TINJAUAN TEORI
IKTERUS NEONATORUM
1.1.1 Pengertian
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin pada jaringan
tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Brooker, 2001).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin.
Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah
terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan ( Markum,
A.H 1991).
Ikterus adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke 2-3 setelah lahir, yang tidak
mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10. ( Nursalam,2005).
1.1.2 Etiologi
a) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah
ibu dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
c) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi
Hipoksia atau Asidosis .
e) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).
f) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya
pada berat lahir rendah.
Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau
karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat
langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
1.1.3 Fisiologi
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah bilirubin yang larut dalam lemak
menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung
dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (Albumin binding
site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan
Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
1.1.4 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah /RBCs.
Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, dimana hemoglobin pecah menjadi heme dan
globin. Globin (protein ) digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan dirubah menjadi bilirubin
unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan ensim glukoronil
transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata yang akan dikeluarkan lewat saluran empedu ke saluran
intestinal. Di Intestinal dengan bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah menjadi urobilinogen
dan starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat
faeces dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen.
Pada BBL bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena terdapat beta –
glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi oleh
usus kemudian masuk kembali ke hati .
Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin menuju hepar , defiiensi albumin menyebabkan
semakin banyak bilirubin bebas ddalam darah yang mudah melewati sawar otak sehingga terjadi
kernicterus
Gangguan ekskresi akibat sumbatan ddalam hepar atau diluar hepar, karena kelainan bawaan/infeksi
atau kerusakan hepar karena penyakit lain.
Web of caution
1.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula
disertai dengan gejala-gejala:
2. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO,
rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
4. Pletorik (penumpukan darah): Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong
tali pusat, bayi KMK
6. Petekiae (bintik merah di kulit) . Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) . Sering berkaitan dengan anemia hemolitik,
infeksi kongenital, penyakit hati
12. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya
konsultasikan ke bagian hepatologi.
1.1.6 Klasifikasi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jelas pada hari 5-6 dan menghilang hari ke 10. Bayi
tampak biasa , minum baik , BB naik biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg /dl,
pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena
kekurang protein Y dan , enzim glukoronil transferase yang cukup jumlahnya.
2. Ikterus Patologis
a. Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.
c. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature atau 12 mg/dl pada bayi
aterm.
e. Bilirubin Direk lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari.
f. Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14 hari pada BBLR.
Penyakit hemolitik
Infeksi
Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonaamida, salisilat,
sodium bensoat, gentamisin,
Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C
reaktif protein (CRP).
1.1.8 Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
1.1.8.1 Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of
fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi
terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus
yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun
5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap Antibodi Maternal.
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif
whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8
jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai
beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
1.1.9 Komplikasi
Komplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
dengan gambaran klinik:
Letargi/lemas
Kejang
Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang
Inkubator adalah lemari logam yang berdiri di atas roda. Inkubator dapat dimasuki dari dua arah yang
dilengkapi dengan kipas angin sederhana, sistem pemans dan panel pengontrol. Dan juga dalam
inkubator terdapat beberapa lubang pintu yang dapat dilalui bayi sehingga tidak banyak mengakibatkan
hilangnya panas dan zat asam. Di sekitar pintu terdapat lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai jalan
masuk pipa, kabel, alat pemantau di dalam inkubator (Barbara Glover dan Christine Hodson, 1995; 63).
Melakukan perawatan bayi dalam inkubator merupakan cara memberikan asuhan keperawatan. Bayi
dimasukkan ke dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suhu lingkungan yang cukup dengan
suhu normal. Dengan penatalaksanaan perawatan di dalam inkubator terdapat dua cara yaitu dengan
cara tertutup dan terbuka.
1) Inkubator Terbuka :
(1) Pemberian inkubator terbuka dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada
bayi
(2) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal dan kehangatan
(4) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara
(5) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala
(1) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan tertentu seperti anpea
dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen selalu tersedia.
(3) Bayi harus keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi
(4) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh
(6) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu 27 o C.
1500 34 – 36 33 – 35 33 – 34 32 – 33
1501 – 2000 33 – 34 33 32 – 33 32
2001 – 2500 33 32 – 33 32 32
> 2500 32 – 33 32 31 – 32 32
Keterangan :
Apabila suhu kamar 28 – 29 derajat celcius hendaknya diturunkan 1 derajat celcius setiap minggu dan
apabila berat badan bayi sudah mencapai 2000 gram bayi boleh dirawat di luar inkubator dengan suhu
27 derajat celcius.
IKTERUS NEONATORUM
A. Definisi
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin
serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya ikterus yang
bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumukan
bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalika (Mansjoer : 2000).
Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah(SDM)
dan resopbsi lanjut dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil. Koondisi mungkin tidak
berbahaya atau membuat neonates beresiko terhadap komplikasi multiple atau efek-efek yang
tidak diharapkan (Doenges : 1996).
Ikterus sering dijumpai pada neonatus. frekuensi menurut kepustakaan pada bayi cukup
bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama kehidupan. Terdapat 10 %
neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %.
2. ikterus patologik
a. Ikterus timbul segera dalam 24 jam dan menetap pada minggu pertama.
b. Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % perhari, kadarnya diatas 10 mg % pada bayi matur
dan 15 mg % pada bayi premature.
c. Berhubungan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis.
d. Memerlukan penanganan dan perawatan khusus.
3. kern ikterus
Kern Ikterus adalah ikterus berat dengan disertai gumpalan bilirubin pada ganglia basalis
a. Kadar bilirubin lebih dari 20 mg % pada bayi cukup bulan.
b. Kadar bilirubin lebih dari 18 mg % pada bayi premature.
c. Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopati.
d. Pada bayi dengan hipoksia, asidosis dan hipoglikemia kern ikterus dapat timbul walaupun kadar
bilirubin dibawah 16 mg %.
e. Pengobatannay dengan tranfusi tukar darah.
Gambaran Klinik :
a. Mata berputar – putar
b. Tertidur – kesadaran menurun
c. Sukar menghisap
d. Tonus otot meninggi
e. Leher kaku
f. Akhirnya kaku seluruhnya
g. Pada kehidupan lebih lanjut terjadi spasme otot dan kekekuan otot
h. Kejang – kejang
i. Tuli
j. Kemunduran mental
4. ikterus hemolitik
a. Disebabkan inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO, golongan darah lain kelainan eritrosit
congenital.
b. Atau defisiensi enzim G-6-PD.
5. ikterus obstruktif
a. Dikarenakan sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluiar hati. Akibatnya
kadar bilirubin direk atau indirek meningkat.
b. Kadar bilirubin direk diatas 1 mg % harus curiga adanya obstruksi penyaluran empedu.
c. Penanganannay adalah tindakan operatif.
C. Etiologi
1. Produksi bilirubin berlebih
2. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit
3. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar
4. Gangguan dalam ekskresi
5. Peningkatan reabsorpsi dari saluran cerna (siklus enterohepatik)
D. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang
sering ditemukan adalah apabila tedapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi bila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang menimbulkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonates yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin idirek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak, yang
diebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin
akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada keadaan neonates. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), hipoksia, dan hipolikemia.
PATHWAY
E.Metabolism bilirubin
Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang rusak. Heme
dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian berikatan dengan albumin
dibawah ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang
dikatalisasioleh glukuronil transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) di sekresikan ke traktus
bilier untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya
bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak
mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin
indirek dan akan direabsorpsi kembali melaui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.
F. Manifestasi klinis
Pengamata ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir
(BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau 100 mikro mol/L
(1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis,
sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada,
lutut, dan lain-lain. Tempat yang tertekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar
bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan table yang telah diperkirakan
kadar bilirubinnya.
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirudin indirek pada otak terutama pada korpos striatum, thalamus, nucleus
subtalamus hipokampus, nucleus merah dan nucleus didasar ventrikel IV. Secara klinis pada
awalnya tidak jelas, dapat serupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas
minun. Tonus otot meningkat, leher kaku dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme
otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai kejang otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada
tinggi, gangguan bicara, dan reterdasimental.
Ta
bel 2.1 Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin indirek (umol/l)
Derajat 1 Kepala dan leher 100
ikterus 2 Pusat-leher 150
neonates 3 Pusat-paha 200
menurut 4 Lengan + tungkai 250
5 Tangan + kaki >250
Kramer
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah
letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus
(bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah:
a. Warna kuning (ikterik) pada kulit
b. Membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai
sekitar 40 µmol/l.
G. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengendalian kadar bilirubin serum adalah sebagai berikut:
1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbitat. Obat ini bekerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterusyang terjadi
bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
2. Menambahkan barang yang kurang pada proses metabolism bilirubin (misalnya menambahkan
glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk memperbaiki transportasi
bilirubin (misalnya albumin). Pemberian albumin boleh dilakukan walau tidak terdapat
hipoalbuminemia. Terapi perlu diingat adanya zat-zat yang merupakan competitor albumin yang
juga dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamide atau obat-obatan lainnya). Penambahan
albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan kedalam plasma. Hal ini
dapat mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetepi tidak berbahaya kerena bilirubin
tersebut ada dalam ikatan albumin, albumin diberikan dalam dosis tidak melebihi 1g/kgBB,
sebelum maupun sesudah tindakan transfuse tukar.
3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
4. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan
mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfuse tukar.
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi: foto terapi, transfuse pengganti, infuse albumin
dan terapi obat.
1. Foto terapi
Fototerapidapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk
menurunkan bilirubin. Memaparkan neonates pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a
bound of fluorenscent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin
dalam kulit. Foto terapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin
tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak
terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan
kepembulu darah melalui mekanisme difusi. Dalam darah, fotobilirubin berikatan dengan
albumin dan dikirim kehati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan diekskresikan
kedalam duodenum untuk dibuan bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil
fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urin.
Fototerapi mempunyai peranan dalam mencegah peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar biliruben indirek 4-5 mg/dl. Neonates
yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi
bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksis pada
24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir redah
a. Cara kerja
1. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air
untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.
2. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.
3. Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan
cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.
4. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia.
5. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan
secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu
6. Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa
proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
7. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
8. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
d. Monitor
1. Berat badan
2. Turgor kulit
3. Tanggal dan lamanya terapi sinar
4. Suhu tubuh
5. Feses dan urine
e. Kriteria alat
1. Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm.
2. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.
3. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
4. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya
biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .
2. Transfuse tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan
dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang
sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982).
Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin
dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi,
transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal
dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.
f. Pada situasi penyakit hemolitik, pertimbangan dilakukan transfuse tukar dini adalah:
1. Kadar bilirubin tali pusat melebihi 4.5 mg/dl, kadar Hb tali pusat < 11 g/dl.
2. Kecepatan kenaikan kadar bilirubin melebihi 1 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi sinar.
3. Kada hemoglobin antara 10-13 g/dl dan kenaikan kadar bilirubin melebihi 0.5 mg/dl/jam
walaupun telah dilakukan terapi sinar.
4. Kadar bilirubin 20 mg/dl; atau terlihat akan mencapai 20 mg/dl dengan kecepatan kenaikan
seperti yang sedang berlangsung.
5. Tetap terjadi anemia yang bertambah berat walaupun telah dilakukan tindakan mengatasi
kenaikan bilirubin dengan cara lain. (misalnya terapi sinar).
h. Tujuannya adalah:
1. Mengkoreksi anemia
2. Menghentikan hemolisis
3. Mencegah peningkatan bilirubin
i. Tindakan transfuse tukar lanjut dilakukan apabila kadar bilirubin diduga dapat berubah menjadi
toksik. Pengulangan transfuse tukar dapat terjadi apabila:
1. Setelah transfuse tukar yang pertama selesai, kadar bilirubin juga masih menunjukkan kecepatan
kenaikan lebih dari 1 mg/dl/jam
2. Terdapat anemia hemolitik berat yang menetap.
Apabila kadar awal bilirubin melebihi 25 mg/dl, mungkin biasanya kadar kadar bilirubin
setelah transfuse tukar yang pertama akan masih tinggi dan perlu dilakukan transfuse tukar ulang
dalam 8-12 jam berikutnya.
Terhadap perbedaan tatalaksana ikterus pada neonates cukup bulan dan neonates kurang
bulan.
Tabel 2.2 Tata laksana ikterus pada neonates sehat cukup bulan berdasarkan kadar bilirubin
indirek (mg/dl)
Usia Pertimbangkan Terapi Transfusi Tukar Bila Transfuse Tukar dan
(jam) Terhadap Sinar Sinar Terapi SinarIntensif Gagal Terapi Sinar Intensif
< 24 ... … … …
25-48 >11.8 >15.3 >20 >25.3
49-72 >15.3 >18.2 >25.3 >30
>72 >17 >20 >25.3 >30
Keterangan:
Pada keadaan ikterus patologis, angka-angka diatas harus dimodifikasi dan pada umumnya
tatalaksana bersifat lebih agresif. Yang dimaksud ikterus patologis adalah ikterus klinis yang
terjadi pada bayi usia kurang dari 24 jam, dengan/atau peningkadatan kadar bilirubin lebih
besar dari 5 mg/dl/hari, dengan/atau hemolisis.
Table 2.3 Tata laksana pada neonates kuang bulan, berdasarkan pada kadar bilirubin indirek
(mg/dl), dengan terapi sinar atau terapi tukar.
Usia BL <1.500 g kadar BL 1.500-2.000 g kadar BL >2.000 g kadar
(jam) bilirubin (mg/dl) bilirubin (mg/dl) bilirubin (mg/dl)
< 24 R.T.:>4.1 R.T.:>4.1 >5
25-48 >5 >7 >8.2
49-72 >7 >9.1 >11.8
>72 >8.2 >10 >14.1
Keterangan:
BL = berat lahir,
RT = bayi premature resiko tinggi, dipakai patokan batas paling rendah dari BL dan kadar
bilirubin, batas paling rendah berikutnya dari BL, dan batas peling rendah berikutnya.
Table 2.4 Tata laksana ikterus pada neonates kurang bulan, berdasarkan kadar bilirubin indirek
(mg/dl), dengan terapi sinar atau trasfusi tukar (lanjutan)
Usia BL <1.500 g kadar BL 1.500-2.000 g kadar BL >2.000 g kadar
(jam) bilirubin (mg/dl) bilirubin (mg/dl) bilirubin (mg/dl)
< 24 >10-15 >15 >15.9-18.2
25-48 >10-15 >15 >15.9-18.2
49-72 >10-15 >15,9 >17.0-18.8
>72 >15 >17 >18.2-20.0
3. Terapi obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik seberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital
pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat
mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urin sehingga menurunkan siklus
enterohepatika.
LAPORAN PENDAHULUAN: HIPERBILIRUBIN PADA NEONATUS
I. DEFINISI
Menurut Slusher (2013) Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana produksi bilirurin
yang berlebihan di dalam darah. Menurut Lubis (2013), Hiperbilirubinemia merupakan salah satu
fenomena klinis tersering ditemukan pada bayi baru lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologis, atau
patologis, atau kombinasi keduanya.
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum
total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya ikterus yang bersifat patologis
(Alimun,H,A : 2005). Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hiperbilirubin
merupakan suatu kondisi di mana kadar bilirubin yang berlebihan dalam darah yang biasa terjadi pada
neonatus baik secara fisologis, patologis maupun keduanya.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki
karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam
(Schwats, 2005):
a) Timbul pada hari kedua - ketiga.
b) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg%
f) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
tertentu.
g) Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai
berikut Menurut (Surasmi, 2003) bila:
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5 mg% pada neonatus
cukup bulan.
Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg%
pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
5. Hemolisis ekstravaskuler
6. Cephalhematoma
7. Ecchymosis
8. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia biliari), infeksi,
masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur,
asidosis.
(Sumber: IDAI, 2011)
V. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice
fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang
atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau
keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang
VI. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah
merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah
menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah
menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada
streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin
dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh
anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan
konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi,
misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas
ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada
sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah,
hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan
Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan
saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah
otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia.
(Sumber: IDAI,2011)
VII. PATHWAY
a) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup
bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c) Protein serum total.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan
sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance
hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan
billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
(Sumber: IDAI, 2011)
XI. ASUHAN KEPERAWATAN (Sumber: NANDA NOC NIC, 2012)
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
a. Mungkin pucat, menandakan anemia
3. Eliminasi
a. Bising usus hipoaktif
4. Makanan / Cairan
a. Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui dari pada menyusu botol
5. Neurosensori
a. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan
trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.
b. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
d. Opistotonus dengan kekuatan lengung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang
(tahap krisis).
6. Pernapasan
a. Riwayat asfiksia.
7. Keamanan
a. Riwayat positif infeksi/sepsis neonates.
8. Seksualitas
a. Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan reterdasi pertumbuhan intrauterus
(IUGR), atau bayi besar untuk usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibudiabetes.
b. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia,
hipoproteinemia.
c. Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita.
B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan phototerapi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan
5. Untuk mencegah
kerusakan kulit lebih parah
Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.
Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.Nursing Interventions Classification
(NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier.
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. EGC. Jakarta
Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis ,Missouri ; Mosby.
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014. Jakarta : EGC
Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktis
Volume 2. EGC :Jakarta
Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered Sunlight In Nigerian Neonates: Study
Protocol Of A Non-Inferiority, Randomized Controlled Trial.
http://www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS
Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI
& Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.