Anda di halaman 1dari 31

KONSEP DAN TEORI ASUHAN KEPERAWARATAN KOMUNITAS

DEMAM BERDARAH

DOSEN PENGAMPU : HARMILI,S.Kep.,Ns.M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III

KELAS SUMBAWA 1 AHLI JENJANG

1. FAHMI SAPUTRA
2. INDAH SAGITA
3. LISTRIANI
4. LULU DWI ANGGRAENI
5. FITRIA

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
GRIYA HUSADA SUMBAWA BESAR
2021
DAFTAR ISI

BAB I......................................................................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................................1
1.1 Konsep Dasar DBD.................................................................................................................1
1.1.2 Pengertian......................................................................................................................1
1.1.3 Etiologi...............................................................................................................................1
1.1.4 Klasifikasi DBD....................................................................................................................1
1.1.5 Patofisiologi DBD...............................................................................................................2
1.1.6 Manifestasi Klinis...............................................................................................................3
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................................4
1.1.8 Penatalaksanaan................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................................7
TEORI PERAWATAN KOMUNITAS..........................................................................................................7
2.1 Perawatan Kesehatan Komunitas..........................................................................................7
2.2 Tujuan Perawatan Kesehatan Komunitas..............................................................................7
2.3 Sasaran..................................................................................................................................8
2.4 Peran Perawat Komunitas (PROVIDER OF NURSING CARE).................................................10
2.5 Ruang Lingkup Perawatan Kesehatan Komunitas................................................................11
2.6 Kegiatan Praktik Keperawatan Komunitas...........................................................................13
BAB III..................................................................................................................................................18
STUDI KASUS........................................................................................................................................18
3.1 Pengkajian...........................................................................................................................18
3.2 Penentuan Masalah Kesehatan dan Keperawatan..............................................................21
3.3 Prioritas Masalah.................................................................................................................22
3.4 Diagnosa Dan Perencanaan.................................................................................................26
BAB V...................................................................................................................................................28
PENUTUP.............................................................................................................................................28
4.1 KESIMPULAN........................................................................................................................28
4.2 SARAN..................................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................29
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Dasar DBD
1.1.2 Pengertian
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh satu
dari 4 virus dengue berbeda dan ditularkan melalui nyamuk terutama Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis di antaranya kepulauan di
Indonesia hingga bagian utara Australia
Penyakit Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthopodborn
virus) da ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti)
(Ngastiyah, 2014). DBD adalah penyakit virus yang tersebar luas di seluruh dunia terutama
di daerah tropis. Penderitanya terutama adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun,
tetapi sekarang banyak juga orang dewasa terserang penyakit virus ini. Sumber penularan
utama adalah manusia, sedangkan penularannya adalah nyamuk Aedes (Soedarto, 2009).

1.1.3 Etiologi
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue. Virus dengue ini terutama ditularkan
melaui vektor nyamuk Aesdes aegypti. Jenis nyamuk ini terdapat hampir diseluruh
Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan laut. Di Indonesia, virus
tersebut sampai sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus dengue yang
termasuk dalam grup B dari arthropedi borne viruses (Arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. DEN-3 merupakan penyebab terbanyak di Indonesia. Infeksi salah satu
serotipe menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan, tetapi tidak
ada perlindungan terhadap serotipe lain (Nursalam dkk, 2008).

1.1.4 Klasifikasi DBD

DBD dibedakan menjadi 4 derajat, sebagai berikut :


a. Derajat I : demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan
(uji turniket positif)
b. Derajat II : seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain
c. Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun atau hipotensi disertai kulit yang dingin dan lembab, gelisah
d. Derajat IV : ranjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah yang tidak
dapat diukur. (WHO, 2018)

1
1.1.5 Patofisiologi DBD
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga
menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya:
peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh
darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel
yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi 16 akibat dari penurunan
produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti
petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan
kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut
dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di
seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal
lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau
hepatomegali (Murwani 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi.
Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di
lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah
yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran
plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok.
Hemokonsentrasi atau 17 peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau
menggambarkan
Adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting
untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani 2018). Adanya kebocoran plasma ke
daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga
serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga

2
pemberian cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup,
penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik (Murwani 2018).

1.1.6 Manifestasi Klinis


Penyakit DBD ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala lain
seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung,
sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-
2 dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang
paling ringan berupa perdarahan dibawah kulit (petekia atau ekimosis), perdarahan gusi,
epistaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan
lambung, melena, dan juga hematuria massif (Ngastiyah, 2014) Selain perdarahan juga
terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3
dan ke-7 dengan tanda – tanda anak menjadi makin lemah, ujung – ujung jari, telinga
dan hidung teraba dingin, dan lembap. Denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan
darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang (Ngastiyah, 2014)

Gejala klinis untuk diagnosis DBD, sebagai berikut :


a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab jelas
b. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya salah
satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan
gusi, melena atau hematemesis
c. Pembesaran hati ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
d. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun ( menjadi
20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai
80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada
ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut

3
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain adalah
(Wijayaningsih 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DHF merupakan indicator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT,
ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap
awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak
dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan
memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik.
Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang
dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi
tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi
dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi
darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah
daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel di
sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue

4
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI).
Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah
mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax
pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di dapatkan
efusi pleura.

1.1.8 Penatalaksanaan
Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada
penantalaksanaan medis dan keperawataan diantanya :
a. Penatalaksanaan Medis
1) DBD tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan
haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada anak sedikt demi
sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat
antipiretik dan kompres hangat. Jika anak mengalami kejang-kejang diberi luminal
dengan dosis : anak yang berumur <1 tahun 50mg IM, anak yang berumur >1
tahun 75mg. atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa
renjatan apabila pasien teruss menerus muntah, tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancan terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang cenderung
meningkat.
2) DBD disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang biasanya
diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus
harus diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi, kecepatan tetesan dikurangi
menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat atau renjatan
berulang perlu dipasang CVP (central venous pressure) untuk mengukur tekanan
vena sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien
dirawat di ICU.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza biasa dengan
gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi terdapat juga gejala

5
perdarahan. Pasien perlu istirahat mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam,
periksa Ht, Hb dan trombosit secara periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5-2
liter dalam 24 jam. Obat-obatan harus diberikan tepat waktunya disamping
kompres hangat jika pasien demam.
2) Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah dalam
keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang setelah dalam perawatan baru
beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik
jika pasien segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah infus lebih
baik dipasang pada dua tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit
dan hemoglobin serta trombosit.
3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang
intensif. Masalah utama adalah kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini
mencapai puncaknya dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah
sangat lambat karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan
menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran plasma pada
paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga pleura dan menyebabkan
pasien agak dispnea, untuk meringankan pasien dibaringkan semi-fowler dan
diberikan O2. Pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama
tekanan darah, nadi dan pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap
dilakukan secara periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat
dalam catatan khusus.

6
BAB II
TEORI PERAWATAN KOMUNITAS

2.1 Perawatan Kesehatan Komunitas


Keperawatan komunitas perlu dikembangkan di tatanan pelayanan kesehatan dasar yang
melibatkan komunitas secara aktif, sesuai keyakinan keperawatan komunitas. Sedangkan
asumsi dasar keperawatan komunitas menurut American Nurses Assicoation (ANA, 1980)
didasarkan pada asumsi:
a) Sistem pelayanan kesehatan bersifat kompleks
b) Pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier merupakan komponen pelayanan
kesehatan
c) Keperawatan merupakan sub sistem pelayanan kesehatan, dimana hasil pendidikan dan
penelitian melandasi praktek.
d) Fokus utama adalah keperawatan primer sehingga keperawatan komunitas perlu
dikembangkan di tatanan kesehatan utama.
Keyakinan keperawatan komunitas yang mendasari praktik keperawatan komunitas
adalah:
a) Pelayanan kesehatan sebaiknya tersedia, dapat dijangkau dan dapat diterima semua orang
b) Penyusunan kebijakan seharusnya melibatkan penerima pelayanan dalam hal ini komunitas
c) Perawat sebagai pemberi pelayanan dan klien sebagai penerima pelayanan perlu terjalin
kerjasama yang baik
d) Lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan komunitas baik bersifat mendukung maupun
mengahambat
e) Pencegahan penyakit dilakukan dalam upaya meningkatkan kesehatan
f) Kesehatan merupakan tanggung jawab setiap orang

2.2 Tujuan Perawatan Kesehatan Komunitas


2.2.1 Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat
kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi kehidupan sesuai dengan
kapasitas yang mereka miliki.

7
2.2.2 Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan berbagai kemampuan individu, keluarga, kelompok khusus dan
msyarakat dalam hal:
a) Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi
b) Menetapkan masalah kesehatan/keperawatan dan prioritas masalah
c) Merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah kesehatan/keperawatan
d) Menanggulangi masalah kesehatan/keperawatan yang mereka hadapi
e) Penilaian hasil kegiatan dalam memecahkan masalah kesehatan/keperawatan
f) Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan
kesehatan/keperawatan
g) Meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri (self
care).
2.3 Sasaran
Sasaran perawatan kesehatan komunitas adalah individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit yang mempunyai masalah
kesehatan/perawatan.
2.3.1 Individu
Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila individu tersebut mempunyai
masalah kesehatan/keperawatan karena ketidakmampuan merawat diris endiri oleh
suatu hal dan sebab, maka akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik
secara fisik, mental maupun sosial.
2.3.2 Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga, anggota
keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga karena
pertalian darah dan ikatan perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya saling
tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggotat keluarga
mempunyai masalah kesehatan/keperawatan, maka akan berpengaruh terhadap
anggota keluarga lainnya dan keluarga-keluarga yang ada disekitarnya.
2.3.3 Kelompok Khusus
Kelompok khusus adala kumpulan individu yang mempunyai kesamaan jenis kelamin,
umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasi yang sangat rawan terhadap masalah
kesehatan. Termasuk diantaranya adalah:
a. Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat perkembangan dan
petumbuhannya, seperti:

8
1) Ibu hamil
2) Bayi baru lahir
3) Balita
4) Anal usia sekolah
5) Usia lanjut

b. Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan bimbingan


serta asuhan keperawatan, diantaranya adalah:
1) Penderita penyakit menular, seperti: DBD, TBC, Lepra, AIDS, penyekit kelamin
lainnya.
2) Penderita dengan penyakit tak menular, seperti: penyakit diabetes mellitus,
jantung koroner, cacat fisik, gangguan mental dan lain sebagainya.

c. Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya:


1) Wanita tuna susila
2) Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba
3) Kelompok-kelompok pekerja tertentu
4) Dan lain-lain
d. Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah:
1) Panti wredha
2) Panti asuhan
3) Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)
4) Penitipan balita
2.3.4 Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dan bekerjasama cukup lama
sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu
kesatuan sosial dengan batas-batas yang telah ditetapkan dengan jelas. Masyarakat
merupakan kelompok individu yang saling berinteraksi, saling tergantung dan
bekerjasama untuk mencapai tujuan. Dalam berinteraksi sesama anggota masyarakat
akan muncul banyak permasalahan, baik permasalahan sosial, kebudayaan,
perekonomian, politik maupun kesehatan khususnya.

9
2.4  Peran Perawat Komunitas (PROVIDER OF NURSING CARE)
Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat diantaranya adalah:
a. Sebagai Pendidik (Health Education)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
baik di rumah, puskesmas, dan di masyarakat secara terorganisirdalam rangka
menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan
dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
b. Sebagai Pengamat Kesehatan (Health Monitor)
Melaksanakan monitoring  terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-masalah kesehatan dan
keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan
rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.
c. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Servises)
Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan puskesmas
dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan team kesehatan lainnya
sehingga tercipta keterpaduan dalam sistem pelayanan kesehatan. Dengan
demikianpelayanan kesehatan yang diberikan merupakan suatu kegiatan yang menyeluruh
dan tidak terpisah-pisah antara satu dengan yang lainnya.
d. Sebagai Pembaharuan (Inovator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan sebagai agen pembaharu terhadap
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam merubah perilaku dan pola
hidup yang erat kaitannya dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.
e. Pengorganisir Pelayanan Kesehatan (Organisator)
Perawat kesehatan masyarakat dapat berperan serta dalam memberikan motivasi dalam
meningkatkan keikutsertaan masyarakat individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
dalam setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat misalnya:
kegiatan posyandu, dana sehat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
tahap penilaian, sehingga ikut dalam berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan
pengorganisasian masyarakat dalam bidang kesehatan.
f. Sebagai Panutan (Role Model)
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang
kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang bagaimana tata
cara hidup sehat yang dapat ditiru dan di contoh oleh masyarakat.
g. Sebagai Tempat Bertanya (Fasilitator)

10
Perawat kesehatan masyarakat dapat dijadikan tempat bertanya oleh individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang
kesehatan dan keperawatan yang dihadapi sehari-hari. Dan perawat kesehatan diharapkan
dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan
keperawatan yang mereka hadapi.
h. Sebagai Pengelola (Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan
kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab
yang dibebankan kepadanya.

2.5 Ruang Lingkup Perawatan Kesehatan Komunitas


Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi: upaya-upaya peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan
(kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali
baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya
(resosialisasi).
Dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas, kegiatan yang ditekankan adalah upaya
preventif dan promotif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif.
a. Upaya Promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat dengan jalan memberikan:

1)      Penyuluhan kesehatan masyarakat

2)      Peningkatan gizi

3)      Pemeliharaan kesehatan perseorangan

4)      Pemeliharaan kesehatan lingkungan

5)      Olahraga secara teratur

6)      Rekreasi

7)      Pendidikan seks

b. Upaya Preventif
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan terhadap
kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui kegiatan:

11
1)      Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil

2)     Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui Posyandu, Puskesmas maupun


kunjungan rumah

3)      Pemberian vitamin A dan yodium melalui Posyandu, Puskesmas ataupun di rumah

4)      Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan meyusui

c. Upaya Kuratif
Upaya kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota-anggota keluarga,
kelompok dan masyarakat yang menderita penyakit atau masalah kesehatan, melalui
kegiatan:

1)      Perawatan orang sakit di rumah (home nursing)

2)      Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari Puskesmas dan rumah
sakit.

3)      Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu bersalin dan nifas.

4)      Perawatan payudara

5)      Perawatan tali pusat bayi baru lahir

d. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita yang
dirawat di rumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita
penyakit yang sama, misalnya Kusta, TBC, cacat fisik dan lainnya, dilakukan melalui
kegiatan:

1)      Latihan fisik, baik yang mengalami gangguan fisik seperti penderita Kusta, patah
tulang mapun kelainan bawaan

2)      Latihan-latihan fisik tertentu bagi penderita-penderita penyakit tertentu, misalnya


TBC, latihan nafas dan batuk, penderita stroke: fisioterapi manual yang mungkin
dilakukan oleh perawat

e. Upaya Resosialitatif
Upaya resosialitatif adala upaya mengembalikan individu, keluarga dan kelompok khusus
ke dalam pergaulan masyarakat, diantaranya adalah kelompok-kelompok yang diasingkan
oleh masyarakat karena menderita suatu penyakit, misalnya kusta, AIDS.

12
2.6 Kegiatan Praktik Keperawatan Komunitas
Kegiatan praktik keperawatan komunitas yang dilakukan perawat mempunyai lahan yang
luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan kesehatan wilayah kerja perawat, tetapi
secara umum kegiatan praktik keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
a. Memberikan asuhan keperawatan langsung kepada individu, keluarga, kelompok khusus
baik di rumah (home nursing), di sekolah (school health nursing), di perusahaan, di
Posyandu, di Polindes dan di daerah binaan kesehatan masyarakat.
b. Penyuluhan/pendidikan kesehatan masyarakat dalam rangka merubah perilaku individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat.
c. Konsultasi dan pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi
d. Bimbingan dan pembinaan sesuai dengan masalah yang mereka hadapi
e. Melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang memerlukan penanganan lebih lanjut
f. Penemuan kasus pada tingakat individu, keluarga, kelompok dan amsyarakat
g. Sebagai penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan kesehatan
h. Melaksanakan asuhan keperawatan komuniti, melalui pengenalan masalah kesehatan
masyarakat, perencanaan kesehtan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan dengan
menggunakan proses keperawatan sebagai suatu usaha pendekatan ilmiah
keperawatan.
i. Mengadakan koordinasi di berbagai kegiatan asuhan keperawatan komuniti
j. Mengadakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi terkait.
k. Memberikan ketauladanan yang dapat dijadikan panutan oleh individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang berkaitan dengan keperawatan dan kesehatan.
2.7 Model Pendekatan
Pendekatan yang digunakan perawat dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat
yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat secara keseluruhan adalah
pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach) yang dituangkan dalam proses
keperawatan dengan memanfaatkan pendekatan epidemiologi yang dikatkan dengan upaya
kesehatan dasar (PHC).
Pendekatan pemecahan masalah dimaksudkan bahwa setiap masalah kesehatan yang
dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyakrakat akan dapat diatsi oleh perawat melalui
keterampilan melaksanakan intervensi keperawatan sebagai bidang keahliannya dalam
melaksanakan profesinya sebagai perawat kesehatan masyarakat.
Bila kegiatan perawatan komunitas dan keluarga menggunakan pendekatan terhadapat
keluarga binaan disebut dengan family approach, maka bila pembinaann keluarga berdasarkan

13
atas seleksi kasus yang datang ke Puskesmas yang dinilai memerlukan tindak lanjut disebut
dengan case approach, sedangkan bila pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
pendekatan yang dilakukan terhadap masyarakat daerah binaan melalui survei mawas diri
dengan melibatkan partisipasi masyarakat disebut community approach.
2.8 Metode
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat, metode yang digunakan
adalah proses keperawatan sebagai suatu pendekatan ilmiah di dalam bidang keperawatan,
melalui tahap-tahap sebagai berikut:
2.8.1 Pengkajian
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perawat kesehatan masyarakat dalam mengkaji
masalah kesehatan baik di tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat adalah:

1)      Pengumpulan Data

Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang


dihadapi individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat melalui wawancara,
observasi, studi dokumentasi dengan menggunakan instrumen pengumpulan data
dalam menghimpun informasi.

Pengkajian yang diperlukan adalah inti komunitas beserta faktor


lingkungannya. Elemen pengkajian komunitas menurut Anderson dan MC. Forlane
(1958) terdiri dari inti komunitas, yaitu meliputi demografi; populasi; nilai-nilai
keyakinan dan riwayat individu termasuk riwayat kesehatan. Sedangkan faktor
lingkungan adalah lingkungan fisik; pendidikan; keamanan dan transportasi; politik
dan pemerintahan; pelayanan kesehatan dan sosial; komunikasi; ekonomi dan
rekreasi.

Hal diatas perlu dikaji untuk menetapkan tindakan yang sesuai dan efektif
dalam langkah-langkah selanjutnya.

2)      Analisa Data

Analisa data dilaksanakan berdasarkan data yang telah diperoleh dan disusun
dalam suatu format yang sistematis. Dalam menganalisa data memerlukan pemikiran
yang kritis.

Data yang terkumpul kemudian dianalisa seberapa besar faktor stressor yang
mengancam dan seberapa berat reaksi yang timbul di komunitas. Selanjutnya

14
dirumuskan maslah atau diagnosa keperawatan. Menurut Mueke (1987) maslah
tersebut terdiri dari:

a) Masalah sehat sakit


b) Karakteristik populasi
c) Karakteristik lingkungan

3)      Perumusan Masalah dan Diagnosa Keperawatan/Kesehatan

Kegiatan ini dilakukan diberbagai tingkat sesuai dengan urutan prioritasnya.


Diagnosa keperawtan yang dirumuskan dapat aktual, ancaman resiko atau wellness.
Dasar penentuan masalah keperawatan kesehatan masyarakat antara lain:

a) Masalah yang ditetapkan dari data umum


b) Masalah yang dianalisa dari hasil kessenjangan pelayanan kesehatan

Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk enentukan tindakan yang lebih


dahulu ditanggulangi karena dianggap dapat mengancam kehidupan masyarakat
secara keseluruhan dengan mempertimbangkan:

a) Masalah spesifik yang mempengaruhi kesehatan masyarakat


b) Kebijaksanaan nasional dan wilayah setempat
c) Kemampuan dan sumber daya masyarakat
d) Keterlibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat

Kriteria skala prioritas:

a) Perhatian masyarakat, meliputi: pengetahuan, sikap, keterlibatan emosi


masyarakat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi dan urgensinya untuk
segera ditanggulangi.
b) Prevalensi menunjukkan jumlah kasus yang ditemukan pada suatu kurun waktu
tertentu
c) Besarnya masalah adalah seberapa jauh masalah tersebut dapat menimbulkan
gangguan terhadap kesehatan masyarakat.
2.8.2 Kemungkinan masalah untuk dapat dikelola dengan mempertimbangkan berbagai
alternatif dalam cara-cara pengelolaan masalah yang menyangkut biaya, sumber daya,
srana yang tersedia dan kesulitan yang mungkin timbul (Effendi Nasrul, 1995).

15
2.8.3 Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a) Menetapkan tujuan dan sasaran pelayanan
b) Menetapkan rencana kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan
keperawatan
c) Menetapkan kriteria keberhasilan dari rencana tindakan yang akan dilakukan.
2.8.4 Pelaksanaan
Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan melibatkan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sepenuhnya dalam mengatasi masalah
kesehatan dan keperawatan yang dihadapi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pelaksanaan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat adalah:
a) Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi
terkait
b) Mengikutsertakan partisipasi aktif individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya
c) Memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat

Level pencegahan dalam pelaksanaan praktik keperawatan komunitas terdiri atas:

a) Pencegahan Primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsinya dan
diaplikasikannya ke dalam populasi sehat pada umumnya dan perlindungan
khusus terhadap penyakit.
b) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder menekankan diagnosa diri dan intervensi yang tepat untuk
menghambat proses patologis, sehingga memprependek waktu sakit dan tingkat
keparahan.
c) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimulai pad saat cacat atau terjadi ketidakmampuan sambil
stabil atau menetap atau tidak dapat diperbaiki sama sekali. Rehabilitasi sebagai
pencegahan primer lebih dari upaya menghambat proses penyakit sendiri, yaitu
mengembalikan individu kepada tingkat berfungsi yang optimal dari
ketidakmampuannya.
2.8.5 Penilaian/Evaluasi

16
Evaluasi dilakukan atas respon komunitas terhadap program kesehatan. Hal-hal
yang perlu dievaluasi adalah masukan (input), pelaksanaan (proses) dan hasil akhir
(output).
Penilaian yang dilakukan berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai, sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun semula. Ada 4 dimensi yang harus dipertimbangkan
dalam melaksanakan penilaian, yaitu:
a) Daya guna
b) Hasil guna
c) Kelayakan
d) Kecukupan

Fokus evaluasi adalah:

a) Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan pelaksanaan


b) Perkembangan atau kemajuan proses
c) Efisiensi biaya
d) Efektifitas kerja
e) Dampak: apakah status kesehatan meningkat/menurun, dalam rangka waktu
berapa?
Tujuan akhir perawatan komunitas adalah kemandirian keluarga yang terkait
dengan lima tugas kesehatan, yaitu: mengenal masalah kesehatan, mengambil
keputusan tindakan kesehatan, merawat anggota keluarga, menciptakan lingkungan
yang dapat mendukung upaya peningkatan kesehatan keluarga serta memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia, sedangkan pendekatan yang digunakan
adalah pemecahan masalah keperawatan yaitu melalui proses keperawatan

17
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.2  Identitas Klien

 Nama : An. “A”


 Umur                  : 14 Tahun
 Jenis kelamin     : Perempuan
 Agama                 : Islam
 Pendidikan          : SMP
 Pekerjaan            : SISWA
Alamat                  : Jl.Serda KKO Usman Ali RT.8c No.56 Kel. Sungai buah  Kec. Ilir Timur II
Palembang.

KK   :

NO Nama UMUR JK AG PD PK HUB TB BB

1. Tn.”P” 26 L Islam SLTA buruh suami 160 55

2. Ny.”E 24 P islam SLTA      IRT istri 156 41

3. An.’’A’’ 14 P islam SMP Siswa anak 150 39

Keterangan :

JK : Jenis kelamin
L : Laki-laki  
P : Perempuan
 AG : Agama   
PD : Tingkat pendidikan terakhir yang telah dilulusi
PK : Jenis pekerjaan atau mata pencaharian utama yang ditekuni saat ini
BB :Berat Badan ditulis dalam ukuran kg (kilogram)
TB :Tinggi Badan ditulis dalam ukuran cm (centimeter)

3.1.3 Pola Kebiasaan sehari-hari

18
a. Pola Makan Kelurga
Makanan pokok keluarga ini adalah nasi putih dengan frekuensi makan 3-4 hari
sehari. Menu makanan setiap hari. Menu makanan setiap hari bervariasi yaitu sayur,
lauk pauk, kebiasaan makan protein hewani 1-2 kali seminggu, sedangkan makanan
protein nabati dan sayuran terpenuhi setiap hari jenisnya bervariasi sesuai selera.
b. Pola istirahat Keluarga
Kebiasaan tidur keluarga tidak teratur, keluarga jarang tidur siang, kebiasaan tidur
keluarga An”A “ pada malam hari sekitar 21.00 Wib.
c. Pola Rekreasi dan Hiburan
Keluarga jarang melakukan rekreasi, karena keterbatasan ekonomi dan juga
dianggap tidak begitu penting oleh keluarga An”A “
d. Kebersihan Diri
Kebiasaan keluarga An”A “ mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun mandi,
pasta dan sikat gigi, memakai handuk, sedangkan mencuci rambut tidak tentu.
Kebiasaan mengganti pakaian 2 kali sehari, keadaan kuku bersih.
3.1.4 Data Kesehatan Keluarga
a. Dalam rumah keluarga An”A “ yang menderita Demam Berdarah Dengue dan
dalam anggota keluarga yang lain tidak ada yang menderita penyakit serupa seperti
An”A “ saat ini.
b. Pada keluarga An”A “ jika ada keluarga yang sakit, kebiasaan keluarga ini langsung
dibawa ke puskesmas terdekat.
3.1.5 Data Kesehatan Lingkungan
a. Perumahan
Rumah yang di tempati oleh keluarga An”A “ adalah rumah milik sendiri, semi
permanen yang berukuran 6 x 10 m 2. Dimana keadaan ventilasi kurang baik, lantai
semen, mempunyai 1 kamar mandi, 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang dapur.
Penerangan dari listrik PLN, penataan ruangan dan kebersihan rumah keluarga
An”A“ kurang, kasur dirumah kadang-kadang saja di jemur, pakaian rumah
bergantungan di sembarangan tempat.
b. Sumber Air Bersih
Sumber air minum keluarga diperoleh dari PAM, yang juga digunakan untuk mandi,
mencuci pakaian, BAB/BAK. Bak penampungan air minum, air untuk mencuci
pakaian tersebut jarang dibersihkan ataupun dikuras.
c. Tempat Pembungan Tinja

19
Keluarga An”A “menggunakan WC leher angsa, tetapi bak di WC ini jarang dikuras
oleh keluarga An”A “
d. Tempat Pembuangan Air Limbah
Keluarga An”A “membuang air limbah keluarga melalui selokan kemudian dialirkan
disuatu lobang tempat limbah yang dibuat sendiri oleh An”A “
e. e. Tempat   Pembuangan Sampah
f. Tempat pembuangan sampah keluarga An”A “ yaitu sampah dibuang pada
tempatnya yang tidak jauh dari rumah dan sampah jarang dibakar, sehingga pada
musim penghujan barang-barang bekas yang dapat menampung air tersebut
menjadi tempat bagi nyamuk untuk berkembang biak.
g. Fasilitas Kesehatan
Bila ada anggota keluarga yang sakit keluarga An”A “ sering ke puskesmas yang
jaraknya dekat dengan rumah
3.1.6 Data KIA dan KB
a. Imunisasi
Keluarga An”A“ mengatakan bahwa An”A“  tidak pernah diimunisasi
3.1.7 Data Sosial Ekonomi
a. Penghasilan
Penghasilan keluarga An”A“ perbulan kira-kira Rp. 500.000-750.000 dengan
pendapatan tersebut dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan menentukan
pengeluaran belanja keluarga adalah ibu.
b.   Pendidikan
Anggota keluarga berpendidikan sebatas SMA dan tidak melanjutkan keperguruan
tinggi dikarenakan keterbatasan biaya.
c.   Hubungan Keluarga dengan Masyarakat
Hubungan antara keluarga An”A“ dengan masyarakat sekitar cukup baik, karena
sikap kekeluargaan tempat tinggalnya masih kuat, saling menghargai satu sama lain
juga tolong menolong.

20
3.2 Penentuan Masalah Kesehatan dan Keperawatan

1.      Penjajakan I

No Data Masalah Keperawatan

1 An”A“ menderita DBD dengan panas -    Tidak/ kurang sehat


yang tinggi secara mendadak, -    Penyakit DBD pada An”A“
menggigil, pegal-pegal seluruh
tubuh, adanya ruam atau bintik-
bintik merah pada kulit ( petecia)

2 Nn” ” menderita DBD sejak 3 hari


yang lalu, bak penampungan air -    Ancaman Kesehatan
minum, bak untuk mencuci pakaian, -   Pontensial terjadinya penularan penyakit
bak di WC jarang dikuras ataupun DBD pada anggota keluarga yang lain
dibersihkan, adanya pakaian yang
bergelantungan disembarangan
tempat.

2.      Penjajakan II

No Data Masalah Keperawata

1 An”A“ menderita DBD dengan -    Ketidakmampuan mengenal masalah


panas tinggi secara mendadak, DBD sehubungan dengan kurang
menggigil, pegal-pegal seluruh pengetahuan keluarga tentang penyakit
tubuh, adanya ruam atau bintik- DBD
bintik merah pada kulit (petecia)

-    Keluarga An”A“  menanyakan


tentang penyakit DBD.

Rumah tampak kotor, kasur


         Ketidakmampuan keluarga dalam
kadang-kadang dijemur, banyak

21
2 sampah yang berserakan dihalaman memelihara lingkungan rumah yang
sekitar rumah karena jarang dapat mempengaruhi kesehatan
dibakar, ventilasi kurang. sehubungan dengan ketidaktahuan

-       Keluarga An”A“  mengatakan keluarga tentang pentingnya sanitasi


bahwa keadaan seperti itu biasa lingkungan.
saja.

An”A“ menderita DBD sejak 3 hari


yang lalu, bak penampungan air - Ketidakmampuan memelihara
minum, bak unuk mencuci pakaian, lingkungan rumah yang dapat
bak di WC jarang dikuras ataupun mempengaruhi kesehatan anggota
3
dibersihkan, adanya pakaian yang keluarga sehubungan dengan
bergelantungan disembarangan ketidakmampuan keluarga tentang usaha 
tempat. pencegahan penularan penyakit DBD.
- Keluarga An”A“ mengatakan tidak
mengetahui cara pecegahan
penyakit DBD

3.3 Prioritas Masalah

1.      Penyakit DBD pada Nn’ ”

No Kriteria Perhitungan skore Pembenaran

1 Sifat Masalah ; 2/3 x 1 2/3 Rumah tampak kotor,

-  Ancaman Kesehatan kasur kadang-kadang


dijemur, banyak
sampah yang
berserakan dihalaman
rumah karena jarang
dibakar, ventilasi
kurang.

Keluarga mampu
membersihkan rumah,
menjemur kasur setiap

22
2 Kemungkinan masalah  dapat 2/2 x 2 2 hari, sampah dibakar,
diubah menambah ventilasi
rumah, bila ia mengerti
manfaatnya

Keluarga mampu
membersihkan rumah,
menjemur kasur setipa
hari, sampah dibakar,
menambah ventilasi
dirumah, jika keluarga
3 Pontesial masalah dapat 3/3 x 1 1 diberi pengertian
dicegah

Keluarga membiarkan
keadaan rumah kotor,
kasur sehari-hari tidak
dijemur, sampah
berserakan dihalaman
rumah, ventilasi
kurang.

Menonjolnya masalah
4 0/2 x 1 0
- Masalah tidak dirasakan

Total 3 2/3

23
3. Pontensial terjadinya penularan penyakit DBD pada anggota keluarga yang lain.

No Data Perhitungan skore Pembenaran

1 Sifat masalah 2/3 x 1 2/3 An”A“ menderita


DBD sejak 3 hari yang
lalu, bak
penampungan air
minum, bak untuk
mencuci pakaian, bak
di WC jarang dikuras
ataupun dibersihkan,
adasnya pakaian yang
bergelantungan
disembarangan
tempat.

Keluarga mampu
membersihkan bak-
2 Kemungkinan masalah dapat 2/2 x 2 2
bak, penampungan
diubah
dan mengubur
barang-barang bekas.

Keluarga mampu

3 Pontensial masalah dapat 3/3 x 1 1 membersihkan dan


dicegah menguras bak-bak
penampungan juga
mengubur barang-
barang bekas yang
ada disekitar rumah.

Keluarga belum
mengerti pentingnya

Menonjolnya Masalah pencegahan

24
4 - Masalah tidak dirasakan 0/2 x 1 0 penularan penyakit
Demam Berdarah
Dengue

Total Skore 3 2/3

Prioritas masalah kesehatan berdasarkan skore tertinggi :

1. Penyakit DBD pada An”A“ Skore : 4 1/3


2. Pontensial terjadinya penularan penyakit DBD pada anggota keluarga yang lain Skore : 3 2/3

25
3.4 Diagnosa Dan Perencanaan

N                                                             PERENCANAAN IMPLEMENTASI EVALUASI


O.
Masalah Diagnosa Sasaran Tujuan Kriteria Standar Rencana
kesehatan keperawatan keperawatan

1 15 15 september 2013 16 september 2013


september Pukul 11.00 Pukul 11.00
2013
Ketidakmamp Setelah Agar supaya Setelah diberikan Keluarga An -Jelaskan -Menjelaskan kepada S: keluarga klien
Penyakit uan mengenal dilakukan keluarga penyuluhan keluarga “A” mampu kepada keluarga keluarga tentang  mengatakan sudah
DBD pada masalah DBD penyuluhan mengetahui dapat menjelaskan menjelaskan tentang penyebab, tanda dan
 mengerti tentang
 An “A” sehubungan tentang DBD dan mengerti tentang tanda, gejala tentangngerti pengertian DBD gejala penyakit DBD
dengan keluarga tanda, gejala dan penyebab an, tanda,  tanda, gejala  pengertian, tanda, gejala

kurang akan dan penyebab penyakit DBD gejala dan dan penyebab dan penyebab penyakit

pengetahuan mengerti penyakit DBD penyebab penyakit DBD

keluarga dan penyakit DBD O:Tampak keluarga


tentang mengetahui
  An “A”dapat mengerti
penyakit DBD tentang
apa yang disampaikan
tanda, gejala
penulis
dan
A:Masalah teratasi
penyebab
penyakit P:Intervensi keperawatan
DBD selesai

26
2 17 17 september 2013 18 september 2013
september Pukul 11.00 Pukul 11.00
2013
Ketidakmamp Setelah Keluarga Setelah diberikan Keluarga An -Berikan Memberikan S:- Keluarga An “A”
Potensial uan dilakukan mengetahui penyuluhan selama “A” mampu penyuluhan penyuluhan kepada mengatakan telah
terjadinya memelihara penyuluhan dan 30, keluarga mampu menjelaskan kepada keluarga keluarga  An “A” mengerti dan memahami
penularan lingkungan dengan memahami menjelaskan dan tentang cara tentang cara tentang bagaimana bagaimana cara
penyakit rumah yang keluarga  cara memahami tentang pencegahan pencegahan cara pencegahan pencegahan penyakit DBD
DBD dengan dapat akan pencegahan pencegahan penularan penularan penularan penyakit kepada anggota keluarga
anggota mempengaruh memahami penularan penularan penyakit penyakit DBD penyakit DBD DBD pada anggota yang lain
keluarga i kesehatan dan penyakit DBD DBD dengan anggota pada anggota pada anggota keluarga yang lain  -Keluarga mengatakan
yang lain dan mengetahui dengan keluarga yang lain keluarga yang keluarga yang BAK-BAK penampungan
perkembanga tentang cara anggota lain lain dikuras minimal 2x dalam
n pribadi pencegahan keluarga yang seminggu
anggota penularan lain
O:- Tampak tidak ada lagi
keluarga penyakit
pakaian yang
sehubungan DBD dengan
bergantungan
dengan anggota
ketidaktahuan keluarga A:Masalah teratasi

keluarga yang lain P:Intervensi keperawatan


tentang usaha selesai
pencegahan
penyakit DBD

27
BAB V
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan pada bab sebelumnya maka dapat kami
simpulkan sebagai berikut :
Masalah keperawatan komunitas yang muncul pada keluarga An “A”

1. Resiko tinggi peningkatan angka kejadian penyakit Demam Berdarah b.d Lingkungan yang
kurang memadahi, ditandai dengan Pembuangan sampah yang masih dekat dengan
pekarangan
2. Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain adalah
memberikan penyuluhan kesehatn tentang DBD dan pemeriksaan jentik – jentik nyamuk
di sekitar  rumah yang ada disekitar rumah tersangka DBD
3. Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan mendapat dukungan dari masyarakat sekitar

4.2 SARAN
Berdasarkan dari kesimpulan diatas, maka disarankan untuk :

1. Masyarakat
Peran serta dari keluarga dan masyarakat, ditingkatkan terus dalam berbagai kegiatan
dibidang kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan seoptimal mungkin.
Antara lain warga aktif mengadakan kerja bakti bersih lingkungan agar tidak menjadi
sarang nyamuk

2. Puskesmas dan Kelurahan


Diharapkan adanya bantuan dana dan prasarana, serta supervisi dari pihak puskesmas
dan kelurahan yang berkesinambungan untuk memantau kegiatan kesehatan yang
dilakukan oleh warga

28
DAFTAR PUSTAKA

Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

RIZKI, T. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK. SAMARINDA: POLTEKKES KEMENTRIAN
KALIAMANTAN TIMUR.

WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. WHO. 2018.
Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.

29

Anda mungkin juga menyukai