Anda di halaman 1dari 82

ANALISIS TIPE PERILAKU KONSUMEN MINYAK GORENG

DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN BOYOLALI

Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Oleh :
WAHYU RISTIANI
H 0306034

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS TIPE PERILAKU KONSUMEN MINYAK GORENG


DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN BOYOLALI

yang dipersiapkan dan disusun oleh :


Wahyu Ristiani
H 0306034

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


pada tanggal : 14 Juli 2010
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji


Ketua Anggota I Anggota II

Erlyna Wida Riptanti, SP. MP Nuning Setyowati, SP, MSc Dr. Ir. Mohd. Harisudin, MSi
NIP : 19780708 200312 2 002 NIP : 19820325 200501 2 001 NIP : 19671012 199302 1 001

Surakarta, Juli 2010

Mengetahui,
Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian
Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS.


NIP. 19551217 198203 1 003

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, karunia, hidayah serta kemudahan-Nya sehingga penulis
dapat melaksanakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar.
Skripsi yang berjudul Analisis Tipe Perilaku Konsumen Minyak Goreng di
Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali ini disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian
Univesitas Sebelas Maret Surakarta. Pelaksanaan penelitian serta penyusunan
skripsi ini dapat terlaksana dengan lancar berkat dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS
Surakarta.
2. Bapak Ir. Agustono, MSi selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian UNS Surakarta.
3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku Ketua Komisi Sarjana
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas
Pertanian UNS Surakarta.
4. Ibu Dr. Ir. Minar Ferichani, MP selaku Pembimbing Akademik.
5. Ibu Erlyna Wida Riptanti, SP.MP. selaku Pembimbing Utama dan Ibu Nuning
Setyowati, SP.MSc. selaku Pembimbing Pendamping serta Bapak Dr. Ir.
Mohd. Harisudin, MSi selaku Dosen Penguji Tamu yang selalu memberikan
pengarahan, nasehat, dan petunjuk selama proses belajar dan penyusunan
skripsi di Fakultas Petanian.
6. Seluruh staff administrasi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian atas kesabaran
dan keramahannya membantu penulis dalam penyelesaian administrasi.
7. Kepala BPS, BAPPEDA, Disperindag dan Kantor Ketahanan Pangan Boyolali
beserta staff atas semua bantuannya dalam menyediakan informasi untuk
kebutuhan penelitian penulis.
8. Kedua orang tua penulis, Bapak Cuk Bani dan Ibu Sri Lestari atas doa, cinta
dan kasih sayang yang tanpa batas serta dukungan yang luar biasa sehingga
penulis sampai pada tahap ini.

iii
9. Adik dan kakakku, Novi Cahyaning Mumpuni dan Windri atas cinta,
dukungan dan kesediaan yang konstan untuk mendalami apa pun yang penulis
butuhkan. I need, you give.
10. Si kecil Kholis, Rasya dan Aliya atas rasa humor yang tinggi yang membantu
penulis untuk sejenak melepas penat selama proses penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku : Tia, Devi, Hetik, Desy, Riani, Lia dan Yulis atas
pengertian dan kebersamaannya di rumah kita Alamanda Putri. Syarifah,
Hartati dan Maninggar atas kasih sayang, persahabatan yang penuh dukungan
emosional dan kesediaan untuk berbagi dikala suka maupun duka. All of kwaci
Dinar, Maryani, Gebriyan, Rahmalia, Rifqi, Bedul, Antok, Keci, Bayu terima
kasih telah menjadi teman, sahabat, sekaligus pendorong bagi penulis.
12. Siska, Epi, Yeni, Yuani, Rara, Yuli, Luthfia, Uus, R.Dyah, Chacha, Danang,
Wahyudi, Habib, Bagus, Firzadi, Antok dan semua sahabat-sahabat
Agrobisnis 2006 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan
dan kebersamaannya yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
penulis dalam menghimpun semangat. Kebersamaan yang telah kita jalin
merupakan salah satu hal indah yang tak cukup penulis ungkapkan hanya
lewat kata.
13. HIMASETA FP UNS, seluruh pengurus dan anggota periode 2008-2009 dan
2009-2010, khususnya bidang Kesekretariatan, yang telah memberikan
kesempatan untuk berkembang dan mendapat pengalaman yang luar biasa.
11, 12, 13, 14
Thanks for always be there for me, thanks for the lesson i learned.
14. Semua pihak yang tidak dapat Penyusun sebutkan satu persatu, terimakasih
atas semua bantuannya.
Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan karya ilmiah ini.
Akhir kata semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2010
Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
RINGKASAN x
SUMMARY xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 6
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu 8
B. Tinjauan Pustaka 9
1. Minyak Goreng 9
2. Pemasaran 13
3. Perilaku Konsumen 14
4. Keterlibatan Konsumen 16
5. Atribut 17
6. Pasar Tradisional 20
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah 21
D. Hipotesis 23
E. Asumsi 23
F. Pembatasan Masalah 23
G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel 23
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian 27
B. Metode Pengumpulan Data 27
1. Metode Penentuan Daerah Penelitian 27
2. Metode Pengambilan Sampel 28
C. Jenis dan Sumber Data 30
D. Teknik Pengumpulan Data 30
E. Metode Analisis Data 31

v
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Geografis 35
B. Keadaan Penduduk 38
1. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin 38
2. Keadaan Penduduk menurut Umur 39
3. Keadaan Penduduk menurut Pendidikan 41
4. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian 42
C. Keadaan Perekonomian 43
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden 44
1. Karakteristik Responden menurut Jenis Kelamin 44
2. Karakteristik Responden menurut Kelompok Umur 45
3. Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendidikan 46
4. Karakteristik Responden menurut Mata Pencaharian 47
5. Karakteristik Respoden menurut Pendapatan Rumah Tangga 48
6. Karakteristik Responden menurut Jumlah Anggota Keluarga 49
B. Keterlibatan Konsumen Dalam Proses Pengambilan Keputusan
Pembelian Minyak Goreng di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali 50
C. Perbedaan Antar Merek Minyak Goreng Menurut Konsumen di
Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali 56
D. Tipe Perilaku Konsumen Minyak Goreng di Pasar Tradisional
Kabupaten Boyolali 63
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 66
B. Saran 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI. 2


Tabel 2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Boyolali... 27
Tabel 3 Rata-rata Konsumsi Minyak dan Lemak Penduduk Kabupaten
Boyolali Per Bulan....................................................................... 28
Tabel 4 Pembagian Jumlah Responden Pada Pasar Tradisional Di
Kabupaten Boyolali. 30
Tabel 5 Inventaris Keterlibatan Pribadi 31
Tabel 6 Pembobotan Atribut Minyak Goreng.. 33
Tabel 7 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan (Ha) di Kabupaten
Boyolali Tahun 2008... 38
Tabel 8 Komposisi Penduduk Kabupaten Boyolali Menurut Jenis
Kelamin dan Sex Rationya Tahun 2003-2008. 39
Tabel 9 Penduduk Kabupaten Boyolali Menurut Kelompok Umur dan
Jenis Kelamin Tahun 2008.......................................................... 40
Tabel 10 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten
Boyolali Tahun 2008................................................................... 41
Tabel 11 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kabupaten
Boyolali Tahun 2008................................................................... 42
Tabel 12 Jenis dan Jumlah Sarana Perekonomian di Kabupaten Boyolali
Tahun 2008.. 43
Tabel 14 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin... 44
Tabel 15 Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur................... 45
Tabel 16 Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendidikan............... 46
Tabel 17 Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian 47
Tabel 18 Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Rumah Tangga.. 48
Tabel 19 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga.... 49
Tabel 20 Hasil Analisis Keterlibatan Konsumen Minyak Goreng di Pasar
Tradisional Kabupaten Boyolali 51
Tabel 21 Perhitungan Persepsi Kualitas Merek-merek Minyak Goreng
Menurut Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali... 57
Tabel 22 Perhitungan Beda Antar Merek Minyak Goreng Menurut
Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali.. 57
Tabel 23 Perbandingan Konsumsi Minyak Goreng Jenis Kelapa dan
Kelapa Sawit Oleh Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten
Boyolali.. 59

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah 22


Gambar 2. Tipe perilaku Konsumen Menurut Henry Assael 34
Gambar 3. Hasil Kombinasi Analisis Keterlibatan Konsumen dan Beda
Antar Merek Minyak Goreng 64

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Identitas Responden


Lampiran 2. Kebiasaan Konsumsi Minyak Goreng Responden
Lampiran 3. Persepsi Kualitas Merek Minyak Goreng Menurut Konsumen
Minyak Goreng di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali
Lampiran 4. Perhitungan Keterlibatan Konsumen Minyak Goreng di Pasar
Tradisional Kabupaten Boyolali
Lampiran 5. Hasil Uji One way anova
Lampiran 6. Peta Kabupaten Boyolali
Lampiran 7. Foto Dokumentasi Penelitian
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian

ix
RINGKASAN

Wahyu Ristiani. H0306034. 2010. Analisis Tipe Perilaku Konsumen


Minyak Goreng Di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali. Di bawah bimbingan
Erlyna Wida Riptanti, SP. MP dan Nuning Setyowati, SP. MSc Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keterlibatan konsumen
dalam proses pengambilan keputusan pembelian minyak goreng di pasar
tradisional Kabupaten Boyolali, beda antar merek minyak goreng di pasar
tradisional Kabupaten Boyolali dan tipe perilaku konsumen minyak goreng di
pasar tradisional Kabupaten Boyolali.
Metode dasar dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
analitis. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Metode
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah convenience sampling dimana
peneliti melakukan wawancara di tempat penelitian. Jumlah sampel yang diambil
adalah 100 orang konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali dengan
menggunakan dasar confident level sebesar 95 %. Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan pencatatan. Metode analisis
data dalam penelitian ini menggunakan model tipe perilaku konsumen menurut
Henry Assael yang menggembangkan dua faktor yaitu keterlibatan konsumen
yang dianalisis dengan metode Zaichowsky dan beda antar merek yang dianalisis
dengan uji Anova satu arah.
Hasil analisis keterlibatan konsumen menunjukkan bahwa keterlibatan
konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian minyak goreng di
pasar tradisional Kabupaten Boyolali tergolong tinggi dengan rata-rata jumlah
skor 35,10 > 28. Sedangkan hasil uji Anova satu arah menunjukkan bahwa nilai F
hitung sebesar 23,730 dengan signifikasi sebesar 0,000 (<0,05) artinya konsumen
minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali menyadari perbedaan
yang jelas antar berbagai merek minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten
Boyolali. Hasil pengkombinasian analisis keterlibatan konsumen dan beda antar
merek tersebut menunjukkan bahwa tipe perilaku konsumen minyak goreng di
pasar tradisional Kabupaten Boyolali adalah tipe perilaku pembelian komplek
yang mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen menyadari perbedaan
antar berbagai merek.

x
SUMMARY

Wahyu Ristiani. H0306034. 2010. Analyse of The Consumer Behavior


Type to The Frying Oil in Traditional Market Boyolali Regency. Erlyna Wida
Riptanti, SP. MP dan Nuning Setyowati, SP. MSc as advisors. Agriculture Faculty
of Sebelas Maret University, Surakarta.
The aims of this research are to know the level of consumer involvement
to the frying oil buying decision making process in Boyolali regency traditional
market, differentes among the frying oil brands according to the consumer in
Boyolali regency traditional market and the consumer behavior type to the frying
oil in Boyolali regency traditional market.
The basic method of this research is used analytic descriptive method.
Location research selected by purposive method. Consumers sample method that
used in this research is convenience sampling, with interview. The researcher
takes 100 samples of consumer in Boyolali regency traditional market with used
confident level 95 %. Data resources of this research are primary and secondary
data. The data collected with the observation, interview and recording. This
research uses a Henry Assaels consumer behavior type model which develops
two factor, those are involvement which is analyzed by Zaichowsky methode and
differentes among brands which is analyzed by one way Anova.
The result of consumer involvement analyze indicate that the level of
consumer involvement to the frying oil buying decision making process in
Boyolali regency traditional market represent the high involvement with the mean
sum up score 35,10 > 28. While the result of one way Anova indicate that F value
equal to 23,730 by signification equal to 0,000 (<0,05) that mean the consumer of
frying oil consider a lot of differentes among brands of frying oil in Boyolali
regency traditional market. The result of consumer involvement and differentes
among brands analyze combination indicated that the consumer behavior type to
the frying oil in Boyolali regency traditional market is complex buying behavior
which have high consumer involvement and consumer have considered
differentes among brands.

xi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu produk industri hasil pertanian adalah minyak goreng.
Minyak goreng yang beredar di pasaran umumnya bersumber nabati, seperti
dari bunga matahari, kacang kedelai, kacang tanah, kelapa atau kelapa sawit.
Meskipun berbeda bahan dasar, namun hampir semua minyak goreng
memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai pengantar panas untuk
mematangkan makanan (Anonima, 2007).
Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok
masyarakat Indonesia sehingga permintaan akan produk ini selalu ada.
Kondisi yang terjadi pada saat krisis ekonomi beberapa tahun yang lalu, di
mana sempat terjadi kelangkaan minyak goreng di pasar lokal memperlihatkan
pentingnya minyak goreng sebagai kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng erat
dengan aktivitas masyarakat khususnya ibu rumah tangga yang dilakukan di
dapur untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap harinya.
Produk minyak goreng merupakan salah satu produk yang banyak
tersedia di pasaran. Banyaknya produk minyak goreng yang beredar di
pasaran membuat posisi persaingan antar merek minyak goreng di pasar
menjadi ketat. Persaingan penjualan minyak goreng di pasar yang semakin
ketat memicu produsen minyak goreng untuk berusaha agar produknya laku di
pasar. Produsen melakukan berbagai cara untuk meningkatkan penjualannya
seperti dengan meningkatkan fungsi merek dan kemasan sebagai pembeda
dengan produk minyak goreng yang lain, sehingga konsumen lebih tertarik
pada produk tersebut.
Berbagai macam kemasan minyak goreng di pasar tradisional yaitu
botol, refill, derrigent dan plastik untuk minyak goreng curah dengan berbagai
ukuran volume sehingga konsumen lebih memiliki banyak pilihan. Warna,
kejernihan dan atribut minyak goreng yang lain juga menjadi pertimbangan
konsumen dalam membeli minyak goreng. Besar kandungan gizi yang
dimiliki minyak goreng pun berbeda antar merek. Berdasarkan rumusan yang

1
xii
ada dari BSN (Badan Standarisasi Nasional) tentang mutu minyak goreng
berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu SNI 01-3741-2002,
menetapkan bahwa stadar mutu minyak goreng antara lain :
Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng
No. Kriteria uji Persyaratan
Satuan Mutu I Mutu II
1. Keadaan
1.1 Bau Normal Normal
1.2 Rasa Normal Normal
1.3 Warna Putih, kuning pucat sampai kuning
2. Kadar air % Maks 0,1 Maks 0,3
3. Bilangan asam KOH/gr Maks 0,6 Maks 2
Asam linoleat
(C18:3) dalam
komposisi
4. Asam lemak minyak % Maks 2 Maks 2
5. Cemaran logam
5.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1
5.2 Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0*/250 Maks 40,0*/250
5.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05 Maks 0,05
5.4 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1
6. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1
7. Minyak pelikan** Negatif Negative
Catatan : * Dalam kemasan kaleng
** Minyak pelikan adalah minyak yang tidak dapat disabunkan
Sumber : Abidanish, 2010
Beragamnya atribut minyak goreng yang menjadi pertimbangan
konsumen dalam mengambil keputusan pembelian menyebabkan konsumen
akhirnya harus menentukan pilihan secara selektif, minyak goreng mana yang
akan dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari. Pengambilan keputusan
pembelian tidak terlepas dari keterlibatan konsumen dimana menggambarkan
tingkat minat konsumen terhadap proses pembelian produk yang ditimbulkan
oleh pentingnya pembelian minyak goreng dalam kehidupan sehari-hari
konsumen. Fenomena ini menandakan adanya perbedaan perilaku konsumen
akan suatu produk minyak goreng di pasaran (Mintaryo, 2006). Salah satu
usaha yang perlu dilakukan oleh produsen minyak goreng untuk

xiii
meningkatkan penjualan produknya adalah mempelajari perilaku konsumen
(consumer behavior) yang beragam.
Pasar merupakan tempat pemasaran minyak goreng baik pasar
tradisonal maupun pasar modern. Kedua pasar tersebut memiliki beberapa
kesamaan yang salah satunya yaitu menyediakan barang kebutuhan bagi
konsumen. Namun pasar tradisional memiliki keunikan tersendiri
dibandingakan pasar modern. Kegiatan jual beli yang dilakukan di pasar
tradisional lebih fleksibel karena komunikasi yang dilakukan penjual dan
pembeli tidak kaku sebagai contoh adanya tawar menawar dalam pasar
tradisional. Konsumen juga cenderung lebih memilih pasar tradisional karena
pada umumnya lokasi pasar tersebut lebih dekat dengan tempat tinggal
konsumen daripada pasar modern. Berbagai kalangan konsumen baik yang
berpenghasilan menengah kebawah hingga menengah keatas banyak dijumpai
di pasar tradisional. Hal tersebut menandakan bahwa perilaku konsumen di
pasar tradisional lebih beragam sehingga menarik untuk dipelajari.
Kabupaten Boyolali merupakan daerah yang pada umum
masyarakatnya masih menggunakan pasar tradisional sebagai tempat untuk
melakukan aktivitas jual beli guna memenuhi kebutuhan sehari-hari terlebih
untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok termasuk minyak goreng.
Masyarakat pada umumnya melakukan pembelian minyak goreng bersamaan
dengan pada saat membeli barang kebutuhan pokok yang lainnya. Konsumen
pasar tradisional biasanya menentukan minyak goreng yang akan dibelinya
dengan cepat seperti mempertimbangkan atribut minyak goreng tidak seperti
yang dilakukan pada pasar swalayan. Konsumen minyak goreng pada
umumnya bersifat fanatik dalam melakukan pembelian yang artinya
konsumen tidak mudah pindah ke merek yang lain setelah percaya pada satu
merek minyak goreng. Namun konsumen sangat memperhatikan atribut
minyak goreng yang akan dibelinya seperti warna, kejernihan dan kandungan
gizi karena tuntutan keinginan konsumen sendiri akan rasa aman sehingga
tidak ragu untuk mengkonsumsinya.

xiv
Berbagai macam minyak goreng yang beredar di pasar-pasar
tradisional Kabupaten Boyolali diantaranya adalah minyak goreng barco dan
sawit dalam bentuk curah serta bimoli, sania, sanco, filma, tropical, hemart,
Frais Well, Kunci mas dan lain-lain dalam kemasan botol, derrigent maupun
refill (isi ulang). Minyak goreng dalam bentuk curah dijual dengan ukuran
kilogram sesuai dengan permintaan konsumen sedangkan minyak goreng
kemasan terdiri dari berbagai macam bentuk yaitu derrigent, refill dan botol
dalam berbagai ukuran pula. Meskipun minyak goreng curah kurang menarik
dalam hal kemasan atau kepraktisan namun minyak goreng curah memiliki
atribut lain yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli. Minyak
goreng curah terdiri dari beberapa tingkatan berdasarkan kejernihan dan warna
yang tentunya mempengaruhi harga minyak goreng tersebut. Masyarakat
Boyolali yang berpenghasilan menengah kebawah pada umumnya lebih
menyukai mengkonsumsi minyak goreng curah dibandingkan minyak goreng
kemasan karena harga lebih murah dan kapasitas isi yang lebih fleksibel
sesuai kebutuhan dibandingkan dengan minyak goreng kemasan. Sedangkan
masyarakat berpenghasilan menengah keatas cenderung menyukai minyak
goreng kemasan karena lebih praktis dan lebih terjamin kualitasnya. Namun
tidak menutup kemungkinan bahwa kenyataan tersebut dapat saja
berkebalikan karena kebiasaan, tuntutan rasa aman dalam mengkonsumsi dan
pertimbangan yang lainnya.
Produsen minyak goreng perlu menyadari bahwa perilaku konsumen
memiliki peran penting dalam penjualan produk. Menurut Kotler (1991),
konsumen memiliki preferensi yang kuat terhadap barang pokok termasuk
minyak goreng. Sehingga perilaku konsumen minyak goreng perlu untuk
dikaji guna menunjang keberhasilan dalam usaha pemasaran minyak goreng
terlebih di pasar tradisional yang di dalamnya terjadi aktivitas masyarakat
secara menyeluruh dari masyarakat golongan menengah kebawah hingga
menengah keatas (Anonimb, 2009). Hal inilah yang mendorong peneliti untuk
mengadakan penelitian mengenai Analisis Tipe Perilaku Konsumen Minyak
Goreng di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali.

xv
B. Perumusan Masalah
Jumlah penduduk semakin bertambah menyebabkan meningkatnya
kebutuhan konsumen terlebih kebutuhan pokok termasuk untuk produk
minyak goreng. Hal tersebut memicu produsen minyak goreng untuk
meningkatkan produksinya dan berlomba tidak hanya untuk mengetahui cara
penjualan tetapi lebih dalam artian bagaimana memuaskan kebutuhan
konsumen sehingga terjadi persaingan yang ketat antar produsen dalam pasar.
Produsen melakukan berbagai cara untuk meningkatkan penjualannya seperti
dengan meningkatkan fungsi atribut produk sebagai pembeda dengan produk
minyak goreng yang lain seperti jenis minyak goreng, kemasan, warna,
kejernihan, volume isi, harga dan kandungan gizi sehingga konsumen lebih
tertarik pada merek tersebut.
Konsumen kini memiliki waktu yang lebih lama untuk membuat
keputusan pembelian karena keberadaan atribut-atribut yang beragam pada
satu jenis produk yang sama (minyak goreng). Konsumen harus melibatkan
diri dalam memutuskan pembelian minyak goreng dengan pertimbangan
posisi pentingnya pembelian minyak goreng sehingga tindakannya sesuai
dengan kebutuhan dan keinginannya. Tingkat keterlibatan konsumen
(consumer involvement) berbeda-beda dipengaruhi oleh kondisi sosial,
psikologis dan budaya yang ada disekitarnya. Pengaruh-pengaruh tersebut
akan menimbulkan adanya tingkat keterlibatan konsumen yang berbeda-beda
dalam memutuskan pembelian minyak goreng.
Berbagai atribut yang melekat pada minyak goreng menimbulkan
penilaian konsumen terhadap produk minyak goreng. Konsumen akan mencari
informasi manfaat tertentu dan selanjutnya mengevaluasi atribut produk serta
memberikan bobot yang berbeda untuk setiap atribut sesuai kepentingannya
sehingga menimbulkan beda antar merek (differentes among brands) yang
pada umumnya direspon konsumen melalui persepsi. Persepsi setiap
konsumen terhadap atribut suatu merek minyak goreng berbeda-beda. Tingkat
keterlibatan dan persepsi konsumen terhadap suatu produk yang berbeda-beda

xvi
akan mempengaruhi tindakan pembelian konsumen yang pada akhirnya
menimbulkan adanya perilaku konsumen yang berbeda-beda pula.
Tipe perilaku konsumen satu dengan yang lain berbeda dan selalu
berubah sehingga perlu untuk dipelajari secara kontinyu terlebih saat ini
dimana pasar semakin kompetitif. Berbagai kalangan konsumen yang lebih
banyak dijumpai di pasar tradisional menimbulkan perilaku konsumen di pasar
tradisional lebih beragam sehingga menarik untuk dipelajari.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan
keputusan pembelian minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten
Boyolali?
2. Bagaimana perbedaan antar merek minyak goreng menurut konsumen di
pasar tradisional Kabupaten Boyolali?
3. Bagaimana tipe perilaku konsumen minyak goreng di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menganalisis tingkat keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan
keputusan pembelian minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten
Boyolali.
2. Menganalisis perbedaan antar merek minyak goreng menurut konsumen di
pasar tradisional Kabupaten Boyolali.
3. Menganalisis tipe perilaku konsumen minyak goreng di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

xvii
2. Bagi produsen dan pemasar, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk memberikan wawasan dan pertimbangan mengenai tipe perilaku
konsumen yang berpengaruh dalam keputusan pembelian sehingga dapat
dijadikan dasar untuk menyusun strategi pemasaran.
3. Bagi akademisi dan peminat masalah pemasaran, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan tambahan informasi, wawasan, pengetahuan, referensi
serta pembanding dalam penyusunan penelitian serupa.
4. Bagi konsumen, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
dan memberi informasi dalam memilih minyak goreng khususnya bagi
kosumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali.

xviii
II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian Damayanti et al (2009) yang berjudul Analisis
Faktor Marketing Mix Terhadap Keputusan Pembelian Minyak Goreng Pada
Pasar Swalayan Di Kota Surakarta, terdapat faktor-faktor yang
dipertimbangkan konsumen dalam membeli minyak goreng di pasar swalayan
di Kota Surakarta. Faktor-faktor tersebut adalah faktor produk, faktor
tampilan produk, faktor tempat, faktor harga, faktor promosi dan faktor
kemasan. Variabel-variabel yang dominan dipertimbangkan konsumen dalam
membeli minyak goreng di pasar swalayan di Kota Surakarta untuk tiap-tiap
faktor adalah variabel keamanan minyak goreng, variabel kejernihan minyak
goreng, variabel ketersediaan minyak goreng di pasar swalayan, variabel
harga, variabel iklan minyak goreng di media dan variabel jenis kemasan.
Hasil penelitian Purwitaningsih (2002) yang berjudul Study Terhadap
Pengambilan Keputusan Dalam Pembelian Minyak Goreng (Kasus Pada
Konsumen Rumah Tangga) menunjukkan bahwa konsumen yang membeli
minyak goreng adalah konsumen yang berstatus sebagai ibu rumah tangga
biasa. Berdasarkan hubungan antara atribut produk dengan jumlah pembelian,
hanya ada satu variabel yang memiliki hubungan yang signifikan, yaitu
hubungan antara rasa agak serik dengan jumlah pembelian. Hal ini
dikarenakan dalam mengkonsumsi minyak goreng rasa serik dalam minyak
goreng sangat mempengaruhi rasa makanan. Sehingga konsumen membeli
minyak goreng yang rasanya tidak serik bila digunakan untuk menggoreng.
Pada hubungan harga dengan jumlah pembelian dari 3 variabel, tidak ada
yang berhubungan. Hal ini disebabkan harga maupun diskon tidak
berpengaruh pada pembelian minyak goreng. Berdasarkan hubungan antara
distribusi minyak goreng dengan jumlah pembelian, ada satu variabel yang
menyatakan hubungan yaitu hubungan antara terdapat di berbagai tempat
dengan jumlah pembelian yang menunjukkan bahwa dalam membeli minyak
goreng konsumen mencari toko atau tempat menjual minyak goreng yang

xix
terdekat atau mudah di jangkau. Sedangkan untuk hubungan antara promosi
dengan volume pembelian, tidak ada variabel yang menunjukkan hubungan.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelian minyak goreng, konsumen
tidak dipengaruhi oleh promosi dari minyak goreng tersebut. Walaupun ada
pula konsumen yang membeli minyak goreng berdasarkan pada promosi yang
ditawarkan.
Berdasarkan penelitian Irianto (2007) yang berjudul Perilaku
Konsumen Minyak Goreng Kelapa Sawit Di Kota Surabaya, menunjukkan
bahwa seiring dengan ditemukannya minyak kelapa sawit perlahan-lahan
masyarakat memanfaatkan minyak sawit sebagai pengganti minyak kelapa.
Perilaku pembelian minyak goreng sawit di Surabaya dibedakan menurut
pilihan konsumsi perbulan, tempat pembelian, tujuan pembelian, harga
perliter minyak, volume setiap pembelian, volume konsumsi perbulan dan
merek minyak goreng yang dibeli. Sedangkan preferensi konsumen minyak
goreng sawit di Surabaya mengarah pada variable bahan kemasan, harga
dibanding merek lain, aroma minyak goreng, volume minyak goreng yang
disukai, jenis kemasan yang disukai dan warna minyak goreng yang disukai.
Berdasarkan hasil dari ketiga penelitian tersebut dapat disimpulkan
faktor keterlibatan konsumen dan beda antar merek mempengaruhi perilaku
konsumen dalam mengambil keputusan pembeliannya. Terdapat hubungan
positif dari keterlibatan konsumen dengan beda antar merek terhadap perilaku
pembelian konsumen. Perilaku konsumen yang berpengaruh dalam proses
pengambilan keputusan konsumen tersebut dapat dianalisis sehingga hasilnya
dapat membantu para produsen untuk menyusun strategi pemasaran.

B. Tinjauan Pustaka
1. Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan
atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan
biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng dari
tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian,
kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola (Wikipedia, 2009).

xx
Menurut Santoso (2008), pada dasarnya semua minyak yang
berasal dari tumbuhan tidak mengandung kolesterol. Hanya minyak yang
berasal dari hewan yang mengandung kolesterol seperti mentega, minyak
ikan, lemak hewan dan yang sejenis. Beberapa minyak dari tumbuhan ada
yang banyak mengandung asam lemak jenuh, dan beberapa yang lainnya
banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh jika
dikonsumsi oleh manusia atau hewan akan merangsang sintesis kolesterol
tubuh, sementara asam lemak tak jenuh jika dikonsumsi akan menurunkan
kolesterol tubuh. Minyak goreng non kolesterol adalah minyak yang lebih
banyak mengandung asam lemak tak jenuh daripada asam lemak jenuh.
Minyak jenis tersebut jika dikonsumsi sintesis kolesterol dalam tubuh
tidak akan meningkat sehingga kadar kolesterol darah tidak meningkat
pula. Minyak goreng yang berasal dari jagung, kedelai dan wijen banyak
mengandung asam lemak tak jenuh rantai panjang, sementara minyak
goreng yang berasal dari kelapa dan kelapa sawit banyak mengandung
asam lemak jenuh. Asam lemak tak jenuh lebih mudah teroksidasi jika
dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Oleh sebab itu, asam lemak tak
jenuh lebih mudah rusak dan lebih mudah teroksidasi di dalam tubuh.
Oksidasi asam lemak tak jenuh yang berlebihan di dalam tubuh akan
membahayakan kesehatan tubuh, seperti merangsang pertumbuhan sel
kanker.
Minyak goreng adalah hasil akhir (refined oils) dari sebuah proses
pemurnian minyak nabati (golongan yang bisa dimakan) dan terdiri dari
beragam jenis senyawa trigliserida yang mempunyai tiga jenis asam
lemak. Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua
golongan. Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri
makanan (edible oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi
minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai dan
sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan dalam indutri non makanan
(non edible oils) misalnya minyak kayu putih, minyak jarak, dan minyak

xxi
intaran. Beberapa jenis minyak goreng yang banyak dipasarkan di pasaran
adalah sebagai berikut :
a. Minyak Kedelai
Minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri makanan dan
non makanan. Industri makanan dari minyak kedelai yang digunakan
sebagai bahan industri makanan berbentuk gliserida sebagai bahan
untuk pembuatan minyak goreng, margarin dan bahan lemak lainnya
(Anonimc, 2008).
Minyak kedelai mempunyai kadar asam lemak jenuh sekitar
15% sehingga sangat baik sebagai pengganti lemak dan minyak yang
memiliki kadar asam lemak jenuh yang tinggi seperti mentega dan
lemak babi. Hal ini berarti minyak kedelai sama seperti minyak nabati
lainnya yang bebas kolestrol (Firmanjaya, 2008).
b. Minyak Jagung
Minyak jagung merupakan hasil ekstrak bagian lembaga.
Minyak jagung mengandung banyak asam lemak yang diperlukan
pada pertumbuhan badan dan mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi
yaitu sekitar 250 kkal/ons. Minyak jagung lebih disenangi konsumen
karena selain harganya murah, minyak jagung juga mengandung
sitosterol sehingga para konsumen dapat terhindar dari gejala
atheroschlerosis (endapan pada pembuluh darah) (Ketaren, 1986).
c. Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit adalah salah satu palma penghasil minyak nabati
yang lebih dikenal dengan sebutan palm oil. Kelapa sawit adalah
penyumbang minyak nabati terbesar di dunia. Minyak sawit dapat
dipergunakan untuk bahan makanan dan industri melalui proses
penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO
(Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil). Disamping itu CPO
dapat diuraikan untuk produksi minyak sawit padat (RBD Stearin) dan
untuk produksi minyak sawit cair (RBD Olein). RBD Olein terutama
dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng (Anonimd, 2008).

xxii
d. Minyak Kelapa
Minyak kelapa termasuk dalam kategori asam lemak jenuh,
sangat stabil dan tahan oksidasi, sehingga sulit menjadi tengik kalau
pembuatannya memenuhi persyaratan modern. Minyak kelapa yang
diproduksi secara modern tanpa dipanaskan, disebut minyak kelapa
perawan yang dikenal sebagai Virgin Coconut Oil (Wibowo, 2008).
Minyak kelapa, sebagai salah satu jenis minyak goreng,
mempunyai komposisi yang didominasi oleh asam lemak jenuh (90-
92%) sedangkan minyak kelapa sawit mempunyai kompisisi yang
berimbang. Minyak kedelai sebaliknya, kandungan asam lemak tak
jenuh mendominasi sampai 80%. Dengan kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit
mempunyai keunggulan daripada minyak kedelai yaitu lebih stabil dan
tidak mudah teroksidasi pada suhu tinggi (Sutanto, 2008).
Volume konsumsi minyak goreng bermerek selama kuartal
pertama 2009 turun sebesar 16,4 persen dibanding periode yang sama
tahun 2008. Berdasarkan hasil survei kepercayaan konsumen yang
dilakukan oleh sebuah lembaga riset, konsumen Indonesia mengeluarkan
uang lebih banyak untuk belanja makanan sebagai dampak kenaikan harga
barang. Oleh karena itu, konsumen kelas bawah dan menengah memilih
untuk membeli produk bermerek yang harganya lebih murah. Di lain
pihak, minyak goreng curah mengalami penurunan harga menyusul
bertambahnya pasokan komoditas tersebut ke pasar. Selain itu, penurunan
harga juga didorong oleh menurunnya permintaan CPO Indonesia dari
negara pengimpor utama seperti China dan India.
Produsen mengeluarkan produk Minyakkita dengan ukuran
setengah liter dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan
rendah. Selain ukuran setengah liter juga diproduksi Minyakita ukuran
seperempat liter. Ukuran kemasan yang lebih kecil, harga jualnya pun
akan berbeda dengan Minyakita ukuran satu liter yang dipatok Rp 7.000
selama program Kepedulian Sosial Perusahaan (KSP) (Purna, 2009).

xxiii
2. Pemasaran
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, definisi pemasaran telah
berubah yang bergantung kepada perkembangan sejarah pemasaran itu
sendiri. Definisi yang bermula fokus pada barang, kemudian pada
lembaga-lembaga yang melakukan pemasaran dan terakhir pada fungsi-
fungsi yang dilaksanakan dalam transaksi pemasaran. Philip Kotler
mendefinisikan pemasaran sebagai berikut : Marketing is the set of human
activities directed at facilitating and consummating exchanges. Artinya
pemasaran adalah serangkaian kegiatan manusia yang ditujukan untuk
memperlancar serta menyempurnakan pertukaran. Definisi tersebut
mengandung arti bahwa pemasaran memiliki unsur yaitu adanya kegiatan
manusia (pertukaran), ada yang dipertukarkan, ada pembeli dan penjual
(pelaku) (Sumawihardja, 1991).
Pemasaran adalah proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan
penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa
yang mereka butuhkan dan melalui pertukaran dengan pihak lain dan
untuk mengembangkan hubungan pertukaran. Esensinya, pemasaran
mengantisipasi dan mengukur pentingnya kebutuhan dan keinginan dari
kelompok konsumen tertentu dan menanggapinya dengan aliran barang
dan jasa yang memuaskan kebutuhan. Untuk mencapai tujuan ini
perusahaan perlu menargetkan pasar yang paling sesuai dengan sumber
dayanya, mengembangkan produk yang memenuhi kebutuhan pasar
sasaran lebih baik dari produk-produk yang kompetitif, membuat produk-
produk itu tersedia dengan segera, mengembangkan kesadaran pelanggan
akan kemampuan pemecahan masalah dan lini produk perusahaan,
mendapatkan umpan balik dan pasar tentang keberhasilan produk dan
produk perusahaan (Boyd et al, 2000).
Pemasaran merupakan ujung tombak kegiatan bisnis yang
dilakukan oleh organisasi atau perusahaan, khususnya perusahaan yang
memiliki tujuan untuk memperoleh laba, memperbesar volume penjualan,
menginginkan pertumbuhan, memiliki pangsa pasar yang terus meningkat

xxiv
dan memuaskan sekaligus menciptakan pelanggan yang loyal. Pemasaran
umumya hanya dipandang sebagai kegiatan menjual produk dan atau jasa.
Akan tetapi, lebih dari itu pemasaran adalah suatu proses kegiatan mulai
dari penciptaan produk dan atau jasa, menawarkan, dan menyerahkannya
kepada konsumen dan atau pihak lain (Surachman, 2008).
Ada lima filosofi yang dianut organisasi dalam melakukan
pemasaran yaitu :
1. Konsep berwawasan produksi beranggapan bahwa konsumen akan
memilih produk yang harganya terjangkau dan mudah didapat,
sehingga tugas utama manajer adalah meningkatkan efisiensi produksi
dan distribusi serta menurunkan harga.
2. Konsep berwawasan produk beranggapan bahwa konsumen akan
memilih produk bermutu baik dengan harga wajar, sehingga tidak
perlu banyak usaha promosi.
3. Konsep berwawasan menjual beranggapan bahwa konsumen tidak
akan memilih cukup banyak produk perusahaan, kecuali mereka
merangsang dengan usaha menjual dan promosi yang gencar.
4. Konsep berwawasan pemasaran beranggapan bahwa tugas utama
perusahaan adalah menentukan kebutuhan, keinginan dan pilihan
kelompok pelanggan sasaran serta memberikan kepuasan yang
diinginkan.
5. Konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat beranggapan bahwa
tugas utama perusahaan adalah menghasilkan kepuasan pelanggan dan
kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang adalah kunci mencapai
tujuan dan tanggung jawab perusahaan (Kotler dan Susanto, 2000).
3. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen, seperti yang didefinisikan oleh Schiffman dan
Kanuk (2000) adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi
produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.
Dapat dikatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi tentang

xxv
bagaimana pembuat keputusan baik individu, kelompok atau organisasi,
membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian
suatu produk dan mengkonsumsinya (Prasetijo et al, 2005).
Perilaku konsumen menyoroti perilaku individu dan rumah tangga.
Perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum
pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi
dan menghabiskan produk. Mengetahui perilaku konsumen meliputi
perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan,
dengan siapa, oleh siapa dan bagaimana barang yang sudah dibeli
dikonsumsi termasuk variabel-variabel yang tidak diamati seperti nilai-
nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana
konsumen mengevaluasi alternatif, dan apa yang konsumen rasakan
tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam
(Simamora, 2004).
Faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku konsumen adalah
faktor kebudayaan, faktor sosial, faktor personal dan faktor psikologis.
Peran faktor-faktor tersebut berbeda untuk produk yang berbeda. Dengan
kata lain, ada faktor yang dominan pada pembelian suatu produk
sementara faktor lain kurang berpengaruh. Faktor kebudayaan adalah
faktor penentu paling pokok dari keinginan dan perilaku seseorang. Nilai
persepsi, preferensi dan perilaku antara seorang yang tinggal pada daerah
tertentu berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan yang lain
pula. Faktor personal yang mempengaruhi keputusan pembeli adalah usia
dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup serta
kepribadian dan konsep diri. Pilihan pembelian seseorang juga
dipengaruhi oleh faktor psikologis yang utama yaitu motivasi, persepsi,
proses pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap (Simamora, 2003).
Pembuatan keputusan yang dilakukan konsumen berbeda-beda
sesuai dengan tipe keputusan membeli, Assael membedakan empat tipe
perilaku membeli konsumen, yaitu pertama, perilaku membeli yang
komplek dimana para konsumen menempuh suatu proses membeli yang

xxvi
komplek dimana keterlibatan konsumen dalam mengambil keputusan
pembelian tinggi dan menyadari perbedaan penting diantara beberapa
merek produk yang ada. Kedua, perilaku membeli mengurangi keragu-
raguan, dimana konsumen sangat terlibat dalam kegiatan membeli
sesuatu tapi dia hanya melihat sedikit perbedaan dalam merek. Ketiga,
perilaku membeli berdasarkan kebiasaan yaitu atau konsumen kurang
terlibat dalam membeli dan tidak terdapat perbedaan nyata antar merek.
Keempat, perilaku membeli yang mencari keragaman yaitu
keterlibatan konsumen rendah tapi ditandai oleh perbedaan merek yang
nyata (Kotler, 1996).
4. Keterlibatan Konsumen
Keterlibatan konsumen (consumer involvement) didefinisikan
sebagai pemahaman dari pengalaman seseorang dalam suatu kegiatan
yang berhubungan dengan konsumsi. Keterlibatan konsumen juga terdiri
dari dua komponen utama dari motivasi, yaitu kekuatan dan pandangan
konsumen. Keterlibatan tinggi menggambarkan tingkat kekuatan yang
tinggi oleh konsumen dan dengan kekuatan ini diarahkan untuk kegiatan
konsumsi. Konsumen dengan keterlibatan tinggi biasanya berpikir lebih
atau merasa lebih kuat. Keterlibatan rendah terjadi apabila konsumen
menginvestasikan sedikit kekuatan ke dalam perasaannya (Wilkie, 1990).
Menurut Simamora (2003), terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi keterlibatan konsumen, yaitu :
1. Faktor pribadi, tanpa aktivasi kebutuhan dan dorongan, tidak ada
keterlibatan. Keterlibatan paling kuat apabila produk dipandang
mencerminkan citra diri, kalau itu yang terjadi keterlibatan cenderung
berlangsung dalam jangka panjang, tidak situasional atau temporer.
2. Faktor produk, produk adalah obyek. Sebagai obyek, produk bersifat
pasif. Adapun pengaruhnya dalam keterlibatan berkenaan dengan cara
konsumen merespon produk. Keterlibatan tinggi jika produk semakin
terdiferensiasi.

xxvii
3. Faktor situasi, jika keterlibatan yang langgeng dianggap sebagai citra
tetap, keterlibatan situasional berubah sepanjang waktu. Keterlibatan
ini bekerja secara temporer dan selesai setelah terjadi pembelian. Ini
sering terjadi pada produk yang bersifat musiman. Keterlibatan juga
dapat meningkat bila ada tekanan sosial.
5. Atribut
Merek adalah nama, istilah, logo, tanda atau lambang dan
kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut yang dimaksud untuk
mengidentifikasikan barang-barang atau jasa dari seorang penhjual atau
kelompok penjual untuk membedakannya dari produk pesaing. Sedangkan
Bill Gates mengatakan bahwa merek adalah salah satu faktor terpenting
bagi keberhasilan penguasaan pasar. Manfaat penggunaan merek bagi
penyalur diantaranya adalah untuk mempermudah penanganan produk,
mempermudah mengetahui penawaran produk, mempertahankan mutu
produk dan membina preferensi dengan pembeli (Ambadar et al, 2007).
Ekuitas merek atau kekuatan merek adalah suatu aset. Ekuitas
merek dapat didefinisikan sebagai efek diferensial positif yang
ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan pelanggan
atas produk atau jasa. Ekuitas merek suatu produk akan menarik
pelanggan untuk memperlihatkan preferensi terhadap produk tersebut
daripada produk yang tidak bermerek meski pada dasarnya kedua produk
tersebut identik. Ukuran ekuitas merek, yakni sejauh mana pelanggan
bersedia membayar lebih tinggi untuk merek tertentu. Merk juga diyakini
mempunyai kekuatan untuk memikat hati konsumen atau masyarakat agar
membeli produk tersebut. Peran merek menjadi sangat penting karena
perbedaan suatu produk dari produk lainnya sangat tergantung pada merek
yang ditampilkan (Surachman, 2008).
Kecendurungan konsumen dalam menilai mutu minyak goreng
melihat dari segi kejernihannya. Minyak goreng yang jernih akan
dipersepsikan sebagai minyak goreng yang bersih dan sehat. Pada
umumnya atribut kejernihan minyak goreng didukung dengan jumlah

xxviii
proses penyaringan minyak goreng seperti minyak goreng TROPICAL
yang terbuat dari kelapa sawit mengklaim produknya sebagai minyak
goreng paling bersih dan sehat karena telah melalui dua kali penyaringan.
Produsen minyak goreng juga melakukan inovasi ke berbagai alternatif
ukuran volume mulai dari kemasan botol dan refill yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen (Wirya, 1999).
Wadah atau bungkus disebut kemasan. Kemasan mencakup tiga
peringkat bahan. Kemasan primer adalah wadah langsung bagi produk.
Kemasan sekunder merupakan bahan yang melindungi kemasan primer
dan kemudian dibuang bila produk akan dipergunakan. Kemasan memberi
perlindungan dan kesempatan promosi. Sedangkan kemasan pengiriman
adalah kemasan yang penting untuk menyimpan, identifikasi dan
transportasi. Kemasan menjadi alat pemasar yang penting. Kemasan
dirancang agar dapat menimbulkan nilai kecocokan bagi konsumen dan
nilai promosi bagi produsen. Kemasan harus menarik perhatian
konsumen, menggambarkan keistimewaan produk, memberi keyakinan
konsumen dan membuat kesan yang mendukung produk serta dirancang
rapi sehingga cepat akan membuat konsumen mengenal perusahaan dan
merek produk (Kotler, 1999).
Tiga fungsi pengemasan yang paling penting adalah untuk memuat
dan melindungi produk, mempromosikan produk dan memudahkan
penyimpanan, penggunaan, dan kemudahan dari produk. Fungsi kempat
dari pengemasan yang makin lama makin penting adalah memudahkan
pendaur ulangan dan mengurangi kerusakan lingkungan (Lamb, 2001).
Minyak goreng yang terbuat dari bahan nabati atau hewani
memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai media pemanas, menambah cita
rasa bahan makanan serta meningkatkan nilai gizi pada makanan. Dari
segi fisik pun sama, yaitu berwarna kuning bening, tidak berbau dan tidak
berasa karena rasa pada minyak goreng dipengaruhi oleh zat-zat lain yang
terkandung di dalamnya. Pada dasarnya minyak goreng terdiri dari 3 jenis

xxix
komposisi dengan prosentase yang berbeda-beda, yaitu minyak jenuh,
minyak tak jenuh tunggal, dan minyak tak jenuh ganda.
1. Minyak jenuh, disebut minyak jenuh karena banyak mengandung
asam lemak jenuh. Umumnya minyak jenuh terbuat dari hewani,
kecuali minyak sawit dan minyak kelapa. Minyak jenis ini cenderung
meningkatkan kolesterol dalam darah. Tetapi kelebihannya adalah
minyak ini relatif stabil dan tidak mudah rusak oleh panas. Karena
itulah minyak jenis ini paling dianjurkan sebagai minyak goreng.
2. Minyak tak jenuh tunggal, dikenal pula dengan sebutan omega-9.
Minyak jenis ini tidak meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.
Yang tergolong dalam minyak jenis ini adalah minyak zaitun dan
minyak kacang. Sama halnya dengan minyak jenuh, minyak jenis
inipun relatif stabil dalam menahan panas.
3. Minyak tak jenuh ganda, semua minyak yang tergolong jenis ini
berasal dari nabati, sehingga tidak meningkatkan kadar kolesterol
dalam darah, namun justru menurunkan. Jenis minyak ini antara lain
adalah minyak jagung, minyak biji kapas, minyak biji matahari,
minyak kedelai, minyak wijen dan minyak biji rami. Asam lemak tak
jenuh yang terkandung di dalamnya kaya akan asam lemak esensial
yang sangat diperlukan bagi kesehatan tubuh. Tetapi minyak jenis ini
sangat tidak stabil dan mudah rusak oleh panas. Jika asam lemaknya
rusak karena panas manfaatnya sudah tidak ada lagi bagi tubuh, oleh
sebab itu tidak dianjurkan menggunakannya minyak jenis ini sebagai
minyak goreng (Anonime, 2000).
Harga sebuah produk mempengaruhi program pemasaran
perusahaan. Konsumen sangat tergantung pada harga sebagai indikator
kualitas sebuah produk terutama pada waktu mereka harus membuat
keputusan beli sedangkan informasi yang dimiliki tidak lengkap.
Beberapa studi menunjukkan bahwa persepsi konsumen terhadap kualitas
produk berubah-ubah seiring dengan perubahan yang terjadi pada harga.
Semakin tinggi harga suatu produk semakin baik. Persepsi seperti ini pada

xxx
waktu mereka tidak memiliki petunjuk lain dari kualitas produk selain
harga. Dalam teori ekonomi, mempelajari bahwa harga (price), nilai
(value) dan manfaat (utility) merupakan konsep yang saling berkaitan.
Manfaat adalah atribut sebuah produk yang mempunyai kemampuan
memuaskan keinginan. Nilai adalah ukuran kuantitatif bobot sebuah
produk yang dapat dipertukarkan dengan produk yang lainnya. Harga
adalah nilai yang disebutkan dalam rupiah dan sen atau medium moneter
yang lainnya sebagai alat tukar (Stanton, 1996).
6. Pasar Tradisional
Pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya penawaran dan
permintaan, yang kemudian terwujud dalam aktivitas jual-beli. Terdapat
dua jenis pasar, yakni pasar tradisional dan pasar modern. Pasar
tradisional, selain menggunakan sarana dan fasilitas yang relatif
sederhana, juga menerapkan sistem jual-beli interaktif. Pemilik modal
umumnya memegang langsung barang dagangannya dan tawar-menawar
dimungkinkan. Sebaliknya, pasar modern menggunakan sistem jual-beli
searah. Harga ditetapkan oleh pemilik atau penjual secara sepihak dan
pembeli tidak diberi kesempatan untuk turut menentukan harga. Sudut
pandang Geertz tentang pasar adalah pertama, sebagai arus barang dan
jasa menurut pola tertentu. Kedua, sebagai rangkaian mekanisme ekonomi
untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa. Ketiga, sebagai
sistem sosial dan kebudayaan di mana mekanisme tertanam. Mekanisme
tawar-menawar merupakan unsur khas pasar tradisional (Anonimf, 2009).
Pasar dapat diartikan menurut berbagai segi dan pandangan :
a. Menurut pengertian yuridis, pasar merupakan tempat atau bursa di
mana saham-saham diperjual belikan.
b. Bagi pedagang, pasar merupakan suatu lokasi tempat produk-produk
diterima, dipilih, disimpan dan dijual.
c. Bagi manajer penjualan, pasar merupakan tempat atau letak geografis
(kota, daerah) di mana ia harus merumuskan mengenai disributor,
mengenai produk yang dijual, periklanan, salesman, dan sebagainya.

xxxi
d. Menurut ahli ekonomi, pasar adalah semua pembelian dan penjualan
yang mempunyai perhatian, baik secara riel maupun potensial terhadap
suatu produk atau golongan produk.
e. Bagi seorang pemasar, pasar adalah semua orang, kelompok usaha,
lembaga-lembaga perdagangan yang membeli suatu produk atau jasa.
Pasar dapat dikelompokan menjadi pasar konsumen (Consumer market),
pasar produsen (Producer market), pasar pedagang perantara (reseller
market), pasar pemerintah (goverment market) (Sumawihardja, 1991).
Pasar adalah salah satu komponen utama pembentukan komunitas
masyarakat baik di desa maupun di kota sebagai lembaga distribusi
berbagai macam kebutuhan manusia seperti bahan makanan, sumber
energi, dan sumberdaya lainnya. Pasar berperan pula sebagai penghubung
antara desa dan kota. Perkembangan penduduk dan kebudayaan selalu
diikuti oleh perkembangan pasar sebagai salah satu pendukung penting
bagi kehidupan manusia sehari-hari. Sampai saat sekarang keberadaan
pasar tradisional masih dibutuhkan sebagai penopang kehidupan
keseharian masyarakat (Anonimb, 2008).
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Perkembangan pasar yang semakin kompetitif menimbulkan keinginan
produsen untuk berpikir keras dalam usaha meningkatkan penjualan
produknya. Setiap produsen berusaha menonjolkan keunggulan atribut pada
minyak goreng seperti kemasan, harga, dan merek. Hal tersebut memicu
timbulnya beda antar merek yang selanjutnya akan direspon oleh konsumen
dalam bentuk persepsi. Persepsi itulah yang akan membentuk perilaku
konsumen minyak goreng.
Hiam dan Schewe (1994) mengatakan bahwa bukan produk yang
membentuk perilaku konsumen, namun persepsi konsumen terhadap produk
tersebut yang membentuk produk yang ditawarkan. Perilaku konsumen
(Consumer behavior) juga sangat terkait dengan sejauh mana tingkat
keterlibatan konsumen dalam pembelian suatu produk. Tinggi rendahnya
keterlibatan konsumen dipengaruhi oleh faktor pembeli (faktor psikologis,

xxxii
budaya dan sosial), faktor produk yang meliputi berbagai macam atribut yang
melekat pada produk minyak goreng termasuk merek dan situasi pembelian
yang dihadapi.
Proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen terdiri dari
lima tahap yaitu pengenalan produk, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
pembelian dan perilaku pembelian. Keterlibatan konsumen dikatakan tinggi
jika ditandai oleh upaya pencarian informasi yang intensif sehingga konsumen
dapat mengevaluasi semua informasi mengenai produk seperti atribut
termasuk beda antar merek. Henry Assael yang dikutip dalam Simamora
(2003) mengungkapkan empat model tipe perilaku konsumen dengan
menghubungan antara faktor keterlibatan konsumen dan beda antar merek
yang dalam hal ini diukur dengan pendekatan persepsi, yaitu sebagai berikut :

Produsen/Perusahaa

Minyak

Minyak goreng dengan


berbagai atribut : Beda Antar Merek Persepsi
1. Produk
a. Jenis minyak
goreng
b. Kemasan minyak
Konsumen
goreng
c. Warna minyak
goreng
d. Kejernihan
Keterlibatan Konsumen Perilaku
e. Volume kemasan
(Consumer involvement) Pembelian
f. Kandungan gizi
2. Harga minyak goreng
3. Promosi Tipe Perilaku
a. Promosi Konsumen
Penjualan (Consumer
b. Iklan di Media
4. Tempat
a. Ketersediaan di
pasar tradisional

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah

xxxiii
D. Hipotesis
Diduga bahwa tipe perilaku konsumen minyak goreng adalah tipe
perilaku pembeli yang mengurangi keragu-raguan (dissonance-reducing
buying behavior). Tipe perilaku ini memiliki tingkat keterlibatan konsumen
tinggi (high-involvement consumer), namun terdapat perbedaan antar merek
(Differentes among brands) yang tidak nyata.

E. Asumsi
1. Responden merupakan pengambil keputusan dalam pembelian minyak
goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali yang mewakili rumah
tangga.
2. Keputusan pembelian diambil secara rasional dengan mengevaluasi
atribut-atribut produk (minyak goreng) yang dipertimbangkan.
F. Pembatasan Masalah
1. Dalam penelitian analisis tipe perilaku konsumen, yang dikaji hanya
meliputi dua fokus permasalahan yaitu keterlibatan konsumen dan beda
antar merek minyak goreng di pasar tradisional di Kabupaten Boyolali.
2. Atribut produk minyak goreng yang dipertimbangkan konsumen dalam
penelitian adalah jenis minyak goreng, kemasan, warna minyak goreng,
kejernihan minyak goreng, volume kemasan, kandungan gizi, harga dan
promosi.
3. Merk minyak goreng yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak
goreng yang sedang dikonsumsi masyarakat pada saat penelitian
dilakukan.
4. Responden dalam penelitian ini adalah konsumen minyak goreng yang
sedang mengunjungi pasar tradisional lokasi penelitian di Kabupaten
Boyolali yang mewakili rumah tangga yaitu yang tidak bertujuan untuk
menjual kembali.

G. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel


1. Perilaku konsumen minyak goreng adalah kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan minyak goreng,

xxxiv
termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan
penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
2. Keterlibatan konsumen minyak goreng adalah tingkat kepedulian atau
minat terhadap proses pembelian minyak goreng yang dibangkitkan oleh
arti penting pembelian tersebut.
3. Perilaku membeli yang rumit adalah tipe perilaku konsumen yang
ditimbulkan oleh keterlibatan konsumen yang tinggi dalam pembelian dan
menyadari adanya perbedaan yang jelas di antara merek-merek yang ada.
4. Perilaku membeli yang mengurangi keragu-rahguan adalah tipe perilaku
konsumen yang ditimbulkan oleh keterlibatan yang tinggi dalam
pembelian namun konsumen hanya menyadari hanya sedikit perbedaan
antar merek.
5. Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan adalah tipe perilaku konsumen
yang timbul karena kebiasaan (pembelian ulang), karena konsumen sudah
mengenal produk tersebut, sehingga keterlibatan rendah dan perbedaan
antar merek rendah.
6. Perilaku membeli yang mencari keragaman adalah tipe perilaku yang
ditimbulkan oleh keterlibatan konsumen yang rendah namun masih
terdapat perbedaan antar merek yang jelas.
7. Merek minyak goreng adalah suatu nama, istilah, simbol, desain atau
kombinasinya yang dimaksudkan untuk memberi tanda pengenal minyak
goreng dari produsen dan untuk membedakannya dari minyak goreng yang
dihasilkan oleh produsen lain.
8. Persepsi adalah gambaran konsumen mengenai minyak goreng yang dibeli
sebagai hasil dari proses dimana konsumen memilih, merumuskan dan
menafsirkan masukan informasi mengenai atribut yang melekat pada
minyak goreng.
9. Atribut minyak goreng adalah unsur-unsur minyak goreng yang dipandang
penting oleh konsumen dan dijadikan sebagai dasar pengambilan
keputusan pembelian seperti jenis minyak goreng, kemasan, warna,
kejernihan, kandungan gizi, volume kemasan, harga dan promosi.

xxxv
10. Jenis minyak goreng adalah pembeda minyak goreng berdasarkan bahan
baku yang digunakan dalam produksi minyak goreng misalnya minyak
goreng kelapa sawit, kelapa, minyak jagung, minyak sayur, minyak
kedelai dan lainnya.
11. Kemasan minyak goreng adalah pengemasan yang membuat suatu merek
minyak goreng terlihat lebih menarik sehingga dapat menciptakan suatu
kesan konsumen yang dapat mendorong mereka untuk membeli atau tidak
membeli suatu merek minyak goreng tersebut yang sering terkait dengan
kepraktisan. Kemasan ada yang dalam bentuk derigent, refill, botol dan
plastik.
12. Warna minyak goreng adalah warna yang memberikan serangkaian makna
atau kesan konsumen terhadap minyak goreng, yaitu kuning muda, kuning
agak oranye dan putih.
13. Kejernihan adalah serangkaian makna atau kesan konsumen terhadap
kepekatan dari warna minyak goreng.
14. Kandungan gizi adalah berbagai gizi yang terkandung dalam minyak
goreng yang memberikan serangkaian makna atau kesan konsumen
terhadap minyak goreng.
15. Volume kemasan adalah kapasitas isi suatu kemasan minyak goreng yang
beragam yang biasanya dinyatakan dalam satuan liter untuk kemasan
derigent, refill dan botol serta kilogram untuk minyak goreng curah
sehingga memudahkan konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut
sesuai dengan kebutuhan.
16. Harga adalah nilai yang disebutkan dalam rupiah atau satuan mata uang
lainnya sebagai alat tukar.
17. Promosi minyak goreng adalah usaha yang dilakukan pemasar untuk
menyampaikan informasi mengenai minyak goreng.
18. Pasar tradisional adalah tempat bertemunya banyak penjual dan pembeli
minyak goreng dimana aktivitas jual beli dilakukan secara dua arah.
19. Produsen minyak goreng adalah perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan minyak goreng dan terdaftar resmi dalam daftar produsen

xxxvi
minyak goreng, misalnya PT. Multimas nabati Asahan untuk minyak
goreng merek Sania dan lain-lain.
20. Konsumen minyak goreng adalah konsumen minyak goreng yang sedang
mengunjungi pasar tradisional yang dipilih sebagai lokasi penelitian di
Kabupaten Boyolali yang mewakili rumah tangga yaitu yang tidak
bertujuan menjualnya kembali.

xxxvii
III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis yang memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada
pada masa sekarang yaitu masalah-masalah aktual dan data yang
dikumpulkan, mula-mula disusun, dianalisis dan kemudian dijelaskan
(Surakhmad, 1998). Metode ini dirancang dengan memberikan gambaran dari
hasil analisis mengenai keterlibatan konsumen dalam memutuskan pembelian,
perbedaan antar merek dan perilaku konsumen minyak goreng. Teknik
penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yaitu metode pengumpulan
data primer dengan memperolehnya secara langsung dari sumber lapangan
penelitian (Ruslan, 2003).
B. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode penentuan daerah penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode purposive yaitu secara sengaja (Singarimbun dan
Effendi, 1995). Kabupaten Boyolali dipilih sebagai daerah penelitian. Hal
itu didukung dengan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali
(2008), mengenai pertumbuhan penduduk di Kabupaten Boyolali. Data
jumlah penduduk Kabupaten Boyolali tiap tahunnya dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Boyolali
Tahun Luas Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan
(km2) Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa/km2)
2003 1.015.1010 457.389 478.379 935.768 922
2004 1.015.1010 459.106 479.981 939.087 925
2005 1.015.1010 460.072 481.075 941.147 927
2006 1.015.1010 461.806 482.375 944.181 930
2007 1.015.1010 463.295 483.731 947.026 933
2008 1.015.1010 464.837 484.757 949.594 935
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008

27

xxxviii
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di
Kabupaten Boyolali selalu meningkat tiap tahunnya. Hal itu menunjukkan
bahwa secara otomatis kebutuhan akan bahan pokok di daerah ini
meningkat. Adapun rata-rata konsumsi minyak dan lemak penduduk
Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Konsumsi Minyak dan Lemak Penduduk Kabupaten
Boyolali Per Bulan
Tahun Konsumsi Minyak dan Lemak
(Kkal/Kapita/Bulan)
2008 1299
2009 2718
Sumber : Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali, 2009
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata konsumsi
minyak dan lemak penduduk Kabupaten Boyolali dari tahun 2008 ke tahun
2009 mengalami peningkatan. Keadaan tersebut menyebabkan penelitian
tipe perilaku konsumen minyak goreng di Kabupaten Boyolali menjadi
penting dilakukan khususnya bagi produsen dan pemasar guna
menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen yang
semakin meningkat.
Daerah penelitian dipilih 4 kecamatan yang mewakili daerah
Kabupaten Boyolali bagian barat yaitu Kecamatan Ampel, bagian utara
yaitu Kecamatan Karanggede, bagian timur yaitu Kecamatan Nogosari dan
bagian selatan yaitu Kecamatan Boyolali.
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
convenience sampling. Metode convenience sampling adalah suatu teknik
pengambilan sampel dari suatu populasi yang dilakukan secara kebetulan
dan dianggap sesuai oleh peneliti (Churchill, 2005). Metode ini dilakukan
dengan wawancara di tempat penelitian dengan menggunakan kuisioner
yang telah disiapkan. Sampel yang digunakan yaitu sampel konsumen
minyak goreng yang sedang mengunjungi pasar tradisional di empat
kecamatan yang terpilih sebagai daerah penelitian di Kabupaten Boyolali
pada saat penelitian dilakukan.

xxxix
Sampel yang diambil yaitu dengan menggunakan dasar confident
level sebesar 95 %. Apabila dalam suatu penduga proporsi menggunakan
sampel dengan keyakinan (1-) dan besarnya error tidak melebihi suatu
harga tertentu maka rumus (E) dapat digunakan untuk menentukan
besarnya sampel yang harus diambil :

p (1 - p)
E = 1,96
N
Karena besarnya populasi tidak diketahui maka p(1-p) juga tidak
diketahui, tetapi karena p tidak selalu berada di antara 0 dan 1, maka besar
populasi maksimal adalah :
T(p) = p-p2
D(p) = 1-2p
2p =1
P = 0,5
Harga maksimal dari f(p) adalah p(1-p) = 0,25, jadi besarnya
sampel jika digunakan confident level 95 % dan kesalahan yang terjadi
adalah 0,1 maka :
2
1,96
N = (0,25)
0,1
= 96,04
(Djarwanto dan Pangestu, 1996).
Jumlah responden dibulatkan menjadi 100 responden. Pembagian
responden untuk masing-masing daerah sampel diambil menurut
perbandingan jumlah pedagang kios/toko yang terdapat di empat pasar
tradisional daerah penelitian. Pembagian Responden untuk masing-masing
pasar tradisional dapat dilihat pada Tabel 4.

xl
Tabel 4. Pembagian Jumlah Responden Pada Pasar Tradisional Di
Kabupaten Boyolali
N0 Pasar Tradisional Jumlah Kios/Toko Jumlah Responden
1 Ampel 1004 25
2 Karanggede 1317 33
3 Nogosari 608 15
4 Sunggingan 1102 27
Jumlah 4031 100
Sumber: Disperindag Kabupaten Boyolali, 2008
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui jumlah responden pada tiap
pasar tradisional, dimana jumlah responden terbanyak terdapat pada pasar
tradisional Karanggede yaitu 33 responden. Hal itu dikarenakan jumlah
pedagang di pasar tersebut paling banyak yang menggambarkan presentase
jumlah konsumen juga paling banyak di antara ketiga pasar tradisional
yang lain.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data Primer
Data yang langsung diperoleh dari sumber data oleh peneliti. Pada
penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan
menggunakan kuesioner. Sumber data primer adalah konsumen minyak
goreng di pasar tradisional di Kabupaten Boyolali.
2. Data Sekunder
Data yang telah terlebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh
orang di luar peneliti. Data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga
yang terkait dengan penelitian ini. Sumber dari data sekunder ini diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kantor Ketahanan Pangan dan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Boyolali. Data
tersebut adalah keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian,
keadaan penduduk, data konsumsi minyak dan lemak, data jumlah pasar
dan data-data lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

xli
D. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain:
1. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung
terhadap obyek yang akan diteliti, sehingga didapatkan gambaran yang
jelas mengenai obyek yang diteliti dan daerah lokasi penelitian.
2. Wawancara
Wawancara adalah metode untuk mendapatkan informasi dengan
cara bertanya langsung kepada responden, berdasarkan daftar pertanyaan
atau kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan wawancara
dilakukan kepada konsumen yang sedang mengunjungi pasar tradisional di
Kabupaten Boyolali yang terpilih sebagai daerah penelitian.
3. Pencatatan
Pencatatan dilakukan dengan mencatat hasil wawancara yang
berdasarkan kuisioner dan mencatat data sekunder dari instansi atau
lembaga yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian.

E. Metode Analisis Data


1. Keterlibatan konsumen
Penelitian ini menggunakan metode yang didesain Zaichkowsky,
yaitu inventaris keterlibatan pribadi (Involvement Inventory) untuk
mengukur tingkat keterlibatan konsumen. Metode tersebut adalah sebagai
berikut :
Tabel 5. Inventaris Keterlibatan Pribadi
Bagi saya, minyak goreng adalah

Penting 7:6:5:4:3:2:1 Tidak penting


Tidak menarik perhatian 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 :7 Menarik perhatian
Tidak sesuai kebutuhan 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 :7 Sesuai kebutuhan
Tidak berguna 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 :7 Berguna
Kebutuhan pokok 7:6:5:4:3:2:1 Bukan kebutuhan pokok
Menguntungkan 7:6:5:4:3:2:1 Tidak menguntungkan
Tidak diperlukan 1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 :7 Diperlukan
Sumber : Engel et al, 1995 dalam Simamora, 2003
Skala yang digunakan adalah skala likert yang berisikan tujuh
skala. Kedua ujung skala berisikan sisi positif dan negatif. Sisi ekstrim

xlii
positif diberi bobot 7, maka skor maksimal 49 yang diperoleh dari 7x7=49.
Sedangkan skor terendah adalah 7, yang diperoleh dari 7x1=7. Apabila
skornya dibawah 28, keterlibatan termasuk rendah. Keterlibatan tergolong
tinggi bila skornya di atas 28.
Penelitian ini menggunakan tujuh dimensi keterlibatan minyak
goreng yang dipertimbangkan oleh konsumen. Pertama, dimensi penting
yang meliputi jenis minyak goreng. Kedua, dimensi menarik yang
meliputi warna, kejernihan dan produsen. Ketiga, dimensi sesuai
kebutuhan yang meliputi volume kemasan. Keempat, dimensi berguna
yang meliputi kandungan gizi. Kelima dimensi kebutuhan pokok terkait
dengan posisi minyak goreng dalam kebutuhan konsumen. Keenam,
dimensi menguntungkan yang meliputi harga minyak goreng. Ketujuh,
dimensi diperlukan yang meliputi aman, sehat dan distribusi.
2. Beda antar merek
Beda antar merek dianalisis berdasarkan persepsi kualitas masing-
masing merek. Persepsi kualitas mengandung keyakinan performan suatu
merek yang diwujudkan dengan penilaian terhadap atribut minyak goreng
masing-masing merek. Setiap atribut minyak goreng disusun secara
berjenjang dan diberi bobot antara 1 untuk kategori paling rendah dan 5
untuk kategori paling tinggi, seperti pada Tabel 6 berikut ini :

xliii
Tabel 6. Pembobotan Atribut Minyak Goreng
Atribut 1 2 3 4 5
Jenis Sangat Kurang Cukup Banyak Sangat
kurang banyak
Kemasan Sangat Kurang Cukup Menarik Sangat
kurang menarik menarik menarik
menarik
Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Putih
keorangean kehijauan muda kekuning
an
Kejernihan Sangat Kurang Cukup Jernih Sangat
kurang jernih jernih jernih
jernih
Volume Sangat Kurang Cukup Sesuai Sangat
kemasan kurang sesuai sesuai Kebutuh sesuai
sesuai kebutuhan kebutuhan an kebutuha
kebutuhan n
Harga Sangat Mahal Cukup Murah Sangat
mahal murah murah
Kandungan Sangat Sedikit Cukup Banyak Sangat
gizi sedikit banyak banyak
Promosi Sangat Kurang Cukup Menarik Sangat
kurang menarik menarik menarik
menarik
Berdasarkan pembobotan tersebut, maka skor merek atas semua
atribut dapat dihitung berdasarkan persepsi setiap responden. Skor tersebut
diperoleh dengan menjumlahkan bobot setiap jawaban atribut. Selanjutnya
dilakukan uji ANOVA (analysis of variance) satu arah untuk melihat
signifikan atau tidak signifikannya beda antar merek tersebut. Hipotesis
yang digunakan yaitu :
Ho : Tidak ada beda antar merek
Ha : Ada beda antar merek
Apabila,
F hitung > F tabel 5%, maka tolak Ho artinya beda antar merek nyata.
Fhitung < F tabel 5%,maka terima Ho artinya beda antar merek tidak
nyata.
3. Tipe perilaku konsumen
Tipe perilaku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe
perilaku konsumen yang dikemukakan oleh Henry Assael yaitu
membedakan empat tipe perilaku konsumen berdasarkan keterlibatan
konsumen dan tingkat perbedaan antar merek, seperti yang diilustrasikan
sebagai berikut :

xliv
KETERLIBATAN
Tinggi Rendah
Perilaku pembelian Perilaku pembelian
Nyata komplek mencari keragaman
( complex buying (variety seeking buying
behavior) behavior)
PERBEDAAN Perilaku pembelian Perilaku pembelian
ANTAR MEREK mengurangi keragu- kebiasaan
Tidak nyata raguan (habitual buying
(dissonance-reducing behavior)
buying behavior)
Gambar 2. Tipe perilaku Konsumen Menurut Henry Assael
Sumber : Simamora, 2003
Berdasarkan hasil analisis keterlibatan konsumen dengan
menggunakan inventaris keterlibatan pribadi (Involvement Inventory) akan
diketahui tinggi rendahnya keterlibatan konsumen minyak goreng di pasar
Tradisional Kabupaten Boyolali. Analisis beda antar merek dengan
menggunakan uji ANOVA (analysis of variance) satu arah akan diperoleh
tingkat signifikasi beda antar merek menurut konsumen minyak goreng di
pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Kedua hasil analisis tersebut
dikombinasikan sehingga dapat dibedakan empat tipe perilaku konsumen.
Tipe perilaku konsumen yang pertama adalah tipe perilaku konsumen
komplek dengan keterlibatan konsumen tinggi dan beda antar merek
minyak goreng yang nyata menurut konsumen minyak goreng. Tipe yang
kedua adalah tipe perilaku konsumen yang mencari keragaman dengan
keterlibatan konsumen rendah namun masih terjadi beda antar merek
minyak goreng yang nyata menurut konsumen minyak goreng. Tipe yang
ketiga adalah perilaku konsumen yang mengurangi keragu-raguan
dengan keterlibatan konsumen tinggi namun terdapat beda antar merek
yang tidak nyata menurut konsumen minyak goreng. Tipe yang keempat
adalah perilaku konsumen yang berdasarkan kebiasaan dengan
keterlibatan konsumen yang rendah dan beda antar merek minyak goreng
yang tidak nyata menurut konsumen minyak goreng.

xlv
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Geografis
1. Letak Geografis
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota
di Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Boyolali terletak antara 100o22-
110o50 Bujur Timur dan 7o77o36 Lintang Selatan dengan ketinggian
antara 751500 meter diatas permukaan laut. Batas-batas wilayah
Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang
Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen dan
Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta
Sebelah Barat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang
2. Keadaan Alam
Kabupaten Boyolali memiliki sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan secara maksimal dalam menunjang pembangunan wilayah.
Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan dan perairan. Pada
umumnya Kabupaten Boyolali memiliki empat macam struktur tanah,
yaitu:
a. Tanah lempung di bagian timur laut sekitar wilayah Kecamatan
Karanggede dan Simo.
Tanah lempung merupakan golongan tanah yang paling sulit
diolah terutama di musim penghujan dan tanah ini akan menjadi sangat
keras serta pecah di musim kemarau. Akar tanaman susah menembus
dan air lebih sulit meresap karena sifatnya yang liat. Tanaman yang
cocok ditanam pada tipe tanah ini adalah tanaman yang mempunyai
akar kuat dan panjang, misalnya: jati, mahoni dan secang. Tanaman ini
dapat tumbuh dengan kondisi tanah yang kurang bagus atau lahan
kritis dan tidak memerlukan banyak air.

35

xlvi
b. Tanah geluh di bagian tenggara sekitar wilayah Kecamatan Banyudono
dan Sawit.
Tanah geluh bersifat remah, lembab dan mudah mengikat air.
Tanah semacam ini dianggap ideal untuk bercocok tanam terutama
untuk jenis tanaman hias karena tipe tanah ini memiliki cukup hara dan
humus daripada tanah berpasir, serapan dan drainase air tanah lebih
bagus daripada tanah berkapur, dan lebih mudah diolah daripada tanah
lempung.
c. Tanah berpasir di bagian barat laut sekitar wilayah Kecamatan Musuk
dan Cepogo.
Tanah berpasir merupakan tanah yang mempunyai sifat sangat
ringan dan mudah menyerap air, sehingga bila tanah ini diremas keras-
keras dengan tangan, tanah akan mudah hancur. Kekurangannya
adalah baik air maupun nutrisi yang meresap tidak dapat ditampung
dengan baik sehingga menyebabkan tanah ini menjadi cepat kering dan
kurang subur. Dengan kondisi seperti ini, tanaman yang cocok ditanam
adalah jenis tanaman kaktus.
d. Tanah berkapur di bagian utara sepanjang perbatasan dengan wilayah
Kabupaten Grobogan.
Tanah jenis ini ringan dan menyerap air. Sama seperti halnya tanah
berpasir, tanah kapur juga termasuk tanah yang tidak subur. Sebagian
besar tanah ini mengandung kapur. Bila kadar kapurnya tinggi, maka
tanaman yang tumbuh diatasnya sering mengalami daun yang kuning.
Walaupun tanahnya tidak subur, akan tetapi cocok untuk ditanami
tanaman jati.
Daerah-daerah di kabupaten Boyolali terbagai berdasarkan
ketinggian tempat yaitu sebagai berikut :
75 400 DPL meliputi wilayah Kecamatan Mojosongo, Teras, Sawit,
Banyudono, Sambi, Ngemplak, Simo, Nogosari,
Karanggede, Andong, Klego, Kemusu, Wonosegoro,
Juwangi, dan Sebagian Boyolali.

xlvii
400 1000 DPL meliputi Kecamatan Boyolali, Musuk serta sebagian
Kecamatan Ampel dan Cepogo.
1000 1500 DPL meliputi Kecamatan Ampel, Cepogo dan Selo.
Pada daerah dengan ketinggian yang berbeda-beda tersebut,
terdapat dua gunung yang melintasinya yaitu Gunung Merapi dan Gunung
Merbabu. Keduanya terdapat di wilayah Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk
dan Ampel. Selain daratan, Kabupaten Boyolali memiliki beberapa sumber
perairan yaitu sumber air dangkal, waduk dan sungai. Beberapa sumber
perairan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Sumber air dangkal meliputi Tlatar di wilayah Kecamatan Boyolali,
Nepen di Kecamatan Teras, Pengging di wilayah Kabupaten
Banyudono, Pantaran di wilayah Kecamatan Ampel, Wonopedut di
wilayah Kecamatan Cepogo dan Mungup di wilayah Kecamatan
Sawit.
b. Waduk meliputi Kedungombo di wilayah Kecamatan Kemusu,
Kedungdowo di wilayah Kecamatan Andong, Cengklik di wilayah
Kecamatan ngemplak dan Bade di wilayah Kecamatan Klego.
c. Sungai meliputi Serang melintasi Kecamatan Kemusu dan
Wonosegoro, Cemoro melintasi Kecamatan Simo dan Nogosari, Pepe
melintasi Kecamatan Boyolali, Mojosongo, Teras, Banyudono, Sambi
dan Ngemplak serta sungai Gandul yang melintasi Kecamatan Selo,
Cepogo, Musuk, Mojosongo, Teras, an Sawit.
3. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan
Luas wilayah Kabupaten Boyolali mencapai 101.510 Ha yang
terbagi dalam 19 kecamatan yaitu Kecamatan Selo, Ampel, Cepogo,
Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi,
Ngemplak, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego, andong, Kemusu,
Wonosegoro dan Juwangi. Kecamatan Kemusu merupakan kecamatan
yang terluas dengan luas 9.908,42 Ha yaitu 9,76 % dari luas wilayah
Kabupaten Boyolali. Sedangkan Kecamatan Sawit merupakan kecamatan
terkecil yaitu 1.723,18 Ha atau 1,70% dari luas wilayah Kabupaten

xlviii
Boyolali. Lahan di Kabupaten Boyolali terbagi menjadi beberapa
penggunaan yaitu sebagai berikut :
Tabel 7. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan (Ha) di Kabupaten
Boyolali Tahun 2008
No. Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Prosentase (%)
1. Tanah Sawah 22.869,15 22,53
2. Pekarangan/Bagunan 25.189,65 24,81
3. Tegal/Kebun 30.681,35 30,22
4. Padang Gembala 983,33 0,97
5. Tambak/Kolam 821,09 0.81
6. Hutan Negara 14.835,50 14,61
7. Lainnya 6.130,14 6,04
Jumlah 101.510,20 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008
Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa penggunaan lahan
terbesar adalah untuk lahan tegal atau kebun dengan luas 30.681,35 Ha
yaitu 30,22% dari luas wilayah Kabupaten Boyolali. Sebagian besar
wilayah Kabupaten Boyolali digunakan sebagai lahan kebun baik kebun
sayur seperti wortel yang merupakan komoditas utama petani di
Kecamatan Selo, kobis dan kentang, kebun buah seperti pepaya maupun
lahan tegal untuk palawija seperti jagung dan ubi kayu. Sedagkan
penggunaan lahan terkecil adalah untuk tambak atau kolam dengan luas
821,09 Ha yaitu 0,81% dari luas wilayah Kabupaten Boyolali.
B. Keadaan Penduduk
Keadaan penduduk di Kabupaten Boyolali meliputi keadaan penduduk
menurut jenis kelamin, menurut kelompok umur, menurut tingkat pendidikan,
dan menurut mata pencaharian. Keadaan penduduk tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Menurut data BPS Kabupaten Boyolali tahun 2008, keadaan
penduduk Kabupaten Boyolali menurut jenis kelamin adalah sebagai
berikut :

Tabel 8 Komposisi Penduduk Kabupaten Boyolali Menurut Jenis Kelamin


dan Sex Rationya Tahun 2003-2008.

xlix
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Sex Ratio
(jiwa) Laki-laki Perempuan (%)
2003 935.768 457.389 478.379 95,60
2004 939.087 459.106 479.981 95,70
2005 941.147 460.072 481.075 95,60
2006 944.181 461.806 482.375 95,74
2007 947.026 463.295 483.731 95,78
2008 949.594 464.837 484.757 95,89
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008
Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
Kabupaten Boyolali dengan jenis kelamin perempuan lebih besar dari
jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki. Pada tahun 2008, rasio
jenis kelamin di Kabupaten Boyolali adalah sebesar 95,89% yang
menunjukkan bahwa setiap terdapat 100 penduduk dengan jenis kelamin
perempuan maka terdapat 96 penduduk dengan jenis kelamin laki-laki.
2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
Menurut data BPS Kabupaten Boyolali tahun 2008, keadaan
penduduk Kabupaten Boyolali menurut Kelompok umur dan jenis kelamin
adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Penduduk Kabupaten Boyolali Menurut Kelompok Umur dan


Jenis Kelamin Tahun 2008
Tahun Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah Total

l
Laki-laki Perempuan
0-4 37.977 33.012 70.989
5-9 39.650 38.150 77.800
10-14 46.157 41.787 87.944
15-19 38.072 34.903 72.975
20-24 39.233 37.181 76.414
25-29 39.556 38.684 78.240
30-34 36.722 42.369 79.091
35-39 30.076 34.224 64.300
40-44 31.190 39.364 70.554
45-49 31.145 32.428 63.573
50-54 24.218 24.577 48.795
55-59 18.828 23.317 42.145
60-64 21.152 22.107 43.259
> 64 30.861 42.654 73.515
Jumlah 464.837 484.757 949.594
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008
Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
terbanyak adalah pada penduduk kelompok umur 10-14 tahun yaitu
sebesar 46.157 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah pada
kelompok umur 60-64 tahun yaitu sebesar 21.152 jiwa. Penduduk usia non
produktif adalah penduduk yang berada pada kelompok umur < 14 tahun
dan > 60 tahun, sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk yang
berada pada kelompok umur 15-59 tahun.
usia non produktif = 70.989 + 77.800 + 87.944 + 43.259 + 73.515
= 353.507 jiwa
usia produktif = 72.975 + 76.414 + 78.240 + 79.091 + 64.300 +
70.554 + 63.573 + 48.795 + 42.145
= 596.087 jiwa
non produktif
ABT (Angka Beban Tanggungan) = x 100 %
produktif
353.507
= x 100 %
596.087
= 59,30 %
Angka beban tanggungan adalah perbandingan jumlah penduduk
yang tidak produktif dengan jumlah penduduk yang produktif selama 1

li
tahun. Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten
Boyolali merupakan kelompok usia produktif. Jumlah kelompok usia non
produktif yang lebih kecil dari kelompok usia produktif menunjukkan
bahwa beban tanggungan yang ditanggung kelompok produktif terhadap
kelompok usia non produktif lebih ringan. Artinya setiap 100 orang usia
produktif menanggung 59 orang usia non produktif.
3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Menurut data BPS Kabupaten Boyolali tahun 2008, keadaan
penduduk Kabupaten Boyolali menurut tingkat pendidikan adalah sebagai
berikut :
Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten
Boyolali Tahun 2008
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
1. Tamat PT / D IV 12.515
2. Tamat Akademi / Diploma 10.814
3. Tamat SLTA 3.054
4. Tamat SLTP 118.825
5. Tamat SD 303.758
6. Tidak / Belum Tamat SD 271.515
Jumlah 720.481
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui jumlah penduduk di
Kabupaten Boyolali yang terbesar adalah penduduk yang tamat SD yaitu
sebesar 303.758 jiwa. Terbesar kedua adalah jumlah penduduk yang
belum tamat SD. Secara umum penduduk Kabupaten Boyolali memiliki
pendidikan yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk Kabupaten Boyolali belum memahami akan pentingnya
pendidikan. Hal ini berpengaruh pada pola konsumsi penduduk Kabupaten
Boyolali karena dengan pendidikan yang rendah penduduk akan
cenderung lebih sulit menerima dan menyerap informasi dan wawasan
terlebih mengenai konsumsi makanan yang sehat bagi kebutuhan tubuh.

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

lii
Menurut data BPS Kabupaten Boyolali tahun 2008, keadaan
penduduk Kabupaten Boyolali menurut mata pencaharian utama adalah
sebagai berikut :
Tabel 11. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kabupaten
Boyolali Tahun 2008
No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)
1. Pertanian Tanaman Pangan 243.264 30,38
2. Perkebunan 16.733 2,09
3. Perikanan 1.262 0,16
4. Peternakan 51.172 6,39
5. Pertanian Lainnya 25.126 3,13
6. Industri Pengolahan 43.455 5,43
7. Perdagangan 51.366 6,41
8. Jasa 54.015 6,75
9. Angkutan 7.128 0,89
10. Lainnya 307.284 38,37
Jumlah 800.805 100
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali, 2008
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa penduduk di
Kabupaten Boyolali yang bekerja di sektor pertanian paling besar.
Pertanian tanaman pangan sendiri memiliki tenaga kerja sebesar 243.264
jiwa atau 30,38% dari total penduduk yang berusia sepuluh tahun ke atas.
Penduduk di Kabupaten Boyolali banyak yang bekerja pada lapangan
pekerjaan ini karena sebagian besar lahan di Kabupaten Boyolali
digunakan untuk bercocok tanam khususnya pertanian dengan sistem
kebun sehingga memerlukan banyak pekerja untuk menanganinya. Jenis
lapangan pekerjaan yang paling sedikit pekerjanya adalah pekerjaan di
bidang perikanan yaitu 1.262 jiwa atau hanya 0,16% dari total penduduk
yang berusia sepuluh tahun ke atas. Hal ini disebabkan karena perikanan
membutuhkan banyak air, sedangkan akses untuk mendapatkan air di
Kabupaten Boyolali tidak terlalu lancar. Pekerjaan lainnya, yang dimaksud
disini adalah lapangan pekerjaan selain yang telah disebutkan pada no. 1
hingga no. 9. Jumlah pekerja yang termasuk dalam kategori ini sebanyak
307.284 jiwa atau 38,37% dari 800.805 jiwa. Hal ini disebabkan karena
lapangan pekerjaan ini terdiri dari berbagai jenis pekerjaan, seperti

liii
pekerjaan yang bergerak di bidang pertambangan, bangunan/konstruksi,
keuangan, dan persewaan.
Jenis pekerjaan akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang
diterima oleh seseorang. Tingkat pendapatan yang diterima akan
mempengaruhi pola konsumsi seseorang, semakin tinggi pendapatan maka
proporsi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan semakin meningkat.
C. Keadaan Perekonomian
Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan suatu usaha
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan miningkatkani
tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di suatu
daerah berbeda-beda tergantung dari potensi daerah, peran pemerintah, dan
juga masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Ketiga faktor tersebut harus
dapat berjalan secara berkesinambungan sehingga tujuan pembangunan yang
telah ditetapkan dapat dicapai. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat jenis dan
banyaknya sarana perekonomian di Kabupaten Boyolali.
Tabel 12. Jenis dan Jumlah Sarana Perekonomian di Kabupaten Boyolali
Tahun 2008
No Sarana Perekonomian Jumlah (unit)
1. Koperasi 967
2. Bank BRI 25
3. Pasar
a. Pasar Tradisional 105
b. Pasar Modern 26
c. Pasar Hewan 7
Jumlah 1.130
Sumber : BPS Kabupaten Boyolali, 2008
Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa di Kabupaten Boyolali
terdapat tiga sarana perekomonian yaitu Koperasi sebanyak 967 unit yang
terdiri KUD, non KUD, koperasi industri, koperasi peternakan/pertanian,
koperasi jasa, koperasi fungsional dan koperasi simpan pinjam, Bank BRI
sejumlah 25 unit, dan Pasar sebanyak 138 unit yang terdiri dari 10 unit pasar
tardisional, 26 pasar modern dan 7 unit pasar hewan.

liv
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden
Pengelompokkan konsumen merupakan hal yang penting dalam
pemasaran guna mengetahui konsumen sasaran yang tepat bagi produknya
yang dalam penelitian ini adalah minyak goreng. Masyarakat terdiri dari
kelompok kecil yang dicirikan oleh adanya perbedaan perilaku antar
kelompok kecil tersebut. Perbedaan kelompok tersebut berdasarkan kepada
perbedaan karakteristik sosial, ekonomi dan demografi konsumen. Beberapa
karakteristik demografi yang sangat penting untuk memahami konsumen
adalah jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan jumlah
anggota keluarga (Sumarwan, 2003). Hasil penelitian menunjukkan
karakteristik konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten
Boyolali adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang responden
yang diambil sebagai sampel, terdiri dari perempuan dan laki-laki.
Perbandingan jumlah responden perempuan dan laki-laki dapat dilihat
pada Tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Responden Persentase (%)
Perempuan 92 92
Laki-laki 8 8
Jumlah 100 100
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa dari 100 responden, jumlah
responden perempuan lebih banyak dari pada responden laki-laki yaitu
sebanyak 92 orang, sedangkan responden laki-laki hanya 8 orang. Jumlah
responden perempuan lebih dominan daripada responden laki-laki terjadi
karena pada umumnya perempuan lebih memperhatikan kebutuhan
anggota keluarga terutama dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumah
tangga. Minyak goreng juga merupakan salah satu kebutuhan pokok yang

44

lv
sering digunakan oleh perempuan khususnya ibu rumah tangga dalam
memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, sehingga peran perempuan
dalam keputusan pembelian minyak goreng sangat besar. Hal ini
ditunjukkan dengan peran perempuan yang pada umumnya lebih
melibatkan diri dalam memutuskan pembelian minyak goreng dari pada
laki-laki. Namun dalam penelitian ini masih ditemui sebagian kecil laki-
laki sebagai konsumen minyak goreng dengan alasan istri sedang bekerja
atau seorang yang sedang mengisi waktu luang dengan membantu istri
berbelanja.
2. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur
Memahami umur konsumen merupakan hal yang penting dalam
pemasaran suatu produk. Perbedaan umur akan mengakibatkan perbedaan
selera dan kesukaan konsumen terhadap merek (Sumarwan, 2003).
Pemasar minyak goreng perlu mengetahui komposisi umur penduduk di
suatu wilayah yang dijadikan target pasarnya guna menunjang
keberhasilan pemasaran minyak goreng. Karakteristik responden dari
konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali
menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Karakteristik Responden Menurut Kelompok Umur
Umur (Tahun) Responden Persentase (%)
19-24 2 2
25-35 20 20
36-50 60 60
51-65 17 17
> 65 1 1
Jumlah 100 100

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen minyak


goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali adalah konsumen pada
kelompok umur antara 36-50 tahun sebesar 60% yaitu 60 responden.

lvi
Menurut Sumarwan (2003), kelompok umur tersebut merupakan
kelompok umur separuh baya. Kelompok umur tersebut pada umumnya
cenderung berpikir rasional dimana konsumen mengerti tentang minyak
goreng yang akan dipilih yaitu sesuai dengan selera konsumen dan
memiliki pertimbangan tertentu dalam mengambil keputusan pembelian
minyak goreng. Pertimbangan tersebut seperti mengenai kejernihan,
warna, merek dan harga minyak goreng yang akan dibeli konsumen.
Sedangkan usia antara 51-65 dan > 65 tahun pada umumnya merupakan
konsumen yang cenderung tidak memiliki banyak pertimbangan dalam
pembelian melainkan berdasarkan kebiasaan konsumen yang sudah sering
konsumen lakukan pada setiap pembelian minyak goreng.
3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Pemasar harus memahami kebutuhan konsumen dengan tingkat pendidikan

yang berbeda. Tingkat pendidikan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara

pandang, cara berpikir bahkan persepsinya terhadap suatu masalah (Sumarwan,

2003). Selain itu tingkat pendidikan juga menentukan seseorang dalam menerima

pengetahuan dan informasi. Konsumen yang memiliki pendidikan lebih baik akan

responsif terhadap informasi, selain itu juga mempengaruhi konsumen dalam

memilih produk maupun merek. Karakteristik responden menurut tingkat

pendidikan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendidikan


Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)
SD 23 23
SMP 29 29
SMA 33 33
D1 2 2
D3 8 8
S1 5 5
Jumlah 100 100
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

lvii
Irianto (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa tempat pembelian

di pasar tradisional lebih banyak dilakukan konsumen dengan tingkat pendidikan

SMP dan SMA. Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa jumlah responden

berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi adalah responden dengan tingkat

pendidikan SMA yaitu sebanyak 33 responden dan diikuti konsumen dengan tingkat

pendidikan SMP yaitu 29 orang. Konsumen dengan pendidikan cukup tinggi

memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup luas terhadap minyak goreng

seperti harga, kejernihan, warna dan ukuran volume minyak goreng yang

selanjutnya dipertimbangkan untuk sampai pada keputusan pembelian minyak

goreng. Hal ini mempengaruhi konsumen dalam proses pengambilan keputusan

pembelian minyak goreng.

4. Karakteristik Responden menurut Mata Pencaharian


Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen minyak goreng di pasar

tradisional Kabupaten Boyolali terdiri dari beragam mata pencaharian.

Karakteristik responden berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel

16.

Tabel 16. Karakteristik Responden Menurut Mata Pencaharian


Mata Pencaharian Responden Persentase (%)
Ibu Rumah Tangga 28 28
PNS 12 12
Wiraswasta 54 54
Swasta 6 6
Jumlah 100 100
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa sebagian besar konsumen

bermatapencaharian sebagai wiraswasta seperti pedagang sayur, pedagang buah,

lviii
pedagang pakaian, penyetor susu, home industry dan penjahit yaitu sebanyak 54

responden diikuti ibu rumah tangga yaitu sebanyak 28 responden. Pekerjaan

wiraswasta yang tidak terpaku dengan waktu cenderung memiliki waktu luang yang

lebih banyak untuk berbelanja. Waktu lebih banyak yang dimiliki konsumen,

menjadikan konsumen lebih memperhatikan dan mempertimbangkan atribut

minyak goreng yang akan dibelinya. Konsumen memilih berbelanja di pasar

tradisional karena pada umumnya tempat bekerja mereka berada di sekitar atau

dekat dengan pasar tradisional. Sedangkan kegiatan ibu rumah tangga sehari-hari

adalah mengurus rumah tangga sehingga memiliki waktu yang lebih banyak untuk

mengatur pengeluaran atau kebutuhan keluarga, termasuk salah satunya

berbelanja minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Karakteristik Responden menurut Pendapatan Rumah Tangga


Pendapatan adalah sumber daya material yang sangat penting bagi

konsumen, karena dengan pendapatan konsumen dapat membiayai konsumsinya.

Jumlah pendapatan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen.

Daya beli akan menggambarkan banyaknya minyak goreng yang dapat dibeli oleh

konsumen. Oleh karena itu, pemasar minyak goreng perlu mengetahui pendapatan

konsumen yang menjadi sasaran pasarnya (Sumarwan, 2003). Pendapatan yang

diukur dari semua pendapatan yang diterima oleh semua anggota keluarga

konsumen. Karakteristik responden menurut pendapatan rumah tangga dapat

dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Karakteristik Responden Menurut Pendapatan Rumah Tangga


Pendapatan ( Rupiah) Responden Persentase (%)
< 1.000.000 36 36

lix
1.000.000 2.000.000 55 55
2.000.000 3.000.000 8 8
> 3.000.000 1 1
Jumlah 100 100
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen minyak goreng di pasar

tradisional Kabupaten Boyolali berasal dari berbagai golongan mulai dari tingkat

pendapatan rendah, menengah bawah hingga menengah atas karena memang

minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok. Berdasarkan Tabel 17

dapat diketahui bahwa sebagian besar konsumen mempunyai pendapatan rumah

tangga Rp 1.000.0002.000.000 yaitu 55 responden dan diikuti konsumen dengan

pendapatan <Rp 1.000.000 yaitu 36 responden yang pada umumnya merupakan

wiraswasta. Meskipun tingkat pendapatan konsumen tersebut mampu untuk

berbelanja di pasar modern seperti swalayan, konsumen lebih memilih

berbelanja dipasar tradisional dengan alasan lebih dekat dengan tempat bekerja

mereka. Selain itu juga terdapat minyak goreng curah yang dapat dibeli oleh

sebagian konsumen yang ukuran volume pembeliannya dapat disesuaikan dengan

daya beli konsumen pada saat pembelian, mudah ditawar dan sekaligus berbelanja

kebutuhan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik konsumen menurut

pendapatan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsinya minyak goreng.

6. Karakteristik Responden menurut Jumlah Anggota Keluarga


Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi proses keputusan dalam pembelian minyak goreng. Besar keluarga

dibagi menjadi tiga kategori sesuai BKKBN (1998) dalam Kurniawati (2005) yaitu

keluarga kecil yang terdiri 1-4 orang, keluarga sedang terdiri dari 5-6 orang dan

lx
keluarga besar yang terdiri dari > 7 orang. Karakteristik responden menurut

jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga


Jumlah Anggota Responden Persentase Rata-rata jumlah
Keluarga (orang) (%) konsumsi per bulan (L)
1-4 76 76 2,52
5-6 19 19 3,64
>7 5 5 5,40
Jumlah 100 100 3,85
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa sebagian besar konsumen minyak

goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali mempunyai jumlah anggota

keluarga 1-4 orang yaitu 76 responden. Rumah tangga dengan jumlah anggota 1-

4 orang dikategorikan sebagai keluarga kecil. Setiap anggota keluarga memiliki

pengaruh terhadap proses pembelian barang kebutuhan rumah tangga termasuk

minyak goreng seperti perbedaan selera dari anggota keluarga. Namun demikian,

minyak goreng merupakan kebutuhan pokok yang fungsinya tidak tergantikan oleh

produk yang lain sehingga menuntut suatu rumah tangga untuk memenuhinya.

Peran perempuan sebagai ibu rumah tangga dianggap sebagai pengambil

keputusan yang dominan mengenai jenis dan merek minyak goreng yang akan

dikonsumsi suatu rumah tangga.

B. Keterlibatan Konsumen Dalam Proses Pengambilan Keputusan


Pembelian Minyak Goreng di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali
Proses pengambilan keputusan dalam pembelian minyak goreng tidak
terlepas dari tingkat keterlibatan konsumen. Ada kalanya konsumen mencari
dan mempelajari informasi mengenai minyak goreng yang ada di pasar untuk
dievaluasi dan selanjutnya mengambil keputusan merek yang akan dibeli.
Namun ada kalanya pula konsumen mengambil keputusan pembelian minyak

lxi
goreng dalam waktu sangat singkat bahkan tanpa pertimbangan. Oleh sebab
itu dalam proses pengambilan keputusan pembelian minyak goreng terdapat
dua macam keterlibatan konsumen yaitu keterlibatan tinggi dimana konsumen
sangat mempertimbangkan pentingnya pembelian minyak goreng dalam
kehidupan sehari-hari konsumen dan keterlibatan rendah dimana konsumen
kurang atau bahkan tidak mempertimbangkan pentingnya pembelian minyak
goreng dalam kehidupan sehari-hari konsumen.
Penelitian ini menggunakan tujuh dimensi keterlibatan minyak goreng
yang dipertimbangkan oleh konsumen. Pertama, dimensi penting yang
meliputi jenis minyak goreng. Kedua, dimensi menarik yang meliputi warna,
kejernihan dan produsen. Ketiga, dimensi sesuai kebutuhan yang meliputi
volume kemasan. Keempat, dimensi berguna yang meliputi kandungan gizi.
Kelima, dimensi kebutuhan pokok terkait dengan posisi minyak goreng dalam
kebutuhan konsumen. Keenam, dimensi menguntungkan yang meliputi harga
minyak goreng. Ketujuh, dimensi diperlukan yang meliputi aman, sehat dan
distribusi.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode inventaris
keterlibatan pribadi didapatkan rata-rata jumlah keterlibatan tiap-tiap dimensi
keterlibatan. Rata-rata jumlah keterlibatan tersebut menunjukkan tingkat
keterlibatan konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten
Boyolali. Hasil analisis keterlibatan konsumen minyak goreng di pasar
tradisional Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 19. Hasil Analisis Keterlibatan Konsumen Minyak Goreng di Pasar


Tradisional Kabupaten Boyolali
No. Dimensi Keterlibatan Rata-rata skor
1. Penting/Tidak penting 2,73
2. Menarik/Tidak menarik 5,68
3. Sesuai Kebutuhan/Tidak sesuai Kebutuhan 4,99
4. Berguna/Tidak berguna 5,26
5. Kebutuhan pokok/Bukan kebutuhan pokok 6,15
6. Menguntungkan/Tidak menguntungkan 5,44
7. Diperlukan/Tidak diperlukan 4,85
Jumlah 35,10
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 4

lxii
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa konsumen melibatkan
diri dalam dalam setiap dimensi keterlibatan. Besarnya rata-rata skor masing-
masing dimensi keterlibatan menunjukkan tingkat keterlibatan konsumen
dalam dimensi tersebut. Dimensi keterlibatan yang memiliki skor tertinggi
adalah dimensi kebutuhan pokok yaitu 6,15. Hal ini terjadi karena
mengingat posisi minyak goreng dalam kehidupan sehari-hari merupakan
produk yang sering bahkan selalu digunakan oleh konsumen dan tidak
tergantikan oleh produk yang lain. Bahan pangan digoreng merupakan
sebagian besar dari menu masyarakat (Ketaren, 1986). Hal tersebut
mengharuskan konsumen untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng.
Dimensi keterlibatan kedua yang dipertimbangkan konsumen adalah
dimensi menarik yang meliputi warna, kejernihan dan produsen dengan skor
5,68. Konsumen minyak goreng pada umumnya mempertimbangkan
kejernihan, warna bahkan produsen dari minyak goreng yang akan dibeli
karena atribut tersebut adalah atribut yang mudah terlihat oleh konsumen.
Konsumen akan cenderung memilih minyak goreng yang jernih. Konsumen
beranggapan bahwa minyak goreng yang jernih akan memberikan hasil
gorengan yang lebih sehat dibandingkan yang kurang atau tidak jernih seperti
tidak menyebabkan lekak bila dikonsumsi dan tidak mudah tengik. Konsumen
juga cenderung memilih minyak goreng yang berwarna kuning muda (pucat),
karena konsumen beranggapan bahwa warna minyak goreng tersebut
memberikan warna yang menarik pada hasil gorengan. Sedangkan produsen
minyak goreng tidak begitu dipertimbangkan oleh konsumen.
Dimensi menguntungkan merupakan dimensi yang dipertimbangkan
setelah dimensi menarik dengan skor 5,44. Dimensi ini meliputi harga minyak
goreng. Harga minyak goreng dipertimbangkan oleh sebagian konsumen
minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali khususnya bagi
konsumen yang berpendapatan menengah bawah. Menurut Sumarwan (2003),
harga adalah atribut produk atau jasa yang paling sering digunakan oleh
sebagian besar konsumen yang masih berpendapatan rendah. Kenyataan
tersebut dibuktikan dengan adanya 22% konsumen di pasar tradisional

lxiii
Kabupaten Boyolali yang memilih minyak goreng sawit curah yang tidak
begitu jernih karena harganya lebih murah dibandingkan dengan minyak
goreng merek yang lain. Meskipun demikian, berdasarkan hasil penelitian
konsumen tetap mengutamakan mempertimbangkan kejernihan dan
kehigienisan minyak goreng dalam membeli. Hal ini ditunjukkan dengan
terdapatnya 32% konsumen yang memilih minyak goreng bimoli yang
harganya mahal. Hal tersebut terjadi karena adanya ekuitas merek yang
menggambarkan efek diferensial positif dari tanggapan konsumen yang
ditimbulkan oleh brand image bimoli dalam kehidupan sehari-hari konsumen.
Dimensi keterlibatan yang dipertimbangkan konsumen selanjutnya
adalah dimensi berguna dengan skor 5,13 yang meliputi kandungan gizi.
Terdapat beberapa kandungan gizi dalam minyak goreng seperti omega 6 dan
9 pada minyak jagung dan kedelai namun tidak banyak terdapat pada minyak
kelapa dan kelapa sawit yang sering digunakan oleh masyarakat. Minyak
kelapa dan kelapa sawit mengandung asam lemak jenuh yang akan memicu
peningkatan kadar kolesterol dalam darah konsumen. Selain asam lemak, juga
terdapat kandungan lain seperti vitamin A, vitamin E, omega 3, 6 dan 9 yang
bermanfaat bagi kesehatan konsumen. Omega 3, 6 dan 9 berfungsi untuk
mengurangi timbulnya beberapa penyakit seperti jantung dan kanker karena
dengan mengkonsumsinya kadar kolesterol dalam darah tidak akan
meningkat. Namun setiap merek minyak goreng memiliki perbandingan yang
berbeda. Karakteristik konsumen minyak goreng dengan pendidikan cukup
tinggi seharusnya menyadari keadaan tersebut. Namun hal tersebut tidak
begitu dipertimbangan konsumen karena konsumen beranggapan bahwa
fungsi minyak goreng satu dengan minyak goreng yang lain adalah sama yaitu
bahan untuk menggoreng atau menumis. Konsumen sudah merasa cukup puas
dengan mempertimbangkan harga, kejernihan, hasil tidak lekak dan tidak
mudah tengik serta sesuai dengan daya beli pada saat pembelian.
Dimensi sesuai kebutuhan merupakan dimensi yang dipertimbangkan
setelah dimensi berguna dengan skor 4,99. Dimensi ini meliputi volume dalam
pembelian minyak goreng. Volume minyak goreng memang dipertimbangkan

lxiv
oleh konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali.
Konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali
beranggapan pembelian minyak goreng dengan kemasan 1 liter merupakan
ukuran volume yang sesuai untuk setiap pembelian. Namun, terdapat juga
sebagian konsumen yang memilih membeli dengan menyesuaikan daya beli
pada saat pembelian minyak goreng. Berdasarkan hasil penelitian terdapat
29% konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali
memilih minyak goreng seperti sawit curah dan barco yang volume
pembeliannya dapat disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan konsumen
pada saat pembelian. Konsumen lebih nyaman membeli minyak goreng
tersebut agar kebutuhan yang lain dapat terpenuhi pula.
Dimensi keterlibatan yang memiliki skor rendah adalah dimensi
diperlukan yang meliputi aman, sehat dan distribusi dengan skor 4,85 dan
dimensi penting yang meliputi jenis minyak goreng dengan skor 2,73.
Konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali tidak
khawatir dengan keberadaan minyak goreng di pasaran karena minyak goreng
yang dibutuhkan pasti ada dan tersebar di pasar-pasar tradisional Kabupaten
Boyolali. Konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali
pada umumnya hanya membeli minyak goreng kelapa dan kelapa sawit.
Konsumen tidak berkeinginan untuk memvariasikan konsumsi minyak goreng
karena menurut mereka permintaan minyak goreng masyarakat di Kabupaten
Boyolali yang sudah menjadi kebiasaan adalah jenis kelapa dan kelapa sawit.
Kenyataan tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa 93 % konsumen memilih minyak goreng kelapa sawit dan sisanya 7 %
memilih minyak goreng kelapa. Berdasarkan informasi dari beberapa
konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali, minyak jagung dan
minyak kedelai jarang ada di pasar dan tidak begitu disukai konsumen karena
mudah tengik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (1986) bahwa
minyak tersebut jika kontak dengan udara pada suhu tinggi akan mudah
teroksidasi sehingga mudah rusak dan berbau tengik.

lxv
Tujuh dimensi keterlibatan diatas diukur dengan menggunakan desain
inventaris keterlibatan pribadi yang didesain Zaichkowsky yang ditentukan
dengan pemberian skor dari 1 (untuk yang paling rendah) dan 7 (untuk yang
paling tinggi). Adapun penentuan tingkat keterlibatan yaitu keterlibatan
dikatakan rendah apabila rata-rata skornya dibawah 28 dan dikatakan tinggi
apabila rata-rata skornya diatas 28. Berdasarkan hasil analisis keterlibatan
konsumen tersebut, dapat diketahui bahwa keterlibatan konsumen dalam
proses pengambilan keputusan pembelian minyak goreng di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali tergolong tinggi dengan rata-rata jumlah skor 35,10 > 28.
Keterlibatan konsumen yang tinggi disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus
dipenuhi dalam rumah tangga. Hal itu disebabkan karena minyak goreng
memiliki manfaat yang tidak tergantikan oleh produk yang lain dan sudah
melekat dalam kehidupan sehari-hari bagi rumah tangga. Ketaren (1986)
mengatakan bahwa bahan pangan goreng merupakan sebagian besar dari menu
manusia dan banyak permintaan akan bahan pangan goreng, merupakan suatu
bukti besarnya jumlah bahan pangan goreng yang dikonsumsi oleh lapisan
masyarakat. Hal tersebut menuntut setiap rumah tangga membeli minyak
goreng, bahkan minyak goreng selalu ada dalam daftar belanja bulanan rumah
tangga konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Semakin penting
suatu produk bagi konsumen maka keterlibatan konsumen akan semakin
tinggi.
Kedua, beragamnya tampilan minyak goreng yang berupa kejernihan
dan warna minyak goreng yang ada di pasaran menuntut konsumen untuk
lebih selektif dalam mengambil keputusan pembelian minyak goreng. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dimensi menarik yang meliputi kejernihan,
warna dan produsen minyak goreng merupakan faktor yang dipertimbangkan
konsumen dalam membeli minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten
Boyolali. Kejernihan menunjukkan kualitas dan kehigienisan minyak goreng
dalam proses produksi. Konsumen lebih tertarik pada minyak goreng yang
jernih. Semakin jernih minyak goreng akan semakin tahan terhadap oksidasi

lxvi
sehingga masakan yang dihasilkan akan semakin sehat. Selain itu, konsumen
dalam membeli minyak goreng di pasar tradisional juga mempertimbangkan
warna minyak goreng. Sebagian besar konsumen lebih menyukai minyak
goreng yang berwarna kuning muda (pucat) karena berpengaruh pada warna
hasil gorengan. Pigmen berwarna kuning disebabkan karetinoid yang bersifat
larut dalam minyak. Karetinoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak
jenuh, jika minyak dihidrogenasi maka karoten akan ikut terhidrogenasi
sehingga intensitas kuning akan berkurang. Karetinoid bersifat tidak stabil
pada uap panas, sehingga jika minyak dialiri uap panas maka warna kuning
akan hilang dan berubah hingga kecoklatan (Ketaren, 1986). Oleh karena itu,
dimensi menarik minyak goreng sangat dipertimbangkan konsumen dalam
mengambil keputusan pembelian minyak goreng di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali.
Ketiga, harga minyak goreng selalu dipertimbangkan konsumen dalam
membeli minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dimensi menguntungkan yang meliputi harga
merupakan dimensi yang dipertimbangkan oleh konsumen minyak goreng.
Harga merupakan faktor dominan yang dipertimbangkan oleh konsumen
dalam mengambil keputusan pembelian minyak goreng untuk menyelaraskan
antara kebutuhan, keinginan dan daya beli konsumen.
Keempat, adanya perbedaan kebiasaan cara pembelian minyak goreng
oleh konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa perbedaan karakteristik konsumen minyak goreng
di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Perbedaan karakteristik konsumen
tersebut yang menyebabkan adanya tingkat keterlibatan konsumen yang tinggi
dalam memutuskan pembelian minyak goreng. Seperti perbedaan gaya hidup
dan kebiasaan konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali dalam
mengkonsumsi minyak goreng seperti mengkonsumsi suatu merek minyak
goreng karena turun temurun atau karena kebiasaan yang telah lama dilakukan
konsumen.

lxvii
C. Perbedaan Antar Merek Minyak Goreng Menurut Konsumen di Pasar
Tradisional Kabupaten Boyolali
Produk minyak goreng yang ditawarkan di pasar tradisional saat ini
sangat beragam. Setiap produsen berusaha menonjolkan keunggulan atribut
pada minyak goreng seperti jenis, kemasan, warna, harga, ukuran volume,
kandungan gizi dan merek. Hal tersebut memicu timbulnya beda antar merek
minyak goreng yang selanjutnya akan direspon oleh konsumen dalam bentuk
persepsi. Persepsi adalah proses dimana individu memilih, memutuskan dan
menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang
berarti mengenai suatu produk (Simamora, 2003). Penelitian ini menggunakan
delapan atribut minyak goreng sebagai informasi yang dievaluasi oleh
konsumen minyak goreng. Atribut-atribut minyak goreng tersebut yaitu jenis
minyak goreng, kemasan, warna, kejernihan, volume, harga, kandungan gizi
dan promosi.
Terdapat berbagai merek minyak goreng yang ada di pasar tradisional
baik untuk kemasan maupun curah. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat
sembilan merek minyak goreng yang dipilih oleh responden yaitu sania,
bimoli, frais well, tropical, hemart, filma, kunci mas dalam kemasan dan
sawit curah serta barco curah. Atribut-atribut dari beberapa minyak goreng
tersebut dievaluasi oleh konsumen yang kemudian diberikan bobot yang
berbeda pada setiap atribut sehingga membentuk persepsi terhadap merek
minyak goreng tersebut. Perhitungan persepsi kualitas merek-merek minyak
goreng menurut konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali dapat
dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Perhitungan Persepsi Kualitas Merek-merek Minyak Goreng
Menurut Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali
No. Merek Minyak Goreng Jumlah Responden yang Total skor Penilaian
Membeli Atribut Minyak goreng
1. Sania 4 112
2. Bimoli 32 849
3. Frais Well 4 96
4. Tropical 5 138
5. Hemart 20 499
6. Filma 3 84

lxviii
7. Kunci mas 3 75
8. Barco curah 7 169
9 Sawit curah 22 476
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 2 dan 3
Hasil dari perhitungan persepsi kualitas merek-merek minyak goreng
pada Tabel 20 tersebut menjadi dasar untuk menganalisis beda antar merek
minyak goreng yang ada di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Beda antar
merek minyak goreng dianalisis dengan uji Anova satu arah (one way analysis
of varian) menggunakan software SPSS (statistical product and service
solution). Hasil analisis uji Anova satu arah dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Perhitungan Beda Antar Merek Minyak Goreng Menurut Konsumen
di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 429,893 8 53,737 23,730 ,000
Within Groups 206,067 91 2,264
Total 635,960 99
Sumber : Lampiran 7
Tabel 21 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 23,730 dengan
signifikansi sebesar 0,000 (<0,05). Hasil tersebut berarti tolak Ho yang artinya
terdapat beda antar merek minyak goreng yang nyata (significant) menurut
konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Hal tersebut menunjukkan
bahwa konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali
menyadari perbedaan yang jelas antar berbagai merek minyak goreng yang
ada di pasaran.
Perbedaan yang nyata bagi konsumen dalam menilai merek minyak
goreng terjadi karena adanya perbedaan persepsi konsumen terhadap minyak
goreng. Persepsi tersebut mencerminkan perasaan konsumen yang merasa
sesuai dengan keinginan ketika membeli minyak goreng. Konsumen akan
membandingkan apa yang diinginkan dengan apa yang didapatkannya setelah
mengkonsumsi suatu merek minyak goreng. Perbedaan tersebut terletak pada
kelebihan yang dimiliki oleh setiap merek minyak goreng di pasaran.
Kelebihan itu dicapai dalam bentuk pelayanan kepada konsumen yang lebih
baik. Berdasarkan hasil penelitian, perbedaan antar merek minyak goreng

lxix
tersebut terletak pada jenis minyak goreng, harga, ukuran volume pembelian,
kejernihan, kemasan, warna dan kandungan gizi pada minyak goreng.
Minyak goreng terdiri dari berbagai jenis menurut asal bahan
pembuatnya, diantaranya adalah minyak jagung, minyak kedelai, minyak
kelapa dan minyak kelapa sawit yang sudah dikenal oleh masyarakat. Minyak
goreng kelapa dan kelapa sawit adalah minyak goreng yang sebagian besar
beredar dan dikonsumsi oleh konsumen di pasar tradisional Kabupaten
Boyolali. Minyak kedelai dan jagung tidak beredar di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali karena tidak ada permintaan jenis minyak tersebut oleh
konsumen. Seiring dengan ditemukannya minyak goreng sawit, perlahan
masyarakat memanfaatkan minyak sawit sebagai pengganti minyak goreng
kelapa (Irianto, 2007). Perbandingan konsumsi jenis minyak goreng oleh
konsumen di pasar tradisonal Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 22. Perbandingan Konsumsi Minyak Goreng Jenis Kelapa dan Kelapa
Sawit Oleh Konsumen di Pasar Tradisional Kabupaten Boyolali
No. Merek Minyak Jenis Minyak Jumlah Responden Persentase
Goreng Goreng yang Membeli jumlah (%)
1. Sania Sawit 4 4
2. Bimoli Sawit 32 32
3. Frais Well Sawit 4 4
4. Tropical Sawit 5 5
5. Hemart Sawit 20 20
6. Filma Sawit 3 3
7. Kunci mas Sawit 3 3
8. Sawit curah Sawit 22 22
9 Barco curah Kelapa 7 7
Jumlah 100 100
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 2
Berdasarkan hasil penelitian, 93 % konsumen minyak goreng di pasar
tradisional Kabupaten Boyolali memilih minyak goreng kelapa sawit karena

lxx
lebih banyak tersedia di pasaran dan terdapat lebih beragam merek minyak
goring jenis kelapa sawit dibandingkan dengan minyak goreng kelapa.
Perbedaan harga antar merek minyak goreng cukup memberikan
pengaruh yang besar bagi konsumen minyak goreng di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali. Konsumen dari berbagai tingkat pendapatan memiliki
selera terhadap harga minyak goreng yang berbeda pula. Berdasarkan hasil
observasi dalam penelitian terdapat tiga tingkatan harga minyak goreng yang
beredar di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Konsumen mengatakan
minyak goreng yang mahal dengan harga > Rp 10.000,00/liter seperti sania,
bimoli, tropical, filma, dan kunci mas. Sedangkan konsumen mengatakan
cukup murah pada minyak goreng dengan harga antara Rp 9.000,00 Rp
10.000,00/liter seperti hemart dan frais well serta murah pada minyak goreng
dengan harga < Rp 9.000,00/liter seperti sawit curah dan barco curah.
Perbedaan ukuran volume pada tiap merek minyak goreng yang ada di
pasar tradisional Kabupaten Boyolali memberikan pengaruh pada persepsi
konsumen terhadap suatu merek minyak goreng. Hampir semua merek minyak
goreng memiliki variasi ukuran volume yang sama seperti 0,5 liter, 1 liter, 2
liter dan 5 liter. Ukuran volume tersebut pada umumnya terdapat pada minyak
goreng kemasan. Ukuran 0,250, 0,485 dan 0,620 liter hanya terdapat pada
bimoli, sehingga dapat dikatakan ukuran volume minyak goreng kemasan
yang paling variatif adalah bimoli. Hal tersebut mendukung pernyataan bahwa
bimoli lebih banyak diminati oleh konsumen dibandingkan dengan minyak
goreng merek lain seperti yang disajikan pada tabel 22. Perbedaan ukuran
volume minyak goreng yang lebih variatif dalam penelitian ini adalah adanya
ukuran volume pada minyak goreng sawit curah dan barco curah. Ukuran
volume pembelian minyak goreng tersebut lebih fleksibel artinya dapat
menyesuaikan dengan keinginan dan daya beli konsumen. Minyak goreng
sawit curah dan barco diukur dengan satuan kilogram dimana 1 kilogram sama
dengan 1,25 liter minyak goreng. Hal ini cukup berpengaruh terhadap perilaku
konsumen dimana konsumen dengan pendapatan yang tidak menentu

lxxi
cenderung akan memilih minyak goreng tersebut untuk menyelaraskan antara
kebutuhan dan daya beli konsumen.
Kejernihan minyak goreng merupakan atribut yang terlihat jelas
sehingga dapat dibedakan mana yang baik untuk dikonsumsi. Kejernihan
minyak goreng dalam penelitian ini dibedakan menjadi minyak goreng sangat
kurang jernih, kurang jernih, cukup jernih, jernih dan sangat jernih. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsumen mempersepsikan minyak goreng
dalam dua tingkat kejernihan. Dua tingkat kejernihan tersebut yaitu kurang
jernih seperti minyak goreng sawit curah, hemart dan frais well, sedangkan
minyak yang dikatakan jernih oleh konsumen seperti bimoli, sania, filma,
kunci mas, tropical dan barco. Konsumen cenderung memilih minyak goreng
yang jernih. Kejernihan menunjukkan kualitas dan kehigienisan minyak
goreng dalam proses produksi. Mereka beranggapan minyak goreng yang
jernih dapat mencegah ketengikan serta lekak pada saat dikonsumsi. Selain itu
kejernihan terkait dengan banyaknya penyaringan dalam penggunaan minyak
goreng. Minyak goreng yang lebih jernih dapat mengalami penyaringan yang
lebih banyak, sehingga dapat menghemat penggunaan minyak goreng dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Kejernihan sering dikaitkan dengan warna minyak goreng. Berbagai
merek minyak goreng yang ada di pasaran memiliki warna yang berbeda-beda
pula. Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan yaitu zat warna
alamiah dan zat warna hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna yang
termasuk dalam golongan alamiah anatara lain terdiri dari dan karoten,
xanthofil, klorofil dan anthosianin. Zat warna ini menyebabkan warna minyak
goreng berwarna kuning muda, kuning, kuning kecoklatan (keorangean),
kehijauan dan kemerahan. Pigmen berwarna kuning disebabkan karetinoid
yang bersifat larut dalam minyak. Karetinoid merupakan persenyawaan
hidrokarbon tidak jenuh, jika minyak dihidrogenasi maka karoten akan ikut
terhidrogenasi sehingga intensitas kuning akan berkurang. Karetinoid bersifat
tidak stabil pada uap panas, sehingga jika minyak dialiri uap panas maka
warna kuning akan hilang dan berubah hingga kecoklatan (Ketaren, 1986).

lxxii
Menurut konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali minyak goreng
dikatakan berwarna kuning muda seperti bimoli, tropical, filma dan barco
curah, berwarna kuning seperti kunci mas dan sania, sedangkan kuning
keorangean (kecoklatan) seperti hemart, frais well dan sawit curah.
Berdasarkan hasil penelitian, konsumen minyak goreng di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali pada umumnya lebih menyukai minyak goreng dengan
warna kuning muda yang sering diilustrasikan warna kuning pucat karena
minyak tersebut akan lebih tahan lama untuk berubah menjadi kecoklatan
(jlantah). Selain itu minyak goreng dengan warna kuning muda memberikan
hasil gorengan dengan warna yang lebih menarik.
Kandungan gizi yang terdapat pada minyak goreng mempengaruhi
warna, bau dan flavour dari minyak goreng tersebut (Ketaren, 1986).
Perbedaan komposisi gizi yang terdapat dalam setiap merek minyak goreng
menyebabkan adanya perbedaan antar merek minyak goreng. Minyak kelapa,
sebagai salah satu jenis minyak goreng, mempunyai komposisi yang
didominasi oleh asam lemak jenuh (90-92%) sedangkan minyak kelapa sawit
mempunyai kompisisi yang berimbang (Sutanto, 2008). Berdasarkan hasil
penelitian, konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali
membedakan kandungan gizi seperti kandungan vitamin A, vitamin E, omega
3, omega 6 dan omega 9 yang tidak terdapat pada semua merek minyak
goreng terlebih pada minyak goreng sawit curah dan barco curah. Terdapat
pula merek minyak goreng yang hanya terdapat informasi kandungan lemak
total. Berbagai informasi mengenai kandungan gizi tersebut menimbulkan
adanya persepsi konsumen terhadap suatu merek minyak goreng.
Kemasan minyak goreng adalah pengemasan yang membuat suatu
merek minyak goreng terlihat lebih menarik sehingga dapat menciptakan
suatu kesan konsumen yang dapat mendorong mereka untuk membeli atau
tidak membeli suatu merek minyak goreng. Berbagai bentuk kemasan minyak
goreng untuk semua merek pada umumnya tidak berbeda jauh yaitu
berbentuk derigent, refill dan botol. Perbedaan terdapat pada variasi warna,
tulisan, gambar dan informasi sebagai ciri khas suatu merek minyak goreng.

lxxiii
Seperti warna coklat untuk kemasan frais well, warna hijau yang terdapat pada
kemasan sania, adanya informasi tidak mengandung kolesterol pada filma dan
tropical dan informasi 2x penyaringan pertama di Indonesia pada tropical.
Perbedaan kemasan minyak goreng yang lebih terlihat yaitu kemasan pada
minyak goreng sawit curah dan barco yang hanya dengan plastik kiloan atau
derigent tanpa gambar dan tulisan yang menunjukkan merek tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian, konsumen minyak goreng lebih menyukai
minyak goreng dengan kemasan refill dengan alasan kepraktisan dalam
membawa dan menyimpan jika dibandingkan dengan kemasan lain. Selain itu
harga juga lebih murah dibandingkan dengan yang botol atau derigent.
Bahkan jika dibandingkan dengan kemasan plastik kiloan, refill lebih kuat dan
tidak mudah pecah.
Berdasarkan ulasan tersebut dikatakan bahwa pada dasarnya
kecocokan terhadap merek yang menjadi pertimbangan utama konsumen
dalam membeli minyak goreng. Konsumen menilai perbedaan yang jelas tiap
merek karena ketika mengganti minyak goreng yang mereka konsumsi dengan
merek lain akan terjadi keluhan seperti mudah tengik jika beralih ke minyak
yang kurang jernih, tidak sesuai dengan daya beli dan volume yang tidak
sesuai dengan kebutuhan konsumen. Sebagian besar atribut minyak goreng
seperti jenis, harga, warna, kejernihan, kandungan gizi dan volume pembelian
minyak goreng yang ditawarkan oleh merek minyak goreng sesuai dengan
selera konsumen di pasar tradisional Kabupaten Boyolali. Kepuasaan yang
diperoleh konsumen pada akhirnya akan menyebabkan persepsi kualitas yang
diberikan oleh konsumen terhadap suatu merek minyak goreng menjadi tinggi,
sehingga beda antar merek minyak goreng menurut konsumen menjadi nyata.

D. Tipe Perilaku Konsumen Minyak Goreng di Pasar Tradisional


Kabupaten Boyolali
Tugas seorang pemasar dapat dikatakan semakin sulit dan komplek
karena di satu sisi kebutuhan dan keinginan konsumen semakin beragam dan
menuntut kepuasan yang semakin tinggi terhadap produk yang dibelinya.
Sedangkan di sisi lain tersedia begitu banyak produk minyak goreng di pasar

lxxiv
yang saling bersaing untuk dipilih oleh konsumen. Banyak pemasar yang
berupaya mempelajari dan menganalisis perilaku konsumen untuk merancang
strategi pemasaran yang tepat. Penelitian ini menggunakan model tipe perilaku
konsumen yang dikemukakan oleh Assael dalam Simamora (2002) yaitu
membedakan tipe perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat
keterlibatan konsumen dan tingkat perbedaan antar merek.
Pembandingan Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini menyebutkan bahwa tipe perilaku
konsumen minyak goreng adalah tipe perilaku pembeli yang mengurangi
keragu-raguan (dissonance-reducing buying behavior). Tipe perilaku ini
memiliki tingkat keterlibatan konsumen tinggi (high-involvement consumer),
namun terdapat perbedaan antar merek (Differentes among brands) minyak
goreng yang tidak nyata menurut konsumen minyak goreng di pasar
tradisional Kabupaten Boyolali. Sementara hasil penelitian menunjukkan
bahwa keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan keputusan
pembelian minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali tergolong
tinggi dan konsumen menyadari adanya beda antar merek minyak goreng yang
nyata (significant) di pasar tradisional Kabupaten Boyolali, sehingga tipe
perilaku konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali
digolongkan dalam tipe perilaku pembelian komplek (complex buying
behavior). Dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang disajikan ditolak. Hasil
pengkombinasian kedua analisis keterlibatan konsumen dan beda antar merek
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
KETERLIBATAN
Tinggi Rendah
Perilaku pembelian Perilaku pembelian
Nyata komplek mencari keragaman
( complex buying (variety seeking
PERBEDAAN behavior) buying behavior)
ANTAR MEREK Perilaku pembelian Perilaku pembelian
mengurangi keragu- kebiasaan
Tidak nyata raguan (habitual buying
(dissonance-reducing behavior)
buying behavior)

lxxv
Gambar 3. Hasil Kombinasi Analisis Keterlibatan Konsumen dan Beda
Antar Merek Minyak Goreng
Perilaku pembelian komplek (complex buying behavior) ini
mempunyai keterlibatan konsumen yang tinggi dan konsumen menyadari
adanya perbedaan antar berbagai merek minyak goreng di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali. Keterlibatan tinggi artinya sebelum memutuskan untuk
membeli suatu produk minyak goreng konsumen bersedia mencurahkan
waktunya untuk mencari informasi mengenai produk tersebut yang
selanjutnya dievaluasi sebelum pada akhirnya menentukan keputusan
pembelian minyak goreng yang terbaik. Perbedaan antar merek yang nyata
(significant) berarti konsumen menilai antar merek minyak goreng tersebut
sangat berbeda sehingga konsumen mempertimbangkan merek minyak goreng
yang akan dibeli. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa
teori tentang perilaku konsumen tidak selalu sesuai dengan kenyataan dalam
kehidupan konsumen.
Perbedaan antara hasil penelitian dengan hipotesis tersebut
dipengaruhi oleh beberapa factor. Kotler dan Susanto (2000) mengatakan
bahwa faktor kebudayaan. faktor sosial, faktor kepribadian dan faktor
psikologi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen. Peran
faktor-faktor tersebut berbeda untuk produk yang berbeda. Terdapat faktor
yang dominan pada pembelian suatu produk sementara faktor lain kurang
berpengaruh. Berdasarkan hasil observasi pada saat penelitian menujukkan
bahwa faktor sosial dan faktor kepribadian konsumen minyak goreng di pasar
tradisional Kabupaten Boyolali berpengaruh dalam pembelian minyak goreng.
Faktor sosial, yaitu kelompok rujukan yang terdiri dari teman,
tetangga dan penjual minyak goreng itu sendiri. Kelompok rujukan tersebut
merupakan titik perbandingan dalam pembentukan sikap konsumen.
Kelompok rujukan sebagai sumber informasi yang mempengaruhi keputusan
pembelian minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali selain iklan
televisi. Informasi yang mereka dapat dijadikan pertimbangan untuk memilih
sebuah merek minyak goreng. Namun, tetap respon dari konsumen setelah

lxxvi
menggunakan produk tersebutlah yang menjadi pertimbangan akhir yaitu
cocok atau tidak dengan minyak goreng yang dibeli.
Faktor kepribadian, yaitu usia, pekerjaan, keadaan ekonomi,
pendidikan dan gaya hidup. Konsumen minyak goreng di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali mempunyai pendidikan yang cukup tinggi sehingga
memiliki pengetahuan mengenai kesadaran kesehatan konsumen. Konsumen
mementingkan merek karena pertimbangan kecocokan dalam mengkonsumsi
suatu merek minyak goreng. Konsumen tidak menginginkan resiko yang
berarti dalam mengkonsumsi minyak goreng seperti menyebabkan lekak dan
tengik, sehingga mereka tidak berganti-ganti merek minyak goreng saat proses
pembelian minyak goreng selanjutnya.
Perilaku konsumen merupakan hal yang komplek untuk diamati karena
akan berubah seiring dengan berjalannya waktu, tetapi pemasaran yang
terampil dapat mempengaruhi perilaku tersebut. Kepuasan konsumen
merupakan kunci berhasil tidaknya produk dipasarkan. Penelitian tentang tipe
perilaku konsumen dilakukan dan selanjutnya dapat digunakan dalam
mengurangi resiko kegagalan pemasaran produk minyak goreng.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

lxxvii
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dalam
penelitian Analisis Tipe Perilaku Konsumen Minyak Goreng di Pasar
Tradisional Kabupaten Boyolali dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian
minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten Boyolali tergolong tinggi,
artinya konsumen bersedia mencurahkan pikiran dan waktu untuk
mengevaluasi informasi mengenai minyak goreng sehingga diperoleh
keputusan terbaik yang didasarkan pada konsekuensi positif dan negatif
merek minyak goreng yang dibeli.
2. Beda antar merek minyak goreng menurut konsumen di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali adalah nyata (significant), artinya konsumen melihat
ada perbedaan yang jelas antar merek minyak goreng yang ada di pasaran.
3. Tipe perilaku konsumen minyak goreng di pasar tradisional Kabupaten
Boyolali adalah tipe perilaku pembelian komplek (complex buying
behavior) artinya konsumen minyak goreng sangat melibatkan diri dalam
mempertimbangkan informasi mengenai minyak goreng sampai pada
keputusan pembelian minyak goreng serta konsumen menyadari adanya
perbedaan yang jelas antar merek minyak goreng di pasar tradisional
Kabupaten Boyolali.
B. SARAN
1. Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa konsumen minyak goreng
di pasar tradisional Kabupaten Boyolali memiliki keterlibatan tinggi dalam
membuat keputusan pembelian minyak goreng dan menyadari adanya
perbedaan antar merek minyak goreng yang ada di pasaran.
Memperhatikan hal tersebut, hendaknya produsen suatu merek minyak
goreng mempertahankan dan meningkatkan atribut yang melekat pada
minyak goreng seperti kejernihan, warna, kemasan, harga, kandungan gizi,
jenis dan promosi minyak goreng. Dengan demikian diharapkan produsen
dan atau pemasar mampu menimbulkan persepsi yang kuat oleh konsumen
66

lxxviii
terhadap minyak goreng yang diproduksinya dan tidak mudah beralih
merek lain sehingga dapat meningkatkan penjualan minyak goreng.
2. Bagi konsumen, dalam mengambil keputusan pembelian minyak goreng
sebaiknya memilih minyak goreng yang baik bagi kesehatan seperti
berwarna putih kekuningan hingga kuning muda ( pucat ) dan jernih
karena hal tersebut menunjukkan kehigienisan minyak goreng. Selain hal
tersebut, sebaiknya konsumen mengkonsumsi minyak goreng yang
mengandung omega 3, 6 dan 9 yang berfungsi untuk mengurangi
timbulnya beberapa penyakit seperti jantung dan kanker akibat konsumsi
minyak goreng karena dengan mengkonsumsinya kadar kolesterol dalam
darah tidak akan meningkat.

lxxix
DAFTAR PUSTAKA

Abidanish. 2010. Produk Olahan Hasil Kelapa-Standar Mutu Minyak Goreng


Kelapa. http://produkkelapa.wordpress.com. Diakses tanggal 4 Juli
2010.
Ambadar, Jackie, Miranty abiding dan Yanti Isa. 2007. Mengelola Merek.
Yayasan Bina Karsa Mandiri. Jakarta.
Anonima. 2007. Gizi dan Nutrisi : Mengenali Minyak Goreng Sehat.
http://www.jawaban.com/news/health/main.php. Diakses tanggal 31
Desember 2009.
b
. 2009. Fleksibilitas Pasar Tradisional http://www.pikiran.rakyat.com
diakses tanggal 31 Desember 2009.
______c. 2008. Sehat dengan Kedelai. http://www.lautanindonesia.com. Diakses
pada tanggal 15 Januari 2010.
d
______ . 2008. Penggunaan Dalam Negeri dan Ekspor CPO.
http://seafast.ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 15 Januari 2010.
e
______ . 2000. Mengenal Jenis Minyak Goreng. http://www.hanyawanita.com.
Diakses tanggal 25 Desember 2009.
f
. 2009. Panduan Pasar Berseri 5. http://www.menlh.go.id/pasarberseri.
Diakses tanggal 18 Desember 2009.
Boyd, Harper W.; Orville C. Walker dan Jean-Claude L. 2000. Manajemen
Pemasaran. Jilid I Edisi Kedua. Erlangga, Jakarta.
BPS. 2006. Pemerataan Pendapatan Dan Pola Konsumsi Penduduk Jawa Tengah
2006. BPS Propinsi Jawa Tengah
BPS. 2008. Boyolali Dalam Angka 2008. BPS Boyolali.
Churchill, G. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran Edisi 4 jilid 2. Erlangga.
Jakarta.
Damayanti .A, Suprapti .S, Erlyna W.R. 2009. Analisis Faktor Marketing Mix
Terhadap Keputusan Pembelian Minyak Goreng Pada Pasar Swalayan
Di Kota Surakarta. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis
(SEPA): Vol. 6 No. 1.
Dinas Perindustrian Perdagangan Dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Boyolali.
Data Potensi Pasar Se-Kabupaten Boyolali Tahun 2009. Disperindag
Boyolali.
Djarwanto dan Pangestu. 1996. Statistik Induktif. BPFE. Yogyakarta.
Firmanjaya. 2008. Minyak Kedelai. http://firmanjaya.files.wordpress.com.
Diakses pada 12 Januari 2009.

lxxx
Hiam, Alexander dan Charles D. Schewe, 1994. Portable MBA Pemasaran.
Binarupa Aksara, Jakarta.
Irianto, Heru. 2007. Perilaku Konsumen Minyak Goreng Sawit Di Kota Surabaya.
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (SEPA): Vol. 3 No. 3
Februari 2007: 97-107.
Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Boyolali. Pola Konsumsi Pangan Dan
Tingkat Kecukupan Gizi Penduduk Kabupaten Boyolali 2008. Boyolali.
. Pola Konsumsi Pangan Dan
Tingkat Kecukupan Gizi Penduduk Kabupaten Boyolali 2009. Boyolali.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press.
Jakarta.
Kurniawati, Nia. 2005. Perilaku Konsumsi Ikan Pada Wanita Dewasa Di Wilayah
Pantai Dan Bukan Pantai Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
http://iirc.ipb.ac.id. Diakses tanggal 10 Juni 2010.
Kotler, P. 1996. Manajemen Pemasaran Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
. 1999. Marketing Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Kotler, P. dan A.B. Susanto. 2000. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Salemba
Empat, Jakarta.
Lamb, C. W., Hair Joseph F., Mc Daniel, Carl. 2001. Pemasaran. Salemba
Empat. Jakarta.
Mintaryo. 2006 Pengaruh motivasi dan persepsi terhadap loyalitas konsumen
dalam membeli produk minyak goreng Filma di gudang rabat Alfa
Rungkut Surabaya. other thesis. Petra Christian University.
Prasetijo, Ristiayanti dan John J.O.I Ihalauw. 2005. Perilaku Konsumen. Andi.
Yogyakarta.
Purna, Ibnu. 2009. Perkembangan Harga tujuh Pokok Komoditi.
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task. Diakses
Tanggal 25 Desember 2009.
Purwitaningsih. 2002. Study Terhadap Pengambilan Keputusan Dalam Pembelian
Minyak Goreng (Kasus Pada Konsumen Rumah Tangga).
Undergraduate Theses from JIPTUMM, Dept. of Agribusiness.
http://digilib.itb.ac.id. Diakses tanggal 25 Mei 2010.
Ruslan, Rusady, 2003. Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi.
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Santoso, Urip. 2009. Label Non Kolesterol dalam Minyak Goreng. Jurnal Urip
Santoso. http://www.uripsantoso.wordpress.com. Diakses tanggal 25
Mei 2010.
Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

lxxxi
. 2003. Membongkar Kotak Hitam Konsumen. Pt. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES,
Jakarta.
Stanton, William J. 1996. Prinsip Pemasaran Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen Teori Dan Penerapannya Dalam
Pemasaran. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Sumawihardja, Surachman, Suwandi Suparlan dan Sucherly. 1991. Intisari
Manajemen Pemasaran. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Surachman. 2008. Dasar-Dasar Manajemen Merek. Bayu Media Publishing. Jawa
Timur.
Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah : Dasar, Metode dan Teknik.
CV. Tarsito. Bandung.
Sutanto, Adi. 2008. Minyak Goreng. http://www.ntust-isa.org. Diakses tanggal 18
Desember 2010.
Wibowo, S. 2008. Virgin Coconut Oil Terpuruk Karena Bisnis Amerika.
http://www.suaramerdeka.com. Diakses pada 12 Januari 2010.
Wikipedia. 2009. Minyak Goreng. http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_goreng.
Diakses tanggal 25 Desember 2010.
Wilkie, William L. 1990. Consumer Behavior. Second Edition. John Wiley &
Son, Inc., Canada.
Wirya, Iwan. 1999. Kemasan Yang Menjual. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

lxxxii

Anda mungkin juga menyukai