Anda di halaman 1dari 21

Makalah

IMUNISASI

Disusun
Oleh:

ULIA RAHMI
PO7124119047

Dosen Pembimbing:
Cut Yuniwati,SKM, M.Kes

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
PRODI DIII KEBIDANAN
BANDA ACEH
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“IMUNISASI “ Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini dan juga kepada ibu Cut
Yuniwati,SKM, M.Kes selaku dosen yang telah membimbing dalam menyusun
makalah ini.

Aceh Besar, 25 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Pengertian Imunisasi............................................................................. 3
B. Jenis-Jenis Imunisasi............................................................................. 3
1. Imunisasi Aktif................................................................................ 3
2. Imunisasi Pasif................................................................................ 3
C. Tujuan Pemberian Imunisasi................................................................. 3
D. Pembagian Imunisasi............................................................................ 4
1. Imunisasi BCG................................................................................ 4
2. Imunisasi Hepatitis B...................................................................... 6
3. Imunisasi Polio................................................................................ 8
4. Imunisasi DPT................................................................................ 10
5. Imunisasi Campak........................................................................... 12
E. Jadwal Imunisasi……........................................................................... 15
F. Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi…….......... 15
BAB III PENUTUP......................................................................................... 17
A. Kesimpulan........................................................................................... 17
B. Saran...................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang imun atau kekebalan terhadap
suatu penyakit. Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang merangsang sistem
kekebalan tubuh agar kebal terhadap penyakit tersebut. Bayi yang baru lahir memang
sudah memiliki antibodi alami yang disebut kekebalan pasif.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1611/MENKES/SK/XI/2005,program pengembangan imunisasi mencakup satu kali HB-
0, satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan
satu kali imunisasi campak. Imunisasi BCG diberikan pada bayi umur kurang dari tiga
bulan; imunisasi polio pada bayi baru lahir, dan tiga dosis berikutnya diberikan dengan
jarak paling cepat empat minggu,imunisasi DPT-HB pada bayi umur dua bulan, tiga
bulan empat bulan dengan interval minimal empat minggu; dan imunisasi campak paling
dini umur sembilan bulan (Balitbang KemenkesRI, 2013). Anggota WHO dari 194
negara, 65 di antaranya memiliki cakupan imunisasi Difteri, Pertusis dan Tetanus (DPT)
di bawah target global 90%. Diperkirakan diseluruh dunia pada tahun 2015, 1 dari 5 anak
atau sekitar 21,8 juta anak tidak mendapakan imunisasi yang bisa menyelamatkan nyawa
mereka. Sedangkan di Indonesia, Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) mencapai 86,8%, perlu
ditingkatkan hingga 2 mencapai target 93% di tahun 2019. Universal Child Immunization
(UCI) desa yang kini mencapai 82,9% perlu ditingkatkan hingga mencapai 92% di tahun
2019 (Kemenkes RI, 2015). Cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi 3 tahun terakhir
telah mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2016 mencapai 77,1%, tahun 2017
(78,6%) dan tahun 2018 (83,5%). Walaupun terjadi peningkatannamun pencapaian dalam
3 tahun terakhir ini masih belum mencapai target yang telah ditetapkan yaitu sebesar
100% menurut Standar Pelayanan minimal(Kemenkes RI, 2018).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari imunisasi.

1
2. Jenis-jenis imunisasi.
3. Jadwal pemberian imunisasi pada anak

C. Tujuan
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
 Untuk mengetahui apa definisi dari imunisasi.
 Untuk mengetahui jenis-jenis imunisasi.
 Untuk mengetahui jadwal pemberian imunisasi pada anak

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi
belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga
apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan.

B. Jenis-Jenis Imunisasi
Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang
merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:
1. Imunisasi aktif
Merupakan suatu pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar
nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap
antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan merespon.

2. Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat
immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat
berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui placenta)
atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam
tubuh yang terinfeksi (Atikah, 2010).

C. Tujuan pemberian imunisasi


 Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit yang Dapat
Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).

 Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu


cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di
seluruh desa/ kelurahan pada tahun 2014.

3
 Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di
bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun
2013.
 Eradikasi polio pada tahun 2015.
 Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015.
 Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan
limbah medis (safety injection practise and waste disposal
management).

D. Pembagian Imunisasi
1. Imunisasi BCG
Vaksin BCG atau Bacillus Calmette–Guérin adalah vaksin yang diberikan untuk
melindungi diri terhadap tuberkulosis (TB), yaitu penyakit infeksi yang terutama
menyerang paru-paru.

a) Sifat Vaksin
Vaksin ini berisi sedikit jumlah bakteri TB yang telah dilemahkan dan
akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melawan bakteri TB nantinya.
Selain untuk mencegah tuberkulosis, vaksin BCG juga dipakai sebagai terapi pada
penyakit kanker kandung kemih. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada sensitisasi dengan
mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
b) Pemberian, Dosis dan Lokasi penyuntikan
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1
tahun, dan 0,1 ml pada anak. Disuntikkan secara intrakutan. Maksudnya
disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila penyuntikan benar, akan
ditandai kulit yang menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan.BCG tidak dapat
diberikan pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia
(kanker darah), anak dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita
infeksi HIV.
c) Kontra indikasi

4
Tenaga kesehatan tidak di anjurkan untuk melakukan imunisasi BCG, jika
ditemukan hal-hal berikut
1. Reaksi tes mantoux > 5 mm.
2. Terinfeksi HIV atau dengan risiko tinggi HIV, imunokomprmais akibat
pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, sedang menjalani terapi
radiasi, serta menderita penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang
sistem limfa.
3. Anak mendirita gizi buruk.
4. Anak menderita demam tinggi.
5. Anak menderita infeksi kulit yang luas.
6. Anak pernah menderita tuberkulosis.
7. Kehamilan.(Vivian 2010)

d) Rekomendasi
1. Imunisasi BCG diberikan saat bayi berusia < 2 bulan.
2. Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, dan melalui pemeriksaan A
3. sputum didapati BTA (+3) maka sebaiknya diberikan INH profilaksis terlebih
dahulu, dan jika kontak sudah dapat diberi BCG.
4. Jangan melakukan imunisasi BCG pada bayi atau anak dengan imunodefiensi,
minsalnya HIV, gizi buruk, dll.(Vivian 2010)

e) Efek samping dan manfaat


BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah
ditempat suntikan. Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses
kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan
sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.
Manfaat utama vaksin BCG adalah mengurangi hingga mencegah risiko
terjangkit kuman penyebab tuberkulosis. Penyakit tuberkulosis yang parah, salah
satunya meningitis tuberkulosis, juga bisa dicegah hingga 70 persen. Menurut
penelitian, imunisasi vaksin BCG ini lebih efektif dalam melaksanakan fungsinya
bila diberikan pada bayi.

5
f) Penanganan efek samping
Membawa si kecil ke dokter apabila terjadi bengkak yang hebat, anak demam
tinggi, atau muncul nanah yang berlebihan dari bisul bekas suntikan. Hal-hal
tersebut bisa menandakan infeksi setelah imunisasi. ni yang paling umum adalah
bekas suntikan di lengan yang menyisakan jaringan parut. Namun ada beberapa
kondisi yang sangat jarang terjadi dan perlu penanganan khusus, yaitu:
 Demam tinggi
 Bekas suntikan baru terlihat 2-6 minggu
 Pembengkakan di ketiak sebesar 1 cm
 Peradangan
 Abses di tempat suntikan
Perlu dicatat bahwa kondisi tersebut sangat langka dan hanya terjadi 1 dari
1000 imunisasi BCG. Bila Anda melihat si kecil mengalami hal di atas, segera
hubungi dokter untuk penanganan lebih lanjut. 

2. Imunisasi Hepatitis B
Pencegahan penyakit hepatitis B ditempuh melalui upaya preventif umum dan
khusus. Upaya preventif khusus hepatitis B ditempuh dengan imunisasi pasif dan
aktif. Imunisasi pasif Hepatitis B Immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat
memberikan proteksi, meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). Pemberian
HBIg hanya pada kondisi pasca paparan, di antaranya needle stick injury, kontak
seksual, bayi dari ibu dengan virus hepatitis B (VHB), terciprat darah ke mukosa atau
mata. Sebaiknya HBIg diberikan bersamaan dengan imunisasi aktif vaksin VHB agar
proteksi lama. (Nur Muslihatun Wafi 2010)
a) Penularan virus hepatitis B
1. melalui jalan lahir.
2. melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah.

6
3. melalui alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah
dari penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau
peralatan yang ada di klinik gigi.
b) Upaya pencegahan
Upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota
keluarga dicurigai kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening
terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah membawa virus atau
tidak.Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah
masuknya virus hepatitis B.
c) Cara pemberian dan dosis:
1. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen.
2. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml, pemberian suntikan secara
intramuskuler sebaiknya pada anterolateral paha.
3. Pemberian sebanyak 3 dosis.
4. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan
interval minimum 4 minggu (1 bulan).

d) Jadwal pemberian
1. Vaksinasi awal atau primer diberikan sebanyak 3 kali. Jarak antara
suntikan 1 dan 2 adalah 1-2 bulan, sedangakan untuk suntikan ke 3
diberikan dengan jarak 6 bulandari suntikan 1.
2. Pemberian booster dilakukan 5 tahun kemudian, namun masih belum ada
kesepakatan.
3. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti-HbsAg pascaim imunisasi
setelah 3 bulan imunisasi terakhir.
4. Skrining pravaksinasi hanya di anjurkan pada pemberian imunisasi secara
indivindu (praktik swasta perorangan), sedangkan pada suntikan missal
tidak dianjrukan.(Vivian)
e) Kontra indikasi

7
Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolute terhadap
pemberian imunisasi hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.(Vivian)
f) Lokasi Penyuntikan
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di
paha lewat antero lateral (antero adalah otot-otot bagian depan, lateral adalah
otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa
mengurangi efektivitas vaksin.
g) Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat
penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari. (Departemen Kesehatan RI, 2006). Belum pernah dilaporkan adanya efek
samping. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan daripada efek
penyakit bila bayi tidak diimunisasi.

3. Imunisasi Polio
Kata polio (abu-abu) dan meylon (sumsum), berasal dari bahasa latin yang bearti
medula spinalis. Penyakit ini disebabkan oleh virus poliomielitis pada medula spinalis
yang secara klasik menimbulkan kelimpuhan. Virus polio termasuk dalam
kelommpok (subgrub) enterovirus, famili picomaviridea, virus polio dibagi menjadi 3
macam serotipe yaitu p1,p2, dan p3, virus polio ini menjadi tidak aktif apabila terkena
panas ,formaldehida, dan sinar ultra violet. Reservior virus polio liar hanya pada
manusia, yang sering ditularkan oleh pasien infeksi polio yang tanpa gejala. Namun
tidak ada pembawa kuman dengan status karier asimptomatris, kecuali pada orang
yang menderita defisiensi sistem imun.
a) Vaksin Polio Oral(Oral polio vaccine-OPV)
Vaksin ini berisi virus polio tipe 1,2, dan 3 serta merupakan bagian dari
suku sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin
digunakan rutin sejak bayi lahir sebagai dosis awal, dengan dosis 2 tetes (0,1
ml).
Imunisasi dasar umum 2-3 bulan dalam 3 bulan dosis terpisah berturut-
turut dengan interval 6-8 minggu untuk mendapatkan imunitas jangka lama.

8
Apabila OPV yang diberikan dimuntahkan dalam waktu 10 menit, maka dosis
pemberian perlu diulangi.
Virus vaksin akan menempatkan diri di usus dan memacu antibodi dalam
darah dan epitelium usus,sehingga menghasilkan pertahanan lokal terhadap
virus polio liar. Virus vaksin ini dapat dieksresi melalui tinja sampai 6 minggu
setelah pemberian dan melakukan infeksi pada kontak yang belum
diimunisasi. Siapa saja kontak dengan bayi yang baru saja iberi OPV agar
mencuci tangan setelah mengganti popok bayi.
Asi tidak berpengaruh pada respon antibodi. Apabila OPV yang diberikan
dimuntahkan dalam waktu 10 menit, maka dosis pemberian diulangi.(Wafi
2010)
b) Inactived Poliomylitis Vaccine (IPV)
Vaksin polio inactived merupakan antigen polio tipe 1,2 dan 3 yang mati.
Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8 C dan tidak boleh dibekukan. Imunitas
mukosa IPV lebih rendah dari OPV. Vaksin OPV dan IPV keduanya dapat
dipakai berganti. Vaksin IPV bisa diberikan pada anak sehat, anak dengan
imunokompromise atau bersamaan dengan vaksin DPT. Vaksin IPV dapat
menjadi alternatif, karena reaksi KIPI dari OPV , antara lain dapat
menyebabkan terjadinya VAPP dan VDPV.(Wafi 2010)
c) Cara pemberian dan dosis:
Dosis pemberian adalah 0,5 ml dengan suntikan subkutan dalam, tiga kali
berturut-turut, dengan jarak antara masing-masing dosis adalah 2 bulan,
sehingga memberikan imunitas jangka panjang.
 Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis ada 2 (dua) tetes
sebanyak 4 kali (disis) pemberian dengan interval setiap dosis minimal
4 minggu.
 Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang
baru.

d) Indikasi

9
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.

e) Kontra indikasi

Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada efek yang
berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis
ulangan dapat diberikan setelah sembuh.

f) Efek samping

Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis
yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi. (Departemen Kesehatan
RI, 2006).

4. Imunisasi DPT atau DTwP dan DTaP


Saat ini telah beredar vaksin DtaP (DTP dengan komponen acelluler pertusis),
disamping DTwP (DTP dengan whole cell pertusis) yang telah ada selama ini.
Keduanya dapat digunakan secara bergantian. DTP adalah toksin difteria digabung
toksoid diteria dan tetanus, yang dapat diberikan pada anak dengan kontraindikasi
vaksin pertusis.
Kontra indikasi vaksin pertusis,antara lain riwayat anafilaksis dan ensefalopati
sesudah pemberian vaksin pertulis sebelumnya precaution, pada beberapa kasus
,diantaranya riwayat hiperpireksia, hipotonik dan hiporesponsif dalam 48 jam,
menangis terus-menerus selama 3 jam dan kejang dalam 3 hari paska penyuntikan
pertusis sebelumnya. Riwayat kejang,reaksi KIPI, alergi vaksin pada keluarga bukan
merupakan kontraindikasi, tetapi HARAP dipertimbangkan keuntungan dan risiko
pemberian vaksin pertusis. (Nur Muslihatun Wafi 2010).
a) Jadwal pemberian imunisasi
 Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (tidak boleh diberikan sebelum umur
6 minggu) dengan interval 4-6 minggu.
 DTP-1 umur 2 bulan.

10
 DTP-2 umur 3 bulan.
 DTP-3 umur 4 bulan
 DTP-4 diberikan setelah 1 tahun dari DPT-3, yaitu pada umur 18-24
bulan.
 DTP-5 diberikan pada saat anak masuk sekolah (umur 5 tahun).
 DT-6 diberikan pada saat anak berumur 12 tahun pada bulan imunisasi
anak sekolah (BIAS), karena kasus difteri masih dijumpai pada anak usia
10 tahun.
b) Cara pemberian dan dosis
 Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen.
 Disuntik secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml
sebanyak 3 dosis.
 Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya
diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu (1 bulan)
(Departemen Kesehatan RI, 2006). Dosis pemberian vaksin DTaP,
DTwP, atau DT adalah 0,5 ml, diberikan melalui suntikan IM.

c) Cara memberikan vaksin ini


 Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh
kaki terlentang
 Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi
 Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk
 Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat
 Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk
kedalam otot (Atikah, 2010).

d) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis, dan


tetanus.

11
e) Kontra indikasi

Gejala- gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala
serius keabnormalan pada syaraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak-anak
yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusisharus
dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat
diberikan DT.

f) Efek samping
Reaksi lokal kemerahan, bengkak, nyeri pada lokasi injeksi, demam
ringan, gelisah dan menangis terus menerus beberapa jam pasca
penyuntikan.Yang paling serius, adalah ensefalopati akut dan reaksi anafilaksis.
Gejal-gejala yang bersifat sementara seperti: lemas, demam tinggi, iritabilitas, dan
meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi (Departemen Kesehatan
RI, 2006).

5. Imunisasi Campak
a) vaksinnya
Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak
hidup dan dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan.
Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml melalui suntikan
subkutan dalam pada umur 9 bulan. Imunisasi ulangan perlu diberikan pada saat
anak masuk SD (5-6 tahun) untuk mempertinggi serokonversi. Apabila anak pada
umur 15-18 bulan telah mendapatkan vaksin MMR, maka imunisasi ulangan
campak usia 5 tahun tidak perlu diberikan.
b) Cara pemberian dan dosis:
 Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutlan
dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
 Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas,
pada usia 9-11 bulan. Dan ulangn (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1
SD) setelah catchup campaign campak pada anak Sekolah Dasar kelas 1-6

12
c) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak..
d) Kontra indikasi
Pemberian imunisasi campak, antara lain demam tinggi, sedang
pengobatan imunosupresi, hamil, memeliki riwayat alergi, sedang pengobatan
imunoglobulin atau bahan-bahan dari darah.

e) Efek Samping

Akibat imunisasi campak banyak dijumpai pada pemberian vaksin campak


dari virus yang dimatikan. Reaksi KIPI dari imunisasi campak tersebut antara lain
demam lebih dari 39,50C pada hari ke 5-6 selama 2 hari yang dapat merangsang
terjadinya kejang demam, ruam pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari, serta gangguan
sistem syaraf pusat, di antaranya sensefalitis dan ensefalopati paska imunisasi.
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari
yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi(Departemen Kesehatan RI, 2006).

f) Penyimpanan dan Transportasi Vaksin (chold chain).


Chol chain adalah cara penyimpanan agar vaksin dapat digunakan dalam
keadaan baik atau tidak rusak sehingga mempunyai kemampuan/ efek kekebalan
pada penerima vaksin. Vaksin merupakan sediaan bilogis yang rentan terhadap
perubahan termperatur terlalu tinggi atau terkena sinar matahari langsung, seperti
vaksin polio oral (OPV), BCG dab cempak. Apabila disimpan dalam suhu yang
terlalu dingin atau beku,seperti toksoid difteri, toksoid tetanus, vaksin pertusis
(DPT,DT), Hib conjugate, hepatitis B dan vaksin influensa. Vaksin polio boleh
membeku dan mencair tanpa membahayakan potensinya.
Beberapa vaksin yang rusak akan mengelami perubahan fisik. Vaksin DPT
apabila pernah membeku akan terlihat antigen yang tidak bisa larut lagi walaupun
sudah dikocok sekuat-kuatnya. Vaksin lain meskipun potensinya sudah hilang
atau berkurang, penampilan fisiknya tidak berubah. (Muslihatun Wafi Nur)
Stabilisasi Vaksin pada Berbagai Temperatur Vaksin 0-80C 22-250C 35
370C Lebih 370C Toksoid DT 3-7 tahun Beberapa bulan Beberapa minggu Pada

13
suhu 450C potensi hilang setelah 2 minggu Pertusis 18-24 bulan disertai
penurunan potensi secara lambat Bervariasi, beberapa stabil untu 2 minggu
Bervariasi, beberapa dengan kehilangan potensi 50% Pada suhu 450C kehelingan
potensi 10%
Campak kering beku 2 tahun Potensi bertahan memuaskan setidaknya 1
minggu Potensi bertahan memuaskan setidaknya 1 minggu Potensi hilang 50%
setelah 2-3 hari pada suhu 410C Campak yang sudah dilarutkann Tidak stabi,
harus digunakan dlm satu sesi pekerjaan Tidak stabil, potensi hilang 50% setelah
1 jam dan 70% setelah 3 jam Sangat tidak stabil setelah 2-7 jam. Potensi sudah
dibawah yang deperbolehkan Sudah tidak aktif dalam 1 jam
Polio 1 bulan Tidak stabil, potensi hilang 50% setelah 20 hari Sangat tidak stabil.
Dalam 1-3 hari potensi sudah hilang Sangat tidak stabil pada 410C.

E. Jadwal imunisasi

Umur Jenis Imunisasi

 0-7 hari HB 0

 1 bulan BCG, Polio 1


 2 bulan DPT/HB 1, Polio 2
 3 bulan DPT/HB 2, Polio 3
 4 bulan DPT/HB 3, Polio 4
 9 bulan Campak

F. Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi


1. TBC (Tuberculosis).
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena
terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman inii dapat
menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi),
kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat).

14
2. Difteri.
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran
napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel
(tonsil ) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan
dapat menutup jalan napas.
3. Pertusis
Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “ Batuk Seratus
Hari “ adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella
Pertusis. Gejalanya khas yaitu batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka
menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah.

4. Tetanus
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena
mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali
dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut)
bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher,
bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan
atas dan paha.
5. Polio
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak
mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5
hari.
6. Influenza
Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan
oleh virus influenza, yang menyerang saluran pernapasan. Penularan virus terjadi
melalui udara pada saat berbicara, batuk dan bersin, Influenza sangat menular
selama 1 – 2 hari sebelum gejalanya muncul, itulah sebabnya penyebaran virus
ini sulit dihentikan.
7. Demam Tifoid

15
Penyakit Demam Tifoid adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Salmonella Typhi yang masuk melalui saluran pencernaan dan menyebar
keseluruh tubuh (sistemik), peyebaran kuman kedalam limpa, kantung empedu,
hati, paru-paru, selaput otak dan sebagainya.

8. Hepatitis
Penyakit hepatitis disebabkan oleh virus hepatitis tipe B yang menyerang
kelompok resiko secara vertikal yaitu bayi dan ibu pengidap, sedangkan secara
horizontal tenaga medis dan para medis, pecandu narkoba, pasien yang menjalani
hemodialisa, petugas laboratorium, pemakai jasa atau petugas akupunktur.
9. Meningitis
Meningitis adalah infeksi pada lapisan otak dan urat saraf tulang belakang.
Penyebab meningitis sendiri bermacam-macam, sebut saja virus dan bakteri.
Meningitis terjadi apabila bakteri yang menyerang menjadi ganas ditambah pula
dengan kondisi daya tahan tubuh anak yang tidak baik, kemudian ia masuk ke
aliran darah, berlanjut ke selaput otak. Bila sudah menyerang selaput otak
(meningen) dan terjadi infeksi maka disebutlah sebagai meningitis.
10. Pneumokokus
Penyakit ini dapat menyerang siapa saja dengan angka tertinggi
menyerang anak usia kurang dari 5 tahun dan usia di atas 50 tahun. Terdapat
kelompok lain yang memiliki resiko tinggi terserang pneumokokus (meskipun
dari segi usia bukan risiko tinggi), yaitu anak dengan penyakit jantung bawaan,
HIV, thalassemia, dan anak dengan keganasan yang sedang mendapatkan
kemoterapi serta kondisi medis lain yang menyebabkan kekebalan tubuh
berkurang.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
imunisasi adalah suatu prosese untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal
terhadap infasi mikroorganisme (bakteri dan virus). Tujuan dari imunisasi adalah untuk
menguranggi angka penderitaan suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan
bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya Macam-macam dari imunisasi
adalah imunisasi aktif dan pasif. Jenis-jenis imunisasi adalah BCG,Hepatitis
B,Polio,DTP,Campak.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka di sarankan bagi setiap ibu agar selalu
memperhatikan kesehatan bayinya yaitu harus selalu aktif ke posyandu atau tenaga
kesehatan terdekat untuk di beri imunisasi karena dengan di beri imunisasi dapat
mencegah bayi dalam berbagai macam penyakit.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Vivian Nanny lia.2003.Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita.Jakarta: Salemba Medika

Muslihatun Wafi Nur.2010.Asuhan Neonatus Bayi Dann Balita.Yogyakarta:Fitramaya

Maryanti Dwi.2011.Buku Ajar Neonatus,Bayi Dan Balita.

WHO. 2017. Modul 1 Introduksi Keamanan Vaksin.

Departemen Kesehatan. 2016. Situasi Imunisasi di Indonesia.

Dokter Indonesia. 2015. Inilah Perbedaan Imunisasi Aktif Dan Imunisasi Pasif .

18

Anda mungkin juga menyukai