Anda di halaman 1dari 56

RESUME SKENARIO 2

BLOK 7
HIDUNG TERSUMBAT
Oleh:
Kelompok D
1. 132010101008 Wydi Ulfa Pradini
2. 122010101015 Wahyu Satria Wiwaha
3. 122010101017 Okta Eka Suryani
4. 122010101018 Widya Ayu Putri Maharani
5. 122010101034 Laras Prasasti
6. 122010101035 Khikma Rizky Nurhidayah
7. 122010101050 Zakiyah Novayani
8. 122010101057 Yosalfa Adhista Kurniawan
9. 122010101063 Anisa Hanif Rizki Ainia
10. 122010101070 Sarah Kinan Andalusia
11. 122010101077 Mudzakkir Taufiqur R
12. 122010101078 Boby Gunawan
13. 122010101079 Kurnia Elka Vidyarni
14. 122010101088 Farihah Yuliana S

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Skenario 2 : HIDUNG TERSUMBAT
Reno, usia 4 tahun dibawa oleh ibunya kepoliklinik dengan keluhan hidung
kanannya tersumbat dan berbau sejak 4 hari yang lalu. Dari heteroanamnesis
diketahui anaknya juga mengalami batuk, suaranya serak serta tidak mau makan
karena mengeluh nyeri telan. Anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa pasien
tinggal dekat dengan peternakan ayam. Seminggu sebelumnya tetangga pasien
meninggal dirumah sakit diduga karena Ebola.
Hasilpemeriksaan fisik didapatkan denyut nadi 116 x/menit, frekuensi napas 24
x/menit, suhu 39 C. pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan furunkel pada
lubang hidung terlihat benda asing, edema conca, dan secret purulen. Pemeriksaan
tenggorok didapatkan faring hiperemi dan pembesaran tonsil. Didapatkan juga
nyeri tekan dibagian muka, retraksi intercostal space dan rhonkhi dikedua
hemithoraks. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang, didapatkan leukositosis
dan pada foto rontgen thoraks PA tampak gambara konsolidasi serta peningkatan
corak bronkhovaskuler. Dokter segera memberikan pengobatan untuk mencegah
komplikasi dari infeksinya.

Klarifikasi Istilah :
Furunkel : bisul, nodul yang terasa nyeri pada kulit akibat peradangan
yang terbatas didemis dan jaringan subkutis setelah masuknya
stafilokokus, jamur, benda asing kealam kulit melalui folikel rambut
disertai rasa nyeri dan panas.
Rinoskopi : pemeriksaan hidung menggunakan lampu kepala dan
speculum, baik melalui nares anterior atau nasofaring (posterior) untuk
melihat apakah ada deviasi septum atau tidak.
Purulen : suppuration, bernanah. Secret purulen berarti secret yang
mengandung nanah.
Retraksi : tindakan menarik kembali, atau tertarik kembali. Penarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas dan penggunaan otot
tambahan yang terlihat bersamaan dengan peningkatan frekuensi nafas.
Ronkhi : bunyi kontinu seperti mengorok pada tenggorokan atau tabung
bronchial, terjadi karena obstruksi parsial. Suara napas tambahan bernada
rendah sehingga bersifat sonor, terdengar tidak mengenakkan (raspy),
terjadi pada saluran napas besar seperti trakea bagian bwah dan bronkus
utama. Disebabkan karena udara melewati penyempitan, dapat terjadi pada
inspirasi maupun ekspirasi. Ronkhi dibagi menjadi ronkhi basah dan
ronkhi kering.
Leukositosis : peningkatan sementara jumlah leukosit dalam darah, akibat
berbagai penyebab. Jika yang patologis karena keadaan sakit, seperti
infeksi / traua, sedangkan yang fisiologis kaena non patologis seperti
latihan berlebih.
Konsolidasi : pengkerasan/pemadatan, proses menjadi keras/padat seperti
pada paru yang menjadi keraskarena ruang udara terisi eksudat pada
pneumonia
Hiperemia : pembengkaan, ekses darah pada bagian tubuh tertentu.
Peningkatan aliran darah.
Ebola : penyakit mematikan yang disebabkan oleh virus Filouridae. Dapat
ditularkan dengan cairan tubuh, batuk, bersin, jarum suntik bekas
penderita. Belum ditemukan vaksinnya.

Rumusan Masalah :
Hubungan tempat tinggal dengan kondisi pasien
Bagaimana pemeriksaan rinoskopi anterior
Diagnosa untuk pasien tersebut
Pengobatan untuk pasien tersebut

Learning Objective :
Furunkel hidung
Sinusitis akut (Frontal, maksila)
Influenza
Rhinitis akut
Faringitis
Tonsillitis
Abses peritonsil
Hipertrofi adenoid
Laryngitis
Epiglottis
Trakheitis
Bronchitis akut
Bronkhiolitis
Bronchopneumonia
Pneumonia
SARS
Avian influenza
Difteri
Pertusis
Ebola
ARDS
Flu burung


















Infeksi Akut pada Sistem Respirasi
1. Furunkel Hidung
Furunkel adalah nyeri terbentuk pada mukosa oleh akibat inflamasi
disebabkan bakteri staphylococcus melalui folikel rambut.
a. Patofisiologi Furunkel
Infeksi dimulai dari peradangan pada folikel rambut pada kulit (folikulitis)
atau mukosa hidung yang menyebar pada jaringan sekitarnya. Radang
nanah yang dekat sekali dengan kulit disebut pustule. Kulit diatasnya
sangat tipis, sehingga nanah di dalamnya dapat dengna mudah mengalir
keluar. Sedangkan bisulnya sendiri berada pada daerah kulit yang lebih
dalam. Kadang-kadang nanah yang berada dalam bisul diserap sendiri oleh
tubuh tetapi lebih sering mengalir sendiri melalui lubang pada kulit Pada
vestibulum nasi dapat menginfeksi vena facialis dan vena oftalmika lalu
menuju sinus kavernosus.
b. Etiologi
Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi,
tekanan, gesekan, hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan beberapa
faktor yang lain, sehingga kerusakan dari kulit tersebut dipakai sebagai
jalan masuknya Staphylococcus aureus maupun bakteri penyebab lainnya.
Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi penderita.
Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor predisposisi
antara lain, alcohol, malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan
imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus. Jadi, furunkel dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Iritasi pada kulit atau mukosa
2. Kebersihan hidung yang kurang terjaga
3. Daya tahan tubuh yang rendah
4. Infeksi oleh Staphylococcus aureus
c. Gejala
Gejala yang sering ditemui pada furunkel adalah :
1. Nyeri pada daerah ruam
2. Ruam pada derah kulit yang berbentuk kerucut dan memiliki pustule
3. Pustule dapat melunak dan mengalami nekrosis
4. Setelah seminggu kebanyakan akan pecah sendiri dan sebagian dapat
menghilang dengan sendirinya
d. Terapi
Dapat melakukan insisi dengan dan operasi.




2. Sinusitis Akut
a. Definisi
Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal yang umumnya disertai
atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus
ethmoidalis dan maxillaris, sedangkan sinus frontalis jarang terkena, dan
sinus sphenoidalis lebih jarang lagi.
Sinus maxillaris disebut juga antrum Highmore, karena letaknya yang dekat
dengan akar gigi rahang atas. Hal itu menyebabkan infeksi gigi mudah
menyebar ke sinus maxillaris, yang disebut dengan Sinusitis Dentogen.
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke
orbita dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma
yang sulit diobati.
b. Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil,
polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi
konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi,
kelainan imunologik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara
dingin dan kering serta kebiasaan merokok.
c. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat
yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia
tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini
menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh
maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang
poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah
menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan
terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan
ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid
atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini diperlukan tindakan
operasi.
d. Gejala
Hidung tersumbat disertai nyeri pada muka dan ingus purulen yang
seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip)
Nyeri pada daerah sinus yang terkena (ciri khas sinusitis akut)
Referred pain, misalnya:
Nyeri pipi sinus maksila
Nyeri di antara/di belakang kedua bola mata sinus edhmoid
Nyeri di dahi sinus frontal
Gejala lain: sakit kepala, hiposmia/anosmia, batuk.
e. Diagnosis
Rinoskopi anterior
Mukosa merah, udim
Mukopus di meatus nasi medius (tidak selalu)
Adanya nyeri tekan pada sisi yang sakit
Transiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit
CT Scan gold standard diagnosis sinusitis mahal
Foto posisi waters, PA, dan lateral umumnya hanya mampu menilai
kondisi sinus yang besar-besar
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi untuk mengambil sekret
dari meatus media untuk mendapatkan antibiotik tepat guna
Sinoskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus
maksila, melalui meatus inferior
f. Tata Laksana
Terapi medikamentosa berupa antibiotic selama 10-14 hari, namun
diperpanjang sampai gejala hilang. Jika dalam 48-72 jam tidak ada
perubahan klinis, diganti dengan antibiotik untuk kuman yang
menghasilkan beta laktamase, yaitu amoksisilin atau ampisilin yang
dikombinasi dengan asam klavunat
Pemberian dekongestan untuk memperlancar drainase sinus. Dapat
diberikan sistemik maupun topical. Pemberian secara topical harus
dibatasi yaitu selama 5 hari untuk menghindari terjadinya rhinitis
medikamentosa
g. Pemeriksaan
Laboratorium
Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu
diagnosis sinusitis akut
Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut,
tapi harus dilakukan pada pasien immunocompromise dengan
perawatan intensif dan pada anak-anak yang tidak respon dengan
pengobatan yang tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang
disebabkan sinusitis.
Imaging
Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid
level, dan perselubungan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan
pemeriksaan rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.
CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis
akut, menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang
mengalami infeksi pernafasan atas dan 40% pada pasien yang
asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas dan beratnya
sinusitis.
MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak
yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk
mendiagnosis sinusitis akut.
h. Komplikasi
Kelainan orbita
Kelainan intrakranial
Osteomielitis dan abses superiostal
Kelainan paru
i. Prognosis
Prognosis pada sinusitis akut baik apabila tidak terjadi infeksi sekunder.
Apabila hanya mencapai infeksi primer, maka sinusitis dapat sembuh
dengan sendirinya.
3. Influenza
Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh virus RNA dari familiOrthomyxoviridae(virus
influenza), yang menyerang unggas ataupun manusia.
Dalam klasifikasi virus, virus influenza termasuk virus RNA yang merupakan
tiga dari lima genera dalam famili Oethomyxoviridae:
Virus influenza A
Virus influenza B
Virus influenza C
Virus-virus tersebut memiliki kekerabatan yang jauh dengan virus
parainfluenza manusia, yang merupakan virus RNA yang merupakan bagian
dari famili paramyxovirusyang merupakan penyebab umum dari infeksi
pernapasan pada anak, seperti croup (laryngotracheobronchitis), namun dapat
juga menimbulkan penyakit yang serupa dengan influenza pada orang dewasa.
a. Gejala dan Tanda
Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar)
Batuk
Hidung tersumbat
Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok
Kelelahan
Nyeri kepala
Iritasi mata, mata berair
Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut,
tenggorok, dan hidung
Pada anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan nyeri abdomen,
(dapat menjadi parah pada anak dengan influenza B).
b. Pengobatan
Orang yang menderita flu disarankan untuk banyak beristirahat, meminum
banyak cairan, menghindari penggunaan alkohol dan rokok, dan apabila
diperlukan, mengonsumsi obat seperti asetaminofen (parasetamol) untuk
meredakan gejala demam dan nyeri otot yang berhubungan dengan flu.
Anak-anak dan remaja dengan gejala flu (terutama demam) sebaiknya
menghindari penggunaan aspirin pada saat infeksi influenza (terutama
influenza tipe B), karena hal tersebut dapat menimbulkan Sindrom Reye,
suatu penyakit hati yang langka namun memiliki potensi menimbulkan
kematian.Karena influenza disebabkan oleh virus, antibiotik tidak memiliki
pengaruh terhadap infeksi; kecuali diberikan untuk infeksi sekunder seperti
pneumonia bakterialis. Pengobatan antiviral dapat efektif, namun sebagian
galur influenza dapat menunjukkan resistensi terhadap obat-obat antivirus
standar.
4. Rhinitis akut
a. Definisi
Rhinitis adalah radang akut kavum nasi yag ditandai rinore, obstruksi nasi,
bersin- bersin disertai gejala demam, dan malaise.
b. Etiologi
Virus yang merusak pertahanan mukosa dan bakteri.
Penularan
Droplet infection.

Faktor Yang mempengaruhi
Faktor Lingkungan
o Pengaruh udara / atmosfer : angin, suhu udara, kelembapan dsb.
o Ventilasi ruangan
o Debu
Faktor Dalam
o Daya tahan tubuh menurun misalnya Kelelahan, kekurangan gizi,
defisiensi vitamin, penyakit kronis
o Daya tahan lokal kavum nasi mis. alergi hidung, obstruksi nasi.

c. Manifestasi Klinis
Stad. Prodromal: hari 1
Keluhan:
o Rasa panas dan kering pada kavum nasi (pengar)
o Bersin- bersin
o Hidung buntu
o Pilek encer
o Pemeriksaan Rinoskopi anterior ditemukan kavum nasi udim
hiperemi sekret serious.
Stad. Akut: hari 2-4
Keluhan:
o Bersin- bersin menurun
o Hidung buntu semakin berat
o Pilek kuning kental
o Badan sumer
o Pada pemeriksaan Kavum nasi udim bertambah parah,
hiperemi.
Stad. Penyembuhan: hari 5-7
Gejala : menurun
d. Terapi
Tetes hidung
Antihistamin mis. CTM, cetirizine, loratadine
Hindari tubuh kedinginan
Analgetik, antipiretic : asetosal, parasetamol

e. Pencegahan
Hindari kontak
Meningkatkan daya tahan tubuh
Hindari dingin

f. Klasifikasi
Rinitis Alergi
Definisi : Rinitis alergi adalah suatu rinitis yang terjadi karena adanya
reaksi hipersensitif yang bersifat khas dan timbul bila terjadi kontak
dengan alergen.
Klasifikasi
Musiman (seasonal)
Terdapat pada negara dengan empat musim.
Sepanjang tahun (perenial)
Biasanya terdapat pada negara tropis.
Etiologi
Alergen Inhalan
Debu rumah, tungau,bulu binatang, dll
Ingestan
Susu, coklat, telur, dll
Gejala
Bersin 3-5 X
Rinore
Terjadi sumbatan hidung tapi bisa juga tidak
Batuk kronis
Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi Anterior : mukosa pucat kebiruan
Mata kemerahan, gatal
Pada anak allergic skinners, allergic salut, nasal craese/linea nasalis
Faring : kasar, lateral band menebal, post nasal drip
Pemeriksaan penunjang
In Vivo
Prick test (Uji cukit kulit)
In Vitro
Ig E serum spesifik
I g E serum total
Eosinofil darah dan sekret hidung
Terapi
Hindari penyebab
Lantai tidak boleh disapu, perabot rumah polos, cukup sinar
matahari, kasur bantal busa, tidak memakai karpet dan bahan
berbulu.
Kebugaran jasmani
Medika mentosa
Anti Histamin :
- Generasi I : bersifat sedatif, short acting
Misal: Chlorpheniramine, diphenhydramine,dll
- Generasi Baru: non sedatif, long acting
Misal: loratadine, ceterizine, fexofenadine
Kortikosteroid topikal
Misal: triamcinolon, budesonide, mometasone
Dekongestan oral / topikal
Imuno terapi
Memberikan alergen yang sesuai dengan hasil tes kulit
Dosis bertahap, diberikan bila ada hub klinis-hasil tes kulit yg
jelas
Untuk rinitis alergi sedang sampai berat
Edukasi
Melakukan komunikasi aktif dua arah antara dokter dengan pasien.

Rinitis Hiperemika (R. medikamentosa)
Etiologi
Rebound effect ( pemakaian tetes hidung yang lama )
Gejala : Buntu hidung
Pemeriksaan Fisik : Mukosa tmpk. Udim, hiperemi , Konka nasi
hipertrofi
Terapi
Hentikan pemakaian obat
Kortiko-steroid
Dekongestan oral

Rinitis Vasomotor
Etiologi
Tidak spesifik, diduga akibat gangguan keseimbangan fungsi vaso-
motor dimana fungsi parasimpatis bertambah.
Faktor yang mempengaruhi
Kelembaban udara yang tinggi
Suhu udara dingin
Perubahan emosi
Latihan Jasmani
Faktor iritasi : asap rokok, bau yang merangsang
Faktor endokrin : kehamilan, pubertas, pil kontrasepsi
Patofisiologi
Belum diketahui dengan pasti
Gejala
Berdasarkan gejala yang menonjol dibedakan menjadi tiga golongan
yaitu golongan obstruksi (blokers), rhinore (runners) dan sneezers.
Pemeriksaan fisik :edema, mukosa berwarna merah gelap
Terapi
Hindari faktor pencetus
Simptomatis: dekongestan, diatermi, kaustik, kortiko-steroid
topikal.
Operasi Konkotomi, elektro-kauter

5. Faringitis
a. Definisi
Adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan
sekitarnya, biasanya timbul bersama dengan tonsillitis, rhinitis, dan
laryngitis.
Faringitis akut adalah suatu sindrom inflamasi dari faring dan/atau tonsil
yang disebabkan oleh beberapa grup mikroorganisme yang berbeda.
Faringitis dapat menjadi bagian dari infeksi saluran napas atas atau infeksi
lokal didaerah faring


b. Etiologi
Bakteri streptococcus pyogenes (streptococcus group A hemoliticus)
Streptokokus group C
Corynebacteria diphteriae
Neisseria gonorrhoe
Non bakteri misalnya adenovirus, influenza virus, parainfluenza,
rhinovirus, RSV, echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus,
EBV,dll.
Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab common
cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV (40-60%).
Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A, korine
bakterium, arkano bakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia
pneumonia (5-40%).
Bisa juga karena alergi, toksin, dan trauma.
c. Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi,
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang
meningkat. Eksudat mula - mula serosa tapi menjadi menebal dan
kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.
Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk
sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel
atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak
pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi
meradang dan membengkak.
d. Gejala
Demam tiba-tiba
Faring, palatum, tonsil berwarna merah dan bengkak
Nyeri tenggorokan
Terdapat eksudat purulen
Nyeri telan
Leukositosis dan dominasi neutrofil
Adenopati servikal
Malaise
Mual
Khusus untuk Faringitis oleh streptokokus :
Demam tiba2
Sakit kepala
Anoreksia
Nyeri tenggorokan
Nyeri abdomen
Rash/urtikaria
Tonsillitis eksudatif
Muntah
Adenopati servical anterior
Malaise
Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun
bakteri, tetapi lebih merupakan gejala khas untuk infeksi karena bakteri.
No FARINGITIS VIRUS FARINGITIS BAKTERI
1.

2.
3.

4.
5.

6.
Biasanya tidak ditemukan
nanah di tenggorokan
Demam ringan atau tanpa
demam
Jumlah sel darah putih normal
atau agak meningkat
Kelenjar getah bening normal
atau sedikit membesar
Tes apus tenggorokan
memberikan hasil negative
Pada biakan di laboratorium
tidak tumbuh bakteri
Sering ditemukan nanah di
tenggorokan
Demam ringan sampai sedang
Jumlah sel darah putih normal
sedang
Pembengkakan ringan sampai sedang
pada kelenjar getah bening
Tes apus tenggorokan memberikan
hasil positif untuk strep throat
Pada biakan di laboratorium tumbuh
bakteri

e. Pemeriksaan
Manifestasi klinis berbeda-beda tergantung apakah streptokokus atau virus
yang menyebabkan penyakit tersebut. Bagaimanapun, terdapat banyak
tumpang tindih dalam tanda-tanda serta gejala penyakit tersebut dan secara
klinis seringkali sukar untuk membedakan satu bentuk faringitis dari bentuk
lainnya.
Faringitis oleh virus biasanya merupakan penyakit dengan awitan yang
relatif lambat, umumnya terdapat demam, malaise, penurunan nafsu makan
disertai rasa nyeri sedang pada tenggorokan sebagai tanda dini. Rasa nyeri
pada tenggorokan dapat muncul pada awal penyakit tetapi biasanya baru
mulai terasa satu atau dua hari setelah awitan gejala-gejala dan mencapai
puncaknya pada hari ke-2-3. Suara serak, batuk, rinitis juga sering
ditemukan. Walau pada puncaknya sekalipun, peradangan faring mungkin
berlangsung ringan tetapi kadang-kadang dapat terjadi begitu hebat serta
ulkus-ulkus kecil mungkin terbentuk pada langit-langit lunak dan dinding
belakang faring. Eksudat-eksudat dapat terlihat pada folikel-folikel kelenjar
limfoid langit-langit dan tonsil serta sukar dibedakan dari eksudat-eksudat
yang ditemukan pada penyakit yang disebabkan oleh streptokokus.
Biasanya nodus-nodus kelenjar limfe servikal akan membesar, berbentuk
keras dan dapat mengalami nyeri tekan atau tidak. Keterlibatan laring
sering ditemukan pada penyakit ini tetapi trakea, bronkus-bronkus dan
paru-paru jarang terkena. Jumlah leukosit berkisar 6000 hingga lebih dari
30.000, suatu jumlah yang meningkat (16.000-18.000) dengan sel-sel
polimorfonuklear menonjol merupakan hal yang sering ditemukan pada
fase dini penyakit tersebut. Karena itu jumlah leukosit hanya kecil artinya
dalam melakukan pembedaan penyakit yang disebabkan oleh virus dengan
bakteri. Seluruh masa sakit dapat berlangsung kurang dari 24 jam dan
biasanya tidaka kan bertahan lebih lamna dari 5 hari. Penyulit-penyulit
lainnya jarang ditemukan.
Faringitis streptokokus pada seorang anak berumur lebih dari 2 tahun,
seringkali dimulai dengan keluhan-keluhan sakit kepala, nyeri abdomen
dan muntah-muntah. Gajala-gajala tersebut mungkin berkaitan dengan
terjadinya demam yang dapat mencapai suhu 40OC (104O F); kadang-
kadang kenaikan suhu tersebut tidak ditemukan selama 12 jam. Berjam-jam
setelah keluhan-keluhan awal maka tenggorokan penderita mulai terasa
sakit dan pada sekitar sepertiga penderita mengalami pembesaran kelenjar-
kelenjar tonsil, eksudasi serta eritem faring. Derajat rasa nyeri faring tidak
tetap dan dapat bervariasi dari yang sedikit hingga rasa nyeri demikian
hebat sehingga membuat para penderita sukar menelan. Dua per tiga dari
para penderita mungkin hanya mengalami eritema tanpa pembesaran
khusus kelenjar tonsil serta tidak terdapat eksudasi. Limfadenopati servikal
anterior biasanya terjadi secara dini dan nodus-nodus kelenjar mengalami
nyeri tekan. Demam mungkin berlangsung hingga 1-4 hari; pada kasus-
kasus sangat berat penderita tetap dapat sakit hingga 2 minggu. Temuan-
temuan fisik yang paling mungkin ditemukan berhubungan dengan
penyakit yang disebabkan oleh streptokokus adalah kemerahan pada
kelenjar-kelenjar tonsil beserta tiang-tiang lunak, terlepas dari ada atau
tidaknya limfadenitis dan eksudasi-eksudasi. Gambaran-gambaran ini
walaupun sering ditemukan pada faringitis yang disebabkan oleh
streptokokus, tidak bersifat diagnostik dan dengan frekuensi tertentu dapat
pula dijumpai pada faringitis yang disebabkan oleh virus4.Konjungtivitis,
rinitis, batuk, dan suara serak jarang terjadi pada faringitis yang disebabkan
streptokokus dan telah dibuktikan, adanya 2 atau lebih banyak lagi tanda-
tanda atau gejala-gejala ini memberikan petunjuk pada diagnosis infeksi
virus.
Bahan biakan tenggorokan merupakan satu-satunya metode yang dapat
dipercaya untuk membedakan faringitis oleh virus dengan streptokokus2,4.
Menurut Simon, diagnosa standar streptokokus beta hemolitikus kelompok
A adalah kultur tenggorok karena mempunyai sensitifitas dan spesifisitas
yang tinggi tergantung dari teknik, sample dan media. Bakteri yang lain
seperti gonokokus dapat diskrening dengan media Thayer-Martin hangat.
Virus dapat dikultur dengan media yang khusus seperti pada Epstein-Bar
virus menggunakan monospot. Secara keseluruhan dari pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya leukositosis.
Anamnesa
- Tenggorok terasa kering dan panas, kemudian timbul nyeri
menelan di bagian tengah tenggorok.
- Demam, sakit kepala, malaise.
Pemeriksaan
Tampak folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring
posterior atau terletak lebih lateral menjadi radang dan membengkak.
Tampak hiperemi, serta sekresi mucus meningkat.

f. Tata laksana
Untuk mengurangi nyeri tenggorokan diberikan obat pereda nyeri
(analgetik).
Obat hisap atau berkumur dengan larutan garam hangat.
Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dan remaja yang berusia
dibawah 18 tahun karena bisa menyebabkan sindroma Reye.
Jika diduga penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik.
Untuk mengatasi infeksi dan mencegah komplikasi (misalnya demam
rematik).
Jika penyebabnya streptokokus, diberikan tablet penicillin. Jika penderita
memiliki alergi terhadap penicillin bisa diganti dengan erythromycin atau
antibiotik lainnya.
Anti panas bila penderita panas
Makanan lembek, panas & pedas dilarang
g. Komplikasi
Sinusitis
Otitis media
Mastoidis
Abses Peritonsilar
Demam rematik
Glomerulonefritis
Komplikasi terpenting yaitu Deman Rematik (DR). Merupakan penyakit
peradangan akut yang menindak lanjuti faringitis yang disebabkan oleh
Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang
dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan
dewasa muda.

6. Tonsilitis
a. Definisi
Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan.
Radang tonsil pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya
sehingga infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga
disebut sebagai tonsilofaringitis. ( Ngastiyah,1997 )
b. Etiologi
Penyebab tonsilitis bermacam - macam, diantaranya adalah yang tersebut
dibawah ini yaitu :
- Streptokokus Beta Hemolitikus
- Streptokokus Viridans
- Streptokokus Piogenes
- Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet
infections )

c. Proses Patologi
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian
atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian
menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen
pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga
tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi
juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta
ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga
menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau
mulut serta otalgia
Pathways












Invasi kuman patogen (bakteri / virus)
Penyebaran limfogen
Faring & tonsil
Proses inflamasi
Tonsilitis akut hipertermi
Edema tonsil Tonsil & adenoid membesar











d. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
- nyeri tenggorok
- nyeri telan
- sulit menelan
- demam
- mual
- anoreksia
- kelenjar limfa leher membengkak
- faring hiperemis
- edema faring
- pembesaran tonsil
- tonsil hiperemia
- mulut berbau
- otalgia ( sakit di telinga )
- malaise
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
- Leukosit : terjadi peningkatan
- Hemoglobin : terjadi penurunan
- Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat

f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilitis akut tidak tertangani dengan
baik adalah :
Nyeri telan
Sulit makan & minum
Resiko perubahanstatus
nutrisi < dari kebutuhan
tubuh
Obstruksi pada tuba eustakii
Kurangnya pendengaran Infeksi sekunder
Otitis media
Gangguan persepsi sensori :
pendengaran
kelemahan
Intoleransi
aktifitas
- tonsilitis kronis
- otitis media
g. Penatalaksanaan
Penanganan pada klien dengan tonsilitis akut adalah :
antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin,
amoksisilin, eritromisin dll
antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
Analgesik

7. Abses Peritonsil
a. Etiologi
Komplikasi tonsillitis akut, infeksi kelenjar mucus weber.
b. Gejala
Odinofaga (nyeri menelan) hebat
Otalgia (nyeri telinga)
Muntah
Mulut berbau
Hipersalivasi
Suara gumam
Sukar membuka mulut
Pembengkaan kelenjar submandibula
Nyeri tekan didaerah wajah
c. Pemeriksaan
Palatum molle tampak bengkak dan menonjol kedepan
Fluktuasi uvula bengkak dan uvula terdorong kesisi kontra lateral
Tonsil bengkak dan hiperemi
d. Terapi
Antibiotic golongan penicillin atau klindamisin
Obat simptomatik
Kumur cairan hangat
Kompres dingin dileher
Pungsi daerah abses untuk mengeluarkan nanah, tempat insisi daerah
yang paling menonjol dan lunak atau pada garis pertengahan garis yang
menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi
yang sakit.

8. Hipertrofi Adenoid
a. Definisi
adenoid adalah masa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada
dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin waldeyer.
Secara fisiologi adenoid membesar pada anak usisa 3 tahun dan kemudian
mengecil dan menghilang pada usia 14 tahun.
Bila sering terinfeksi di saluran napas atas maka dapat terjadi hipertrofi
adenoid. Akibat dari hipertrofi ini akan menimbulkan sumbatan koana dan
sumbatan tuba eusthachius.
b. Gejala
Akibat sumbatan koana pasien bernapas dengan mulut. Sehingga terjadi:
- Fasies adenoid yaitu hidung kecil, gigi insisivus kedepan (prominem),
arkus faring faring tinggi wajah tampak bodoh
- Faringitis, bronchitis
- Gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasalis sehingga
menimbulkan sinusitis kronik
Akibat sumbatan tuba eusthachius
- Terjadi otitis media akut berulang kronik otitis media supuratif
kronis
Akibat hipertrofi adenoid
- Gangguan tidur
- Tidur mengorok
- Retrardasi mental
- Pertumbuhan fisik berkurang
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Rinoskopi anterior
- Pemeriksaan digital untuk meraba adenoid
- Radiologi
- Foto lateral kepala
d. Terapi
Bedah adenotomi dengan cara kuretase memakai adenotomi.
Indikasi adenoidektomi :
- Sumbatan
Bernapas menggunakan mulut
Sleep apnea
Gangguan menelan dan berbicara
Kelainan bentuk wajah dan gigi
- Infeksi
Adenoidititis berulang
Otitis media efusi
Otitis media akut



9. Laryngitis
Laringitis adalah inflamasi laring yang dapat disebabkan oleh proses infeksi
ataupun noninfeksi.
a. Etiologi
Laringitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur. Virus
merupakan etiologi laringitis yang paling sering, yaitu rhinovirus, virus
influenza, virus parainfluenza, adenovirus, coxsackievirus, coronavirus, dan
respiratory synsitial virus (RSV).
Sedangkan, beberapa bakteri yang menyebabkan laringitis yaitu :
Streptokokus grup A
Diphtheriae
Moraxella Catarrhalis
Mycobacterium tuberculosis; laringitis akibat bakteri ini biasanya sulit
dibedakan dengan kanker laring karena tidak terdapat tanda, gejala, dan
hasil pemeriksaan radiologis yang spesifik
Jamur juga dapat menyebabkan laringitis, yaitu :
Histoplasma
Blastomyces; biasanya menyebabkan laringitis sebagai komplikasi dari
inflamasi sistemik
Candida; biasanya menyebabkan laringitis dan esofagitis pada pasien
imunosupresi
Coccidioides
Cryptococcus
Laringitis juga merupakan akibat dari penggunaan suara yang berlebihan,
pajanan terhadap polutan eksogen, atau infeksi pada pita suara. Refluks
gastroesofageal, bronkitis, dan pneumonia juga dapat menyebabkan
laringitis. Selain itu, laringitis berkaitan dengan rinitis alergi. Onset dari
laringitis berhubungan dengan perubahan suhu yang tiba-tiba, malnutrisi,
atau keadaan menurunnya sistem imun.
b. Patofisiologi
Laringitis diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu laringitis akut dan
laringitis kronik.Laringitis akut terjadi akibat infeksi bakteri atau virus,
penggunaan suara yang berlebih, inhalasi polutan lingkungan. Laringitis
akut ditandai dengan afonia atau hilang suara dan batuk menahun. Gejala
ini semakin diperparah dengan keadaan lingkungan yang dingin dan kering.
Sedangkan, laringitis kronik ditandai dengan afonia yang persisten. Pada
pagi hari, biasanya tenggorokan terasa sakit namun membaik pada suhu
yang lebih hangat. Nyeri tenggorokan dan batuk memburuk kembali
menjelang siang. Batuk ini dapat juga dipicu oleh udara dingin atau
minuman dingin. Pada pasien yang memiliki alergi, uvula akan terlihat
kemerahan.
Laringitis kronik dapat terjadi setelah laringitis akut yang berulang, dan
juga dapat diakibatkan oleh penyakit traktus urinarisu atas kronik,
merokok, pajanan terhadap iritan yang bersifat konstan, dan konsumsi
alkohol berlebih. Tanda dari laringitis kronik ini yaitu nyeri tenggorokan
yang tidak signifikan, suara serak, dan terdapat edema pada laring.
Laringitis pada anak sering diderita oleh anak usia 3 bulan hingga 3 tahun,
dan biasanya disertai inflamasi pada trakea dan bronkus dan disebut sebagai
penyakit croup. Penyakit ini seringkali disebabkan oleh virus, yaitu virus
parainfluenza, adenovirus, virus influenza A dan B, RSV, dan virus
campak. Selain itu, M. Pneumoniae juga dapat menyebabkan croup.
Infeksi oleh bakteri dan virus menyebabkan inflamasi dan edema pada
laring, trakea, dan bronkus, sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas
dan menimbulkan gejala, yaitu berupa afonia, suara stridor, dan batuk.
Produksi mukus dapat terjadi dan menyebabkan obstruksi jalan napas
semakin parah. Tidak terdapat gangguan menelan. Gejala ini biasanya
muncul saat malam hari dan dapat membaik di pagi hari. Penyakit croup
dapat sembuh sendiri dalam waktu 3 5 hari.
c. Tanda dan Gejala
Afonia, yaitu suara serak atau hilang suara
Nyeri tenggorokan
Batuk karena teriritasi
Stridor, biasanya ditemukan pada anak-anak
Iritasi pada tenggorokan yang menggelitik sehingga memicu keinginan
untuk batuk, demam, dan nyeri tenggorokan
Rhinorrhea
Kongesti nasal
Pada pemeriksaan dengan laringoskopi, ditemukan tanda laringitis yaitu
eritem laring difus, edema, dan pembengkakan vaskular pada pita
suara. Pada laringitis kronik, dapat ditemukan nodul dan ulkus pada
mukosa.
d. Diagnosa
Diagnosis laringitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis yang berkaitan dengan
laringitis ini yaitu adanya batuk yang timbul sering di malam hari dan
terdengar kasar. Pemeriksaan fisik ini mencakup pemeriksaan telinga,
hidung, tenggorokan, dan leher. Pemeriksaan tenggorokan ini dapat
menggunakan scope yang kecil. Scope ini dimasukkan melalui hidung
hingga terlihat laringnya. Pemeriksaan ini dapat memperoleh informasi
mengenai keadaan saraf laringeal yang mengatur pergerakan pita suara.
Selain itu, suhu tubuh dapat normal atau naik sedikit. Auskultasi perlu
dilakukan untuk menilai suara napas di kedua paru.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
Laringoskop, yang menunjukkan adanya pita suara yang membengkak
dan kemerahan
Kultur eksudat pada kasus laringitis yang lebih berat
Biopsi, yang biasanya dilakukan pada pasien laringitis kronik dengan
riwayat merokok atau ketergantungan alkohol
pemeriksaan laboratorium CBC (complete blood cell count)
pemeriksaan foto toraks pada tanda dan gejala yang berat
e. Penatalaksanaan
Istirahat yang cukup, terutama pada laringitis akibat virus. Istirahat ini
juga meliputi pengistirahatan pita suara
Pemberian antibiotik; antibiotik tidak disarankan kecuali bila penyebab
berupa streptokokus grup A dapat ditemukan melalui kultur. Pada kasus
ini, antibiotik yang dapat digunakan yaitu penicillin
menghindari iritan yang memicu nyeri tenggorokan atau batuk
menghindari udara kering
konsumsi cairan yang banyak
konsumsi asetaminofen atau ibuprofen untuk mengurangi nyeri
berhenti merokok dan konsumsi alkohol
trakeostomi, jika terjadi edema laring
konsumsi antasida atau bloker histamin-2 pada laringitis dengan
penyebab GERD9
Sedangkan, penatalaksanaan laringitis kronik bergantung pada
mikroorganisme penyebabnya, yang biasanya ditemukan melalui biopsi
dan kultur.
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu laringitis kronik. Selain itu, dapat
terjadi perubahan suara jika gejala suara serak tersebut terjadi selama 2 3
minggu. Perubahan suara ini dapat diakibatkan oleh refluks asam lambung
atau pajanan terhadap bahan iritan. Hal tersebut berisiko untuk
menimbulkan keganasan pada pita suara. Pada pasien yang berusia lebih
tua, laringitis bisa lebih parah dan dapat menimbulkan pneumonia.
Penyakit croup jarang menimbulkan komplikasi, namun beberapa
komplikasi yang terjadi berkaitan dengan obstruksi jalan napas, yaitu
respiratory distress, hipoksia, atau superinfeksi bakteri. Kortikostreoid
dapat digunakan untuk mengurangi inflamasi. Pemberian epinefrin aerosol
menimbulkan efek konstriksi pada mukosa dan dapat mengurangi edema.
Prognosis dari laringitis ini biasanya baik. Langkah pencegahan laringitis
yang dapat dilakukan yaitu :
- Menghindari pasien laringitis
- Mencuci tangan secara teratur
- Menghindari keramaian8
- Pemberian vaksin H. Influenzae pada anak-anak
- Tidak menggunakan suara secara berlebihan

10. Epiglotitis
a. Definisi
Epiglotitis akut adalah infeksi pada mukosa epiglottis yang menyebabkan
oedem berat pada epiglottis sehingga menutup auditus laring.
Peradangan ini sering terjadi pada anak-anak kecil, biasanya terjadi pada
usia 2-5 tahun dan proses ini berjalan sangat cepat tanpa member gejala
yang spesifik sehingga bisa menimbulkan sumbatan jalan nafas yuang
mendadak
b. Etiologi
Disebabkan oleh infeksi virus Haemophilus influenza type B
c. Gejala
Panas disertai pusing
Epiglotitis bengkak kemerahan, oedem
Dispnea
Nyeri tenggorok menyebabkan sakit saat menelan sehingga biasanya
tidak mau makan atau minum. Bisa menyebabkan dehridasi bahkan
anoreksia
Ada timbunan air liur yang tidak tertelan, akibatnya air liur keluar
(ngiler)
d. Patogenesa
Pada anak-anak yang kondisi anatomi dan mekanisme pertahanan
tubuhnya belum berkembang dengan baik menyebabkan epiglotitis akut
lebih mudah menyerang anak-anak dari pada orang dewasa. Kondisi
anatomi yang dimaksud adalah :
Pada anak-anak mukosa epiglottis lebih banyak jaringan longgar dan
rima glottis lebih sempit.
Mukosa laring pada anak-anak lebih sensitive dan lebih mudah
membengkak dari pada orang dewasa
Pembengkakan yang merata pada daerah epiglottis akan mendesak
esophagus sehingga terjadi disfagia.
Mukosa epiglottis yang oedem apabila menjadi lebih progressif akan
menyebabkan sumbatan jalan nafas mendadak sehingga terjadi kegagalan
pernafasan dan menyebabkan kematian.
e. Pengobatan
Dengan diberikan Antibiotika, anti sakit ataupun anti bengkak.
Sebelumnya bisa dilakukan tindakan perbaikan keadaan penderita,
misalnya jika si penderita tidak bisa makan dan minum bisa diinfus dulu.
f. Komplikasi
Komplikasi yang sering adalah Pneumonia. Apabila infeksi virus
Haemofilus influenza type B ini disertai dengan infeksi virus jenis lain
bisa menyebabkan meningitis, perikarditis, otitis media.


11. Trakheitis
Suatu infeksi akut saluran pernafasan atas, tidak melibatkan epiglottis, tetapi
seperti epiglotitis dan croup dan mampu menyebabkan obstruksi jalan nafas
yang mengancam jiwa. Walaupun trakeitis seperti croup namun pengobatan
yang biasanya digunakan untuk croup (kabut, cairan intravena, epinefrin
rasemik aerosolisasi) tidak efektif untuk trakeitis. Kebanyakan para penderita
berumur kurang dari 3 tahun. Trakeitis bakteri biasanya terjadi pada
pascainfeksi virus pernafasan yang jelas (terutama laringotrakeitis). Trakeitis
merupakan komplikasi bakteri penyakit virus, bukan penyakit bakteri primer.
a. Etiologi
Staphylococcus aureus
S. pyogenes, Streptococcus pneumoniae, dan alpha hemolytic
streptococcal species lainnya
Moraxella catarrhalis
Haemophilus influenzae type B (Hib)
Spesies Klebsiella
Spesies Pseudomonas
Bakteri anaerob
Mycoplasma pneumonia
b. Manifestasi Klinis
Batuk keras dan kasar
Demam tinggi
Stridor inspirasi yang perlahan bertambah buruk
Fase inspirasi memanjang, suara nafas tambahan biasanya tidak
terdengar
Pembengkakan mukosa pada setinggi kartilago krikoid
Sekresi purulen
c. Terapi
Terapi antimikroba yang tepat, yang biasanya meliputi agen
antistafilokokus diberikan pada penderita dengan croup yang perjalanannya
memberi kesan trakeitis bakteri sekunder. Bila didiagnosis trakeitis bakteri
dengan laringoskopi langsung atau sangat dicurigai atas dasar klinis, jalan
nafas buatan biasanya terindikasi.

12. Bronchitis Akut
Infeksi dan inflamasi akut saluran napas besar
a.Etiologi
Virus (minimal 40%):
Influenza A dan B, Adenovirus, Rhinovirus, Coronavirus, Parainfluenza
virus, Respiratory synsitial virus, Herpes simplex.
Bakteri :
M. pneumoniae, M. catarrhalis, Chlamydia, S. Pneumonia
b. Gejala Klinis
Keluhan
1. Batuk dengan atau tanpa dahak
2. Demam ringan / sumer-sumer
3. Rasa tidak enak substernal
4. Sesak napas
5. Batuk darah
Pemeriksaan fisik : auskultasi dijumpai ronki basah, krepitasi, dan wheezing.
c. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : sputum cat gram, leukosit PMN dan kemungkinan bakteri
pathogen
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dengan foto toraks tidak
dijumpai infiltrat.
e. Diagnosis Banding
- Pneumoni
- Asma bronchial
f. Penyulit
Bronkospasme pasca infeksi yang ditandai dengan batuk tanpa dahak dan
wheezing sampai 4-6 minggu setelah infeksi reda. Pneumoni.
g. Penatalaksanaan
1. Simtomatis
Antitusif : DMP 15 mg sehari 2 kali, codein 10 mg sehari 3 kali, doveri 100
mg sehari 3 kali
Antipiretika : paracetamol 500 mg sehari 3 kali
Tidak perlu antibiotik
2. Terapi terhadap penyulit : bronkodilator, antibiotik.

13. Bronkhiolitis
a. Definisi
Merupakan penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sering
ditemukan pada bayi-bayi, terjadi akibat obstruksi pada bronkiolus.
Penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak
kejadian pada usia kira-kira 6 bulan dan di berbagai daerah penyakit ini
merupakan penyebab perawatan bayi di rumah sakit.
b. Etiologi
RSV/ Respiratory syncytial virus (95% kasus)
Parainfluenza virus
Adenovirus
Rhinovirus
Virus Influenza
Mycoplasma pneumoni
c. Patofisiologi
1. Virus melekat pd sel epitel kolumner bersilia pembelahan virus,
sitonekrosis, odem dan radang penyempitan lumen bronkiolus
tekanan intratorak negatif selama inspirasi udara masuk, terperangkap
dalam ruang alveolus hiperinflasi, ventilasi dan oksigenisasi
terganggu
2. Obstruksi partial Emfisema
3. Obstruksi total Atelektasis
d. Gejala
Manifestasi Klinis
1. Biasanya didahului infeksi saluran nafas atas dengan batuk, pilek, tanpa
demam atau subfebris
2. Sesak napas makin hebat, disertai napas cepat dan dangkal. Terdapat dispneu dengan
expiratory effort , retraksi otot bantu napas, napas cepat dangkal disertai napas
cuping hidung,
3. sianosis sekitar hidung dan mulut
4. gelisah
5. ekspirium memanjang atau mengi
6. Jika obstruksi hebat suara napas nyaris tak terdengar, ronki basah halus nyaring
kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi, suara perkusi paru hipersonor.(2)
Gejalanya berupa:
1. Batuk
2. Wheezing
3. Sianosis
4. Takipneu (pernapasan cepat)
5. Retraksi Intercostal
Pemeriksaan Fisik : Inspeksi : Suhu subfebris, retraksi ICS
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi : Ekspirasi Panjang, wheezing sound, ronkhi
Palpasi : Hepar lien teraba akibat hiper inflasi paru
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto dada anteropasterior dan lateral dapat terlihat
gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral serta dapat terlihat bercak konsolidasi yang
tersebar.
Analisis gas darah menunjukkan hiperkarbia sebagai tanda air trapping
asidosis respiratorik/metabolik.
f. Diagnosa
1. Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis yang khas pemeriksaan
fisik.
2. Foto Rontgen toraks menunjukkan paru-paru dalam keadaan hipererasi
dan diameter antero-posterior membesar pada foto lateral. Pada sepertiga
dari penderita ditemukan bercak-bercak konsolidasi tersebar disebabkan
atelektasis atau radang.
3. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam
batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik
maupun metabolik.
4. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
g. Diagnosa Banding
1. Asma bronchial
Keadaan ini harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga
timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan respons
terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan
bronkiolitis tidak.
2. Aspirasi benda asing
3. Bronkopneumonia
4. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang
disertai emfisema obstruktif dan gagal jantung.
5. Gagal jantung
6. Miokarditis
7. Fibrosis kistik
h. Penatalaksanaan
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita
dewasa bisa diberikan asetosal atau parasetamol; kepada anak-anak
sebaiknya hanya diberikan parasetamol.
Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan, serta
menghentikan kebiasaan merokok.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan
bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning
atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya
memiliki penyakit paru-paru.
Kepada penderita dewasa diberikan Kotrimoksazol. Tetrasiklin 250
500 mg 4 x sehari. Eritromisin 250 500 mg 4 x sehari diberikan selama
7 10 hari. Dosis untuk anak : eritromisin 40 50 mg/kgBB/hari.
Walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae.
Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin.
Bila ada tanda obstruksi pada pasien segera rujuk.
Anak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang
tinggi, sebaiknya dengan uap dingin ('mist-tenf). Keadaan ini dapat
mencairkan sekret bronkus yang liat. Untuk tujuan ini dapat juga
diberikan pengobatan inhalasi.
Oksigen perlu diberikan walaupun anak belum dalam keadaan sianosis.
Cairan intravena dengan elektrolit yang diperlukan diberikan untuk
mengoreksi asidosis respiratorik dan metabolik yang mungkin timbul
dan juga untuk mengoreksi kemungkinan dehidrasi
i. Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Infeksi sekunder oleh bakteri
3. Pneumothorak
4. Emfisema paru
5. Gagal napas
6. Otitis media akut
7. Pneumonia bakterial
8. Gagal jantung jarang dijumpai.

j. Prognosis
Tergantung berat-ringannya penyakit, cepatnya pengananan dan peny.
penyerta (peny. jantung)
Masa kritis 48-72 jam sesudah dispneu dimulai
Angka,kematian < 1%
Anak biasanya meninggal karena jatuh dalam keadaan apnu yang lama,
asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang
disebabkan oleh takipnea dan kurang makan-minum.

Perbedaan bronchitis akut dengan bronkhiolitis akut
Bronchitis akut Bronchiolitis akut
Pada anak (penderita morbili,
pertusis) dan orang tua
(dengan penyakit paru
menahun, asma)
Lebih sering menyerang anak
(usia 2 bulan-2tahun), juga
bias menyerang orang dewasa
(namun gejala kliniknya tidak
tampak)
Radang/infeksi pada bronkus Radang/infeksi pada bronkiolus
Perbedaan Asma dengan Bronchiolotis
DIAGNOSIS Tanda
Asma - Riwayat mengi berulang, beberapa
diantaranya tidak berkaitan dengan serangan
batuk dan pilek
- Hiperinflasi dada
- Ekspirasi memanjang
- Pengurangan pemasukan udara (jika berat
terjadi obstruksi udara)
- Respon baik terhadap bronkhodilator
Bronkhiolitis - episode pertama mengi pada anak umur < 2
tahun
- Hiperinflasi dada
- Ekspirasi memanjang
- Pengurangan pemasukan udara (jika berat
terjadi obstruksi udara)
- Kurang / tidak respon terhadap
bronkhodilator

14. Bronkopneumonia
Bronkopneumoniae merupakan salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Smelzer & Suzanne C, 2002:57).
a. Etiologi
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenza, Klebsiella
2. Virus : Legionella pneumonia
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makana, sekresi orofaringeal
b. Patofisiologi
Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas.
Dari saluran pernafasan bagian atas, bakteri bisa menjalar ke saluran nafas
bagian bawah dan juga bisa masuk ke pembuluh darah.
Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan dilatasi pembuluh darah
alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
Ekspansi kuman melalui pembuluh darah bisa sampai ke pencernaan dan
menginfeksi sehingga terjadi peningkatan flora normal di usus. Hal itu
menyebabkan peningkatan gerakan peristaltik sehingga terjadi diare. Diare
ini akan menyebabkan keseimbangan cairan tubuh akan terganggu.
c. Gejala
Demam
Batuk berdahak
Sesak nafas
Nyeri dada
Sakit kepala
Nyeri otot
Fatigue (kelelahan)
Delirium (kebingungan)
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah
Pada penderita bronkopneumoni pada pemeriksaan darah akan
ditemukan leukositosis.
Pemeriksaan sputum
Berguna untuk pemeriksaan mikroskopis dan kultur serta tes sensifitas
untuk mendeteksi agen infeksi.
Analisa gas garah
Untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.
Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia,
Sampel darah, sputum, dan urine untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba.
e. Pemeriksaan Radiologi
Rontgen Thorax
Jika pada foto toraks terdapat konsolidasi lobar maka terjadi infeksi
oleh pneumokokus atau klebsiella. Jika terdapat gambaran infiltrate
multiple makan terjadi infeksi oleh sstafilokokus dan haemofilus.
Laringoskopi atau Bronkoskopi
Untuk menentukan apakan jalan nafas tersumbat oleh benda padat atau
tidak.
f. Penatalaksanaan
Oksigen 1-2 liter / menit
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk transpor muskusilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit.
g. Komplikasi
Atelektasis
Empyema
Abses paru
Endokarditis
Meningitis

15. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah akut yang
mengenai parenkim paru dan distal dari bronkiolus terminalis (bronkiolus
respiratori dan alveolus) yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan gas setempat.
Terutama menyerang bayi dan anak kecil. Kejadian tertinggi ditemukan
pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur.
b. Etiologi
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya
infeksi melalui droplet sering disebabkan oleh Streotococcus Pneumoniae,
sedangkan infeksipada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan
Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme
penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti
gangguan kekebalan, penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan
antibiotik yang tidak tepat.
JENIS MIKROORGANISME
Bakteri Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus,
Hemophilus influenzae, Pseudomonas
aeruginosa
Virus atau
kemungkinan
virus
Respiratory syncitial virus, adenovirus,
Sitomegalovirus, Virus Influenza
Jamur Aspergilus, Koksidiomikosis,
Histoplasma, dll
Aspirasi Cairan amnion, makanan, cairan lambung,
benda asing
USIA BAKTERI PATOGEN
Neonatus Streptococcus group B, Escheria coli,
Klebsiella sp, Enterobactericeae
1-3 bulan Clamydia trachomatis
Usia prasekolah Streptococcus pneumonia, Hemophilus
influenzae type B, Staphylococcus
aureus,
Jarang : Streptococcus group A,
Moraxella catarhallis, Pseudomonas
Aeruginosa
Usia Sekolah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae

Ada tahapan-tahapan dalam infeksi pneumonia:
1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama)
Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin,
dan leukosit PMN mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari berikutnya)
Paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di
dalam alveoli yang terserang.
c. Patofisiologi
Ketika manusia sakit, daya tahan tubuh menurun, sehingga terjadi
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit.
Mekanisme mikroorganisme mencapai saluran pernapasan antara lain:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi
4. Kolonisasi di permukaan mukosa
Cara menginfeksinya:
Mikroorganisme dan sekret bronkus masuk ke dalam alveoli yang nantinya
menimbulkan radang (oedem). Lalu datanglah sel PMN dan diapedesis sel
eritrosit menginfiltrasi sekret tersebut sebagai permulaan fagositosis
sebelum terbentuk antibody. Kemudian sel PMN dengan bantuan leukosit
mengelilingi lalu memfagosit bakteri.
Ketika itu, ada 4 zona:
- Zona luar: alveolus terisi cairan oedem dan mikroorganisme
- Zona permulaan konsolidasi: ketika terjadi infiltrasi PMN dan eksudasi
eritrosit
- Zona konsolidasi: ketika terjadi fagositosis, dan jumlah PMN sangat
banyak
- Zona resolusi: tempat terjadi resolusi dengan banyak mikroorganisme
mati, leukosit, makrofag alveolar


Beberapa orang yang rentan (mudah terkena) pneumonia adalah:
- Peminum alkohol
- Perokok
- Penderita diabetes
- Penderita gagal jantung
- Penderita penyakit paru obstruktif menahun
- Gangguan sistem kekebalan karena obat tertentu (penderita kanker,
penerima organ cangkokan)
- Gangguan sistem kekebalan karena penyakit (penderita AIDS).
- Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan
perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari
dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir
yang tertahan.
Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus aureus,
pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
d. Gejala
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:
Batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah)
Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk)
Menggigil
Demam
Mudah merasa lelah
Sesak nafas
e. Diagnosis
Anamnesis
Diajukan untuk mengetahaui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi
Pemeriksaan fisik
Memperhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman
penyebab/patogenesis kuman dan tingkat berat penyakit
X-foto torax: infiltrat tersebar sampai bercak konsolidasi merata
Laboratorium: leukositosis 15.000-40.000/mm, predominan PMN,
hitung jenis bergeser ke kiri, LED meningkat. Jika leukositosis 50.000-
100.000/mm atau kurang dari 5000/mmprognosis buruk
Pemeriksaan mikrobiologi atau serologi: untuk diagnosa etiologi
f. Diagnosa Banding
Bronkiolitis
Gagal jantung
Aspirasi benda asing
Ateletaksis
Abses paru
Tuberkulosis
g. Penatalaksanaan
Antibiotika awal (24-72 jam pertama)
Umur 1-2bln: ampicilin + aminoglikosida (gentamicin) respons baik
dilanjutkan 10-14 hari
Umur >2bln: penicilin/ampicilin + kloramfenikoljika respons baik
dilanjutkan sd. 3 hari (biasanya cukup 5-7 hari)
Antibiotika selanjutnya
ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons klinis dalam
24-72 jam pengobatan awal
Antibiotik pengganti
tergantung pada kuman penyebab (gol. Sefalosporin)
Simptomatik & Suportif
Oksigen
Cairan, kalori dan nutrisi yang memadai
Fisioterapi
Koreksi elektrolit-metabolik
Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tat laksana
rutin yang harus diberikan. Inhalasi dengan B2 agonis dapat dilakukan
bila terdapat lendir yang berlebihan.
Evaluasi hasil pengobatan
Perbaikan klinis+radiologis
Bila kelainan radiologis tidak membaik selam 4-6minggu perlu
dipikirkan adanya TB, CA dll.


h. Pengobatan
Pengobatan terdiri atas antibiotic dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotic pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaan, akan tetapi akan tetapi karena
beberapa alasan, yaitu :
Pneumonia yang berat dapat mengancam jiwa.
Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
Hasil pembiakan kuman memerlukan waktu maka pada penderita
pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
i. Komplikasi
Efusi pleura dan empiema: terjadi sekitar 45% kasus
Komplikasi sistemik: meningitis, endokarditis, perikarditis, dapat terjadi
bersamaan dengan abses paru, sepsis.

16. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)
a. Definisi
Penyakit yang disebabkan oleh Virus (Corona Virus) yang menyerang
saluran pernapasan. Penularannya melalui tetesan air ludah yang keluar dari
batuk atau bersin si penderita.
b. Etiologi
Penyebab yang sudah berhasil diketahui adalah infeksi virus yang tergolong
ke dalam genus coronavirus yang bersifat tidak stabil bila berada di
lingkungan. Virus ini mampu bertahan selama berhari-hari di suhu kamar
dan mampu mempertahankan viabilitasnya dengan baik bila masih berada
di dalam feses.
Genus coronavirus berasal dari ordo nidovirales yaitu golongan virus yang
mempunyai selubung kapsul dengan genom RNA rantai tunggal.
c. Epidemiologi
Kasus SARS ditemukan di Belgia, Australia, Brazil, Cina, Hongkong,
Taiwan, Perancis, Jerman, Italia, Irlandia, Rumania, Spanyol, Switzerland,
UK, USA< Thailand, Singapura, Malaysia, Vietnam. Dari 2671 penderita,
103 orang meninggal. CFR = 3,9 %. Dan 30% dari seluruh penderita adalah
petugas kesehatan.

d. Patofisiologi
SARS dapat menular melalui droplet, misal saat penderita batuk/bersin,
virus akan terbawa dalam droplet yang akan menempel di kulit sebelum
masuk ke saluran pernapasan. Pada jaringan kulit, virus dalam droplet dapat
bertahan hingga 6 jam, dan bila droplet kering, virus akan bertahan selama
3 jam. Virus akan masuk ke saluran pernapasan dan menginfeksi saluran
napas, bereplikasi di epitel nasal sebelum memasuki traktus respiratorius
e. Pemeriksaan
SARS dicurigai hanya jika orang yang sudah terpapar dengan orang yang
tertular mengalami demam disertai batuk atau kesulitan bernafas. Orang
bisa terkana jika dalam 10 hari ke belakang mereka melakukan perjalanan
ke daerah dimana SARS akhir2 ini dilaporkan atau telah berhubungan tatap
muka dengan orang yang menderita SARS .
Jika seseorang dokter mencurigai SARS, sinar X pada dada biasanya
dilakukan. Dokter mengambil ludah dari hidung serta tenggorokan orang
tersebut untuk berusaha mengenali virus tersebut. Contoh dahak bisa jadi
diteliti. Darah dites untuk infeksi SARS ketika infeksi pertama kali dikenali
dan dilakukan lagi setelah tiga minggu kemudian. Jika orang tersebut
mengalami kesulitan bernafas, tes darah lainnya kemungkinan diperlukan.
Karena SARS adalah penyakit menular yang baru dikenali, departemen
kesehatan diberitahu kemungkinan adanya kasus.
f. Penatalaksanaan
I. Suspek SARS
1. Observasi 2x 24 jam,perhatikan : a) keadaan umum, b) Kesadaran, dan
c) Tanda vital (tekanan darah,nadi,frekuensi nafas,suhu)
2. Terapi suportif
3. Antibiotik : amoksisilin amoksilin ditambah anti laktamase oral
ditambah makrolid generasi baru oral
(roksitromisin,klaritromisin,azitromisin)
II. Probable SARS
A. Ringan / sedang
Terapi suportif
Antibiotik
Golongan betalaktam + anti betalaktamase (intravena) ditambah
makrolid generasi baru secara oral atau
Sefalosporin generasi ke -2 atau ke -3(intravena), ditambah makrolid
generasi baru atau
Fluorokuinilon respirasi (intravena) :
Moxifloxacin,Levofloxacin,Gatifloxacin
B. Berat
Terapi suportif
Antibiotik
Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas :
1. Sefalosporin generasi ke -3 (intravena) non pseudomonas ditambah
makrolid generasi baru atau
2. Fluoro kuinolon respirasi
Ada faktor risiko pseudomonas :
1. Sefalosporin anti pseudomonas (seftazidim, sefoperazon, sefipim)/
kabapenem (intravena) ditambah fluorokuinolon anti pseudomonas
(siprofloksasin)/aminoglikosida ditambah makrolid generasi baru
2. Kortikosteroid.Hidrokortison (intravena) 4mg/kg BB tiap 8 jam,tapering
atau metilprednisolon (intarvena) 240 320 mg tiap hari
Ribavirin 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/kg BB intravena tiap 8 jam
g. Komplikasi
Komplikasi meliputi :
Abses paru
Efusi pleural
Empisema
Gagal nafas
Perikarditis
Meningitis
Atelektasis
Hipotensi
Delirium
Asidosis metabolic
Dehidrasi
Penyakit multi lobular
Septikemi
Superinfeksi dapat terjadi sebagai komplikasi pengobatan farmakologis.
h. Prognosis
Setelah terjadinya perubahan di paru, maka perkembangan penderita SARS
dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu: (i) mayoritas penderita (80-90%)
menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada hari ke-6 atau 7, (ii) pada
sebagian kecil penderita, penyakitnya berkembang menjadi lebih gawat dan
penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom gangguan paru akut yang berat
sehingga membutuhkan bantuan pernapasan mekanis. Walaupun angka
kematian pada kelompok kedua ini tinggi, tetapi ada sejumlah penderita
yang dapat bertahan dengan ventilator mekanis untuk beberapa waktu yang
lama. Kematian pada kelompok ini seringkali berhubungan dengan adanya
penyakit-penyakit lain yang diderita penderita tersebut (faktor ko-morbid).
Umumnya, pada penderita-penderita yang berusia di atas 40 tahun dengan
penyakit lain, SARS lebih sering berkembang menjadi penyakit yang berat.
i. Pencegahan
Pasien harus diisolasi dengan menggunakan perlindungan umum yang
menggunakan perlindungan umum yang menyeluruh (universal precaution)
dengan baju pelindung yang menutup sempurna, sarung tangan, kaca mata
dan masker. Namun ini menjadi tidak praktis pada situasi epidemik
terutama di negara-negara yang miskin sumber daya.





17. Avian Influenza
a. Definisi
Penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa menyerang
unggas.
b. Etiologi
Virus influenza termuk dalam famili orthomyxovirue yang terdiri dari 3 tipe
yaitu A, B, C.Semua virus influenza A dapat menginfeksi burung
unggas,sehingga disebut avian influenza (AI).Dipihak lain tidak semua
subtipe virus influenza tipe A menyerang manusia. Subtype yang lazim
dijumpai pada manusia dari kelompok H1,H2,H3 serta N1 dan N2 yang
disebut human influenza. Penyebab dari avian influenza adalah virus tipe A
dengan subtipe H5N1.
Masa inkubasi avian influenza asngat pendek yaitu 2-4 hari. Manifestasi
klinis AI adalah batuk, pilek dan demam. Demam biaanya cukup tinggi
yaitu >38C. Gejala lain berupa nyeri tenggorokans,sefalgia,mialgia,dan
malaise.
Sifat Virus :
Dalam air sampai 4 hari pada suhu 22
0
C, 35 hari pada suhu 4
0
C dan >
30 hari pada suhu O
0
C
Dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas sakit dapat hidup lama
Virus mati pada pemanasan 60
0
C selama 30 menit atau 56
0
C selama 3
jam atau 80
0
C selama 1 menit. Pada telur ayam mati pada suhu 64
0
C
selama 4,5 menit
Virus mati dengan diterjen, disinfektan (formalin, cairan yg
mengandung iodin atau alkohol )
c. Patogenesis:
Penyebaran virus AI terjadi melalui udara (droplet infection) dimana virus
dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran nafas atau
langsung memasuki membrane alveoli (tergantung ukuran droplet) Virus
yang tertanam pada membrane mukosa akan terpajan mukoprotein yang
mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang
dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana
virus berasal. Virus AI manusia (Human influenza viruses) dapat berikatan
dengan alpha 2,6 sialiloglikosakarida yang berasal dari membrane sel
dimana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu
galaktosa yang melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan
membrane sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage.
Adanya mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat
mengadakn replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang
mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus
dengan sel epitel saluran nafas dapat dicegah. Tetapi virus yang
mengandung protein neurominidase pada permukaannya dapat memecah
ikatan tresebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan
saluran nafas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi
virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat
menyebar ke sel-sel di dekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari,
lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel columnar bersilia. Sel-sel yang
terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut kemudian mengalami
piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia
selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.
d. Manifestasi
a. Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) yang sakit/mati
mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya
dalam 7 ahri terakhir dalam 7 hari terakhir sebelum timbulnya gejala di
atas.
b. Pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas yang tidak
biasa dalam 14hari terakhir sebelum timbul gejala di atas.
c. Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir
sebelum timbul gejala di atas
d. Pernah kontak dengan specimen AI H5N1 dalam 7 hari sebelum timbul
gejala di atas (bekerja di laboratorium untuk AI)
e. Ditemukan lekopeni 3000/l
f. Ditemukan adanya titer antibody terhadap h5 dengan pemeriksaan HI
test menggunakan eritrosit kuda atau tes Elisa unruk influensa A tanpa
subtype
Atau
Kematian akibat Acute Rspiratory Distress Syndrome (ARDS)dengan satu
atau lebih gejala di bawah ini:
a. Lekopeni dengan atau tanpa trombositopeni (trombosit<150.000)
b. Foto toraks menggambrakan pneumonia apical atau infiltrate di kedua
sisi paru yang makin meluas pada serial

e. Gejala
Gejala dari Avian Influenza, mirip dengan influenza pada umumnya :
demam, batuk, nyeri tenggorokan dan nyeri otot, infeksi mata
(konjunctivitis), Pneumonia, acute respiratory distress.
f. Diagnosis
Karena memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan penyakit flu pada
umumnya, pasien yang terinfeksi oleh pathogen saluran nafas seperti
(adenovirus, coronavirus, rhinovirus) akan selalu mengatakan bahwa
mereka terkena flu.
Sehingga perlu dilakukan swab faring posterior untuk identifikasi bakteri
penyebabnya.
g. Tatalaksana :
Kebanyakan infeksi influenza, sembuh dengan sendirinya
Diberikan terapi symptomatic
Analgetik, antipiretik, vasokonstriktor/ dekongestan
Rehidrasi
Istirahat cukup
Antiviral (amantadine, rimantadine)
a. Influenza virus type B
Hanya ditemukan pada manusia
Menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada manusia
Tidak dapat menjadi suatu penyakit pandemic
b. Influenza virus type C
Dapat menginfeksi manusia dan babi
Dapat menimbulkan isidensi sporadic
Lebih jarang ditemukan daripada influenza virus type A dan B
h. Pencegahan
1. Jagalah kebersihan diri dan lingkungan. Banyak virus common cold
yang ditularkan melalui kontak dengan ludah yang terinfeksi, karena itu
untuk mengurangi penularan sebaiknya sering mencuci tangan,
membuang tisu kotor pada tempatnya serta membersihkan permukaan
barang-barang.
2. Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa
mengurangi resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang
dikeluarkan oleh seorang penderita.
18. Difteri
a. Definisi
Penyakit yang bersumber dari Corynebacterium diphtheria. Penularan
difteri dengan menghirup cairan dari mulut atau hidung orang yang
terinfeksi, dari jari jari atau handuk yang terontaminasi dan dari susu yang
terkontaminasi penderita.
b. Gejala
- Sakit tenggorok
- Demam
- Sulit bernapas dan menelan
- Mengeluarkan lender dari mulut da hidung
- Kelenjar getah bening dileher membesar dan terasa sakit
c. Terapi
- Eritromisin dan penicillin membantu menghilangkan kuman dan
menghentikan pengeluaran toksin
- Trakeotomi
- Vaksinasi DPT pada bayi
- Suntikan booster setiap 10 tahun

19. Pertusis
a. Definisi
Infeksi saluran respiratorik akut yang disebabkan oleh Bordatella pertusis.
Mengenai pejamu rentan .
Batuk spasmodik yang panjang, berakhir dengan batuk disertai suara keras
(whoop) dan muntah.
Penularan terjadi melalui percikan ludah (droplet infection)
Masa penularan 2 hari sebelum sampai 3 minggu setelah munculnya gejala
(anak tidak boleh sekolah sampai 3 minggu setelah munculnya gejala)
b. Epidemiologi
Insiden terbanyak pada negara berkembang . Risiko tertinggi: anak kurang
5 th, mortalitas pada bayi < 1 th . Penurunan kekebalan setelah remaja,
dewasa . Musiman, kontak di rumah
c. Patogenis
Droplet melekat pada epitel silia
4 tahap :
Perlekatan multiplikasi dan menyebar epitel mukosa nasofaring, trakea,
bronkus, bronkiolus
Perlawanan thdp mekanisme pertahanan penjamu
hambat migrasi limfosit & makrofag, pperubahan fungsi sel target,
sekresi histamin &serotonin, hambat reseptor B adrenergik, aktifitas insulin
di
Kerusakan lokal reaksi inflamasi, hioperplasia jar limfoid bronkial, pe
mukus, mucous plug, obstruksi dan kolaps paru, atelektasis, emfisem, ke
alveolus : bronkiektasis, + infeksi sekunder
Penyakit sistemik batuk beruntun & hebat ggn pertukaran oksige
hipoksia & sianosis; kerusakan SSP

d. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi: 6-20 hari (rata 7-10 hari), perjalanan penyakit 6-8 minggu,
gejala timbul 7-10 hr setelah infeksi
Sekresi lendir awalnya encer kental & lengket
Ada 3 stadium : kataral, paroksismal, konvalesen
1. Std Kataralis : 1-2 mgg, seperti influenza, batuk ringan, terutama malam
hr, pilek, anoreksia, demam ringan.
Tidak dipikirkan diagnosis pertusis .Sangat menular
2. Std Paroksismal/spasmodik : 1-4 mgg, batuk paroksismal, khas
(inspirasi panjang melewati celah glotis yg menyempit shg bunyi
whooping diikuti batuk berkepanjangan, inspirasi lg panjang diikuti
rentetan batuk, dst) 5-8 kali shg muka merah padam diakhiri muntah,
sianotik
3. St. Konvalensi : 2 mgg, batuk & muntah berkurang, nafsu makan
normal. Batuk paroksismal rekuren bisa berlangsung lama
e. Tata Laksana
Suportif
Eradikasi
Pencegahan
Suportif
Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna, tidak mampu makan beri porsi
kecil sering (small but frequent)
Beri makanan setelah muntah (lendir kental telah keluar dari lambungnya)
Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
Kompres hangat bila demam
Penghisapan lendir secara teratur
Berikan oksigen bila perlu
Eradikasi
Antibiotik
- Eritromisin : 50mg/kgBB/hr dibagi 3-4 dosis14hr
- Klarithromisin 15 mg/kgBB/hr dibagi 2 dosis , 7 hari
- Azithromisin 10 mg/kgBB/hr, 1x, 3 hari
- TMP 8 mg/kg/BB/hr,SMX 40 mg/kgBB/hr, dibagi 2 dosis, 14 hari
Kloramfenikol efektif pada minggu pertama sakit, selewat masa itu
ditujukan untuk menghentikan penularan.
Bila anak cukup besar, sakit tidak parah, penderita tidak perlu dirawat.
Nasehat agar selalu mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan
segera kontrol.

20. Ebola
a. Definisi
Ebola adalah virus Ebolavirus (EBOV), genus virus dan penyakit demam
hemorrhagic Ebola (EHF), virus demam hemorrhagic (VHF).Terdapat
empat spesies yang diakui dalam ebolavirus genus, yang memiliki nomor
strain tertentu.'' Zaire virus'' adalah spesies tipenya, yang juga yang pertama
ditemukan dan paling mematikan.Micrographs elektron menunjukkan
panjang filamen, karakteristik keluarga virus Filoviridae.Virus mengganggu
pada sel-sel endotel yang lapisan permukaan interior pembuluh darah dan
kaskade.Sebagai dinding pembuluh darah yang rusak dan platelet mampu
mengentalkan, pasien menyerah hypovolemic shock.Ebola ditularkan
melalui cairan-cairan tubuh.Eksposur kulit dan conjunctiva juga dapat
menyebabkan untuk transmisi, tetapi untuk tingkat yang lebih rendah.Ebola
pertama muncul pada tahun 1976 di Zaire.Itu, bagaimanapun, tetap sebagian
besar tidak jelas sampai 1989 dengan wabah luas dipublikasikan di Reston.
b. Gejala
Periode inkubasi-nya dapat berkisar dari 2 sampai 21 hari tetapi umumnya
5-10 hari.Gejala bervariasi dan sering muncul tiba-tiba. Awal gejala
termasuk demam tinggi (setidaknya 38.8 C, 101.8 F), sakit kepala parah,
otot, bersama, atau sakit perut, kelemahan parah, kelelahan, sakit
tenggorokan, mual, pusing, internal dan eksternal pendarahan. Sebelum
pecahnya dugaan, gejala-gejala awal ini dengan mudah keliru untuk malaria,
demam tipus, disentri, influenza, atau berbagai infeksi bakteri, yang semua
jauh lebih umum dan dapat diandalkan kurang fatal.
Ebola mungkin kemajuan menyebabkan gejala yang lebih serius, seperti
diare, kotoran berdarah atau gelap, muntah darah, mata merah distension dan
pendarahan arteriola sclerotic, petechia, penyakit ruam dan purpura.Gejala
lain, sekunder termasuk hipotensi (tekanan darah rendah), hypovolemia dan
tachycardia. Interior pendarahan yang disebabkan oleh reaksi antara virus
dan platelet yang memproduksi bahan kimia yang akan dipotong sel-ukuran
lubang dinding kapiler.
Kadang-kadang, internal dan eksternal pendarahan dari lubang, seperti
hidung dan mulut, juga dapat terjadi, juga dari luka-luka yang sembuh
belum sepenuhnya diketahui cirinya seperti jarum-lubang situs.Ebola virus
dapat mempengaruhi tingkat sel darah putih dan platelet, mengganggu
pembekuan. Lebih dari 50% dari pasien akan mengembangkan beberapa
derajat hemorrhaging.
c. Diagnosis
Metode diagnosis Ebola termasuk pengujian sampel air liur dan urin.Ebola
didiagnosis dengan tes Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay
(ELISA).Metode diagnosis ini telah menghasilkan hasil yang berpotensi
ambigu selama situasi non-wabah. Setelah Reston, dan dalam upaya untuk
mengevaluasi asli uji, Dr Karl Johnson dari CDC diuji San Blas Indian dari
Amerika Tengah, yang tidak punya sejarah Ebola infeksi, dan mengamati
2% hasil positif. Peneliti lain kemudian diuji sera dari penduduk asli
Amerika di Alaska dan menemukan persentase yang sama hasil positif.
Untuk memerangi positif palsu, tes lebih kompleks yang didasarkan pada
sistem ELISA dikembangkan oleh Tom Kzaisek di USAMRIID, yang
kemudian diperbaiki dengan antibodi Immunofluorescent analisis
(IFA).Namun tidak digunakan selama serosurvey mengikuti Reston.Tes ini
tidak tersedia secara komersial.
d. Perawatan
Ada tidak ada standar perawatan untuk Ebola demam
hemorrhagic.Perawatan terutama mendukung dan termasuk meminimalkan
prosedur invasif, menyeimbangkan elektrolit, dan, karena pasien sering
mengalami dehidrasi, menggantikan hilang kaskade faktor untuk membantu
menghentikan pendarahan, mempertahankan tingkat oksigen dan darah, dan
memperlakukan semua infeksi yang rumit.Pusat plasma (faktor-faktor dari
orang-orang yang terlestarikan Ebola infeksi) menunjukkan janji sebagai
pengobatan untuk penyakit.Ribavirin tidak efektif.Interferon juga dianggap
tidak efektif. Dalam monyet, administrasi inhibitor kaskade (rNAPc2) telah
menunjukkan beberapa manfaat, melindungi 33% dari hewan yang terinfeksi
dari biasanya 100% (untuk monyet) mematikan infeksi (Namun, inokulasi
ini tidak bekerja pada manusia). Pada awal 2006, para ilmuwan di
USAMRIID mengumumkan tingkat 75% pemulihan setelah menginfeksi
empat Monyet rhesus dengan '' Ebolavirus'' dan pemberian obat-obatan
antisense Morpholino. Pengembangan antisense Morpholino peningkatan
conjugated dengan sel menembus peptida sedang berlangsung.
e. Prognosis
Ebola hemorrhagic demam mematikan dan mencakup berbagai gejala
termasuk demam, muntah, diare, sakit umum atau malaise, dan kadang-
kadang internal dan eksternal pendarahan.Rentang waktu dari onset gejala
mati adalah biasanya antara 2 dan 21 hari. Pada minggu kedua infeksi,
pasien akan baik defervesce (the demam akan mengurangi) atau mengalami
kegagalan sistemik multi-organ. Tingkat kematian biasanya tinggi, dengan
tingkat fatalitas kasus manusia yang berkisar 5089%, tergantung pada
spesies atau strain virus.Penyebab kematian ini biasanya disebabkan oleh
kegagalan shock atau organ hypovolemic.

21. ARDS
ARDS adalah suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar
membran kapiler alveoli sehingga menyebabkan edema paru akibat
peningkatan permeabilitas. Hal ini dapat timbul sebagai komplikasi pada
berbagai penyakit interna dan bedah. Harus dibedakan antara ARDS dengan
acute lung injury (ALI) yaitu suatu bentuk ARDS yang lebih ringan.
a. Patogenesis
Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh kapiler
paru (misalnya pada gagal jantung kiri), tapi edema paru pada ARDS
timbul akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar.
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara tekanan onkotik
(osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan
hidrostatik yang pada gagal jantung menyebabkan edema paru. Sedangkan
pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume overload
dan diikuti edema paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau
malnutrisi menyebabkan tekanan onkotik sehingga terjadi edema paru.
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan
cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli.
Pada ARDS dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam
kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil
yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel yang
kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan
mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses
kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit
dan hasilnya adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan
permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat
yang kaya protein dan banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi
sehingga terbentuk membran hialin.
Karakteristik edema paru pada ARDS/ALI adalah tidak adanya peningkatan
tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal). Hal ini dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan Swan-Ganz cathether. Tekanan baji paru menggambarkan
tekanan atrium kiri dan pada ARDS < 18 mmHg.
b. Etiologi
ARDS terjadi jika paru-paru terkena cedera baik secara langsung
maupun tidak langsung. Berdasarkan mekanisme patogenesisnya maka
penyakit dasar yang menyebabkan sindrom ini dapat dibagi menjadi 2
kelompok :
1. Penyakit yang langsung mengenai paru-paru
- Aspirasi asam lambung
- Tenggelam
- Kontusio paru
- Infeksi paru yang difus
- Inhalasi gas toksik
- Keracunan oksigen
2. Penyakit yang tidak langsung mengenai paru-paru
- Sepsis
- Pankreatitis akut
- Trauma multipel
- Penyalahgunaan obat
- Renjatan hipovolemik
- Transfusi berlebihan
- Pasca transplantasi paru
- Pasca operasi pintas jantung-paru
c. Terapi ARDS
Terapi umum
- Istirahat
- Mutlak rawat inap untuk :
o Mengobati penyakit dasarnya
o Dipasang ventilator/intubasi dengan kecepatan pernapasan 15-
25x/menit, kadar oksigen 100% lalu berangsur-angsur diturunkan
o Continous positive airway pressure (CPAP) dapat mencegah
atelektaksis alveolar, mengurangi disfungsi ventilasi/perfusi dan
membantu kerja pernapasan
o Pemberian PEEP (positive End Expiratory Pressure) bila kadar oksigen
rendah, mulai dari tekanan 5 cm H2O
o Fisioterapi dan perubahan ke posisi telungkup
o Pemberian nitrat oksida (vasodilator pulmonal) dengan dosis 20 ppm

22. Flu Burung
a. Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A .Virus influenza
termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-
ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi.
Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase
(N) .Kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu
burung yang banyak jenisnya.
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2,
H1N2, H7N7.Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N98. Strain yang
sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A
H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu
22 C dan lebih dari 30 hari pada 0 C. Virus akan mati pada pemanasan
60 C selama 30 menit atau 56 C selama 3 jam dan dengan detergent,
desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodin.
b. Gejala
Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia.
a. Gejala pada unggas
- Jengger berwarna biru
- Borok di kaki
- Kematian mendadak
b. Gejala pada manusia
- Demam (suhu badan diatas 38 C)
- Batuk dan nyeri tenggorokan
- Radang saluran pernapasan atas
- Pneumonia
- Infeksi mata
- Nyeri otot

Masa Inkubasi
- Pada Unggas : 1 minggu
- Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari
sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari .
c. Penularan
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas kemanusia,
melalui air liur, lendir dari hidung dan feces. Penyakit ini dapat menular
melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau
sekreta burung/unggas yang menderita flu burung.Penularan dari unggas
ke manusia juga dapat terjadi jika bersinggungan langsung dengan unggas
yang terinfeksi flu burung. Contohnya: pekerja di peternakan ayam ,
pemotong ayam dan penjamah produk unggas lainnya.
d. Penyebaran
Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain:
Ayam dan manusia di Hongkong. Selama wabah tersebut Pada tahun 1997
Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi berlangsung 18 orang telah
dirawat di rumah sakit dan 6 diantaranya meninggal dunia. Untuk
mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5
juta ayam yang terinfeksi flu burung.
Pada tahun 1999, di Hongkong dilaporkan adanya kasus Avian Influenza
A (H9N2) pada 2 orang anak tanpa menimbulkan kematian.
Pada tahun 2003, di Hongkong ditemukan lagi dua kasus Avian Influenza
A (H5N1) dan satu orang meninggal.
Pada tahun 2003, di Belanda ditemukan 80 kasus Avian Influenza A
(H7N7) dan satu diantaranya meninggal.
Pada tahun 2004 terjadi lagi 25 kasus Avian Influenza A (H5N1) di
Vietnam (19) dan Thailand (6) yang menyebabkan 19 orang meninggal (5
di Thailand, 14 di Vietnam)
e. PENCEGAHAN

a. Pada Unggas:
1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
2. Vaksinasi pada unggas yang sehat
b. Pada Manusia :
1.Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)
a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu
burung.
c. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
d. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
e. Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
f. Imunisasi.
2.Masyarakat umum
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi &
istirahat cukup.
b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
- Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada
tubuhnya)
- Memasak daging ayam sampai dengan suhu 80C selama 1 menit dan
pada telur sampai dengan suhu 64 C selama 4,5 menit.
f. PENGOBATAN
Pengobatan bagi penderita flu burung adalah.
1) Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
2) Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
3) Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7
hari.
4) Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam waktu
48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB perhari dibagi
dalam 2 dosis. Bila berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali
sehari.























Daftar Pustaka


Ilmu Penyakit THT. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ke 5. Jakarta : Balai penerbit FKUI
Kamus saku Kedokteran Dorland edisi 28. Elsevier.
RSUD dr Soetomo, 2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung dan Tenggorok. Surabaya .
RSUD dr Soetomo, 2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit
Paru. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai