Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mengapa kita perlu mempelajari IKterus neonatorum? kita perlu mempelajari ikterus
neonatorum, karena ikterus adalah salah satu tanda hiperbilirubinemia yang merupakan
keadaan pathologik yang dapat menimbulkan gangguan menetap pada pertumbuhan dan
perkembangan bayi dan apabila tidak segera diatasi atau segera diberikan perawatan dan
pengobatan yang tepat maka akan mengakibatkan kematian bayi. Ikterus yang demikian
adalah ikterus yang muncul dalam 24 pertama kehidupan bayi.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Ikterus
merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL). Dikemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi
kurang bulan.
Di Jakarta dilaporkan 32,19% bayi menderita ikterus. Proses hemolisis darah,
infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari
1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus
patologik. Keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan secara cepat dan
tepat, agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
Asuhan yang diberikan kepada bayi dengan Ikterus berbeda diantara Negara
y7ang satu dengan yang lainnya atau pelayanan yang satu dengan tempat pelayanan yang
lainnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada BBL, seperti pemberian
makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan beberapa propilaksis pada ibu dan
bayi, fototherapi dan transfusi pengganti.
Asuhan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan
keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan, cara
merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di rumah. Bidan
sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan dalam memberikan asuhan
kebidanan kepada keluarga tentang perawatan bayi baru lahir secara paripurna.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi konsentrasi kami pada materi ini, adalah :
1. Bagaimana terjadinya sehingga bayi baru lahir mendrita ikterus.
2. Bagaimana gejala dan tatalaksana asuhannya.
1

3. Bagaimana cara pencegahannya sehingga bayi baru lahir tidak menderita ikterus.
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Mengetahui apa yang dimaksudkan dengan ikterus neonatorum.
2. Mengetahui dan memahami faktor penyebab ikterus neonatorum.
3. Mengetahui dan memahami gejala dan penatalaksanaan ikterus neonatorum.
4. Mengetahui dan memahami cara pencegahan pada ikterus bayi baru lahir.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

A. DEFENISI
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain sebagai akibat dari
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 60%
neonatus cukup bulan dan 80% pada neonatus yang kurang bulan. (Deslidel, Zuchrah,
Rully, 2011).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal. (Rita yuliani, 2011).
Ikterus neonatorum merupakan salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang
terdapat pada bayi baru lahir, terjadinya hiperbilirubinemia yang merupakan salah satu
tanda kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh
kembang bayi.(Royyan,2012).
Kesimpulannya: ikterus neonatorum adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain
sebagai akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh yang ditandai dengan meningkatnya
kadar bilirubin darah lebih dari normal dan merupakan salah tanda kegawatan pada bayi
baru lahir karena dapat menjadi pengebab gangguan tumbuh kembang bayi dan kematian
pada bayi baru lahir.
B. KLASIFIKASI:
Menurut Deslidel, Zuchrah, Rully, (2011), bahwa ikterus dapat diklasifikasi menjadi dua
yaitu ikterus fisiologis dan ikterus pathologis (hyperbilirubinemia).
1. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai gejala pathologis. Kadar ikterus bilirubin tidak melewati ambang batas
normal, atau melewati kadar yang membahayakan atau tidak mempunyai potensi
menjadi kernik ikterus dan tidak menyebabkan morbiditas pada bayi.
2. Ikterus pathologis adalah ikterus yang mempunyai dasar pathologis atau kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Klasifikasi ikterus menurut (Tunjung, 2012) adalah menjadi tiga tidak ada ikterus, ikterus
dan ikterus berat:
1. Tidak ikterus adalah bayi bugar yang tidak ada gejala kuning.
2. Ikterus adalah bayi kuning pada umur 24 jam sampai 14 hari dan kuning tidak
sampai pada telapak tangan atau telapak kaki.
3. Ikterus berat adalah
a. Timbul kuning pada hari pertama ( 24 jam) setelah lahir atau
b. Kuning di temukan pada bayi berumur 14 hari atau
c. Kuning sampai pada telapak kaki/ telapak tangan bayi, atau
3

d. Tinja berwarna pucat


C. ETIOLOGI
Ada banyak penyebab ikterus patologis seperti dijelaskan dalam tabel dibawah ini yang
menyajikan berbagai diagnosis banding seperti dijelaskan oleh Smithermman et al (2006).
Menurut Lorna Davis, Sharon McDonald (2012), adalah sebagai berikut:
Penyebab ikterus pathologis adalah sebagai berikut:
Hiperbilirubin awitan (usia<72 jam)

Hiperbilirubinemia awitan lanjut(Usia >72


jam dan 2 minggu)

24 jam pertama

Minggu pertama kehidupan bayi

>1 minggu kehidupan

kehidupan bayi
bayi
Coombs direk positip: Ikterus idiopatik benigna
Ikterus idiopatik persisten
Eritroblastosis fetalis
(fisiologi:<persentil ke-40).
(ikterus ASI; TSB < 13
isoimun:
Sepsis (virus atau bakteri)
mg/dl)
Penyakit rhesus.
Peningkatan sirkulasi
Sepsis (virus atau bakteri).
Inkompatibilitas
Kelainan fungsi saluran
enterohepatik
golongan darah minor. Gangguan metabolisme bilirubi:
cerna.
ABO (sering kali
Polimorfisme

coombs direk negatip)


Coombs negatip:
Defisiensi G6PD
Defek sel darah merah

intrinsic,
Sferositosis.
Eliptoktosis.Hemoglobi
nopati.

UG1TA1(konjugasi tertunda)
Fibrosis kistik
Pewarisan bersama
Hipotiroidisme
polimorfisme UG1TA1dengan
defisiensi G6PD,
inkompatibilitas ABO,
sferositosis.
Sindrom Crigler-Naajar:1 dan
II.
Sindrom Gilbert.
Perdarahan tertutup:
Perdarahan subaponeurotik

sefalhematoma.
Memar
(sumber:dari Smitherman H.Stark A. Bhutani v (2006) Early recognition of neonatal
hyperbilirubinemia and its emergentmanagement seminars in fetal and neonatal medicine
11:214-224, atas izin.
Tabel ini di desain untuk membantu praktisi menangani bayi guna
mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan mengenali waktu munculnya berbagai
penyebab yang mencetuskan hiperbilirubin ini. Dan ikterus fisiologis normal dan ikterus
ASI tidak termasuk penyebab patologis.
4

Bidan harus mengetahui tanda dan gejala ensefalopati bilirubin akut karena tidak
ada kadar khusus yang membedakan antara kadar bilirubin yang akan menyebabkan
kerusakan dan kadar yang tidak akan menimbulkan kerusakan. Akibat banyaknya factor
Spesifik bayi yang dapat mengganggu atau melindungi bayi. Menurut Royyan
(2012) penyebab ikterus adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Produksi bilirubin yang berlebuhan.


Gangguan dalam proses ambil dan konyugasi hepar.
Gangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin.
Gangguan dalam ekresi.
Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak

seperti rhesus antagonis, golongan darah ABO


6. Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-6-PD (glukosa -6-phosfat
dehidrokinase), lalasemia,dll.
7. Hemolisis yaitu: hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
8. Infeksi yaitu septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena
toksoplasmosis, sifilis, rubella dan hepatitis.
9. Kelainan metabolik seperti hipoglikemia, galaktosemia.
10. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti solfonamida,
salisilat, sodium benzoad, gentamisin, dll.
11. Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letaknya tinggi, penyakit
hiscprung, stenosis, pilorik, mekonium ileus.
Menurut Rita Yuliani (2011) peningkatan bilirubin dapat terjadi karena:
1. Terjadi karena; polycetlietnia, isoimmun hemolytic disease, kelainan struktur dan
enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortykosteroid,
klorampenikol), hemolisisi ekstravaskuler; cephalhematoma, ecchymosis.
2. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoroniltransferase, obstruksi empedu/atresia
biliari, infeksi, masalah inetabolik; galaktosemia hypothyroidisme, jaundice ASI.
Menurut pendapat Deslidel, dkk (2011) bahwa ikterus dapat terjadi karena:
1. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya. Hal ini terjadi pada kasus hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, defisiensi enzim G6PD.
2. Gangguan dalam ambilan dan konjugasi hati. Gangguan ini disebabkan oleh
imaturitas hati, gangguan fungsi hati, hipoksia dan infeksi.
3. Gannguan transportasi. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin kemudian
oleh darah diangkut ke hati. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin
indirek yang bebas dalam darah dan mudah melekat pada sel otak.
4. Gangguan ekskresi. Gangguan ekskresi dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi
hati, biasanya akibat infeksi atau kerusakan hati, oleh penyebab lain.
5

D. DIAGNOSA BANDING HIPERBILIRUBINEMIA


Tak terkonjugasi
Ikterus fisiologis pada bayi baru lahir
Ikterus akibat ketidakasekuatan

Terkonjugasi
Sepsis
Hepatitis neonatorum akibat infeksi
Atresia biler
Defisiensi antitrypsin alfan 1
Galaktosemia
Intoleransi fruktosa herediter
Tirosinemia
Penyakit penyimpanan glikogen
Gangguan metabolism lipid.
Hemokromatosis
Sindrom empedu pekat
Syok/hipoperfusi

pemberian ASI.
Ikterus ASI
Polisitemia.
Diabetes maternal
Trauma lahir
Gangguan hemolitik ABO, RH
Difisiensi G6PD
Hipotiroidisme
Hipoglikemia
Hipoksia
Kelainan membran eritrosit
Talasemia alfa
Sindrom crigler-Najjar
Inhibisi obat
Sumber: diadaptasi dari fraser &Diehl-Jones (2003)

E. PATHOFISIOLOGI,
Menurut Deslidel, Zuchrah, Rully, (2011), adalah sebagai berikut
1. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin
oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase dan agen pereduksi nonenzimatik
dalam sistern retikuloendotelial.
2. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubun tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraselular Y protein dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik
dan adanya ikatan protein.
3. Bilirubin yang tak terkonyugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam
uridin difosfuglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil
transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air
(bereaksi direk).
4. Billirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal.
Dengan konjugasi, billirubin masuk dalam empedu melalui membran kanalikular.
Kemudian masuk ke system gastrointestinal yang diaktifkan oleh bakteri menjadi
urubilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali melalui
sirkulasi enterohepatik.
5. Warna kuning pada kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak
terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek).

6. Pada bayi yang hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau
tidak aktifnya glukuronil transference. Rendahnya pengambilan dalam hepatic
kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran
darah hepatik.
7. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja
glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam
ASI. Terjadi pada keempat sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minngu ke dua
sampai minggu ke tiga. Biasanya sampai mencapai usia bayi 4 minggu dan menurun
minggu ke 10. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun
berangsur-angsur dapat menetap antara 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih
rendah. Apabila pemberian ASI di hentikan maka kadar bilirubin serum akan turun
dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian
pemberian ASI dalam satu sampai dua hari dan penggantian ASI dengan susu formula
akan mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian
ASI dapat dimulai lagi dan kadar hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi
seperti sebelumnya.
8. Bilirubin yang pathologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam kelahiran.
Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis akan muncul antara hari kelima
sesudah lahir.
F. METABOLISME BILIRUBIN:
Bilirubin merupakan zat warna yang dihasilkan oleh proses pemecahan heme (yang
sebagian besar dari hemoglobin) dalam sel parenkim hati yang akan ditampung dalam
kantong empedu untuk selanjutnya diekskresikan (dikeluarkan) untuk member warna
pada feses dan urin.
Mekanis Bilirubin

Sekitar 80 % - 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua


dalam sistem monosit- makrofag. Massa hidup rata rata eritrosit 120 hari. Setiap
hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250 350 mg bilirubin.
Sekitar 15 20 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini,
tapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dari sumsum tulang ( hematopoiesis
tak efektif ) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.
Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi pada limpa), globin
mula-mula dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi beliverdin.
Bilirubin tak terkonjugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah
pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak
terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dan tidak dapat diekskresi
dalam empedu atau urine. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin
dalam suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati.
Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah : ambilan,
konjugasi, dan ekskresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu
yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z. Konjugasi bilirubin dengan asam
glukuronat dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase dalam retikulum
endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air
dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine. Langkah terakhir dalam
metabolisme bilirubin hati adalah transpor bilirubin terkonjugasi melalui
8

membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak
terkonjugasi tidak diekskresikan ke dalam empedu, kecuali setelah proses fotooksidasi atau fotoisomerisasi.
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian
senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilnogen. Zat zat ini yang
menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10 hingga 20% urobinilogen
mengalami siklus interohipatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam
urine.

G. Mekanisme terjadinya Ikterus

H. PEMBENTUKAN BILIRUBIN BERLEBIHAN


Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab
tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikteus yang timbul sering disebut
sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal,
tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini dapat
meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita
hemolitik berat, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul
bersifat ringan serta berwarna kuning pucat.
Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskrsikan
dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan
pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan
peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan
eksresi dalam feses dan urin. Urin dan feses berwarna lebbih gelap.
10

Beberapa penyebab lazim ikterus hemoltik adalah hemoglobin abnormal


(hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibodi
dalam serum (inkompatibilitas Rh atau tranfusi atau akibat penyakit auto imun),
pemberian beberapa obat dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik
dapat disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoisis yang tidak efektif.
Proses ini meningkatkan destruksi eritrosit atau prekursornya dalam sum sum tulang
(talasemia, anemia pernisiosa dan porfiria).
Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin yang berlebihan yan berlangsung
kronis dapat menyeabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung sejumlah besar
bilirubin diluar itu hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan. Pengobatan
langsung ditunjukkan untuk memperbaiki penyakit hemolitik.
I. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Royyan(2012), adalah sebagai berikut:
1. Gejala pada ikterus fisiologis, adalah:
Warna kuning akan timbul pada hari kedua atau ketiga setelah bayi lahir, dan terlihat
jelas pada hari ke lima sampai keenam dan menghilang sampai hari kesepuluh. Bayi
tampak biasa, minum baik, berat badan naik, kadar bilirubin pada bayi cukup bulan <
12 mg/dl dan pada bayi BBLR 10 mg/dl dan akan hilang pada hari ke 14 dan
kecepatan kadar bilirubin < 5 mg/dl.
2. Gejala awalnya tidak jelas, ikterus muncul pada 24 jam pertama kehidupannya, yang
tampak mata berputar-putar, letargi (lemas), kejang, tidak mau menyusui, tonus otot
jelek, leher kaku dan akhirnya epistotonus. Apabila bayi hidup, pada umur lebih lanjut
dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis, yang disertai dengan
ketegangan otot. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan konsentrasi
bilirubin 5 mg% atau lebih per 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada
neonatus cukup bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus kurrang bulan.
Menurut Deslidel, Zuchrah, Rully, (2011), adalah sebagai berikut:
1. Tampak ikterus pada sclera, kuku atau kulit dan membran mukosa. Jaundiince/ikterus
yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundiince yang tampak pada
hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai hari ke
empat dan menurun pada hari ke lima sampai dengan hari ketujuh yang biasanya
merupakan Jaundiince fisiologis.
11

2. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cendrung tampak
kuning terang atau oranye, ikterus pada type obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak
berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus
yang berat.
3. Gejala ikterus berat pada bayi baru lahir adalah muntah, anorexia, fatigue, warna
urine gelap, warna tinja pucat.
J. KOMPLIKASI
Menurut Deslidel, Zuchrah, Rully, (2011):
1. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
2. Kernikterus : kerusakan neurologis; cerebral palsy, retardasi mental, hyyperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan melengking.
Hipotermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin, dan asiclosis.
3. Menurut Royyan (2012):
Apabila tidak tertangani secara serius akan tenjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak
akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum,
thalamus, nukleus subtalamus hipokempus, nukleus merah didasar ventrikel
K. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
Langkah-langkah diagnostic (menurut sumber standar pelayanan medis kesehatan
anak.Departemen ilmu kesehatan anak. Departemen ilmu kesehatan anak FK.Unhas SMF
anak RS.wahidin sudirohusodo.makasar (hal: 133-135 ), adalah sebagai berikut:
1. Anamnesis
a. Anamnesis tentang riwayat ibu melahirkan yang lalu apakah menderita ikterus
atau tidak.
b. Golongan darah ibu dan ayah (apabila bayi ikterus pada hari pertama).
c. Riwayat ikterus hemolitik, defisiensi glucose-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) atau
inkompabilitas factor rhesus atau golongan darah ABO pada kelahiran
sebelumnya.
d. Riwayat anemia, pembesaran hati, atau limfa pada keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
Bayi tampak berwarna kuning. Amati ikterus pada siang hari dengan sinar lampu yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih berat bila dilihat dengan sinar lampu dan bisa tidak
terlihat dengan penerangan yang kurang.Tekan kulir dengan ringan memakai jari
tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Darah Rutin
12

b.
c.
d.
e.
f.
a.

Kadar bilirubin total, indirect, direct


Preparat apusan darah
Kadar G6PD
Golongan darah ibu dan bayi, yaitu ABO dan rhesus
Uji coombs
Pemeriksaan bilirubin serum:
Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara2 dan 4
hari kehidupan. Apabila nilainya di atas 10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi
prematur kadar bilirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari
kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari
Brown AK dalam textbooks of padiatrics 1996: ikterus fisiologis pada bayi cukup
bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang 4-5 hari
dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10 12 mg/dl. Sedangkan pada
bayi prematur, bilirubin indirek munculnya 3 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari
dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl. Dengan peningkatan
kadar bilirubin indirek kurang dari 5 mg/dl hari, dan kadar bilirubin direk 1 dari 1

mg/dl. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.


b. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari
atresia biliary.
L. MENDIAGNOSIS HIPERBILIRUBINEMIA, MENURUT LORNA DAVIES DAN
SHARON MCDONALD (2012) YAITU:
1. Dengan melihat hasil pengukuran kadar hiperbilirubinemia dan mempertimbangkan
factor spesifik lain.
2. Hasil observasi, apakah ikterik mulai nampak sebelum 24 jam pertama kehidupannya
atau muncul ikterik pada hari kedua atau lebih.
3. Apakah bayi lahir dari ibu yang menderita penyakit infeksi atau diabetes mellitus
(DM).
4. Apakah bayi di IMD atau tidak dan apakah bayi mendapat ASI secara on demand atau
tidak.

5. Rumus Kramer
Daerah

Luas Ikterus

Kadar bilirubin (mg%)

Kepala dan leher

5
13

Daerah 1

(+)
3

Badan bagian atas


Daerah 1, 2

11

(+)
4

Badan bagian bawah dan tungkai


Daerah 1, 2, 3

12

(+)
5

Lengan dan kaki dibawah lutut


Daerah 1, 2, 3, 4

16

(+)
Tangan dan Kaki
M. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK MENURUT DESLIDEL, ZUCHRAH,
RULLY, (2011), ADALAH SEBAGAI BERIKUT:
1. Fototerapi: dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin pathologis dan berfungsi
untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto
pada bilirubin dari biliverdin. Walaupun cahaya biru memberikan panjang gelombang
yang tepat untuk fotoaktivasi bilirubin bebas, cahaya hijau dapat mempengaruhi
lotoreaksi bilirubin yang terikat albumin. Cahaya menyebabkan reaksi lolokimia
dalam kulit. (fotoisomerisasi) yang mengubah bilirubin tak tetkonjugasi ke dalam
fotobilirubin, yang mana diekskresikan dalam hati kemudian ke empedu. Kemudian
produk akhir reaksi adalah reversibel dan diekskresikan ke dalam empedu tanpa perlu
konjugasi.
a. Prinsip foto teraphi
(Sumber:http://elektromedik.blogspot.co.id/2008/04/phototherapy-nit.html)
Adalah memberikan sinar secara langsung pada kulit bayi dalam jangka waktu
tertentu. Sinar yang adalah sinar dari lampu Blue Light yang memiliki panjang
gelombang 450 460 m dengan intensitas 4500 Lux tetapi dalam prakteknya
menggunakan lampu TL atau Fluorosence yang memiliki intensitas yang sama.
Tegangan lampu yang dipergunakan adalah tiap lampu 20 watt sebanyak 7 buah
(tergantung dari merk phototherapy).
b. Persiapan proses untuk foto therapy
Posisi lampu pesawat harus diletakkan dalam keadaan datar. Atur jarak sinar
lampu ke bayi 40-45 cm. Bayi dalam keadaan telanjang, khusus unt7uk bayi
14

laki-laki kelaminnya ditutup dengan kain yang tidak tembus cahaya. Mata bayi
ditutup dengan kain warna hitam agar tidak tembus cahaya. Waktu penyinaran
maksimal 2x24 jam. Alat istrahat selama 12 jam, kemudian digunakan lagi.
c. Pelaksanaan pemberian terapi sinar
Selama pelaksanaan pemberian terapi sinar, posisi tidur bayi harus berubah-ubah
setiap 6 jam. Usahakanlah agar suhu tubuh bayi dalam keadaan normal (36,537,50C) (diceck setia 3 jam). Hindari terjadinya dehidrasi pada bayi dan
perhatikan BABnya biasanya berwarna hijau encer.
d. Cara Pengoperasian Pesawat
Hubungkanlah stekker dengan jala-jala listrik. Tekan tombol ON, maka secara
otomatis lampu indicator menyala. Atur setting timer untuk lamanya penyinaran
yang diperlukan (kelipatan 6, 12 jam). Tekan tombol start, maka lampu akan
menyala, timer dan hour meter juga ikut bekerja. Buzzer akan berbunyi 6 jam
sekali untuk menandakan posisi bayi harus segera dirubah.
Bila setting waktu telah tercapai secara otomatis lampu akan mati. Tekan tombol
off dan lepaskan stekker dari jala-jala listrik.
Sebaiknya phototherapy diletakkan dalam box seperti Box Baby Incubator agar
intensitas cahaya yang diberikan dapat langsung mengenai kulit bayi tanpa
penghalang kaca dari box bayi dan bayi masih dalam keadaan steril.

Fototerapi

15

Bayi sedang
difototeraphi

2. Fenobarbital: dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.


Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan
bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein
dimana dapat meningkatkan albumin untuk meningkat bilirubin. Fenobarbital tidak
begitu dianjurkan.
3. Antibiotik: apabila terkait dengan infeksi.
4. Transfusi tukar: apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.

N. PENATALAKSANAAN ASUHAN:
Menurut Royyan (2012), cara mengatasi hiperbilirubin, yaitu:
1. Mempercepat proses konjugasi, dengan cara pemberian fenobarbital , diberikan 1
2 hari sebelum ibu melahirkan (hasil kolaborasi dengan dokter SPOG)
2. Memberikan substant yang kurang untuk transportasi inkonjugasi, yaitu dengan
pemberian albumin. (hasil kolaborasi dengan SPA).
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dan foto terapi (hasil kolaborasi dengan SPA)
4. Transfuse tukar (hasil kolaborasi dengan SPA).
5. Pemberian foto therapy:
Dalam pelaksanaan pemberian terapi sinar yang perlu diperhatikan adalah:
a. Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.
b. Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam (maksimal sampai 500 jam).
c. Baringkan bayi telanjang hanya pada daerah gebilatia yang ditutup dengan
popok mini saja, agar sinar dapat merata keseluruh tubuh.
d. Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya.
e. Posisi bayi biasanya diubah-ubah.
16

f. Perhatikan agar suhu bayi selalu normal yaitu 36,5 37,5 oC dan diobservasi
suhu setiap 4-6 jam sekali.
g. Perhatikan agar asupan cairan sesuai dengan kebutuhan, agar bayi tidak
dehidrasi).
h. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
i. Apabila setelah pemberian terapi sinar 100 jam kadar bilirubin tetap tinggi/
kadar bilirubin dalam serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu
belum mencapai 500 jam digunakan. Selanjutnya melakukan kolaborasi
dengan dokter mungkin perlu transfuse tukar.
j. Pada kasus ikterus hemolitis diperiksa setiap hari.
O. LANGKAH-LANGKAH PREVENTIF/PROMOTIF ADALAH:
(menurut sumber: standar pelayanan medis kesehatan anak.Departemen ilmu kesehatan
anak. Departemen ilmu kesehatan anak FK.Unhas SMF anak RS.wahidin
sudirohusodo.makasar (hal: 133-135 )
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemeriksaan yan baik dan teratur


Bila memungkinkan, skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum lahir.
Bila ada riwayat bay7i kuning dalam keluarga, periksa kadar G6PD.
Melaksanakan perawatan neonatal esensial.
Mencegah infeksi neonatal.
Pemberian ASI ekskulsif.

P. PEMANTAUAN/MONITOTRING
(menurut sumber: standar pelayanan medis kesehatan anak.Departemen ilmu kesehatan
anak. Departemen ilmu kesehatan anak FK.Unhas SMF anak RS.wahidin
sudirohusodo.makasar (hal: 133-135 )
1. Terapi
a. Bilirubin pada kulit dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna
kulit tidak dapat digunakan sebagai petujuk untuk menentukan kadar bilirubin
serum selama bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
b. Pulangkan bayi apabila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan
baik, atau apabila bayi sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit.
c. Ajari ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat pada ibu untuk kembali apabila
terjadi ikterus lagi.
2. Tumbuh kembang
a. Pasca perawatan hiperbilirubin bayi perlu pemantauan tumbuh kembang dengan
penilaian periodik, bila diperlukan konsultasi ke subbagian neurologi anak dan
subbagian tumbuh kembang.

17

b. Apabila terjadi gangguan mata/pengelihatan maka konsultasi ke bagian penyakit


mata.
c. Apabila terjadi gangguan pendengaran, konsultasi ke bagian THT.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Ikterus neonatorum adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain sebagai
akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh yang ditandai dengan meningkatnya kadar
bilirubin darah lebih dari normal dan merupakan salah tanda kegawatan pada bayi
baru lahir karena dapat menjadi pengebab gangguan tumbuh kembang bayi dan
kematian pada bayi baru lahir.
Kematian dan gangguan tumbuh kembang bayi akibat dari ikterus neonatorum dapat
diatasi dengan cara, yaitu:
1)
2)
3)
4)

Mengenal gejala ikterik sejak dini


Menetapkan diagnosis secara tepat dan benar
Memberikan penanganan terapeutik
Asuhan secara cepat dan tepat.

Ikterus pada bayi baru lahir dapat dicegah dengan cara, yaitu:
1) ANC berkualitas
2) IMD dan pemberian ASI secara on demand (tanpa jadwal). Pemberian minum
sedini mungkin pada bayi baru lahir dengan jumlah cairan dan kalori yang
mencukupi. Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan motilitas usus
dan juga menyebabkan bakteri diintroduksi ke usus (Asrining Surasmi)
3) Pencegahan infeksi pada bayi baru lahir

18

4) Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran.
B. SARAN
Untuk mengatasi kejadian ikterik neonatorum yang merupakan salah satu penyebab
kesakitan dan kematian bayi, maka diperlukan kerjasama yang baik, antara lain:
1) Ibu yang berencana untuk hamil, sebaiknya melakukan pemeriksaan
kesehatannya terlebih dahulu, apabila diketahui menderita suatu penyakit
disarankan untuk mengobati terlebih dahulu penyakitnya tersebut, setelah
sembuh baru programkan kehamilannya.
2) Ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara teratur.
3) Sangat diharapkan dukungan suami dan keluarga untuk mensuport ibu bamil
dengan pemberian dana/kebutuhan dan dukungan mental spiritual kepada ibu
selama menjalani masa kehamilannya.
4) Petugas kesehatan (bidan) hendaknya memberikan asuhan selama masa
kehamilan, intranatal dan pasca natal secara berkualitas. Termasuk melakukan
IMD dan bimbingan menyusui.
5) Pemerintah disarankan untuk menyediakan sarana dan prasarana serta obatobatan serta cairan yang memadai.

19

DAFTAR PUSTAKA
Suriadi, Rita Yuliani, 2011, buku pegangan praktik klinik Asuhan keperawatan pada anak,
Edisi II, CV. Seagung Seto (halaman 133 - 140).
Deslidel, Zuchrah Hasan, Rully Hevrialni, Yan Sartika,2011. Buku Ajar asuhan neonatus,
bayi & balita. Penerbit buku kedokteran.
Royyan, 2012 .Buku Asuhan keperawatan klien anak. Penerbit pustaka belajar.
Yogyakarta. Edisi September 2012 . (Halaman 25-40)
Editor:Lorna Davis, Sharon McDonald,2012.Pemeriksaan kesehatan bayi. Pendekatan
multi dimensi.Penerbit buku kedokteran.EGG.Hal:307-332.
(Sumber: http://elektromedik.blogspot.co.id/2008/04/phototherapy-unit.html

20

PHOTOTHERAPY UNIT

Fungsi
Untuk therapy bayi yang terkena Penyakit Kuning atau Hiperbilirubin.
Prinsip Dasar
Memberikan sinar secara langsung pada kulit bayi dalam jangka waktu tertentu. Sinar yang
adalah sinar dari lampu Blue Light yang memiliki panjang gelombang 450 460 m dengan
21

intensitas 4500 Lux tetapi dalam prakteknya menggunakan lampu TL atau Fluorosence yang
memiliki intensitas yang sama. Tegangan lampu yang dipergunakan adalah tiap lampu 20
watt sebanyak 7 buah (tergantung dari merk phototherapy).

Gmbr Bayi Waktu Dilakukan Phototherapy


Persiapan Proses Untuk Therapy
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Posisi lampu pesawat harus diletakkan dalam keadaan datar.


Atur jarak sinar bayi 40-45.
Bayi dalam keadaan telanjang, khusus untuk bayi laki-laki kelaminnya ditutup.
Mata bayi ditutup dengan kain (warna hitam) agar tidak tembus cahaya.
Wahtu penyinaran maksimal 2 x 24 jam.
Alat dipakai lagi setelah istirahat 12 jam.

Pelaksanaan Therapy
Selama pelaksanaan therapy, posisi bayi harus diubah-ubah tiap 6 jam sekali.
Usahakan suhu pada bayi stabil antara 36-37o C (diceck setiap 3 jam).
Hindari Dehydrasi perhatikan beraknya (sering hijau encer).
Cara Pengoperasian Pesawat
1. Hubungkan stekker dengan Jala-jala listrik.
2. Tekan tombol ON, maka secara otomatis lampu indicator menyala.

22

3. Atrur setting timer untuk lamanya waktu penyinaran yang diperlukan (kelipatan 6, 12
jam).
4. Tekan tombol START, maka lampu akan menyala, timer dan hour meter juga ikut
5.
6.
7.
8.
9.

bekerja.
Buzzer akan berbunyi 6 jam sekali ini menandakan posisi bayi harus diubah.
Bila setting waktu telah tercapai secara otomatis lampu akan mati.
Tekan tombol OFF dan lepaskan stekker dari jala-jala listrik.
Phototherapy digunakan untuk bayi dengan kelainan bawaan waktu lahir.
Sebaiknya phototherapy diletakkan dalam box seperti Box Baby Incubator agar
intensitas cahaya yang diberikan dapat langsung mengenai kulit bayi tanpa

penghalang kaca dari box bayi dan bayi masih dalam keadaan steril.
10. Pada alat ini seharusnya diberi tanda untuk merubah posisi bayi dalam jangka waktu
tertentu agar merata seluruh kulit bayi dapat diterapy.
11. Note : Bluelight Lamp harus diganti sesuai dengan lifetime hour yang ditentukan
12. Sumber: http://elektromedik.blogspot.co.id/2008/04/phototherapy-unit.html

23

Anda mungkin juga menyukai