Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di

negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan

kematian akibat diare (Salwan, 2008). Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu

penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak

Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih

banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak

menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya,

kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti.

Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau

kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare.

Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare adalah

penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada

sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara

berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun.

Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk

tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009).

Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008,

penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka kematian akibat diare

adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 1.7% dengan jumlah

1
penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006, penderita diare di Indonesia adalah

10.280 orang dengan angka kematian 2.5%.

ementara dari data Profil Kesehatan Provinsi Sumatra Utara tahun 2008, diare

menduduki urutan kedua dari sepuluh penyebab terbanyak kunjungan ke puskesmas setelah

Influenza dengan tingkat kematian pada penyakit diare mengalami peningkatan

dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008 Case Fatality Rate (CFR) akibat diare sebesar

4.78% dengan 10 penderita meninggal dari 209 kasus. Angka ini naik dari tahun sebelumnya

yaitu dengan CFR 1.31% dengan 4 penderita meninggal dari 304 kasus.

Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals/ MDG’s

(Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai

pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan

Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab

utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata

laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan

kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes, 2011).

Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun kesembuhan

pada pasien penderita diare. Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan.

Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan makanan

merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces,

dan Finger. Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya dibanding pada orang dewasa

dikarenakan komposisi tubuh balita yang lebih banyak mengandung air dibanding dewasa.

Jika terjadi diare, balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat

merujuk pada malnutrisi ataupun kematian.

2
Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai

penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010, ditemukan salah satu pemicu diare

baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang dapat menyebabkan infeksi mematikan di

saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di

makanan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

“Bagaimanakah Konsep Asuhan Keperawatan Diare Pada Anak?”

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mengetahui teori dan asuhan keperawatan yang diberikan pada

pasien anak dengan diare.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa mampu memahami pengertian dari diare

2. Mahasiswa mampu memahami etiologi diare

3. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis diare

4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi diare

5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang diare

6. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan diare

7. Mahasiswa mampu memahami patway diare

8. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada anak dengan diare

3
1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan informasi dan bahan pustaka bagi Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan mengenai Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diare

1.4.2 Bagi Mahasiswa Keperawatan

Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa lain dan kepada masyarakat

tentang asuhan keperawatan pada anak dengan diare

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun secara sistematis yang terdiri dari 3 bab, yaitu :

1. BAB I Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang penulisan, rumusan

penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

2. BAB II Tinjauan Teori, yang menguraikan tentang pengertian, etiologi, manifestasi

klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan serta patway

3. BAB III Konsep asuhan keperawatan pada pasien diare

4. BAB IV Penutup, yang terdiri dari simpulan dan saran.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut WHO (2012) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi

(buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan

konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam

sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten.

Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan

tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai

mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam

sehari .

Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja

berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari

biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.

Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta pada

kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare dapat

menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare

yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang berat

(Yayasan Spiritia, 2011)

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih

cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan

5
anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-

rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari

dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan

kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh

tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan

orang tua (USAID, 2009)

2.2 Klasifikasi

Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :

a) Lama waktu diare

1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut

World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut

didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak

dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri,

lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika

dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).

2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.

b) Mekanisme patofisiologik

1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.

2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.

3) Malabsorbsi asam empedu.

4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.

6
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.

6) Gangguan permeabilitas usus.

7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.

8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.

c) Penyakit infektif atau non-infektif.

d) Penyakit organik atau fungsional

Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan

banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :

a) Diare tanpa dehidrasi

Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare masih

dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.

b) Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang

muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas

sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan

pemeriksaan fisik dalam batas normal.

c) Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau

langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,

turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata

berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin

yang dingin dan pucat.

7
d) Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya

pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah,

hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-

ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum

dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler

sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

Tabel 1.1 Penilaian dehidrasi


Penilaian Ringan Sedang Berat
Keadaan umum baik, sadar gelisah, rewel lesu,
lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal cekung sangat cekung
Air mata ada tidak ada Kering
Mulut dan lidah Basah Kering tidak ada, sangat
kering
Rasa haus minum biasa, tidak haus, ingin malas/tidak oci
haus minum banyak minum
Turgor kulit Kembali kembali lambat kembali sangat
lambat
Hasil pemeriksaan tanpa dehidrasi Dehidrasi Bila ada satu
ringan, sedang, tanda
bila ada tanda ditambah satu
ditambah satu atau lebih
atau lebih tanda tanda lain.
lain.

8
2.3 Etiologi

a. Virus :

Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis virus

penyebab diare akut :

1) Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan

dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.

2) Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water

borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.

3) Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa

4) Adenovirus (type 40, 41)

5) Small bowel structured virus

6) Cytomegalovirus

b. Bakteri

1) Enterotoxigenic E.coli (ETEC)

Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu faktor kolonisasi yang

menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin

(heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan

elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan

brush border atau menginvasi mukosa.

2) Enterophatogenic E.coli (EPEC)

Mekanisme terjadinya diare belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke

epitel usus menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan

mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.

9
3) Enteroaggregative E.coli (EAggEC)

Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan

morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum jelas,

tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.

4) Enteroinvasive E.coli (EIEC)

Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC

melakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.

5) Enterohemorrhagic E.coli (EHEC)

EHEC memproduksi verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin

yang menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon. Pada anak sering

berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.

6) Shigella spp

Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon, menyebabkan

kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian

darah. Faktor virulensi termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang

mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan toksin (Shiga toxin

dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin

menimbulkan watery diarrhea

7) Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni)

Manusia terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing,

domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi

seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak

10
langsung person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi

kedalam usus halus dan usus besar.Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin

dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses

ulcerative colitis.

8) Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139

Air atau makanan yang terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera.

Penularan melalui person to person jarang terjadi.

V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan

enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-

labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang

mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin (ACE) dan

zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan

kedalam lumen usus.

9) Salmonella (non thypoid)

Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin yang dihasilkan

menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan

terjadi bloody diarrhea

c. Protozoa

1) Giardia lamblia

Parasit ini menginfeksi usus halus, Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi

dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi

melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status

nutrisi,endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi,

11
giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa

malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8

hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri

epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty

stools,nyeri perut dan gembung.

2) Entamoeba histolytica

Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia.

Insiden nya mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki dewasa.

Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik

(E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten

sampai disentri yang fulminant.

3) Cryptosporidium

Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15% dari kasus diare pada anak.

Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar

dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan

biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh seperti

pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare

yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.

d. Helminths

1) Strongyloides stercoralis

Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva, menimbulkan diare.

2) Schistosoma spp

12
Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ termasuk intestinal

dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus..

3) Capilaria philippinensis

Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan

atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.

4) Trichuris trichuria

Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi berat dapat

menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.

2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Suriadi (2013), Manifestasi klinis diare yaitu

1) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer

2) Kram perut

3) Demam

4) Mual

5) Muntah

6) Kembung

7) Anoreksia

8) Lemah

9) Pucat

10) Urin output menurun (oliguria, anuria)

11) Turgor kulit menurun sampai jelek

12) Ubun-ubun / fontanela cekung

13) Kelopak mata cekung

13
14) Membran mukosa kering

Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2014)

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,

nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa

penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan

cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan

biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang

merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi

menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini

disebabkan deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang

mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan

sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha

tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada

keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah,

pCO2 normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan

tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien

mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena

kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul

anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus

ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan

14
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan

pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat

menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa

alkali.

2.5 Patofisiologi

Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup

sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak

dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk,

aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit Sinthamurniwaty

2006).

a. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.

b. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan

mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut

c. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster

d. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan

hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim

e. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput lendir

usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.

f. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga

makanan bergerak dari lambung ke distal.

g. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan

menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-

15
80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional

transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya

yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri

dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas

serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar

menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.

Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:

a. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum

b. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu

c. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.

Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan

lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan terangsangnya

usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan

mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek waktu

sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan zat lain

akan mengalami gangguan.

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari

diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa :

a. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)

Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare,

misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam diare adalah

empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan empedu yang keluar

dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan menyebabkan sekresi

16
cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini

terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara langsung pada permukaan

mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam

pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga juga

dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin,

sekretin, kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat

menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada

Jejunitis.

b. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)

Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan

tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada dalam keadaan yang cukup

tercerna. Juga waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan permukaan mukosa usus

halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan mukosa usus halus

kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada penderita yang masih

dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas

usus merupakan faktor yang berperanan penting dalam ketahanan local mukosa usus.

Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara

berlebihan (tumbuh lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa

usus, menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.

Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin,

pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu

hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun

kholera atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian

17
di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi

lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat

kompleks.

c. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).

Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas dari

pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari hidrat

arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra

luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat

arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim

laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami

hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus

besar memecah laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi

gugusan asam organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4

atom karbon. Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen

kolon hingga terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih

luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan trehalase)

dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut dapat terjadi

karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa usus. Asam-asam

lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya tekanan osmotik dalam

lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.

18
2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Lekosit Feses (Stool Leukocytes)

Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan

adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk

menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting

sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium

Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus

diperiksa.

b. Volume Feses

Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi sedikit

kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk

mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga

ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.

c. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses

>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr

mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses

malabsorbstif.

d. Lemak Feses

Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak feses

kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang pandang dari

sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah

lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan

19
pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa

intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.

e. Osmolalitas Feses

Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare sekretori.

Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –

290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit

faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak dapat

diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk

anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam

lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam

suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic

gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya

menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare

osmotik.

f. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses

Untuk menunjukkan adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin.

Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.

g. Pemeriksaan darah

Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan hipoproteinemia.

Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat

inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan

menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang larut

dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak

20
pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik

postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan

albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika

malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.

h. Tes Laboratorium

Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum VIP (VIPoma),

gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol

(Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).

i. Diare Factitia

Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH yang kan

berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab lain dapat

dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat

mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.

Pemeriksaan Penunjang Lain

a. Biopsi Usus Halus

Biopsi usus halus diindikasikan pada

1) Pasien dengan diare yang tidak dapat dijelaskan atau steatore

2) Anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang mungkin menggambarkan

absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure

3) Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap absorbs

kalsium.

b. Enteroskopi Usus Halus

21
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada usus

halus.

c. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa

Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus mikroskopik,

melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone laksatif.

d. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus

Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu yang

terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam memeriksa

keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6 jam

pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus melewati

ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-

2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.

e. Imaging

Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika

diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi

pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat membantu

dalam mengevaluasi Chron’s disease, Limfoma atau sindroma carcinoid. Kolososkopi

dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus halus berguna dalam

mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa. Endoskopi dengan

aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna pada pasien AIDS, Cryptosporidium,

Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT Abdpminal dapat menolong dalam

mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin pancreas.

22
2.7 Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE

(Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia

dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi

memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan

mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare.

Adapun program LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:

a. Berikan Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan

memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah

tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran

sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa

mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk

mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke

sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.

Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :

1) Diare tanpa dehidrasi

Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :

a) Keadaan Umum : baik

b) Mata : Normal

c) Rasa haus : Normal, minum biasa

d) Turgor kulit : kembali cepat

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :

23
a) Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret

b) Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret

c) Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret

2) Diare dehidrasi Ringan/Sedang

Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

a) Keadaan Umum : Gelisah, rewel

b) Mata : Cekung

c) Rasa haus : Haus, ingin minum banyak

d) Turgor kulit : Kembali lambat

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya

diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

3) Diare dehidrasi berat

Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

a) Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar

b) Mata : Cekung

c) Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum

d) Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di

infus.

24
b. Berikan obat Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat

menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini

meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan

dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama

kejadian diare.

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat

keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta

menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003).

Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap

diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc

mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).

Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak

mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:

1) Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari

2) Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

c. Pemberian ASI / Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita

terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat

badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum

susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih

termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang

25
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare

berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu

pemulihan berat badan.

d. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada

balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare

dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.

Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare

karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah

berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak,

bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat

fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba,

giardia).

e. Pemberian Nasehat

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :

1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah

2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

a) Diare lebih sering

b) Muntah berulang

c) Sangat haus

d) Makan/minum sedikit

e) Timbul demam

f) Tinja berdarah

26
g) Tidak membaik dalam 3 hari.

2.8 Pencegahan Diare

Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan

adalah: (Kementrian Kesehatan RI, 2011)

a. Perilaku Sehat

1) Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia

dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal

oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan.

Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.

ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau

cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam

botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa

menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain

yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh

(memberikan ASI Eksklusif).

Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6

bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan

dengan makanan lain (proses menyapih).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi

dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap

diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya

27
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai

dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya

bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang

dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2) Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai

dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan

pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana

makanan pendamping ASI diberikan.

Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,

yaitu:

a) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan

pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau

lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun,

berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan

pemberian ASI bila mungkin.

b) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk

energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan,

buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

c) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak

dengan sendok yang bersih.

d) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan

panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

28
3) Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman

tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman

atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang

wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih

mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang

tidak mendapatkan air bersih.

Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai

dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a) Ambil air dari sumber air yang bersih

b) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus

untuk mengambil air.

c) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak

d) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

e) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan

cukup.

4) Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting

dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan

sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum

29
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,

mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare

sebesar 47%).

5) Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban

mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.

Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus

buang air besar di jamban.

6) Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak

benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang

tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.

7) Pemberian Imunisasi Campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar

bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,

sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu

berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

b. Penyehatan Lingkungan

1) Penyediaan Air Bersih

Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air

antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan

berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan

kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk

30
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit

tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.

Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.

2) Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor

penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari

tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak

sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan

sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat

sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke

tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan

sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan

cara ditimbun atau dibakar.

3) Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola

sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan

air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu

estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus,

kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis

untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di

halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga

tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan

nyamuk.

31
2.9 Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada

usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak

sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses

potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.(Hendarwanto, 1996; Ciesla et

al, 2003)

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok

hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis

Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga

terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi

yang optimal. (Nelwan, 2001; Soewondo, 2002; Thielman & Guerrant, 2004).

Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates

(2001), Komplikasi Diare yaitu:

a. Kehilangan air dan elektrolit e. Gagal Ginjal Akut

b. Syok f. Ileus Paralitik

c. Kejang g. Malnutrisi

d. Sepsis h. Gangguan tumbuh kembang

32
2.10 Patway

33
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a. Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama

kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan

kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan

penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau

lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus

asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya

infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan

perawatannya .

b. Keluhan Utama

BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.

Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare

akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka

panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,

ISPA, ISK, OMA campak.

34
e. Riwayat Nutrisi

Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi

yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi

pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,

menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,

f. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

g. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan

tempat tinggal.

h. Pemeriksaan Fisik

1) Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,

lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.

2) Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

3) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1

tahun lebih

4) Mata : cekung, kering, sangat cekung

5) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic

meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau

tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa

minum

6) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis

metabolic (kontraksi otot pernafasan)

35
7) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada

diare sedang .

8) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >

375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang

> 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.

9) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),

frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

10) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang

berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon

yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

i. Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban /

sungai / kebun, personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum ?

2) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman

terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah dimakan,

alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah makan, makan

berlebihan, efek samping obat, jumlah cairan yang masuk selama diare, makan /

minum di warung ?

3) Pola eleminasi

1) Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah

2) Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria

3) Pola aktifitas dan latihan : travelling

36
3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta

intake terbatas (mual).

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan

peningkatan peristaltik usus.

c. Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.

d. Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan anaknya

e. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d

pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan

kognitif.

3.3 Intervensi

a. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta

intake terbatas (mual).

Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan secara optimal

Criteria :

1) Tanda-tanda vital dalam batas normal

2) Tanda-tanda dehidrasi (-), turgor kulit elastis, membran mukosa basah, haluaran

urine terkontrol, mata tidak cowong dan ubun-ubun besar tidak cekung.

3) Konsistensi BAB liat/lembek dan frekuensi 1 kali dalam sehari

4) Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit BJ urine 1,008-1,010; BUN dalam

batas normal.

5) Blood Gas Analysis dalam batas normal

37
Intervensi :

1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan (dehidrasi)

Rasional: Penurunan volume cairan bersirkulasi menyebabkan kekeringan

jaringan dan pemekatan urine. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian

cairan segera untuk memperbaiki defisit.

2) Pantau intake dan out put

Rasional : Haluaran dapat melebihi masukan, yang sebelumnya tidak mencukupi

untuk mengkompensasi kehilangan cairan. Dehidrasi dapat meningkatkan laju

filtrasi glomerulus membuat haluaran tak adeguat untuk membersihkan sesa

metabolisme.

3) Timbang BB setiap hari

Rasional : Penimbangan BB harian yang tepat dapat mendeteksi kehilangan

cairan.

Penatalaksanaan rehidrasi :

1) Anjurkan keluarga bersama klien untuk meinum yang banyak (LGG, oralit atau

pedyalit 10 cc/kg BB/mencret

Rasional : Kandungan Na, K dan glukosa dalam LGG, oralit dan pedyalit

mengandung elektrolit sebagai ganti cairan yang hilang secara peroral. Bula

menyebarkan gelombang udara dan mengurangi distensi.

2) Pemberian cairan parenteral (IV line) sesuai dengan umur dan penyulit (penyakit

penyerta)

38
Rasional : Klien yang tidak sadar atau tingkat dehidrasi ringan dan sedang yang

kurang intakenya atau dehidrasi berat perlu pemberian cairan cepat melalui IV

line sebai pengganti cairan yang telah hilang.

Kolaborasi :

1) Pemeriksaan serum elektrolit (Na, K dan Ca serta BUN)

Rasional : Serum elektrolit sebagai koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.

BUN untuk mengetahui faali ginjal (kompensasi).

2) Obat-obatan (antisekresi, antispasmolitik dan antibiotik)

Rasional : Antisekresi berfungsi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit

untuk keseimbangannya. Antispasmolitik berfungsi untuk proses absrobsi normal.

Antibiotik sebagai antibakteri berspektrum luas untuk menghambat endoktoksin.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan

peningkatan peristaltik usus.

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Criteria :

1) Nafsu makan baik

2) BB ideal sesuai dengan umur dan kondisi tubuh

3) Hasil pemeriksaan laborat protein dalam batas normal (3-5 mg/dalam)

Intrvensi :

1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan yang berserat tinggi,

berlemak dan air panas atau dingin)

Rasional : Makanan ini dapat merangsang atau mengiritasi saluran usus

39
2) Timbang BB setiap hari

Rasional : Perubahan berat badan yang menurun menggambarkan peningkatan

kebutuhan kalori, protein dan vitamin.

3) Ciptakan lingkungan yang menyenagkan selama waktu makan dan bantu sesuai

dengan kebutuhan.

Rasional : Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi releks dan menyenangkan.

4) Diskusikan dan jelaskan tentang pentingnya makanan yang sesuai dengan

kesehatan dan peningkatan daya tahan tubuh.

Rasional : Makanan sebagai bahan yang dibutuhkan tubuh untuk proses

metabolisme dan katabolisme serta peningkatan daya tahan tubuh terutama dalam

keadaan sakit. Penjelasan yang diterima dapat membuka jalan pikiran untuk

mencoba dan melaksanakan apa yang diketahuinya.

Kolaborasi :

Dietetik

1) Anak , 1 tahun/> 1 tahun dengan BB < 7 kg diberi susu (ASI atau formula rendah

laktosa), makan setengah padat/makanan padat.

Rasional : Pada diare dengan usus yang terinfeksi enzim laktose inaktif sehingga

intoleransi laktose.

2) Umur > 1 tahun dengan BB > 7 kg diberi makan susu/cair dan padat

Rasional : Makanan cukup gizi dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan.

40
3) Rehidrasi parenteral (IV line)

Rasional : Klien yang tidak sadar atau tingkat dehidrasi ringan dan sedang yang

kurang intakenya atau dehidrasi berat perlu pemberian cairan cepat melalui IV

line sebai pengganti cairan yang telah hilang.

4) Supporatif (pemberian vitamin A)

Rasional : Vitamin merupakan bagian dari kandungan zat gizi yang diperlukan

tubuh terutama pada bayi untuk proses pertumbuhan.

c. Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal

Tujuan : nyeri teratasi

Intervensi :

1) Kaji keluhan nyeri (skala 1-10), perubahan karakteristik nyeri, petunjuk verbal

dan non verbal

Rasional : Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi

selanjutnya

2) Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.

Rasional : Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan mengurangi nyeri.

3) Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase

punggung dan kompres hangat abdomen

Rasional : Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan

meningkatkan kemampuan koping.

4) Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan

perawatan kulit

Rasional : Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi.

41
5) Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi

Rasional : Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan

spasme traktus GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis.

d. Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan anaknya

Tujuan :

Kecemasan berkurang

Intervensi :

1) Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik

tentang mekanisme koping yang tepat.

Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif

pemecahan masalah.

2) Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua

klien yang anaknya mengalami masalah yang sama.

Rasional : Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan

satu-satunya orang yang mengalami masalah yang demikian.

3) Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam

membantu klien.

Rasional : Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan

kecamasan.

42
e. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d

pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan

kognitif.

Intervensi

1) Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan

tentang penyakit dan perawatan anaknya.

Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental

serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.

2) Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap

gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.

Rasional : Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan

partisipasi keluarga klien dan keluarga dalam proses perawatan klien.

3) Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta

efek samping yang mungkin timbul.

Rasional : Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam

pengobatan.

4) Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi.

Rasional : Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap

kebutuhan perawatan diri anaknya.

43
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih

banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak

menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya,

kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti.

Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau

kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare.

Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare adalah

penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada

sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara

berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun.

Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk

tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009).

4.2 Saran

Mahasiswa diharapkan memahami teori dan asuhan keperawatan pada pasien

bronkiolitis sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.

44
DAFTAR PUSTAKA

AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org


Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal preschool
children of central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal Epidemiology, No. 22,
40–46.
Chakraborty, Subhra, dkk. 2001. Concomitant Infection of Enterotoxigenic Escherichia coli in
an Outbreak of Cholera Caused by Vibrio cholera O1 and O139 in Ahmedabad, India.
JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY Vol. 39, No. 9 p. 3241–3246.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku Petugas
Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito. Yogyakarta:
MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan komunitas
2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan Komunitas,
Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi dan
Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI.
Tjaniadi, Periska, dkk. 2003. ANTIMICROBIAL RESISTANCE OF BACTERIAL
PATHOGENS ASSOCIATED WITH DIARRHEAL PATIENTS IN INDONESIA. Am. J. Trop.
Med. Hyg., 68(6) pp. 666–670.
The Ohio State University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada
www.healthinfotranslations.com

Wiyadi, N. 2007. Book 2 Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M).FK UGM. Yogyakarta.

45

Anda mungkin juga menyukai