cairan tubuh menjadi 65 ml/kgBB.
Cairan tubuh terbagi menjadi larutan intraseluler (CIS) dan larutan ekstraseluler (CES)
jumlah CIS sebanyak 30%-40% dari berat badan. Pada keadaan hidrasi normal jumlah CES
pada anak adalah 20-25% yang terbagi dalam larutan plasma 5% berat badan, larutan
interstisiel 15% berat badan dan larutan transelluler 1-3% berat badan yang terdiri dari larutan
saluran gastrointestinal dan larutan serebrospinal, intraocular, pleural, peritoneal dan larutan
sinovial. Cairan dapat berpindah-pindah secara bebas sampai terjadi keseimbangan sehingga
konsentrasi zat-zat terlarut dalam nilai osomalaritas di kedua kompartemen utama
dipertahankan sama.
Air tubuh total maksimal pada saat lahir, kemudian berkurang secara
progresif dengan bertambahnya umur. Air tubuh total pada laki-laki lebih banyak
daripada perempuan dan pada orang kurus (650 ml/kg BB) lebih banyak daripada
yang gemuk (300-400 ml/kg BB).
Distribusi cairan di dalam kompartemen diatur oleh osmosalitas, distribusi
Natrium dan distribusi koloid terutama albumin. Osmosalitas dikontrol oleh intake
cairan dan regulasi ekskresi air oleh ginjal.
Ada 2 jenis bahan yang terlarut didalam cairan tubuh, yaitu :
a. Elektrolit
Elektrolit adalah molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listrik yaitu kation
dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/I cairan. Tiap kompartemen mempunyai
komposisi elektrolit tersendiri (tabel 2). Komposisi elektrolit plasma dan interstisial
hampir sama, kecuali didalam interstisial tidak mengandung protein.
Tabel 1. Komposisi Elektrolit dan Berbagai Cairan Tubuh (mEq)
Plasm
Na
142
K
1
Mg
3
Ca
5
Cl
103
HCO2
25
HPO2
SO4
Protein
16
a
d
a
r
a
17
h
Cairan interstisial 145
Cairan intraselular
10
115
30
160
35
160
140
55
b. Non elektrolit
Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi partikel-partikel,
terdiri dari dekstrosa, ureum dan kreatinin.
Tabel 2. Zat-zat yang menimbulkan Tekanan Osmotik di dalam Cairan
Ekstrasel dan Intrasel
Plasma
Interstisial
Intrasel
(mOsmol/L
(mOsmol/L
(mOsmol/L
H2O)
H2O)
H2O)
Na+
144
137
10
K+
4,7
141
2,5
2,4
1,5
1,4
31
Cl
107
112,7
HCO3
27
28,3
10
HPO4, H2PO4
11
SO4
0,5
0,5
Ca
Mg
++
Fosfokreatin
45
Karnosin
14
Asam amino
Kreatin
0,2
0,2
Laktat
1,2
1,2
1,5
Adenosin
tripospat
Heksosa
3,7
5,6
5,6
monopospa
1,2
0,2
Glukosa
303,7
302,2
302,2
Protein
282,6
281,3
281,3
5453
5430
5430
Ureum
Total mOsmol
Kegiatan
osmol
yang
18
dikoreksi
(mOSmol)
P Osmotik total
pada t
37C (mmHg)
Saat volume CES berkurang, makula densa akan melepaskan renin yang
berperan dalam pembentukan angiotensin I. Dengan converting enzim
angiotensi I diubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor
kuat, menstimulasi kortek adrenal untuk mengeluarkan aldosteron, yang
mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat.
b. Pengaturan non osmoler
Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang
juga akan mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi
hipovolemia, reflek intratorak, reflekreseptor presor ekstratorak dan
respon iskemik pusat akan mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan
sistem nervus simpatis.
2. Pertukaran larutan dalam kapiler dan jaringan interstisial
19
Pada orang dewasa, bayi dan anak kebutuhan air dan elektrolit setiap hari
adalah sebagai berikut :2
a. Dewasa
1. Air 30-35 ml/kg
2. Setiap kenaikan suhu 1C ditambah 10-15%
3. K+ : 1 mEq/kb/BB (60 mEq/hari = 4,5 g)
4. Na+ : 1,5 2 mEq/kgBB (100 mEq/hari = 5,9 g)
b. Pada anak sesuai berat badan
1. 0-10 kg : 100 ml/kgBB
2. 10-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg
3. < 20 kg : 1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg
4. K+ : 2 mEq/kg (2-3 mEq/kg)
5. Na+: 2 mEq/kg (3-4 mEq/kg)
Menurut dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis
yaitu:
a. Pengobatan Cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus
diperhatikan jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan hal-hal sebagai berikut:
1) jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous
Water Losses) ditambah dengan,
2) banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal
Water Losses) ditambah dengan,
3) banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung CWL (Concomitant water losses).
Ada 2 jenis pengobatan cairan yaitu:
1.
baik
yang
diberikan
secara
oral
(diminumkan)
maupun
Dehidrasi Ringan-Sedang
Pada keadaan dehidrasi ringan-sedang, pasien terlihat gelisah, sangat haus,
dan buang air kecil mulai berkurang. Mata agak cekung, tidak ada air mata, turgor
(kekenyalan kulit) menurun, dan mulut kering. Rehidrasi dilaksanakan dengan
memberikan CRO.
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit.
Makanan tidak perlu dibatasi, karena meneruskan pemberian makanan (early
feeding) akan mempercepat penyembuhan. Bila disertai muntah, CRO dapat
diberikan secara bertahap; dengan peningkatan jumlah sesuai dengan kemajuan
daya terima pasien. Tindakan ini perlu di bawah pengawasan, sehingga dapat
dilaksanakan dalam suatu ruang observasi yang dikenal dengan Ruang Upaya
Rehidrasi Oral atau Ruang Rawat Sehari.
Pada akhir jam ke 3-4, pasien dapat dipulangkan untuk mendapat terapi
rumatannya di rumah, atau tetap diobservasi untuk mendapat terapi lebih lanjut
bila dehidrasi masih berlangsung. Suatu hal yang paling penting sebelum
memulangkan pasien adalah orangtua harus paham betul dalam menyiapkan dan
memberikan CRO dengan benar. 4, 9, 11, 12
Ada beberapa cairan rehidrasi oral:
1. Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa,
yang dikenal dengan nama oralit.
Tabel 5. Kebutuhan cairan yang spesifik per kelompok umur
Kebutuhan cairan yang spesifik
per kelompok umur
Umur
Bayi baru lahir
Bayi
22
2 tahun
6 tahun
15 tahun
18 tahun
2.
115-125 mL/kg/hari
90-100 mL/kg/hari
70-85 mL/kg/hari
40-50 mL/kg/hari
Natrium
Klorida
Glucose, anhydrous
Mmol/liter
75
65
75
23
Kalium
Sitrat
Total Osmolaritas
20
10
245
Masukkan sendok teh peras garam ke dalam 1 liter air bersih dan
matang,
Untuk diperhatikan, cicipi minuman ini setiap kali sebelum diberikan kepada
penderita untuk meyakinkan minuman tidak basi. Pada cuaca panas,
minuman sereal seperti ini bisa basi dalam beberapa jam saja.
Masukkan sendok teh peras garam ke dalam 1 liter air bersih dan
matang,
-
24
25
Na
K
Cl
Ca
Fosfat
Mg
34
23
24
0,5 1
2
0,25 0,5
Dosis bayi
(mEq/kg/24
jam)
28
26
06
0,9 2,3
1 1,5
0,25 0,5
a. Hipernatremia
(Na>155 mEq/L), koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan
pemberian dekstrosa 5% + 1/2 salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih
dari 10 mEq per hari karena bias menyebabkan edem otak.
b. Hiponatremia
(Na < 130 mEq/L), koreksi kadar Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan
rehidrasi yaitu dengan memakai ringer laktat atau normal salin, atau dengan
memakai rumus :
Kadar Na koreksi (mEq/L)= 125 - kadar Na serum x 0,6 x BB diberikan dalam 24
jam
c. Hiperkalemia
(K > 5 mEq/L), koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glikonas 10 % 0,5 -1
ml/KgBB IV perlahan-lahan dalam 5 10 menit, sambil memantau detak
jantung.
d. Hipokalemia
(K< 3,5 mEq/L), koreksi dilakukan menurut kadar K.
-
Jika kadar K 2,5-3,5 mEq/L, berikan 75 mEq/KgBB per oral per hari dibagi
3 dosis
Jika kadar K < 2,5 mEq/L : berikan secara drip intravena dengan dosis :
a. 3,5 kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4
jam pertama
b. 3,5 kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20 jam
berikutnya.
26
2. Pemberian Nutrisi
1. Nutrisi enteral
Alimentasi enteral merupakan cara yang paling efektif dan dapat diterima
untuk mempertahankan dan mencukupi kebutuhan nutrisi penderita dengan
saluran pencernaan yang masih berfungsi jalur enteral dapat ditempuh
melalui oral atau nasograstrik, nasojejunal, gastrostomi atau jejunostomi
dengan feeding tube.
Pemilihan formula diet yang diberikan secara enteral dapat dikategorisasikan
dalam 3 macam diet :
a.
b.
c.
Diet polimerik, yang mengandung protein sebagai sumber protein dan dipakai untuk
pasien dengan fungsi usus yang normal.
Diet elemental, yang mengandung nutrient dengan berat molekul rendah dan dipakai
untuk pasien dengan gangguan fungsi gastrointestinal.
Diet formula khusus, yang mengandung kadar tinggi asam amino rantai bercabang
untuk pemakaian pada elsefolapati hepatic dan pasien dengan perubahan kadar asam
amino lain atau kesalahan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism).
Kandungan formula yang ditetapkan meliputi :
a) Karbohidrat
Karbohidrat akan dipecah oleh enzim oligosakaridase dalam mikrovili menjadi
monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam enterosit. Terdapat 4 enzim
oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu maltase (glukosa amilase (glukosa
a-dekstrinase), lactase dan trehalase. Semua enzim ini berkurang pada penyakit yang
mengenai mukosa usus halus. Laktase merupakan enzim yang paling peka dan paling
akhir pulih apabila terjadi kerusakan mukosa.
b) Lemak
Lemak merupakan nutrient yang paling padat kandungan kalorinya. Pemberian lemak
pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai keterbatasan
pemasukan kalori.
c) Protein
Kebutuhan anak akan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh. protein
hidrolisat, asam amino atau gabungan.
d) Vitamin dan mineral
Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak kendatipun dan pemasukan
kalori yang cukup apabila terdapat malabsorbsi lemak. atau terjadi interaksi
obat/nutrient dengan diet yang sangat khusus.
27
2. Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi tubuh melalui jalur intravena. Nutrient khusus terdiri atas air,
dekstrosa. asam amino, emulsi lemak. mineral, vitamin. trace elemen.
Jalur ini jangan digunakan apabila penderita masih mempunyai saluran
gastrointestinal
yang
masih
berfungsi
serta
masih
dimungkinkan
Kalori
Tabel 9. Kebutuhan kalori per berat badan
Umur
Neonatus
Berat badan lahir
150
rendah
Berat badan lahir
100-200
normal
Anak 0 10 kg
11 20 kg
100
1000 kkal/kg + 50 kkal/kg untuk setiap kg > 10
> 20 kg
kg
1500 kkal/kg + 20 kkal/kg untuk setiap kg > 20
kg
c. Karbohidrat
28
- Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang memberikan 3,4
kka1/gram dalam bentuk monohidrat
- Keterbatasannya adalah terjadinya phlebitis apabila kadar > 10 - l2,5%
- Pemberian dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan respon tubuh
dalam memproduksi insulin endogen dan mencegah terjadinya glikosuria.
d. Asam amino
Tabel 11. Kebutuhan asam amino menurut usia
Umur
Kebutuhan (gr
protein/kg/hari)
2,5 3
Bayi
Mulai pemberian
0,5 gram protein/kg/hari
premat
ur
Bayi 0 1
2,5 3
tahun
Anak 2 13
1,5 2
tahun
Remaja
1 1,5
protein/kg/hari
1 gram protein/kg/hari
dinaikkan 0,5 gram
protein/kg/hari
dewasa
e.
Lemak
- Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan asam lemak essensial
untuk pertumbuhan bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang normal.
- Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml) dan 20% (2
kka1/ml)
- Minimal 2-4% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa lemak intravena untuk
menghindari terjaadinya defisiensi asam lemak. yang dapat dicapai dengan
penggunaan 0,5-1 gram emulsi lemak/kg/hari
- Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonatus dalam 2 hari dengan tanda
kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit kering bersisik, pertumbuhan rambut
berkurang. trombositopeni, peka terhadap infeksi dan gangguan penyembuhan luka.
3. Medikamentosa
a. Obat anti diare
Tidak perlu diberikan obat anti diare seperti kaolin, pektin, difenoksilat (Lomotil).
Tidak satu pun daripada obat-obat ini memberi efek positif pada patofisiologi.
Penelitian
baru-baru
ini
memberi
petunjuk
bahwa
obat-obat
yang
29
Pengobatan antibiotik pada umumnya tidak dianjurkan, bahkan hal ini akan
mengubah flora usus dan menimbulkan keadaan diare menjadi lebih buruk.
Untuk membersihkan isi usus anak dengan infeksi usus karena bakteri, fungsi
peristaltik ternyata lebih efektif walaupun pada anak lebih besar antibiotik
sebaiknya tidak diberikan, namun pada neonatus, anak yang sakit serius
(sepsis atau lainnya), anak dengan defisiensi imunologi dan anak dengan
protracted
diarrhoea
yang
sangat
berat,
dianjurkan
tetap
diberikan.
Metronidazole merupakan obat yang efektif dan aman untuk Giardia lamblia .
c. Kortikosteroid
Anak dengan kolitis ulserativa, paling tidak pada serangan pertama memberi
respons baik hanya terhadap enema steroid, beberapa anak mendapat
kombinasi steroid rektal dan sistemik.
d. Imunosupresif
Obat imunosupresif (azathioprine) digunakan pada penyakit Crohn dan ini pun
hanya diberikan bila pengobatan konvensional tidak mungkin. Efek samping
segera yang terbanyak ialah penekanan sumsum tulang, karena itu pada
pasien perlu dilakukan pemeriksaan darah secara teratur.
e. Kolestiramin
Penggunaan kolestiramin pada diare kronik, terutama untuk malabsorpsi asam
empedu (pada reseksi akhir ileum) dan pada infeksi usus karena bakteri
(untuk mengikat endotoksin) sangat bermanfaat.
f. Operasi
Bila diare kronik terjadi pada kasus-kasus bedah seperti misalnya penyakit
Hirschsprung, enterokolitis nekrotik, maka sering terdapat indikasi untuk
melakukan operasi. Tindakan ini hendaknya dilakukan setelah keadaan umum
pasien membaik. 4
D. KOMPLIKASI
a.
Dehidrasi
b.
Renjatan hipovolemi
c.
Kejang
d.
Bakterimia
e.
KEP
f.
Hipoglikemia
g.
Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus 10
E. PENCEGAHAN
-
30
Imunisasi campak
Hindari penggunaan antibiotik dan antidiare pada anak dengan diare akut.
Berikanlah terapi nutrisi yang adekuat pada setiap anak dengan diare akut
untuk mencegah terjadinya gangguan gizi untuk memutus lingkaran setan
diare-malnutrisi-diare.
F. EDUKASI
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui mulut (orofecal) antara
lain melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung
dengan
tinja
penderita. Beberapa
perilaku
khusus
dapat
menyebabkan
31
yang tidak bersih, akan terjadi kontaminasi kuman, dan bila tidak segera
diminum, kuman akan tumbuh.
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
Bila makanan dimasak dan disimpan untuk digunakan kemudian, keadaan ini
memudahkan terjadinya pencemaran, misalnya kontak dengan permukaan
alat-alat yang terpapar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu
kamar, kuman dapat berkembang biak
4. Menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja.
Air mungkin terpapar di sumbernya atau pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak
tertutup, atau apabila tangan tecemar kuman mengenai air sewaktu
mengambilnya dari tempat penyimpanan
5. Tidak mencuci tangan sesudah BAB, atau sebelum memasak makanan.
6. Membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar
Sering dianggap bahwa tinja bayi tidak berbahaya, padahal sesungguhnya
mengandung virus ataupun bakteri dalam jumlah besar. Tinja binatang dapat
pula menyebabkan infeksi pada manusia.6
32
BAB III
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Diare merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di negara
berkembang.
Diperkirakan 100 juta episode diare terjadi setiap tahun pada anak di bawah umur 5 tahun
dan 80% kematian terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.1
Diare kronik adalah diare akut yang berlanjut sampai dengan 14 hari atau lebih.
Sekitar 10 15 % episode diare akut akan menjadi diare kronik yang sering
menyebabkan status gizi memburuk dan meningkatkan kematian.
Pada bayi kasus diare menduduki tempat kedua setelah infeksi saluran pernafasan sebagai
penyebab kematian
Etiologi diare kronik terdiri dari faktor infeksi, faktor penderita , faktor-faktor lain
Diare kronik diklasifikasikan menjadi watery stools atau tinja berair, fatty stools atau
tinja berlemak, bloody stools atau tinja berdarah
Patofisiologi diare kronik bergantung pada penyakit dasarnya, antara lain terdiri atas
diare osmotic,
malabsorbsi lemak, defek sistem pertukaran anion, kerusakan mukosa, motilitas dan
9.
10.
11.
12.
Manifestasi diare kronik dapat berupa dehidrasi, gangguan elektrolit dan asam basa,
gangguan gizi, hipoglikemi, gangguan sirkulasi darah
Penatalaksanaan diare kronik meliputi rehidrasi enteral / parenteral, nutrisi dan
medikamentosa.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah KEP dan failure to thrive, yang akan
memudahkan terjadinya infeksi sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sunato. Gastroenterologi. Dalam : Hasan R, Alatas H. Editor. Buku Kuliah Kesehatan
Anak Jilid I. FK UI, Jakarta 1991: 283-294
2. WHO. Reading in Diarrhoe. Medical Education Project, 1998
3. Guandalini, Stefano. Diarrhea Dalam : emedicine. Online 2013. Available From
http://www.emedicine.com
4. Suharyono. Diare Kronik dalam Gastroenterologi Anak Praktis.Balai Penerbit FKUI,
Jakarta 1988.
5. Suryaatmaja, Sudaryat.Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Diare akut, Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNUD/RS Sanglah Denpasar. Penerbit Sagung Seto. Edisi
pertama. Jakarta. 2005. Hal 1-24
6. Firmansyah. Agus, dkk. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. Jakarta. 2007
7. Boyle J Timothy. Diare Kronik. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Editor
bahasa Indonesia : Wahab AS. Nelson ilmu kesehatan anak vol 1. Edisi ke-15 Cetakan I.
Jakarta: EGC, 2000
8. Ditjen PPM.Diare pada anak. Buku ajar Diare. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1999.
9. Staf Pengajar IKA FKUI. Gastroenterologi. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Jilid 1. Jakarta : FKUI, 1998
10.
Markum, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,
Jilid I, Gaya baru, Jakarta, 1999, hal 448-468.
11.
Pusponegoro, H.D,dkk.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Diare Akut, edisi I, Penerbit Badan Penerbit IDAI, 2005. 49:52.
34
12.
Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,
Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroenterohepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136.
35