Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2011). Nilai normal
bilirubin indirek 0,3-1.1 mg/dl & bilirubin direk 0,1-0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau
tidak ditanggulangi dengan baik (Wiknjosastro, 2010).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya
kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2010).

2. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut :
1). Polychetemia (Peningkatan jumlah sel darah merah)
2). Isoimmun Hemolytic Disease
3). Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4). Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5). Hemolisis ekstravaskuler
6). Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu
(atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia,
hipotiroid jaundice ASI
7). Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan
albumin; lahir prematur, asidosis.
(Sumber: Hidayati, 2016)
3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1). Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2). Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3). Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke
lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4). Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5). Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat
6). Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7). Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8). Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9). Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10). Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2010)

4. Komplikasi
1). Bilirubin encephahalopathi
2). Kernikterus ;kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang
melengking.
3). Asfiksia
4). Hipotermi
5). Hipoglikemi
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2010)
5. Patofisiologi dan Pathways
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar
atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan hipoglikemia.
(Sumber: Hidayati, 2016)
Pathways

(Suriadi dan Yuliani, 2010: 138)

6. Penatalaksanaan
1). Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
2). Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
3). Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4). Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan
clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering
digunakan.
5). Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6). Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin
patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja
dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
7). Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto
terapi.
(Sumber: Fundamentak Keperawatan, 2010)

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Riwayat
1). Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang
sama, apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu
tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat
kontak denagn penderiata sakit kuning, adakah rwayat operasi empedu,
adakah riwayat mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan
adanya riwayat gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian golongan Rh
atau darah ABO), polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme
hepar, obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
2). Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.

2. Pola Kebutuhan
Data dasar klien:
1). Aktivitas / istirahat : Latergi, malas
2). Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia.
3). Eliminasi : Bising usus hipoaktif, Pasase mekonium mungkin lambat,
Feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin,Urine gelap
pekat, hitam kecoklatan ( sindrom bayi bronze )
4). Makanan/cairan : Riwayat perlambatan/makan oral buruk, ebih mungkin
disusui dari pada menyusu botol, Palpasi abdomen dapat menunjukkan
perbesaran limfa, hepar.
5). Neurosensori : Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan
inkompatibilitas Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan lengkung
punggung,menangislirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
6). Pernafasan : Riwayat afiksia
7). Keamanan : Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus , Tampak ikterik pada
awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh, kulit
hitam kecoklatan sebagai efek fototerapi.
8). Penyuluhan/Pembelajaran : Faktor keluarga, misal: keturunan etnik,
riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit
hepar,distrasias darah (defisit glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-
PD). Faktor ibu, mencerna obat-obat (misal: salisilat),
inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor penunjang intrapartum, misal:
persalinan pratern.

3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat
pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh
(clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati
(tentang ukuran, tepid an permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa
(splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender,
kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek
menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan
melengking

4. Pemeriksaan Diagnostik
1). Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
2). Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL kadar
indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24 jam, atau
tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dL pada
bayi pratern.
3). Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.
4). Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang
memerlukan penentuan bilirubin serum.

5. Analisa data dan Intervensi


1). Resiko injury (internal berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin
sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gaangguan ekskresi
bilirubin.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi injury akibat peningkatan serum bilirubin
sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gaangguan ekskresi
bilirubin.
Kriteria Hasil: Tidak adanya tanda-tanda injury internal.
Intervensi:
a). Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sclera dan
tubuh secara progresif terhadap ikterik setiap pergantian shift
b). Monitor kadar bilirubin dan kolaborasi bila ada peningkatan kadar.
c). Monitor kadar Hb, Hct adanya penurunan.
d). Berikan phototerapi

2). Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air tanpa
disadari sekunder dari fototerapi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan
Kriteria Hasil:
a. Jumlah intake dan output seimbang.
b. Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal.
c. Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL.
Intervensi:
a). Kaji reflek hisap bayi.
b). Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
c). Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi feces.
d). Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital setiap 4 jam
e). Timbang BB setiap hari.

3). Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan pengaruh


fototerapi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit.
Kriteria Hasil:
a. Tidak terjadi decubitus
b. Kulit bersih dan lembab
Intervensi:
a). Kaji warna kulit tiap 8 jam.
b). Ubah posisi setiap 2 jam
c). Masage daerah yang menonjol
d). Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion
pelembab.
e). Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin
turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan

4). Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi.


Tujuan: Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang
tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan
kooperatif dalam perawatan.
Kriteria Hasil: Orang tua tidak cemas.
Intervensi:
a). Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
b). Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan
perawatannya.
c). Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah.

5). Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman


orang tua.
Tujuan: Setelah diberikan penjelasan selama 2x30 menit diharapkan orang
tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan
kooperatif dalam perawatan.
Kriteria Hasil: Orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi
hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Intervensi:
a). Ajak orang tua untuk diskusi dengan meenjelaskan teentang
fisiologis, alas an perawatan, dan pengobatan.
b). Libatkan dan ajarkan orang tua dalam merawat bayi
c). Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala; kekakuan
otot, kejang dan tidak mau makan/ minum, meningkatnya
temperature, dan tangisan yang melengking.

6. Evaluasi
a). Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun, tidak
ada jaundice, reflek moro normal, tidak terdapat sepsis, reflek hisap dan
menelan baik.
b). Bayi tidak mengalami tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan membrane
mukosa normal, ubun-ubun tidak ceekung, temperature dalam keadaan
normal.
c). Bayi tidak menunjukan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak
ada ruam.
d). Orang tua tidak tampak cemas yang ditaandai dengan mengekspresikan
perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi.
e). Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan, dan aktif dalam
partisipasi perawatan bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, E., & Rahmaswari, M. (2016). Hubungan Faktor Ibu dan Faktor Bayi dengan
Kejadian Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir (BBL) di Rumah Sakit. Jurnal
Kebidanan, 1(2), 93–98.
Kozier, B. ; et al. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta.
Ngastiyah. (2010). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Suriadi, dan Rita Y. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta.
Wiknjosastro. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Anda mungkin juga menyukai