Anda di halaman 1dari 28

ANATOMI, FISIOLOGI, DAN PEMERIKSAAN FISIK

LARING
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL

Disusun oleh:
Novia Febiola Sihite (170100227)

Pembimbing:
Prof. Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.T.H.T.K.L(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG
TENGGOROK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM
MALIK MEDAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SUMATERA UTARAMEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah yang berjudul ”Anatomi, Fisiologi, dan Pemeriksaan Laring”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Dalam proses penyusunan laporan kasus ini, penulis menyampaikan
penghargaan dan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna,
Sp.T.H.T.K.L(K) selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan
membantu penulis selama proses penyusunan makalah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulisan makalah di kemudian hari. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi penulisan ilmiah di
masa mendatang.

Medan, 20 Juni 2021

Penulis,

Novia Febiola Sihite


LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :


Nilai :

Penguji

Prof. Dr. dr. Tengku Siti Hajar


Haryuna, Sp.T.H.T.K.L(K)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................2


LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................3
DAFTAR ISI .................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG ...........................................................................................5
1.2 TUJUAN PENELITIAN ........................................................................................6
1.3 MANFAAT PENELITIAN ....................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................7
2.1 ANATOMI LARING ............................................................................................7
2.1.1 Struktur Penyangga Laring ..............................................................................7
2.1.2 Sendi Laring ................................................................................................. 11
2.1.3 Ventrikel, Pita Suara, Membran dan Ligamen Laring .................................... 12
2.1.4 Rongga (Cavum/Cavitas) pada Laring ........................................................... 14
2.1.5 Struktur Otot Laring...................................................................................... 15
2.1.6 Vaskularisasi Laring ..................................................................................... 18
2.1.7 Persarafan Laring .......................................................................................... 20
2.2 FISIOLOGI LARING ....................................................................................... 21
2.2.1 PEMERIKSAAN FISIK LARING ................................................................ 24
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 27

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Laring adalah organ khusus yang tersusun secara kompleks dari berbagai
jenis jaringan. Meskipun perawatan, studi, dan manajemen bedah laring yang
rumit termasuk dalam spesialisasi THT, pengetahuan tentang laring dan kondisi
terkait bermanfaat bagi banyak spesialisasi medis. Posisi laring dalam tubuh
manusia dan fungsinya yang unik memungkinkan patofisiologi laring melibatkan
spektrum kondisi dan perawatan mulai dari intervensi pernapasan yang
menyelamatkan jiwa hingga peningkatan kualitas suara (Hoerter and Chandran,
2020). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545265/

Laring merupakan organ pada leher yang melindungi trakea dan berperan
penting dalam produksi suara. Peran laring dalam sistem pernapasan ialah menjadi
saluran penghubung antara pangkal rongga mulut dan trakea. Laringitis
merupakan radang kronis yang sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis (FK UI, 2014).
Terdapat beberapa penyakit atau keadaan pada domain ilmu faring laring
yang sering dijumpai pada praktek sehari-hari. Keadaan-keadaan tersebut antara
lain: faringitis, tonsilitis, laringitis, dan vocal nodul serta karsinoma nasofaring
yang merupakan suatu keganasan pada bidang THT (FK UI, 2014). Berdasarkan
data Kesehatan Indonesia, penyakit rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yang
berhubungan dengan kasus THT-KL untuk laki-laki 54,34% atau9.737 kasus dan
perempuan 45,66% atau 8.181 kasus. Penelitian lain yang dilaksanakan pada
tahun 2015 di BLU RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado, didapatkan 48 jenis
penyakit dengan 10 penyakit THT terbanyak dimana proporsi jenis penyakit
tenggorokan 239 kasus (55,97%), penyakit hidung 163 kasus z938,17% dan
penyakit telinga 25 kasus (5,85%)
(Kandouw, 2015).
Dari gambaran data di atas didapatkan bahwa penyakit pada bagian laring
masih menjadi permasalahan kesehatan yang banyak ditemukan di berbagai
negara termasuk di Indonesia. Oleh karena itu makalah ini dilakukan untuk
mengetahui hal dasar mengenai laring yaitu, anatomi, fisiologi, dan pemeriksaan
fisik laring agar menjadi bahan informasi dan pengetahuan mengenai laring.

1.2 TUJUAN PENELITIAN


Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai anatomi, fisiologi dan
pemeriksaan fisik laring, serta untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik senior
(KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
1.3 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang didapat dari penulisan refarat ini adalah:
1. Untuk mempelajari cara penulisan refarat yang baik dan benar.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
anatomi, fisiologidan pemeriksaan fisik laring.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI LARING

Laring adalah kerangka tulang rawan dengan kontrol neuromuskular yang


rumit. Hyoid adalah satu-satunya tulang pada laring dan berartikulasi dengan
banyak otot ekstrinsik laring. Tulang hyoid teraba di superior, dan kelenjar
tiroid teraba di inferior (Hoerter dan Chandran, 2020).

Laring bergantung pada dukungan tulang rawan untuk strukturnya yang


fleksibel namun stabil. Dua lamina kartilago tiroid bersatu untuk bergabung
di anterior pada tonjolan laring, yang dikenal sebagai "jakun" (Saran, M et
al., 2021).

Lokasi laring berada pada tingkat vertebra C3 sampai C7 dan ditahan pada
posisinya oleh otot dan ligamen. Daerah paling superior dari laring adalah
epiglotis yang melekat pada tulang hyoid yang terhubung ke bagian inferior
faring. Aspek inferior laring terhubung ke bagian superior trakea
(Quintanilla, J. S et al., 2020).

Laring memainkan peranan sentral dalam mengkoordinasikan fungsi


saluran pencernaan-pernapasan atas termasuk respirasi, berbicara dan
menelan. Laring dibagi menjadi supraglotis, glotis, dan subglotis (Shah et al.,
2012).

Fungsi utama laring adalah dalam respirasi, perlindungan jalan napas


selama deglutisi, dan fonasi. Saat bernafas, pita suara abduksi secara optimal,
meningkatkan luas total glotis untuk memfasilitasi kerja pernapasan. Saat
menelan, epiglotis ditarik ke posteroinferior untuk menutupi glotis,
memungkinkan bolus untuk lewat dengan aman ke hipofaring dan esofagus
tanpa mengganggu jalan napas. Dalam fonasi, ligamen vokal, otot, dan
mukosa di atasnya ditegangkan dan diadduksi sehingga bergetar pada
frekuensi yang sesuai untuk pengucapan (Hoerter and Chandran, 2020).

2.1.1 Struktur Penyangga Laring


Kerangka tulang penyangga laring terdiri dari tulang hyoid dan beberapa
tulang rawanyaitu tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis, aritenoid, kuneiformis
dan kornikulata sesamoid (Goldfarb and Piccione, 2021).
 Tulang Hyoid

o Merupakan tulang yang berbentuk huruf U, yang berfungsi sebagai


tempat pelekatan berbagai otot mulut dan lidah (Fitriyani et al.,
2017). Tulang hyoid juga merupakan tulang yang unik karena tulang
hyoid adalah satu-satunya tulang yang tidak menempel pada tulang
lain (Poole, 2017).

o Posisi tulang hyoid pada keadaan normal terletak dibawah garis yang
terbentuk darititik servikal ke-3 (C3) namun pergerakan tulang hyoid
berubah seiring dengan pergerakan mandibula, lidah, faring, dan
tulang servikal (Tarkar et al., 2016).

(a) (b)
(c)
Gambar 2.1 Struktur Penyangga Laring - (a) Tampak Anterior, (b) Tampak Lateral, dan (c)
TampakPosterior (Bansal, 2013)

 Tulang Rawan (kartilago)


Kerangka laring terdiri dari sembilan kartilago: kartilago tiroid, kartilago
krikoid, epiglotis, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago
kuneiformis. Tiga yang pertama adalah tulang rawan yang tidak berpasangan,
dan tiga yang terakhir adalah tulang rawan yang berpasangan.

Kartilago tiroid berfungsi sebagai perisai pelindung yang mengelilingi


bagian anterior laring dan membentang secara vertikal dari daerah superior
ke inferior. Kartilago tiroid adalah kartilago terbesar dari semua enam tulang
rawan dan memiliki bentuk buku setengah terbuka dengan bagian belakang
menghadap ke depan, dengan dua bagian bertemu di tengah membentuk
tonjolan yang disebut tonjolan laring, yang dikenal sebagai jakun.
(Quintanilla, J. S et al., 2020).

Kartilago tiroid dihubungkan dengan kartilago krikoid oleh ligamentum


krikotyroid. Tulang rawan laring terbesar ini memiliki dua lamina, yang
bertemu di anterior di garis tengah dan membentuk sudut (jakun) yaitu 90°
pada pria dan 120° pada wanita. Pada permukaan luar lamina terdapat line
oblique sebagai tempat melekatnya ototsternothyroideus, otot thyrohyoideus,
dan otot constrictor pharyngis inferior. Pita suara terletak di tengah sudut
tiroid. Setiap obstruksi jalan napas di atas pita suara karena tumor atau benda
asing dapat dengan cepat, mudah dan efektif ditangani dengan menusuk
membran krikotiroid (Bansal, 2013).

Tulang rawan krikoid juga dikenal sebagai cincin krikoid atau cincin
meterai karena merupakan satu-satunya tulang rawan yang mengelilingi
trakea sepenuhnya. Kartilago krikoid duduk di bagian inferior laring, pada
tingkat vertebra C6, dan memiliki dua bagian: bagian anterior juga disebut
lengkungan, dan bagian posterior, jauh lebih lebar dari anterior, disebut
sebagai lamina. (Quintanilla, J. S et al., 2020). Pada bagian lateral terdapat
facies articularis sirkular yang akan bersendi dengan kornu inferior kartilago
tiroid. Sedangkan di bagian atasnya terdapat facies articularis yang akan
bersendi dengan basis kartilago aritenoid. Di setiap sisi tulang rawan krikoid
melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian
belakang melekat otot krikoaritenoid posterior (Bansal, 2013).

Epiglotis adalah lipatan tulang rawan elastis berbentuk daun yang


menutupi pembukaan laring. Epiglotis melekat pada permukaan internal
kartilago tiroid dan menonjol di atas faring, memungkinkan lewatnya udara
ke laring, trakea, dan paru-paru (Quintanilla, J. S et al., 2020). Epiglotis
adalah tulang rawan yang berfungsi sebagai katup pada pita suara (laring) dan
tabung udara (trakea), yang akan menutup selama proses menelan
berlangsung. Pada saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut
laring yaitu menutup dan mengangkat jakun keatas untuk mencegah
masuknya makanan dan cairan, sehingga tidak mengganggupernapasan kita
karena masuknya makanan atau cairan tersebut. Epiglotis akan terus terbuka
ketika kita bernapas (Bansal, 2013).

Kedua kartilago aritenoid adalah sepasang kartilago berbentuk piramida


kecil, keras tetapi fleksibel yang terletak di atas bagian posterior kartilago
krikoid. Dasar setiap tulang rawan memiliki dua proses: sudut anterior adalah
proses vokal, dan sudut lateral dikenal sebagai proses otot (Quintanilla, J. S
et al., 2020). Tulang rawan aritenoid berbentuk piramidal memiliki bagian-
bagian berikut:

 Basis: Berartikulasi dengan tulang rawan krikoid.

 Proses otot: Proses lateral ini memberikan keterikatan pada otot


laring intrinsik.

 Proses vokal: Proses anterior ini memberikan keterikatan pada


ligamenvokal pita suara.

 Apex: Bagian superior ini mendukung tulang rawan kornikulata di


lipatan aryepiglottic (Bansal, 2013).

Kartilago kornikulata atau kartilago Santorini adalah kartilago berbentuk


kerucut elastis kecil yang berartikulasi dengan apeks kartilago aritenoid.
Kartilago kuneiformis, juga dikenal sebagai kartilago Wrisberg, adalah dua
potongan kartilago kuning berserat memanjang yang ditempatkan satu di
kedua sisi di lipatan aryepiglottic. Mereka tidak memiliki perlekatan
langsung ke kartilago lain tetapi berfungsi untuk menopang plika vokalis dan
aspek lateral epiglotis. Kartilago laring bergerak berkat beberapa sendi di
antara mereka. Sendi krikotiroid menghubungkan kartilago tiroid dengan
arkus krikoid. Sendi karikaritenoid menghubungkan setiap kartilago
aritenoid ke kartilago krikoid, dan sendi arikornikulata menghubungkan
kartilago aritenoid ke kartilago Santorini.
2.1.2 Sendi Laring
Pada laring terdapat dua buah sendi yaitu artikulasi krikotiroid dan
artikulasi krikoaritenoid (Bansal, 2013).
1. Artikulasi krikotiroid atau sendi krikotiroid (cricothyroid joint)
 Sendi sinovial ini terbentuk di antara kornu inferior tulang rawan
tiroid dan lamina pada tulang rawan krikoid.
 Pergerakan sendi ini akan menyebabkan pengaturan terhadap
suara (voicepitch) atau penyusuaian terhadap suara dengan jalan
mengubah ketegangan daripita suara.
 Dislokasi sendi krikothyroid (sendi yang menghubungan krikoid
dan kartilago thyroid) dapat terjadi pada hilangnya kemampuan
dalam merubah pitch kontrolterhadap suara.

2. Artikulasi krikoaritenoid (cricoarytenoid joint)


 Sendi sinovial ini terbentuk antara dasar aritenoid dan di batas
atas lamina krikoid.
 Terdapat dua jenis gerakan yang dimungkinkan pada sendi ini;
berputar dan meluncur. Gerakan rotasi terjadi pada sumbu vertikal
dan menambah pita suara. Aritenoid meluncur ke lateral dan
medial membantu menutup atau membuka bagian posterior glotis.
 Dislokasi sendi krikoaritenoid sering terjadi pada suara yang
parau atau suara yang tidak jelas dan biasanya obstruksi jalan
napas dan gangguan pernapasan.
2.1.3 Ventrikel, Pita Suara, Membran dan Ligamen Laring
Pita suara terdiri dari lima lapisan (dalam hingga lapisan superfisial
sebagai berikut): otot thyroarytenoid, lamina propria dalam, lamina propria
intermediet, lamina propria superfisial, dan epitel skuamosa. Lamina propia
profunda dan intermedia keduanya dikelompokkan untuk membentuk
ligamen vokal yang disebutkan di atas. Lapisan superfisial lamina propria
merupakan permukaan gelatin di mana pita suara bergetar. Pembukaan ke
dalam lumen laring dilapisi oleh lipatan aryepiglottic dimana beberapa tulang
rawan terletak (termasuk tulang rawan kuneiformis, kornikulata, dan
aritenoid).

Lokasi umum untuk makanan tersangkut dikenal sebagai sinus piriformis,


dan dapat ditemukan secara bilateral di sekitar lipatan aryepiglottic. Ventrikel
laring merupakan kantong keluar dari dinding laring dan ruang potensial.
Terletak di antara laring supraglotis dan glotis. Ventrikel letaknya meluas ke
lateral sebagai kantong keluar yang dikenal sebagai sakulus laring karena
kemampuannya untuk runtuh dengan sendirinya. Sakulus ini menjadi penting
dalam konteks klinis kista sakular. Dua struktur di dalam laring penting untuk
mencegah penyebaran keganasan. Yang pertama adalah membran segi
empat. Ini rumah ligamen ventrikel. Struktur lainnya adalah konus elastikus.
Membran ini menyebar dari kartilago krikoid ke ligamen vokal di dalam plika
vokalis (Saran, M et al., 2021).

Ada dua jenis ligamen: ligamen ekstrinsik yang menempelkan laring ke


struktur lain seperti hyoid atau trakea, dan ligamen intrinsik yang
menghubungkan kartilago laring di antara keduanya (Quintanilla, J. S et al.,
2020).

 Ekstrinsik

o Membran tirohyoid: merupakan membran yang dilewati oleh


berkas neurovaskular dari pembuluh laring superior dan saraf
laring internal, menghubungkan tulang rawan tiroid ke tulang
hyoid.
o Ligamentum hyoepiglotis: menghubungkan tulang rawan
epiglotis ke tubuh tulang hyoid.
o Membran krikotrakeal: menghubungkan tulang rawan krikoid ke
cincin trakea pertama.

 Intrinsik

o Membran krikovokal: Membran fibroelastik segitiga ini memiliki


batas atas bebas (ligamentum vokal), yang membentang antara
tengah sudut tiroid hingga proses vokal aritenoid. Perbatasan
bawah melekat pada lengkung tulang rawankrikoid.
 Conus Elasticus: Kedua sisi membran krikovokal membentuk
konus elastik. Benda asing subglottic terkadang terkena
dampak di daerah konus elastisus.
 Membran krikotiroid: Bagian anterior konus elastisus tebal
dan membentuk membran krikotiroid, yang menghubungkan
tulang rawan tiroid dengan tulang rawan krikoid.
o Membran Quadrangular: Ini tidak didefinisikan dengan baik. Ini
membentang antara tulang rawan epiglotis dan aritenoid. Batas
bawahnya yang bebas membentuk ligamentum vestibular, yang
terletak di lipatan vestibular (korda palsu). Batas atasnya terletak
pada lipatan aryepiglotis (Bansal, 2013).

2.1.4 Rongga (Cavum/Cavitas) pada Laring

Merupakan suatu ruangan yang meluas dari pintu masuk laring sampai
setinggi tepi bawah tulang rawan krikoid (tingkat batas bawah vertebra serviks
VI) kemudian beralih kedalam lumen trakea. Rongga pada laring dibagi menjadi
3 bagian sebagai berikut (Bansal, 2013):
1. Supraglotis (Vestibulum superior)

o Vestibulum dibatasi oleh aditus laringis dan rima vestibuli.

o Merupakan cavitas laryngis yang terletak dibawah aditus laryngis


sampai tepat diatas plica vestibularis (pita suara palsu)
2. Glotis

o Bagian tersempit dari rongga laring dewasa yang terletak di antara


pita suara dan aritenoid dari kedua sisinya. Ukuran dan bentuk
glotis bervariasi dengan aktivitas pita suara. Sepertiga anterior
glotis dibentuk oleh pita suara membran, sedangkan sepertiga
posterior oleh proses vokal aritenoid.
o Panjang anteroposterior glotis lebih banyak pada pria (24 mm)
dibandingkan pada wanita (16 mm).
3. Infraglotis (Subglotis)
o Yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita
suara sejati serta membentuk rongga yang disebut ventrikel
laring Morgagni. Daerah subglotis memanjang dari bawah pita
suara ke batas bawah tulang rawankrikoid.
2.1.5 Struktur Otot Laring

Gambar 2.2 Potongan Coronal Laring

Ada 2 jenis otot pada laring, intrinsik (menghubungkan tulang rawan


laring satu sama lain) berfungsi membuka rima glotidis sehingga dapat dilalui oleh
udara respirasi dan ekstrinsik (menghubungkan laring ke struktur sekitarnya)
berfungsi menggerakkan laring, menutup rima glotidis dan vestibulum laringis
mencegah bolus makanan masuk ke dalam laring (trakea) padawaktu menelan,
dan mengatur ketegangan (tension) plika vokalis ketika berbicara (Bansal, 2013).

 Intrinsik, dibagi menjadi 2: (1) otot yang berkerja untuk pita


suara dan (2) ototyang bekerja pada saluran masuk laring
1. Otot yang berkerja untuk pita suara

 Abductor: M. Krikoaritenoid Posterior

 Adductor: M. Krikoaritenoid Lateral, M. Interaritenoid, dan


M. Tiroaritenoid bagian luar
 Tensor: M. Krikoeritenoid

 Relaxer: M. Tiroaritenoid bagian dalam (M. Vokalis)

2. Otot yang bekerja pada saluran masuk laring


 Openers: M. Tiroepiglotis

 Closers: M. Interaritenoid dan M. Aryepiglotis

Tabel 2.1 Asal-usul Dan Aksi Musculus Intrinsik Laring (Bansal, 2013)
Arah Serat
Otot (Musculus) Asal (Origin) Insersi (Insertion) Aksi (Action)
(Inervation)
M. Krikoaritenoid Permukaan Bagian depan aritenoid Ke atas dan ke Abduktor pita
Posterior posterior lamina (muscular process) luar suara
krikoid
M. Krikoaritenoid Tepi atas Bagian depan aritenoid Ke atas dan ke Adduktor pita
Lateral lengkungan krikoid (muscular process) dalam suara
M. Interaritenoid Bagian belakang Bagian belakang aritenoid Melintang Adduktor pita
salah satu aritenoid yang lain (muscular suara
(muscular process) process)
M. Tiroaritenoid Separuh bawah Permukaan anterolateral Ke dalam, Ke Adduktor pita
bagian luar sudut tiroid aritenoid atas, dan Ke suara
luar
M. Krikoeritenoid Permukaan Tepi bawah kornu tiroid Ke dalam, Ke Memperpanjang
anterolateral atas, dan Ke pita suara
lengkungan luar (tensor)
aritenoid
M. Tiroaritenoid Separuh bawah Permukaan lateral Ke dalam, Ke Memperpendek
bagian dalam (M. sudut tiroid aritenoid (vocal process) atas, dan Ke dan menebalkan
Vokalis) luar pita suara
M. Tiroepiglotis Separuh bawah Batas epiglotis Ke dalam, Ke Membuka
sudut tiroid atas, dan Ke saluran laring
luar
M. Interaritenoid Bagian belakang Seberang apex aritenoid Ke atas menuju Menutup
aritenoid (muscular arah berlawanan saluran laring
process) aritenoid
M. Aryepiglotis Bagian belakang Batas Epiglotis Ke atas menuju Menutup
aritenoid (muscular arah berlawanan saluran laring
process) aritenoid

(a)
(b)

Gambar 2.3 Musculus Intrinsik Laring, (a) Tampak Posterior, (b) Tmpak Lateral

 Ekstrinsik
Dibagi menjadi elevator dan depresor (Bansal, 2013):
1. Elevator
 Elevator Primer: Melekat pada tulang rawan tiroid dan
termasuk otot faring vertikal yaitu, M. Stilofaringeus, M.
Salpingofaringeus, dan M. Palatofaringeus.
 Elevator Sekunder: Melekat pada tulang hioid dan termasuk
suprahioid yaitu, M. Digastrikus, M. Stilohioideus, M.
Geniohioideus, dan M. Milohioideus
2. Depresor
 Mereka termasuk otot infrahioid yaitu, M. Sternohioideus, M.
Tirohioideus, dan M. Omohyioideus.
Tabel 2.2 Asal-usul Dan Aksi Musculus Ekstrinsik Laring (Bansal, 2013)
Otot Insersi Arah serat
Asal (origin) Aksi (action)
(musculus) (insertion) (inervation)
Digastrikus Os. Temporale Os. Pada venter anterior Untuk elevasi tulang hyoid dan
Mandibula oleh nervus depresi mandibula sehingga dapat
mandibularis mengangkat dasar atau lantai mulut
sedangkan saat menelan atau berfungsimenarik
pada venter posterior laring ke bawah (elevator)
oleh nervus facialis
Stilohioideus Proc. Basis N vii facialis Untuk menarik laring kebawah
Styloideusos kornu os (elevator) dan merupakan bagian
temporalis hyoid dasar mulut saat menelan
Geniohioideus Bagian dalam Permukaan Oleh serat dari laluic1 Elevasi hyoid dan memperlebar
mandibula anterior pada saraf kranial xii laring
tulang (N. Hypoglossus)
hyoid
Milohioideus Os. Mandibula Os. Hyoid Nervus mandibularis Otot-otot ini berfungsi menarik
cabang N. vagus laring ke bawah (elevator) dengan
cara menggerakkan lidah saat
deglutasi dan elevasi os.hyoid
Sternohioideus Os. Sternum Os. Hyoid Plexus cervicalis Menarik os. Hyoid ke caudal dan
depresor laring atau menarik laring
ke atas
Tirohioideus Kartilago Os. Hyoid Oleh serat dari lalui Menarik atau depressi os. Hyoid ke
thyroid c1 pada saraf kranial caudal dan depresor laring atau
xii (N. Hypoglossus) menarik laring ke atas
Omohioideus Os. Scapula Os. Hyoid Plexus cervicalis Meregangkan fascia cervicalis,
mencegah kolapsnya vena jugularis
dan sebagai depressor laring
atau menarik laring ke atas
2.1.6 Vaskularisasi Laring
Laring mendapat perdarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan
Inferior sebagai A. Laringeus Superior dan Inferior. Vena laringeus superior dan
vena laringeus inferior letaknya sejajar dengan A. Laringeus superior dan inferior
dan kemudian bergabung dengan vena tiroidsuperior dan inferior (Bansal, 2013).
1. A. Laringeus Superior
 Arteri laringitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian
belakang membran hioid bersama-sama dengan cabang internus
dari N. Laringeus superior kemudian menembus membran ini
untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan
lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan
otot-otot laring.
2. A. Laringeus Inferior
 Bersama-sama dengan N. Laringeus inferior berjalan ke belakang
sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari
M. Konstriktor faring inferior.
 Di dalam laring, arteri ini bercabang-cabang memperdarahi
mukosa dan otot serta beranastomosis dengan A. Laringeus
superior.
 Pada daerah setinggi membran krikotiroid, A. Tiroid superior juga
memberikancabang yang berjalan mendatari sepanjang membran
krikotiroid sampai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini
mengirimkan cabang yang kecil melalui membran krikotiroid
untuk mengadakan anastomosis dengan A. Laringeus superior.

Gambar 2.4 Sistem A. Laringeus

3. V. Laringeus Superior dan Inferior


 Letaknya sejajar dengan A. Laringeus superior dan inferior dan
kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior.
 Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring, vena laringeus
superior biasanya bermuara pada vena tiroid superior, lalu
bermuara ke dalam vena jugularis interna. Vena laringeus inferior
bermuara pada vena tiroid inferior, kemudian bermuara ke vena
brachiocephalica sinistra.
Gambar 2.5 Sistem V. Laringeus

2.1.7 Persarafan Laring


Laring dipersarafi oleh cabang-cabang saraf vagus yaitu, yaitu N.
Laringeus superior dan N. Laringeus inferior. Kedua saraf ini merupakan
campuran saraf motorik dan sensorik. Saraf vagus keluar melalui foramen
jugularis dan kemudian berjalan di dalam selubung karotisdi leher (Bansal, 2013).
1. N. Laringeus Superior.

Meninggalkan percabangan dari N. vagus tepat di bawah ganglion


nodosum, melengkung ke depan dan medial di bawah A. karotis
interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang dua, yaitu:
a. Cabang Interna: bersifat sensoris, mempersarafi vallecula,
epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring di atas
pita suara sejati.
b. Cabang Eksterna: bersifat motoris, mempersarafi M. Krikotiroid
dan M. Konstriktor inferior.
2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren)
Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai
laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeus
yang kiri mempunyai perjalanan yang panjang dan dekat dengan
Aorta sehingga mudah terganggu. Merupakan cabang N. vagus
setinggi bagian proksimal A. subklavia dan berjalan membelok ke
atas sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus, selanjutnya
akan mencapailaring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea
dan memberikan persarafan:
a. Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea

b. Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali M.


Krikotiroidea (Bansal, 2013).

Gambar 2.6 Persarafan Laring

2.2 FISIOLOGI LARING


Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu respirasi, fonasi dan berbicara,
serta proteksisaluran napas disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat
pada uraian berikut (Lee, 2012):
1. Respirasi
Aduksi pita suara selama ekspirasi dan abduksi pita suara selama inspirasi
mengatur aliran udara ke paru-paru (Bansal, 2013). Laring bertindak sebagai
katup berfungsi untuk mengontrol aliran udara. Glotis dapat mengontrol aliran
udara dan tekanan intratoraks dengan membuka dan menutup. Pada permulaan
inspirasi, otot krikoaritenoid posterior bekerja untuk mengabduksi pita suara
sebelum aktivasi diafragma (Goldfarb and Piccione, 2021).

Kontraksi ritmik yang serupa dari otot krikotiroid dengan respirasi


meningkatkan dimensi anterior-posterior laring untuk memfasilitasi inspirasi.
Saraf laring superior dan banyak reseptor sensoriknya pada epitel laring
memainkan peran kunci di sini (Goldfarb and Piccione, 2021).

Contoh lain dari kontrol neuromuskuler kompleks pada laring dengan


respirasi dapat ditemukan pada respon laring terhadap obstruksi jalan napas
parsial di jalan napas bagian atas. Aliran menurun yang dihasilkan dideteksi oleh
reseptor aliran dari saraf laring superior. Sebagai tanggapan, otot krikoaritenoid
posterior berkontraksi untuk membuka glotis sementara diafragma secara
bersamaan mengurangi gaya inspirasi.

Jika bukan karena perubahan ini, tekanan negatif yang dihasilkan di


trakea dan saluran napas bagian distal akan mengakibatkan kolapsnya saluran
napas. abduktor laring kembali terbuka lebar dan tetap terbuka lebih lama selama
ekspirasi paksa, sedangkan selama terengah-engah, abduktor tetap aktif
seluruhnya (Goldfarb and Piccione, 2021).
1. Fonasi dan Berbicara
Selain melindungi saluran napas bagian bawah dan membantu mengatur
pernapasan, laring telah berevolusi pada manusia untuk fonasi. Seperti dibahas
sebelumnya, pita suara adalah struktur berlapis yang terdiri dari lapisan
permukaan epitel, membran basal, dan laminapropria yang terbagi menjadi tiga
lapisan berbeda di atas otot vokalis (Goldfarb and Piccione, 2021).
Teori produksi suara myoelastik-aerodinamis pertama kali diperkenalkan
oleh Van den Berg yaitu, laring menghasilkan suara seperti alat musik tiup.
Bentuk, ukuran, dan ketegangan pita suara dikendalikan oleh interaksi yang
kompleks dari kontrol neuromuskuler menyebabkan aliran udara dari daerah
bertekanan tinggi (subglotis) ke daerah bertekanan rendah (supraglotis) untuk
menghasilkan getaran yang disebut sebagai gelombang mukosa karena efek
Bernoulli. Gelombang ini menyebabkan permukaan inferior pita suara membelok
ke medial untuk menutup. Saat gelombang bergerak dari inferior ke superior,
permukaannya dibelokkan terlebih dahulu ke medial dan kemudian ke lateral,
menyebabkan lipatan berulang kali membuka dan menutup. Teori Penutup Tubuh
Hirano menjelaskan interaksi antara tubuh otot pita suara dan lamina propria di
atasnya. Bahkan saat otot vokalis menegang dan berkontraksi, epitel di atasnya
dapat dengan bebas bergerak, berubah bentuk, dan bergetar (Goldfarb and
Piccione, 2021). Saat berbicara terdapat 3 fase yaitu, fase paru, fase laring, dan
fase supraglotis atau oral.

a. Fase paru: menciptakan aliran energi dengan inflasi paru-paru dan


pengeluaran udara. Ini memberikan kolom udara ke laring. Tekanan
udara subglotis dihasilkan oleh udara yang dihembuskan dari paru-
paru dengan bantuan kontraksi otot dada dan perut.
b. Fase laring: lipatan vokal bergetar untuk menghasilkan suara yang
kemudian dimodifikasi pada fase berikutnya. Tekanan udara
membuka kabel aduksi dan embusan kecil udara dilepaskan. Getaran
lipatan vokal bukanlah hasil dari otot laring. Lipatan vokal aduksi dan
tekanan udara yang bergerak menyebabkan getaranpita suara elastis.
Fase supraglotis atau oral: Bunyi laring yang dimodifikasi pada fase
supraglotis/oraldianggap sebagai bunyi individu yang unik. Kata-kata
atau kalimat tersebut dibentuk oleh otot-otot faring, lidah dan bibir
serta gigi. Getaran pita suara menghasilkan suara, yang diperkuat
melalui mulut, faring, hidung, dan dada. Tindakan modulator dari
bibir, lidah, langit-langit, faring, dan gigi mengubah suara menjadi
ucapan (Bansal, 2013).
2. Proteksi saluran napas
Laring melindungi saluran pernapasan bagian bawah dengan cara berikut:
1. Penutupan dan pembukaan sfingter laring: Selama menelan makanan,
makanan tersebut tidak akan masuk ke saluran udara karena dicegah
dengan penutupan tiga sfingter berturut-turut, sehingga tidak ada
makanan atau muntahan yang dapat masuk ke laring.
2. Penghentian respirasi: Ketika makanan bersentuhan dengan orofaring,
refleks yang dihasilkan oleh serabut aferen dari saraf kranialis
kesembilan (N. Gassofaringeal) menghentikan respirasi untuk
sementara.
3. Refleks batuk: Batuk mengeluarkan partikel asing yang bersentuhan
dengan mukosa pernapasan. Laring bertindak sebagai pengawas paru-
paru dan segera mulai beraksi saat masuknya benda asing (Bansal,
2013).
2.2.1 PEMERIKSAAN FISIK LARING
Pemeriksaan orofaring dan laring
 Alat-alat: Cermin laring, Kasa, Lampu kepala, lampu spiritus, dan
Xylocaine spray.

 Prosedur:

1. Pasang lampu kepala dan arahkan ke rongga mulut

2. Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi

3. Anastesi faring dengan xylocaine spray (bagi faring yang sensitif).


Pemeriksaan dapat dimulai kira-kira 10 menit setelah dianastesi
4. Cermin diuapkan terlebih dahulu. Pegang cermin dengan tangan
kanan laluhangatkan dengan api lampu spiritus
5. Sebelum kaca dimasukkan kedalam rongga mulut, suhu kaca ditest
dulu denganmenempelkan pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa
6. Pasien diminta untuk membuka mulut menjulurkan lidahnya sejauh
mungkin

7. Ambil kasa dan pegang lidah dengan menggunakan tangan kiri dan
ditarik keluar dengan hati-hati. Jari I diatas lidah, jari III dibawah
lidah, dan jari II menekan pipi.
8. Arahkan cermin laring menuju area faring (posisikan didepan uvula)
dan fokuskancahaya pada daerah tersebut dengan tangan kanan.
9. Pasien diminta mengucapkan huruf “iiiii”, hal ini dilakukan untuk
menilai pita suara aduksi. Sedangkan, untuk menilai gerakan pita
suara abduksi dan daerah subglotik dengan menyuruh pasien untuk
inspirasi dalam (FK UI, 2014).
Gambar 2.7 Pemfis Laring (Muhar, AM 2016)
BAB III

KESIMPULAN
Laring merupakan organ pada leher yang melindungi trakea dan berperan
penting dalam produksi suara. Peran laring dalam sistem pernapasan ialah menjadi
saluran penghubung antarapangkal rongga mulut dan trakea. Laring memainkan
peranan sentral dalam mengkoordinasikan fungsi saluran pencernaan-pernapasan
atas termasuk respirasi, berbicara dan menelan. Laring dibagi menjadi
supraglotis, glotis, dan subglotis. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang
diikat bersama oleh ligamen dan membran.
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu proteksi saluran napas, fonasi
dan berbicara, serta respirasi disamping beberapa fungsi lainnya. Pemeriksaan
fisik luar laring dimulai dari inspeksi kemudian palpasi dan auskultasi. Saat
inspeksi, posisi dan gerakan laring harus diperhatikan. Kendurnya tulang rawan
laring berhubungan dengan kanker laring stadium lanjut. Bengkak pada leher
bisa terjadi oleh karena metastasis dari kanker laring. Saat palpasi, laring diraba
untuk melihat pelebaran kerangka laring dan kualitas membran tirohyoid serta
krikotiroid. Auskultasi dapat membantu dalam stridor dan pembengkakan
vaskular.
DAFTAR PUSTAKA
Bansal, M., 2013. Diseases of ear, nose and throat. JP Medical Ltd.Devine,
Conor and Zur, Karen. 2021. Upper Airway Anatomy and Physiology.
Springer.

Hoerter, J. and Chandran, S., 2021. Anatomy, Head and Neck, Laryngeal Muscles.
[online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545265/> [Accessed 19 June
2021].

Fitriyani, L., Syahputri, R.N.E. and Lovani, R.J., 2017. MY BODY: Aplikasi
Pembelajaran Organ Vital dan Tulang pada Rangka Tubuh Manusia
menggunakan Augmented Reality. eProceedings of Applied Science, 3(2).

FK UI. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher, edisi Ketujuh. Badan Penerbit FK Universitas Indonesi: Jakarta

Goldfarb, Samuel and Piccione, Joseph. 2021. Diagnostic and Interventional


Bronchoscopy in Children. New York: Humana Press.

Kandouw, C.E., Palandeng, O.I. and Mengko, S., 2015. POLA PENDERITA
RAWAT INAP THT-KL DI BLU RSUP PROF. DR. RD KANDOU
MANADO PERIODE JANUARI 2010–DESEMBER 2012. e-CliniC,
3(3).

Lee, K.J., 2012. Essential otolaryngology. McGraw-Hill Publishing.

Muhar AM, Prayugo B, Siregar DR, Zahara D, Anggraini DR, Sofyan F, Aldy F,
Herwanto HRY, Harahap MP, Rahmayani OR, Pohan PU, Lubis RR,
Zubaidah TSH, Amelia S, Sudewo Y.2016. Modul Keterampila Klinik:
Blok Special Sense System.Medan. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.p Netter, F. H. 2016. Atlas of human Anatomy 6th
Edition.Elsevier. USA. 73-76.

Poole, K., 2017. Facial Bones.


Saran, M., Georgakopoulos, B. and Bordoni, B., 2021. Anatomy, Head and Neck,
Larynx Vocal Cords. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535342/> [Accessed 19 June
2021].
Shah J, Patel SG, Singh B. Larynx and Trachea. In: Shah J, Patel SG, Singh B,
editors. Headand Neck Surgery and Oncology. Philadelphia: Elsevier
Mosby. 2012. p. 811-992.

Tarkar, J.S., Parashar, S., Gupta, G., Bhardwaj, P., Maurya, R.K., Singh, A. and
Singh, P., 2016. An evaluation of upper and lower pharyngeal airway
width, tongue posture and hyoid bone position in subjects with different
growth patterns. Journal of clinical and diagnostic research: JCDR, 10(1),
p.ZC79.

Suárez-Quintanilla, J., Cabrera, A. and Sharma, S., 2021. Anatomy, Head and
Neck, Larynx. [online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538202/> [Accessed 19 June
2021].

Anda mungkin juga menyukai