Anda di halaman 1dari 14

\fTRg,$S TUIWGffiBffiffiruFK

.J.1;,ii .'rt. r!t!t';

ire*eiehuluar:

sifat sel sedemikian sehingga menyerupai sifat sel

Pada binatang retrovirus diketahui sebagai salah

tumor in pipo. Proses perubahan itu

satu penyebab timbulnya tumor dan penyakit


limfoproliferatif lain. Penyakit itu didapat melalui cara infeksi eksogen atau melalui infeksi
kongenital (diturunkan sebagai provirus). Misalnya saja sarkoma pada ayam yang disebabkan
oleh virus sarkoma Rous; sarkoma pada mencit

transformasi.

Dari berbagai percobaan, sifat sel yang mengalami transformasi oleh virus dan yang membedakannya dengan sel normal diketahui
^nt^ta
lain:

1,.

akibat infeksi oleh Harvey murine sarkoma


virus ataupun Kirsten murine sarkomavirus.
Dapat dibuktikan pula bahwa virus penyebab,
jika diisolasi dari penderitanya dan disuntikkan

,=

rs-na

5*i

Akr

b;t

nil*l

ls

Sel yang mengalami trasformasi mengandung

sebagian atau seluruh genom virus penyebab.

Genom virus tersebut dapat berada dalam


keadaan terintegrasi dengan kromosom sel

atau berada

ke binatang sehat akan menimbulkan penyakit


yang sama seperti halnya diperlihatkan oleh
virus leukemia mencit
r-:'e n sf

disebut

di luar kromosom sel (dalam

bentuk plasmid).
Tergantung virus dan sel hospesnya,
genom virus dalam sel mungkin berekspresi
dan mungkin juga tidak. Fenomena ini penting karena t:! i:)i,;.,) hal ini berkaitan dengan
fenomena i i t t t:i. 1 t i c ;;i t',t, ! {,s ii ;, t1

i Vi c..c.t :

Karena dasar utama dari tumorigenesis adalah


perubahan sifat pada sel, maka pengertian terhadap tumorigenesis oleh virus akan lebih jelas
jika hubungan sel dan virus dipahami dengan
baik. Dalam bab terdahulu telah disebutkan
bahwa salah satu akibat infeksi oleh virus pada
sel adalah hubungan yang sifatnya non litik.
Pada keadaan itu infeksi virus tidak menyebab-

2.

i.

i.

Pada umumnya sel yang transformasi me-

nimbulkan tumor jika disuntikkan pada


binatang, khususnya pada binatang yang
mendapat penunrnan kekebalan. Jenis tumornya dapat jinak atau ganas.

3.

kan kematian atau kerusakan sel, tetapi mengubah


483

Sel yang transformasi berbeda morfologinya dibandingkan sel normal. Selain itu pola

484

Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran

tumbuh-kembang biaknya berbeda: sel normal berkembang biak sampai suatu tingkat

kepadatan dan dengan orientasi pertumbuhan tertentu untuk kemudian proses kembang biaknya terhenti karena adanya contact
inhibition dan hasil tumbuh kembangnya
mempunyai pola teratur; sedangkan sel yang
transformasi tidak mengikuti hal-hal di atas.

4.

Sel fibroblas normal baru akan berkembang

biak jika terlebih dahulu melekat pada substrat

padat, yang disebut fenomena anchoragedEendent multiplication. Sel yang transformasi dapat berkembang biak tanpa lebih dahulu

melekat pada substrat padat serta mampu


membentuk koloni pada media agar semisolid.

5.

jrya berbeda banyak


dalam sifat lain dibandingkan dengan sel
normal. Sel yang transformasi mempunyai
aktivitas glikolisis dan transpor gula sederhana ke dalam sel lebih tinggi dibandingkan
sel normal. Selain itu menunjukkan pula
perubahan komposisi kimia dan antigen di
membran plasmanya. Antigen baru tersebut
dapat berupa
yang khas virus dan
^ntigen
atatr antigen sel yang baru atau berubah.
Pada sel yang transf.ormasi juga dapat ditemukan perubahan kromosom, baik berupa
delesi dan atau duplikasi sebagian arau seluruh kromosom.
Sel yang transformasi

Dr

antara berbagai virus, yang mampu me-

nyebabkan transformasi sel terutama termasuk


virus yang mampu menimbulkan infeksi laten,

misalnya saja virus dari golongan herpesvirus;


papilomavirus; hepadnavirus; retrovirus dan
beberapa virus lain.

Tumorigenesis oleh Virus pada Binatang


Peran virus sebagai penyebab timbulnya tumor
pada binatang, baik yang jinak maupun yang
ganas telah banyak

dibuktikan. Postulat Koch

tentang kriteria penyebab penyakit dengan mudah


dapat dibuktikan, yaitu: (i). Virus dapat diisolasi
dan dimurnikan dari jaringan rumor, (ii). Virus

tersebut dapat diinfeksikan pada binatang sehat


dengan menimbulkan penyakit yang sama.
Dari berbagai percobaan beberapa kemungkinan mekanisme molekuler tumorigenesis pada
binatang dapat diketahui. Ringkasnya adalah:

t.

Terdapat dua golongan onkogen, yaitu protoonkogen yang dimiliki oleh sel dan biasa
disebut c-onc atav protoonkogen dan onkogen
virus yang disebut a-onc. Semua sel normal
mamalia dianggap membawa c-onc dan sifat
ini diturunkan. Sebalikn y a, tidaksemua virus
tumorigenik membawa r,,- onc. dan tumorigenesis oleh virus tanpa r,-onc terjadi dengan
mekanisme yang berbeda dengan tumorigenesis oleh virus yang memb awa p-onc.

2.

Tumorigenesis viral pada dasarn ya dapat


dibagi tiga tahap yang masing-masing tahap
dapat tumpang tindih urvtannya, yaitu:
tahap inisiasi, promosi dan progresi.

3.

Tahap inisiasi dimulai dengan pengaktifan


protoonkogen dan dari berbagai penelitian
terdapat berbagai macam kemungkinan, yairu:

Wrus

a.
b.

Terladinya mutasi

titik

atau noktah.

Terjadinya transduksi protoonkogen oleh

virus, sehingga terjadi pergantian promoter protoonkogen sel oleh promoter


virus yang kekuatannya lebih besar
darip ada p romoter aslinya.

c.

Terjadinya integrasi promoter virus yang


kekuatannya besar di dekat protoonkogen sel yang mengakibatkan r.erjadinya

kotranskripsi.

d.

Aktivasi cara lain yang mekanismenya


masih tidak jelas. Pada leukemi unggas
ditemukan adanya promoter Avian leukemic virus (ALV) yangberjauhan dari
protoonkogen.

Tumorigenik 485

biasanya membuat zat yang menekan faktorf.aktor di atas yang disebut groruth inhihiting
compounds. Dengan berbagai mekanisme, yang
belum semuanya jelas, pada sel tumor terjadi

ketidakharmonisan pembelahan dan diferensiasi sel.

Tampaknya tumorigenesis dan karsinogenesis tidak dapat dilepaskan dari interaksi faktor
infeksi viral dan faktor karsinogen lain. Dengan
kata lain, tumorigenesis atau karsinogenesis
adalah proses yangbertinskat dan kompleks.

Tumorigenesis pada Manusia


Penentuan hubungan sebab dan akibat
^rttara
infeksi virus dan timbulnya tumor, khususnya
yangstf.atnya ganas sangat sulit dibuktikan pada

Tahap selanjutnya terjadi pada tingkat pascatranskripsi. Dalam hal ini perlu selalu diingat
bahwa pada sel normal terjadi hubungan harmonis antara proses pembelahan dan proses diferensiasi sel. Kedua proses di atas pada

tingkat genetis

diatur oleh berbagai jenis gen yang

masing-

masing menentukan jenis proteiny^ng akan diekspresikan oleh sel. Protein-protein yang merupakan faktor penumbuhan bekerja pada tingkat
diferensiasi sel yang tertentu, biasanya tidak ber-

ikatan dengan gen dan berguna untuk menginduksi sintesis faktor-faktor diferensiasi. Faktor
diferensiasi sel sendiri banyak ragamnya dan
agar proses diferensiasi berjalan baik diperlukan
interaksi harmonis di antara sesamanya. Secara
fisik, faktor diferensiasi brasanya berikatan
dengan gen. Setelah sel berdiferensiasi baik, sel

manusia. Percobaan pada manusia hidup jelas

tidak mungkin, sementara percob aan in pitro


pada sel-sel yang berasal dari jaringan manusia

belum tentu selaras dengan kejadian in aiuo.


Pemakaian binatang percobaan sebagai model
j

uga mempu ny ai bany ak kelemahan kar ena p ada

virus dikenal trofisme, yangberarti virus yang


menyerang manusia belum tentu menyerang
binatang dan sebaliknya. Lpalaei virus yang
diduga sebagai penyebab tumor pada manusia
umumnya merupakan virus-virus laten. Karena
itu postulat Koch sulit diberlakukan untuk virus
tumorigenik pada manusia. Sebagai alternatil
dari postulat Koch, Evans mengajukan beberapa

kriteria untuk menentukan hubungan etiologik


virus dengan tumor (postulat Evans), yang
ringkasnya:

486

Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran

1,. Adanya korelasi nyara insidensi penyakit


da11 r):tpc:;rlr'r dalam suatu kaitan waktu yang
jelas.

2.

4.

Virus atau gennya serta ekspresi gen virus


dapat dipertunjukkan pada sel tumor
Virus yang diduga sebagai penyebab mempunyai kemampuan in ,uitro untuk mentransformasi sel normal

5.

4. Hepadnaviridae
5. Retroviridae

Adanya korelasi ryata antara penyakit dan


tanggap kebal terhadap virus yang diduga
sebagai penyebab

3.

:.l"porr-*na""

Adanya korelasi fiyata antara vaksinasi dan


insidensi penyakit.
Sampai saat

tumorigenik

ini virus yang

dianggap bersifat

ter dap at dalam keluarga:

6. Poxviridae

dan yang dianggap tumorigenik bagi manusia


di antaranya: Herpes simpleks virus tipe 2 dan

Epstein-Barr virus (anggota Herpesviridae),


Human papillomavirus/HPV (anggota Papovaviridae), Hepatitis B virus (anggota Hepadnaviridae), Ilunian l' cel.l lytrrphotrotl:ic aitus/
HTLV layl Hr.trnari lrt nlnorieiicielic)t ?Lrrts/IIIV
(anggota Retroviridae), Moluscum contagiosum
virus (anggota Poxviridae). Adenoviridae, walaupun tumorigenik bagi binatang belum terbukti
tumorigenik bagi manusia.

1. Herpesviridae

2. Adenoviridae

HF$T H gFf-&A-RR vgleErs d.HBv)


t

l'',,11+

-,.:

5.

:.,,.11

Virus termasuk keluarga Herpesviridae dan

Antigen limfositik
me:tnbrdne

(L),rtphor"",,tr-deterntirut:d

'tnii.gen atau

LyMDA).

mempunyai sifat serupa dengan anggora lainnya

(lihat bab Herpesviridae). Ditinjau dari sudut


imunologi, virus Epstein-Barr membawa antigen sebagai berikut:

l. Antigen inti (EBV tttrcleir snligr,r atau EBNA)


2. Antigen awal R (-arl1, antigen atau EA-R)
3. Antigen awal D (EA-D)
4. Antigen kapsid (Viral capsid rtntigt:n

,1s,111

vcA)

Patogenesis dan gambaran klinis penyakit


Virus mampu menyerang manusia dan monyet;
hospes selulernya adalah sel limfosit B, sel epitel
orofaring dan nasofaring. Virus ditularkan melalui saliva penderita. Penularan ini terjadi biasanya melalui ciuman dan karenanya penyakit
yang timbul disebut pula sebagai ktssing di:e"tse.
Infeksi dimulai dengan menempelnya virus pada

Virus Tumorigenik" 487

reseptor di epitel orofaring dan nasofaring yang

laring. Dalam darah penderita ditemukan

berupa glikoprotein. Ternyata glikoprotein

leukositosis dan jika infeksi mengenai sel limfosit B, dalam darahnyadapat ditemukan adanya

tersebut juga merupakan reseptor komplemen


C3d. Di dalam epitel, virus berkembang biak
dan mengakibatkan ekspresi antigen: EA, VCA
dan MA. Selanjutnya virus masuk dan menginfeksi sel limfosit B.
Infeksi pada sel limfosit mampu menyebabkan terjadinya imortalisasi sel dan mengubahnya
menjadi sel limfoblas yang mengekspresikan
antigen EBNA dan LYMDA. Sebagai reaksi terhadap infeksi, sel-sel limfosit T supresor akan
mengalami proliferasi menjadi sel-sel limfoblas
dan menimbulkan terjadinya pembesaran hati,
kelenjar limfe, limpa dan pada fase lanjut penyakit mononukleosis infeksiosa. Dari penelitian
diketahui pula bahwa paling tidak terdapat dua
galur virus, yaitu galur yang menyebabkan infeksi
litik dan galur yang menyebabkan transformasi
sel. Yang terakhir merupakan galur yang tersering diisolasi. Sebagian kecil infeksi juga ditularkan melalui transfusi darah.
Pada anak, infeksi sering asimtomatik.
\Taiaupun asimtomatik, kira-kira 9Oolo penderita secara intermiten mengeluarkan virus dalam
salivanya untuk jangkawaktu sangat lama. Pada
orang dewasa muda, kira-kira setengahnya
bermanifestasi klinis mononukleosis infeksiosa
dengan gejala berupa demam,limfadenopati dan
hepatosplenomegali dan nyeri tenggorokan dan
kelemahan sebagai keluhan utama. Penyakit ini
bisanya sembuh sendiri dalam waktu 2-4
minggu dan jarang berkomplikasi. Komplikasi
dapat berupa kelainan neurologis dan obstruksi

antibodi heterofil.

Akhir-akhir ini EBV juga dikaitkan

dengan

manifestasi klinis chronic fatigwe syndrome, yaitu


suatu keadaan dimana penderita sering mengeluh

kelelahan, demam ringan dan gangguan konsentrasi.

Selain

itu EBV juga dikaitkan

dengan keja-

dian berbagai kelainan limfoproliperatif, limfoma Burkitt dan karsinoma nasofaring. Bagaimana persisnya karsinogenesis akibat infeksi
oleh EBV belum diketahui rinci. Kofaktor lain
diduga berperan dalam karsinogenesis. Alasannya adalah

1. EBV tidak menyebabkan

transformasi sel
eprtel in L)itro, tetapi gabungan efek karsinogen kimia dan EBV dapat menyebabkan
transformasi sel.

2,

Telaah epidemiologi menunjukkan bahwa


beberapa zar kimia alami dapat diubah atau
diaktivasi oleh sel menjadi karsinogen lebih
kuat, misalnya saja kelompok N nitrosoamin dalam ikan asin menjadi N-metil-Nnitro-N-nitroso guanidin.

3.

Sekalipun EBV menyebabkan transformasi


sel limfosit B, tidak semua penderita infeksi

EBV menjadi penderita limfoma Burkitt,


khususnya yangdi luar Afrika

4.

Terdapat bukti in vitro bahwa banyak zat


kimia, khususnya yang dianggap karsinoge-

488

Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran

nik mempermudah terjadiny a transformasi,


penyebaran infeksi dari satu sel ke sel lain

2.

dan juga mengubah siklus replikasi virus.

3. Anti EBNA t flng biasanya

Diagnosis laboratorik

Sel

ada mulai masa

sakit minggu 2-4 dantetap ada selama hidup.

Salah satu cara sederhana, walaupun hasilnya


tidak spesifik untuk konfirmasi infeksi EBV,
adalah pemeriksaan penentuan sel limfosit ati-

pik.

Anti EA, yang biasanya ada pada fase aktif


penyakit.

ini sebenarnya berasal dari

sel

Adapun interpretasi hasil pemeriksaan dapat


diringkas sebagai berikut:

limfosit T

supresor yang berubah bentuknya menjadi lebih


besar dan jumlahnya dalam sirkulasi meningkat

pada masa infeksi dua minggu sampai 10-80

o/o

dari leukosit total. Sel yang disebut juga sel Dow-

Penilaian HeeraJil V{4-Ig}4 YCA-IgC EA EBNA


Akut, primer *
+
Kronik, pnmer
Reaktivasi

Infeksi dulu

ney akan menghilang pada masa penyembuhan.


Cara lain adalah penentuan antibodi hete-

rofil, yaitu antibodi dari kelas IgM yang dibentuk tubuh sebagai akibat teraktivasinya sel limfosit B secara tak spesifik (mitogenic EBV indttced
B ce/l actioation), lsylgan c ra uji Paul Bunnell.
Biasanya antibodi ini mulai terdeteksi pada akhir
minggu pertama sakit, kadang-kadang pada

-irggo

ketiga atau keempat. Antibodi akan menetap


selama satu minggu sampai beberapa bulan dengan

rata-rata tiga minggu. Karena

itu jika hasil pe-

meriksaan tidak menunjukkan adanya antibodi

heterofil dan penderita tetap dicurigai

sebagai

infeksi EBV, pemeriksaan diulang setiap minggu.


Cara yang lebih spesifik adalah penentuan

antibodi terhadap antigen virus, misalnya dengan cara ELISA. Dalam hal ini dapat diperiksakan adanya:

IgG-anti VCA yang biasanya timbul


awal infeksi dan menetap selama hidup.

Pemeriksaan isolasi

virus umumnya tidak

dilakukan rutin karena secara teknis sukar. Jika


dilakukan, diperlukan bahan pemeriksaan berupa: jaringan tumor, cucian tenggorok, saliva.
Kadang-kadang dilakukan deteksi antigen
dengan cara imunofluoresensi. Untuk itu bahan
dapat berupa jaringan tumor atau jaringan limfonodus atau hepar.
Cara lain yang sensitif, tetapi masih belum
populer adalah deteksi asam nukleat EBV dari
dari sel atau jaringan, baik dengan hibridisasi
langsung ataupun dengan reaksi rantai polimerasa.

Pengobatan dan pencegahan


Sampai saat

ini belum ditemukan

batan dan pencegahan yang baik.


pada

cara pengo-

Virus

Tumorigenik 489

PAPOVAVIRIDAE
Biologi virus

DNA-nya sedang genom polyomavirus terletak

Keluarga Papovaviridae terdiri dari dua genus,


yaitu papillomavirus dan polyomavirus. Papovavirus merupakan virus telanjang dengan genom
DNA serat rangkap dan berkembang biak di
dalam inti sel. Virus tersebar luas di alam, menyerang manusia dan hewan. Anggota papilo-

pada kedua rantainya. Perbedaan lain dari kedua

genus adalah hospes selulernya; papilomavirus

menginfeksi epitel permukaan dan menimbulkan kelainan pada pintu masuknya (part d'entree);
polyomavirus masuk melalui saluran pernapasatau pencernaan dan setelah proses kembang
^n
biak lokal virus masuk ke dalam darah dan akhirnya menginfeksi organ dalam seperti hati, ginjal
dan otak. lWalaupun kedua gents in vitro mampu
menyebabkan transformasi, hanya papilomavirus yang dianggap terkait dengan kejadian
tumor alami.
GeTiertt virus papiloma pada dasarnya dapat
dibagi dua bagian, yaitu bagian yang mengatur
sintesis protein awal (s7ly protein)disebut gen E,
dan gen yang mengatur sintesis protein penyusun struktur virus, disebut gen L. Di antara berbagai gen E, gen E6 dan E7 dianggap bertang-

mavirus y^ng menyerang manusia adalah


Human papilomavirus (FIPV) yang terdiri dari
paling tidak 60 tipe virus, sedangkan anggota
polyomavirus yang menyerang manusia di
ant^ranya adalah virus BK dan virus JC. Secara
serologik, anggota dari masing-masing genus

menunjukkan reaksi silang tetapi tidak antargenus.

Diameter nukleokapsid papilomavirus sekitar 55 nm sedangkan polyomavirus 45 nm.


Genom papilomavirus lebih besar daripada polyo-

mavirus dan terletak pada salah satu rantai

BPV.I

a tor !Q latg

fE.l
[El
t* 0
2ffi9813
r

gr

2f,ll

tTl"rT*l

r--F--r
317336&

lt6

g7t4 {ol0

H&
$61 A

32i7

rllll'vllfi
0 10m !000 3ffi 4e0 s000 6000 ?000
t

enFc

t*

g_-Tr

2
3

?9{s

?3{2

-:r

I
t *-..1, *. -r - ., L*.*
I * 1000
""r, x000
3000 {000 6000 smo 7000 78s8
I

Gamblr 49-1.

Skema peta iisik gen t,ilr-rs papilorna. Angka rncnr-iniukkan urutan nLrkleotida

490

Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran

gun g j awab terhadap terj adiny a transf ormasi sel.

Skema peta fisik gen virus papiloma dapat


pada Gamb

dilihat

ar 49-1.

Patogenesis gambaran klinis infeksi


papilomavirus
Papilomavirus menyerang epitel gepeng pada
kulit dan mukosa, dan biasanya tipe virus penyerang kulit berbeda dari tipe virus penyerang
mukosa. Daerah transformasi antara mukosa
kolumner dan gepeng di leher rahim (servik),
hidung, laring dan batas perlukaan mukosa
merupakan daerah yang peka infeksi.
Karena papilomavirus merupakan virus tahan
panas dan pengeringan, infeksi dapat terjadi
walaupun tidak ada kontak langsung. Pada binatang, infeksi dapat terjadi sebagai akibat masuknya virus yang mengontaminasi feses melalui
perlukaan kulitnya. Tampaknya infeksi memerlukan inokulasi langsung virus ke lapisan sel basal
epitel. Seperti telah diketahui, epitel selalu mengalami regenerasi, yaitu melalui mekanisme kembang biak dan diferensiasi sel-sel di lapisan basal
sampai akhirnya menjadi sel keratinosit matang
yang tak mampu lagi melakukan pembelahan
sel. Dalam hubungan ini telah diketahui bahwa
awal infeksi dimulai dengan inokulasi virus pada
sel basal dan di dalam sel tersebut infeksi tetap
laten. D en g an terjadinya diferensiasi sel men j adi
keratinosit matang, ke- pekaan sel berubah dan
memungkinkan virus berkembang biak secara
vegetatif, sehingga infeksi menjadi produktif.
Virus papiloma menginduksi kelainan setempat dan ditandai oleh perubahan morfologi dan

hiperplasia akibat perceparan proliferasi dan


terhambatnya diferensiasi sel. Sifat kelainan ada
yang tetap jinak dan ditandai oleh batas yang
tegas dengan jaringan normal. Ada pula yang
menjadi displastik dan ditandai oleh atipi inti sel,
mitosis tak terkontrol dan perubahan kromosom. Beberapa di anr.aranya berlanjut menjadi
karsinoma dan ditandai oleh invasi sel ke
jartngan sekitarnya ataupun metastase jauh ke
organ lain.
Bagaimana persisnya karsinogenesis oleh
virus papiloma terjadi belum diketahui. Dari
berbagai penelitian didapatkan gen virus papilloma berbeda status fisiknya pada jaringan karsinoma dan laringan tumor jinak. Gen virus
yang berintegrasi dengan kromosom sel lebih
banyak ditemukan pada jarrngan karsinoma,
sementara pada jaringan tumor jinak, gen virus

banyak ditemukan

di luar

kromosom

sel

(bentuk episomal atau plasmid). Karena integrasi


gen virus ke dalam kromosom sel bersifat acak

(random), terdapat kemungkinan bahwa pada


sel tertentu integrasi itu terjadi pada tempat yang
potensial mengubah sel normal menjadi sel
karsinoma. Dan penelitian tampak pula bahwa
infeksi oleh virus papiloma bukan merupakan
satu-satunya faktor. Diperlukan ko-faktor lain,
di antarany^ yangdiduga berperan adalah:
1,. Kebiasaan merokok dan karsinogen kimia
lain.

2.

Pemaparan terhadap radiasi sinar gelombang


pendek.

3.

Faktor pertumbuhan dan hormon steroid.

Tumorigenik 491

Virus

4.
5.

Infeksi setempat yang mengubah ekspresr

sel lebih mudah dideteksi pada lesi jenis

gen sel dan virus.

verrucae r,rrlgaris dan verrucae plantaris, sukar

Reaksi radang lokal yang berkepanjangan.

pada lesi papiloma laring dan genital, sedang-

kan pada lesi ganas tidak ditemukan virion.

Infeksi oleh papilomavirus mempunyai spektrum luas. Infeksi dapat bersifat laten tanpa
kelainan sel nyata; tumor jinak sampai karsinoma. Gambaran kliniknya kronis dan manifestasinya tergantung pada lokasi, besar dan sifat
kelainan.
Lokasi, jenis kelainan akibat infeksi oleh
papilomavirus dapat dilihat pada T abel 49 -1.

2.

Deteksi antigen virion pada jaringan lesi.


Antigen biasanya dideteksi pada jaringan
yang telah difiksasi dan diwarnai dengan cara
imunoflorosensi at^rt imunoperoksidase.
Keberadaan antigen biasanya makin hilang
selaras dengan progresivitas lesi ke arah
keganasan.

Isolasi dan identifikasi virus.

Diagnosis laboratorium papilomavirus

Untuk saat ini hanya beberapa tipe virus

1.

Deteksi virion dari lesi.


Kebanyakan infeksi bersifat laten, dan karen nya teknik ini kurang peka. Dengan me-

papiloma saja yang dapat dikembangbiakkan in aitro. Karena itu isolasi bukan merupakan pilihan yang baik apalagi jika diingat

makai mikroskop elektron virion di dalam

banyak infeksi bersifat laten.

Tabel

Tipe

Virus

5;8
6;11,
;12;14 ;15 ;I7 ;19 -25

;3 6

20
13;32

16;L8;3I;33;35;39;52
34
3O;40

37

Kelainan Akibat lnfeksi Papilomavirus

Kelainan

Keterangan

Myrmecia tapak tangan, verruca plantaris


Verruca vulgaris, condyloma anogenital

Jinak
Jinak

Verucca plana, epidermoplasia verruciformsis Jarang jadi ganas


Verucca l'ulgaris et plantaris
Jinak

3;10;28

49-1

;40

Epidermoplasia verruciformis
Condyloma accuminata, verrucae genital,
papiloma laring, metaplasi-displasi servik
Epidermoplasia verruciformis

Basilioma
Penyakit Heck
Neoplasia mukosa genital, laring,
Penyakit Bowen
Penyakit Bowen
Neoplasia laring
Keratoacanthoma

konversi jadi
Umumnya jinak
30olo

ganas

l*Y

t2;17 dan20 dapat jadi ganas


Dapat jadi ganas

Mungkin jadi

ganas

esofagus Cenderung jadi ganas


Dapat jadi ganas
Cenderung jadi ganas
Ca in situ

492

Buku Ajar Mikobiologi Kedokteran

4.

Pemeriksaan histo-sitopatologi.

'

Dasar pemeriksaan adalah terjadinya kelainan morfologi sel akibat infeksi oleh virus
papiloma. Yang dianggap khas adalah terjadinya sel-sel koilosit pada lapisan tengah
dan superfisial epitel yang ditandai oleh
hiperkromatism dan inti selnya dikelilingi
oleh halo. Kadang-kadang ditemukan sel
dengan inti banyak.

\Talaupun pada binatang terbukri bahwa ada


anggotanya yang rumorigenik, seperri misalnya
Simian Virus 40 (SV40) pada hamster, anggota
poliomavirus yang menyerang manusia, yaitu
virus BK danJC belum dibuktikan tumorigenik.
Virus BK dan JC masuk melalui saluran pernapasan dan setelah melalui viremia, menginfeksi

5.

Dr:teksi gen virus.

sel ginjal dan menjadi laten. Padapenderita dengan

Merupakan cara pilihan sekalipun lebih


rumit. Kepekaan cara ini tinggi dan tidak
bergantung kepada ada tidaknya virion

kekebalan tubuh menurun, terjadi reaktivasi dan

ataupun antigen dalam sel.

Pengobatan papilomavirus
Pendekatan pengobatan bergantung pada jenis,
besar, lokasi kelainan. Beberapa caru yang pernah dicoba adalah: ekstirpasi atau eksisi lesi, pem-

berian interferon intralesi, kauterisasi dengan


laser atau cryosurgery, pemberian penghambat
mitosis seperti podofilin dan bleomisin bahkan
pemberian retinoid untuk membanru diferensiasi sel. Untuk lesi jinak, sebaiknya dihindari
radiasi karena diduga dapat merangsang rekombinasi genetik antar^ fragmen gen virus dan gen
sel dan mengakibatkan terjadinya konversi lesi
dari jinak menjadi ganas.

Patogenesis dan gambaran klinis infeksi


oleh poliomavirus
Poliomavirus mempunyai ukuran virion dan asam

nukleat lebih kecil dari papilomavirus. Sifat


lainnya serupa dengan papilomavirus. Replikasi
virus dalam sel dimulai dengan masuknya virus

melalui pinositosis. Setelah mengalami pelepasan


kapsid, virus berkembang biak dalam inti sel.

diikuti viremia dengan kemungkinan akibat timbulnya penyakit pada saluran kemih dan otak.
Infeksi primer biasanya asimtomatik, kadangkadang berupa gambaran sistitis atau penyakit
infeksi saluran pernapasan ringan. Pada penderita dengan kekebalan menurun, gejala menjadi
lebih berat. VirusJC dapat menyebabkan leukoensefalopati multifokal, sedang virus BK dapat
mengakibatkan stenosis urerer dan sistitis hemoragik.

Diagnosis laboratorium poliomavirus


Pada pemeriksaan sitologik

urin, dapar ditemukan sel-sel yang besar dengan badan inklusi basofilik intranukleus. Hal serupa ditemui pada sel
oligodendrosit penderita leukoensefalopati multifokal.
Selain its, adanya antigen virus dari sel sedimen urin dapat diperrunjukkan dengan cara
imunoflorosensi arau imunoperoksidase. pembiakan dapat pula dikerjakan, yaitu dengan jalan
menanamkan bahan urin pada sel fibroblas atau
sel Vero.

hrus Tumorigenik 493

RETROVIR.IDAE
Pendahuluan

protein dan enzim transkriptasa terbalik.

Pengetahuan tentang retrovirus sebenarnya


telah lama. Pada binatang terbukti bahwa retrovirus mampu menimbulkan berbagai kelainan
termasuk terjadinya neoplasia dan kelainan
imunologik. Sebaliknya, pengetahuan tentang
retrovirus manusia relatif baru. Pengemhuan
retrovirus penyebab penyakit pada manusia
baru berkembang pesat setelah diisolasinya virus
dan ini dimungkinkan oleh berkembangnya teknologi deteksi enzim transkriptasa terbalik dan
teknologi pembiakan sel limfosit T manusia
dengan bantuan T-celL grawrb Jactor (TCG|). Retrovirus penyebab penyakit manusia yang pertama diisolasi adalah Human TJymphotrophic
virus I (HTLV I) dari penderita leukemia sel T
oleh Poiesz dkk.

Morfologi dapat dilihat pada Gambar 49-2.


Genom virus terdiri dari beberapa bagian dan
mengatur sintesis protein struktural maupun
nonstruktural. Pengatur sintesis protein struktural adalah gen gd.g untuk protein kapsid dan
pelapis asam nukleat; genpoluntuk enzim transkriptasa terbalik dan gen eno untuk protein

Biologi virus
Anggota Retroviridae yang disebut retrovirus
merupakan virus berselubung dengan virion
berbentuk sferis berdiameter ant^ra 80-120 nm
serta genomnya berupa asam ribonukleat (RNA)
dan membaw a enzimsendiri, yaitu transkriptasa
terbalik (reverse transcriTitase). Selubungnya
berupa glikoprotein yangdidapat dari membran
plasma sel saat pematangan atau pelepasan viron

dari sel yang diinfeksinya. Selubung dan kapsid


virus terdiri atas beberapa jenis protein yang
mempunyai nama berbeda. Di dalam kapsid
terdapat asam ribonukleat yang dikelilingi oleh

selubung.

Anggota retrovirus mempunyai hospes seluler yang berbeda. Retrovirus yang menyerang
manusia dapat mempunyai spektrum hospes
seluler berupa sel limfosit T, sel makrofag dan
juga sel neuron. Pada HfV, kembang biak virus
dimulai dengan menempelnya virus pada
reseptornya, yairu molekul CD4 diikuti dengan
fusi antara CD4 dan selubung virus. Proses
pelepasan asam nukleat terjadi di sitoplasma sel
diikuti dengan pembentukan DNA komplementer dengan bantuan enzim transkriptasa
terbalik. Setelah RNA virus hancur, dibuat serat
DNA bayangan serat DNA terdahulu, sehingga
menjadi serat DNA ganda. DNA serat ganda
kemudian bermigrasi ke dalam inti sel dan berintegrasi dengan kromosom sel. Setelah itu terjadi sintesis protein-protein struktural dilanjutkan dengan pematangan atau morfogenesis dan
pelepasan virion dari sel melalui proses budcling.
Skema ringkas replikasi HIV dapat dilihat dalam
Gambar 49-3.

Retroviridae dibagi atas tiga subfamili yaitu


Oncornavirinae atau Oncovirinae, Lentivirinae

494

Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran

Protein
GP41

Protein
GP1 20
Protein
P1 7-P1 8
Protein
P24-P25

Core
Lipid
bilayer

Reserye

trancriptase

Protein
P9-P7

Gambar 49-2. Skema Morfologi HIV.

GP: glikoprotein,

P = protein. Angka di belakang buruf P menunjuhkan berat molekul protein


dalam satuan kilodaLton.

@ery
Gambar 49-3. Diagram ringkas siklus replikasi HIV.

1,:HIV;2=MolekulCD4;3=membranplasma;4=Sitoplasma;5=RNAairws;6=Reverse
transcriptase;7 : inti sel;8 = DNA r.tirus terintegrasi pada DIIA sel;9 : RNA oirus (genom); 10:
nRVA; Il = Sintesa, pengolahan dan perakitan protein; 12: morfogenesis 'uirus pwddingprocess);
13 = virion HIV;14 = nukleokaPsid; 15 = DNA linier;16 = DNA sirhuler.

Wrus

Tabel

Subfamili

49-2

Klasifikasi Retroviridae

Contoh anggota

Sifat penting

Mammary tumor virus (mencit)


Human T lymphotropic virus (HTLV) i,
Mason-Pfizer virus (monyet)
Human immunodeficiency virus (HIV)

Tumorigenik dan neurotrofik


Prekursor grup B
Nukleokapsid virion eksentrik
Nukleokapsid virion sentral
Nukleokapsid silindrik
Nukleokapsid silindrik, neurotrofik dan

Oncovirinae
grup A
grup B
grup c
grup D

Lentivirinae

Tumorigenik 495

I dan II
Spumavirinae Human foamy virus

II

imunosupresif
Penyebab infeksi subklinis dengan

sipatologifoamy celk

dan Spumavirinae. Beberapa anggbta penting


dari setiap subfamili dapat dilihat dalam Tabel

klinik lain, yaitu: leukemia


sel B kronik (B-cell cbronic leukentia atau
CBLL) dan limfoma sel T kulit (Cwtaneus
T-cell lymphomaatalr CTCL) serta beberapa
bentuk imunodefisiensi.
Di dalam hospes seiulernya, virus dapat

ngan manifestasi

49-2.

Patogenesis dan gambaran klinik

l.

Infeksi HTLV I.
infeksi oleh HTLV I pertama ditemukan di
Jepang. Saat ini juga banyak ditemukan di
kepulauan Karibia, Amerika tengah dan
selatan, Afrika, India dan beberapa daerah
lain. Penularan infeksi terjadi melalui hubungan seksual, transfusi darah terkontaminasi dan penularan dari ibu ke anak melalui
air susu dan transplasenta. Di dalam darah,
HTLV I menyerang sel-sel limfosit T. Selain
itu HTLV I juga dapat menginfeksi sel neuron. Akibat dari infeksi dapat berupa neoplasta dan/atau gangguan imunitas. Sebagai
penyebab penyakit lekemia sel T pada orang
dewasa (Adulr-T cell lymphocytic leubemia
atau ATLL), HTLV I merupakan contoh
virus yang memenuhi postulat Koch. Selain
itu infeksi HTLV I juga dihubungkan de-

berkembang-biak dengan lambat atau bersifat

laten. Kira-kira lo/o dari penderita infeksi


HTLV I dalam beberapa tahun akan menjadi penderita ATLL. Klinis ATLL dapat
bermanifestasi sebagai leukemia atau limfoma.

ATLL

biasanya bersifat progresif dengan


rat^-rata swntival timellsysylg dari 1 tahun.

Beberapa di antaranya mempunyai pola


kronik atau subakut dan pada suatu saat
menjadi akut. Penyerta yang biasa ditemukan adalah hepatosplenomegali dan kerusakan tulang.

Diagnosis laboratorium

1.

Pemeriksaan antibodi anti virus.

Pemeriksaan antibodi anti virus dapat dilakukan dengan cara ELISA, \Testern Blor,

496

Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran

dengan cara

fluoresensi dan netralisasi.

dssay). Sedangkan genom virus dideteksi


dengan cara amplifikasi genom vtus in vitro

Cara ELISA relatif murah dan cepat di


bandingkan cara lain, tetapi mempunyai
kepekaan lebih rendah dari pada cara western blot ataupun cara RIP. Selain itu cara
ELISA lebih banyak menimbulkan hasil positif palsu. Karena itu dianjurkan pemeriksaan tidak dilakukan satu kali atau dikonfirmasikan dengan pemeriksaan lain.

2.

RTA

RIA, Radioimunopresipitasi (RIP), imuno-

Pemeriksaan antigen dan genom virus.


Pada sel darah segar dari penderita ATLL,

antigen

HTLV I

biasanya tidak ditemukan

walaupun sel tersebut mengandung mRNA


virus. Jika sel tersebut dibiak beberapa hari,
protein virus dan enzim transkriptas a terbalik akan diekspresikan. Selanjutnya protein
virus dapat dideteksi dengan cara imunofluorosensi atarlr cara serologis lain. \7alaupun morfogenesis virus dalam sel tidak
terjadi, sel terinfeksi dapat mengandung
genom virus dan juga enzim transkriptasa
terbalik. Aktivitas enzim dapat diukur

(Re,,;,erse tran.sc.riptase

(Pemeriksaan c ra reaksi rantai polimerase,


Polymerase Chain Reaction/PCR/ ataupun
hibridisasi langsung. Dua cara terakhir sam-

pai saat ini belum populer.

3.

Isolasi dan idenrrlikasi r-irus.


Isolasi virus dikerjakan dengan membiakkan sel darah tepi penderita baik di bawah
pengaruh faktor pertumbuhan sel T (T cell
growth fador; TCGF) atau dengan dengan
pembiakan bersama sel T lain. Ekspresi komponen virus pada biakan sel dapat dinilai
sepefti pada pemeriksaan serologis ataupun
pemeriksaan komponen virus di atas.

Pengobatan dan pencegahan


Sampai saat ini jenis pengobatan yang baik
belum ditemukan.
Cara pencegahan penularan umumnya sam
dengan untuk

HIV-I.

Anda mungkin juga menyukai