Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ANTROPOLOGI
TENTANG
LAPISAN SOSIAL MASYARAKAT

Disusun Oleh Kelompok 1 :


Vani Putri
Syurni Syasmi
Syahrul Ramadhan
Dosen pembimbing : Yessy Aprihatin,S.Km,M.Kes
Kelas : 1 D

Prodi D3 Keperawatan
Universitas Negeri Padang
Tahun Akademik 2018/2019

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG.........................................................................1
B.TUJUAN PENULISAN.......................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A.WILAYAH OTONOMI.......................................................................2
B.PENGERTIAN.....................................................................................2
C.FAKTOR PENDORONG OTONOMI.................................................2
D.ASAS OTONOMI WILAYAH............................................................3
E.FAKTOR PENDUKUNG OTONOMI WILAYAH.............................4
F.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI.................................................5
G.FAKTOR KBERHASILAN OTONOMI..............................................5

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah
pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal
(bertingkat).
Masyarakat terdiri dari beragam kelompok-kelompok orang yang ciri-ciri berbeda
baik berupa warna kulit, tinggi badan, jenis kelamin, umur, tempat tinggal,
kepercayaan agama atau politik, pendapatan atau pendidikan. Pembedaan ini
sering kali dilakukan bahkan mungkin diperlukan.
Semua manusia dilahirkan sama seperti yang selama ini kita tahu, melalui
pendapat para orang-orang bijak dan orang tua kita atau bahkan orang terdekat
kita. Pendapat demikian ternyata tidak lebih dari omong kosong belaka yang
selalu ditanamkan kepada setiap orang entah untuk apa mereka selalu
menanamkan hal ini kepada kita.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, kenyataan itu adalah
ketidaksamaan. Beberapa pendapat sosiologis mengatakan dalam semua
masyarakat dijumpai ketidaksamaan di berbagai bidang misalnya saja dalam
dimensi ekonomi: sebagian anggota masyarakat mempunyai kekayaan yang
berlimpah dan kesejahteraan hidupnya terjamin, sedangkan sisanya miskin dan
hidup dalam kondisi yang jauh dari sejahtera. Dalam dimensi yang lain misalnya
kekuasaan: sebagian orang mempunyai kekuasaan, sedangkan yang lain dikuasai.
Suka atau tidak suka inilah realitas masyarakat, setidaknya realitas yang hanya
bisa ditangkap oleh panca indera dan kemampuan berpikir manusia. Pembedaan
anggota masyarakat ini dalam sosiologi dinamakan startifikasi sosial.
Di dalam lapisan sosial masyarakat terdiri dari otonomi wilayah dan
faktor-faktor yang ada di dalamnya dalam kehidupan sosial masyarakat.
B. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan segala sesuatu yang berkenaan
dengan lapisan sosial masyarakat wilayah otonomi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Wilayah Otonomi
Hakekat stratifikasi sosial adalah adanya sesuatu yg dihargai lebih .
Maksudnya orang yang memiliki materi berlimpah, keahlian, atau
keterampilan tinngi . Tinggi rendahnya pendidikan, prestasi, keturunan yang
lebih tinggilah yang lebih dihargai daripada yang lebih rendah(sedikit).

B. Pengertian
kewenangan yang dimiliki oleh daerah tertentu untuk mengatur dan
mengurus sendiri terkait pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan dan undang-undang.

Secara etimologi, istilah “otonomi daerah” berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“autos” dan ‘namos”. Autos artinya sendiri, sedangkan namos artinya aturan.
Sehingga definisi otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur sendiri
pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya yang dilakukan oleh suatu daerah.

Menurut UU No. 32 tahun 2004, pengertian otonomi daerah adalah hak,


wewenang, serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
berbagai hal terkait pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Benyamin Hoesein,
pengertian otonomi daerah adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat di
bagian wilayah nasional Negara secara informal berada diluar pemerintah pusat.

C. Faktor Pendorong Terbentuknya Daerah Otonom


Menurut Prasojo terdapat 4 (empat) faktor yang dapatmendorong suatu daerah
untuk melakukan pemekaran dan membentuk daerah otonom baru. Adapun
diantaranya seperti diuraikan di bawah ini:

 Aliran Dana Pemerintah – Sebagai sarana bagi daerah agar alokasi dana
dari pemerintah pusat mengalir langsung untuk daerah otonom. Hal ini
dikarenakan selama ini insentif dana alokasi umum maupun dana

4
perimbangan lainnya banyak yang mengalir kepada DBO (Daerah Otonom
Baru).
 Kader Politik Baru – Dilihat dari sisi politik, pemekaran ini dilakukan
agar terpilihnya kader partai politik di daerah baru. Dengan demikian
mereka mendapatkan posisi di berbagai lembaga pemerintahan daerah
maupun lembaga perwakilan.

 Kampanye – Janji pemekaran juga dijadikan sebagai sarana untuk


berkampanye bagi para kader politik dimana cara seperti ini dipandang
sangat efektif untuk meningkatkan jumlah pendukung menjelang pemilu
 Kemakmuran Rakyat – Pemekaran merupakan jalan yang sangat efektif
untuk meningkatkan pelayanan masyarakat sehingga tercapainya tujuan
bersama demi kemakmuran rakyat.

Berbeda dengan Prasojo, Syafrizal memiliki pandangan tersendiri alasan suatu


daerah melakukan pemekaran. Adapun diantaranya seperti berikut ini:

 Agama – Perbedaan agama di suatu wilayah dapat mendorong


terbentuknya DOB. Misalnya saja di suatu daerah terdapat 2 (dua)
mayoritas penduduk, di daerah sebelah utara mayoritas penduduknya
beragama A sedangkan di daerah bagian selatan mayoritas penduduknya
beragama B. Pemekaran dapat terjadi jika toleransi antar umat bergama
keduanya tidak kuat.

 Etnis dan Budaya – Tidak hanya agama, perbedaan etnis dan budaya juga
dapat mempengaruhi pemekaran suatu daerah. Budaya suku A belum tentu
dapat diterima oleh budaya suku B, begitu juga sebaliknya budaya suku B
belum tentu dapat diterima oleh budaya suku A.

 Ketimpangan Ekonomi – Pembangunan yang tidak merata dapat


menyebabkan ketimpangan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ekonomi
antar daerah ini juga dapat menyebabkan terjadinya pemekaran. Proses
pemekaran dengan alasan tersebut bertujuan agar pembangunan terjadi
secara lebih merata.

5
 Luas Daerah – Luas dan kondisi wilayah juga dapat menyebabkan
pembangunan yang tidak merata sehingga menyebabkan pula terjadinya
pemekaran suatu daerah.

D. Asas Otonomi Daerah


Dalam penyelenggaraan pemerintah menurut Pasal 20 ayat (2) UU No. 32 Tahun
2004, terdapat 3 asas otonomi daerah yang dilakukan oleh pemerintah pusat yaitu
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Ketiga istilah tersebut
mengandung makna yang berbeda,

 Desentralisasi – Pengertiannya terdapat dalam Pasal 1 ayat (7) yakni


“Desentralisasi adalah wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

 Dekonsentrasi – Makna dekonsentrasi terdapat dalam Pasal 1 ayat (8)


yaitu “Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu”.

 Tugas Pembantuan – Arti tugas pembantuan terdapat dalam Pasal 1 ayat


(9) yang berbunyi “Tujuan pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah
kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada
desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Kata Pemerintah yang dimaksud di atas menunjukkan pemerintah pusat yaitu


presiden RI (Republik Indoensia). Sedangkan pada ayat (3) menyebutkan bahwa
pemerintah daerah menjalankan 2 (dua) asas dalam otonomi daerah yaitu asas
otonomi dan tugas pembantuan. Menurut Lian Gie terdapat 5 (lima) alasan
mengapa pemerintah menerapkan asas desentralisasi, yakni:

 Menghindari adanya penumpukan kekuasaan


 Mendukung sistem pemerintahan demokrasi dimana partisipasi
masyarakat sangat dibutuhkan

6
 Sistem pemerintahan yang efisien
 Daerah mendapatkan perhatian khusus baik dari pemerintah maupun
warganya
 Pemerintah daerah dapat terjun langsung dalam pembangunan

E.Faktor Pendukung
1.Kemampuan Sumber Daya Manusia
Salah satu kunci kesuksesan penyelenggaraan otonomi daerah sangatlah
bergantung pada sumber daya manusianya. Disamping perlunya aparatur yang
kompeten, pembangunan daerak juga tidak mungkin dapat berjalan lancar tanpa
adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Untuk itu tidak hanya
kualitas aparatur yang harus ditingkatkan tetapi juga kualitas partisipasi
masyarakat.
Dalam mensukseskan pembangunan dibutuhkan masyarakat yang
berpengetahuan tinggi, keterampilan tinggi, dan kemauna tinggi. Sehingga benar
benar mampu menjadi innovator yang mampu menciptakan tenaga kerja yang
burkualitas.
2.   Kemampuan Keuangan/Ekonomi
Tanpa pertumbuhan ekonomiyang tinggi, pendapatan daerah jelas tidak
mungkin  dapat ditingkatkan.sementara itu dengan pendapatan yang memedahi,
kemampuan daerah untuk menyelenggarakan otonomi akan menungkat. Dengan
sumber daya manusia yang berkualitas, daerah akan mampu untuk membuka
peluang-peluang potensi ekonomi yang terdapat pada daerah tersebut.
Penmgembangan sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, apabila dikelola
dengan secaraa optimal dapat menunjang pembangunan daerah dan mewujudkan
otonomi. Kemampuan daerah untuk membiayai diri sendiri akan terus meningkat. 

7
F. Faktor yang mempengaruhi
Faktor environmental conditions mencakup faktor seperti struktur politik
nasional, proses perumusan kebijakan, infra struktur politik, dan berbagai
organisasi kepentingan, serta tersedianya sarana dan prasarana fisik. Suatu
kebijakan ada hakekatnya timbul dari suatu kondisi lingkungan sosial-ekonomi
dan politik yang khusus dan kompleks. Hal ini akan mewarnai bukan hanya
substansi kebijakan itu sendiri, melainkan juga pula hubungan antar organisasi
dan karekateristik badan-badan pelaksana di lapangan, serta potensi sumber daya,
baik jumlah maupun macamnya.
Struktur politik nasional, ideologi, dan proses perumusan kebijakan ikut
mempegaruhi tingkat dan arah pelaksanaan otonomi daerah. Di samping kitu,
karakteristik struktur lokal, kelompok-kelompok sosial-budaya yang terlibat
dalam perumusan kebijakan, dasn kondisi infra-struktur. Juga memainkan peranan
penting dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Faktor inter-organizationships, Rondinelli memandang bahwa
keberhasilan pelaksananaan otonomi daerah memerlukan interaksi dari dan
koordinasi dengan sejumlah organisasi pada setiap tingkatan pemerintahan,
kalangan kelompok-kelompok yang berkepentingan.
Faktor resources for program implementation, dijelaskan bahwa kondisi
lingkungan yang kondusif dalam arti dapat memberikan diskresi lebih luas kepada
pemerintah daerah, dan hubungan antar organisasi yang efektif sangat diperlukan
bagi terlaksananya otonomi daerah. Sampai sejauhmana pemerintah lokal
memiliki keleluasaan untuk merencanakan dan menggunakan uang,
mengalokasikan anggaran untuk membiayai urusan rumah tangga snediri,
ketetapan waktu dalam mengalokasikan pembiayaan kepada badan/dinas
pelaksana,

8
G.Faktor Keberhasilan Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan berbagai harapan baik bagi
masyarakat, swasta bahkan pemerintah sendiri. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi Pemerintah Daerah, terutama Kabupaten dan atau Kota dalam
menjalankan kebijakan otonominya. Disinilah perlunya mengidentifikasi berbagai
dimensi/faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi
daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tujuan pemberian
otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan
dan pemerataan serta memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah
serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, pelaksanaan otonomi daerah dikatakan
berhasil atau sukses jika mampu mencapai (mewujudkan) tujuan-tujuan tersebut.

Untuk mengetahui apakah suatu daerah otonom mampu mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri, Syamsi (1986: 199) menegaskan beberapa ukuran
sebagai berikut:
1.  Kemampuan struktural organisasi
Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala
aktivitas dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah dan
ragam unit cukup mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan
tanggung jawab yang cukup jelas.
2. Kemampuan aparatur pemerintah daerah
Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Keahlian, moral, disiplin dan
kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang diinginkan.
3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat
Pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar memiliki
kemauan untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan.
4.   Kemampuan keuangan daerah

9
Pemerintah daerah harus mampu membiayai kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan secara keseluruhan sebagai wujud
pelaksanaan, pengaturan dan pengurusan rumah tangganya sendiri. Sumber-
sumber dana antara lain berasal dari PAD atau sebagian dari subsidi pemerintah
pusat.

10
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah
pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal
(bertingkat). Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, “Interaksi sosial
adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar i
Ddividu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok”.Dan ada beberapa
faktor yang mempengaruhi otonomi daerah :
 Faktor/Latar belakang otonomi daerah
Pertama, faktor internal yang didorong oleh berbagai protes atas kebijakan
politik sentralisme di masa lalu. Kedua, adalah faktor eksternal yang dipengaruhi
oleh dorongan internasional terhadap kepentingan investasi terutama untuk
efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai akibat korupsi dan rantai
birokrasi yang panjang.
 Faktor Pendukung Terselenggaranya Otonomi Daerah
                    a.  Kemampuan Sumber Daya Manusia
                    b. Kemampuan Keuangan/Ekonomi
 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi kebijakan Otonomi daerah
Menurut Rondinelli dan Cheema, ada empat faktor yang dipandang dapat
mempengaruhi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi bebas,
yaitu: environmental conditions: interofrganizational relationship; available
resources; and characteristic of implementing agencies. Signifikansi hubungan
pengaruh antara variabel yang satu dengan yang lain dalam mempengaruhi
pelaksananaan otonomi daerah sangat bervariasi dalam situasi yang satu dengan
yang lain.

  Faktor Keberhasilan Otonomi Daerah


a.Kemampuan struktural organisasi
b.Kemampuan aparatur pemerintah daerah
c. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat
d. Kemampuan keuangan daerah

11
B.Saran
Supaya kita bisa mengetahui tentang lingkungan masyarakat dan lingkungan
sosial , serta mengetahui faktor – faktor nya .

\
\

12
DAFTAR PUSTAKA

Adityo, Aryo. (2008). Stratifikasi Sosial. [Online].


Tersedia:http://arioadityo.multiply.com/journal/item/7/Stratifikasi_Sosial.
[28 Februari 2011]
Norrahman, Fetriyan. (2010). Pengertian Stratifikasi menurut Para Ahli.
[Online].
Tersedia:http://www.zimbio.com/member/fetriyan/articles/5asGkbg4jgq/P
engertian+Stratifikasi+Sosial+Menurut+Para. [28 Februari 2011].

13
14

Anda mungkin juga menyukai