PENDAHULUAN
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus , keluarga Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus
yang berbeda namun berhubungan dekat yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4
(Suhendro et al., 2009). Jika salah satu serotipe virus tersebut menginfeksi dan
kemudian sembuh dari virus tersebut, akan menghasilkan kekebalan tubuh bagi
penderita terhadap serotipe tersebut, tapi cross-reactive immunity terhadap serotipe
lain setelah penyembuhan hanya bersifat sementara(WHO, 2012). Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan DEN 3 merupakan serotipe yang terbanyak
(Suhendro et al., 2009).
Sejak tahun 2000, wabah dengue semakin bertambah setiap tahun di area yang sudah
terjangkit dengue. Bangladesh, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Sri Lanka,
Thailand dan Timor-Leste dilaporkan sebagai negara yang memliki kasus dengue
terbanyak. Tahun 2005, Global Outbreak Alert and Response Network (GOARN),
salah satu organisasi WHO, merespon terhadap kasus dengue di Timor Leste dengan
case fatality rate yang tinggi yaitu sebersar 3,55% (WHO, 2009).
Demam berdarah dengue menduduki peringkat kedua dalam 10 besar penyakit rawat
inap di rumah sakit tahun 2010 di Indonesia dengan jumlah penderita 59.115 orang
(Kemkes RI, 2011).
Sumatera Utara merupakan daerah endemis DBD , tahun 2010 kasus DBD di Sumut
mencapai 8.889 penderita dengan korban meninggal sebanyak 87 jiwa (Dinkes
Provinsi SUMUT, 2012). Tahun 2011 provinsi Sumatera Utara menempati peringkat
nomor 3 di Indonesia untuk kasus DBD dengan jumlah kasus sebesar 2.066 dan
Incidence Rate (IR) yaitu persentase jumlah penderita baru dalam suatu populasi pada
periode waktu tertentu terhadap jumlah individu yang beresiko untuk mendapat
penyakit tersebut dalam periode waktu tertentu 15,88% (Kemkes RI, 2011). Tahun
2011 Kecamatan Helvetia Medan merupakan daerah yang tertinggi kasus DBD di
kota Medan (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2012).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
2.2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus dengan diameter 20nm terdiri dari asam ribonukleat
6
rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 . Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak (Suhendro et al,2009). Serotipe utama selama beberapa
tahun terakhir adalah DENV-2 dan DENV-3. Infeksi dari satu serotipe memberikan
imunitas imunitas seumur hidup terhadap serotipe tertentu tapi hanya beberapa bulan
imunitas terhadap serotipe lain (Kariyawasam et al.,2010).
Vektor dari virus dengue adalah nyamuk (WHO,2009) :
• Aedes aegypti
• Aedes albopictus
• Aedes polynesiensis
• Aedes scutellaris
Hostnya adalah manusia yang digigit oleh nyamuk betina dan masa inkubasinya
selama 4-10 hari (WHO, 2009).
2.3. Epidemiologi
Dengue adalah infeksi virus yang dimediasi nyamuk yang paling cepat menyebar di
dunia. Dalam 50 tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan peningkatan
ekspansi geografi ke negara-negara baru dan pada dekade sekarang, dari kota ke
pedesaan. Sebanyak 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahunnya dan sekitar 2,5
milyar orang tinggal di negara endemic dengue, termasuk Indonesia. Terdapat laporan
sebanyak 2 dari 3 epidemik dengue setiap per tahunnya. Sekitar sepuluh tahun yang
lalu, demam berdarah terutama menyerang anak-anak, tetapi beberapa tahun terakhir
ini terdapat peningkatan kasus pada dewasa dengan tingkat morbiditas dan mortalitas
tinggi. Kira-kira 50% infeksi dengue dilaporkan pada pasien dewasa (15 tahun ke
atas) dan meningkat dalam 3-5 tahun (Wiwanitkit, 2006).
Infeksi dengue ini endemis pada banyak negara Asia Tenggara, Pasifik Barat,
Amerika (WHO, 1997) dan hiperendemis di Thailand. Demam berdarah dengue
kebanyakan terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun (WHO, 2012).
Infeksi dengue dialami sekitar 100 juta orang di seluruh dunia per tahun. Faktor yang
memperngaruhi adalah urbanisasi, peningkatan populasi, perjalanan udara dan
keterbatasan pencegahan dengue. Dari 100 juta infeksi per tahun, sebanyak 250-500
ribu orang mengalami penyakit berat, dengan sisanya ringan, nonspesifik atau bahkan
asimptomatik (Adam et al.,2010).
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 kasus per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
mencapai 2% tahun 1999. Di Indonesia, dimana lebih dari 35% populasi negara
tinggal di daerah perkotaan, terdapat 150.000 kasus pada tahun 2007 dimana 25.000
kasus di Jakarta dan Jawa Barat. Tingkat kematian sebesar 1%. Penularan infeksi
virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.aegypti dan
A.albopictus) (Suhendro et al.,2009).
Menurut Keishya (2011), penderita DBD pada anak (5-14 tahun) di RSUP HAM
tahun 2010, berdasarkan jenis kelamin, penderita yang paling banyak adalah
perempuan 49 pasien (55,7%) dan laki-laki 39 pasien (44,3%). Berdasarkan umur,
dengan jumlah
terbanyak 9 tahun sebanyak14 pasien (15,9%) dan yang paling sedikit dijumpai pada
umur 10 tahun sebanyak 5 penderita (5,7%).
Menurut Essy (2009), penderita DBD yang dirawat inap di RSU Pirngadi Medan
Tahun 2008, dengan sampel 218 orang, distribusi proporsi berdasarkan umur tertinggi
yaitu kelompok umur 10-14 tahun (26%), proporsi umur terendah terdapat pada
kelompok umur 30-34 tahun. Berdasarkan suku yang tertinggi yaitu suku Batak
(63,7%) dan terendah adalah Minang (1%). Berdasarkan tingkat pendidikan, tertinggi
yaitu SD/SLTP (42,3%) dan terendah Akademi/PT (11,5%). Proporsi pekerjaan
tertinggi yaitu Pelajar/Mahasiswa (52,9%) dan terendah Karyawan/ pegawai swasta
(1%).
Beberapa faktor yang mempengaruhi beratnya penyakit, seperti faktor host, serotipe
virus atau genotipe, sekuens infeksi virus, perbedaan antibody cross-reactive dengue,
dan respon sel T. Usia lebih tua sebelumnya dilaporkan memiliki faktor resiko untuk
mortalitas pada pasien dengan demam dengue atau demam berdarah dengue sebagai
komorbiditas yang berhubungan dengan penuaan dan imunitas menurun sebagai
faktor resiko untuk fatalitas pada pasien tua dengan infeksi aktif. Walaupun syok dan
kebocoran plasma lebih sering terjadi pada usia muda, frekuensi perdarahan internal
seiring dengan pertambahan usia. Selain itu komplikasi infeksi dengue pada dewasa,
seperti demam dengue dengan perdarahan dan demam berdarah dengue mengalami
peningkatan.
2.4. Patogenesis
DBD dimulai dengan masuknya virus dengue melalui gigitan nyamuk, kemudian
virus ini mengalami replikasi pada lymphnode lokal dan setelah 2 – 3 hari menyebar
ke sirkulasi dan jaringan-jaringan. Dalam sirkulasi virus dengue menginfeksi sel
fagosit yaitu makrofag, monosit , sel Kupfer, sel B dan sel T limfosit. Bila infeksi ini
berlangsung untuk pertama kali dapat memberikan gejala dan tanda yang ringan atau
bahkan simptomatik, bergantung pada jumlah dan virulensi virus serta daya tahan
host. Seseorang yang terinfeksi pertama kali akan menghasilkan antibodi terhadap
virus Dengue serotipe tersebut. Seharusnya, bila infeksi berikutnya terjadi oleh virus
dengue dengan serotipe yang sama maka penderita akan kebal. Tetapi mengapa pada
daerah yang hanya terdapat satu serotipe virus Dengue terdapat pula kasus yang
berat? Hal ini terjadi oleh karena antibodi yang terbentuk bersifat non neutralisasi,
yang artinya tak dapat menetraliser virus yang masuk. Keadaan ini mengakibatkan
semakin mudahnya virus mengalami replikasi. Banyak para ahli sependapat bahwa
infeksi sekunder adalah penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD
(Ginting, 2004).
Bentuk klasik infeksi ini mempunyai periode inkubasi 5-8 hari (rentang 3-14 hari)
diikuti onset demam, sakit kepala berat, menggigil dan bintik-bintik kemerahan pada
kulit setelah 3-4 hari. Demam biasanya berlangsung 4-7 hari dan kebanyakan orang
mengalami perbaikan sempurna tanpa komplikasi (Wiwanitkit, 2006).
Menurut hipotesis infeksi sekunder (gambar 1), sebagai akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu,
menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG
antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan
tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya
kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan
kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa
(WHO, 1997).
Infeksi sekuensial dengan serotipe dengue berbeda lebih rentan menjadi bentuk
penyakit lebih berat (demam berdarah dengue/sindrom syok dengue). Hal ini
dijelaskan dengan pembentukan kaskade cross-reactive antibodi heterolog
nonnetralisasi yang diperkuat, sitokin (seperti interferon gamma yang diproduksi olek
sel-sel T spesifik) dan aktivasi komplemen yang menyebabkan disfungsi endotel,
destruksi trombosit, dan koagulopati konsumtif (Kariyawasan, 2010).
2.5. Klasifikasi
Nyeri kepala
Nyeri retroorbita Leukopenia (<5000/mm3)
Mialgia Trombositopenia (<150.000/mm3)
Artralgia/ nyeri pada tulang Peningkatan hematokrit (5-10%)
Ruam (rash)
Manifestasi perdarahan
Tidak ada bukti kebocoran
plasma
Demam berdarah Sama seperti Grade I dan II, ditambah Trombositopenia (<100.000/mm3)
dengue Grade III adanya tanda kegagalan sirkulasi: Peningkatan hematokrit >20%
Demam berdarah Sama seperti Grade III ditambah bukti Trombositopenia (<100.000/mm3)
dengue Grade IV nyata adanya syok dengan tekanan Peningkatan hematokrit >20%
WHO pada tahun 2009 mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi
virus dengue, yaitu kriteria probable dengue, warning sign dan kriteria dengue yang
bisa dilihat pada gambar 2.2:
Gambar 2.2.Klasifikasi dengue dan derajat keparahan (WHO,2009)
WHO pada tahun 2009 mengeluarkan Guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control. Dalam panduan tersebut WHO membagi hari-hari sakit demam
a. Fase Demam
Penderita mengalami demam akut 2-7 hari disertai muka wajah memerah, kulit
memerah, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan sakit kepala. Ada juga gejala
nyeri tenggorokan, faring hiperemis, konjungtiva hiperemis. Anorexia, nausea dan
muntah muntah umum terjadi. Sulit untuk membedakan dengue dengan non dengue
pada fase demam, uji torniquet positif mempertinggi kemungkinan penderita
mengalami infeksi virus dengue. Diperlukan monitor untuk menilai timbulnya tanda
bahaya (warning sign) yang akan membuat pasien masuk ke fase ke 2 fase kritis.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petechiae dan perdarahan membran mukosa
(seperti perdarahan hidung dan gusi) dapat terjadi. Perdarahan pervaginam yang
masif dapat terjadi pada wanita usia muda dan perdarahan saluran cerna dapat terjadi
pada fase ini tetapi jarang. Hati dapat membesar dan tegang/nyeri setelah demam
beberapa hari. Tanda paling awal dari pemeriksaan darah rutin adalah menurunnya
total leukosit (leukopenia) yang dapat menjadi dasar klinisi untuk menilai pasien
sudah terjangkit virus dengue
b. Fase Kritis
o
Selama fase rawatan, pada saat temperatur tubuh turun menjadi 37,5-38 C dan
bertahan pada suhu tersebut, terjadi pada hari ke 3-7, meningkatnya permeabilitas
kapiler bersamaan dengan meningkatnya kadar hematokrit dapat terjadi. Ini
merupakan tanda awal fase kritis. Leukopenia yang progresif diikuti dengan
menurunnya jumlah trombosit mengiindikasikan kebocoran plasma. Efusi pleura dan
ascites dapat terdeteksi tergantung dari derajat kebocoran plasma dan volume dari
terapi cairan. Foto thorax dan ultrasonografi abdomen dapat digunakan untuk
mendiagnosa efusi pleura dan ascites. Syok dapat terjadi didahului oleh timbulnya
tanda bahaya (warning sign).
Temperatur tubuh dapat subnormal saat syok terjadi. Syok yang memanjang, terjadi
hipoperfusi organ yang dapat mengakibatkan kegagalan organ, metabolik asidosis dan
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Hepatitis akut yang berat,
encephalitis, miokarditis dan atau terjadi perdarahan yang masif dapat terjadi. Pasien
yang membaik dalam fase ini disebut sebagai non-severe dengue. Pasien yang
memburuk akan menunjukkan tanda bahaya. Pasien ini bisa membaik dengan
rehidrasi intravena atau memburuk kembali yang disebut severe dengue.
c. Fase Recovery
Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan dari kompartemen
extravascular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum membaik, kembalinya nafsu
makan, berkurangnya gejala gastrointestinal, hemodinamik stabil dan cukup diuresis.
Bradikardia dan perubahan EKG dapat terjadi pada fase ini. Hematokrit kembali
normal atau lebih rendah karena efek dilusi cairan yang diberikan. Leukosit kembali
meningkat disusul dengan meningkatnya trombosit. (WHO, 2009).
Severe dengue didefinisikan bila didapati satu atau lebih hal-hal berikut ini
(WHO,2009) :
• Perdarahan hebat
Biasanya terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 demam (berkisar antara hari ke 3-7),
ditandai dengan tanda bahaya. Kompensasi tubuh untuk mempertahankan tekanan
sistolik menyebabkan takikardia dan vasokonstriksi perifer, ditandai dengan akral
dingin dan peningkatan capillary refill time. Akhirnya terjadi dekompensasi dan TD
menghilang. Syok akibat hipotensi dan hipoksia akan menyebabkan kegagalan
multiorgan (WHO,2009).
2.8. Diagnosis
Anamnesis (Antonius, 2009)
- Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari
- Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah
- Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut
- Diare kadang-kadang dapat ditemukan
- Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan
Pemeriksaan fisik
- Gejala klinis diawali dengan demam mendadak tinggi, facial flush, muntah,
nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,
nyeri di bawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih mencolok
pada DD dari pada DBD.
- Sedangkan hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan pada
DBD.
- Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma,
hipovolemia dan syok.
- Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal selama 24-48 jam.
- Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat ini
suhu turun, yang merupakan awal penyembuhan pada infeksi ringan namun
pada DBD berat merupakan tanda awal syok.
- Perdarahan dapat berupa ptekie, epistaksis, melena, ataupun hematuria.
Tanda-tanda syok
- Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
- Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba
- Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg
- Akral dingin, capillary refill menurun
- Diuresis menurun sampai anuria
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
- Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit & hitung jenis, hematokrit,
trombosit. Pada apusan darah perifer juga dapat dinilai limfosit plasma biru,
peningkatan 15% menunjang diagnosis DBD
- Uji serologi, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase
konvalesens
Infeksi primer, serum akut < 1:20, serum konvalesens naik 4x atau
lebih namun tidak melebihi 1: 1280
Infeksi sekunder, serum akut <1:20, serum konvalesens 1: 2560; atau
serum akut 1:20, konvalesens naik 4x atau lebih
Persangkaan infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive
secondary infection) : serum akut 1: 1280, serum konvalesens dapat
lebih besar atau sama
- Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan sesuai indikasi klinis)
Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi
1) Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa
terdapat kelainan radiologis pada perembesan plasma 20-40%,
2) Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa
seperti demam, tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis dan malaria. Adanya hemokonsentrasi membedakan DBD dari penyakit
lain (Suhendro et al., 2009).
2.12. Komplikasi
Menurut (Soedarto, 2012) komplikasi yang terjadi pada penderita dengue
terutama terjadi pada waktu dilakukan tindakan pengobatan terhadap Demam
Berdarah Dengue dan Dengue Shock Syndrome.
1. Komplikasi susunan saraf pusat
Komplikasi pada SSP dapat berbentuk konvulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran
dan paresis. Kejang-kejang kadang terlihat pada fase demam pada bayi. Keadaan
ini mungkin akibat tinggi nya demam, karena pada pemeriksaan cairan
srebrospinal tidak terjadi kelainan.
2. Ensefalopati
Komplikasi neurologik ini terjadi akibat pemberian cairan hipotonik yang
berlebihan pada waktu dilakukan pengobatan terhadap Demam Berdarah Dengue
penderits mengalami hiponatremia.
3. Infeksi
Pneumonia, sepsi atau flebitis akibat pencemaran bakteri Gram-negatif pda alat-
alat yang digunakan pada waktu pengobatan, misalnya pada waktu transfusi atau
pemberian infus cairan.
2. Overdehidrasi
Pemberian cairan yang berlebihan dapay menyebabkan terjadinya gagal
pernafasan (respiratory failure) atau gagal jantung (hearit failure).
3. Gagal hati
Komplikasi yang terjadi padan DBD/DSS dilaporkan dari Indonesia dan
Thailand pada waktu terjadi epidemi oleh DEN-1. DEN-2 dan DEN-3. Biasanya
gagl hati dijumpai bersama terjadinya ensefalopati.
4. Gagal ginjal
Gagal ginjal akut dan sindrom uremia hemolitik dapat terjadi pada penderita
yang sebelumnya telah menderita defisiensi glucose-6-phospate dehydrogenase
(G6PD) dan hemoglobinopati.
2.2 Prognosis
Infeksi primer dengan demam dengue dan penyakit seperti dengue, biasanya
sembuh sendiri. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, kejang demam adalah
komplikasi yang paling sering pada bayi dan anak kecil. Prognosis mungkin
dipengaruhi oleh antibody yang didapat pasif atau oleh infeksi sebelumnya dengan
virus yang terkait (Nelson, 2007).
Kimiawi
Biologi
Radiasi
Pengelolaan Lingkungan.
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kita dapat megetahui beberapa gejala yang ditimbulkan
oleh demam dengue beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
- Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari.
- Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah.
- Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut.
- Diare kadang-kadang dapat ditemukan.
- Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan
Jika menemukan gejala-gejala diatas segera anjurkan melakukan pemeriksaan
di rumah sakit sebelum timbul gejala syok (dengue shock syndrome).
Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma dan syok. Tanda-
tanda syok adalah sebagai berikut:
- Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis.
- Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba.
- Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmhg.
- Akral dingin, capillary refill menurun.
- Diuresis menurun sampai anuria.
Sebelum terjadinya syok lebih baik kita melakukan pencegahan dan
pengendalian demam dengue. Pencegahan penyakit DBD dan demam dengue sangat
bergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian
nyamuk terdapat dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat,
yaitu:
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberatasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembang biakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah. Sebagai contoh: menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya
sekali seminggu, mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung
seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat penampungan air, mengubur kaleng-
kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.
b. Biologi
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
- Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna
untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
- Memberikn bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti: gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit ini adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara
ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang
obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan disesuaikan dengan kondisi setempat.3
Vaksin dengue adalah vaksin untuk mencegah infeksi dengue atau mengurangi
resiko seorang anak terkena infeksi dengue yang berat. Seperti kita ketahui,
infeksi dengue sangat bervariasi dari yang ringan hingga berat. Manifestasi klinisnya
bisa ringan seperti demam dengue atau dengan manifestasi kebocoran plasma pada
demam berdarah dengue atau yang berat seperti syok sindrom dengue yang dapat
menyebabkan kematian pada beberapa kasus.
DAFTAR PUSTAKA
Adam L, Jumaa AM, Elbashir H, Kaesany M, 2010. Maternal and perinatal outcomes
of dengue in Port Sudan, Eastern Sudan. Virology Journal, p. 153.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2012.
Essy, 2009. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang Rawat
Inap Di RSU DR. Pirngadi Medan Tahun 2008.
Soedarmo, S.S.P, 2005. Demam Berdarah (Dengue) pada anak. UI Press, Jakarta
Sri Rezeki H, Mauzal Kadim, Yoga, dkk. New Dengue Classification. Update
Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders. FKUI. Jakarta:
2012.
World Health Organization, 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, and
Control 2009.
World Health Organization, 2012. Dengue and Severe Dengue.