Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat

tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada

neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2-3 kali lebih tinggi dibanding

orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada

neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.


Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi

cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-

beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu di waktu

tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL yang

pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan. Dari itu kami mencoba

membahas masalah ikterus agar membantu mencegah terjadinya ikterus pada

bayi baru lahir.

B. Tujuan
Tujuan umum : agar para pembaca, khususnya mahasiswa kebidanan dapat

lebih memahami mengenai ikterus dan dapat melakukan penanganan jika

suatu saat mendapatkan kasus tersebut di komunitas.

Tujuan Khusus :
1. Memahami pengertian dari ikterus
2. Mengetahui jenis jenis dari ikterus
3. Memahami bagaimana etiologi dari ikterus
4. Mengetahui tanda dan gejala dari ikterus
5. Memahami diagnosa dari ikterus
6. Memahami pencegahan dan penanganan dari ikterus

1
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ikterus?
2. Apa saja jenis jenis ikterus?
3. Bagaimana etiologi dari ikterus?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari ikterus?
5. Bagaimana diagnosa dari ikterus?
6. Bagaimana pencegahan dan penanganan dari ikterus?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Ikterus adalah perubahan warna kulit/sclera mata (normal berwarna

putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah.

Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati,

saluran empedu dan penyakit darah.


Ikterus atau warna kuning sering dijumpai pada bayi baru lahir dalam

batas normal pada hari kedua sampai hari ketiga dan menghilang pada hari

2
kesepuluh. Oleh karena itu, bayi menjelang pulang dan terjadi ikterus harus

mendapat perhatian karena mungkin sifatnya patologis.


Ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti

menjadi darah dewasa. Pada janin menjelang persalinan terdapat kombinasi

antara darah janin (fetal blood) dan darah dewasa (adult blood) yang mampu

menarik oksigen dari udara dan mengeluarkan karbondioksida melalui paru-

paru. Penghancuran darah janin inilah yang menyebabkan terjadi ikterus yang

sifatnya fisiologis. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa kadar

bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar 15 mg% sedangkan bayi belum

cukup bulan 10 mg%. Diatas angka tersebut dianggap hiperbilirubinemia yang

dapat menimbulkan kern ikterus.


Kern ikterus adalah tertimbunnya bilirubin dalam jaringan otak sehingga

dapat mengganggu fungsi otak dan menimbulkan gejala klinis sesuai tempat

timbunan itu.
Dianggap hiperbilirubinemia atau ikterus patologis apabila :
1. ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2. menetap sesudah 2 minggu pertama
3. konsentrasi bilirubin serum sewaktu 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan

atau 10 mg% pada neonatus kurang bulan


4. peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
5. kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
6. ikterus disertai dengan proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi

G6PD dan sepsis).

Hiperbilirubinemia atau ikterus patologis disertai dengan keadaan sebagai

berikut :

1. BB kurang dari 2000 gram


2. masa gestasi kurang dari 36 minggu
3. asfiksia dan hipoksia
4. infeksi

3
5. trauma lahir pada kepala
6. hipoglikemia, hiperkapnia, dan hiperosmolaritas darah.

B. Jenis-jenis Ikterus
1. Ikterus Patologik
Ikterus di katakan patologik jika pigmennya, konsentrasinya dalam serum,

waktu timbulnya, dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang

telah disebut pada Ikterus fisiologik. Walaupun kadar bilirubin masih

dalam batas-batas fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern

Ikterus, maka keadaan ini disebut Ikterus patologik.


Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :
a. Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas

kemampuan hepar untuk dikeluarkan.


b. Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi

pengeluaran bilirubin.
c. Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk

mengadakan konjugasi bilirubin.

2. Ikterus Hemolitik
Ikterus Hemolitik pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit

yang disebut Erythroblastosis foetalis atau Morbus Haemolitik

Neonatorum (Hemolytic disease of the new born). Penyakit hemolitik ini

biasanya disebabkan oleh Inkompatibilitas golongan darah itu dan bayi.


a. Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama

terdapat di negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai

golongan darah Rhesus negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya

hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota besar, tempat

adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun

4
demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi

dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan

campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang

tuanya. Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya

menunjukkan gejala klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat

ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin berat

ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula.

Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi

dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran

hepar dan lien (hydropsfoetalis).


Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan

bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern Ikterus.
b. Inkompatibilitas ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan

darah ABO lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom

patibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus ditujukan untuk

mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G 6 PD dan

Inkompatibilitas ABO. Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan ke

dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya

ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang

dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan

juga transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin

serum sewaktu-waktu :

5
a. Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain.

Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat

pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy,

MN, dan lain-lain. Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada

neonatus dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan kearah

inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif, sedang coombs test

positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkompatibilitas

golongan darah lain.


b. Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital. Golongan

penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai

erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini

coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat

disebut ialah sperositosis kongenital, anemia sel sabit ( sichle cell

anemia ), dan elyptocytosis herediter.


c. Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase

(G-6-PD defeciency). Penyakit ini mungkin banyak terdapat di

indonesia tetapi angka kejadiannya belum di ketahui dengan pasti

defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab utama icterus

neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus walaupun

tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor

pencetusnya walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada

defesiensi G-6-PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang ikut

berperan, misalnya faktor kematangan hepar.

3. Ikterus Obstruktiva

6
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam hepar dan di

luar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak

langsung dan bilirubin langsung. Bila kadar bilirubin langsung melebihi

1mg%, maka harus curiga akan terjadi hal-hal yang menyebabkan

obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pyelonephritis, atau obstruksi saluran

empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun

kadar bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan

dengan keadaan patologik. Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran

empedu baik dalam hati maupun luar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk

maupun indirek meningkat. Bila sampai dengan terjadi obstruksi

(penyumbatan) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah tindakan

operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.

4. Kern Ikterus
Encephalopatia oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui

sebagai komplikasi hiperbirubinemia. Bayi-bayi yang mati dengan ikterus

berupa ikterus yang berat, lethargia tidak mau minum, muntah-muntah,

sianosis, opisthotonus dan kejang. Kadang gejala klinik ini tidak di

temukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan apnoea. Kern

ikterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubintidak

langsung dalam serum. Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin

yang melebihi 20 mg% sering keadaan berkembang menjadi kern ikterus.

Pada bayi prematur batas yang dapat di katakan hanyalah 18 mg%, kecuali

bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada neonatus yang

menderita hyipolia, asidosis, dan hypoglycaemia kern ikterus dapat terjadi

7
walaupun kadar bilirubin <16mg%. Pencegahan kern ikterus ialah dengan

melakukan transfusi tukar darah bila kadar bilirubin tidak langsung

mencapai 20mg%.

C. Etiologi
1. Produksi yang berlebihan, lebih pada kemampuan bayi untuk

mengeluarkannya misalkan pada : hemolisi yang meningkat pada

inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim

G6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.


2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat

disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi

bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau

tidak terdapatnya enzim glukoronil tranferase (Criggler Najjar syndrome).

Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan

penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar.


3. Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin

kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat

dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya salsilat, sulfafurazole. Defisiensi

albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang

bebas dalam darah yang mudah melekat dalam sel otak.


4. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi

dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya akibat

infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

D. Tanda dan Gejala


Gejala hiperbilirubinemia, antara lain: warna kulit tubuh tampak kuning,

paling baik pengamatan dengan cahaya matahari dan menekan sedikit kulit

untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah. Derajat ikterus

8
ditentukan melihat kadar bilirubin direk dan indirek, atau secara klinis

menurut kramer di bawah sinar biasa (day light).

Gejala klinisnya sebagai berikut :

1. Mata berputar
2. Tertidur/kesadaran turun
3. Sukar menghisap
4. Tonus otot meninggi
5. Leher kaku, dan akhirnya kaku seluruhnya
6. Pada kehidupan lebih lanjut ada kemungkinan terjadi spasme otot dan

kekakuan otot seluruhnya


7. Kejang-kejang
8. Tuli
9. Kemunduran mental

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi hati dimana ditemukan

hepatosis yang besarnya irreguler dan banyak ditemukan sel datia. Selain itu

biasanya terdapat nekrosis dan tanda-tanda peradangan. Sel kupfer

membengkak dan mengandung besi, pigmen empedu dan lipofuchsin.

Keadaan ini dapat pula ditemukan pada atresia biliaris. Yang membedakannya

ialah poliferasi duktus biliaris portal hanya terdapat pada atresia biliaris.

F. Pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia


Peningkatan kadar bilirubin tidak langsung di dalam darah dapat

menyebabkan kerusakan sel tubuh, terutama sel otak. Agak sulit untuk

menentukan tingginya kadar bilirubin yang dianggap sebagai batas yang

berbahaya, yang mengharuskan kita untuk mengambil suatu tindakan

pencegahan.
Kadar bilirubin yang berbahaya itu sangat tergantung pada saat

timbulnya ikterus dan kecepatan meningkatnya kadar bilirubin tidak langsung.

9
Kadar bilirubin 15 mg% pada hari ke-4 kurang berbahaya dibanndingkan

dengan kadar yang sama pada bayi baru lahir atau pada hari pertama. Karena

itu, setiap bayi yang menderita ikterus perlu diamati apakah ikterus fisiologi

atau akan berkembeng menjadi ikterus patologik. Anamnesis kehamilan dan

kelahiran sangat membantu pengamatan klinik ini dan dapat menuntun kita

untuk melakukan pemeriksaan yang tepat. Dalam penanganan ikterus, cara-

cara yang dipakai ialah untuk mencegah dan mengobati hiperbilirubinemia.


Sampai saat ini cara-cara itu dapat dibagi menjadi 3 jenis usaha yaitu :
1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
a. Early Feeding. Pemberian makanan dini pada neonatus dapat

mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus. Hal ini

mungkin sekali disebabkan karena pemberian makanan yang dini itu

terjadi pendorongan gerakan usus dan mekonium lebih cepat

dikeluarkan, sehingga peredaran enterohepatik bilirubin berkurang.


b. Pemberian agar-agar. Pemberian agar-agar per os dapat mengurangi

ikterus fisiologik. Mekanismenya ialah dengan menghalangi atau

mengurangi peredaran bilirubin enterohepatik.


c. Pemberian fenobarbital ternyata dapat menurunkan kadar bilirubin

tidak langsung dalam serum bayi. Khasiat fenobarbital ialah

mengadakan induksi enzim mikrosoma, sehingga konjugasi bilirubin

lengsung lebih cepat. Penyelidikan-penyelidikan menunjukkan

fenobarbital, baik yang diberikan sesudah anak lahir maupun diberikan

kepada ibunya sebelum anak lahir, dapat mencegah terjadinya ikterus

fisiologik. Pengalaman di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo,

Jakarta menunjukan bahwa pemberian fenobarbital untuk mengobati

hiperbilirubinemia pada neonatus selam 3 hari baru dapat menurunkan

10
bilirubin serum yang berarti. Bayi prematur lebih banyak memberikan

reaksi dari pada bayi cukup bulan. Fenobarbital dapat diberikan

dengan dosis 8 mg/kg berat badan sehari, mula-mula parenteral,

kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan pemberian fenobarbital

dibandingkan dengan terapi sinar ialah bahwa pelaksanaanya lebih

mudah. Kerugiannya ialah diperlukan waktu paling kurang 3 hari

untuk mendapat hasil yang berarti.


2. Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat

dikeluarkan dengan sempurna melalui ginjal dan traktus digestivus.


Contoh paling baik ialah terapi sinar. Cremer (1985) melaporkan

bahwa pada bayi penderita ikterus yang di beri sinar matahari lebih dari

penyinaran biasa, ikterus lebih cepat menghilang dibandingkan dengan

bayi lain yang tidak disinari. Lucey (1968), Gianta dan Rath (1968),

menunjukan bahwa terapi sinar dengan menggunakan sinar buatan juga

memberi hasil yang baik. Dengan terapi sinar bilirubin serum dapat

menurun dengan cepat, 1 sampai 4 mg% dalam 24 jam.


Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang

kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus. Hasil

perusakan bilirubin ternyata tidak toksik untuk tubuh yang dikeluarkan

dari tubuh dengan sempurna. Mekanisme utama terapi sinar adalah

fotoisomerisasi. Dengan terapi sinar maka bilirubin diubah menjadi suatu

fotoisomer.
Dengan kata lain bilirubin 42, 152 sinar bilirubin 42,15 E. Bilirubin

isomer ini mudah larut dalam air. Penggunaan terapi sinar untuk

mengobati hiperbilirubinemia harus dilakukan dengan hati-hati karena

11
jenis pengobatan ini dapat menimbulkan komplikasi, yaitu dapat

menyebabkan kerusakan retina, dapat meningkatkan kehilangan air tidak

terasa (insensible water losses), dan dapat mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan bayi, walaupun hal ini masih dapat dibalikkan. Kalau

di gunakan terapi sinar, sebaiknya dipilih sinar dengan spektrumantara

420-480 nannometer; sinar ultraviolet harus dicegah dengan plexiglas dan

bayi harus mendapatkan cairan yang cukup. Kadar bilirubin harus

diperiksa setiap hari dan harus di jaga agar bayi tidak kepanasan. Di

bawah ini susunan lampu di pasang plexiglas setebal 1,5 cm untuk

mencegah sinar ultraviolet.


Alat terapi sinar diletakkan 45 cm diatas permukaan bayi. Terapi

sinar diberikan selama 72 jam atau sampai kadar bilirubin mencapai 7,5

mg%. Selama terapi sinar mata bayi dan alat kelamin ditutup dengan

bahan yang dapat memantulkan sinar. Efek samping dari foto terapi ini

adalah diare dan terjadinya hipertermi.


3. Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah, yaitu dengan melakukan

tranfusi tukar darah (exchange tranfusion)


Cara yang paling tepat untuk mengobati hiperbilirubinemia pada

neonatus adalah tranfusi tukar darah. Dalam beberapa hal terapi sinar

dapat mengantikan transfusi tukar darah, akan tetapi pada penyakit

hemolitik pada neonatus tranfusi tukar darah merupakan tindakan yang

paling tepat.
Teknik transfusi tukar darah.
a. Lambung bayi harus kosong; 3-4 jam sebelum tranfusi jangan diberi

minum. Kalau mungkin, 4 jam sebelum tranfusi bayi diberi infus

12
albumin 1 gram/kg berat badan bayi atau 35 ml plasma manusia per kg

berat badan.
b. Semua tindakan harus dilakukan dengan cara asepsis dan antisepsis.
c. Harus diawasi pernapasan, nadi, denyut jantung dan keadaan umum

bayi.
d. Bayi tidak boleh kedinginan, kalau inkubator bayi kecil dan tranfusi

tukar darah tidak dapat dilakukan di dalam inkubator, maka bayi dapat

dikeluarkan dan di panaskan dengan menggunakan lampu 20 watt

dalam jarak 2-3 meter dari bayi.


e. Bila masih segar, tali pusat di potong rata dengan dinding perut. Hati-

hati terhadap pendarahan. Sebaiknya sebelum di potong tali pusat

dibuat jaitan seperti lasso pada pangkal tali pusat yang dapat

dipergunakan sebagai simpul untuk mencegah perdarahan.


f. Salah satu ujung kateter polietilene dihubungkan dengan semprit 3

cabang dan ujung yang lain di masukkan ke dalam vena umbilikalis.

Sebelum di masukkan ke dalam vena umbilikalis semprit 3 cabang dan

kateter harus di isi dengan larutan heparin encer ( 2 ml heparin @ 1000

satuan/ml dalam 250 ml NaCl fisiologik). Hal ini perlu untuk

mencegah embolus. Kateter di masukkan dengan hati-hati ke vena

umbilkalis sampai terasa halangan (biasanya sedalam 4-6 cm),

kemudian di tarik lagi sepanjang 1 cm. Dengan cara demikian, darah

akan mengalir keluar dengan sendirinya. Ambilah 20 ml untuk

pemeriksaan laboratorium.

Perawatan setelah transfusi tukar darah

13
a. Vena umbilikalis dikompres dengan larutan garam fisiologik supaya tetep

basah seandainya masih diperlukan transfusi tukar lagi. Kateter di

umbilikalis dapat ditinggalkan dan di tutup secara steril.


b. Bayi perlu diberi antibiotika spektrum luas.
c. Kadar hemoglobin dan bilirubin diperiksa setiap 12 jam.
d. Sesudah transfusi bayi dapat diberi terapi sinar. Kalau perlu, transfusi

tukar darah dapat diulang.

Pencegahan kern ikterus.


Pencegahan kern ikterus dapat dengan pengamatan yang ketat perubahan

ikterus / peningkatan kadar bilirubin pada neonatus, khususnya yang

kemungkinan besar menjadi patologis, yaitu dengan :


1. Menghilangkan penyebab
2. Sebelum memulangkan bayi, ditentukan resiko hiperbilirubinemia.
3. Mencegah peningkatan / menurunkan kadar bilirubin.

Pemberian minum dapat dilakukan untuk mencegah & mengobati ikterus

neonatorum, langkah-langkahnya yaitu :

1. Ibu harus menyusui bayinya setidaknya 8 sampai 12 kali setiap hari untuk

beberapa hari pertama


2. Kurangnya asupan kalori / dehidrasi dapat menyebabkan ikterus
3. Suplementasi dengan air atau air dekstrosa tidak akan mencegah atau

mengobati hiperbilirubinemia.

Tindakan dan pengobatan untuk mengatasi masalah ikterus fisiologi adalah

dengan mengajarkan ibu dan keluarga cara menyinari bayi dengan cahaya

matahari.

1. Sinari bayi dengan cahaya matahari pagi jam 07.00-08.00 selama 2-4 jam.
2. Atur posisi kepala bayi agar wajah tidak langsung menghadap ke cahaya

matahari.

14
3. Lakukan penyinaran pada kulit seluas mungkin dan tidak memakai

pakaian (telanjang).
4. Lakukan asuhan perawatan dasar pada bayi muda.
5. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit bayi dalam posisi

telentang, 15 menit bayi dalam posisi telungkup.


6. Beri penjelasan ibu kapan sebaiknya bayi di bawa ke petugas kesehatan.
7. Beri penjelasan ibu kapan kunjungan ulang, setelah hari ke-7.

Tindakan dan pengobatan untuk mengatasi masalah ikterus patologis adalah

sebagai berikut :

1. Pertahankan agar kadar gula darah tetap stabil dan tidak turun.
2. Anjurkan ibu agar menjaga bayi tetap hangat.
3. Ambil sampel darah ibu sebanyak 2,5 ml, bila kekuningan ditemukan pada

dua hari pertama kelahiran bayi.


4. Lakukan rujukan segera.

Oleh karena itu, bidan perlu mengetahui dengan baik kapan terjadinya ikterus

apakah berkepanjangan atau tingkat intensitasnya meninggi, sehingga dapat

melakukan konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit.

BAB III
PENUTUP

15
A. Kesimpulan
Ikterus adalah perubahan warna kulit/sclera mata (normal berwarna

putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah.

Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati,

saluran empedu dan penyakit darah.


Ikterus atau warna kuning sering dijumpai pada bayi baru lahir dalam

batas normal pada hari kedua sampai hari ketiga dan menghilang pada hari

kesepuluh. Oleh karena itu, bayi menjelang pulang dan terjadi ikterus harus

mendapat perhatian karena mungkin sifatnya patologis.


Setiap ikterus harus diawasi terhadap kemungkinan berkembangnya

menjadi suatu ikterus yang patologik. Demikian pula kadar bilirubin yang

dapat dinggap sebagai hiperbilirubinemia ialah suatu hal yang harus

diindentifikasi oleh setiap klinik. Hal ini penting karena perbedaan dalam

pengelolaan bayi, derajat iluminasi ruangan, cukupnya tersedia penerangan

dengan cahaya matahari, perbedaan dalam spektrum morbiditas akan sangat

berpengaruh dalam menetapkan hiperbilirubiinemia itu.


Dapat dikemukakan bahwa kadar bilirubin indirek bayi cukup bulan

sekitar 15 mg% sedangkan bayi belum cukup bulan 10 mg%. Diatas angka

tersebut dianggap hiperbilirubinemia yang dapat menimbulkan kern ikterus.

B. Kritik dan Saran


Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih

terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat

membangun sangat kami harapkan. Mudah-mudahan makalah ini dapat

bermanfaat dan membantu dalam proses belajar mengajar ke depan.

16

Anda mungkin juga menyukai