LARINGITIS AKUT
(THT –KL)
Disusun oleh :
30101507401
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LARINGITIS AKUT
Oleh :
30101507401
Pembimbing,
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan case-based discussion
(CbD) dan refleksi kasus pada pasien dengan Laringitis Akut. Tugas ini disusun sebagai
salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian SMF THT RSI-SA
Semarang
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. dr. RENNY SWASTI
WIJAYANTI, Sp. THT – KL, selaku pembimbing yang sabar dalam membimbing dan
memberikan pengarahan serta mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
memberikan bimbingan, masukan, serta koreksi demi tersusunnya CbD dan refleksi
kasus ini, serta teman-teman departemen kepanitraan klinik Ilmu Kesehatan THT-KL
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis berharap refleksi kasus ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada pita suara (laring) yang
dapat menyebabkan suara parau. Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis
melibatkan pita suara yang memicu terjadinya suara parau hingga hilangnya suara.
Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi
dalam jangka waktu lama. Infeksi pada laring dapat dibagi menjadi laringitis akut dan
laringitis kronis, infeksi maupun non infeksi, inflamasi lokal maupun sistemik yang
melibatkan laring. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam
kurun waktu kurang dari 7 hari dan biasanya muncul dengan gejala yang lebih dominan
seperti gangguan pernafasan dan demam. Laringitis kronis biasanya terjadi bertahap dan
telah bermanifestasi dalam beberapa minggu. Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas
PEMBAHASAN
I. ANATOMI LARING
EMBRIOLOGI 2
Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang
terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya terbentuk alur
faring median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem pernafasan dan benih
laring. Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar hari ke 21 kehidupan embrio.
Perluasan alur ke kaudal merupakan primaordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan
berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke 27 atau 28. Bangian
yang paling proksimal dari tuba akan menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina
epitelial dapat dikenali pada hari ke 33. Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar
Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal. Banyak
ANATOMI 2
Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6, bagian
atasnya yang aka melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas segitiga dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf ‘U’, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan otot-otot.
menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid, aritenoid,
kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan tulang rawan laring
yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke
arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami
penonjolan membentuk “adam’s apple” dan di dalam tulang rawan ini terdapat pita
Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah
kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago krikoid
terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak setinggi vetebra C3
sampai C4. Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih kecil, bertanggung jawab
untuk membuka dan menutup laring, berbentuk seperti piramid, terdapat 2 buah
(sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang laring dan membentuk sendi dengan
Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini melekat pada
kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan ariepiglotik. Sepasang
kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg terdapat di dalam lipatan
ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis berperan dalam rigiditas dari lipatan
dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago thyroidea.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago
terdiridari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas
ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam kartilago
thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis
palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
otot ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulang hyoid (suprahioid), dan ada yang
terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot ekstrinsik yang supra hyoid ialah M.
menarik laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring keatas. Otot-otot
Rongga Laring 4
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya
ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah
antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya
ialah membran kuadranagularis, kartilago aritenoid, konus elasticus, dan arkus kartilago
kartilago krikoid.
ventrikulare, maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica ventrikularis
Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut rima glottis, sedangkan antara kedua
Plica vocalis dan plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian,
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica ventrikularis.
Daerah ini disebut supraglotic. Antara plica vocalis dan pita ventrikularis, pada tiap
Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica vocalis, dan terletak
kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterioir. Daerah subglotic adalah rongga
dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik
memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita suara. Saraf ini mula-mula
terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah medial a.karotis interna, kemudian
menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan setelah menerima hubungan dengan ganglion
servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus
internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior dan
sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan
kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Disebelah posterior
dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus
posterior, Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral,
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior dan
a.laringitis inferior.
laryngitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran tirohioid
membran ini untuk berjalan kebawah di submokosa dari dinding lateral dan lantai dari
Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan bersama-
sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring
melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam arteri itu
a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan
cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai mendekati tiroid.
Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran krikotiroid
Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar dengan
a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior.
Pembuluh Limfe 4
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Disini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis
dan a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian
superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan
kebawah dengan a.laringeus inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan
• Bentuk : Irregular
Jaringan ikat
Otot skelet
Mukosa + kelenjar-kelenjar
Epiglotis
III. FISIOLOGI LARING
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
1. Fungsi Fonasi
Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan
adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat
oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta
trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi
2. Fungsi Proteksi
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek
otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu
reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan
3. Fungsi Respirasi
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan
parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita
suara.
4. Fungsi Sirkulasi
bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek
kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang
5. Fungsi Fiksasi
6. Fungsi Menelan
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat
kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian
oleh epiglotis.
7. Fungsi Batuk
8. Fungsi Ekspektorasi
Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha
9. Fungsi Emosi
Definisi 1
Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi, baik
secara akut maupun kronik. Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung
dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu
Radang akut laring pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis akut
(common cold). Sedangkan laringitis kronik merupakan radang kronis laring yang dapat
disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis
kronis. Mungkin juga disebabkan oelh penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti
Epidemiologi
serangan croup pada bayi usia 0-5 bulan didapatkan 5.2 dari 1000 anak per tahun, pada
bayi usia 6-12 bulan didapatkan 11 dari 1000 anak per tahun, pada anak usia 1 tahun
didapatkan 14.9 dari 1000 anak per tahun, pada anak usia 2-3 tahun didapatkan 7.5 dari
1000 anak per tahun, dan pada anak usia 4-5 tahun didapatkan 3.1 dari 1000 anak per
tahun. Dari penelitian di Chapel Hill – NC (Danny dkk, 1983) didapatkan data-data
perbandingannya yaitu 24.3, 39.7, 47, 31.2, dan 14.5, dan dari data-data tersebut
Laringitis atau croup mempunyai puncak insidensi pada usia 1-2 tahun. Sebelum usia 6
laki-laki/perempuan 1.43:1 (Denny dkk, 1993). Banyak dari kasus-kasus croup timbul
pada musim gugur dimana kasus akibat virus parainfluenza lebih banyak timbul. Pada
literatur lain disebutkan croup banyak timbul pada musim dingin, tetapi dapat timbul
sepanjang tahun. Kurang lebih 15% dari para penderita mempunyai riwayat croup pada
keluarganya.
Etiologi 1
Sebagai penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang local atau
1. Laringitis virus
b. Laringitis virus
2. Laringitis Bakterialis
b. Laringitis Difteri
1. Laryngitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti
influenza atau common cold. Infeksi virus influenza (tipe A dan B),
6. Trauma.
7. Bahan kimia.
9. Alergi.
Patofisiologi 2
Laryngitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang
terbanyak dari laryngitis, masuk melalui inflamasi dan menginfeksi sel dari epithelium
saluran nafas local yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propria,
submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infiltrasi selular dengan histosit, limfosit, sel
dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trakea
di bawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka
pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan
Daerah glottis dan subglotis pada bayi normalnya sempit, dan pengecilan sedikit
saja dari diameternya akan berakibat peningkatan hambatan saluran nafas yang besar
dan penurunan aliran udara. Seiring dengan membesarnya diameter saluran nafas sesuai
dengan pertumbuhan maka akibat dari penyempitan saluran nafas atas akan berakibat
terjadinya stridor dan kesulitan bernafas yang menuju pada hipoksia ketika sumbatan
yang terjadi berat. Hipoksia dengan sumbatan yang ringan menandakan keterlibatan
saluran nafas bawah dan ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi akibat sumbatan dari
saluran nafas bawah atau infeksi parenkim paru atau bahkan adanya cairan.
1. Gejala local seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang
kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari
suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan
dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38˚C, dan adanya rasa
membengkak terutama di bagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan
9. Obstruksi jalan nafas apabila ada oedem laring diikuti oedem subglotis yang
terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak
menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik
pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak di bawah
pita suara.
b. Ditemukan tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru.
Pemeriksaan Penunjang 7
(Steeple sign).
Diagnosa Banding7
b. Faringitis
c. Bronkiolitis
d. Bronkitis
e. Pnemonia
g. Reflux Laryngitis
h. Spasmodic Dysphonia
Penatalaksanaan7
Pasien dinyatakan perlu untuk rawat rumah sakit jika dalam kondisi
2. Terapi Umum :
c. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila
(saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal
spray.
3. Terapi Tambahan
4. Terapi Medikamentosa
ataupun spray.
c. Antibiotika yang adekuat apabila peradangan berasal dari paru
Pencegahan
1. Jangan merokok dan menghindari asap rokok karena rokok akan membuat
2. Minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang
terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.
kering.
Komplikasi 1
Pada beberapa kasus pada laringitis yang disebabkan oleh infeksi dapat menyebar
Prognosis 1
Prognosis untuk penderita laryngitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya
selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini
dapat menyebabkan oedem laring dan oedem subglotis sehingga dapat menimbulkan
obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan pipa
DEFINISI
LPR adalah suatu kondisi dimana terjadi gerakan retrograde dari isi lambung ke
dalam saluran aerodigestif atas (kerongkongan, faring, laring, rongga mulut dan
nasofaring). Penyakit ini sering salah didiagnosis atau kurang terdiagnosis.10
LPR dikenal juga dengan berbagai istilah seperti supraesofageal GERD, atipikal
GERD, dan komplikasi ekstraesofageal GERD.
ETIOLOGI
Etiologi terjadinya refluks pada LPR sebagian besar masih belum diketahui,
meskipun disfungsi Upper Esophageal Sphincter (UES) telah dihipotesiskan
sebagai faktor yang memungkinkan. Walaupun dismotilitas dan disfungsi LES
mempunyai peranan penting pada GERD, namun hal itu berkebalikan pada LPR.
Bahkan pada pemeriksaan manometri, pada LPR sering ditemukan tidak aadanya
gangguan dismotilitas.11
GEJALA KLINIS
Pada orang dewasa gejala klinis dapat berupa heartburn atau terasa pahit di
belakang tenggorokan, namun gejala klinis GERD lainnya jarang ditemukan.
Beberapa gejala yang biasa dikeluhkan oleh pasien antara lain:
PATOFISIOLOGI
Terdapat 4 barier untuk melindungi daerah aerodigestif bagian atas dari bahan
refluks, yaitu:
Epitel bersilia pada saluran napas sangat sensitif, sehingga kegagalan dari keempat
mekanisme diatas dapat dengan mudah merusak silia epitel. Disfungsi dari silia ini
akan menyebabkan penumpukan mukus menimbulkan gejala sering berdeham.
Iritasi langsung oleh asam lambung pada saluran napas atas akan menyebabkan
spasme laring dan menimbulkan batuk kronis.13
DIAGNOSIS
Walau pun terkadang sudah tampak jelas diagnosis LPR dari kedua skor tersebut
terkadang masih terjadi misdiagnose. Hal ini disebabkan karena gejala LPR yang
tidak spesifik dan hampir mirip dengan penyakit lainnya, terutama keluha suara
serak. Table berikut adalah contoh menyingkirkan diagnosis banding dari LPR:
Barium esophagografi
Pemeriksaan ini berguna untuk melihat kelainan struktural yang mungkin
mendukung diagnosis kea rah GERD, misal hiatal hernia, striktur esophagus,
atau penyempitan distal esophagus. Secara keseluruhan, barium
esophagografi hanya memiliki sensitivitas 33% dalam mendiagnosis
refluks.13
Laringoskopi
Laringoskopi adalah prosedur yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis
LPR. Pemeriksaan dengan menggunakan flexible laryngoscopy lebih
sensitive namun tidak lebih spesifik dari menggunakan rigid laryngoscopy
dalam mendeteksi kerusakan jaringan laring.13
Endoskopi
Ditemukannya tanda-tanda peradangan esophagus pada pemeriksaan
endoskopi tidak memberatkan GERD sebagai etiologi dalam gangguan
supraesofageal. Namun pemeriksaan ini dapat membantu klinisi untuk
menerangkan penyakitnya pada pasien. Gambaran esofagitis tidak selalu
ditemukan pada pasien LPR.
Monitoring pH faringoesofageal
Monitoring ini pernah dianggap sebagai standar untuk mendiagnosis refluks.
Namun, modalitas diagnostic ini kurang sensitif pada mereka dengan
manifestasi gejala ekstraesofageal dari GERD. Selain itu, data terakhir
menunjukkan bahwa temuan abnormal pemantauan pH tidak dapat
memprediksi respon dari terapi. Pada pemeriksaan ini pH probe distal
diletakkan 5 cm di atas LES dan pH probe proksimal diletakkan 20 cm di
atas LES. Lalu pada daerah faring diletakkan pH probe ke 3 untuk merekam
perubahan asam yang terjadi.16
PENATALAKSANAAN
Edukasi dan perubahan perilaku
Perubahan perilaku yang sangat penting temasuk menurunkan berat badan,
berhenti merokok, dan hindari minuman beralkohol. Diet yang ideal meliputi
pantangan terhadap coklat, lemak, buah yang asam, minuman bersoda,
makanan pedas, red wine, kafein, dan makan tengah malam. Perubahan
perilaku menunjukkan perubahan yang signifikan pada penderita LPR yang
disertai dengan terapi medikamentosa. Edukasi mengenai aturan meminum
obat 30 sampai 60 menit sebelum makan juga penting untuk optimalisasi
kerja obat.17
Medikamentosa
Terdapat empat kategori obat yang dapat dipakai untuk terapi LPR, yaitu
golongan penghambat pompa poton, agonis reseptor H2, agen prokinetik,
dan krioprotektan mukosa. Penghambat pompa proton merupakan pilihan
utama dalam pengobatan medikamentosa LPR. Obat ini paling efektif dalam
mengataasi GERD yang meilabtkan esophagus. Walaupun efektif namun
dosisi yang lebih tinggi dan durasi waktu yang lebih lama dibutuhkan
dibandingkan dengan penyakit esophagus akibat GERD.18
Operasi
Jika penatalaksanaan dengan medikamentosa gagal sedangkan pasien
terbukti memilki volume refluks yang tinggi dan memiliki LES yang
inkompeten maka ini merukan indikasi untuk dilakukannya prosedur operasi.
Fundoplikasi baik yang komplit (Nissen atau Rossetti) maupun parsial
(Taupet atau Bore) adalah prosedur yang paling sering dilakukan. Tujuan
dari operasi ini adalah untuk mengembalikan fungsi LES yang nantinya akan
menurunkan episode terjadinya refluks.19
KOMPLIKASI
batuk-batuk kronis, sinusitis, infeksi telinga, pembengkakan pita suara, ulkus pada plika
emfisema, serta bronchitis. LPR yang dibiarkan saja juga kemungkinan berperan dalam
IDENTITAS PASIEN
NAMA : Tn. T.E
JENIS KELAMIN : Laki-Laki
USIA : 53 tahun
AGAMA : Islam
PEKERJAAN : Karyawan Swasta
STATUS : Menikah
PENDIDIKAN : Sarjana
ALAMAT : JL. Lempongsari I 401D Gajah Mungkur Semarang
NO CM : 0102xxxx
TGL PEMERIKSAAN : 8 Febuari 2020
ANAMNESIS
Autoanamnesa tanggal 8 Febuari 2020 di Poli THT RSI-SA Semarang
1. Keluhan utama
Suara Hilang
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT RSI-SA Semarang pada tanggal 8 Febuari
2020 dengan keluhan suara hilang sejak 3 hari sebelum masuk RS. Keluhan
disertai dengan adanya batuk dan pilek sejak 1 bulan yang lalu. Serta pasien
mengeluhkan suara serak sbelumnya. Ditambah ditanyakan sudah berapa lama
merasakan suara seraknya ?. Pasien juga mengeluhkan tenggorokan gatal dan
terasa kering. Pasien mengaku sering berdehem dan jika batuk tidak disertai
dengan sekret atau dahak. Nyeri di tenggorokan dan kesulitan saat menelan
serta demam disangkal pasien. Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan
intensive selama 6 bulan. Pasien juga menderita maag, sering kambuh ± 1 kali
seminggu dan merasakan cairan naik dari perut ke tenggorokan dan terasa
asam. Ditambah ditanyakan apakah pasien merasakan sesak nafas atau tidak?.
+ Ditanyakan juga apakah merasa ada benjolan di leher ?
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 8 Febuari 2020 di Poli THT RSI-SA
Semarang
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
TD : 110/70
Nadi : 83 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36.5°C
Kepala : Normocephal
Wajah : Simetris
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakea,
tidak ada pembesaran KGB
Gigi dan Mulut :
Gigi geligi : tumbuh beraturan
Lidah : bentuk normal, kotor (-) seperti peta (-), tremor (-)
Pipi : bengkak (-)
Status Lokalis
1. Pemeriksaan telinga
Telinga luar
Dextra Sinistra
Aurikula Bentuk normal Bentuk normal
Nyeri tarik (-) Nyeri tarik (-)
Oedem (-) Oedem (-)
Preaurikula Tragus pain (-) Tragus pain (-)
Oedem (-) Oedem (-)
Retroaurikula Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Oedem (-) Oedem (-)
Mastoid Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Oedem (-) Oedem (-)
CAE Discharge (-) Discharge (-)
Membran Timpani
Dextra Sinistra
Perforasi (-) (-)
Cone of light (+) anteroinferior (+) anteroinferior
Warna Putih Perak mengkilat seperti Putih Perak mengkilat
mutiara seperti mutiara
Bentuk Cekung Cekung
2. Pemeriksaan hidung
Hidung luar
Luar: Dextra Sinistra
Inspeksi
Bentuk Tidak ada deformitas Tidak ada deformitas
Inflamasi/tumor Eritem (-) bengkak (-) Eritem (-) bengkak (-)
Palpasi
Krepitasi (-) (-)
Nyeri tekan/ ketok (-) (-)
sinus
LARING
Epiglotis Bentuk normal, Hiperemis (+)
Trakea Normal
1=2
2=2
3=4
4=2
5=2
6=2
7=0
8=0
TOTAL SKOR = 14
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak Dilakukan
RESUME
1. Pemeriksaan Subjektif
• Suara hilang sejak 3 hari SMRS
• Keluhan lain batuk dan pilek serta (suara serak sebelum suara hilang) sejak 1
bulan yang lalu.
• Pasien juga mengeluhkan tenggorokan gatal dan terasa kering
• Pasien Sering berdehem dan jika batuk tidak disertai dengan sekret.
• Pasien juga menderita maag, sering kambuh ± 1 kali seminggu dan merasakan
cairan naik dari perut ke tenggorokan dan terasa asam.
2. Pemeriksaan Objektif
a. Kepala dan leher dalam batas normal
b. Telinga : dalam batas normal
c. Hidung :
o Hidung-Mukosa : Hiperemis (+/+ )
o Hidung-Sekret : Sekret (+/+) , bening kental
o Hidung-KI : Hipertrofi (-/+)
o Septum Deviasi : Minimal
d. Tenggorok
o Uvula : Tenang, Ditengah, Memanjang
o Tonsil-Mukosa : T1-T1 / Hiperemis (+/+)
o Faring : Mukoasa Hiperemis (+)
o Epiglotis : Bentuk normal, Hiperemis (+)
o Cartilago Aritenoid : Hiperemis (+), edema (+)
o Plika vestibularis :Hiperemis (+) , Oedem (+) Massa (-)
o Plica vocalis :Hiperemis (+) , Oedem (+) Massa (-)
o Plika aryepiglotika :Hiperemis (+) , Oedem (+) Massa (-)
o Glotis : Hiperemis (+) , Oedem (+)
DIAGNOSIS BANDING
Laringitis Akut,
Karsinoma Laring,
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
▫ Metilprednisolon 2x 16 mg tablet
( Hari 1-3, 2x16mg. Hari 4-5, 2x8mg. Hari 6-7, 2x4mg. )
Non-Medikamentosa:
▫ Vocal Rest
▫ Menghentikan Kebiasaan merokok.
Edukasi
KOMPLIKASI
1. Sinusitis Kronik
2. Bronkitis Kronik
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
BAB IV
KESIMPULAN
Laringitis akut merupakan proses peradangan atau inflamasi yang terjadi pada
laring dan dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab. Penyebab tersering dari
Gejala yang terjadi pada laringitis akut ini adalah batuk yang menggonggong,
suara serak, stridor inspirasi dan sesak nafas, dapat juga disertai dengan demam. Gejala
biasanya lebih berat pada malam hari. Bisa didahului oleh pilek, hidung tersumbat,
batuk dan sakit menelan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara serak, faring yang
meradang dan frekuensi pernafasan dan denyut jantung yang meningkat, disertai
pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, infrasternal dan intercostal serta stridor
terus menerus, megap-megap (air hunger), hipoksia, saturarsi oksigen yang rendah, dan
suara, kadang bercak-bercak dari sekresi, pergerakan pita suara dapat ditemukan
asimetris dan tidak periodik. Dari pemeriksaan rontagen leher dapat ditemukan
gambaran “staplle sign” pada foto AP dan penyempitan subglotis pada foto lateral.
Dapat dilakukan pemeriksaan Gram dan kultur dengan tes sensitivitas. Dari darah
DAFTAR PUSTAKA
1. Boies, Adams, Higler. 1994. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC
2. Restuti, Bashirudin, Iskandar, Soepardi. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi 6. FKUI: Jakarta
3. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher: Disfonia. 6th Ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2008.p. 231-34.
4. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Pentakit THT. 6th Ed.
Jakarta: EGC; 1999. p. 369-77.
5. Probst, Rudolf, Gerhard Grevers, Heinrich Iro. Basic Otorhinolaryngology :
Infectious Disease of Larynx and Trachea. New York: Thieme; 2006. p.
354-61.
6. Gupta, Summer K, Gregory N. Postma, Jamie A. Koufman. Head & Neck
Surgery – Otolaryngology. Laryngitis. 4th Ed. Newlands: Lippincott
William & Wilkins; 2006. p. 831-32.
7. Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and
Neck Surgery . 8th Ed. Connecticut: McGraw-Hill; 2003. p. 724-36, 747,
755-60.
8. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey.
Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 3rd Ed. Vol: 1. Philadelphia:
Lippincot Williams and Wilkins; 2001. p. 479-86.
9. Harms, Roger W, et all. 2012. Laringitis. Available at:
http://www.mayoclinic.com/health/laryngitis/DS00366/DSECTION.
Access at : December 15th, 2013.