PENDAHULUAN
1
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk
memberikan asuhan keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien dengan
diagnosa hiperbilirubin. Pada kenyataannya kita lihat dilapangan banyak pasien
hiperbilirubin yang pemberian asuhan keperawatan yang kurang maksimal, contohnya
pada fototerapi, seharusnya mempunyai kontrol atau pengawasan, tetapi banyak perawat
yang lalai dalam hal tersebut. Pada saat pengkajian ditemukan tiga dari sepuluh bayi
yang di rawat inap perinatology dengan diagnosa ikterus neonatum, dimana ketiga bayi
tersebut sedang di fototerapi.
2
18. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Hiperbilirubin?
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit, mukosa
akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2004).
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus kalau
tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan yang patologis.
Brown menetapkan hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup
bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan (Harison, et all, 2000).
Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).
nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan
baik
2.2 Etiologi
golongan darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO
4
2. Gangguan konjugasi bilirubin.
9. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau
infeksi.
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma, shypilis.
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak disebelah kanan atas rongga perut
dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa normal.
Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persendian darah. Hati terbagi
menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus
kanan yang lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga bagian utama yaitu lobus
kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2005).
5
1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrient
seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral.
2. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Fungsi hati
1. Mengubah zat makanan yang di absorbsi dari usus dan yang disimpan dari suatu
2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan dalam empedu dan urine.
4. Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam retikulo endulium
dialirkan ke empedu
5. Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang larut dalam
lemak (vitamin A,D,E,K) glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan
6. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah tua dan rusak.
7. Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah menjadi ureum,
2.4 Patofisologi
akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat bilirubin dan
6
mengakibatkan peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam darah yang
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim
glukoronil transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi
bilirubin konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam lemak dan
mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini
tidak bisa diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian
peningkatan ekskresi dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap (Price, Sylvia
Anderson, 2006).
Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam lemak akan
memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna secara terus menerus
melakukan transferase tanpa adanya pembuangan melalui eliminasi, dan jika berlanjut
akan menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan terjadinya rasa mual muntah, jadi
dengan adanya peningkatan bilirubin didalam darah maka akan menyebabkan terjadinya
hiperbilirubin. apabila bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi
suatu keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan segera maka akan dapat
mengakibatkan kejang , tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap lemah (Price, Sylvia
Anderson, 2006).
7
2.5 Manifestasi klinis
2. Sklera ikterik
3. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonatus yang cukup bulan
5. Asfiksia
6. Hipoksia
adanya kejang
13. Letargi
2.6 Klasifikasi
Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :
Timbul pada hari ke-2 atau ke 3, kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih
dari 10 mg/dl dan 12 mg/dl pada bayi kurang bulan, Peningkatan kecepatan kadar
8
bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari, Ikterus hilang 10-14 hari, dan Tidak ada
2. Ikterus patologis
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl
atau lebih dalam 24 jam, Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak
lebih dari 10 mg/dl dan 10 mg/dl pada bayi kurang bulan, Ikterus menetap setelah 2
2.7 Penatalaksanaan
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007), antara lain :
- Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan berulang-
ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan
melalui sonde
- Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan
- Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8
selama 30 menit)
- Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok
harinya.
9
- Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segara hubungi dokter,
2.8 Komplikasi
a. Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek
menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil
positif dari tes comb direk menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel
c. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5 mg/dl,
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi yang cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung BB bayi).
10
d. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan kapasitas
e. Hitung darah lengkap : hemoglobin mungkin rendah (< 14 mg/dl) karena
hemolisis. Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
bilirubin serum.
darah merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
i. Smear darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau imatur,
j. Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
dengan ekstrahepatic.
l. Biobsy hati, digunakan untuk memastikan terutama untuk pada kasus yang sukar
seperti diagnosa membedakan obstruksi ekstrahepatic dengan intra hepatic selain itu juga
m. Radioisotop scan, digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia
billiari.
11
SOP / PENATALAKSANAAN HIPERBILIRUBIN
CARA KERJA
1. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut
dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.
2. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.
3. Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang
dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.
4. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada
manusia.
5. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole
yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk
asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu
6. Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses
tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
7. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
8. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan
Anemia.
KRITERIA ALAT
1. Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm.
2. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.
3. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
4. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru
(F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .
12
a. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet.
Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
b. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
2. Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut
tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.
3. Balikkan bayi setiap 3 jam
4. Pastikan bayi diberi makan:
5. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3
jam:
6. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata
7. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh:
pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.
8. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah),
tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi
masih diterapi sinar .
9. Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi
dari sinar terapi sinar .
10. Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih
lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.
11. Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
12. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak
bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar .
13. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk
mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
14. Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu
bayi lebih dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi
dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 0C – 37,5 0C.
15. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus:
16. Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
17. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan
kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk
transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.
18. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
19. Setelah terapi sinar dihentikan:
20. Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila
memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis.
21. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk
memulai terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini
pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau
perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar.
13
22. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak
ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
23. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila
bayi bertambah kuning
14
BAB III
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek hisap
penurunan, kulit tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan warna pada feses dan
Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang menderita penyakit
b. Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan
c. Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia), asodosis
15
d. Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas organ tubuh hepar.
2. TTV
TD : -
N : 120-160x/i
R : biasanya 40x/i
S : biasanya 36,5 – 37 ºC
Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau terdapat caput.
Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa pada mulut. Dapat juga
diidentifikasi icterus dengan melakukan tekanan langsung pada daerah menonjol untuk
6. Mulut : ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat, 2009). Pada
8. Thorak : Biasanya selain ditemukan tanpak icterus juga dapat ditemukan
9. Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah, mencret merupakan akibat gannguan
16
10. Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau kapur akibat gangguan
12. Integument : Biasanya tampak ikterik, dehidrasi ditunjukan pada turgor tangan jelek,
elastisitas menurun.
Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Terapeutik:
Longgarkan atau
lepaskan pakaian
17
bagian tubuh
hari
Berikan oksigen
Edukasi
Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena,jika perlu
18
seimbang membaik skor 5
nutrisi
Identifikasi alergi
dan intoleransi
makanan
Identifikasi
kebutuhan kalori
Identifikasi perlunya
penggunaan
penggunaan selang
nasogastrik
Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral
hygiene sebelum
Sajikan makanan
19
yang menarik dan
Berikan makanan
menghindari
konstipasi
Berikan makanan
tinggi protein
Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogastrik
dapat di toleransi
Edukasi
Anjurkan posisi
duduk
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
menentukan jumlah
kalori yang
20
nutrien
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
EVALUASI KEPERAWATAN
Merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
BAB III
PENUTUP
21
A. Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih
dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan
organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan
kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin ini
keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada
neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan prematuritas.
Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
B. Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan Ikterus
pada bayi, Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk
menanganinya secara efektif dan efisien.
MAKALAH
22
HIPERBILIRUBIN
Oleh Kelompok 11
Indry Oktaviani
Rifka Delvia
SUMATERAB BARAT
2020
DAFTAR ISI
23
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………..…………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian…………………..……………………………………………………1
2.2 Etiologi…………………….………………………………….…………………1
2.3 Anatomi Fisiologi………………….…………………………………………….1
2.4 Patofisiologi dan WOC…………………………………………….……………1
2.5 Manifestasi Klini……………………………………………………….………..1
2.6 Klasifikasi………………………………………………………………………..1
2.7 Penatalaksanaan………………………………………………………………….1
2.8 Komplikasi……………………………………………………………………….1
2.9 Pemeriksaan Diagnostik………………………………………………………….1
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
3.1 Pengkajian…………………………………….…………………………………1
3.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………………1
3.3 Intervensi Keperawatan……………………………………………………..1
3.4 Implementasi dan Evaluasi………………………………………………….1
BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….1
4.2 Saran……………………………………………………………………………...1
DAFTAR PUSTAKA
24