Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

DIARE DAN TERAPI MAKANAN UNTUK ANAK DIARE

Untuk Memenuhi Tugas Semester Pendek


Fundamental of Pathofisiology Gastrointestinal Tract

Oleh:
Ephysia Ratriningtyas 115070201131022

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
1. PENGERTIAN

Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali

pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat

berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir darah/lendir saja. Diare

merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak

seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume,

keenceran dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3

kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari (Valerie Sisson, 2011)

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

negara berkembang seperti Indonesia, karena masih sering timbul dalam

bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB), dan disertai dengan kematian yang tinggi,

terutama di Indonesia bagian timur. Disamping itu menurut hasil Riskesdas

tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyebab utama

kematian balita. Target MDG,s ke 4 adalah penurunan kematian anak dari

tahun 1990 menjadi 2/3 bagian sampai 2015. Salah satu upaya untuk

menurunkannya adalah dengan menurunkan kematian karena diare

(Kemenkes, 2011).

Di Indonesia sendiri prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2%

- 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta

(4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD,

Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara

Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua). Bila dilihat perkelompok umur

diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi


pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%, dan untuk usia dibawah satu tahun

sendiri menempati urutan kedua dengan 16,5% (Kemenkes, 2011)

2. KLASIFIKASI DIARE

Klasifikasi diare menurut durasi terjadinya diare, yaitu:

A. Diare akut

Diare akut adalah kumpulan gejala diare berupa defekasi dengan

tinja cair atau lunak dengan atau tanpa darah atau lendir dengan frekuensi

3 kali atau lebih per hari dan berlangsung kurang dari 14 hari dan frekuensi

kurang dari 4 kali per hari (Hall, 2010)

Diare akut sering disebabkan oleh agen infeks seperti bakteri,

parasite atau invasi viral, atau oleh agen non infeksi seperti obat-obatan

baru atau diet yang tidak benar. Diare akut biasanya mudah ditangani dan

dapat selesai dengan cepat tanpa efek samping dalam jangka panjang

(Amerine, 2006)

Agen infeksi adalah salah satu factor yang berhubungan

dengan diare akut. Beberapa dari pathogen tersebut dapat menyebabkan

respon inflamasi pada usus dimana lapisan epitel rusak karena racun yang

dikeluarkan oleh organisme tersebut atau organisme tersebut merusak

langsung jaringan mukosa. (Bliss, 2006)

Beberapa organisme yang dapat menyebabkan respon

inflamasi adalah Cytomegalovirus, Herpes simplex virus, Shigella,

Salmonella, Chlamydia, Nisseria gonorrheae, Campylobacter jejuni,

Clostridium difficile, Escherichia coli O157:H5, Entamboeba histolytic.

Gejala yang muncul pada diare infalasi akut termasuk demam tinggi (diatas
38,5 c), lethargy, dan kotoran mengandus lender, darah, nanah, atau pus

(Bliss, 2006)

B. Diare kronik

Diare kronik adalah diare yang berlanjut 2 minggu atau lebih

dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama

masa diare tersebut. Diare kronik dapat disebabkan oleh proses suatu

penyakit, obat-obatan, gen abnormal, atau beberapa kasus lain (Amerine,

2006; Bliss, 2006)

C. Klasifikasi diare menurut derajat dehidrasi

Diare dibagi menjadi diare tanpa dehidrasi dan diare dengan dehidrasi

ringan-sedang dan diare dengan dehidrasi berat (Valerie Sisson, 2011)

3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIARE

Pada garis besarnya kejadian diare dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

A. Pemberian ASI

Pemberian ASI ekslusif pada bayi sampai berusia 6 bulan akan

memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit

karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang

dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit. Oleh karena itu, dengan

adanya zat anti kekebalan dari ASI, maka bayi ASI eksklusif dapat

terlindung dari penyakit diare (Jean Golding, 2006)

B. Status Gizi

Diare dapat menyebabkan gizi kurang dan memperberat

diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan yang baik

merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita


yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini

disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi (Amerine, 2006)

C. Laktosa Intoleran

Laktosa hanya dapat diserap oleh usus setelah dihidrolisis

menjadi monosakarida oleh enzim laktose, namun dalam keadaan tertentu

aktivitas laktosa menurun atau tidak ada sama sekali, sehingga

pencernaan laktosa terganggu dan laktosa pun tidak dapat dicerna.

Laktosa yang tidak dapat dicerna tersebut akan masuk ke usus besar dan

di dalam usus besar ini akan difermentasi oleh mikro flora usus sehingga

dihasilkan asam laktat dan beberapa macam gas. Adanya beberapa gas

ini menyebabkan diare. (Timothy J. Wilt et al., 2010)

4. PENYEBAB TERJADINYA DIARE

A. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan

yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi

enteral meliputi:

b. Infeksi bakteri: Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.

c. Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxackie,

Poliomyelitis)Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus.

d. Infeksi parasit: cacing (Ascaris,Trichuris,

Oxyuris,Strogyloides); protozoa (Entamoeba histolytica,

Giardia lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida

albicans) (Jean Golding, 2006)


B. Infeksi parenteral ialah infeksi dari luar alat pencernaan makanan seperti

otitis media akut (OMA), tonsillitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumoni,

ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak

berusia dibawah 2 tahun. Proses ini diawali dengan adanya

mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang

kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal

yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya

perubahan kapasitas dari intestinal yang mengakibatkan gangguan fungsi

intestinal dalam absorbsi cairan dan elektronik. Adanya toksin bakteri juga

akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif dalam usus, sehingga

sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolik

akan meningkat (Valerie Sisson, 2011)

C. Faktor malabsorbsi

a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,

maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,

fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting

dan tersering intoleransi laktosa. (Kshaunish Das, 2006; Terrin

et al., 2012)

b. Malabsobsi protein

Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang

mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan

terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.

(Kshaunish Das, 2006; Terrin et al., 2012)

D. Faktor makanan
Faktor makanan yang dapat menyebabkan diare diantara adalah

makanan basi, beracun, makanan yang merangsang, alergi terhadap

makanan. Apabila terdapat toksin yang tidak mampu diserap dengan baik

dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan

penurunan kesempatan untuk menyerap makanan. (Valerie Sisson, 2011)

5. Makanan Untuk Anak Diare

A. Elemental Diet

Elemental diet termasuk didalamnya beberapa caira dormula

yang mengandung crystalline amino acid atau protein hydrolysate, mono

atau disaccharides dan kombinasi dari rantai panjang dan medium dari

triglycerides. Beberapa diet tersebut juga merupakan hyperosmolar dan

glucose polymers mungkin juga ditambahkan untuk memaksimalkan efek.

Elemental diet sering digunakan untuk pengobatan diare akut dan penyakit

usus di beberapa negara maju, khususnya ketika ada dugaan sensitivitas

protein.(Bhutta, 2006)

Penelitian sebelumnya dengan amino acid bebas dan diet

glukosa pada diare menunjukan penyerapan rantai asam amino dan

cysteine yang abnormal namun menjadi solusi yang memuaskan untuk

diare. Di negara maju elemental diet ini merupakan landasan manajemen

nutisi pada anak dengan diare akut dan intoleransi terhadap makanan.

Meskipun sudah terbukti bagus namun elemental diet biasanya tidak enak

dan sering kali membutuhkan nasogastric untuk intake yang memuaskan.

Meskipun begitu untuk negara berkembang elemental diet masih sangat

mahal dan jarang ditemukan.(Bhutta, 2006)

B. Diet berbasis susu


Meskipun secara signifikasn kandungan laktosa lebih tinggi

dibandingkan susu formula, jarang sekali anak dengan ASI eksklusif

mengalami intoleransi terhadap laktosa. Terdapat bukti epidemiological

banhwa bayi dengan asi eksklusif mengalami diare dalam waktu yang lebih

singkat. Alasan yang memungkinkan adalah bahwa ASI meningkatkan

sistem imun dan juga nutrisi yang tepat. Meskipun begitu, tidak jarang

terdapat gangguan pada bayi dengan ASI parsial, khususnya setelah bayi

mendapatkan makanan pendamping ASI dan juga susu formula.(Bhutta,

2006; Jean Golding, 2006; Michelle F Gaffey, 2013)

Terdapat beberapa penilitian bahwa ada keutungan melanjutkan

melakukan pemberian ASI pada bayi dengan diare. Pemberian ASI yang

mengandung antibody antirotavirus tinggi kepada bayi dengan infekti

rotavirus menunjukkan perubahan yang lebih baik. Meskipun begitu,

melihat bahwa terbukti ASI dapat mengurangi terjadinya diare makan

pemberian ASI harus ditingkatkan.(Jean Golding, 2006)

Di penelitian yang lain menunjukan bahwa susu sapi sering sekali

dikaitkan pada masalah diare, berhubungan dengan intoleransi pada

laktosa. Sehingga di beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian

susu sapi lebih baik dihindari. Di beberapa penelitian membandingkan

antara anak yang diberikan makanan yang mengandung laktosa dan

makanan bebas laktosa menunjukkan bahwa durasi diare pada klien yang

diberikan makanan yang mengandung laktosa lebih lama dibandingkan

klien dengan diet bebas laktosa. Dan ditambah lagi keseimbangan

metabolic pada anak dengan diet laktosa lebih banyak kehilangan


karbohidat, protein dan energy. Sehingga pemberian diet laktosa pada

anak dengan diare tidak boleh lebih dari 5g/kg/hari. (Bhutta, 2006)

Terdapat penelitian yang mengacu pada susu kedelain yang

digunakan untuk pemberian diet pada anak dengan diare. Susu kedelai

dinilai mudah didapat, murah dan banyak digunakan seperti susu sapi.

Sebuah penelitian membandingkan antara susu formula, casein berbasis

laktosa, susu kedelai, dan juga protein hydrolysate, ditemukan bahwa

ketiga diet tersebut mengalami penurunan durasi diare dibandingkan

dengan susu sapi. Ditemukan juga bahwa anak yang menderita diare dan

diberikan diet kombinasi antara soya dan karbohidrat memiliki hasil yang

lebih maksimal.(Bhutta, 2006)

C. Diet daging ayam

Banyak orang yang beralih pada diet bebas susu dan berbasis

kepada daging ayam dikarenakan beberapa diare dinilai disebabkan oleh

susu. Diet ini dinilai lebih bagik dikarenakan tidak mengandung laktosa,

lebih mudah dicerna dan lebih mudah dijangkau dibandingkan yang

lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh LArcher menunjukkan terdapat

peningkatan berat badan pada anak yang diberikan diet daging ayam.

Meskipun begitu terdapat kelemahan pada diet ini dikarenakan proses

memasak yang memerlukan waktu yang lebih lama dan daging ayam tidak

mudah disimpan, dan juga di beberapa negara daging ayam masih sulit

ditemui dan memiliki harga yang cukup mahal. (Bhutta, 2006)

D. Diet makanan rumah

Banyak penelitian berusaha menemukan diet yang tepat dalam

memenuhi kebutuhan nutrisi anak dengan diare yang mudah ditemukan


dan juga dapat dijangkau semua golongan. Di negara berkembang banyak

kejadian diare yang terjadi karena malnutrisi dan terkontaminasinya

makanan yang menyebabkan infeksi. Beberapa penelitian menunjukan

bahwa rehabilitasi nutrisi jangka pendek menunjukan keuntungan jangka

panjang. Penelitian-penelitian tersebut menunjukan bahwa diet makanan

rumah yang mudah didapatkan, murah dan diterima secara budaya

menunjukkan peningkan dan hasil yang memuaskan. Makanan seperti

kentang, makanan rumah sehari-hari, mie dan juga roti lebih mudah

diterima dan menunjukkan hasi yang baik. (Bhutta, 2006; Michelle F Gaffey,

2013)

E. Probiotics dan prebiotics.

Penelitian menunjukan bahwa probiotics khususnya

Lactobacillus rhamnosus GG, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

thermophiles dapat mengurangi frekuensi dan durasi dari diare pada anak

dengan nutrisi yang baik. Namun hal tersebut sulit dibuktikan pada anak

dengan malnutrisi diare. Penelitian di India membandingkan pemberian

Lactobaccilus rhamnosus yang ditambahkan pada Oral Rehidration Salts

dan yang diberikan hanya Oral Rehidrations Salts. Hasil menunjukan

keduanya memiliki durasi, frekuensi, kebutuhan terapi IV dan waktu MRS

yang lebih rendah. (Mark Manary, 2012)

F. Peran dari Micronutrien

Berapa penelitian pada diare menekankan pada kehilangan

elemen-elemen nutrisi yang penting. Anak dengan diare memiliki resiko

tinggi kekurangan mikronutrien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pentingnya Zinc dalam meninngkatkan nutrisi dan menghentikan diare.


Meskipun kurangnya vitamin A berhubungan dengan morbiditas dan

mortalitas pada anak, kekurangan vitamin A sering juga ditemukan pada

anak dengan diare Akut.(Bhutta, 2006)

Suplemen Zinc di rekomendasikan oleh WHO dan UNICEF

sebagai terapi tambahan pada diare. Pada anak dengan malnutrisi diare,

zinc suplemen direkomendasikan untuk diberikan setiap hari selama paling

tidak 2 minggu. meskipun demikian bukti pada efektifitas zinc atau

suplemen mikronutrien yang lainnya masih terbatas. Pada sebuah

penelitian menunjukan anak yang diberikan suplemen selama 4 bulan

menunjukkan berkurangnya terjadinya insiden diare, durasi dan diare yang

berkepanjangan. (Mark Manary, 2012)


Referensi

Amerine, E. Keirsey, M. (2006). Managing Acute Diarrhea. Journal of Nursing, 39(6).


Bhutta, Zulfiqar Ahmed; Hendricks, Kristy M. (2006). Nutritional Management of
Persistent Diarrhea in Childhood: A Perspective from the Developing World.
Journal Of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 22(2), 17-37.
Bliss, D.Z., Doughty, D.B., Heitkemper, M.M. (2006). Pathology and Management of
Bowel Dysfunction. journal of gastroenterology, volume 3(2).
Hall, V. (2010). Acute Uncomplicated Diarrhoea Management. Journal of Pratice
Nursing, 21(3), 118-122.
Jean Golding, Pauline M. Emmett, Imogen S. Rogers. (2006). Gastroenteritis,
Diarrhea and Breast Feeding. Elsevier, 49(Early Human Development), S83-
S103.
Kshaunish Das, Sanjeev Sachdeva, Asha Misra, Uday C Ghoshal. (2006).
Malabsorption syndrome due to various causes is associated with
antroduodenal hypomotility. Indian Journal of Gastroenterology, 25.
Mark Manary, Lora Iannotti, Indi Trehan, Ariana Weisz. (2012). Systematic review of
the care of children with diarrhoea in the community-based management of
severe acute malnutrition. Journal of Pediatrics International, 45(5).
Michelle F Gaffey, Kerri Wazny, Diego G Bassani and Zulfiqar A Bhutta. (2013).
Dietary management of childhood diarrhea in low- and middle-income
countries: a systematic review. BMC Public Health, 13.
Terrin, Gianluca, Tomaiuolo, Rossella, Passariello, Annalisa, Elce, Ausilia, Amato,
Felice, Costanzo, Margherita Di, . . . Canani, Roberto Berni. (2012). Congenital
Diarrheal Disorders: An Updated Diagnostic Approach. International Journal of
Molecular Sciences, 13, 4168-4185.
Timothy J. Wilt, M.D., M.P.H. , Aasma Shaukat, M.D., M.P.H., Tatyana Shamliyan,
M.D., M.S., Brent C. Taylor, Ph.D., M.P.H., Roderick MacDonald, M.S., James
Tacklind, B.S., . . . Michael Levitt, M.D. (2010). Lactose Intolerance and Health.
Evidence Report/Technology Assessment, 192.
Valerie Sisson, MSN, RN, CNP, CWOCN. (2011). Types of Diarrhea and Management
Strategies. America.

Anda mungkin juga menyukai