A. Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0,3-1,1 mg/dl, bilirubin direk
0,1-0,4 mg/dl (Suriadi & Rita Y, 2006).
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik (Prawirohardjo, 2005).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin
di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2008).
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi
cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat
berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan
yang menetap atau menyebabkan kematian.
B. Klasifikasi
Syaifuddin, Bari Abdul. ( 2009 ) mengatakan bahwa ikterus neonatus di klasifikasikan
sebagai berikut :
1. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubin. Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus
fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
Timbul pada hari kedua - ketiga.
a. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
b. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
c. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
d. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologis tertentu.
f. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan
karakteristik sebagai berikut bila:
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis).
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia,
hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus
kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar
bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang
bulan.
3. Kern Ikterus.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan
disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin
pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang
terjadi secara kronik.
C. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut;
1. Polychetemia.
2. Isoimmun Hemolytic Disease.
3. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah.
4. Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol).
5. Hemolisis ekstravaskuler.
6. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu
(atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice
ASI.
7. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan
albumin; lahir prematur, asidosis.
(Suriadi, dan Rita Y. 2006 )
E. Pathway
( Terlampir )
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari
14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan
keadaan yang tidak fisiologis.
b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c. Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan
atresia billiari.
( Alimul, Hidayat A. 2005 )
G. Penatalaksanaan Medis
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian
ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya
sulfa furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu.
Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan
oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
( Syaifuddin, Bari Abdul. 2009 )
H. Pengkajian Keperawatan
1. Pengumpulan Data
a. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama,
apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu tertentu baik
dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat kontak denagn
penderiata sakit kuning, adakah rwayat operasi empedu, adakah riwayat
mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat
gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO),
polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi
saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
b. Riwayat orang tua
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
c. Pengkajian Psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
d. Pengetahuan Keluarga
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,
kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia.
e. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus
terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris,
jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan
organ hati (tentang ukuran, tepid an permukaan); ditemukan adanya
pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa
abdominal, selaput lender, kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh,
letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor,
kejang, dan tangisan melengking
f. Pemeriksaan Diagnostik
Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL
kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24 jam,
atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dL
pada bayi pratern.
Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.
Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan defikasi sekunder
fototherapi.
2. Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi.
3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
4. Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan dengan
perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
J. Intervensi Keperawatan
1. Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan serta peningkatan
IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :
Jumlah intake dan output seimbang.
Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal.
Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi:
a. Kaji reflek hisap bayi.
b. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat.
c. Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces.
d. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam.
e. Timbang BB setiap hari
2. Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.
Intervensi:
a. Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam.
b. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan kompres
dingin serta ekstra minum.
c. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
Mengetahui :
(……………………………….) (…………………………)
NIP :………………………… NIM :…………………
Pembimbing Akademik