Anda di halaman 1dari 10

GAMBARAN PENILAIAN RISIKO DEKUBITUS PADA LANSIA

DENGAN SKALA NORTON DI PSTW BANYUWANGI

Dimas Wiyo Setiaji, Atri Wilujeng


Fakultas Keperawatan, Universitas Jember
Jl. Kalimantan 37 Jember
dimaswiyos@gmail.com

ABSTRAK
Dekubitus merupakan masalah yang sangat serius terutama bagi lansia yang
mengalami hambatan dalam aktifitas secara mandiri. Lansia dengan tirah baring
menjalani aktifitas setiap harinya diatas tempat tidur. Lamanya tirah baring
disertai dengan kondisi penyakit akan mengancam terjadinya dekubitus. Perawat
selama ini melakukan upaya pencegahan dekubitus dengan cara alih baring, tetapi
kurang diperhatikan seberapa besar risiko dekubitus pada pasien tirah baring.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas skala Norton dalam
mendeteksi dini dekubitus pada pasien tirah baring di PSTW Banyuwangi. Jenis
penelitian ini adalah studi deskriptif karena peneliti tidak memberikan perlakuan
kepada subjek penelitian, tetapi peneliti hanya memberikan penilaian terhadap
hasilnya mengenai uji instrumen pengkajian dekubitus dengan cara observasi
langsung terhadap respoden. Rancangan penelitian yang digunakan adalah
longitudinal, yaitu pengamatan tidak hanya dilakukan sekali sesuai dengan waktu
yang ditentukan oleh peneliti. Observasi dilakukan satu kali pengkajian. Hasil
pengkajian menunjukkan bahwa resiko terjadinya ulkus dekubitus pada lansia di
UPT PSTW Banyuwangi didapatkan hasil bahwa 57 lansia (95%) memiliki resiko
kecil terjadinya ulkus dekubitus, dan 3 lansia (5%) memiliki peningkatan resiko
50% terjadinya ulkus dekubitus. Skala pengkajian Norton lebih baik dalam Jurnal
Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 8, No. 1, 2007: 39 – 54 mendeteksi dini risiko
dekubitus dibanding skala Braden. Penilaian derajat risiko dekubitus yang
dilakukan pada waktu yang berbeda akan memberikan hasil yang tidak sama. Hal
ini dapat diakibatkan beberapa faktor, diantaranya adalah keberhasilan praktek
perawatan dalam mengantisipasi risiko dekubitus, sehingga perawat dapat
melakukan upaya pencegahan agar risiko dekubitus pada pasien tirah baring di
PSTW Banyuwangi dapat dikurangi.

Kata Kunci: tirah baring, deteksi dini, dekubitus.


PENDAHULUAN
Dekubitus merupakan masalah potensial bagi lansia yang mengalami penurunan
kemampuan aktifitas secara mandiri atau mengalami tirah baring lama dalam
perawatan di panti sosial. Lansia yang mengalami tirah baring lama dapat
mengalami komplikasi (Multiple and life threatening medical complications) dari
timbulnya dekubitus. Akibat dari hal tersebut diatas, timbulnya dekubitus juga
dapat meningkatkan durasi lamanya lansia jika tinggal di rumah sakit atau LOS
(length of stay) sehingga hal ini akan meningkatkan beban terutama biaya rawat
inap akan meningkat seiring dengan lamanya waktu tinggal di rumah sakit. Dari
beberapa studi yang diadakan di negara maju, angka kejadian dekubitus pada
pasien usia lanjut dengan kasus gangguan neurologik mengalami peningkatan.
Berdasarkan studi Amstrong et all, cit. Handoyo (2002) yang dilakukan di
Amerika menunjukkan bahwa 3% – 10% pasien yang dirawat di rumah sakit
mengalami dekubitus. Di Indonesia pasien yang dirawat di rumah sakit terutama
di bangsal penyakit bedah, dan bangsal penyakit dalam banyak yang mengalami
dekubitus. Untuk deteksi dini terhadap adanya dekubitus diperlukan suatu alat
pengkajian yang dapat menilai derajat luka dekubitus.
Skala dekubitus yang sudah ada saat ini diantaranya adalah : skala Norton,
Braden, Waterlow, dan Modified Norton Scale (MNS). Skala tersebut sangat
berguna untuk mengidentifikasi dan memprediksi risiko dekubitus. Tetapi dari
beberapa penelitian masih melaporkan adanya perbedaan yang beragam dalam
menyimpulkan hasilnya. Norton, Mc Laren dan Exton Smith dalam Handoyo
(2002). menyatakan bahwa skala Norton sangat sederhana dan reliabel untuk
menilai perkembangan skala dekubitus.

Untuk mengurangi angka kejadian dekubitus tersebut, perawat sangat


berperan dalam mencegah timbulnya dekubitus dengan cara deteksi awal
terhadap timbulnya dekubitus dengan menggunakan skala. Pada saat ini ada
beberapa skala yang bisa digunakan untuk mendeteksi dini terhadap timbulnya
dekubitus dengan cara mengkategorikan terhadap derajat risiko timbulnya
dekubitus. Skala tersebut sudah dikenal di negara-negara maju, tetapi di Indonesia
skala tersebut belum banyak dikenal oleh perawat baik diklinik maupun di panti
sosial.
1. Pengertian Dekubitus
Beberapa pengertian dekubitus adalah :
a. Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan jaringan yang
mengalami nekrosis dan biasanya terjadi pada permukaan tulang yang
menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi 2004).
b. Dekubitus adalah area jaringan nekrosis yang muncul ketika jaringan
lunak tertekan antara tulang yang menonjol dan permukaan eksternal
(tempat berbaring) dalam waktu yang lama (Potter & Perry, 1997).
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan pengertian dekubitus
adalah kerusakan kulit dan jaringan dibawahnya sebagai akibat penekanan yang
lama sehingga pembuluh darah terjepit dan jaringan yang berada disekitar daerah
tersebut tidak memperoleh suplai darah, makanan, dan oksigen sehingga berakibat
jaringan tersebut mengalami kematian.

2. Klasifikasi Dekubitus.
Dekubitus akan terjadi apabila pasien tidak dilakukan mobilisasi selama 6
jam. Bila dekubitus sudah ada, berdasarkan gambaran klinis Djunaedi dkk
(1990) membagi dekubitus dalam 4 stadium :
a. Stadium I
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini
umumnya reversibel dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
b. Stadium II
Ulserasi mengenai dermis dan meluas sampai jaringan adipose, terlihat
eritema dan indurasi (melepuh) Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15
hari.
c. Stadium III :
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis dan otot,
sudah mulai terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi, dan
hilangnya struktur. Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper atau
hipopigementasi dengan fibrosis. Biasanya sembuh dalam waktu sekitar
3-8 minggu.
d. Stadium IV: Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang
serta sendi dapat terjadi arthritis septic atau osteomelitis, dan sering
disertai anemia. Dapat sembuh dalam waktu sekitar 3-6 bulan.
3. Pengkajian Risiko Dekubitus
Skala pengkajian risiko dekubitus adalah suatu alat yang dapat mendeteksi
dekubitus selama pasien dirawat di rumah sakit. Ada beberapa skala
pengkajian yang ada pada saat ini, tetapi ada empat skala yang sering
digunakan untuk mendeteksi dekubitus, terutama di negara-negara maju
seperti Amerika dan Inggris. Empat skala itu adalah : Norton Scale, The
Braden Scale, The Modified Norton Scale, dan The Waterlow Scale. Pada
penelitian ini pengkajian risiko dekubitus menggunakan skala Norton.
Pada awal tahun 1960, Norton memperkenalkan skala pengkajian dekubitus
untuk memprediksi timbulnya dekubitus pada pasien usia lanjut.
Skala ini diciptakan berdasarkan pengalaman klinik yang mencakup
lima variabel. Variabel tersebut adalah : a). kondisi fisik, b) kondisi
mental, c) aktifitas, d) mobilitas, dan e) inkontinensia. Maksimum skore
yang dapat dicapai pada skala ini adalah 20. Skore lebih dari 18 berarti
risiko dekubitus masih rendah, 14-18 risiko sedang, 10-13 risiko tinggi
dan kurang dari 10 termasuk kategori sangat tinggi. Validitas skala ini
juga sudah diteliti oleh beberapa studi dengan menampilkan sensivitas
dan spesifikasi pada area yang berbeda-beda. Keunggulan skala ini adalah
karena sangat simpel untuk digunakan dan tidak memerlukan waktu
yang lama untuk menggunakannya.
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk
mengumpulkan data dimana informasi yang dikumpulkan hanya pada suatu saat
tertentu untuk mengidentifikasi bagaimana gambaran risiko dekubitus pada lansia
di UPT PSTW Banyuwangi.

2. Populasi dan sampel penelitian


a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Notoatmodjo, 2002),
demikian pula menurut Murti (2003), populasi adalah keseluruhan
elemen / subjek riset. Populasi dalam penelitian ini adalah 60 orang lansia
yang tinggal di PSTW Banyuwangi yang terdiri dari 20 laki-laki dan 40
perempuan.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Karena merupakan bagian dari
populasi, maka harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki populasi (Azwar,
2001), sedangkan menurut Hidayat (2003), sampel merupakan bagian
populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah karakteristik yang
dimiliki populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah total sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh lansia
di PSTW Banyuwangi.
3. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan adalah Norton Scale oleh Norton (1960). Kuesioner
ini terdiri dari 5 veriabel. Variabel tersebut adalah : a). kondisi fisik, kondisi
mental, aktifitas, mobilitas, dan inkontinensia. Maksimum skore yang dapat
dicapai pada skala ini adalah 20. Skore lebih dari 18 berarti risiko dekubitus masih
rendah, 14-18 risiko sedang, 10-13 risiko tinggi dan kurang dari 10 termasuk
kategori sangat tinggi.
HASIL

1. Risiko Dekubitus

Gambaran vaiabel risiko dekubitus pada lansia di UPT PSTW Banyuwangi


disajikan dalam bentuk persentase. Hasil tingkat risiko dekubitus ditunjukkan
pada tabel 1.1 sedangkan indikator tingkat risiko dekubitus disajikan pada tabel
1.2

Tabel 1.1 Tingkat risiko dekubitus pada lansia di UPT PSTW Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi (Mei-Juni 2019, n=60)

Variabel Risiko Dekubitus Jumlah Persentase (%)


Risiko kecil 57 95%
Risiko sedang 0 0%
Peningkatan risiko 50% 3 5%
Risiko tinggi 0 0%
Sumber: data primer mahasiswa PSP2N angkatan 23, Mei-Juni 2019
Berdasarkan hasil pengkajian resiko terjadinya ulkus dekubitus pada lansia
di UPT PSTW Banyuwangi didapatkan hasil bahwa 57 lansia (95%) memiliki
resiko kecil terjadinya ulkus dekubitus, dan 3 lansia (5%) memiliki peningkatan
resiko 50% terjadinya ulkus dekubitus.
Tabel 1.2 Indikator tingka risiko dekubitus pada lansia di UPT PSTW
Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi (Mei-Juni 2019, n=60)

Indikator/ subindikator f %
1. Kondisi fisik umum
Baik 40 66,7
Lumayan 17 28,3
Buruk 3 5,0
Sangat buruk 0 0

2. Kesadaran
Composmentis 58 96,7
Apatis 2 3,3
Confused/Soporus 0 0
Stupor/Coma 0 0

3. Aktivitas
Ambulasi 40 66,7
Ambulasi dengan bantuan 14 23,3
Hanya bisa duduk 2 3,3
Tiduran 4 6,7

4. Mobilitas
Bergerak bebas 34 56,7
Sedikit terbatas 20 33,3
Sangat terbatas 5 8,3
Tidak bisa bergerak 1 1,7

5. Inkontinensia
Tidak 43 71,7
Kadang-kadang 13 21,7
Sering inkontinensia urine 2 3,3
Sering alvi dan urine 2 3,3

Sumber: data primer mahasiswa PSP2N angkatan 23, Mei-Juni 2019


Berdasarkan tabel 1.2 didapatkan hasil bahwa nilai tertinggi lansia yang
memiliki kondisi fisik umum baik pada indikator kondisi fisik umum sebanyak
66,7%. Selanjutnya nilai tertinggi lansia dengan kesadaran composmentis pada
indikator kesadaran sebanyak 96,7%. Lalu nilai tertinggi lansia yang dapat
melakukan ambulasi pada indikator aktivitas sebanyak 66,7%. Nilai tertinggi
lansia yang dapat bergerak bebas pada indikator mobilitas sebanyak 56,7%.
Indikator terakhir yaitu inkontinensia, nilai tertinggi tidak mengalami
inkontinensia sebanyak 71,7%.

PEMBAHASAN

Hasil pengkajian yang telah dilakukan mahasiswa PSP2N terhadap 60


lansia sebagian besar memiliki risiko kecil mengalami dekubitas sebanyak 57
lansia (95%), 50% terjadinya ulkus dekubitus sebanyak 3 lansia (5%). Sejalan
dengan penelitian (Astutik, 2016) di RS Daerah Tidar Magelang mengatakan
sebagian besar lansia memiliki risiko rendah mengalami dekubitus sebanyak 16
lansia (32,6%). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Bhoki dkk, ) yang
mengatakan sebanyak 67 klien (66,7%) berisiko tinggi mengalami dekubitus.

Dari ke 5 faktor risiko yang mempengaruhi risiko dekubitus rata-rata


bukan menjadi pengaruh terhadap risiko dekubitus. Hal tersebut mungkin
disebabkan karena sebagian besar lansia memiliki kondisi fisik umum baik,
kesadaran komposmentis, dapat melakukan ambulasi secara mandiri, dapat
bergerak bebas, dan tidak mengalami inkontinensia urine. Penelitian ini tidak
sebanding dengan penelitian (Astutik, 2016) yaitu sebagian besar responden
melakukan aktivitas di tempat tidur, memiliki kesadaran samnolen, sehingga
faktor risiko tersebut berpengaruh pada terjadinya risiko dekubitus pada klien.
Faktor yang mempengaruhi dekubitus menurut (Said, 2012) adalah usia dan
mobilisasi. Sebanding dengan penelitian oleh (Sarwanto, 2016) kondisi pasien
dnegan usia lanjut yang mengalami bedrest total dapat meningkatkan risiko
terjadinya dekubitus. Usia akan berpengaruh terhadapt risiko dekubitus apabila
didukung oleh faktor lain seperti perkembangan luka tekan, status nutrisi, gesekan
dan tekanan, serta kelembaban (Potter dan Perry, 2012).

Menurut pendapat mahasiswa PSP2N risiko dekubitus pada lansia di UPT


PSTW Banyuwangi rendah karena pada 5 wisma, 2 wisma saja dengan lansia
yang mengalami tirah baring selain itu di kedua wisma tidak semua lansia
mengalami tirah baring. Sebagian besar lansia memiliki keadaan baik dan dapat
melakukan ambulasi dan beraktivitas secara mandiri. Sehingga faktor risiko
terjadinya dekubitus di UPT PSTW Banyuwangi rendah.

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Astutik, A. M. 2016. Tingkat Resiko Pressure Ulcer dan Faktor Resikonya di


Rumah Sakit Daerah Tidar Magelang. [Diakses pada 6 Juni 2019]
Bhoki, M. W, Mardiyono, dan Sarkum. 2013. Skala Braden dan Norton dalam
memprediksi Risiko Dekubitus di Ruang ICU. [Diakses pada 6 Juni 2019]
Potter, P.A & Perry, A. G. 2012. Buku ajar fundamental keperawatan. Edisi 7.
Jakarta : EGC
Said, Mubarok., Sukraeny, Nury & Khoiriyah. (2016). Efektifitias terapi topical
virgin coconut oil dan alih baring pada pasien stroke di RSUD kota
semarang. [Diakses pada 6 Juni 2019]
Sarwanto, D. P, S.P. Kriatyawati, dan S. Arif. 2016. Perbedaan Efektivitas Posisi
Miring 30 Derajat dan 90 Derajat dalam menurunkan Resiko Dekubitus
pada Pasien Bedrest Total di RSUD Salatiga. [Diakses pada 6 Juni 2019]

Anda mungkin juga menyukai