BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan
bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum
yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
yang tidak dikendalikan.
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per
1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah
satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan
proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu
penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih dikenal sebagai
kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling
berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa
berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui tentang kelainan neonatus resiko tinggi yaitu mengenai ikterus.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian ikterus
2. Untuk mengetahui penyebab dari ikterus neonatus
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ikterus noenatus
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan ikterus neonates
5. Untuk mengetahui jenis ikterus dan penatalaksanaannya
BAB II
Tinjauan Pustaka
A.Definisi
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan
bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum
yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
yang tidak dikendalikan.
B.Parameter
1. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir,tidak mempunyai
dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus.yang tanda-tandanya sebagai
berikut :
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b. Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5mg%
pada neonatus kurang bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5mg% per hari
d. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1mg%
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
2. Ikterus patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.tanda-tandanya sebagai berikut :
1) Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan
2) Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam
3) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau
sepsis)
4) Ikterus yang disertai oleh:
o Berat lahir <2000 gram
o Masa gestasi 36 minggu
o Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)
o Infeksi
o Trauma lahir pada kepala
o Hipoglikemia, hiperkarbia
o Hiperosmolaritas darah
5) Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada
NKB)
D.Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang
tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompabilitas golongan
darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perdarahan
tertutup (hematom cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompabilitas darah Rh, infeksi
juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaan ini terutama
terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah
hipoksia/anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia, dan polisitemia.
E.Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang paling nyata terlihat pada perubahan warna kulit dan sklera yang
menjadi kuning.
F.Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 %
bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan
sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan
kematian.
G.Patofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh oleh tubuh.
Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi
berasal dari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin
tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa.
Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang
sulit diekskresi dan mudah melalui membrane biologic seperti placenta dan sawar darah otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor
membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi
persenyawaan dengan ligandin ( protein-Y), protein-Z, dan glutation hati lain yang
membawanya ke reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan
bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat
diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskesi melalui
duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan
keluar dari tinja sebagai sterkobilin.Dalam usus sebagian diarbsorbsi kembali oleh mukosa
usus dan terbentuklah proses arbsorpsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari
pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus.
Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit
yang lebuh pendek (80–90hari), dan belum matangnya fungsi hepar. Peningkatan kadar
bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering adalah apabila
terdapat pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur
eritrosit bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan
sirkulasienterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y
dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau keadaan
anoksia/hipoksia.
Keadaan lain yang dapat memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan konjugasi hepar ( defisiensi enzim glukoronil transferase ) atau bayi menderita
gangguan eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu
ekstra/intrahepatik.
H.Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakan
diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat
inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini
ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah kehamilan dengan
komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan
diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine,infeksiintranatal,dan lain-lain.Secara
klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari kemudian.
Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai
jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit
tampak kehijauan. Penilaian ini sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi
sendiri.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang
cukup berarti memerlukan penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup penentuan fraksi
bilirubn langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung lekosit, golongan
darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan darah tepi.
Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan memperlihatkan petunjuk adanya
hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis
hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek
normal, makamungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis. Ikterus
fisiologis. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1 – 3
mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl /24 jam; dengan demikian
ikterus baru terlihat pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 – 4, dengan
kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya
menurun sampaikadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5 – 7
kehidupan.Hiperbilirubin patologis. Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden
kernikterus yang tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18 – 20
mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan
kernikterus pada kadar yang lebih rendah ( 10 – 15mg/dl)
I.Diagnosis Banding
Ikterus yang timbul 24 jam pertatama kehidupan mungkin akibat eritroblstosis foetalis,
sepsis, rubella atau toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan
dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya.
Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi petunjuk
adanya septicemia, atresia kongental saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubella,
hepatitis herpetika, anemiahemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan dan
sebagainya.Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk adanya
apa yang dinamakan “inspissated bile syndrome”.
Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parenteral total. Kadang bilirubin fisiologis
dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita
penyakit hipotiroidisme atau stenosis pylorus.
L.Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar bilirubin serum (total)
2. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap
galaktosemia.
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan
pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
Penilaian Ikterus menurut Kramer
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin
1 Kepala dan leher 5 mg%
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 mg%
3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan tungkai 11 mg%
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki di bawah dengkul 12 mg%
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16 mg%
(Sarwono,2008)
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan
bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum
yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
yang tidak dikendalikan.
Penanganan ikterus neonatorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas
ikterus (kadar bilirubin serum) jenis bilirubin,dan sebab terjadinya ikterus. Untuk
mendaptkan peganagn yang baik,pengobatan dan pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu
dilakukan didasarkan pada timbulnya ikterus naiknya kadar bilirubin serum.
B.Saran
waspadai tanda dan gejala sedini mungkin anak mengalami ikterus,orang tua perlu perhatikan
pada anak jika terjadi Dehidrasi/Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,
muntah-muntah),Pucat Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan
golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular,Trauma
lahir:Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.Pletorik
(penumpukan darah) : Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali
pusat, bayi KMK Letargik dan gejala sepsis lainnya serta Petekiae (bintik merah di kulit).jika
bayi dalam keadaan seperti ini maka orang tua perlu mencurigai akan tanda-tanda bahwa bayi
mengalami ikterus dan segera konsultasikan ke dokter atau dokter spesialis anak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ilmu Kebidanan 2007 edisi 3,Jakarta Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Bobak.2004.buku ajaran keperawatan maternitas.jakarta:EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika
Hamilton,P.M. 1995 . Dasar-dasar keperawatan maternitas .Jakarta :EGC
Helen Farrer RN RM . 1999. Perawatan maternitas. Jakarta : EGC