Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelahiran bayi dengan BBLR masih mejadi satu masalah kesehatan yang
penting dinegara-negara berkembang. Hal ini disebabkan karena angka
kejadian, angka kesakitan dan angka kematian yang masih tinggi (Gumilar,
2010). Kuning atau sering juga disebut dengan istilah ikterus, merupakan kondisi
klinis bayi yang ditandai pewarnaan kuning pada kulit dan sklera mata akibat
peningkatan bilirubin. Ikterus pada bayi usia 2-3 hari pertama kehidupan,
merupakan hal yang normal (fisiologis) tetapi dapat juga ditemukan kondisi yang
tidak normal (non fisiologis). Angka kejadian ikterus fisiologis cukup tinggi.
Frekuensi pada bayi cukup bulan 50-60% dan kurang bulan 80%. Pada usia 1
minggu pertama, lebih dari 85% bayi cukup bulan kembali dirawat karena kondisi
ini (suraiyah, 2014).
Ikterus terjadi akibat penumpukan bilirubin dalam darah, dan akan tampak
pada jelas pada kulit bila kadar bilirubin antara 5-7 mg/dL. Cara visual untuk
menentukan ikterus dilakukan dengan menekan kulit secara ringan memakai jari
tangan kemudian lepaskan. Warna kulit dinilai dibawah penerangan yang cukup
sehingga tampak jelas. Ikterus sulit dinilai bila penerangan kurang, terutama
pada bayi dengan warna kulit gelap. Amati warna kulit dan tentukan luasnya
daerah ikterus pada anggota tubuh. Pemeriksaan bilirubin serum harus tetap
dilakukan karena meskipun cara visual mudah dan praktis tetapi hasilnya kurang
akurat (suraiyah, 2014).
Terapi sinar (fototerapi) bertujuan untuk mengendalikan kadar bilirubin
serum agar tidak mencapai nilai yang membahayakan sampai terjadi bilirubin
ensefalopati maupun kern-ikterus. Fototerapi bertujuan mengubah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dikeluarkan melalui empedu atau air
seni. Pada saat bilirubin menyerap cahaya, maka terjadi reaksi fotokimia yaitu
isomerisasi sehingga terjadi konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya
yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.
Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat foto terapi.
Sejumlah kecil bilirubin indirek diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
dikeluarkan lewat air seni. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk
asalnya dan secara langsung bisa dikeluarkan melalui empedu ke dalam usus
untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati, karena hanya
produk foto oksidan saja yang bisa dikeluarkan melalui air seni (suraiyah, 2014).
Fototerapi bekerja memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas tinggi
(a bound of flourescent light bulbs or bulbs in theblue light spcetrum) akan
menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan
cara memfasilitasi eksresi bilirubin tak terkonjugasi (Klaus, Fanarof, 1998 dalam
Gumilar 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana perawatan bayi dengan foto terapi ?

1.3 Tujuan
1. Memahami konsep perawatan bayi dengan foto terapi
2. Untuk memenuhi tugas keperawatan anak tentang perawatan bayi dengan
foto terapi

1.4 Manfaat
1. Agar mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan mampu menambah
pengetahuan tentang perawatan bayi dengan foto terapi
2. Agar dapat menambah pengetahuan pembaca
3. Agar mahasiswa keperawatan dapat menambah skill dalam melakukan
perawatan bayi saat dirumah sakit
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI
Fototerapi merupakan terapi pilihan pertama yang dilakukan terhapa
bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia (Kumar et al, 2010 dalam Shinta,
2015). Fototerapi merupakan penatalaksanaan hiperbilirubinemia yang
bertujuan untuk menurunkan konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi atau
mencegah peningkatan kadar bilirubin.
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat
dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Keefektifan
suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor yang
mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang
sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan tubuh yang terpapar
dengan sinar serta penggunaan media pemantulan sinar.
Bayi dengan ikterus perlu diamati apakah fisiologis atau akan
berkembang menjadi ikterus patologis. Anamnesis kehamilan dan kelahiran
sangat membantu pengamatan klinik dan dapat menjadi petunjuk untuk
melakukan pemeriksaan yang tepat. Early feeding yaitu pemberian makanan
dini pada bayi dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada bayi.
Sistem fototerapi mampu menghantarkan sinar melalui bolam lampu
fluorcent, lampu quartz, halogen, emisi dioda lampu dan matres optik fiber.
Keberhasilan pelaksanaan fototerapi tergantung dari efektifitas dan minimnya
komplikasi yang terjadi (Stokowski, 2006 dalam Shinta, 2015).

2.2 Indikasi Fototerapi


Fototerapi direkomendasikan apabila :
1. Kadar bilirubin total 5-8 mg/dl pada bayi dengan berat badan <1500 gram.
2. Kadar 8-12 mg/dl pada bayi dengan berat badan 1500-1999 gram.
3. Kadar 11-14mg/dl pada bayi dengan berat badan 2000-2499 gram.
(wong et al., 2009).

2.3 Dampak fototerapi akan meningkat jika kadar bilirubin di kulit makin
tinggi
Fototerapi mengubah bilirubin di kapiler superfisial dan jaringan interstitial
dengan reaksi fotokimia dan fotooksidasi menjadi isomer (isomerisasi
struktural dan konfigurasi) secara cepat, yang larut dalam air dan dapat
diekskresi melalui hepar tanpa proses konjugasi sehingga mudah diekskresi
dan tidak toksik. Penurunan bilirubin total paling besar terjadi pada 6 jam
pertama. Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit
tidak adekuat, sumber cahaya terlalu jauh dari bayi (radiasi menurun secara
terbalik dengan kuadrat jarak), lamu flouresens yang terlalu panas
menyebabkan perusakan fosfor secara cepat dan emisi spektrum dari lampu
yang tidak tepat. Idealnya, semua ruang perawatan perinatologi memiliki
peralatan untuk melakukan terapi sinar intensif (Giyatmo, 2011).

2.4 Efektivitas Fototerapi


1. Jenis Cahaya
Cahaya biru (fluoresens biru) dengan spektrum 460-490 nm merupakan
cahaya yang paling efektif dalam fototerapi karena dapat menembus
jaringan dan diabsorbsi oleh bilirubin (bilirubin menyerap lebih kuar pada
cahaya biru dengan spektrum 460 nm ini).
2. Saluran energi atau imadiance sumber cahaya
Imadiance diukur dengan radiometer atau spektroradiometer dalam
satuan watt/cm¬¬2 atau µ watt/cm¬¬2nm. Sebagai contoh, sumber
cahaya (tipe konvensional atau standar) yang diletakkan ±20 cm diatas
bayi dapat menghantarkan spektrum imadiance, berkisar 8-10 µ
watt/cm¬¬2 nm pada panjang gelombang cahaya 430-490 nm.
Adapun cahaya flourenens biru dapat menghantarkan spektrum imadiance
berkisar 30-40 µ watt/cm¬¬2nm. American academy of pediatriks
mendefinisikan intensif fototerapi sebagai fototerapi dengan spektrum
imadiance berkisar 30-40 µ watt/cm¬¬2 nm yang dapat menjangkau
permukaan tubuh bayi dengan lebih luas. (Maisels & McDonagh, 2008).
3. Jarak antara bayi dengan sumber cahaya dan luasnya area kulit yang
terpajan
Jarak antara bayi dengan sumber cahaya tidak boleh kurang dari 45 cm.
Penelitian terkontrol menyebutkan bahwa semakin luas daerah kulit yang
terpajan, semakin besar reduksi kadar bilirubin total. (Wong et al., 2009).
Efektivitas fototerapi tergantung pada kualitas cahaya yang dipancarkan
lampu (panjang gelombang), intensitas cahaya (iridasi), luas permukaan
tubuh, ketebalan kulit dan pigmentasi, lama paparan cahaya, kadar
bilirubuin total saat awal fototerapi (Sakundarno,2008).

2.5 Perawatan Bayi dengan Foto terapi


1. Pasang penutup mata dan pastikan terpasang dengan baik
2. Baringkan bayi tanpa pakaian, kecuali popok/ bilibottom
3. Ubah posisi bayi setiap 3 jam
4. Ketika fototerapi dimulai, periksa kadar bilirubin setiap 24 jam
5. Pantau subuh tubuh bayi
6. Observasi status hidrasi bayi, pantau intake dan output cairan
7. Edukasi dan motivasi orangtua / keluarga bayi
8. Dokumentasikan nama bayi, no RM, tanggal dan jam dimulai dan
selesainya fototerapi, jumlah jam pemakaian alat fototerapi dalam lembar
dkomentasi pemakaian alat.
9. Dokumentasikan pula tanggal dan jam penggunaan fototerapi, tampilan
klinis bayi, dan tindakan lainnya yang dilakukanterkait fototerapi dalam
lembar dokumentasi perawatan bayi.

2.6 Hal – hal yang harus diperhatikan


1. Toksisitas cahaya terhadap retina bayi yang imatur sehingga selama
pemberian fototerapi, penutup mata harus terpasang (Maisels &
McDonagh, 2008).
2. Gunakan diapers selama fototerapi untuk melindungi genetalia bayi (Wong
et al., 2009).

2.7 Durasi Foto terapi


Lamanya durasi fototerapi selah satunya ditentukan oleh nilai total serum
bilirubin saat mulai fototerapi dan fototerapi dihentikan jika nilai total serum
bilirubin mencapai nilai kurang dari 12 mg/dl (Moeslihchan et al, 2004 dalam
Rahmah et al, 2013).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat
dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor
yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang
gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan
tubuh yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media pemantulan
sinar. Bayi dengan ikterus perlu diamati apakah fisiologis atau akan
berkembang menjadi ikterus patologis. Anamnesis kehamilan dan
kelahiran sangat membantu pengamatan klinik dan dapat menjadi
petunjuk untuk melakukan pemeriksaan yang tepat. Early feeding yaitu
pemberian makanan dini pada bayi dapat mengurangi terjadinya ikterus
fisiologik pada bayi. Sistem fototerapi mampu menghantarkan sinar
melalui bolam lampu fluorcent, lampu quartz, halogen, emisi dioda lampu
dan matres optik fiber. Keberhasilan pelaksanaan fototerapi tergantung
dari efektifitas dan minimnya komplikasi yang terjadi (Stokowski, 2006
dalam Shinta, 2015).

3.2 SARAN
Harapan kami dengan adanya makalah ini pembaca dapat menambah
pengetahuannya mengenai bayi dengan foto terapi, selain itu bagi kami
sendiri sebagai calon tenaga kesehatan berguna untuk menambah skill
kami saat berada dilapangan atau berada dirumah sakit dalam
penatalaksanaaan perawatan bayi dengan foto terapi.
DAFTAR PUSTAKA

Bunyaniah, Dahru. 2013. Pengaruh Fototerapi Terhadap Derajat Ikterik Pada

Bayi Baru Lahir Di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Diakses 1 Juni

2018.
Gumilar, Hairul. 2010. Pemberian Fototerapi Dengan Penurunan Kadar

Bilirubin Dalam Darah Pada Bayi BBLR Dengan

Hiperbilirubinemia. Diakses 1 Juni 2018 .


Kosim, M,S., Soetandio, Robert. M Sakundaro. 2008. Dampak Lama Fototerapi

Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Total Pada

Hiperbilirubinemia Neontal. Diakses 1 Juni 2018 .


Rahmah., Yetti, K., Besral. 2013. Pemberian ASI Efektif Mempersingkat Durasi

Pemberian Fototerapi. Diakses 1 Juni 2018 .


Shinta P, Tina. 2015. Pengaruh Perubahan Posisi Tidur Pada Bayi Baru Lahir

Hiperbilirubinemia Dengan Total Fototerapi Terhadap Kadar

Bilirubin Total. Diakses 1 Juni 2018


Suraiyah. 2014. http://www.rspermatacibubur.com/hiperbilirubinemia/. Diakses 1

Juni 2018
Yuhanidz, H., Saryono., Giyatmo. 2011. Efektivitas Fototerapi 24 Jam Dan 36

Jam Terhadap Penurunan Bilirubin Indirect Pada Bayi Ikterus

Neonatorum. Diakses Diakses 1 Juni 2018


.

Anda mungkin juga menyukai