“HIV AIDS “
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
ARAWINDA WITARI 1010171048
RENDRA SRI PAMUNGKAS 1010171091
EVA ARNIKA APRIANI 1010171094
AULIA MAULIDA CHAERUNISA 1010171107
DEVA ANGGITA SEPTIANA 1010171144
DWI REGITA NURHAYATI 1010171180
TAHUN 2019
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , yang telah melimpahkan
rahmat ,karunia , dan kehadirat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
sederhana yang berjudul “ HIV AIDS ”.
Makalah sederhana ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mata kuliah Virologi.
Penulisan makalah sederhana ini disusun berdasarkan sumber dari media buku dan tinjauan
pustaka yang ada.
Terselesainya makalah ini tidak dari sumber – sumber yang ada. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah sederhana ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun bagi kesempurnaan
makalah sederhana ini. Semoga makalah sederhana ini dapat memberi manfaat serta
menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
2
DAFTAR ISI
“HIV AIDS “........................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.4 Manfaat...................................................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................................7
2.1 Pengertian..................................................................................................................................7
2.2 Klasifikasi...................................................................................................................................8
2.3 Sejarah........................................................................................................................................8
2.8 Penularan.................................................................................................................................14
1. Uji Imunologi......................................................................................................................16
2. Uji Virologi..........................................................................................................................19
2.10 Pengobatan.............................................................................................................................20
2.11 Pencegahan.............................................................................................................................20
BAB III...............................................................................................................................................22
PENUTUP..........................................................................................................................................22
A. Kesimpulan............................................................................................................................23
B. Saran....................................................................................................................................23
Daftar pustaka.....................................................................................................................................24
3
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu aspek kesehatan pada akhir abad ke-20 yang merupakan bencana bagi
manusia adalah munculnya penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yaitu HIV
(Human Immunodeficiency Virus) yang dapat menyebabkan AIDS (Aquarired
Immunodeficiensy Syndrome) dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama
sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia.Setelah beberapa
tahun jumlah virus semakin banyak sehingga sistem kekebalan tubuh tidak lagi
mampu melawan penyakit yang masuk.
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah HIV/AIDS itu?
5
10. Untuk mengetahui pengobatan HIV/AIDS
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin penulis capai adalah untuk memberikaninformasi kepada
para pembaca, utamanya bagi sesama pelajar dan generasi mudatentang AIDS, sehingga
dengan demikian kita semua berusaha untukmenghindarkan diri dari segala sesuatu yang
bisa saja menyebabkan penyakit AIDS
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari
sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama
limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan
sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi
infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai
CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang
terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin
menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007c).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini
secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase
untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi
secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup
mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat
mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan
dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi
virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar
seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh
ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau
media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi
tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik
akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi
oportunistik (Zein, 2006).
7
2.2 Klasifikasi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan kelompok virus RNA :
Famili : Retroviridae
Genus : Lentivirus
HIV menunjukkan banyak gambaran khas fisikokimia dari familinya. Terdapat dua
tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe dibedakan
berdasarkan susunan genom dan hubungan filogenetik (evolusioner) dengan lentivirus
primata lainnya. Berdasarkan pada deretan gen env, HIV-1 meliputi tiga kelompok virus yang
berbeda yaitu M (main), N (New atau non-M, non-O) dan O (Outlier). Kelompok M yang
dominan terdiri dari 11 subtipe atau clades (A-K). Telah teridentifikasi 6 subtipe HIV-2 yaitu
sub tipe A-F (Jawetz, 2001).
2.3 Sejarah
Penemuan atau penyebaran HIV/AIDS untuk pertama kalinya ditemukan di sub-
Sahara Afrika pada abad kedua puluh tepatnya tahun 1959. Virus ini kemudian menyebar
keluar Afrika, dan mulai memasuki Amerika Serikat antara pertengahan dan akhir tahun 70-
an. Dari beberapa negara yang telah terinfeksi virus HIV/AIDS, secara umum diperkirakan
bahwa 10% penduduk di Afrika Tengah mengidap HIV + dalam kurun waktu hanya 5 tahun
sejak mulai menyebar (Gallant, 2010: 19). Penyebaran virus HIV/AIDS di Afrika terjadi
melalui perilaku homoseksual. Penyebaran melalui homoseksual, cukup mengejutkan karena
angka-angka mengenai penyebaran virus HIV/AIDS berkembang dengan pesat (Gallant,
2010: 19).
Pada tahun 1980 selain di kalangan homoseksual virus HIV/AIDS juga ditemukan
melalui hubungan heteroseksual, baik yang disebabkan oleh perilaku biseksual mapun karena
kebiasaan berganti-ganti pasangan. Angka-angka penyebaran virus HIV/AIDS menunjukkan
cukup tinggi dan cepat dan biseksual ke arah kelompok-kelompok homoseksual. Dari data ini
dapat diketahui bahwa penyakit AIDS lebih banyak dikaitkan dengan perilaku seksual yang
menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki nilai-nilai atau norma
dalam kehidupannya (Vrisaba, 2001: 37). Menurut UNDP di Afrika negara terparah terserang
8
AIDS adalah Zambia. Di negara tersebut 16,5 persen masyarakat dalam kategori dewasa
terjangkit HIV. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa anak-anak yang dilahirkan di
Zambia pada tahun 1999 bisa 26 berharap hidup hingga usia rata-rata 47,6 tahun.
Diprediksikan, dua belas tahun kemudian anak-anak yang dilahirkan di negara itu hanya bisa
hidup hingga mencapai umur rata-rata 32,7 tahun (Harahap, 2000: 17).
Pada tahun 1986 penyebaran virus HIV/AIDS di Asia cukup mengejutkan, sekalipun
masih tahap awal namun perkembangannya cukup pesat. Pada tahun 1986, Direktur Jenderal
WHO, Hatta dan Mahlin mengatakan bahwa “AIDS telah mengetok Asia”. Dari seluruh Asia,
pada bulan Februari 1991 dilaporkan sebanyak 873 kasus penderita AIDS mencapai 30.000
terserang HIV+. Sedangkan pada tahun yang sama di Indonesia diketemukan dari 178.737
orang, ditemukan 47 orang terserang HIV, termasuk di dalamnya 21 penderita AIDS
(Harahap, 2000: 18).
Di Indonesia, permasalahan AIDS muncul pada tahun 1987 dari seorang turis asing
berkebangsaan Belanda yang meninggal di Bali dengan tanda-tanda infeksi AIDS. Berita
penyebaran virus HIV/AIDS yang terjadi di Indonesia menyebutkan bahwa AIDS masuk di
Indonesia pada tahun 1987, sebenarnya AIDS sudah ada di Indonesia pada tahun 1983
(Muninjaya, 1999: 6).
Penelitian juga dilakukan oleh Dokter Zubairi Djoerban pada tahun 1983 pernah
mengadakan penelitian pada 30 waria penghuni Taman Lawang Jakarta dengan cara meneliti
darah pada masing-masing waria 30 waria, ditemukan diantara 27 mereka ada yang sudah
terinfeksi oleh virus HIV/AIDS (Saa’abah, 2001 : 20).
9
Berdasarkan hasil laporan epidemi HIV/AIDS, didapatkan dalam tahun 2007 terdapat
27 juta infeksi baru dan 2 juta kematian akibat HIV/AIDS. Secara estimasi diperkirakan
terdapat 33 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS didunia (Depkes, 2008). Kasus
HIV/AIDS di Indonesia terjadi peningkatan setiap tahun. Berdasarkan hasil laporan data
Statistik Kasus AIDS di Indonesia dalam triwulan Oktober sampai dengan Desember 2013
dilaporkan tambahan kasus HIV sebanyak 8.624 dan AIDS sebanyak 2845, jadi jumlah kasus
HIV/AIDS yang dilaporkan dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember 28 2013 adalah
34.645 (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, Laporan Terakhir Kemenkes, diakses pada tanggal 23
April 2014).
Data dari bidang Kementerian Kesehatan, menunjukkan bahwa dari Juli sampai
dengan September 2013, tercatat sebanyak 10.203 kasus infeksi HIV, dan sebanyak 1.983
kasus baru AIDS. Dari sekian jumlah tersebut, kalangan remaja merupakan salah satu
kelompok yang menduduki porsi cukup besar. Bahkan UNICEF menyatakan jumlah
kematian HIV/AIDS di kalangan remaja di seluruh dunia meningkat hingga 50 persen antara
tahun 2005 dan 2012 dan menunjukkan tren mengkhawatirkan. UNICEF juga menjelaskan,
sekitar 71.000 remaja berusia antara 10 dan 19 tahun meninggal dunia karena virus HIV pada
tahun 2005. Jumlah itu meningkat menjadi 110.000 jiwa pada tahun 2012.
Antigen p24 adalah core antigen virus HIV, yang merupakan petanda terdini adanya
infeksi HIV-1, ditemukan beberapa hari-minggu sebelum terjadi serokonversi sintesis
antibody terhadap HIV-1. Antigen gp120 adalah glikoprotein permukaan HIV-1 yang
mengikat reseptor CD4+ pada sel T dan Universitas Sumatera Utara makrofag. Usaha sintesis
reseptor CD4+ ini telah digunakan untuk mencegah antigen gp120 menginfeksi sel CD4+.
10
Gen envelop sering bermutasi. Hal tersebut menyebabkan jumlah CD4 perifer
menurun, fungsi sel T yang terganggu, aktifasi poliklonal sel B menimbulkan
hipergamaglobulinemia, antibody yang dapat menetralkan antigen gp120 dan gp41
diproduksi tetapi tidak mencegah progress penyakit oleh karena kecepatan mutasi virus yang
tinggi. Protein envelop adalah produk yang menyandi gp120,digunakan dalam usaha
memproduksi antibody yang efektif dan produktif oleh pejamu
Keterangan Gambar :
b. Mempunyai 72 semacam paku yang dibuat dari glikoprotein (gp) 120 dan gp 41,
setiap paku disebut trimer dimana dari 3 copy dari gp 120, gp 41
d. Gp 120 : glikoprotein yang merupakan bagian dari envelope (sampul) yang tertutup
oleh molekul gula untuk melindungi dari pengenalan antibodi yang berfungsi
mengenali secara spesifik reseptor dari permukaan target sel dan secara tidak
langsung berhubungan dengan sampai menyebar
11
f. RNA dimer dibentuk dari 2 single strand dari RNA
g. Matrix protein (p17) : garis dari bagian dalam membran virus dan bisa memfasilitasi
perjalanan dari HIV DNA masuk ke inti tubuh penderita
h. Capsid protein (p24) : inti dari virus HIV yang berisikan 2 kopi dari RNA genom dan
3 macam enzim (reverse ranscriptase, protease dan integrase)
Siklus hidup HIV pada sel inang dimulai dengan penempelan virus pada sel limfosit T helper
dan sel-sel lain yang mempunyai reseptor CD4+ pada permukaannya. Interaksi spesifik ini
dimungkinkan karena adanya gp 120 yang kemudian diikuti dengan fusi selubung virus dan
masuknya virion ke dalam sel inang. Dengan bantuan enzim reverse transcriptase kemudian
disintesis DNA untai ganda dari RNA genom virus yang dikenal sebagai DNA “intermediate”
dan DNA ini kemudian memasuki inti sel inang dan berintegrasi dengan DNA sel inang
dengan bantuan enzim integrase membentuk provirus. DNA virus ini kemudian mengadakan
transkripsi dengan bantuan enzim polimerase II sel inang menjadi mRNA dan selanjutnya
mengadakan translasi dengan protein-potein struktural sampai terbentuk protein. Setelah
mengalami proses glikosilasi dan proteolisis, virus akan melekat pada membran sel inang dan
virion akan terangkai. Melalui proses budding pada permukaan membran sel virion akan
dikeluarkan dari sel inang dalam keadaan matang (Haase, 1990)
12
Tahap 1 : Window Periode (Periode Jendela) / 3 - 6 bulan
Pada tahap ini, HIV masuk kedalam tubuh seseorang dan mulai berkembang. Gejala yang
terjadi pada fase ini sulit dibedakan dengan orang yang terkena gejala infeksi biasa. Dalam
tahap awal virus masuk, kita belum bisa mengetahui secara pasti apakah itu virus HIV atau
virus infeksi lain nya. Hingga terbentuk antibodi terhadap HIV didalam tubuh.
Pada tahap ini tes HIV yang dilakukan sudah bisa mendeteksi adanya virus didalam tubuh
seseorang atau tidak. Namun penderita HIV masih tampak sehat tanpa ada gejala sakit. Beda
dengan masa awal yang mempunyai gejala infeksi. Pada tahap ini orang dengan HIV akan
nampak sehat dan bugar, tergantung kondisi fisik orang tersebut. Jika penderita tidak
mengetahui bahwa dirinya mengidap HIV sampai dengan bertahun tahun, maka dipastikan
orang tersebut akan memasuki tahap akhir atau fase lanjut yakni tahap AIDS yang sangat
mengancam jiwa. Untuk itu bagi teman teman yang sangat beresiko terkena penyakit ini,
maka daripada menunggu datangnya AIDS tanpa kita sadari, maka sebaiknya diperiksakan ke
Puskesmas atau Rumah Sakit yang ditunjuk untuk penanganan HIV AIDS.
Pada tahap ini fase penderita HIV telah melalui fase pertengahan tanpa gejala dimana
dulunya masih sehat bugar tapi pada fase ini, kekebalan semakin menurun karena CD4 sudah
dibawah 200. Berbagai macam penyakit / infeksi Oportunistik mulai muncul di tubuh. Mulai
dari diare yang berkepanjangan, pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, flu tak
kunjung sembuh, termasuk nafsu makan yang menurun, badan lemah, berat badan mulai
berkurang. Fase ini berlangsung 1- 3 bulan.
Tahap 4 : AIDS
Pada tahap ini kondisi sistem kekebalan tubuh sudah sangat rendah dan sudah sangat
membahayakan bagi tubuh. Dalam beberapa kasus bahkan sel CD4 hampir mendekati angka
13
0. Infeksi Oportunistik sudah semakin parah bahkan menjadi penyakit kronis yang berat. Di
tahap ini apabila tidak segera dilakukan penanganan yang tepat yaitu pengobatan ARV,
penderita bisa meninggal. Sebagaimana cepat HIV bisa menjadi AIDS berbeda beda tiap
individu. Mempertahankan gaya hidup sehat bisa memperlama proses perkembangan dari
HIV ke AIDS.
Seseorang yang terinfeksi HIV diharuskan mengkonsumsi ARV, yang berfungsi untuk
menekan perkembangan virus HIV dalam tubuh.
2.8 Penularan
HIV ditularkan selama kontak seksual (termasuk seks genital-oral), melalui paparan
parenteral (pada transfusi darah yang terkontaminasi dan pemakaian bersama jarum suntik /
injecting drugs use (IDU)) dan dari ibu kepada bayinya selama masa perinatal.
Seseorang yang positif- HIV asimtomatis dapat menularkan virus, adanya penyakit
seksual lainnya seperti sifilis dan gonorhoe meningkatkan resiko penularan seksual HIV
sebanyak seratus kali lebih besar, karena peradangan membantu pemindahan HIV menembus
barier mukosa. Sejak pertama kali HIV ditemukan, aktivitas homoseksual telah dikenal
sebagai faktor resiko utama tertularnya penyakit ini. Resiko bertambah dengan bertambahnya
jumlah pertemual seksual dengan pasangan yang berbeda.
Transfusi darah atau produk darah yang terinfeksi merupakan cara penularan yang
paling efektif. Pengguna obat-obat terlarang dengan seringkali terinfeksi melalui pemakaian
jarum suntik yang terkontaminasi. Paramedis dapat terinfeksi HIV oleh goresan jarum yang
terkontaminasi darah, tetapi jumlah infeksi relatif lebih sedikit.
Angka penularan ibu ke anaknya bervariasi dari 13 % sampai 48% pada wanita yang
tidak diobati. Bayi bisa terinfeksi di dalam rahim, selama proses persalinan atau yang lebih
sering melalui air susu ibu (ASI). Tanpa penularan melalui ASI, sekitar 30% dari infeksi
terjadi di dalam rahim dan 70% saat kelahiran. Data menunjukkan bahwa sepertiga sampai
separuh infeksi HIV perinatal di Afrika disebabkan oleh ASI. Penularan selama menyusui
biasanya terjadi pada 6 bulan pertama setelah kelahiran (Jawetz, 2001).
14
Diagnosis klinik
Sejak tahun 1980 WHO telah berhasil mendefinisikan kasus klinik dan sistem stadium klinik
untuk infeksi HIV. WHO telah mengeluarkan batasan kasus infeksi HIV untuk tujuan pengawasan dan
merubah klasifikasi stadium klinik yang berhubungan dengan infeksi HIV pada dewasa dan anak.
Pedoman ini meliputi kriteria diagnosa klinik yang patut diduga pada penyakit berat HIV untuk
mempertimbangkan memulai terapi antiretroviral lebih cepat (Read, 2007).
Keadaan Umum
Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral > 37,50 C) lebih dari satu bulan
Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan
Limfadenofati meluas
Kulit
PPE* dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV.
Beberapa kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering
terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV
Infeksi jamur Kandidosis oral*
Dermatitis seboroik
Kandidosis vagina kambuhan
Infeksi viral Herpes zoster (berulang/melibatkan lebih
dari satu dermatom)*
Herpes genital (kambuhan)
Moluskum kontagiosum
Kondiloma
Gangguan pernafasan Batuk lebih dari satu bulan Sesak nafas
TB
Pnemoni kambuhan
Sinusitis kronis atau berulang
Gejala neurologis Nyeri kepala yang semakin parah (terus
menerus dan tidak jelas penyebabnya)
Kejang demam
Menurunnya fungsi kognitif
Diagnosis Laboratorium
Uji imunologi bertujuan untuk menemukan adanya respon antibody terhadap HIV dan
juga digunakan sebagai test skrining.
16
b. Imunokromatografi/ Rapid Test
Tujuan : Untuk mengetahui Adanya Human Imuno Defisiensi Virus pada Serum pasien
Prinsip : Ultra rapid test devise (serum atau plasma) adalah bersifat kualitatif selaputnya
memiliki kekebalan dengan system antigen ganda untuk mendeteksi antibody terhadap
antibody HIV dalam serum atau plasma
Dasar Teori : HIV adalah agen penyebab acquired immunedefisiensi syndrome (AIDS)
virus ini berkembang lewat lapisan luar lipid yang dibawa dari membrane sel inang.
Beberapa virus gliko protein menepati lapisan luar tersebut setiap virus memiliki /
salinan anti positif genomik RNA. terisolasi dari pasien dengan AIDS dan AIDS
hubungan kompleks dan dari orang sehat potensi resiko yang tinggi untuk
mengembangkan AIDS. HIV 2 terisolasi dari pasien - pasien AIDS di afrika barat dan
dari individu - individu yang tidak memiliki gejala sero positif. Keduanya HIV 1 dan
HIV 2 mendatangkan suatu HIV fan melindungi darah dan elemen - elemen yang
dihasilkan darah untuk HIV.
Alat dan bahan
Pipet tetes, Strip HIV, tabung reaksi, Serum, reagen HIV / buffer HIV
Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Pindahkan tes device dari kantung pembungkus dan gunakan sesegera mungkin.
3. Hasil terbaik akan didapatkan jika pengujiannya dikerjakan dalam satu jam.
4. Tempatkan tes device pada permukaan yan bersih dan bermutu atau permukaan yang
tinggi.
5. Pegang penetes secara partikel teteskan 1 tetes serum / plasma (sekitar 25 ul),
kemudian tambahkan satu tetes larutan buffer sekitar 1 ul.
6. Tunggu sampai garis merah terlihat. Hasil akan terbaca dalam 10 menit.
Interpretasi hasil : Intesitas dari warna merah pada garis daerah test akan berubah
tergantung dari konsentrasi antibody HIV yang ada pada sampel. Oleh karena itu adanya
beberapa bayangan merah didaerah test dapat diperiksa positif.
c. Western Blot
Pemeriksaan Western Blot merupakan uji konfirmasi dari hasil reaktif ELISA atau
hasil serologi rapid tes sebagai hasil yang benar-benar positif. karena pemeriksaan ini lebih
sensitif dan lebih spesifik . Western Blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,9% apabila
dikombinasi dengan pemeriksaan ELISA. Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal
membutuhkan waktu sekitar 24 jam .
Cara kerja : test Western Blot yaitu dengan meletakkan HIV murni pada polyacrylamide
gel yang diberi arus elektroforesis sehingga terurai menurut berat protein yang berbeda-
17
beda, kemudian dipindahkan ke nitrocellulose. Nitrocellulose ini diinkubasikan dengan
serum penderita. Antibody HIV dideteksi dengan memberikan antlbody anti-human
yang sudah dikonjugasi dengan enzim yang menghasilkan wama bila diberi suatu
substrat. Test ini dilakukan bersama dengan suatu bahan dengan profil berat molekul
standar, kontrol positif dan negatif. Gambaran band dari bermacam-macam protein
envelope dan core dapat mengidentifikasi macam antigen HIV. Antibody terhadap
protein core HIV (gag) misalnya p24 dan protein precursor (p25) timbul pada stadium
awal kemudian menurun pada saat penderita mengalami deteriorasi. Antibody terhadap
envelope (env) penghasil gen (gp160) dan precursor-nya (gp120) dan protein
transmembran (gp4l) selalu ditemukan pada penderita AIDS pada stadium apa saja.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa bila serum mengandung antibody HIV yang
lengkap maka Western blot akan memberi gambaran profil berbagai macam band
protein dari HIV antigen cetakannya
2. Uji Virologi
Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes amplifikasi asam
nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test untuk menemukan asam nukleat HIV-
1 seperti DNA atau RNA HIV-1 dan test untuk komponen virus (seperti uji untuk protein
kapsid virus (antigen p24), dan PCR test.
a. PCR Test
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan
virus HIV pada plasma,darah,cairan cerebral,cairan cervical, selsel, dan cairan semen.
Metode Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR) ini yang paling
sensitive.
Cara Kerja :
1. Siapkan Mix-Solution
18
2. Penyimpanan larutan-larutan primer, dNTP’s, Buffer, Taq dan larutan DNA. Ada
yang harus di simpan pada temperature 200ᵒC.
3. Selalu gunakan tabung dan tips yang telah di sterilisasi, hindari risiko kontaminasi
seminimal mungkin
4. Siapkan tabung 12 tabung PCR (steril), pipetkan sebanyak 22.5 ul Mix Solution,
masukan masing-masing tabung PCR
7. Tutup rapat tabung dan susun di dalam blok alat Thermal Cycler
Tes HIV DNA kualitatif dari darah lengkap atau Dried Blood Spot (DBS). Tes HIV ini
mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung pada keberadaan antibodi HIV. Tes ini
digunakan untuk diagnosis pada bayi.
Tes HIV RNA kuantitatif dengan menggunakan plasma darah. Tes HIV ini dilakukan untuk
memeriksa jumlah virus di dalam darah (viral load) dan dapat digunakan untuk pemantauan
terapi ART pada dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia
2.10 Pengobatan
Pemberian anti retroviral (ARV) telah menyebabkan kondisi kesehatan para penderita
menjadi jauh lebih baik.Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan penurunan
produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan. Obat ARV terdiri
dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transkriptase inhibitor, nucleotide reverse
transcriptase inhibitor, non nucleotide reverse transcriptase inhibitor dan inhibitor protease.
Obat-obat ini hanya berperan dalam menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa
menghilangkan virus yang telah berkembang (Djauzi dan Djoerban,2006).
Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk
mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian
vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk
19
mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau
menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak
diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh
respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).
2.11 Pencegahan
Untuk menurunkan angka kasus HIV/AIDS di Indonesia, ada rumus ABCDE yang
selama ini disosialisasikan sebagai cara pencegahan HIV/AIDS
B (be faithful) adalah saling setia pada pasangan. Banyak pria yang suka “jajan” di
luar dan tidak menggunakan kondom sehingga dapat membawa virus saat pulang ke
rumah. HIV kemudian bisa menular ke istri di rumah saat berhubungan seksual.
Untuk itu, setia pada pasangan atau tidak bergonta-ganti pasangan berhubungan seks
juga menjadi kunci pencegahan HIV
D (don’t use drugs) atau tidak memakai narkoba. Kasus penularan HIV juga banyak
terjadi pada pengguna jarum suntik secara bergantian
E (Education) Pendidikan seksual bagi para remaja agar mereka tidak terjerumus
dalam pergaulan yang salah. Pengetahuan yang baik dapat mencegah remaja untuk
bertindak tidak sepantasnya karena mereka tahu risiko yang sangat besar dari
perbuatan mereka tersebut
Selain itu untuk upaya mencegah penularan HIV/AIDS, Kementrian Kesehatan juga
menerapkan beberapa strategi di antaranya:
d. Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau, bermutu,
dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya preventif dan
promotif;
g. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata dan
bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;
Dengan demikian upaya pencegahan dan penularan HIV/AIDS adalah usaha yang
dilakukan untuk mencegah yang dimulai dari 35 pengendalian populasi kunci, kelompok
yang berisiko atau rentan terkena infeksi, lalu melangkah pada orang-orang yang
berhubungan seksual dengan banyak pasangan, dan mencegah penularan pada masyarakat
umum dan bayi, serta memberdayakan sumber daya manusia yang merata dan bermutu dalam
penanggulangan HIV dan AIDS.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan
AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV) . cara penularan HIV melakukan penetrasi seks , melalui darah yang terinfeksi.
Dengan menggunakan bersama jarum suntik untuk menyuntik obat bius dengan seseorang
yang terlah terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat
proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara langsung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah HIV ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca terutama tentang menjaga jangan sampai tertular virus ini, karena selain dapat
menular kepada diri kita sendiri juga dapat menular kepada janin dalam kandungan kita. Kita
juga harus berhati-hati dalam pemakaian jarum suntik secara bergantian dan transfusi darah
dengan darah yang sudah terpapar HIV.
22
Daftar pustaka
https://cimsa.or.id/assets/grocery_crud/texteditor/ckeditor4/kcfinder/upload/files/Policy
%20Statement%20CIMSA%20Indonesia%202019%20-%20HIV%20AIDS.pdf
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Laporan_HIV_AIDS_TW_4_Tahun_2017__1_.p
df
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/16725/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2695/BAB%202.pdf?seq
http://eprints.walisongo.ac.id/3428/3/091111001_Bab2.pdf
http://searo.who.int/indonesia/publications/hiv_country_review_indonesia_bahasa.pdf
http://spiritia.or.id/cdn/files/dokumen/sejarah-hiv-dan-aids_5c457cb5086f0.pdf
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/PNPK_HIV_Kop_Garuda__1_.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/132877-T%2027751-Perbandingan%20respon-Literatur.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/09/IMUNOPATOGENESIS-INFEKSI-
HIV.pdf
23