Anda di halaman 1dari 15

1.

Konsep Dasar Keperawatan Pada Penyakit Ikterus Neonatorum


1.1 Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain
akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin
dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan
terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau
sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan
bilirubin indirek (unconjugated) dan direk (conjugated).
Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis.
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada
bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis
atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia.
1.2 Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam
minggu pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian
iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang
bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik
dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan
yang menetap atau menyebabkan kematian.
1.3 Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri
ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1.3.1 Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk
mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat
pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.
1.3.1 Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan
fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-
Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar
yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
1.3.2 Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat
dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
1.3.3 Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya
disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
1.4 Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa


keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila tedapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat


menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat
terjadi bila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar
atau neonates yang mengalami gangguan ekskresi misalnya
sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan


merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin
idirek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam
lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel
otak, yang diebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata


tidak hanya tergantung pada keadaan neonates. Bilirubin indirek
akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), hipoksia, dan hipolikemia.

1.5 Pathway

(Terlampir)

1.6 Klasifikasi
a. Ikterus fisiologik
1) Dijumpai pada bayi dengan BBLR.
2) Timbul pada hari kedua lalu menghilang pada hari kesepuluh
atau akhir minggu ke dua.
b. Ikterus patologik
1) Ikterus timbul segera dalam 24 jam dan menetap pada
minggu pertama.
2) Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % perhari,
kadarnya diatas 10 mg % pada bayi matur dan 15 mg %
pada bayi premature.
3) Berhubungan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis.
4) Memerlukan penanganan dan perawatan khusus.

c. Kern ikterus
1) Kern Ikterus adalah ikterus berat dengan disertai gumpalan
bilirubin pada ganglia basalis
2) Kadar bilirubin lebih dari 20 mg % pada bayi cukup bulan.
3) Kadar bilirubin lebih dari 18 mg % pada bayi premature.
4) Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopati.
5) Pada bayi dengan hipoksia, asidosis dan hipoglikemia kern
ikterus dapat timbul walaupun kadar bilirubin dibawah 16
mg %.
6) Pengobatannya dengan tranfusi darah.
Gambaran Klinik :

a) Mata berputar – putar


b) Tertidur – kesadaran menurun
c) Sukar menghisap
d) Tonus otot meninggi
e) Leher kaku
f) Akhirnya kaku seluruhnya
g) Kejang – kejang
h) Tuli
i) Kemunduran mental

d. Ikterus hemolitik
1) Disebabkan inkompatibilitas rhesus, golongan darah abo,
golongan darah lain kelainan eritrosit congenital.
2) Defisiensi enzim g-6-pd.
e. Ikterus obstruktif
1) Dikarenakan sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati
maupun diluiar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk atau
indirek meningkat.
2) Kadar bilirubin direk diatas 1 mg % harus curiga adanya
obstruksi penyaluran empedu.
3) Penanganannya adalah tindakan operatif.
1.7 Gejala Klinis
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia
dikelompokkan menjadi :

a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama


kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan
hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry)
meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah:

a. Warna kuning (ikterik) pada kulit


b. Membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat
kuning saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40
µmol/l.
1.8 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus,


ikterus terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu
eritema palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih)
dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepi dan
permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali),
pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender,
kulit berwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus,
reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan
tangisan melengking.

1.9 Prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila
bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini
penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa
neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada
masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia.
Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan
epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya
atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari
kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada
semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala,
baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun
perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.

1.10 Pemeriksaan Penunjang

1.10.1 Laboratorium (Pemeriksan Darah)


a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar
billirubin lebih dari 10 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar
billirubin 12 mg/dl merupakan keadaan yang tidak
fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
1.10.2 USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
1.10.3 Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu
membedakan hapatitis dan atresia billiari.
1.11 Penatalaksanaan
Melaksanakan asuhan bayi baru lahir dengan. ikterus sesuai
dengan. perencanaan. Dalam penanganan cara-cara yang dipakai
ialah mencegah dan mengobati hiperbilirubinemia, terbagi menjadi :

a. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin :


1) Early Feeding, pemberian makanan dni pada neonatus dapat
mengurangi terjadinya ikterus fisiologi pada neonatus. Hal
ini mungkin sekali disebabkan karena dengan pemberian
makanan yang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus dan
mekonium lebih cepat dikeluarkan, sehingga peredaran
enterohepati bilirubin berkurang.
2) pemberian agar-agar, pemberian agar-agar peros dapat
mengurangi terjadinya ikterus fisiologik dan neonatus.
3) Mekanisme adalah dengan menghalangi atau mengurangi
peredaran bilirubin enterohepatik.
4) pemberian tenobarbital, dapat menurunkan kadar bilirubbin
tidak langsung dalam serum bayi yaitu dengan. mengadakan
induksi enzim mikrosoma sehingga konjugasi bilirubin
berlansung lebih cepat.
b. Terapi sinar
Dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak
toksik dan yang dapat dikeluarkan dengan sempurna melalui
ginjal dan traktus digestivus.

Bayi penderita ikterus yang diberi sinar matahari lebih


dari penyinaran biasa. Ikterus lebih cepat hilang dibandingkan
dengan bayi lain yang tidak disinari.

Dengan kriteria untuk dilakukan penyinaran :

1) Suhu tubuh 36,5 - 37,2°C


2) Tidak terjadi cidera atau luka bakar pada kulit/jarinoan
3) Kadar bilirubin serum normal
Caranya adalah:

1) Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala,


sklera dan tubuh secara progresif terhadap ikkterik
sedikitnya setiap shift

2) Berikan suhu lingkungan netral.

3) Pertahankan suhu aksila 36,5°C, hindari stres dingin.

4) Pantau tanda vital tiap 2 jam sekali

5) Beri nutrisi yang adekuat

6) Pantau masukan dan keluaran cairan, timbang BB tiap hari

7) Pertahankan terapi cairan parenteral sesuai advis.

8) Cuci area perintal setiap habis defeksi, observasi kulit


kemungkinan iritasi.

9) Periksa kadar bilirubin setiap 12 jam.

10) Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar Hb, trombosit,


leukosit.

11) Periksa jampenggunaan lampu.

c. Transfusi tukar darah


Tujuan utamanya untuk mencegah efek taksik bilirubin
dengan cara mengeluarkan dari tubuh.

Indikasi untuk tranfusi tukar :


1) pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek > 20 mg
%
2) kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 4,3 - 1 mg
%
3) anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gagal jantung
4) kadar Hb tali pusat < 14 mg% dan uji cooms direk positif
d. Terapi obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk
menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan
mengekskresikannya. Obat ini efektif baik seberikan pada ibu
hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih
menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya
lewat urin sehingga menurunkan siklus enterohepatika.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.1 Pengkajian
2.1.1 Pengkajian Identitas Klien
Identitas klien meliputi:
a. Nama
b. Umur
Ikterus merupakan gejala yang sering ditemukan pada bayi
baru lahir. Kejadian ikterus pada bayi baru lahir menurut
beberapa penulis berkisar antara 50% pada bayi cukup
bulan dan 75% pada bayi kurang bulan.
c. Jenis kelamin

2.1.2 Keluhan Utama


Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk
meminta pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan
sklera dan warna kulit berwarna kuning, warna urin yang
gelap, kulit dapat berwarna kehijauan, untuk klien dengan
kernikterus dapat berupa mata berputar, letargi, kejang tak mau
mengisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan
optistotonus.
2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis yang dibuat juga lamanya gejala berlangsung,
perubahan selera makan, berat badan, dan kebiasaan buang air
besar. Perhatikan juga adanya riwayat transfusi darah, dan
penggunaan obat-obat intravena.
2.1.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah
(ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah ABO),
polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar,
obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
2.1.5 Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan juga harus dicermati, obat-obat
tertentu yang dapat menyebabkan baik kolestasis, seperti
anabolik steroid dan klorpromazin, maupun nekrosis sel hati,
seperti asetaminofen atau isoniazid. riwayat atralgia merujuk
pada hepatitis virus akut.
2.1.6 Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat-
obat yang meningkatkan ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic
oxitosin yang dapat mempercepat proses kon jungasi sebelum
ibu partus.
2.1.7 Riwayat Persalinan
Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma
persalinan.
2.1.8 Riwayat Postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat,
sehingga kulit bayi tampak kuning.
2.1.9 Riwayat Psikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan
peran orang tua
2.1.10 Pengetahuan keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang
tua pada bayi yang ikterus

2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif
2.2.2 Hipertermi berhubungan dengan penyakit dan dehidrasi
2.2.3 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
hiperbilirubinemia, diare, dan efek dari fototerapi
2.3 Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1 Kekurangan volume cairan NOC NIC
Setelah dilakukan asuhan Fluid Management
berhubungan dengan tidak
1. Timbang popok jika
keperawatan selama 3x24 jam
adekuatnya intake cairan,
diperlukan
diharapkan kebutuhan cairan
fototerapi, dan diare. 2. Pertahankan catatan intake
Definisi : penurunan cairan terpenuhi. Dengan kriteria hasil :
dan output yang akurat
 Mempertahankan urine
intravaskular, interstisial, dan 3. Monitor status dehidrasi
output sesuai usia dan BB, BJ
atau intraseluler. Ini mengacu (kelembaban membran
urine normal, HT normal
pada dehidrasi, kehilangan mukosa, nadi adekuat,
 Tanda-tanda vital dalam batas
cairan saa tanpa perubahan tekanan darah ortostatik),
normal
pada natrium  Tidak ada tanda dehidrasi, jika diperlukan
Batasan Karakteristik : 4. Monitor vital sign
elastisitas turgor kulit < 3
 Perubahan status mental 5. Kolaborasi pemberian
 Penurunan tekanan darah detik, membran mukosa
cairan IV
 Penurunan turgor kulit lembab, tidak ada rasa haus Hypovolemia Management
 Penurunan turgor lidah 1. Monitor tingkat Hb dan
 Membran mukosa kering yang berlebih
 Haus Hematokrit
2. Monitor tanda-tanda vital
 Kelemahan
3. Monitor berat badan
Faktor yang berhubungan :
4. Monitor adanya tanda
 Kehilangan cairan aktif
 Kegagalan mekanisme gagal ginjal
regulasi
2 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan asuhan Fever treatment
dengan penyakit dan keperawatan selama 3x24 jam
1. Monitor suhu sesering
dehidrasi diharapkan kebutuhan cairan
mungkin.
terpenuhi. Dengan kriteria hasil : 2. Monitor warna dan suhu
Definisi : Peningkatan suhu  Suhu tubuh dalam rentang
kulit.
tubuh diatas kisaran normal. normal 3. Monitor tanda-tanda vital.
 Nadi dan RR dalam rentang 4. Monitor WBC, Hb, dan
Batasan Karakteristik :
normal Hct.
 Konvulsi  Tidak ada perubahan warna 5. Selimuti pasien.
kulit dan tidak ada pusing 6. Kompres pasien pada lipat
 Kulit kemerahan paha dan aksila.
7. Tingkatkan sirkulasi
 Kejang udara.

 Takikardi Temperature regulation

 Takipnea 1. Monitor suhu minimal


tiap 2 jam.
 Kulit terasa hangat 2. Monitor TD, nadi dan RR.
3. Monitor warna dan suhu
Factor yang Berhubungan : kulit.
4. Monitor tanda – tanda
 Anastesia
 Penurunan respirasi hipertermi.
 Dehidrasi 5. Tingkatkan intake cairan
 Penyakit dan nutrisi.
 Medika 6. Selimuti pasien untuk
 Trauma mencegah hilangnya
kehangatan tubuh.
7. Berikan antipiretik jika
perlu.
3 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor adanya
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit
hiperbilirubinemia, diare, diharapkan kebutuhan cairan 2. Bersihkan kulit bayi dari
dan efek fototerapi terpenuhi. Dengan kriteria hasil : kotoran setelah BAB,
Definisi :  Integritas kulit yang baik
BAK
perubahan/gangguan bisa dipertahankan (sensasi,
3. Lakukan perubahan posisi
epidermis dan atau dermis elastisitas, temperatur,
setiap 2 jam
Batasan karakteristik :
hidrasi, pigmentasi)
 Kerusakan jaringan kulit 4. Jelaskan keluarga tentang
(dermis) pentingnya menjaga
 Gangguan permukaan
kulit (epidermis) kelembaban kulit
 Invasi struktur tubuh 5. Kolaborasi dengan dokter
Faktor yang
untuk pemberian salep
berhubungan :
 Eksternal
- Usia yang ekstrim
- Kelembaban
- Hipertermia,
hipotermia
- Medikasi
 Internal
- Perubahan status
cairan
- Perubahan pigmentasi
- Kondisi gangguan
metabolik

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya : Intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien.

2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya.Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau
tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
DAFTAR PUSTAKA

Hidayah, Alimun A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta


Salemba Medika
Huda and Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1-3. Yogyakarta : MediAction.

Wilkinson, Judith.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan


Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Alih Bahasa, Widyawati. Edisi
7. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai