Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN

DI RUANG MELATI RSUD Dr. H SOEWONDO KENDAL

Disusun oleh :

SOFA SUFIANA
SK321045

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
2022

A. Pengertian
Bilirubin adalah sejenis pigmen yang dihasilkan dari pemecahan sel darah merah. Ia
kemudian diproses di dalam hati sebelum dikeluarkan ke dalam tinja. Penyakit kuning sering
terjadi pada bayi. 50% bayi akan mengalami penyakit kuning pada minggu pertama kehidupan.
Hiperbilirubin merupakan penyakit dimana kadar bilirubin di dalam darah meningkat dengan
nilai yang melampaui batas normal. Peningkatan tersebut terjadi akibat polycelietnia,
ecchymosis atau gangguan fungsi hati, isoimmune hemolytic disease, kelainan enzim dan
struktur dalam sel darah merah, hemoilosis ekstravaskuler, keracunan obat (kortikosteroid,
salisilat, klorampenikol), cephalhematoma, jaundice ASI, obstruksi empedu atau atresia biliari,
defisiensi glukoronil transferase, masalah inetabolik, infeksi serta galaktosemia
hypothyroidisme. Kuning dalam istilah dunia kedokteran disebut dengan jaundice atau ikterus.
Istilah jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune, yang berarti kuning) atau ikterus (berasal
dari bahasa Yunani icteros) menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran
mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Kuning sering
ditemukan pada sekitar 60% bayi baru lahir yang sehat dengan usia gestasi > 35 minggu.

B. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan yaitu :
1. Polychetemia (Peningkatan jumlah sel darah merah)
2. Isoimmun Hemolytic Disease
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia biliari),
infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir
prematur, asidosis.

C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke
tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya
merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak
kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna
kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis yang disertai ketegangan otot.

D. Patofisiologi
Sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada Bilirubin adalah
produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika
RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan
globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi
bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh
anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan
gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita
gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu
intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan
efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan
yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek
Akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat
lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena
trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya
sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada
sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada
otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati
sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia, dan
hipoglikemia.
E. WOC
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)


a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl
dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c. Protein serum total.

2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.


3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia
billiari.

G. Penatalaksanaan Medis

1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).

2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa
furokolin.

3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.

4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.

Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan

billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak

begitu sering digunakan.

5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.

6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk

menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin

dari billiverdin.

7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
H. Pengkajian
1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh , Abo,
Polisitemia,infeksi, Hematoma, Obstruksi, Pencernaan dan Asi.
2. Pemeriksaan fisik :
a. Kuning , Pallor Konvulsi, Letergi, Hipotonik, Menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, Iritabilitas.
b. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah
orang tua merasa bersalah, masalah bonding, perpisahan dengan anak.
c. Pengetahuan keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih
lanjut , apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama , tingkat pendidikan ,
kemampuan mempelajari hiperbilirubinemia.

I. Diagnose
1. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan
phototerapi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi

J. Intervensi

Diagnose NIC NOC Rasional


Resiko tinggi Setelah di lakukan 1. Kaji BBL terhadap 1. BBL sangat rentan
cedera b.d. tindakan adanya terhadap hiperbilirubinemia
meningkatny keperawatan hiperbilirubinemia 2. phototerapi berfungsi
a kadar selama 3x24 jam setia 2-4 jam lima mendekomposisikan
bilirubin klien membaik hari pertama bilirubin dengan
toksik dan dengan kriteria kehidupan photoisomernya. Selama
komplikasi hasil : 2. Berikan phototerapi phototerapi perlu
berkenaan Klien tidak 3. Jelaskan fungsi diperhatikan adanya
menunjukan gejala fototherapy komplikasi seperti:
phototerapi.
sisa neurologis dan 4. Kolaborasi hipertermi, Konjungtivitis,
berlanjutnya pemberian transfusi dehidrasi
komplikasi tukar 3. Agar keluarga pahan
phototerapi tentang prosdeur yang akan
di lakukan
4. Transfusi tukar dilakukan
bila terjadi
hiperbilirubinemia
pathologis karena
terjadinya proses
hemoliitik berlebihan yang
disebabkan oleh ABO
antagonis
Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji Output 1. Output yang berlebihan atau
integritas tindakan 2. Pertahankan intake tidak seimbang dengan intake
kulit b.d. efek keperawatan cairan akan menyebabkan gangguan
dari selama 3x24 jam 3. Jelaskan kepada keseimbangan cairan
phototerapi pasien membaik keluarga tentang 2. Agar intake yang masuk tetap
dengan kriteria penting seimbang dengan intake yang
hasil: keseimbangan cairan keluar
1. Tidak ada 4. Kolaborasi dengan 3. Agar keluarga paham tentang
tanda- tanda dokter tentang kondisi pasien
dehidrasi pemberian cairan 4. Untuk mencegah terjadinya
2. Turgor baik dehidrasi
3. Tidak terjadi
penurunan
kesadaran
Resiko tinggi Setelah di 1. Monitor adanya 1. Deteksi dini kerusakan
kekurangan lakukan kerusakan integritas kulit
volume intervensi integritas kulit 2. Feses dan urine yang bersifat
cairan b.d. keperawatan 2. Bersihkan kulit asam dapat mengiritasi kulit
phototerapi selama 3x24 jam bayi dari 3. Perubahan posisi
pasien membaik kotoran setelah mempertahankan sirkulasi
dengan kriteria BAB, BAK yang adekuat dan mencegah
hasil : 3. Lakukan penekanan yang berlebihan
Tidak terjadi perubahan posisi pada satu sisi
kerusakan setiap 2 jam 4. Agar keluarga pahan tentang
integritas kulit 4. Jelaskan pentingnya menjaga
keluarga tentang kelembaban kulit
pentingnya 5. Untuk mencegah kerusakan
menjaga kulit lebih parah.
kelembaban
kulit
5. Kolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian
salep
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi.
EGC. Jakarta

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014.


Jakarta : EGC

Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta

Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka.

Jakarta. Pedoman Praktek Klinik: Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011)

Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan : Konsep,
Proses dan Praktis Volume 2. EGC :Jakarta

Anda mungkin juga menyukai