Anda di halaman 1dari 100

2.

1 DEFINISI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Defenisi jantung rematik
Penyakit jantung rematik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari
katup – katup jantung yang disebabkan oleh demam rematik.penyakit jantung rematik (PJR)
merupakan komplikasi yang membahayakan dari demam rematik. Katup – katup jantung tersebut
rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:Streptococcus pygenes).
Yang bisa menyebabkan demam rematik. kurang lebih 39 % pasien dengan demam rematik akut
bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis
bahkan kematian. Dengan penyakit jantung rematik yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis
katup dengan derajat regurgitasi yang berbeda – beda, dilatasi atrium, aritmia dan disfungsi
ventrikel. Penyakit jantung rematik masih terjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian
katup pda orang dewasa di Amerika serikat.
Demam rematik
Demam rematik adalah peradangan penyakit yang terjadi setelah Streptococcus pyogenes
infeksi, seperti faringitis streptokokus atau demam berdarah. Diyakini disebabkan oleh antibodi
lintas-reaktivitas yang dapat melibatkan jantung, sendi, kulit dan otot, penyakit biasanya
berkembang dua sampai tiga minggu setelah infeksi streptokokus. Demam rematik akut sering
muncul pada anak – anak usia 6 -15, dengan hanya 20% dari pertama kali serangan yang terjadi
pada orang dewasa.

2.2 EPIDEMIOLOGI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


2.2.1 Epidemiologi jantung rematik
Demam rematik (demam reumatik) masih sering didapati pada anak di negara
berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Pada tahun 1944 diperkirakan
diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita demam reumatik dan penyakit jantung reumatik dan
sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit.
Prevalensinya dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak
sekolah dan relatif stabil.
Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 – 1990
didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang
lainnya 5,13. Statistik rumah sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35
persen dari penderita penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik. Data yang berasal dari negara berkembang
memperlihatkan mortalitas karena demam reumatik dan penyakit jantung reumatik masih
merupakan problem dan kematian karena demam reumatik akut terdapat pada anak dan dewasa
muda. Di negara maju insiden demam reumatik dan prevalensi penyakit jantung reumatik sudah
jauh berkurang dan bahkan sudah tidak dijumpai lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan
memperlihatkan peningkatan dibeberapa negara maju 13. Dilaporkan dibeberapa tempat di
Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir tahun 1980an telah terjadi peningkatan insidens
demam reumatik, demikian juga pada populasi aborigin di Australia dan New Zealand
dilaporkan peningkatan penyakit ini.

Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus β
hemolitik grup A menderita demam reumatik. Sekitar 3 persen dari penderita infeksi saluran
nafas atas terhadap Streptokokus β hemolitik grup A di barak militer pada masa epidemi yang
menderita demam reumatik dan hanya 0,4 persen didapati pada anak yang tidak diobati setelah
epidemi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil. Dalam laporan
WHO Expert consultation Geneva, 29 October–1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004
angka mortalitas untuk penyakit jantung reumatik 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju
hingga 8,2 per 100.000 penduduk dinegara berkembang dan didaerah Asia Tenggara
diperkirakan 7,6 per Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan
Indonesia 100.000. Diperkirakan sekitar 2000 – 332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena
penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost)
akibat penyakit jantung reumatik diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 dinegara maju hingga
173,4 per 100.000 dinegara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan.

2.2.2 Epidemiologi Deman Rematik


Meskipun individu individu segala umur dapat diserang oleh Dr akut, tetapi DR ini
banyak terdapat pada anak anak dan oaring usia ( 1-15 tahun) (Rosenthal,1968). Ada dua
keadaan terpenting dari segi epidemiologic pada DR akut ini yaitu kemiskinan dan kepadatan
penduduk.
Tetapi pada saat wabah DR tahun 1980 di amerika pasien pasien anak yang terserang
juga pada pada kelompok ekonomi menengah dan atas. Setelah perang dunia ke dua dilaporkan
bahwa di amerika dan eropa insiden DR menuruna, tetapi DR masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Negara Negara berkembang.
Pada penelitian di bawah ini terlihat insiden DR dan PJR di eropa dan amerika menurun
sedangkan di Negara tropis dan sub tropis masih terlihat peningkatan yang agresip, seperti
kegawatan karditis dan payah jantung yang meningkat. Majed melaporkan insiden DR di
beberapa Negara ternyata insiden yang tinggi dari karditis adalah anak muda dan teerjadinya
kelainan katup jantung adalah sebagai akibat kekurangan kemampuan untuk melakukan
pencegahan sekunder DR dan PJR. Taranta A DAN Markowictz M, 1998 melaporkan bahwa DR
adalah peneyebab utama terjadinya penyakit jantung untukn usia 5-30 tahun. DR dan PJR adalah
penyebab utama kematian penyakit jantung untuk usia dibawah 45 tahun, juga dilaporkan 25-
40% penyakit jantung disebabkan oleh PJR untuk semua umur.

2.3 ETIOLOGI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Streptococcus Beta Hemolyticus Group A merupakan agen pencetus yang menyebabkan
terjadinya demam reumatik akut,walaupun mekanisme patogenetik yang tetap tidak
terjelaskan.tidak semua serotip Streptococcus Beta Hemolyticsus Group A dapat menimbulkan
demam reumatik.Bila beberapa strain (missal,M tipe 4) ada pada populasi yang amat rentan
reumatik,tidak terjadi reumatik ulang.sebaliknya serotip lain yang lazim pada populasi yang
sama menyebabkan angka serangan berulang 20-50% dari mereka yang dengan faringitis.konsep
Reumatogenesitas lebih lanjut didukung oleh penelitian yang member kesan bahwa serotip-
serotip Streptococcus Beta Hemolyticus Group A yang sering dihubungkan dengan infeksi
kulit,biasanya serotip yang lebih tinggi,sering diisolasi dari saluran pernapasan atas tetapi jarang
menyebabkan kumat demam reumatik pada individu yang sebelumnya dengan riwayat demam
reumatik.selanjutnya,serotip tertentu Streptococcus Beta Hemolyticus Group A (Misal : M tipe
1,3,5,6,18,24) lebih sering diisolasi dari penderita dengan demam reumatik akut daripada serotip
lain.namun,karena serotip tidak diketahui pada saat diagnosis klinis faringitis streptokokus,klinis
harus menganggap bahwa semua streptokokus group A mempunyai kemampuan menyebabkan
demam Reumatik dan karenanya dari semua episode faringitis streptokokus harus diobati.
2.4 KLASIFIKASI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
2.4.1.Klasifikasi Demam Rematik
Demam rematik adalah suatu penyakit immunitas sistematik di klasifikasikan dalam
demam rematik akut dan demam rematik kronik yang dapat sembuh sendiri. Sesuai dengan
adanya bukti sterptokokus beta Hemolitikus grup A, diagnosa demam rematik dapat
diklasifikasikan menjadi Karditis, Poliartritis migrans, Khorea, Nodul subkutan, Eritema
marginatum, Demam.
2.4.2 Klasifikasi PJR
PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan jantungyang berat
padaserangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa adanyariwayat DR akut. Hal ini
terutamadidapatkan pada penderita dewasa denganditemukannya kelainan katup. Kemungkinan
sebelumnyapenderita tersebutmengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak
berobat dantidak didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan
adalah pada katupmitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada katup aorta. Klasifikasi PJR
memiliki 4 (empat) bagian,di antaranya insufisiensi mitral,stenosis mitral, insufisiensi aorta, dan
stenosis aorta.
a. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)
Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masaanak-anak dan
remajadengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup, sehingga daun
katup tidakdapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral yang tidak sempurna
menyebabkanterjadinya regurgitasidarah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada
kelainan ringantidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri
tidak bertambahsecara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitralmerupakan
klasifikasi ringan,karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakansalah satu gejala gagal
jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya.Pada penyakit
ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda
gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.
b. Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan olehPJR. Perlekatan
antardaun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral(tidak dapat menutup
sempurna) jugadapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapatmembuka sempurna). Ini akan
menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah,sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan
yangdapat menyebabkan gagal jantungkanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis
mitraltermasuk ke dalamkondisi yang berat

c. Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)


PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus ini
terdapatpenyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aortadapat disebabkan oleh
dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan inidapat terjadi sejak awal perjalanan
penyakit akibatperubahan-perubahan yang terjadisetelah proses radang rematik pada katup aorta.
Insufisiensi aorta ringan bersifatasimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa
dikatakansebagaiklasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi
mitraldaninsufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai klasifikasiPJR
yang sedang. Halini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki
peluang untuk menjadiklasifikasi berat, karena dapat menyebabkangagal jantung.

d. Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi
obstruksi dapatterjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler.Gejala-gejala stenosis aorta
akan dirasakanpenderita setelah penyakit berjalan lanjuttermasuk gagal jantung dan kematian
mendadak.Pemeriksaan fisik pada stenosisaorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit
dan lonjakandenyut arterimelambat.

2.5 PATOFISIOLOGI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


2.5.1 Patofisiologi Penyakit Jantung rematik
Demam reumatik yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitasi dari antigenSGA setelah
1-4 minggu infeksi Streptococcus Grup A beta hemolitikus di faring. Terdapat dua mekanisme
yang diajukan sebagai pathogenesis dari demam reumatik :

1. Respons hiperimun yang bersifat autoimun maupun alergi,


2. Efek langsung organisme streptococcus atau toksinnya.

Yang paling dapat diterima adalah mekanisme pertama yaitu dari sudut imunologi, dimana
reaksi autoimun terhadap infeksi streptococcus akan menyebabkan kerusakan jaringan atau
manifestasi demam reumatik, dengan cara :

1. Streptococcus grup A akan menyebabkan infeksi faring,


2. Antigen Streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibody pada pejamu yang hiperimun,
3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptococcus, dan dengan jaringan pejamu yang
secara antigenic sama seperti streptococcus,
4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan.

Kerusakan jaringan yang disebabkan tersebut berupa peradangan difus yang menyerang jaringan ikat
berbagai organ, terutama jantung, sendi dan kulit. Terserangnya jantung merupakan keadaan
yang sangat penting, karena :

1. Kematian pada fase akut, yang sebagian besar karena gagal jantung.
2. Kecacatan jantung, yang sebagian besar oleh adanya deformitas katup.

Keterlibatan jantung pada penyakit demam rematik dapat mengenai setiap komponen
jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium dan
miokardium, namun pada pasien dengan miokaditis berat, pericardium dapat juga terlibat.
Peradangan di endokardium biasanya mengenai endotel katup, sekitar 50%kasus adalah katup
mitral, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir katup yang ditunjukkan
dengan adanya vegetasi seperti manik-manik (verruceae) di sepanjang pinggir daun katup. Proses
ini mengganggu penutupan katup yang efektif, mengakibatkan regurgitasi katup. Jika tidak ada
pembalikan proses dan penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan
pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pasca serangan.
Peradangan di miokardium, terdapat pembentukan lesi nodular yang khas pada dinding
jantung berupa sel Aschoff yang terdiri dari infiltrat perivaskuler sel besar dengan inti polimorf
dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular.
Peradangan Perikardium, adanya penumpukan cairan (eksudasi) di dalam rongga perikard yang
disebut sebagai efusi perikard. Dan hal ini mengganggu pengisian ventrikel sehingga volume
sekuncup berkurang.
Bila terjadi karditis seluruh lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi
dan perikarditis fibrinosa kadang-kadang didapati. Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard
menyebabkan pembesaran semua ruang jantung. Pada miokardium mula-mula didapati
fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya
nodul aschoff di miokard yang merupakan patognomonik DR.

2.5.1.1 Patofisiologi insufisiensi mitra


Insufisiensi ini merupakan akibat perubahan struktur yang biasanya meliputi kehilangan
bahan valvuler dan pemendekan serta penebalan kordae tendinea. Selama demam rematik akut
dengan keterlibatan jantung berat, gagal jantung kongestif paling sering disebabkan oleh
gabungan pengaruh mekanik insufisiensi mitral berat bersama dengan penyakit radang yang
dapat melibatkan perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium. Karena beban volume
yang besar dan proses radang, ventrikel kiri menjadi besar dan tidak efisien. Atrium kiri dilatasi
ketika darah beregugirtasi kedalam ruangan ini. Kenaikan tekanan atrium kiri mengakibatkan
kongesti pulmonal dan gejala-gejala gagal jantung sisi kiri. Pada kebanyakan kasus insufisiensi
mitral ada dalam kisaran ringan sampai sedang. Bahkan, pada penderita-penderita yang pada
permulaannya insufisiensi berat, biasanya kemudian ada perbaikan spontan. Hasilnya lesi kronis
paling sering ringan atau sedang, dan penderita akan tidak bergejala. Lebih separuh penderita
dengan insufisiensi mitral selama serangan akut akan tidak lagi mempunyai bising akibat mitral
setahun kemudian. Namun, pada penderita dengan insufisiensi mitral kronis, berat, tekanan ateria
pulmonalis menjadi naik, pembesaran ventrikel dan atrium kanan dan yang selanjutnya akan
terjadi gagal jantung sisi kanan.
2.5.1.2 Patofisiologi stenosis mitral reumatik
Stenosis mitral reumatik adalah akibat fibrosis cincin mitral, perlekatan komisura, dan
kontraktur daun katup, korda, dan muskulus papilare selama periode waktu yang lama. Stenosis
ini biasanya 10 tahun atau lebih agar lesi menjadi betul-betul tegak, walaupun prosesnya kadang-
kadang dapat dipercepat. Stenosis mitral reumatik jarang ditemukan sebelum remaja dan
biasanya tidak dikenali sampai umur dewasa. Stenosis mitral secara klinis diketahui jika lubang
katup mengurang sampai 25% atau kurang dari lubang katup yang diharapkan normal.
Pengurangan demikian berakibat kenaikan tekanan pada pembesaran serta hifertrofi atrium kiri.
Kenaikan menyebabkan hifertensi vena pulmonalis, kenaikan tahanan vaskuler pulmonal dan
hipertensi pulmonal. Dilatasi ventrikel dan atrium kanan, dan terjadi hipertrofi dengan disertai
gagal jantung sisi kanan.
2.5.2 Patofisiologi Demam Rematik
Streptococcus beta-hemolyticus grup A dikenali oleh karena morfologi koloninya dan
kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis. Sel ini terdiri dari sitoplasma yang dikelilingi
oleh tiga lapisan membrane, yang disusun terutama dari tiga komponen.

(1) Komponen bagian dalam adalahpeptidoglikan, yang memberi kekakuan dinding sel,
menimbulkan arthritis, sertareaksi nodular pada kulit binatang percobaan.
(2) Komponen kedua adalahpolisakarida dinding sel, atau karbohidrat spesifik grup. Struktur
imunokimia komponen ini menetukan serogrupnya.

Karbohidrat grup A merupakan polimer polisakarida, yang terdiri dari pendukung utama
Ramnose dengan rantai samping yang diakhiri ujung terminalN-asetilgluktosamin. Karbohidrat
ini terbukti memiliki determinan antigenicbersama dengan glikoprotein pada katup jantung
manusia.

(3) Komponenketiga terdiri dari mosaic protein yang dilabel sebagai protein M, R dan T.
Dariketiga protein ini yang terpenting adalah protein M, yakni antigen spesifik tipe dari
streptococcus group A.

Adanya protein M pada permukaan streptokokus menghambat fagositosis; hambatan


tersebut dinetralkan oleh antibody terhadap protein M,yaitu antibody spesifik tipe. Dari
permukaan keluar bentuk menyerupai rambut merupakan lapisan fimbriae yang tersusun oleh
asam lipoteikoat. Komponen ini penting dalam perlekatan (adherence) streptokokus terhadap sel
epitel. Beberapa strain streptokokus grup A, terutama yang ditemukan dari demam reumatik,
mempunyai kapsul mukoid yang terdiri dari asam hialuronat. Kapsultersebut hanya kadang-
kadang ada, kemungkinan karena hidrolisis olehhialuronidase yang dihasilkan selama masa
pertumbuhan mikroorganisme.Disamping hialuronidase, streptokokus grup A juga
menghasilkansejumlah enzim ekstraselular, termasuk dua hemolisin atau streptolisin (tipe Syang
stabil pada oksigen dan O yang labil pada oksigen). Hemolisin bekerjapada sel darah merah dan
menyebabkan hemolisis di sekitar kolonistreptokokus. Kebanyakan streptokokus grup A
menghasilkan toksin eritrogenik yang menyebabkan ruam pada kulit dan skarlatina;
streptokinase yang berfungsi sebagai activator sistem fibrinolitik nikotianmid adenine
dinikleotidase;proteinase; amylase dan esterase Empat isoenzim DNAse (A, B, C, D)
dihasilkandalam jumlah yang berbeda-beda oleh strain yang berbeda. Isoenzim DNAse
Bdihasilkan oleh streptokokus grup A yang tersebar dimana-mana.
Pengelepasan enzim streptokokus ke dalam pejamu pada waktu terjadiinfeksi
merangsang pembentukan antibodi, kecuali streptolisin S, yang pada manusia tidak imunogenik.
Uji antibodi streptokokus didasarkan padaimunogenitas produk. Dalam uji ini, serum diuji untuk
mendeteksi antibodyneutralisasi terhadap satu atau lebih enzim. Kenaikan titer antibody lebih
darinormal atau kenaikan titer yang bermakna antara serum akut dan konvalesensbukti infeksi
sebelumnya.
Kerentanan Pejamu Penelitian epidemiologis menunjukan bahwa hanya sebagian kecil (2 sampai
3%) yang menderita faringitis streptokokus menderita demam reumatik, tetapiangka kejadian
penderita demam reumatik adalah 50%. Hal ini memberi kesanadanya kerentanan pejamu
terhadap demam reumatik akut.Penelitian mutakhir memberikan tambahan bukti. Pemeriksaan
fenotip Human Leucocyt Antigen (HLA) terhadap demam reumatik menunjukanhubungan
alloantigen sel B spesifik, dikenal dengan antibodi monoclonal,dengan status reumatikus.
Penelitian lain menunjukan insiden petanda HLAtinggi pada pasien demam reumatik. Antigen
HLA-DR4 dan HLA-DR2 masing-masing lebih sering terdapat pada pasien demam reumatik ras
kaukasoid dan kulit hitam dibandingkan pada populasi sehat; hal ini mendukung konsep
predisposisi genetik pada demam reumatik.
Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel
mononukleus yang besar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang
memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes.
Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita DR. Keterlibatan
endokard menyebabkan valvulitis rematik kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter
1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup dan korda tendinea.
Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup.
Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa didapati dan dipercaya akibat efek
jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai
pembentukan granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan
stenosis atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup
trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.
Dasar kelainan patologi demam rematik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif
jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung, organ lain seperti ; sendi,
kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi reversibel.
Yang terjadi di Jantung
Baik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan
berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat
berakibat fatal.
Bila peradangan berlanjut, timbullah badan-badan Aschoff yang kelak dapat
meninggalkan jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral
maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi
tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen.
Bila berlangsung lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal.
Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung.
Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering
menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang terkena. Mula-mula terjadi edema
dan reaksi seluler seluler akut yang mengenai katup dan korda tendinae. Kemudian terjadi
vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi ini masa hialin. Bila
menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat menetap dan dapat
mengakibatkan kebocoran katup.
Yang terjadi di organ-organ lain
Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi fibrinoid
sinovium.
Nodul subkutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi oleh sel-sel
jaringan ikat, mirip badan aschoff.
Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil. Kelainan
tersebut letaknya tersebar di korteks, serebellum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada
susunan saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea; kelainan tersebut dapat
ditemukan pada penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak
pernah menunjukkan gejala korea.
Pada paru dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan pembuluh darah
dapat terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan
dan proliferasi endotel.
Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma.

Gambar: Pathofisiology demam rematik


Gambar: Skema Patofisiologi Penyakit jantung Rematik
2.6 PATOGENESIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman beta-
streptococcus hemolyticus grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya
demam reumatik yang pasti belum diketahui.
Pada umumnya, para ahli sependapat bahwa demam reumatik yang mengakibatkan
penyakit jantung reumatik yang terjadi akibat sensitasi dari antigen streptococcus sesudah 1-4
minggu infeksi streptococcus difaring.lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer
antistreptoksi-O (ASTO),antideoksiribonukleat B (anti DNA –ase B) yang merupakan 2 macam
tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman streptococcus.
Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas dasar
reaksi antigen antibody terhadap antigen streptococcus.salah satu antigen tersebut adalah protein-
M streptococcus .pada serum pasien demam reumatik akut ditemukan antibody dan antigen.
Antibodi yang terbentuk bukan bersifat kekebalan. Dan reaksi ini dapat ditemukan pada miokard,
otot skelet dan sel otot polos. Dengan imunoflorensi dapat ditemukan immunoglobulinnya dan
komplemen pada sarkolema miokard.
2.7 GAMBARAN KLINIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Gambaran Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat di bagi dalam 4
stadium.
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran atas bagian atas oleh kuman Beta-Streptococcus
hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya berupa
demam,batuk,rasa sakit waktu menelan,tidak jarang di sertai muntah bahkan pada anak kecil
dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis sering di dapatkan eksudatdi tonsil yang menyertai
tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular sering kali membesar.
Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para
peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita demam
reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi
pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam
reumatik/penyakit jan tung reumatik.
Gejala peradangan umum
Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak
menjadi lesu,anoreksia,lekas tersinggung dan berat badan tampak menurun. Anak kelihatan
pucat karena anemia akibat tertekannya eritropoesis. Bertambahnya volume plasma serta
memendeknya umur eritrosi. Dapat pula terjadi epitaksis dan bila banyak dapat menambah berat
derajat anemia.
Artralgia , rasa sakit disekitar sendi selama beberapa hari /minggu juga sering
didapatkan; rasa sakit akan bertambah bila anak melakukan latihan fisis. Gejala klinis lain yang
dapat timbul ialah sakit perut, yang kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai
apendisitis akut. Sakit perut ini akan member respons cepat dengan pemberian salisilat.
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tanda-tanda reaksi peradangan akut
berupa terdapatnhya C-reactive protein dan leukositosis serta meningginya laju endap darah.
Titer ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada pemeriksaan EKG dapat jumpai
pemanjangan interval P-R (blok AV derajat I).
Sebagai gejala-gejala peradangan umum ini penting untuk diagnosis dan dikelompokan
sebagai gejala minor.

2.8 ANAMNESIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Diagnosis pada demam rematik memerlukan anamnesis dan pemeriksaan
fisikyang teliti. Biasanya pasien datang dengan tanda -tanda Karditis, disebabkankarena
gejala-gejala poliartritis akan sembuh dengan sempurna dalam beberapaminggu.
1. Tanyakan identitas pasien
2. tanyakan keluhan utama
dan telusuri keluhan utama
• Infeksi tenggorokan
apakah ada keluhan nyeri menelan sebelumnya?
Apakah disertai gejala batuk dan mata merah?
Adakah keluhan demam?
Adakah nyeri tekan pada kelenjar leher?

• Polartritis
Apakah ada b en gk ak yan g t e rj adi t i ba -t i ba pad a sendi -sendi besa r(l ut ut ,
per gel an gan kaki at au t an gan, pah a,l en gan, si ku dan bahu) sebelumnya?
Apakah bengkak pada sendi simetris dan berpindah?
Apakah bengkak tersebut disertai nyeri?

• Karditis
Adakah sesak? Apakah sesak dipengaruhi aktivitas? ---di psnoe ---oneffort
Adakah sesak pada malam hari? (Paroxysmal Nocturnal Dyspnea)
Adakah s esak yan g t erj adi pada posi si berbari n g dan hi l an g pada posisi duduk?
(orthopnea)
Adakah nyeri dada? Bagaimanakah sifat nyeri?
Adakah pembengkakan (udem)?

• Korea
Adakah gerakan-gerakan yang tidak disadari?
Adakah kelemahan otot?
Adakah ketidakstabilan emosi?
• Eritema marginatum
Adakah bercak kemerahan yang tidak gatal?
Apakah bercaknya seakan-akan menjauhi pusat lingkaran?
Apakah bercak berpindah-pindah?
• Nodul Subkutan
Adakah teraba massa padat?
Apakah massa tersebut tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulitdi atasnya?
Riwayat medis dimasa lalu
Kondisi sebelumnya (termasuk masa kanak-kanak) dan terkait, seperti infark miokard,
hipertensi, diabetes, demam reumatik. Informasi resep dan obat lainnya, serta kepatuhan pasien.
Tinjauan kembali tekanan darah, kadar lipid, rontgen toraks, dan EKG sebelumnya.
3. Riwayat keluarga, pekerjaan,dan sosial
4. Riwayat keluarga
5. Hal-hal yang memperberat dan memperingan
6. Aktivitas, iklim, makanan, kebiasaan dan Obat-obatan

2.9 PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG


REUMATIK
2.9.1 PEMERIKSAAN FISIK DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
1. Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut nadi,berat
badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui kondisi
umum dari pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang parah seperti
insufisiensi mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispnea dan mungkin juga
terjadi denyut nadi yang cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah yang masuk ke
aorta. Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada penyakit jantung rematik
dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga merupakan suatu pertanda
penting untuk membedakan suatu penyakit jantung bawaan maupun didapat. Sebagian besar
penyakit jantung bawaan akan menunjukkan keterlambatan tumbuh kembang dari anak terserbut.
2. inspeksi
- Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dindingdada
Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas,pernapasan cuping
hidung,sianosis,pembengkakan pada sendi,melihat apakah denyut jantung terlihat di permukaan
kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung,sianosis merupakan pertanada adanya gejala
dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi merupakan salah
satu kriteria major jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk mendiagnosis penyakit
jantung rematik. Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi karena beberapa sebab, mungkin
terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau anak tersebut sangat kurus.
3. Palpasi
-Meraba denyut jantung
Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh
demam rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan, nodul
subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan palpasi
yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan membesar
apabila terjadi gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut dari penyakit
jantung rematik.
4. Perkusi
- Mengetahui batas-batas jantung
Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada penderita
kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.
5. auskultasi
-Mendengarkan bunyi-bunyi jantung
Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung. Pada
penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan akibat dari
insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan oleh
insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan suara
jantung ketiga yang disebabkan keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan dari katup-
katup jantung. Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta yang disebabkan
oleh insufisiensi dari katup mitral.

2.9.2 DIAGNOSIS DEMAM REMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK


Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang
untuk pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian
dikenalsebagai kriteria Jones.
K r i t e r i a J o n e s m e m u a t k e l o m p o k k r i t e r i a m a yo r d a n m i n o r ya n g p a d a da
s arn ya m eru pakan m ani fest asi kl i ni k dan l aborat ori k dem am rem at i k.
P ad a perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh
American Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus
sebelumnya. Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya,
kemungkinan besar men an d ak an ad an ya d ema m re mati k . Tanpa di dukung
bukt i adan ya i nf ek si streptokokus, maka diagnosis demam rematik harus
selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi mayo r
tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi
jika demam rernatik baru muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi strepthkokus.
Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagaisuatu pedoman
dalam menentukan diagnosis demam rematik.
Kriteria ini bermanfaat unt uk m emperkeci l kem un gki n an
t erj adi n ya kes al ahan di agnosi s,bai k be ru pa overdiagnosis maupun underdiagnosis.
Kriteria Mayor
1) Karditis
merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karenamerupakan
satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pad a fas e
akut dan dapat m en yeb abka n kel ai nan kat up sehi ngga
t erj adi pen yaki t j a n t u n g r e m a t i k .
D i a g n o s i s k a r d i t i s r e m a t i k d a p a t d i t e g a k k a n s e c a r a k l i n i k berdasarka
n adanya salah satu tanda berikut:
(a) bising baru atau perubahan sifat bising organik,
(b) kardiomegali,
(c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik
yang seringkali muncul pertama kali,

sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya
baru t i m b u l p a d a k e a d a a n y a n g l e b i h b e r a t . B i s i n g p a d a k a r d i t i s r e m a t i k
d a p a t b e r u p a bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal
diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid -diastol pada apeks
(bising Carey-Coombs)yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.

2) Poliartritis
ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering
mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini
hanya b e r l a n g s u n g b e b e r a p a h a r i s a m p a i s e m i n g g u p a d a s a t u s e n d i
d a n k e m u d i a n berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang
s a l i n g t u m p a n g t i n d i h p a d a beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara
tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu
diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat
dijadikan sebagai suatu kriteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai
suatu kriterium mayor, poliartritisharus disertai sekurang -kurangnya dua kriteria
minor, seperti demam dan kenaikan
laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO at
a u a n t i b o d i antistreptokokus lainnya yang tinggi.

3) Korea
secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuanyang
berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi dema m rematik ini lazim disertai kelemahan
otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah
usia3 t a h u n a t a u s e t e l a h m a s a p u b e r t a s d a n l a z i m t e r j a d i p a d a p e r e
mpuan.
K o r e a Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting
sehinggadapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak
ditemukankriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul
secaralambat, sehingga tanda dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi padasaat
korea mulai timbul.

4) Eritema marginatum
m e r u p a k a n w u j u d k e l a i n a n k u l i t y a n g k h a s p a d a d e m a m rematik dan
tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa
gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan
meluass e c a r a s e n t r i f u g a l . E r i t e m a m a r g i n a t u m j u g a d i k e n a l s e b a g a i
e r i t e m a a n u l a r e rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat
, a n g g o t a g e r a k b a g i a n proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah.
Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas,
dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus
yang berat.

5) Nodulus subkutan
p a d a u m u m n y a h a n y a d i j u m p a i p a d a k a s u s y a n g b e r a t d a n terdapat di
daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa
yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit diatasnya, dengan diameter dan
beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan
jika tidak terdapat karditis.

Kriteria Minor
1) Riwayar demam rematik sebelumnya
dapat digunakan sebagai salah satu kriteriaminor apabila tercatat dengan baik
sebagai suatu diagnosis yang didasarkan padak r i t e r i a o b y e k t i f y a n g s a m a .
A k a n t e t a p i , r i w a y a t d e m a m r e m a t i k a t a u p e n y a k i t jantung rematik inaktif yang
pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatatsecara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis

2) Artralgia
Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradanganatau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri padaotot
atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim
terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteriaminor apabila
poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

3) Demam
pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai39°C,
terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatudemam derajat
ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksiyang tidak spesifik, dan
karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak
memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.

4) Peningkatan kadar reaktan fase akut


berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis
merupakan indikator nonspesifik dan peradanganatau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase
akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika
k o r e a m e r u p a k a n s a t u - s a t u n y a m a n i f e s t a s i m a y o r y a n g ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemiadan gagal jantung
kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia,akan tetapi mengalami
kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dankadar protein C
reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif
tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat
dipertanyakan.

5) I n t e r v a l P - R y a n g m e m a n j a n g
biasanya menunjukkan adanya keterlambatanabnormal sistem konduksi pada
nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai p a d a demam rematik,
p e r u b a h a n g a m b a r a n E K G i n i t i d a k s p e s i f i k u n t u k d e m a m rematik. Selain
itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan
adanya karditis rematik.

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Penyakit Demam Reumatik akibat kumam Streptococcus β hemolyticus Lancefield grup A
pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu (Morehead,1965).Sedangkan yang
dimaksud dengan Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah kelainan jantung yang terjadi akibat
Demam Reumatik,atau kelainan karditis reumatik (Taranta A dan Markowitz,1981).
Pemeriksaan penunjang Demam Reumatik dan Jantung Reumatik :
A.Pemeriksaan darah :
1. LED tinggi sekali
2. Lekositosis
3. Nilai hemoglobin dapat rendah
4. PCR meningkat
B.Pemeriksaan bakteriologi
Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya kuman streptococcus
C.Pemeriksaan serologi
Titer ASTO, Antistreptokinase, Antihyaluronidase
D.Elektrokardiogram
Pada demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat menunjukkan pelbagai kelainan sesuai
dengan kelainan jantungnya.Yang paling sering ditemukan ialah pemanjangan interval PR,yang
dianggap sebagai salah satu gejala minor.
E.Bentuk pemeriksaan paling akurat adalah dengan dilakukannya echocardiografi
untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot jantung.
Demam Reumatik dan Jantung Reumatik ditandai oleh pelbagai manifestasi klinis dan
laboratorium.Sampai saat ini tidak ada satu jenis pemeriksaan laboratorium yang spesifik.Oleh
karena itu diagnosis demam reumatik/jantung reumatik didasarkan pada gabungan gejala dan
tanda klinis serta kelainan laboratorium.
2.11 PENATALAKSANAAN DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Penatalaksanaan demam reumatik/PJR meliputi: (1) tirah baring di rumah sakit, (2)
eradikasi kuman streptokokus, (3) pemberian obat-obat anti inflamasi, (4) pengobatan korea, (5)
pemberian diet

Tirah baring
Tabel 1 : Pedoman istirahat dan mobilisasi penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik
Artritis Karditis Karditis tanpa Karditis
minimal kardiomegali dengan
kardiomegali
Tirah baring 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3-6 bulan

Mobilisasi
bertahap di
2 minggu 3 minggu 6 minggu 3 bulan
ruangan

Mobilisasi
bertahap diluar
3 minggu 4 minggu 3 bulan 3 bulan atau
ruangan
lebih

Semua kegiatan Sesudah 6-8 Sesudah 10 Sesudah 6 bulan bervariasi


minggu minggu

Eradikasi kuman Streptococcus


Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilakukan setelah
diagnosis ditegakkan. Dianjurkan menggunakan penisilin dosis biasa selama 10 hari; pada
penderita yang peka terhadap penisilin dapat diganti dengan eritromisin. Pengobatan terhadap
Streptococcus ini harus tetap diberikan meskipun biakan usap tenggorok negative

Tabel 2 : Pengobatan Infeksi Beta-Streptococcus Hemolyticus Grup A


Jenis Cara Pemberian Dosis Frekuensi/lama pemberian

Penisilin benzatin G IM 1,2 juta S 1 kali

Penisilin prokain IM 600.000 S 1-2 kali sehari selama 10 hari

Penisilin V oral 250.000 S 3 kali sehari selama 10 hari

Eritromisin Oral 125-250 mg 4 kali sehari selama 10 hari

Obat anti Inflamasi


Yang dipakai secara luas ialah salisilat dan steroid. Keduanya efektif untuk memngurangi
demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan
beratnya penyakit dan responsnya terhadap pengobatan.
Tabel 3: Terapi AntiInflamasi pada penyakit DR/PJR
Artritis Karditis ringan tanpa Kardiomegali karditis
kardiomegali berat, gagal jantung

1.Salisilat 100 mg/kgbb/hari 1.Salisilat 100 mg/kgbb/hari 1.Prednison 2 mg/kgbb/hari


(rata-rata 4x10 mg/hari)

2.Setelah 1 minggu turunkan 2.Setelah 1-2 minggu 2.Setelah 2 minggu turunkan


menjadi 75 mg/kgbb/hari turunkan menjadi 75 menjadi 3x10 mg/hari
mg/kgbb/hari

3.Bila hasil laboratotium 3. teruskan sampai 6-8 3. setelah 2 minggu turunkan


normal turunkan menjadi 50 minggu (terapi total 12 menjadi 4x5 mg/hari
mg/kgbb/hari,teruskan minggu)
minimal 6 minggu 4. setelah 2 minggu turunkan
menjadi 3x5 mg/hari. Mulai
berikan salisilat

5. dosis prednisone terus


diturunkan setiap minggu;
salisilat berikan sampai 6-12
minggu

Pengobatan Korea
Korea pada umunya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama beberapa
minggu sampai 3 bulan. Obat-obat sedative, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau
haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan . haloperidol sebaiknya tidak
diberikan pada anak dibawah 12 tahun.
Diet
Bentuk dan jenis makanan dengan keadaan penderita,. Pada sebagian besar kasus cukup
diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin dapat dibenarkan.
Penanganan gagal jantung
Gagal jantung pada DR/PJR dapat ditangani seperti kasus gagal jantung pada umumnya.
Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian kortikosteroid,
meskipun seringkali perlu diberikan digitalis dan diuretic.
Penatalaksanaan penyakit jantung reumatik kronik :
1. Penatalaksanaan medik
a. Kemoprofilaksis sekunder untuk mencegah serangan ulang demam reumatik
b. Pengobatan gagal jantung
c. Pencegahan endokarditis bakterialis
d. Pengaturan aktivitas
2. Penatalaksanaan bedah Pada anak, indikasi bedah pada umumnya ialah:
a. Kardiomegali berat yang menetap yamg menghalangi kehidupan normal
b. Kardiomegali progresif
c. Gagal jantung yang tidak dapat diatasi dengan terapi medis
2.12 REHABILITASI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Penyakit demam reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequele) yang amat penting
pada jantung sebagai akibat berat ringannya karditis selama serangan akut demam reumatik. Dari
beberapa penelitian tentang insidens karditis dan PJR yang menetap adalah akibat kekambuhan
DR tanpa PJR sebelumnya adalah 6-14%. Kekambuhan yang terbanyak dan terpenting adalah
akibat perjalanan penyakit demam reumatik itu sendiri. Cukup banyak dilaporkan insidens dari
kekambuhan demam reumatik yang berlanjut dan mengakibatkan PJR.
DR dapat diatasi dengan antibiotika penisilin-V atau benzatin penisilin parentral yang
adekuat terhadap kuman SGA hemolitikus. Pasien DR berisiko tinggi untuk terjadi kekambuhan
kembali, sehingga diperlukan pencegahan yang berkelanjutan dengan antibiotika sebagai
pencegahan sekunder terhadap kekambuhan tersebut. Tetapi yang sulit adalah menetapkan
berapa lama pencegahan sekunder ini dilakukan. Walaupun risiko kekambuhan berkurang
dengan bertambahnya umur dan juga interval kekambuhan makin panjang tetapi kekambuhan ini
bisa terjadi selama 5-10 tahun. Hanya akan berkurang atau menghilang bila dilakukan
pengobatan pencegahan sekunder secara teratur untuk waktu yang cukup lama.
Program pencegahan sekunder yang dapat mengurangi atau menghilangkan perjalanan
penyakit DR dan PJR, yang dapat dilakukan adalah :
1. Untuk pasien <20 tahun, berikan suntikan Benzatin Penisilin G 1,2 juta unit tiap 4 minggu
sampai umur 25 tahun
2. Bila umur pasien >20 tahun, berikan suntikan Benzatin Penisilin G (long-acting) selama 5 tahun.
3. Bila pasien telah selesai dengan protocol 1 dan 2 sedangkan terjadi kekambuhan lagi maka aka
mendapatkan kembali suntikan Benzatin Penisilin G dengan dosis 1,2 juta unit tiap 4 minggu
untuk selama 5 tahun berikutnya. Bila kasus berat tiap 3 minggu.

2.13 PROGNOSIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Demam reumatik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis sangat
baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam reumatik. Selama 5 tahun
pertama perjalanan penyakit demam reumatik dan penyakit jantung reumatik tidak membaik bila
bising organik katup tidak menghilang, (Feinstein AR dkk, 1964). Prognosis memburuk bila
gejala karditisnya lebih berat dan ternyata demam reumatik akut dengan payah jantung akan
sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan
bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. Ada penelitian
melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga
kerusakkan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian demam
reumatik ini. (Irvington House Group & U.K and U.S 1965). Penelitian selama 10 tahun yang
mereka lakukan menemukan adanya kelompok lain terutama kelompok perempuan dengan
kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah jantung yang berat tanpa diketahui adanya
kekambuhan demam reumatik atau infeksi streptokokus. (Stresser, 1978).
Adanya atau tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan prognosis jantung reumatik.
Perkembangan dari penyakit jantung residual dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
1. Keadaan jantung pada awal terapi. Semakin berat keterlibatan jantung pada saat pertama kali
pasien diperiksa, semakin besar resiko timbulnya kelainan jantung residual.
2. Kekambuhan demam reumatik. Semakin berat keterlibatan katup, maka angka kekambuhannya
semakin tinggi.
3. Regresi dari gangguan jantung. Bukti adanya keterlibatan jantung pada serangan awal mungkin
tidak terlihat pada 10 – 25 % pasien, dan baru nampak kurang lebih 10 tahun setelah serangan
awal.
Prognosis demam rematik juga tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada
tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-
kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita
dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.

2.1 DEFINISI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Defenisi jantung rematik
Penyakit jantung rematik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari
katup – katup jantung yang disebabkan oleh demam rematik.penyakit jantung rematik (PJR)
merupakan komplikasi yang membahayakan dari demam rematik. Katup – katup jantung tersebut
rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:Streptococcus pygenes).
Yang bisa menyebabkan demam rematik. kurang lebih 39 % pasien dengan demam rematik akut
bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis
bahkan kematian. Dengan penyakit jantung rematik yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis
katup dengan derajat regurgitasi yang berbeda – beda, dilatasi atrium, aritmia dan disfungsi
ventrikel. Penyakit jantung rematik masih terjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian
katup pda orang dewasa di Amerika serikat.
Demam rematik
Demam rematik adalah peradangan penyakit yang terjadi setelah Streptococcus pyogenes
infeksi, seperti faringitis streptokokus atau demam berdarah. Diyakini disebabkan oleh antibodi
lintas-reaktivitas yang dapat melibatkan jantung, sendi, kulit dan otot, penyakit biasanya
berkembang dua sampai tiga minggu setelah infeksi streptokokus. Demam rematik akut sering
muncul pada anak – anak usia 6 -15, dengan hanya 20% dari pertama kali serangan yang terjadi
pada orang dewasa.

2.2 EPIDEMIOLOGI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


2.2.1 Epidemiologi jantung rematik
Demam rematik (demam reumatik) masih sering didapati pada anak di negara
berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Pada tahun 1944 diperkirakan
diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita demam reumatik dan penyakit jantung reumatik dan
sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit.
Prevalensinya dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak
sekolah dan relatif stabil.
Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 – 1990
didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang
lainnya 5,13. Statistik rumah sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35
persen dari penderita penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik. Data yang berasal dari negara berkembang
memperlihatkan mortalitas karena demam reumatik dan penyakit jantung reumatik masih
merupakan problem dan kematian karena demam reumatik akut terdapat pada anak dan dewasa
muda. Di negara maju insiden demam reumatik dan prevalensi penyakit jantung reumatik sudah
jauh berkurang dan bahkan sudah tidak dijumpai lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan
memperlihatkan peningkatan dibeberapa negara maju 13. Dilaporkan dibeberapa tempat di
Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir tahun 1980an telah terjadi peningkatan insidens
demam reumatik, demikian juga pada populasi aborigin di Australia dan New Zealand
dilaporkan peningkatan penyakit ini.

Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus β
hemolitik grup A menderita demam reumatik. Sekitar 3 persen dari penderita infeksi saluran
nafas atas terhadap Streptokokus β hemolitik grup A di barak militer pada masa epidemi yang
menderita demam reumatik dan hanya 0,4 persen didapati pada anak yang tidak diobati setelah
epidemi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil. Dalam laporan
WHO Expert consultation Geneva, 29 October–1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004
angka mortalitas untuk penyakit jantung reumatik 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju
hingga 8,2 per 100.000 penduduk dinegara berkembang dan didaerah Asia Tenggara
diperkirakan 7,6 per Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan
Indonesia 100.000. Diperkirakan sekitar 2000 – 332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena
penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost)
akibat penyakit jantung reumatik diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 dinegara maju hingga
173,4 per 100.000 dinegara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan.

2.2.2 Epidemiologi Deman Rematik


Meskipun individu individu segala umur dapat diserang oleh Dr akut, tetapi DR ini
banyak terdapat pada anak anak dan oaring usia ( 1-15 tahun) (Rosenthal,1968). Ada dua
keadaan terpenting dari segi epidemiologic pada DR akut ini yaitu kemiskinan dan kepadatan
penduduk.
Tetapi pada saat wabah DR tahun 1980 di amerika pasien pasien anak yang terserang
juga pada pada kelompok ekonomi menengah dan atas. Setelah perang dunia ke dua dilaporkan
bahwa di amerika dan eropa insiden DR menuruna, tetapi DR masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Negara Negara berkembang.
Pada penelitian di bawah ini terlihat insiden DR dan PJR di eropa dan amerika menurun
sedangkan di Negara tropis dan sub tropis masih terlihat peningkatan yang agresip, seperti
kegawatan karditis dan payah jantung yang meningkat. Majed melaporkan insiden DR di
beberapa Negara ternyata insiden yang tinggi dari karditis adalah anak muda dan teerjadinya
kelainan katup jantung adalah sebagai akibat kekurangan kemampuan untuk melakukan
pencegahan sekunder DR dan PJR. Taranta A DAN Markowictz M, 1998 melaporkan bahwa DR
adalah peneyebab utama terjadinya penyakit jantung untukn usia 5-30 tahun. DR dan PJR adalah
penyebab utama kematian penyakit jantung untuk usia dibawah 45 tahun, juga dilaporkan 25-
40% penyakit jantung disebabkan oleh PJR untuk semua umur.

2.3 ETIOLOGI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Streptococcus Beta Hemolyticus Group A merupakan agen pencetus yang menyebabkan
terjadinya demam reumatik akut,walaupun mekanisme patogenetik yang tetap tidak
terjelaskan.tidak semua serotip Streptococcus Beta Hemolyticsus Group A dapat menimbulkan
demam reumatik.Bila beberapa strain (missal,M tipe 4) ada pada populasi yang amat rentan
reumatik,tidak terjadi reumatik ulang.sebaliknya serotip lain yang lazim pada populasi yang
sama menyebabkan angka serangan berulang 20-50% dari mereka yang dengan faringitis.konsep
Reumatogenesitas lebih lanjut didukung oleh penelitian yang member kesan bahwa serotip-
serotip Streptococcus Beta Hemolyticus Group A yang sering dihubungkan dengan infeksi
kulit,biasanya serotip yang lebih tinggi,sering diisolasi dari saluran pernapasan atas tetapi jarang
menyebabkan kumat demam reumatik pada individu yang sebelumnya dengan riwayat demam
reumatik.selanjutnya,serotip tertentu Streptococcus Beta Hemolyticus Group A (Misal : M tipe
1,3,5,6,18,24) lebih sering diisolasi dari penderita dengan demam reumatik akut daripada serotip
lain.namun,karena serotip tidak diketahui pada saat diagnosis klinis faringitis streptokokus,klinis
harus menganggap bahwa semua streptokokus group A mempunyai kemampuan menyebabkan
demam Reumatik dan karenanya dari semua episode faringitis streptokokus harus diobati.
2.4 KLASIFIKASI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
2.4.1.Klasifikasi Demam Rematik
Demam rematik adalah suatu penyakit immunitas sistematik di klasifikasikan dalam
demam rematik akut dan demam rematik kronik yang dapat sembuh sendiri. Sesuai dengan
adanya bukti sterptokokus beta Hemolitikus grup A, diagnosa demam rematik dapat
diklasifikasikan menjadi Karditis, Poliartritis migrans, Khorea, Nodul subkutan, Eritema
marginatum, Demam.

2.4.2 Klasifikasi PJR


PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan jantungyang berat
padaserangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa adanyariwayat DR akut. Hal ini
terutamadidapatkan pada penderita dewasa denganditemukannya kelainan katup. Kemungkinan
sebelumnyapenderita tersebutmengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak
berobat dantidak didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan
adalah pada katupmitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada katup aorta. Klasifikasi PJR
memiliki 4 (empat) bagian,di antaranya insufisiensi mitral,stenosis mitral, insufisiensi aorta, dan
stenosis aorta.
a. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)
Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masaanak-anak dan
remajadengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup, sehingga daun
katup tidakdapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral yang tidak sempurna
menyebabkanterjadinya regurgitasidarah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada
kelainan ringantidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri
tidak bertambahsecara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitralmerupakan
klasifikasi ringan,karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakansalah satu gejala gagal
jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya.Pada penyakit
ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda
gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.
b. Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan olehPJR. Perlekatan
antardaun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral(tidak dapat menutup
sempurna) jugadapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapatmembuka sempurna). Ini akan
menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah,sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan
yangdapat menyebabkan gagal jantungkanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis
mitraltermasuk ke dalamkondisi yang berat

c. Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)


PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus ini
terdapatpenyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aortadapat disebabkan oleh
dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan inidapat terjadi sejak awal perjalanan
penyakit akibatperubahan-perubahan yang terjadisetelah proses radang rematik pada katup aorta.
Insufisiensi aorta ringan bersifatasimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa
dikatakansebagaiklasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi
mitraldaninsufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai klasifikasiPJR
yang sedang. Halini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki
peluang untuk menjadiklasifikasi berat, karena dapat menyebabkangagal jantung.

d. Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi
obstruksi dapatterjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler.Gejala-gejala stenosis aorta
akan dirasakanpenderita setelah penyakit berjalan lanjuttermasuk gagal jantung dan kematian
mendadak.Pemeriksaan fisik pada stenosisaorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit
dan lonjakandenyut arterimelambat.

2.5 PATOFISIOLOGI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


2.5.1 Patofisiologi Penyakit Jantung rematik
Demam reumatik yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitasi dari antigenSGA setelah
1-4 minggu infeksi Streptococcus Grup A beta hemolitikus di faring. Terdapat dua mekanisme
yang diajukan sebagai pathogenesis dari demam reumatik :

1. Respons hiperimun yang bersifat autoimun maupun alergi,


2. Efek langsung organisme streptococcus atau toksinnya.
Yang paling dapat diterima adalah mekanisme pertama yaitu dari sudut imunologi, dimana
reaksi autoimun terhadap infeksi streptococcus akan menyebabkan kerusakan jaringan atau
manifestasi demam reumatik, dengan cara :

1. Streptococcus grup A akan menyebabkan infeksi faring,


2. Antigen Streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibody pada pejamu yang hiperimun,
3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptococcus, dan dengan jaringan pejamu yang
secara antigenic sama seperti streptococcus,
4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan.

Kerusakan jaringan yang disebabkan tersebut berupa peradangan difus yang menyerang jaringan ikat
berbagai organ, terutama jantung, sendi dan kulit. Terserangnya jantung merupakan keadaan
yang sangat penting, karena :

1. Kematian pada fase akut, yang sebagian besar karena gagal jantung.
2. Kecacatan jantung, yang sebagian besar oleh adanya deformitas katup.

Keterlibatan jantung pada penyakit demam rematik dapat mengenai setiap komponen
jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium dan
miokardium, namun pada pasien dengan miokaditis berat, pericardium dapat juga terlibat.
Peradangan di endokardium biasanya mengenai endotel katup, sekitar 50%kasus adalah katup
mitral, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir katup yang ditunjukkan
dengan adanya vegetasi seperti manik-manik (verruceae) di sepanjang pinggir daun katup. Proses
ini mengganggu penutupan katup yang efektif, mengakibatkan regurgitasi katup. Jika tidak ada
pembalikan proses dan penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan
pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pasca serangan.
Peradangan di miokardium, terdapat pembentukan lesi nodular yang khas pada dinding
jantung berupa sel Aschoff yang terdiri dari infiltrat perivaskuler sel besar dengan inti polimorf
dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular.
Peradangan Perikardium, adanya penumpukan cairan (eksudasi) di dalam rongga perikard yang
disebut sebagai efusi perikard. Dan hal ini mengganggu pengisian ventrikel sehingga volume
sekuncup berkurang.
Bila terjadi karditis seluruh lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi
dan perikarditis fibrinosa kadang-kadang didapati. Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard
menyebabkan pembesaran semua ruang jantung. Pada miokardium mula-mula didapati
fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya
nodul aschoff di miokard yang merupakan patognomonik DR.

2.5.1.1 Patofisiologi insufisiensi mitra


Insufisiensi ini merupakan akibat perubahan struktur yang biasanya meliputi kehilangan
bahan valvuler dan pemendekan serta penebalan kordae tendinea. Selama demam rematik akut
dengan keterlibatan jantung berat, gagal jantung kongestif paling sering disebabkan oleh
gabungan pengaruh mekanik insufisiensi mitral berat bersama dengan penyakit radang yang
dapat melibatkan perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium. Karena beban volume
yang besar dan proses radang, ventrikel kiri menjadi besar dan tidak efisien. Atrium kiri dilatasi
ketika darah beregugirtasi kedalam ruangan ini. Kenaikan tekanan atrium kiri mengakibatkan
kongesti pulmonal dan gejala-gejala gagal jantung sisi kiri. Pada kebanyakan kasus insufisiensi
mitral ada dalam kisaran ringan sampai sedang. Bahkan, pada penderita-penderita yang pada
permulaannya insufisiensi berat, biasanya kemudian ada perbaikan spontan. Hasilnya lesi kronis
paling sering ringan atau sedang, dan penderita akan tidak bergejala. Lebih separuh penderita
dengan insufisiensi mitral selama serangan akut akan tidak lagi mempunyai bising akibat mitral
setahun kemudian. Namun, pada penderita dengan insufisiensi mitral kronis, berat, tekanan ateria
pulmonalis menjadi naik, pembesaran ventrikel dan atrium kanan dan yang selanjutnya akan
terjadi gagal jantung sisi kanan.
2.5.1.2 Patofisiologi stenosis mitral reumatik
Stenosis mitral reumatik adalah akibat fibrosis cincin mitral, perlekatan komisura, dan
kontraktur daun katup, korda, dan muskulus papilare selama periode waktu yang lama. Stenosis
ini biasanya 10 tahun atau lebih agar lesi menjadi betul-betul tegak, walaupun prosesnya kadang-
kadang dapat dipercepat. Stenosis mitral reumatik jarang ditemukan sebelum remaja dan
biasanya tidak dikenali sampai umur dewasa. Stenosis mitral secara klinis diketahui jika lubang
katup mengurang sampai 25% atau kurang dari lubang katup yang diharapkan normal.
Pengurangan demikian berakibat kenaikan tekanan pada pembesaran serta hifertrofi atrium kiri.
Kenaikan menyebabkan hifertensi vena pulmonalis, kenaikan tahanan vaskuler pulmonal dan
hipertensi pulmonal. Dilatasi ventrikel dan atrium kanan, dan terjadi hipertrofi dengan disertai
gagal jantung sisi kanan.
2.5.2 Patofisiologi Demam Rematik
Streptococcus beta-hemolyticus grup A dikenali oleh karena morfologi koloninya dan
kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis. Sel ini terdiri dari sitoplasma yang dikelilingi
oleh tiga lapisan membrane, yang disusun terutama dari tiga komponen.

(1) Komponen bagian dalam adalahpeptidoglikan, yang memberi kekakuan dinding sel,
menimbulkan arthritis, sertareaksi nodular pada kulit binatang percobaan.
(2) Komponen kedua adalahpolisakarida dinding sel, atau karbohidrat spesifik grup. Struktur
imunokimia komponen ini menetukan serogrupnya.

Karbohidrat grup A merupakan polimer polisakarida, yang terdiri dari pendukung utama
Ramnose dengan rantai samping yang diakhiri ujung terminalN-asetilgluktosamin. Karbohidrat
ini terbukti memiliki determinan antigenicbersama dengan glikoprotein pada katup jantung
manusia.

(3) Komponenketiga terdiri dari mosaic protein yang dilabel sebagai protein M, R dan T.
Dariketiga protein ini yang terpenting adalah protein M, yakni antigen spesifik tipe dari
streptococcus group A.

Adanya protein M pada permukaan streptokokus menghambat fagositosis; hambatan


tersebut dinetralkan oleh antibody terhadap protein M,yaitu antibody spesifik tipe. Dari
permukaan keluar bentuk menyerupai rambut merupakan lapisan fimbriae yang tersusun oleh
asam lipoteikoat. Komponen ini penting dalam perlekatan (adherence) streptokokus terhadap sel
epitel. Beberapa strain streptokokus grup A, terutama yang ditemukan dari demam reumatik,
mempunyai kapsul mukoid yang terdiri dari asam hialuronat. Kapsultersebut hanya kadang-
kadang ada, kemungkinan karena hidrolisis olehhialuronidase yang dihasilkan selama masa
pertumbuhan mikroorganisme.Disamping hialuronidase, streptokokus grup A juga
menghasilkansejumlah enzim ekstraselular, termasuk dua hemolisin atau streptolisin (tipe Syang
stabil pada oksigen dan O yang labil pada oksigen). Hemolisin bekerjapada sel darah merah dan
menyebabkan hemolisis di sekitar kolonistreptokokus. Kebanyakan streptokokus grup A
menghasilkan toksin eritrogenik yang menyebabkan ruam pada kulit dan skarlatina;
streptokinase yang berfungsi sebagai activator sistem fibrinolitik nikotianmid adenine
dinikleotidase;proteinase; amylase dan esterase Empat isoenzim DNAse (A, B, C, D)
dihasilkandalam jumlah yang berbeda-beda oleh strain yang berbeda. Isoenzim DNAse
Bdihasilkan oleh streptokokus grup A yang tersebar dimana-mana.
Pengelepasan enzim streptokokus ke dalam pejamu pada waktu terjadiinfeksi
merangsang pembentukan antibodi, kecuali streptolisin S, yang pada manusia tidak imunogenik.
Uji antibodi streptokokus didasarkan padaimunogenitas produk. Dalam uji ini, serum diuji untuk
mendeteksi antibodyneutralisasi terhadap satu atau lebih enzim. Kenaikan titer antibody lebih
darinormal atau kenaikan titer yang bermakna antara serum akut dan konvalesensbukti infeksi
sebelumnya.
Kerentanan Pejamu Penelitian epidemiologis menunjukan bahwa hanya sebagian kecil (2 sampai
3%) yang menderita faringitis streptokokus menderita demam reumatik, tetapiangka kejadian
penderita demam reumatik adalah 50%. Hal ini memberi kesanadanya kerentanan pejamu
terhadap demam reumatik akut.Penelitian mutakhir memberikan tambahan bukti. Pemeriksaan
fenotip Human Leucocyt Antigen (HLA) terhadap demam reumatik menunjukanhubungan
alloantigen sel B spesifik, dikenal dengan antibodi monoclonal,dengan status reumatikus.
Penelitian lain menunjukan insiden petanda HLAtinggi pada pasien demam reumatik. Antigen
HLA-DR4 dan HLA-DR2 masing-masing lebih sering terdapat pada pasien demam reumatik ras
kaukasoid dan kulit hitam dibandingkan pada populasi sehat; hal ini mendukung konsep
predisposisi genetik pada demam reumatik.
Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel
mononukleus yang besar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang
memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes.
Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita DR. Keterlibatan
endokard menyebabkan valvulitis rematik kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter
1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup dan korda tendinea.
Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup.
Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa didapati dan dipercaya akibat efek
jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai
pembentukan granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan
stenosis atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup
trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.
Dasar kelainan patologi demam rematik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif
jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung, organ lain seperti ; sendi,
kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi reversibel.
Yang terjadi di Jantung
Baik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan
berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat
berakibat fatal.
Bila peradangan berlanjut, timbullah badan-badan Aschoff yang kelak dapat
meninggalkan jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral
maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi
tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen.
Bila berlangsung lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal.
Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung.
Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering
menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang terkena. Mula-mula terjadi edema
dan reaksi seluler seluler akut yang mengenai katup dan korda tendinae. Kemudian terjadi
vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi ini masa hialin. Bila
menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat menetap dan dapat
mengakibatkan kebocoran katup.
Yang terjadi di organ-organ lain
Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi fibrinoid
sinovium.
Nodul subkutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi oleh sel-sel
jaringan ikat, mirip badan aschoff.
Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil. Kelainan
tersebut letaknya tersebar di korteks, serebellum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada
susunan saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea; kelainan tersebut dapat
ditemukan pada penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak
pernah menunjukkan gejala korea.
Pada paru dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan pembuluh darah
dapat terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan
dan proliferasi endotel.
Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma.
Gambar: Pathofisiology demam rematik
Gambar: Skema Patofisiologi Penyakit jantung Rematik
2.6 PATOGENESIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman beta-
streptococcus hemolyticus grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya
demam reumatik yang pasti belum diketahui.
Pada umumnya, para ahli sependapat bahwa demam reumatik yang mengakibatkan
penyakit jantung reumatik yang terjadi akibat sensitasi dari antigen streptococcus sesudah 1-4
minggu infeksi streptococcus difaring.lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer
antistreptoksi-O (ASTO),antideoksiribonukleat B (anti DNA –ase B) yang merupakan 2 macam
tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman streptococcus.
Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas dasar
reaksi antigen antibody terhadap antigen streptococcus.salah satu antigen tersebut adalah protein-
M streptococcus .pada serum pasien demam reumatik akut ditemukan antibody dan antigen.
Antibodi yang terbentuk bukan bersifat kekebalan. Dan reaksi ini dapat ditemukan pada miokard,
otot skelet dan sel otot polos. Dengan imunoflorensi dapat ditemukan immunoglobulinnya dan
komplemen pada sarkolema miokard.
2.7 GAMBARAN KLINIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Gambaran Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat di bagi dalam 4
stadium.
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran atas bagian atas oleh kuman Beta-Streptococcus
hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya berupa
demam,batuk,rasa sakit waktu menelan,tidak jarang di sertai muntah bahkan pada anak kecil
dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis sering di dapatkan eksudatdi tonsil yang menyertai
tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular sering kali membesar.
Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para
peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita demam
reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi
pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam
reumatik/penyakit jan tung reumatik.
Gejala peradangan umum
Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak
menjadi lesu,anoreksia,lekas tersinggung dan berat badan tampak menurun. Anak kelihatan
pucat karena anemia akibat tertekannya eritropoesis. Bertambahnya volume plasma serta
memendeknya umur eritrosi. Dapat pula terjadi epitaksis dan bila banyak dapat menambah berat
derajat anemia.
Artralgia , rasa sakit disekitar sendi selama beberapa hari /minggu juga sering
didapatkan; rasa sakit akan bertambah bila anak melakukan latihan fisis. Gejala klinis lain yang
dapat timbul ialah sakit perut, yang kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai
apendisitis akut. Sakit perut ini akan member respons cepat dengan pemberian salisilat.
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tanda-tanda reaksi peradangan akut
berupa terdapatnhya C-reactive protein dan leukositosis serta meningginya laju endap darah.
Titer ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada pemeriksaan EKG dapat jumpai
pemanjangan interval P-R (blok AV derajat I).
Sebagai gejala-gejala peradangan umum ini penting untuk diagnosis dan dikelompokan
sebagai gejala minor.

2.8 ANAMNESIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Diagnosis pada demam rematik memerlukan anamnesis dan pemeriksaan
fisikyang teliti. Biasanya pasien datang dengan tanda-tanda Karditis, disebabkankarena
gejala-gejala poliartritis akan sembuh dengan sempurna dalam beberapaminggu.
1. Tanyakan identitas pasien
2. tanyakan keluhan utama
dan telusuri keluhan utama
• Infeksi tenggorokan
apakah ada keluhan nyeri menelan sebelumnya?
Apakah disertai gejala batuk dan mata merah?
Adakah keluhan demam?
Adakah nyeri tekan pada kelenjar leher?

• Polartritis
Apakah ada b en gk ak yan g t e rj adi t i ba -t i ba pad a sendi -sendi besa r(l ut ut ,
per gel an gan k aki at au t an gan, pah a,l en gan, si ku dan bahu) sebelumnya?
Apakah bengkak pada sendi simetris dan berpindah?
Apakah bengkak tersebut disertai nyeri?

• Karditis
Adakah sesak? Apakah sesak dipengaruhi aktivitas? ---di psnoe ---oneffort
Adakah sesak pada malam hari? (Paroxysmal Nocturnal Dyspnea)
Adakah s esak yan g t erj adi pada posi si berbari n g dan hi l an g pada posisi duduk?
(orthopnea)
Adakah nyeri dada? Bagaimanakah sifat nyeri?
Adakah pembengkakan (udem)?

• Korea
Adakah gerakan-gerakan yang tidak disadari?
Adakah kelemahan otot?
Adakah ketidakstabilan emosi?
• Eritema marginatum
Adakah bercak kemerahan yang tidak gatal?
Apakah bercaknya seakan-akan menjauhi pusat lingkaran?
Apakah bercak berpindah-pindah?
• Nodul Subkutan
Adakah teraba massa padat?
Apakah massa tersebut tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulitdi atasnya?
Riwayat medis dimasa lalu
Kondisi sebelumnya (termasuk masa kanak-kanak) dan terkait, seperti infark miokard,
hipertensi, diabetes, demam reumatik. Informasi resep dan obat lainnya, serta kepatuhan pasien.
Tinjauan kembali tekanan darah, kadar lipid, rontgen toraks, dan EKG sebelumnya.
3. Riwayat keluarga, pekerjaan,dan sosial
4. Riwayat keluarga
5. Hal-hal yang memperberat dan memperingan
6. Aktivitas, iklim, makanan, kebiasaan dan Obat-obatan

2.9 PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG


REUMATIK
2.9.1 PEMERIKSAAN FISIK DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
1. Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut nadi,berat
badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui kondisi
umum dari pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang parah seperti
insufisiensi mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispnea dan mungkin juga
terjadi denyut nadi yang cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah yang masuk ke
aorta. Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada penyakit jantung rematik
dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga merupakan suatu pertanda
penting untuk membedakan suatu penyakit jantung bawaan maupun didapat. Sebagian besar
penyakit jantung bawaan akan menunjukkan keterlambatan tumbuh kembang dari anak terserbut.
2. inspeksi
- Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dindingdada
Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas,pernapasan cuping
hidung,sianosis,pembengkakan pada sendi,melihat apakah denyut jantung terlihat di permukaan
kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung,sianosis merupakan pertanada adanya gejala
dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi merupakan salah
satu kriteria major jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk mendiagnosis penyakit
jantung rematik. Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi karena beberapa sebab, mungkin
terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau anak tersebut sangat kurus.
3. Palpasi
-Meraba denyut jantung
Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh
demam rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan, nodul
subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan palpasi
yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan membesar
apabila terjadi gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut dari penyakit
jantung rematik.
4. Perkusi
- Mengetahui batas-batas jantung
Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada penderita
kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.
5. auskultasi
-Mendengarkan bunyi-bunyi jantung
Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung. Pada
penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan akibat dari
insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan oleh
insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan suara
jantung ketiga yang disebabkan keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan dari katup-
katup jantung. Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta yang disebabkan
oleh insufisiensi dari katup mitral.

2.9.2 DIAGNOSIS DEMAM REMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK


Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang
untuk pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian
dikenalsebagai kriteria Jones.
K r i t e r i a J o n e s m e m u a t k e l o m p o k k r i t e r i a m a yo r d a n m i n o r ya n g p a d a da
s arn ya m eru pakan m ani fest asi kl i ni k dan l aborat ori k dem am rem at i k.
P ada perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh
American Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus
sebelumnya. Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya,
kemungkinan besar men an d ak an ad an ya d ema m re mati k . Tanpa di dukung
bukt i adan ya i nf ek si streptokokus, maka diagnosis demam rematik harus
selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi mayor
tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi
jika demam rernatik baru muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi strepthkokus.
Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagaisuatu pedoman
dalam menentukan diagnosis demam rematik.
Kriteria ini bermanfaat unt uk m emperkeci l kem un gki n an
t erj adi n ya kes al ahan di agnos i s,bai k be ru pa overdiagnosis maupun underdiagnosis.
Kriteria Mayor
1) Karditis
merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karenamerupakan
satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pad a fas e
akut dan dapat m en yeb abka n kel ai nan kat up sehi ngga
t erj adi pen yaki t j a n t u n g r e m a t i k .
D i a g n o s i s k a r d i t i s r e m a t i k d a p a t d i t e g a k k a n s e c a r a k l i n i k berdasarka
n adanya salah satu tanda berikut:
(a) bising baru atau perubahan sifat bising organik,
(b) kardiomegali,
(c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik
yang seringkali muncul pertama kali,

sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya
baru t i m b u l p a d a k e a d a a n y a n g l e b i h b e r a t . B i s i n g p a d a k a r d i t i s r e m a t i k
d a p a t b e r u p a bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal
diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid -diastol pada apeks
(bising Carey-Coombs)yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.

2) Poliartritis
ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering
mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini
hanya b e r l a n g s u n g b e b e r a p a h a r i s a m p a i s e m i n g g u p a d a s a t u s e n d i
d a n k e m u d i a n berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang
s a l i n g t u m p a n g t i n d i h p a d a beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara
tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu
diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat
dijadikan sebagai suatu kriteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai
suatu kriterium mayor, poliartritisharus disertai sekurang -kurangnya dua kriteria
minor, seperti demam dan kenaikan
laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO at
a u a n t i b o d i antistreptokokus lainnya yang tinggi.

3) Korea
secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuanyang
berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan
otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah
usia3 t a h u n a t a u s e t e l a h m a s a p u b e r t a s d a n l a z i m t e r j a d i p a d a p e r e
mpuan.
K o r e a Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting
sehinggadapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak
ditemukankriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul
secaralambat, sehingga tanda dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi padasaat
korea mulai timbul.

4) Eritema marginatum
m e r u p a k a n w u j u d k e l a i n a n k u l i t y a n g k h a s p a d a d e m a m rematik dan
tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa
gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan
meluass e c a r a s e n t r i f u g a l . E r i t e m a m a r g i n a t u m j u g a d i k e n a l s e b a g a i
e r i t e m a a n u l a r e rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat
, a n g g o t a g e r a k b a g i a n proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah.
Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah -pindah dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas,
dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus
yang berat.

5) Nodulus subkutan
p a d a u m u m n y a h a n y a d i j u m p a i p a d a k a s u s y a n g b e r a t d a n terdapat di
daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa
yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit diatasnya, dengan diameter dan
beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan
jika tidak terdapat karditis.

Kriteria Minor
1) Riwayar demam rematik sebelumnya
dapat digunakan sebagai salah satu kriteriaminor apabila tercatat dengan baik
sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada k r i t e r i a o b y e k t i f y a n g s a m a .
A k a n t e t a p i , r i w a y a t d e m a m r e m a t i k a t a u p e n y a k i t jantung rematik inaktif yang
pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatatsecara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis

2) Artralgia
Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradanganatau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri padaotot
atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim
terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteriaminor apabila
poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

3) Demam
pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai39°C,
terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatudemam derajat
ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksiyang tidak spesifik, dan
karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak
memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.

4) Peningkatan kadar reaktan fase akut


berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis
merupakan indikator nonspesifik dan peradanganatau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase
akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika
k o r e a m e r u p a k a n s a t u - s a t u n y a m a n i f e s t a s i m a y o r y a n g ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemiadan gagal jantung
kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia,akan tetapi mengalami
kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dankadar protein C
reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif
tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat
dipertanyakan.

5) I n t e r v a l P - R y a n g m e m a n j a n g
biasanya menunjukkan adanya keterlambatanabnormal sistem konduksi pada
nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai p a d a demam rematik,
p e r u b a h a n g a m b a r a n E K G i n i t i d a k s p e s i f i k u n t u k d e m a m rematik. Selain
itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan
adanya karditis rematik.

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Penyakit Demam Reumatik akibat kumam Streptococcus β hemolyticus Lancefield grup A
pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu (Morehead,1965).Sedangkan yang
dimaksud dengan Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah kelainan jantung yang terjadi akibat
Demam Reumatik,atau kelainan karditis reumatik (Taranta A dan Markowitz,1981).
Pemeriksaan penunjang Demam Reumatik dan Jantung Reumatik :
A.Pemeriksaan darah :
1. LED tinggi sekali
2. Lekositosis
3. Nilai hemoglobin dapat rendah
4. PCR meningkat
B.Pemeriksaan bakteriologi
Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya kuman streptococcus
C.Pemeriksaan serologi
Titer ASTO, Antistreptokinase, Antihyaluronidase
D.Elektrokardiogram
Pada demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat menunjukkan pelbagai kelainan sesuai
dengan kelainan jantungnya.Yang paling sering ditemukan ialah pemanjangan interval PR,yang
dianggap sebagai salah satu gejala minor.
E.Bentuk pemeriksaan paling akurat adalah dengan dilakukannya echocardiografi
untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot jantung.
Demam Reumatik dan Jantung Reumatik ditandai oleh pelbagai manifestasi klinis dan
laboratorium.Sampai saat ini tidak ada satu jenis pemeriksaan laboratorium yang spesifik.Oleh
karena itu diagnosis demam reumatik/jantung reumatik didasarkan pada gabungan gejala dan
tanda klinis serta kelainan laboratorium.
2.11 PENATALAKSANAAN DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Penatalaksanaan demam reumatik/PJR meliputi: (1) tirah baring di rumah sakit, (2)
eradikasi kuman streptokokus, (3) pemberian obat-obat anti inflamasi, (4) pengobatan korea, (5)
pemberian diet

Tirah baring
Tabel 1 : Pedoman istirahat dan mobilisasi penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik
Artritis Karditis Karditis tanpa Karditis
minimal kardiomegali dengan
kardiomegali
Tirah baring 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3-6 bulan

Mobilisasi
bertahap di
2 minggu 3 minggu 6 minggu 3 bulan
ruangan

Mobilisasi
bertahap diluar
3 minggu 4 minggu 3 bulan 3 bulan atau
ruangan
lebih

Semua kegiatan Sesudah 6-8 Sesudah 10 Sesudah 6 bulan bervariasi


minggu minggu

Eradikasi kuman Streptococcus


Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilakukan setelah
diagnosis ditegakkan. Dianjurkan menggunakan penisilin dosis biasa selama 10 hari; pada
penderita yang peka terhadap penisilin dapat diganti dengan eritromisin. Pengobatan terhadap
Streptococcus ini harus tetap diberikan meskipun biakan usap tenggorok negative

Tabel 2 : Pengobatan Infeksi Beta-Streptococcus Hemolyticus Grup A


Jenis Cara Pemberian Dosis Frekuensi/lama pemberian

Penisilin benzatin G IM 1,2 juta S 1 kali

Penisilin prokain IM 600.000 S 1-2 kali sehari selama 10 hari

Penisilin V oral 250.000 S 3 kali sehari selama 10 hari

Eritromisin Oral 125-250 mg 4 kali sehari selama 10 hari

Obat anti Inflamasi


Yang dipakai secara luas ialah salisilat dan steroid. Keduanya efektif untuk memngurangi
demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan
beratnya penyakit dan responsnya terhadap pengobatan.
Tabel 3: Terapi AntiInflamasi pada penyakit DR/PJR
Artritis Karditis ringan tanpa Kardiomegali karditis
kardiomegali berat, gagal jantung

1.Salisilat 100 mg/kgbb/hari 1.Salisilat 100 mg/kgbb/hari 1.Prednison 2 mg/kgbb/hari


(rata-rata 4x10 mg/hari)

2.Setelah 1 minggu turunkan 2.Setelah 1-2 minggu 2.Setelah 2 minggu turunkan


menjadi 75 mg/kgbb/hari turunkan menjadi 75 menjadi 3x10 mg/hari
mg/kgbb/hari

3.Bila hasil laboratotium 3. teruskan sampai 6-8 3. setelah 2 minggu turunkan


normal turunkan menjadi 50 minggu (terapi total 12 menjadi 4x5 mg/hari
mg/kgbb/hari,teruskan minggu)
minimal 6 minggu 4. setelah 2 minggu turunkan
menjadi 3x5 mg/hari. Mulai
berikan salisilat

5. dosis prednisone terus


diturunkan setiap minggu;
salisilat berikan sampai 6-12
minggu

Pengobatan Korea
Korea pada umunya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama beberapa
minggu sampai 3 bulan. Obat-obat sedative, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau
haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan . haloperidol sebaiknya tidak
diberikan pada anak dibawah 12 tahun.
Diet
Bentuk dan jenis makanan dengan keadaan penderita,. Pada sebagian besar kasus cukup
diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin dapat dibenarkan.
Penanganan gagal jantung
Gagal jantung pada DR/PJR dapat ditangani seperti kasus gagal jantung pada umumnya.
Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian kortikosteroid,
meskipun seringkali perlu diberikan digitalis dan diuretic.
Penatalaksanaan penyakit jantung reumatik kronik :
1. Penatalaksanaan medik
a. Kemoprofilaksis sekunder untuk mencegah serangan ulang demam reumatik
b. Pengobatan gagal jantung
c. Pencegahan endokarditis bakterialis
d. Pengaturan aktivitas
2. Penatalaksanaan bedah Pada anak, indikasi bedah pada umumnya ialah:
a. Kardiomegali berat yang menetap yamg menghalangi kehidupan normal
b. Kardiomegali progresif
c. Gagal jantung yang tidak dapat diatasi dengan terapi medis
2.12 REHABILITASI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Penyakit demam reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequele) yang amat penting
pada jantung sebagai akibat berat ringannya karditis selama serangan akut demam reumatik. Dari
beberapa penelitian tentang insidens karditis dan PJR yang menetap adalah akibat kekambuhan
DR tanpa PJR sebelumnya adalah 6-14%. Kekambuhan yang terbanyak dan terpenting adalah
akibat perjalanan penyakit demam reumatik itu sendiri. Cukup banyak dilaporkan insidens dari
kekambuhan demam reumatik yang berlanjut dan mengakibatkan PJR.
DR dapat diatasi dengan antibiotika penisilin-V atau benzatin penisilin parentral yang
adekuat terhadap kuman SGA hemolitikus. Pasien DR berisiko tinggi untuk terjadi kekambuhan
kembali, sehingga diperlukan pencegahan yang berkelanjutan dengan antibiotika sebagai
pencegahan sekunder terhadap kekambuhan tersebut. Tetapi yang sulit adalah menetapkan
berapa lama pencegahan sekunder ini dilakukan. Walaupun risiko kekambuhan berkurang
dengan bertambahnya umur dan juga interval kekambuhan makin panjang tetapi kekambuhan ini
bisa terjadi selama 5-10 tahun. Hanya akan berkurang atau menghilang bila dilakukan
pengobatan pencegahan sekunder secara teratur untuk waktu yang cukup lama.
Program pencegahan sekunder yang dapat mengurangi atau menghilangkan perjalanan
penyakit DR dan PJR, yang dapat dilakukan adalah :
1. Untuk pasien <20 tahun, berikan suntikan Benzatin Penisilin G 1,2 juta unit tiap 4 minggu
sampai umur 25 tahun
2. Bila umur pasien >20 tahun, berikan suntikan Benzatin Penisilin G (long-acting) selama 5 tahun.
3. Bila pasien telah selesai dengan protocol 1 dan 2 sedangkan terjadi kekambuhan lagi maka aka
mendapatkan kembali suntikan Benzatin Penisilin G dengan dosis 1,2 juta unit tiap 4 minggu
untuk selama 5 tahun berikutnya. Bila kasus berat tiap 3 minggu.

2.13 PROGNOSIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Demam reumatik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis sangat
baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam reumatik. Selama 5 tahun
pertama perjalanan penyakit demam reumatik dan penyakit jantung reumatik tidak membaik bila
bising organik katup tidak menghilang, (Feinstein AR dkk, 1964). Prognosis memburuk bila
gejala karditisnya lebih berat dan ternyata demam reumatik akut dengan payah jantung akan
sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan
bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. Ada penelitian
melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga
kerusakkan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian demam
reumatik ini. (Irvington House Group & U.K and U.S 1965). Penelitian selama 10 tahun yang
mereka lakukan menemukan adanya kelompok lain terutama kelompok perempuan dengan
kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah jantung yang berat tanpa diketahui adanya
kekambuhan demam reumatik atau infeksi streptokokus. (Stresser, 1978).
Adanya atau tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan prognosis jantung reumatik.
Perkembangan dari penyakit jantung residual dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
1. Keadaan jantung pada awal terapi. Semakin berat keterlibatan jantung pada saat pertama kali
pasien diperiksa, semakin besar resiko timbulnya kelainan jantung residual.
2. Kekambuhan demam reumatik. Semakin berat keterlibatan katup, maka angka kekambuhannya
semakin tinggi.
3. Regresi dari gangguan jantung. Bukti adanya keterlibatan jantung pada serangan awal mungkin
tidak terlihat pada 10 – 25 % pasien, dan baru nampak kurang lebih 10 tahun setelah serangan
awal.
Prognosis demam rematik juga tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada
tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-
kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita
dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.

2.1 DEFINISI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Defenisi jantung rematik
Penyakit jantung rematik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari
katup – katup jantung yang disebabkan oleh demam rematik.penyakit jantung rematik (PJR)
merupakan komplikasi yang membahayakan dari demam rematik. Katup – katup jantung tersebut
rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:Streptococcus pygenes).
Yang bisa menyebabkan demam rematik. kurang lebih 39 % pasien dengan demam rematik akut
bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis
bahkan kematian. Dengan penyakit jantung rematik yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis
katup dengan derajat regurgitasi yang berbeda – beda, dilatasi atrium, aritmia dan disfungsi
ventrikel. Penyakit jantung rematik masih terjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian
katup pda orang dewasa di Amerika serikat.
Demam rematik
Demam rematik adalah peradangan penyakit yang terjadi setelah Streptococcus pyogenes
infeksi, seperti faringitis streptokokus atau demam berdarah. Diyakini disebabkan oleh antibodi
lintas-reaktivitas yang dapat melibatkan jantung, sendi, kulit dan otot, penyakit biasanya
berkembang dua sampai tiga minggu setelah infeksi streptokokus. Demam rematik akut sering
muncul pada anak – anak usia 6 -15, dengan hanya 20% dari pertama kali serangan yang terjadi
pada orang dewasa.

2.2 EPIDEMIOLOGI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


2.2.1 Epidemiologi jantung rematik
Demam rematik (demam reumatik) masih sering didapati pada anak di negara
berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Pada tahun 1944 diperkirakan
diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita demam reumatik dan penyakit jantung reumatik dan
sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit.
Prevalensinya dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak
sekolah dan relatif stabil.
Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 – 1990
didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang
lainnya 5,13. Statistik rumah sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35
persen dari penderita penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik. Data yang berasal dari negara berkembang
memperlihatkan mortalitas karena demam reumatik dan penyakit jantung reumatik masih
merupakan problem dan kematian karena demam reumatik akut terdapat pada anak dan dewasa
muda. Di negara maju insiden demam reumatik dan prevalensi penyakit jantung reumatik sudah
jauh berkurang dan bahkan sudah tidak dijumpai lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan
memperlihatkan peningkatan dibeberapa negara maju 13. Dilaporkan dibeberapa tempat di
Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir tahun 1980an telah terjadi peningkatan insidens
demam reumatik, demikian juga pada populasi aborigin di Australia dan New Zealand
dilaporkan peningkatan penyakit ini.

Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus β
hemolitik grup A menderita demam reumatik. Sekitar 3 persen dari penderita infeksi saluran
nafas atas terhadap Streptokokus β hemolitik grup A di barak militer pada masa epidemi yang
menderita demam reumatik dan hanya 0,4 persen didapati pada anak yang tidak diobati setelah
epidemi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil. Dalam laporan
WHO Expert consultation Geneva, 29 October–1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004
angka mortalitas untuk penyakit jantung reumatik 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju
hingga 8,2 per 100.000 penduduk dinegara berkembang dan didaerah Asia Tenggara
diperkirakan 7,6 per Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan
Indonesia 100.000. Diperkirakan sekitar 2000 – 332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena
penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost)
akibat penyakit jantung reumatik diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 dinegara maju hingga
173,4 per 100.000 dinegara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan.

2.2.2 Epidemiologi Deman Rematik


Meskipun individu individu segala umur dapat diserang oleh Dr akut, tetapi DR ini
banyak terdapat pada anak anak dan oaring usia ( 1-15 tahun) (Rosenthal,1968). Ada dua
keadaan terpenting dari segi epidemiologic pada DR akut ini yaitu kemiskinan dan kepadatan
penduduk.
Tetapi pada saat wabah DR tahun 1980 di amerika pasien pasien anak yang terserang
juga pada pada kelompok ekonomi menengah dan atas. Setelah perang dunia ke dua dilaporkan
bahwa di amerika dan eropa insiden DR menuruna, tetapi DR masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Negara Negara berkembang.
Pada penelitian di bawah ini terlihat insiden DR dan PJR di eropa dan amerika menurun
sedangkan di Negara tropis dan sub tropis masih terlihat peningkatan yang agresip, seperti
kegawatan karditis dan payah jantung yang meningkat. Majed melaporkan insiden DR di
beberapa Negara ternyata insiden yang tinggi dari karditis adalah anak muda dan teerjadinya
kelainan katup jantung adalah sebagai akibat kekurangan kemampuan untuk melakukan
pencegahan sekunder DR dan PJR. Taranta A DAN Markowictz M, 1998 melaporkan bahwa DR
adalah peneyebab utama terjadinya penyakit jantung untukn usia 5-30 tahun. DR dan PJR adalah
penyebab utama kematian penyakit jantung untuk usia dibawah 45 tahun, juga dilaporkan 25-
40% penyakit jantung disebabkan oleh PJR untuk semua umur.

2.3 ETIOLOGI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Streptococcus Beta Hemolyticus Group A merupakan agen pencetus yang menyebabkan
terjadinya demam reumatik akut,walaupun mekanisme patogenetik yang tetap tidak
terjelaskan.tidak semua serotip Streptococcus Beta Hemolyticsus Group A dapat menimbulkan
demam reumatik.Bila beberapa strain (missal,M tipe 4) ada pada populasi yang amat rentan
reumatik,tidak terjadi reumatik ulang.sebaliknya serotip lain yang lazim pada populasi yang
sama menyebabkan angka serangan berulang 20-50% dari mereka yang dengan faringitis.konsep
Reumatogenesitas lebih lanjut didukung oleh penelitian yang member kesan bahwa serotip-
serotip Streptococcus Beta Hemolyticus Group A yang sering dihubungkan dengan infeksi
kulit,biasanya serotip yang lebih tinggi,sering diisolasi dari saluran pernapasan atas tetapi jarang
menyebabkan kumat demam reumatik pada individu yang sebelumnya dengan riwayat demam
reumatik.selanjutnya,serotip tertentu Streptococcus Beta Hemolyticus Group A (Misal : M tipe
1,3,5,6,18,24) lebih sering diisolasi dari penderita dengan demam reumatik akut daripada serotip
lain.namun,karena serotip tidak diketahui pada saat diagnosis klinis faringitis streptokokus,klinis
harus menganggap bahwa semua streptokokus group A mempunyai kemampuan menyebabkan
demam Reumatik dan karenanya dari semua episode faringitis streptokokus harus diobati.
2.4 KLASIFIKASI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
2.4.1.Klasifikasi Demam Rematik
Demam rematik adalah suatu penyakit immunitas sistematik di klasifikasikan dalam
demam rematik akut dan demam rematik kronik yang dapat sembuh sendiri. Sesuai dengan
adanya bukti sterptokokus beta Hemolitikus grup A, diagnosa demam rematik dapat
diklasifikasikan menjadi Karditis, Poliartritis migrans, Khorea, Nodul subkutan, Eritema
marginatum, Demam.

2.4.2 Klasifikasi PJR


PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan jantungyang berat
padaserangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa adanyariwayat DR akut. Hal ini
terutamadidapatkan pada penderita dewasa denganditemukannya kelainan katup. Kemungkinan
sebelumnyapenderita tersebutmengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak
berobat dantidak didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering ditemukan
adalah pada katupmitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada katup aorta. Klasifikasi PJR
memiliki 4 (empat) bagian,di antaranya insufisiensi mitral,stenosis mitral, insufisiensi aorta, dan
stenosis aorta.
a. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)
Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masaanak-anak dan
remajadengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup, sehingga daun
katup tidakdapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral yang tidak sempurna
menyebabkanterjadinya regurgitasidarah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada
kelainan ringantidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri
tidak bertambahsecara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitralmerupakan
klasifikasi ringan,karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakansalah satu gejala gagal
jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya.Pada penyakit
ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda
gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.
b. Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan olehPJR. Perlekatan
antardaun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral(tidak dapat menutup
sempurna) jugadapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapatmembuka sempurna). Ini akan
menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah,sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan
yangdapat menyebabkan gagal jantungkanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis
mitraltermasuk ke dalamkondisi yang berat

c. Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)


PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus ini
terdapatpenyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aortadapat disebabkan oleh
dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan inidapat terjadi sejak awal perjalanan
penyakit akibatperubahan-perubahan yang terjadisetelah proses radang rematik pada katup aorta.
Insufisiensi aorta ringan bersifatasimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa
dikatakansebagaiklasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi
mitraldaninsufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai klasifikasiPJR
yang sedang. Halini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta memiliki
peluang untuk menjadiklasifikasi berat, karena dapat menyebabkangagal jantung.

d. Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi
obstruksi dapatterjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler.Gejala-gejala stenosis aorta
akan dirasakanpenderita setelah penyakit berjalan lanjuttermasuk gagal jantung dan kematian
mendadak.Pemeriksaan fisik pada stenosisaorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit
dan lonjakandenyut arterimelambat.

2.5 PATOFISIOLOGI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


2.5.1 Patofisiologi Penyakit Jantung rematik
Demam reumatik yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitasi dari antigenSGA setelah
1-4 minggu infeksi Streptococcus Grup A beta hemolitikus di faring. Terdapat dua mekanisme
yang diajukan sebagai pathogenesis dari demam reumatik :

1. Respons hiperimun yang bersifat autoimun maupun alergi,


2. Efek langsung organisme streptococcus atau toksinnya.
Yang paling dapat diterima adalah mekanisme pertama yaitu dari sudut imunologi, dimana
reaksi autoimun terhadap infeksi streptococcus akan menyebabkan kerusakan jaringan atau
manifestasi demam reumatik, dengan cara :

1. Streptococcus grup A akan menyebabkan infeksi faring,


2. Antigen Streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibody pada pejamu yang hiperimun,
3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptococcus, dan dengan jaringan pejamu yang
secara antigenic sama seperti streptococcus,
4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan.

Kerusakan jaringan yang disebabkan tersebut berupa peradangan difus yang menyerang jaringan ikat
berbagai organ, terutama jantung, sendi dan kulit. Terserangnya jantung merupakan keadaan
yang sangat penting, karena :

1. Kematian pada fase akut, yang sebagian besar karena gagal jantung.
2. Kecacatan jantung, yang sebagian besar oleh adanya deformitas katup.

Keterlibatan jantung pada penyakit demam rematik dapat mengenai setiap komponen
jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium dan
miokardium, namun pada pasien dengan miokaditis berat, pericardium dapat juga terlibat.
Peradangan di endokardium biasanya mengenai endotel katup, sekitar 50%kasus adalah katup
mitral, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir katup yang ditunjukkan
dengan adanya vegetasi seperti manik-manik (verruceae) di sepanjang pinggir daun katup. Proses
ini mengganggu penutupan katup yang efektif, mengakibatkan regurgitasi katup. Jika tidak ada
pembalikan proses dan penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan
pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pasca serangan.
Peradangan di miokardium, terdapat pembentukan lesi nodular yang khas pada dinding
jantung berupa sel Aschoff yang terdiri dari infiltrat perivaskuler sel besar dengan inti polimorf
dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular.
Peradangan Perikardium, adanya penumpukan cairan (eksudasi) di dalam rongga perikard yang
disebut sebagai efusi perikard. Dan hal ini mengganggu pengisian ventrikel sehingga volume
sekuncup berkurang.
Bila terjadi karditis seluruh lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi
dan perikarditis fibrinosa kadang-kadang didapati. Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard
menyebabkan pembesaran semua ruang jantung. Pada miokardium mula-mula didapati
fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya
nodul aschoff di miokard yang merupakan patognomonik DR.

2.5.1.1 Patofisiologi insufisiensi mitra


Insufisiensi ini merupakan akibat perubahan struktur yang biasanya meliputi kehilangan
bahan valvuler dan pemendekan serta penebalan kordae tendinea. Selama demam rematik akut
dengan keterlibatan jantung berat, gagal jantung kongestif paling sering disebabkan oleh
gabungan pengaruh mekanik insufisiensi mitral berat bersama dengan penyakit radang yang
dapat melibatkan perikardium, miokardium, endokardium dan epikardium. Karena beban volume
yang besar dan proses radang, ventrikel kiri menjadi besar dan tidak efisien. Atrium kiri dilatasi
ketika darah beregugirtasi kedalam ruangan ini. Kenaikan tekanan atrium kiri mengakibatkan
kongesti pulmonal dan gejala-gejala gagal jantung sisi kiri. Pada kebanyakan kasus insufisiensi
mitral ada dalam kisaran ringan sampai sedang. Bahkan, pada penderita-penderita yang pada
permulaannya insufisiensi berat, biasanya kemudian ada perbaikan spontan. Hasilnya lesi kronis
paling sering ringan atau sedang, dan penderita akan tidak bergejala. Lebih separuh penderita
dengan insufisiensi mitral selama serangan akut akan tidak lagi mempunyai bising akibat mitral
setahun kemudian. Namun, pada penderita dengan insufisiensi mitral kronis, berat, tekanan ateria
pulmonalis menjadi naik, pembesaran ventrikel dan atrium kanan dan yang selanjutnya akan
terjadi gagal jantung sisi kanan.
2.5.1.2 Patofisiologi stenosis mitral reumatik
Stenosis mitral reumatik adalah akibat fibrosis cincin mitral, perlekatan komisura, dan
kontraktur daun katup, korda, dan muskulus papilare selama periode waktu yang lama. Stenosis
ini biasanya 10 tahun atau lebih agar lesi menjadi betul-betul tegak, walaupun prosesnya kadang-
kadang dapat dipercepat. Stenosis mitral reumatik jarang ditemukan sebelum remaja dan
biasanya tidak dikenali sampai umur dewasa. Stenosis mitral secara klinis diketahui jika lubang
katup mengurang sampai 25% atau kurang dari lubang katup yang diharapkan normal.
Pengurangan demikian berakibat kenaikan tekanan pada pembesaran serta hifertrofi atrium kiri.
Kenaikan menyebabkan hifertensi vena pulmonalis, kenaikan tahanan vaskuler pulmonal dan
hipertensi pulmonal. Dilatasi ventrikel dan atrium kanan, dan terjadi hipertrofi dengan disertai
gagal jantung sisi kanan.
2.5.2 Patofisiologi Demam Rematik
Streptococcus beta-hemolyticus grup A dikenali oleh karena morfologi koloninya dan
kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis. Sel ini terdiri dari sitoplasma yang dikelilingi
oleh tiga lapisan membrane, yang disusun terutama dari tiga komponen.

(1) Komponen bagian dalam adalahpeptidoglikan, yang memberi kekakuan dinding sel,
menimbulkan arthritis, sertareaksi nodular pada kulit binatang percobaan.
(2) Komponen kedua adalahpolisakarida dinding sel, atau karbohidrat spesifik grup. Struktur
imunokimia komponen ini menetukan serogrupnya.

Karbohidrat grup A merupakan polimer polisakarida, yang terdiri dari pendukung utama
Ramnose dengan rantai samping yang diakhiri ujung terminalN-asetilgluktosamin. Karbohidrat
ini terbukti memiliki determinan antigenicbersama dengan glikoprotein pada katup jantung
manusia.

(3) Komponenketiga terdiri dari mosaic protein yang dilabel sebagai protein M, R dan T.
Dariketiga protein ini yang terpenting adalah protein M, yakni antigen spesifik tipe dari
streptococcus group A.

Adanya protein M pada permukaan streptokokus menghambat fagositosis; hambatan


tersebut dinetralkan oleh antibody terhadap protein M,yaitu antibody spesifik tipe. Dari
permukaan keluar bentuk menyerupai rambut merupakan lapisan fimbriae yang tersusun oleh
asam lipoteikoat. Komponen ini penting dalam perlekatan (adherence) streptokokus terhadap sel
epitel. Beberapa strain streptokokus grup A, terutama yang ditemukan dari demam reumatik,
mempunyai kapsul mukoid yang terdiri dari asam hialuronat. Kapsultersebut hanya kadang-
kadang ada, kemungkinan karena hidrolisis olehhialuronidase yang dihasilkan selama masa
pertumbuhan mikroorganisme.Disamping hialuronidase, streptokokus grup A juga
menghasilkansejumlah enzim ekstraselular, termasuk dua hemolisin atau streptolisin (tipe Syang
stabil pada oksigen dan O yang labil pada oksigen). Hemolisin bekerjapada sel darah merah dan
menyebabkan hemolisis di sekitar kolonistreptokokus. Kebanyakan streptokokus grup A
menghasilkan toksin eritrogenik yang menyebabkan ruam pada kulit dan skarlatina;
streptokinase yang berfungsi sebagai activator sistem fibrinolitik nikotianmid adenine
dinikleotidase;proteinase; amylase dan esterase Empat isoenzim DNAse (A, B, C, D)
dihasilkandalam jumlah yang berbeda-beda oleh strain yang berbeda. Isoenzim DNAse
Bdihasilkan oleh streptokokus grup A yang tersebar dimana-mana.
Pengelepasan enzim streptokokus ke dalam pejamu pada waktu terjadiinfeksi
merangsang pembentukan antibodi, kecuali streptolisin S, yang pada manusia tidak imunogenik.
Uji antibodi streptokokus didasarkan padaimunogenitas produk. Dalam uji ini, serum diuji untuk
mendeteksi antibodyneutralisasi terhadap satu atau lebih enzim. Kenaikan titer antibody lebih
darinormal atau kenaikan titer yang bermakna antara serum akut dan konvalesensbukti infeksi
sebelumnya.
Kerentanan Pejamu Penelitian epidemiologis menunjukan bahwa hanya sebagian kecil (2 sampai
3%) yang menderita faringitis streptokokus menderita demam reumatik, tetapiangka kejadian
penderita demam reumatik adalah 50%. Hal ini memberi kesanadanya kerentanan pejamu
terhadap demam reumatik akut.Penelitian mutakhir memberikan tambahan bukti. Pemeriksaan
fenotip Human Leucocyt Antigen (HLA) terhadap demam reumatik menunjukanhubungan
alloantigen sel B spesifik, dikenal dengan antibodi monoclonal,dengan status reumatikus.
Penelitian lain menunjukan insiden petanda HLAtinggi pada pasien demam reumatik. Antigen
HLA-DR4 dan HLA-DR2 masing-masing lebih sering terdapat pada pasien demam reumatik ras
kaukasoid dan kulit hitam dibandingkan pada populasi sehat; hal ini mendukung konsep
predisposisi genetik pada demam reumatik.
Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel
mononukleus yang besar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang
memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes.
Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita DR. Keterlibatan
endokard menyebabkan valvulitis rematik kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter
1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup dan korda tendinea.
Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup.
Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa didapati dan dipercaya akibat efek
jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai
pembentukan granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan
stenosis atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup
trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.
Dasar kelainan patologi demam rematik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif
jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung, organ lain seperti ; sendi,
kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi reversibel.
Yang terjadi di Jantung
Baik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan
berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat
berakibat fatal.
Bila peradangan berlanjut, timbullah badan-badan Aschoff yang kelak dapat
meninggalkan jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral
maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi
tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen.
Bila berlangsung lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal.
Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung.
Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering
menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang terkena. Mula-mula terjadi edema
dan reaksi seluler seluler akut yang mengenai katup dan korda tendinae. Kemudian terjadi
vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi ini masa hialin. Bila
menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat menetap dan dapat
mengakibatkan kebocoran katup.
Yang terjadi di organ-organ lain
Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi fibrinoid
sinovium.
Nodul subkutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi oleh sel-sel
jaringan ikat, mirip badan aschoff.
Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil. Kelainan
tersebut letaknya tersebar di korteks, serebellum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada
susunan saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea; kelainan tersebut dapat
ditemukan pada penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak
pernah menunjukkan gejala korea.
Pada paru dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan pembuluh darah
dapat terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan
dan proliferasi endotel.
Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma.
Gambar: Pathofisiology demam rematik
Gambar: Skema Patofisiologi Penyakit jantung Rematik
2.6 PATOGENESIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman beta-
streptococcus hemolyticus grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya
demam reumatik yang pasti belum diketahui.
Pada umumnya, para ahli sependapat bahwa demam reumatik yang mengakibatkan
penyakit jantung reumatik yang terjadi akibat sensitasi dari antigen streptococcus sesudah 1-4
minggu infeksi streptococcus difaring.lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer
antistreptoksi-O (ASTO),antideoksiribonukleat B (anti DNA –ase B) yang merupakan 2 macam
tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman streptococcus.
Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas dasar
reaksi antigen antibody terhadap antigen streptococcus.salah satu antigen tersebut adalah protein-
M streptococcus .pada serum pasien demam reumatik akut ditemukan antibody dan antigen.
Antibodi yang terbentuk bukan bersifat kekebalan. Dan reaksi ini dapat ditemukan pada miokard,
otot skelet dan sel otot polos. Dengan imunoflorensi dapat ditemukan immunoglobulinnya dan
komplemen pada sarkolema miokard.
2.7 GAMBARAN KLINIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Gambaran Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat di bagi dalam 4
stadium.
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran atas bagian atas oleh kuman Beta-Streptococcus
hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya berupa
demam,batuk,rasa sakit waktu menelan,tidak jarang di sertai muntah bahkan pada anak kecil
dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis sering di dapatkan eksudatdi tonsil yang menyertai
tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular sering kali membesar.
Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para
peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita demam
reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi
pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam
reumatik/penyakit jan tung reumatik.
Gejala peradangan umum
Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak
menjadi lesu,anoreksia,lekas tersinggung dan berat badan tampak menurun. Anak kelihatan
pucat karena anemia akibat tertekannya eritropoesis. Bertambahnya volume plasma serta
memendeknya umur eritrosi. Dapat pula terjadi epitaksis dan bila banyak dapat menambah berat
derajat anemia.
Artralgia , rasa sakit disekitar sendi selama beberapa hari /minggu juga sering
didapatkan; rasa sakit akan bertambah bila anak melakukan latihan fisis. Gejala klinis lain yang
dapat timbul ialah sakit perut, yang kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai
apendisitis akut. Sakit perut ini akan member respons cepat dengan pemberian salisilat.
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tanda-tanda reaksi peradangan akut
berupa terdapatnhya C-reactive protein dan leukositosis serta meningginya laju endap darah.
Titer ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada pemeriksaan EKG dapat jumpai
pemanjangan interval P-R (blok AV derajat I).
Sebagai gejala-gejala peradangan umum ini penting untuk diagnosis dan dikelompokan
sebagai gejala minor.

2.8 ANAMNESIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Diagnosis pada demam rematik memerlukan anamnesis dan pemeriksaan
fisikyang teliti. Biasanya pasien datang dengan tanda -tanda Karditis, disebabkankarena
gejala-gejala poliartritis akan sembuh dengan sempurna dalam beberapaminggu.
1. Tanyakan identitas pasien
2. tanyakan keluhan utama
dan telusuri keluhan utama
• Infeksi tenggorokan
apakah ada keluhan nyeri menelan sebelumnya?
Apakah disertai gejala batuk dan mata merah?
Adakah keluhan demam?
Adakah nyeri tekan pada kelenjar leher?

• Polartritis
Apakah ada b en gk ak yan g t e rj adi t i ba -t i ba pad a sendi -sendi besa r(l ut ut ,
per gel an gan kaki at au t an gan, pah a,l en gan, si ku dan bahu) sebelumnya?
Apakah bengkak pada sendi simetris dan berpindah?
Apakah bengkak tersebut disertai nyeri?

• Karditis
Adakah sesak? Apakah sesak dipengaruhi aktivitas? ---di psnoe ---oneffort
Adakah sesak pada malam hari? (Paroxysmal Nocturnal Dyspnea)
Adakah s esak yan g t erj adi pada posi si berbari n g dan hi l an g pada posisi duduk?
(orthopnea)
Adakah nyeri dada? Bagaimanakah sifat nyeri?
Adakah pembengkakan (udem)?

• Korea
Adakah gerakan-gerakan yang tidak disadari?
Adakah kelemahan otot?
Adakah ketidakstabilan emosi?
• Eritema marginatum
Adakah bercak kemerahan yang tidak gatal?
Apakah bercaknya seakan-akan menjauhi pusat lingkaran?
Apakah bercak berpindah-pindah?
• Nodul Subkutan
Adakah teraba massa padat?
Apakah massa tersebut tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulitdi atasnya?
Riwayat medis dimasa lalu
Kondisi sebelumnya (termasuk masa kanak-kanak) dan terkait, seperti infark miokard,
hipertensi, diabetes, demam reumatik. Informasi resep dan obat lainnya, serta kepatuhan pasien.
Tinjauan kembali tekanan darah, kadar lipid, rontgen toraks, dan EKG sebelumnya.
3. Riwayat keluarga, pekerjaan,dan sosial
4. Riwayat keluarga
5. Hal-hal yang memperberat dan memperingan
6. Aktivitas, iklim, makanan, kebiasaan dan Obat-obatan

2.9 PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG


REUMATIK
2.9.1 PEMERIKSAAN FISIK DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
1. Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut nadi,berat
badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui kondisi
umum dari pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang parah seperti
insufisiensi mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispnea dan mungkin juga
terjadi denyut nadi yang cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah yang masuk ke
aorta. Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada penyakit jantung rematik
dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga merupakan suatu pertanda
penting untuk membedakan suatu penyakit jantung bawaan maupun didapat. Sebagian besar
penyakit jantung bawaan akan menunjukkan keterlambatan tumbuh kembang dari anak terserbut.
2. inspeksi
- Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dindingdada
Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas,pernapasan cuping
hidung,sianosis,pembengkakan pada sendi,melihat apakah denyut jantung terlihat di permukaan
kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung,sianosis merupakan pertanada adanya gejala
dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi merupakan salah
satu kriteria major jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk mendiagnosis penyakit
jantung rematik. Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi karena beberapa sebab, mungkin
terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau anak tersebut sangat kurus.
3. Palpasi
-Meraba denyut jantung
Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh
demam rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan, nodul
subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan palpasi
yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan membesar
apabila terjadi gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut dari penyakit
jantung rematik.
4. Perkusi
- Mengetahui batas-batas jantung
Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada penderita
kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.
5. auskultasi
-Mendengarkan bunyi-bunyi jantung
Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung. Pada
penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan akibat dari
insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan oleh
insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan suara
jantung ketiga yang disebabkan keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan dari katup-
katup jantung. Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta yang disebabkan
oleh insufisiensi dari katup mitral.

2.9.2 DIAGNOSIS DEMAM REMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK


Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang
untuk pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian
dikenalsebagai kriteria Jones.
K r i t e r i a J o n e s m e m u a t k e l o m p o k k r i t e r i a m a yo r d a n m i n o r ya n g p a d a da
s arn ya m eru pakan m ani fest asi kl i ni k dan l aborat ori k dem am rem at i k.
P ada perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh
American Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus
sebelumnya. Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya,
kemungkinan besar men an d ak an ad an ya d ema m re mati k . Tanpa di dukung
bukt i adan ya i nf ek si streptokokus, maka diagnosis demam rematik harus
selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi mayor
tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi
jika demam rernatik baru muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi strepthkokus.
Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagaisuatu pedoman
dalam menentukan diagnosis demam rematik.
Kriteria ini bermanfaat unt uk m emperkeci l kem un gki n an
t erj adi n ya kes al ahan di agnosi s,bai k be ru pa overdiagnosis maupun underdiagnosis.
Kriteria Mayor
1) Karditis
merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karenamerupakan
satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pad a fas e
akut dan dapat m en yeb abka n kel ai nan kat up sehi ngga
t erj adi pen yaki t j a n t u n g r e m a t i k .
D i a g n o s i s k a r d i t i s r e m a t i k d a p a t d i t e g a k k a n s e c a r a k l i n i k berdasarka
n adanya salah satu tanda berikut:
(a) bising baru atau perubahan sifat bising organik,
(b) kardiomegali,
(c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik
yang seringkali muncul pertama kali,

sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif biasanya
baru t i m b u l p a d a k e a d a a n y a n g l e b i h b e r a t . B i s i n g p a d a k a r d i t i s r e m a t i k
d a p a t b e r u p a bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal
diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid -diastol pada apeks
(bising Carey-Coombs)yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.

2) Poliartritis
ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering
mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini
hanya b e r l a n g s u n g b e b e r a p a h a r i s a m p a i s e m i n g g u p a d a s a t u s e n d i
d a n k e m u d i a n berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang
s a l i n g t u m p a n g t i n d i h p a d a beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara
tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu
diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat
dijadikan sebagai suatu kriteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai
suatu kriterium mayor, poliartritisharus disertai sekurang -kurangnya dua kriteria
minor, seperti demam dan kenaikan
laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO at
a u a n t i b o d i antistreptokokus lainnya yang tinggi.

3) Korea
secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuanyang
berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan
otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah
usia3 t a h u n a t a u s e t e l a h m a s a p u b e r t a s d a n l a z i m t e r j a d i p a d a p e r e
mpuan.
K o r e a Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting
sehinggadapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak
ditemukankriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam rematik yang muncul
secaralambat, sehingga tanda dan gej ala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi padasaat
korea mulai timbul.

4) Eritema marginatum
m e r u p a k a n w u j u d k e l a i n a n k u l i t y a n g k h a s p a d a d e m a m rematik dan
tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa
gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan
meluass e c a r a s e n t r i f u g a l . E r i t e m a m a r g i n a t u m j u g a d i k e n a l s e b a g a i
e r i t e m a a n u l a r e rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat
, a n g g o t a g e r a k b a g i a n proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah.
Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah -pindah dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas,
dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus
yang berat.

5) Nodulus subkutan
p a d a u m u m n y a h a n y a d i j u m p a i p a d a k a s u s y a n g b e r a t d a n terdapat di
daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa massa
yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit diatasnya, dengan diameter dan
beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan
jika tidak terdapat karditis.

Kriteria Minor
1) Riwayar demam rematik sebelumnya
dapat digunakan sebagai salah satu kriteriaminor apabila tercatat dengan baik
sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada k r i t e r i a o b y e k t i f y a n g s a m a .
A k a n t e t a p i , r i w a y a t d e m a m r e m a t i k a t a u p e n y a k i t jantung rematik inaktif yang
pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatatsecara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis

2) Artralgia
Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradanganatau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri padaotot
atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim
terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteriaminor apabila
poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

3) Demam
pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai39°C,
terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatudemam derajat
ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksiyang tidak spesifik, dan
karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak
memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.

4) Peningkatan kadar reaktan fase akut


berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis
merupakan indikator nonspesifik dan peradanganatau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase
akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika
k o r e a m e r u p a k a n s a t u - s a t u n y a m a n i f e s t a s i m a y o r y a n g ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemiadan gagal jantung
kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia,akan tetapi mengalami
kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dankadar protein C
reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif
tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat
dipertanyakan.

5) I n t e r v a l P - R y a n g m e m a n j a n g
biasanya menunjukkan adanya keterlambatanabnormal sistem konduksi pada
nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai p a d a demam rematik,
p e r u b a h a n g a m b a r a n E K G i n i t i d a k s p e s i f i k u n t u k d e m a m rematik. Selain
itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan
adanya karditis rematik.

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Penyakit Demam Reumatik akibat kumam Streptococcus β hemolyticus Lancefield grup A
pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu (Morehead,1965).Sedangkan yang
dimaksud dengan Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah kelainan jantung yang terjadi akibat
Demam Reumatik,atau kelainan karditis reumatik (Taranta A dan Markowitz,1981).
Pemeriksaan penunjang Demam Reumatik dan Jantung Reumatik :
A.Pemeriksaan darah :
1. LED tinggi sekali
2. Lekositosis
3. Nilai hemoglobin dapat rendah
4. PCR meningkat
B.Pemeriksaan bakteriologi
Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya kuman streptococcus
C.Pemeriksaan serologi
Titer ASTO, Antistreptokinase, Antihyaluronidase
D.Elektrokardiogram
Pada demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat menunjukkan pelbagai kelainan sesuai
dengan kelainan jantungnya.Yang paling sering ditemukan ialah pemanjangan interval PR,yang
dianggap sebagai salah satu gejala minor.
E.Bentuk pemeriksaan paling akurat adalah dengan dilakukannya echocardiografi
untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot jantung.
Demam Reumatik dan Jantung Reumatik ditandai oleh pelbagai manifestasi klinis dan
laboratorium.Sampai saat ini tidak ada satu jenis pemeriksaan laboratorium yang spesifik.Oleh
karena itu diagnosis demam reumatik/jantung reumatik didasarkan pada gabungan gejala dan
tanda klinis serta kelainan laboratorium.
2.11 PENATALAKSANAAN DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Penatalaksanaan demam reumatik/PJR meliputi: (1) tirah baring di rumah sakit, (2)
eradikasi kuman streptokokus, (3) pemberian obat-obat anti inflamasi, (4) pengobatan korea, (5)
pemberian diet

Tirah baring
Tabel 1 : Pedoman istirahat dan mobilisasi penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik
Artritis Karditis Karditis tanpa Karditis
minimal kardiomegali dengan
kardiomegali
Tirah baring 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3-6 bulan

Mobilisasi
bertahap di
2 minggu 3 minggu 6 minggu 3 bulan
ruangan

Mobilisasi
bertahap diluar
3 minggu 4 minggu 3 bulan 3 bulan atau
ruangan
lebih

Semua kegiatan Sesudah 6-8 Sesudah 10 Sesudah 6 bulan bervariasi


minggu minggu

Eradikasi kuman Streptococcus


Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilakukan setelah
diagnosis ditegakkan. Dianjurkan menggunakan penisilin dosis biasa selama 10 hari; pada
penderita yang peka terhadap penisilin dapat diganti dengan eritromisin. Pengobatan terhadap
Streptococcus ini harus tetap diberikan meskipun biakan usap tenggorok negative

Tabel 2 : Pengobatan Infeksi Beta-Streptococcus Hemolyticus Grup A


Jenis Cara Pemberian Dosis Frekuensi/lama pemberian

Penisilin benzatin G IM 1,2 juta S 1 kali

Penisilin prokain IM 600.000 S 1-2 kali sehari selama 10 hari

Penisilin V oral 250.000 S 3 kali sehari selama 10 hari

Eritromisin Oral 125-250 mg 4 kali sehari selama 10 hari

Obat anti Inflamasi


Yang dipakai secara luas ialah salisilat dan steroid. Keduanya efektif untuk memngurangi
demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan
beratnya penyakit dan responsnya terhadap pengobatan.
Tabel 3: Terapi AntiInflamasi pada penyakit DR/PJR
Artritis Karditis ringan tanpa Kardiomegali karditis
kardiomegali berat, gagal jantung

1.Salisilat 100 mg/kgbb/hari 1.Salisilat 100 mg/kgbb/hari 1.Prednison 2 mg/kgbb/hari


(rata-rata 4x10 mg/hari)

2.Setelah 1 minggu turunkan 2.Setelah 1-2 minggu 2.Setelah 2 minggu turunkan


menjadi 75 mg/kgbb/hari turunkan menjadi 75 menjadi 3x10 mg/hari
mg/kgbb/hari

3.Bila hasil laboratotium 3. teruskan sampai 6-8 3. setelah 2 minggu turunkan


normal turunkan menjadi 50 minggu (terapi total 12 menjadi 4x5 mg/hari
mg/kgbb/hari,teruskan minggu)
minimal 6 minggu 4. setelah 2 minggu turunkan
menjadi 3x5 mg/hari. Mulai
berikan salisilat

5. dosis prednisone terus


diturunkan setiap minggu;
salisilat berikan sampai 6-12
minggu

Pengobatan Korea
Korea pada umunya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung selama beberapa
minggu sampai 3 bulan. Obat-obat sedative, seperti klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau
haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan . haloperidol sebaiknya tidak
diberikan pada anak dibawah 12 tahun.
Diet
Bentuk dan jenis makanan dengan keadaan penderita,. Pada sebagian besar kasus cukup
diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin dapat dibenarkan.
Penanganan gagal jantung
Gagal jantung pada DR/PJR dapat ditangani seperti kasus gagal jantung pada umumnya.
Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring dan pemberian kortikosteroid,
meskipun seringkali perlu diberikan digitalis dan diuretic.
Penatalaksanaan penyakit jantung reumatik kronik :
1. Penatalaksanaan medik
a. Kemoprofilaksis sekunder untuk mencegah serangan ulang demam reumatik
b. Pengobatan gagal jantung
c. Pencegahan endokarditis bakterialis
d. Pengaturan aktivitas
2. Penatalaksanaan bedah Pada anak, indikasi bedah pada umumnya ialah:
a. Kardiomegali berat yang menetap yamg menghalangi kehidupan normal
b. Kardiomegali progresif
c. Gagal jantung yang tidak dapat diatasi dengan terapi medis
2.12 REHABILITASI DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK
Penyakit demam reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequele) yang amat penting
pada jantung sebagai akibat berat ringannya karditis selama serangan akut demam reumatik. Dari
beberapa penelitian tentang insidens karditis dan PJR yang menetap adalah akibat kekambuhan
DR tanpa PJR sebelumnya adalah 6-14%. Kekambuhan yang terbanyak dan terpenting adalah
akibat perjalanan penyakit demam reumatik itu sendiri. Cukup banyak dilaporkan insidens dari
kekambuhan demam reumatik yang berlanjut dan mengakibatkan PJR.
DR dapat diatasi dengan antibiotika penisilin-V atau benzatin penisilin parentral yang
adekuat terhadap kuman SGA hemolitikus. Pasien DR berisiko tinggi untuk terjadi kekambuhan
kembali, sehingga diperlukan pencegahan yang berkelanjutan dengan antibiotika sebagai
pencegahan sekunder terhadap kekambuhan tersebut. Tetapi yang sulit adalah menetapkan
berapa lama pencegahan sekunder ini dilakukan. Walaupun risiko kekambuhan berkurang
dengan bertambahnya umur dan juga interval kekambuhan makin panjang tetapi kekambuhan ini
bisa terjadi selama 5-10 tahun. Hanya akan berkurang atau menghilang bila dilakukan
pengobatan pencegahan sekunder secara teratur untuk waktu yang cukup lama.
Program pencegahan sekunder yang dapat mengurangi atau menghilangkan perjalanan
penyakit DR dan PJR, yang dapat dilakukan adalah :
1. Untuk pasien <20 tahun, berikan suntikan Benzatin Penisilin G 1,2 juta unit tiap 4 minggu
sampai umur 25 tahun
2. Bila umur pasien >20 tahun, berikan suntikan Benzatin Penisilin G (long-acting) selama 5 tahun.
3. Bila pasien telah selesai dengan protocol 1 dan 2 sedangkan terjadi kekambuhan lagi maka aka
mendapatkan kembali suntikan Benzatin Penisilin G dengan dosis 1,2 juta unit tiap 4 minggu
untuk selama 5 tahun berikutnya. Bila kasus berat tiap 3 minggu.

2.13 PROGNOSIS DEMAM REUMATIK DAN JANTUNG REUMATIK


Demam reumatik tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi. Prognosis sangat
baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam reumatik. Selama 5 tahun
pertama perjalanan penyakit demam reumatik dan penyakit jantung reumatik tidak membaik bila
bising organik katup tidak menghilang, (Feinstein AR dkk, 1964). Prognosis memburuk bila
gejala karditisnya lebih berat dan ternyata demam reumatik akut dengan payah jantung akan
sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan
bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. Ada penelitian
melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga
kerusakkan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian demam
reumatik ini. (Irvington House Group & U.K and U.S 1965). Penelitian selama 10 tahun yang
mereka lakukan menemukan adanya kelompok lain terutama kelompok perempuan dengan
kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah jantung yang berat tanpa diketahui adanya
kekambuhan demam reumatik atau infeksi streptokokus. (Stresser, 1978).
Adanya atau tidak adanya kerusakan jantung permanen menentukan prognosis jantung reumatik.
Perkembangan dari penyakit jantung residual dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
1. Keadaan jantung pada awal terapi. Semakin berat keterlibatan jantung pada saat pertama kali
pasien diperiksa, semakin besar resiko timbulnya kelainan jantung residual.
2. Kekambuhan demam reumatik. Semakin berat keterlibatan katup, maka angka kekambuhannya
semakin tinggi.
3. Regresi dari gangguan jantung. Bukti adanya keterlibatan jantung pada serangan awal mungkin
tidak terlihat pada 10 – 25 % pasien, dan baru nampak kurang lebih 10 tahun setelah serangan
awal.
Prognosis demam rematik juga tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada
tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-
kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita
dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.

PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : An. Mawar
Umur : 5 tahun
Agama : Kristen
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Kawin
Pendidikan : TK
Pekerjaan : Pelajar
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Papua
Tanggal Masuk : 27 September 2012
Tanggal Pengkajian : 27 September 2012
No. Register : 031776
Diagnosa Medis : Demam Reumatik

b. Identitas Penanggung Jawab


Tidak terkaji

2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Keluarga px mengatakan saat px masuk rumah sakit px mengalami panas

2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini


Alasan Masuk Rumah Sakit : px mengeluh badannya panas
Perjalanan penyakit saat ini : Keluarga px mengatakan px mengalami sesak, panas, nyeri, dan
pembengkakan sendi. Nyeri dirasakan di bagian persendian ( lutut,siku dan pergelangan
tangan)seperti ditusuk – tusuk dengan skala nyeri 5 di rasakan saat px melakukan aktivitas

3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya


Keluarga px mengatakan px hanya di kompres untuk menurunkan panas tubuh anaknya

b. Satus Kesehatan Masa Lalu


1) Penyakit yang pernah dialami
Keluarga px mengatakan px tidak pernah menderita penyakit serius seperti hipertensi

2) Pernah dirawat
Keluarga Px mengatakan sebelumnya px tidak pernah di rawat di rumah sakit

3) Alergi
Keluarga px mengatakan px tidak mempunyai alergi terhadap apapun

4) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)


Keluarga px mengatakan px tidak mempunyai kebiasaan merokok minum kopi maupun minum
alkohol

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga px mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit menular seperti hepatitis, dan
menurun (DM)

d. Diagnosa Medis dan therapy


Diagnosa Medis : Demam Reumatik

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Keluarga px mengatakan bahwa dia yakin dengan menggunakan pelayanan kesehatan anaknya
akan sembuh dan cepat pulang

b. Pola Nutrisi-Metabolik
 Sebelum sakit :
Keluarga px mengatakan, px biasa makan 1 piring nasi dengan lauk dan sayur ( 3xsehari). Px
juga biasa minum air putih kurang lebih 6- 8 gelas
 Saat sakit :
Keluarga px mengatakan, nafsu makan px menurun dan hanya menghabiskan ½ porsi nasi
dengan lauk dan sayur. Dan minum kurang dari 6-8 gelas/ hari

c. Pola Eliminasi
1) BAB
 Sebelum sakit :
Keluarga px mengatakan sebelum sakit BAB px normal 1x sehari setiap pagi dengan konsistensi
lembek kecoklatan dan bau khas feses

 Saat sakit :
Keluarga px mengatakan dari masuk rumah sakit tgl 27 September 2012 sampai tgl 29
September 2012 px BAB sedikit dengan konsistensi lembek kecoklatan dan bau khas feses
2) BAK
 Sebelum sakit :
Keluarga px mengatakan px biasa BAK 5-6 x sehari dengan konsistensi kuning cair dan bau khas
urine
 Saat sakit :
Keluarga Px mengatakan saat sakit BAK px kurang dari 5-6 x shari
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total

2) Latihan
 Sebelum sakit
Keluarga px mengatakan sebelum sakit px biasa melekukan aktivitas sehari – hari seperti
bermain
 Saat sakit
Keluarga px mengatakan saat sakit px hanya bisa berbaring di tempat tidur

e. Pola kognitif dan Persepsi


Keluarga px mengatakan px tidak mengetahui sakitnya karena px masih kecil

f. Pola Persepsi-Konsep diri


Keluarga px mengatakan px tidak bisa bersekolah seperti biasa karena harus terbaring di rumah
sakit

g. Pola Tidur dan Istirahat


 Sebelum sakit :
Keluarga px mengatakan pasien biasa tidur siang 30 menit sampai 1 jam per hari dan tidur
malam 6-7 jam perhari dan px tidur dengan nyenyak
 Saat sakit :
Keluarga px mengatakan tidur px terganggu karena badannya panas

h. Pola Peran-Hubungan
Keluarga px mengatakan hubungan px dengan keluarganya baik telihat ayah ibu, ayah dan
keluarga lainnya menemani px bergiliran dan selalu member support untuk tetap tenang agar
cepat sembuh dan pulang

i. Pola Seksual-Reproduksi
 Sebelum sakit :
 Saat sakit :

j. Pola Toleransi Stress-Koping


Keluarga px mengatakan bahwa biasa bercerita tentang masalnya pada ayah dan ibunya

k. Pola Nilai-Kepercayaan
Px beragama Kristen dan keluarga px mengatakan px hanya bias berdoa di tempat tidur sambil
berbaring ditemani keluarganya

4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : komposmetis
Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/koma
GCS : verbal: 6 Psikomotor: 4 Mata :5
b. Tanda-tanda Vital : Nadi = 88 x/mnt, Suhu = 38 0C , TD = 140/100 mmhg, RR =28x/menit
c. Keadaan fisik
a. Kepala dan leher :
Kepala : I : Rambut hitam, penyebaran rambut merata, tidak ada rontok dan tidak ada kebotakan
P : Tidak ada nyeri tekan dan benjolan

Mata I : simetris,konjung tipa anemis, skera anikterik, pupil isokor, tidaka ada kantung mata, tidak ada
edema palpebra.
P : tidak ada nyeri tekan
Hidung : I : simetris, penyebaran rambut silia merta, terdapat sekcret, dan ada nafas cuping hidung,dan
penggunaan otot bantu nafas.
P : tidak ada nyeri tekan pada sinus prontalis, etmoidalis, maksilaris.
Mulut : I : tidak ada cyanosis,tidak ada karies,tidak ada stomatitis,bibir simetris.
Telinga : I : simetris, tidak ada lesi,tidak ada luka,tidak ada serumen dan discharge.
P : tidak ada nyeri tekan pada kartilago.
b. Dada :
 Paru
I : simetris
P : vokal taktil premitus terasa getaran
P : sonor
A : vesikuler

 Jantung
I : terlihat iktuskordis
P : Teraba iktuskordis di ICS 5
P : dallnes
A : muffled

c. Payudara dan ketiak :


I : payu dara dan ketiak simetris, tidak ada lesi, tidak ada luka
P : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan

d. abdomen :
I : simetris, tidak ada hiperpigmentasi
A : Peristaltik
P : tidak ada nyeri tekan
P : timpani

e. Genetalia :
Tidak terkaji

f. Integumen :
I : tidak ada hiperpigmentasi
P : turgor kulit elastis

g. Ekstremitas :
 Atas:
I : simetris,tidak ada lesi
P : CRT kurang dari 3 detik

 Bawah
I : Simetris, tidak ada lesi tidak ada luka
P : CRT kurang dari 3 detik

a. Neurologis :
 Status mental da emosi :
Baik
 Pengkajian saraf kranial :
Tidak Terkaji
 Pemeriksaan refleks :
Hammer : Otot bisep dan trisep :+ /+
Patela :+
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
27 september 2012
Di temukan kardiomegali, bunyi jantung muffled dan perubahan EKG.
Tgl 28 september 2012
Diperoleh nilai ASTO> 100 IU/ ml, LED meningkat dan CRP (+)

2. Pemeriksaan radiologi
Tidak terkaji

3. Hasil konsultasi
Tidak terkaji

4. Pemeriksaan penunjang diagnostic lain


Tidak terkaji

h. ANALISA DATA
A. Tabel Analisa Data
DATA Etiologi MASALAH
1. Ds :pasien mengeluh badanya Proses implamasi Hipertermi
panas
Do : suhu tubuh pasien 380C .
pasien terlihat lemas

2.Ds: px mengeluh nyeri pada Agen cidera biologis Nyeri akut


bagian persendian rasanya (implamasi)
seperti di tusuk-tusuk apabila
px melakukan aktifitas.
Do:Skala nyeri 5, dan px terlihat
meringis kesakitan
TD: 140/100mmHg
S: 380C
N: 88x/mnt
RR: 28x/mnt

3.Ds : keluarga pasien mengatakan Ketidakmampuan untuk mencerna Gangguan kebutuhan


nafsu makan pasien menurun . makanan nutrisi kurang dari
Do : BB pasien saat sakit 18 kg , kebutuhan tubuh
TB pasien 110 cm , membran
mukosa kering , pasien hanya
mau makan setengah piring
nasi, lauk dan sayur
B. Tabel Daftar Diagnosa Keperawatan /Masalah Kolaboratif Berdasarkan Prioritas

NO TANGGAL / DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL Ttd


JAM TERATASI
DITEMUKAN
27 September Hipertermi berhubungan dengan proses implamasi
2012/ 10.00 ditandai dengan suhu tubuh pasien 38 0C , pasien
WITA terlihat lemas

27 September Gangguan rasa nyaman nyeri pada sendi b/d


2012 / 10.00 proses inflamasi ditandai dengan pasien mengeluh
wita nyeri di bagian sendi , seperti di tusuk-tusuk ,
skala nyeri 5 , pasien terlihat gelisah, TD:
140/100mmHg , Nadi 88 x/menit.

27 September
2012 /10.00 Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan ditandai
dengan porsi makanan pasien menurun dengan
makan setengah piring nasi , lauk dan sayur

C. Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana Perawatan Ttd
Hari/ No
Tujuan dan
Tgl Dx Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Kamis/ Setelah diberikan 1. Kaji saat timbulnya demam 1. Dapat diidentifikasi
27 1 asuhan keperawatan pola/tingkat demam
septemb 1 selama 3x24 jamb. 2. Observasi tanda-tanda vital : 2.Tanda-tanda
er 2012 diharapkan suhu suhu, nadi, TD, pernafasan vitalmerupakan acuan
tubuh pasien setiap 3 jam untuk mengetahui
kembali normalB3. Berikan kompres hangat dan keadan umumKlien
dengan criteria anjurkan memakai pakaian tipis 3. Kompres akan dapat
hasil: membantu menurunkan
- Rentang suhu 4.Berikan penjelasan tentang suhu tubuh, pakaian
tubuh pasien 36- penyebab demam atau tipisakan dapat
37,5 0 C peningkatan suhu tubuh membantumeningkatka
- Tubuh Pasien tidak npenguapan panas
lemas d.5. Berikan penjelasan pada klien tubuh
dan keluarga tentang hal-hal 4. Penjelasan tentang
yang dilakukan kondisi yang dilami
klien dapat membantu
e.6.Jelaskan pentingnya tirah baring mengurangi kecemasan
bagi klien dan akibatnya jika hal klien dan keluarga
tersebut tidak dilakukan 5. Untuk mengatasi
demam dan
f.7. Anjurkan klien untuk banyak menganjurkan klien
minum kurang lebih 2,5 – 3 dan keluarga
liter/hari dan jelaskan untuklebih kooperatif
manfaatnya 6. Keterlibatan keluarga
sangat berarti dalam
8.Berikan antipiretik sesuai proses penyembuhan
dengan instruksi Dokter kliendi RS
7. Peningkatan suhu
tubuh mengakibatkan
penguapan cairan
tubuhmeningkat
sehingga perlu
diimbangi dengan
asupan cairan
yangbanyak
8. Antipiretika yang
2 mempunyai reseptor di
hypothalamus
dapatmeregulasi suhu
tubuh sehingga suhu
tubuh diupayakan
mendekatisuhu normal

1. Mengetahui PQRST
2. Mengetahu tanda-
tanda vital
3. Menurunkan
3 Setelah diberikan kebutuhan oksigen
asuhan keperawatan 4. mengatasi nyeri
selama 3x24 jam
1. Kaji P,Q,R,S,T pasien 5. untuk meminimalkan
Kamis/ diharapkan 2. Kaji tanda – tanda vital
pasien resiko cedera
27 dapat mengontrol
3. Lakukan reposisi sesuai 6. analgesic untuk
septemb nyeri yang petunjuk misalnya semi fowler mengurangi rasa nyeri
er 2012 dirasakannya 4. Anjurkan px untuk memberitahu
dengan criteria perawat dengan cepat bila terjadi
hasil: nyeri
-. Pasien 5. Beritahu pasien untuk istirahat 1.Menambah nafsu
mengatakan nyeri total makan pasien
terkontrol dengan 6. Kolaborasi dengan dokter dalam 2.Mengetahui alergi
skala 1-3 pemberian obat analgesic terhadap makanan
- pasien tidak salisalat 3. Mengetahui adanya
tampak gelisah ketidak seimbangan
- TTV dalam nutrisi
rentang normal 4. memudahkan pasien
Setelah diberikan untuk mencerna
asuhan keperawatan
1. Kaji makanan kesukaan klien makanan
selama 3x 24 jam 2. Kaji alergi makanan 5. Meningkatkan
diharapkan pola 3. Monitor adanya tanda-tanda pengetahuan agar
makan px seimbang malnutrisi pasien lebih kooperatif
Kamis, dengan kriteria 4. Berikan makanan lunak pada 6. Menjaga keseimbang
27 hasil : pasien nutrsisi
Septemb - Asupan nutrisi px 5. Berikan pendiddikan kesehatan
er 2012 meningkat tanpa tentang kebutuhan kalori dan
keluhan tindakan yang berhubungan
- Tidak ada tanda – dengan nutrisi
tanda mal nutrisi 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
seperti : turgor kulit tentang pemenuhan nutrisi
tidak elastis,
membrane mukosa
kering, konjungtiva
anemis
- Porsi makan px
normal 3x sehari
D. Implementasi Keperawatan
Hari/ No Tindakan Evaluasi proses Ttd
Tgl/Jam Dx Keperawatan

Jumat 2 1.Mengkaji PQRST DS : Pasien mengatakan nyerinya masih dirasakan


28 DO: Skala nyeri pasien 4
September TD : 110/90 mmHg
2012 N : 88 x/ mnt
15.00 wita S : 38oC
RR : 28 x/mnt

16.00 1 2.Mengukur Suhu Tubuh


DS: Pasien mengatakan badannya lemas
Pasien DO: Suhu tubuh pasien 37,5 oC

1.
17.00 wita 1,23.Memantau tanda- tanda DS: Pasien mengatakan sudah lebih nyaman
vital DO: TD: 110/80mmHg
N: 86x/menit
S:37oC
RR: 28x/menit

18.00 wita 2 4. Memantau pola makan DS : pasien mengatakan tidak nafsu makan
pasien DO : pasien terlihat lemas

18.30 wita 1 5. Memberikan obat DO: Pasien terlihat meminum obatnya


antipiretik

19.00 wita 1 5.Membantu pasien dalam DS: pasien mengatakan merasa lebih nyaman
posisi semi fowler DO: pasien terlihat lebih nyaman

1.Membantu pasien mandi


Sabtu , 29 1,2 DS: pasien mengatakan lebih segar
september DO: pasien terlihat lebih nyaman dan lebih segar
2012
08.00 wita
2. Mengkaji skala nyeri
pasien
10.00 wita 1 DS : pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
DO: pasien terlihat lebih nyaman dengan skala nyeri
pasien 2

3.Memantau tanda-tanda
vital
11.00 wita 1,2 DS: pasien merasa lebih nyaman
DO : TD: 120/ 80 mmHg
S: 37 0 C
4.Mengkaji pola makan N : 80 x/menit
pasien RR: 20 x/ menit
12.00 wita 2 DS: pasien mengatakan pola makannya sudah mulai
kembali walaupun tidak bisa menghabiskan 1
piring nasi
DO: pasien makan ¾ piring nasi , lauk. Sayur

4.Mengkolaborasi
pemberian obat salisilat
12.30 wita 1,2 dan vitamin C DS: pasien mengatakan merasa lebih nyaman
DO: pasien terlihat meminum obatnya

E. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl
No No Dx Evaluasi TTd
Jam
1 Sabtu , 29 1 S: Pasien mengatakan nyerinya sudah
september 2012 berkurang dan merasa lebih
17.00 wita nyaman
O:Skala nyeri pasien 2 pada daerah
persendian
TD: 110/80 mmHg
N : 80x/mnt
S : 37 oC
RR : 20 x/ mnt
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutan Rencana Keperawatan

2 Sabtu,29 2 S: Pasien mengatakan pola


september 2012 makannya sudah mulai kembali
17.00 wita O : Pasien makan 3/4 piring 3x sehari
A : Masalah Teratasi
P : Pertahankan Renpra

Anda mungkin juga menyukai