Anda di halaman 1dari 18

← 

Fraktur Terbuka dan Tertutup


HIV/ AIDS →

Hiperbilirubinemia (ikterus neonaterum)


Posted on 13 Januari 2012by Andi (Nurse Boy)
Disusun Oleh : Muhammad Ananggadipa

Institusi : Stikes Hang Tuah Surabaya

Nim :081.xx62

 Definisi / Pengertian
Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus
yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin
di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).

 Epidemiologi ( insiden kasus )


Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam
minggu pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian
iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang
bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk
fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.

 Klasifikasi
Ikterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis (
Ngastiyah,1997).

 
 Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa,
1987, Ngastiyah, ):
• Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5
dan ke-6.
• Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg%
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
• Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per
hari
• Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
• Ikterus hilang pada 10 hari pertama
• Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
tertentu
Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik.

b. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :
Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap
sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih
dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR.
Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang
bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
Bilirubin direk lebih dari 1mg%.
Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis).
Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia yaitu Brown
menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12
mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan.
Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

 Penyebab ( Faktor Predisposisi )


a.Penyebab Ikterus fisiologis
– Kurang protein Y dan Z
– Enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
b.Penyebab ikterus patologis
1) Peningkatan produksi :
• Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
• Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
• Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
• Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
• Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
• Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
• Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
2) Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas
pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena
pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine, sulfonamide,
salisilat, sodium benzoat, gentamisisn,dll.
3) Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati
dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Sifilis, rubella,
meningitis,dll.
4) Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5) Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus
Obstruktif, hirschsprung.
5 . Patofisiologi Ikterus
Untuk lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih
dahulu akan diuraikan tentang metabolisme bilirubin
a. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah
Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah
larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi
tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta
jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi
yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang
dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
 

 Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal
ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila
kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus
yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin
Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam
lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel
otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin
Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia
( AH, Markum,1991).

 Komplikasi
Komplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu
suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada
otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus
Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada
dasar Ventrikulus IV.Gambaran klinik dari kern ikterus adalah :
– Pada permulaan tidak jelas , yang tampak mata berputar-putar
– Letargi, lemas tidak mau menghisap.
– Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus
– Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
– Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.

 Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubnemia pada
bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah,
riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan
dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor
risiko itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat
yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan
dengan diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine,
infeksi intranatal, danlain-lain.
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir
atau setelah beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian
bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai
jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi
empedu warna kuning kulit tampak kehijauan. Penilaian ini sangat
sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi sendiri.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus,
hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian
diagnostic lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubin
langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung
lekosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan darah
tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan
memperlihatkan petunjuk adanya hemolisis akibat nonimunologik.
Jika terdapat hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis, fibrosis
kistis dan sepsis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin
indirek normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek
fisiologis atau patologis.

Ikterus fisiologis.
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali
pusat adalah 1 – 3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan
kurang dari 5 mg/dl /24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat
pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 – 4,
dengan kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai
kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya
lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5 – 7 kehidupan.

Hiperbilirubin patologis.
Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang
tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari
18 – 20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir
rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar
yanglebihrendah(10–15mg/dl) .

DiagnosisBanding
Ikterus yang timbul 24 jam pertama kehidupan mungkin akibat
eritroblstosis foetalis, sepsis, rubella atau toksoplasmosis
congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu
pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai
penyebabnya. Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu
pertama kehidupan memberi petunjuk adanya septicemia, atresia
kongental saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubella,
hepatitis herpetika, anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-
obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi
petunjuk adanya apa yang dinamakan “inspissated bile syndrome”.
Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parenteral total.
Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan
sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit
hipotiroidisme atau stenosis pylorus.

 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan waktu
timbulnya ikterus, yaitu :
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
• Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
• Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-
kadang Bakteri)
• Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:


• Kadar Bilirubin Serum berkala.
• Darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk menunjukkan sel
darah merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit
Rh atau sferosis pada inkompatibilitas ABO.
• Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten
ABO.
• Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahir
Hasil positif test Coomb indirek membuktikan antibody Rh + anti A
dan anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk
menandakan adanya sensitisasi ( Rh+, anti A, anti B dari neonatus )
• Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi
Hepar bila perlu.

b. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam sesudah lahir.


• Biasanya Ikterus fisiologis.
• Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh,
atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin
cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
• Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih
mungkin.
• Polisetimia.
• Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka
pemeriksaan yang perlu dilakukan:
• Pemeriksaan darah tepi.
• Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
• Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
• Pemeriksaan lain bila perlu.

c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir


minggu pertama.
• Sepsis.
• Dehidrasi dan Asidosis.
• Defisiensi Enzim G6PD.
• Pengaruh obat-obat.
• Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:


• Karena ikterus obstruktif.
• Hipotiroidisme
• Breast milk Jaundice.
• Infeksi.
• Hepatitis Neonatal.
• Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
• Pemeriksaan Bilirubin berkala.
• Pemeriksaan darah tepi.
• Skrining Enzim G6PD.
• Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

 Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manajemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan
membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai
tujuan :
Menghilangkan Anemia
Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
Meningkatkan Badan Serum Albumin
Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,
Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

a. Fototherapi
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10
mg%. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko
Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Cara kerja terapi sinar yaitu menimbulkan dekomposisi bilirubin
dari suatu senyawaan tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi
senyawa dipirol yang mudah larut dalam air sehingga dapt
dikeluarkan melalui urin dan faeces. Di samping itu pada terapi
sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek
dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus
meningkat dan bilirubin keluar bersama faeces. Dengan demikian
kadar bilirubin akan menurun.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar
adalah :
1) Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.
2) Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam. Sebelum digunakan
cek apakah lampu semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi
sinar ,penggunaan yang keberapa pada bayi itu untuk mengetahui
kapan mencapai 500 jam penggunaan.
3) Pasang label , kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi.

Komplikasi fototerapi :
1) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan
mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (IWL)
(penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat
2-3kali lebih besar.
2) Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin
indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltik usus.
3) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar
( berupa kulit kemerahan)tetapi akan hilang setelah terapi selesai.
4) Gangguan retina bila mata tidak ditutup.
5) Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian
lampu dimatikan,terapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu
semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin dan diberikan
ekstra minum.
6) Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan kemandulan.
b.Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-
faktor :
Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
Tes Coombs Positif
Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
Bayi dengan Hidrops saat lahir.
Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O
segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.
setiap 4 – 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.

c.Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat
ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena
efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya
lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses
keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.

 Pengkajian
a. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
b.Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking,
refleks menyusui yang lemah, iritabilitas.
c. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang
tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
d. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat
pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia .
Analisa Data :
Data Subyektif Data Obyektif
1.Ibu mengatakan anak rewel, daya hisap lemah .
2. Ibu mengatakan merasa khawatir dan takut karena tidak bisa
terus bersama- sama dengan bayinya. 1. Kulit dan sklera terlihat
kuning
2. Bayi iritabel, letargi
3. Kadar bilirubin indirek lebih dari 12,5 mg% pada bayi cukup
bulan dan pada bayi BBLR lebih dari 10 mg%
4. Kulit tampak kemerahan.
5. Frekuensi bab meningkat.

 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss
(IWL) dan defikasi sekunder fototherapi.
b. Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi.
c. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
d. Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan
dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
e. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang
diberikan pada bayi.
f. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
g. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit,
infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.
h. PK : Kern Ikterus

 
 Rencana Asuhan Keperawatan .
a. Dx Keperawatan :
Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan
serta peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3×24 jam diharapkan
tidak terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :
1) Jumlah intake dan output seimbang
2) Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
3) Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi & Rasional :
1) Kaji reflek hisap bayi ( Rasional/R : mengetahui kemampuan
hisap bayi )
2) Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat (R:
menjamin keadekuatan intake )
3) Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi
faeces( R : mengetahui kecukupan intake )
4) Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam
(R : turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah tanda-
tanda dehidrasi )
5) Timbang BB setiap hari (R : mengetahui kecukupan cairan dan
nutrisi).
b. Dx Perawatan :
Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3×24 jam diharapkan
tidak terjadi hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara
36,5-37 0 C.
Intervensi dan rasionalisasi :
1) Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 – 6 jam (R : suhu
terpantau secara rutin )
2) Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan
berikan kompres dingin serta ekstra minum ( R : mengurangi
pajanan sinar sementara )
3) Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi ( R : Memberi
terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).

c. Diagnosa Keperawatan :
Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3×24 jam diharapkan
tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria :
1) tidak terjadi decubitus
2) Kulit bersih dan lembab
Intervensi :
1) Kaji warna kulit tiap 8 jam (R : mengetahui adanya perubahan
warna kulit )
2) Ubah posisi setiap 2 jam (R : mencegah penekanan kulit pada
daerah tertentu dalam waktu lama ).
3) Masase daerah yang menonjol (R : melancarkan peredaran darah
sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut ).
4) Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion
pelembab ( R : mencegah lecet )
5) Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar
bilirubin turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan (R: untuk
mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama )

d. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan
dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3×24 jam diharapkan
orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang
tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi :
1) Bawa bayi ke ibu untuk disusui ( R : mempererat kontak sosial
ibu dan bayi )
2) Buka tutup mata saat disusui (R: untuk stimulasi sosial dengan
ibu )
3) Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya (R:
mempererat kontak dan stimulasi sosial ).
4) Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan ( R:
meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).
5) Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya (R: mengurangi
beban psikis orangtua)

e. Diagnosa Keperawatan :
Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
Tujuan :
Setelah diberikan penjelasan selama 2×15 menit diharapkan orang
tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin
dan kooperatif dalam perawatan.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien ( R :
mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit )
2) Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi
dan perawatannya ( R : Meningkatkan pemahaman tentang
keadaan penyakit )
3) Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi
dirumah (R : meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua
dalam erawat bayi)

f.Diagnosa Keperawatan :
Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3×24 jam diharapkan
tidak terjadi injury akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis,
kerusakan jaringan kornea )
Intervensi :
1) Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
( R : mencegah iritasi yang berlebihan).
2) Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata
dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat
memantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi
hidung dan bibir (R : mencegah paparan sinar pada daerah yang
sensitif 0
3) Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam (R: pemantauan dini terhadap kerusakan
daerah mata )
4) Buka penutup mata setiap akan disusukan. ( R : memberi
kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu ).
5) Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan ( R :
memberi rasa aman pada bayi ).

g.Diagnosa Keperawatan :
Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi
tukar
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1×24 jam diharapkan
tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
1) Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan (R :
menjamin keadekuatan akses vaskuler )
2) Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum
melakukan tindakan ( R : mencegah trauma pada vena umbilical ).
3) Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan (R: mencegah
aspirasi )
4) Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur
( R : mencegah hipotermi
5) Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan
ditranfusikan adalah darah segar ( R : mencegah tertukarnya darah
dan reaksi tranfusi yang berlebihan 0
6) Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan
dan elektrolit, kejang
selama dan sesudah tranfusi (R : Meningkatkan kewaspadaan
terhadap komplikasi dan dapat melakukan tindakan lebih dini )
7) Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif (R : dapat melakukan
tindakan segera bila terjadi kegawatan )

h. Dx perawatan :
PK Kern Ikterus
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3×24 jam diharapkan
tanda-tanda awal kern ikterus bisa dipantau
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata berputar,
letargi , epistotonus, dll )
2) Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern ikterus.

4. Aplikasi Discharge Planing.


Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi
dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak
sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam
memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang
diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan
lanjutan dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan
yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinemia (Waley
&Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami
gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah,
apatis, nafsu menyusui menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama
beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti
untuk menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan
pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
• Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
• Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal
dan daerah sekitar kulit yang rusak.
• Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk
mempertahankan kelembaban kulit.
• Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
• Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena
dapat mengakibatkan lecet karena gesekan
• Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit
seperti penekanan yang lama, garukan .
• Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang
basah karena bab dan bak.
• Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti :
turgor kulit, capilari reffil.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :


celsius)1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38
2. Perawatan tali pusat / umbilikus
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman,
bosan, kontak dengan sesuatu yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Imunisasi
10. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
• letargi ( bayi sulit dibangunkan )
• demam ( suhu > celsius)37
• muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
• diare ( lebih dari 3 x)
• tidak ada nafsu makan.
11. Keamanan
• Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau,
gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
• Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan
mobil atau sarana lainnya.

Pembentukan Ggn Konjugasi Bilirubin Ggn transportasi Ggn


ekskresi
Bilirubin↑ bilirubin bilirubin

HIPERBILIRUBINEMIA

Bilirubin Direk ↑ Terapi Bilirubin indirek ↑

Fototerapi Tranfusi tukar


Hepatomegali Penumpukan bilirubin dalam otak
IWL ↑ Pajanan sinar Pemisahan dgn ortu
Anoreksia Defikasi ↑ PK. Kern Ikterus

Intake nutrisi ↓ Risk/ Defisit vol. cairan Ggn parenting Kecemasan

Risti komplikasi

Risk Hipertermi Risk Ggn integritas kulit Risk Injury

Daftar pustaka
Suriadi, Yuliani,2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak. CV Sagung
Seto, Jakarta
Staf Pengajar FKUI, 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3.
Infomedika;Jakarta

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit. EGC,Jakarta


Betz & Sowden,2000, Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3.
EGC ,Jakarta:
Wong and Whaley,. 1995 , Clinical Manual of Pediatric Nursing,
Mosby, Philadelphia

Tentang iklan-iklan ini

Anda mungkin juga menyukai