Oleh
1.D
KELOMPOK 4 :
1. Syurni Syasmi
2. Vani Putri
3. Wike Tri pernandes
4. Yasinta Salsabila
SUMATRA BARAT
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Role Play Efek Obat Pada Pasien Gangguan Jiwa”
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah mungkin ada sedikit
hambatan. Namun berkat bantuan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari Dosen
pembimbing.Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini denganbaik.
Dengan adanya makalah ini, diharapakan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan bagi pembaca. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak, atas bantuan, dukungan, dandoa-Nya.
Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk
penyempurnaan makalah ini.
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………….............i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………........................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Simpulan................................................................................................................8
3.2 Saran ........................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....…………...9
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik sekalipun tidak bisabebas dari kecemasan
dan perasaan bersalah. Dia tetap mengalami kecemasan danperasaan bersalah tetapi tidak dikuasai oleh
kecemasan dan perasaan bersalah itu.Ia sanggup menghadapi masalah-masalah biasa dengan
penuh keyakinan diri dandapat memecahkan masalah-masalah tersebut tanpa adanya gangguan
yang hebatpada struktur dirinya.Dengan kata lain, meskipun ia tidak bebas dari konflik dan
emosinya tidak selalu stabil, namun ia dapat mempertahankan harga dirinya. Keadaan
yangdemikian justru berkebalikan dengan apa yang terjadi pada orang yang mengalamikesehatan
mental yang buruk.Mengingat semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi
danindustrialisasi yang mengakibatkan semakin kompleknya masyarakat, makabanyak muncul
masalah-masalah sosial dan gangguan/disorder mental di kota-kota besar. Makin banyaklah
warga masyarakat yang tidak mampu melakukanpenyesuaian diri dengan cepat terhadap macam-
macam perubahan sosial. Merekaitu mengalami banyak frustasi, konflik-konflik
terbuka/eksternal dan internal,ketegangan batin dan menderita gangguan mental.Salah satu
klasifikasi gangguan mental yaitu retardasi mental atau biasakita sebut dengan tunagrahita.
Tunagrahita adalah adalah istilah yang digunakanuntuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual di bawah rata– rata. Tunagrahita adalah kata lain dari cacat mental.
Anak Tunagrahita memilikiketerbatasan dalam hal berfikir, kemampuan berfikir rendah,
perhatian dan dayaingatnya rendah, suka berfikir abstrak serta kurang mampu berfikir
logis.Kondisi anak Tunagrahita kecerdasannya jauh di bawah rata–rata yaituIQ 70 kebawah,
sehingga sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa. Oleh karena itu Anak
Tunagrahita harus diberikan pelajaran yang khususyakni disesuaikan dengan kebutuhan anak itu
sendiri.
C.Tujuan Penelitian
a.Untuk mengetahui definisi gangguan mental.
b.Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan gangguan mental.
c.Untuk mengetahui klasifikasi dari gangguan mental.
d.Untuk mengetahui klasifikasi dan cara-cara penanganan anak tunagrahita
Naskah Role Play Keperawatan
Pasien : Kenapa aku dibawa kesini mak? (Sembari membaca tulisan bertuliskanRSJ) Rumah
sakit Jiwa , Aku kan nggak gendeng mak?
Emak : Sudah nurut saja, biar kamu itu sembuh.
Pasien : mak pikir aku gendeng mak?
Emak : Mak cuma pengen kamu ketemu dokter dan perawat sebentar
Perawat pun mulai memegangi pasien, agar pasien tidak kabur. Sesegera perawat lain datang
untuk memeberikan bantuan.
Tahap Kerja Memulai kegiatan dengan cara yang baik Memilih alat restrain yang tepat
Memasang restrain pada klien dg cepat dan tepat Pegang pundak pasien dan tangan yang agresif,
berjalan dibelakang pasien dan tetapwaspada
Buka baju dalam posisi "menyerbu"Pakaikan baju dengan cepat Handle tangan pasien ke
belakang, seperti orang diborgol.Mengamankan restrain dari jangkauan pasien Menyediakan
keamanan dan kenyamanan sesuai kebutuhan Merubah posisi setiap 60 nenit Melakukan
pemeriksaan tanda vital tiap 60 menit Memeriksa bagian tubuh yang direstrain
Kolaborasi dengan dokter dengan memberikan obat anti cemas Setelelah pasien dapat
dikendalikan, restain dilepas
Evaluasi : catat TTV, selalu mencatat alasan restain, Memperhatikan respon pasienterhadap
terapi saat dalam restain.Tahap Terminasi
Perawat : Mbak ike, ibu. ini merupakan metode restrain, ini metode kami sebagai tenaga
kesehatan untuk menenangkan mbak wike agar mbak ike tidak memukulorang
lagi. Jadi mas sumanto terutama ibu tidak perlu khawatir.
Emak : oh iya ya,
Perawat 1: Nanti restrain ini akan dilepas, apabila mbak ike tidak memukul oranglagi. (Berbicara
dengan wike)
Perawat 1: Bu, sejenak saya akan mengajak ibu untuk melengkapi data– data mbak wike yang
belum tuntas tadi.ayo bu mari saya antar,
Perawat 1: assalamualaikum, mari bu silakan duduk.
Emak : iya...
Perawat 3 :tadi saya lihat pada amenesnya di katakan kalo mbak wike ini sering ngamuk sendiri
sampai meresahkan warga , setelah mengamuk, apakah mbak sumanto merasa
bersalah atau merendakan diri?
Emak : iya sus,anak saya itu kalau habis mengamuk ,suka meredahkan diria sendiri. Kadang
dia bilang gini “ aku tidak berguna, aku gak bisa bahagiain pacarku dan
keluargaku “ y pokoknya dia suka ngomong-ngomonng seperti itu sendiri sus.
Perawat 3: hmmm, iya bu. Kami sarankan anak ibu berada di sini dulu untuk menjalani
perawatan di sini dulu untuk menjalani perawatan sampai anak ibu sembuh.
Bagaimana bu? Apaka ibu bersedia?
Emak : bersedia suster
1 bulan kemudian, wike mulai bisa mengendalikan dirinya sendiri dia sudah bisa berinteraksi
normal dengan orang lain dan juga sudah tidak mengamuk seperti dulu lagi, wajahnya sangat
cerah ,terlihat dari wajahnya yang sudah terlepas dari kertepurukan.
Perawat 2 : bagaimana mba wike ,apakah anada sudah merasa lebih baik? (sambil tersenyum )
Pasien : ya sus, sekarang saya sudah semangat lagi
Perawat 2 : syukurlah kalau begitu, kemugkinan besar mbak wike bisa pulang
Pasien : alhamduillah
Perawat 2 : ya sudah mbak,saya tinggal dulu ya mbak,saya akan koordinasikan sama petugas
kesehatan lainnya, mbak silahkan tunggu.
Akhirnya wike dibawa pulang oleh keluarganya setelah kemudian berpamitan dengan perawat.
Roleplay Pelaksanaan
Tahap Pra-Interaksi
Tahap Orientasi
Perawat : Selamat siang, Mbak M. Bagaimana Kabarnya hari ini? Apa suara-suaranya
masih suka muncul?
Pasien :(mengangguk)
Pasien : (mengangguk)
Perawat : Baik. Kalau begitu apakah pagi ini sudah minum obat Hari ini kita akan
mendiskusika tentang obat-obatan yang Mbak minum. Kita akan diskusi
selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya Mbak.
Pasien : (mengangguk)
Tahap Kerja
Perawat : Apakah Mbak M merasakan pebedaan setelah minum obat? Apakah suara
-suaranya menghilang atau berkurang setelah minum obat?
Paien : Sedikit.
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan
dokter, sebab kalau putus obat, Mbak akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan
semula. Kalau obat habis Mbak bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. Mbak juga
harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya Mbak harus
memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya Mbak. Jangan keliru dengan obat milik
orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang
benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya. Mbak juga harus perhatikan berapa
jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari.
Tahap Terminasi
Perawat : Bagaimana Mbak, apakah Mbak sudah paham dengan yang saya sampaikan?
Perawat : Jadi, dengan minum obat ini, sudah berapa cara yang kita latih untuk mengatasi
suara-suara yang muncul itu Mbak?
Pasien : Dua
Perawat : Wah, Bagus sekali, Mbak. Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat
atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok
kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 2 cara mencegah suara yang telah kita
bicarakan. Mau jam berapa?
Pasien : (mengangguk)
Perawat : Biak kalau begitu.Sampai jumpa besok ya Mbak. Selamat makan. Selamat siang.
(perawat meninggalkan pasien)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu somatik terapi (terapi fisik) pada klien gangguan jiwa adalah pemberian obat
psikofarmaka. Psikofarmaka adalah sejumlah besar obat farmakologis yang digunakan untuk
mengobati gangguan mental. Obat-obatan yang paling sering digunakan di Rumah Sakit Jiwa
adalah Chlorpromazine, Halloperidol, dan Trihexypenidil. Obat-obatan yang diberikan selain
dapat membantu dalam proses penyembuhan pada klien gangguan jiwa, juga mempunyai efek
samping yang dapat merugikan klien tersebut, seperti pusing, sedasi, pingsan, hipotensi,
pandangan kabur dan konstipasi. Untuk menghindari hal tersebut perawat sebagai tenaga
kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien selama 24 jam, harus mampu
mengimbangi terhadap perkembangan mengenai kondisi klien terutama efek dari pemberian obat
psikofarmaka.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bandung,
ternyata perawat tidak melakukan asuhan keperawatan pemberian obat secara tepat, misalkan :
Perawat hanya memanggil klien satu persatu tanpa cek kondisi umum klien, misal pemeriksaan
tekanan darah, dan lain-lain. Bagi klien yang dapat berjalan lalu dibagikan obat tersebut tanpa
tindak lanjut monitoring efek dari obat tersebut. Ada yang dibuang, disembunyikan atau dimakan
tanpa diketahui sejauh mana efek obat tersebut. Akibat kurang intensifnya observasi dalam
pemberian obat mengakibatkan beberapa klien mengalami efek samping seperti gatal-gatal,
bahkan ada yang sampai melepuh yang kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum, penglihatan
kabur yang disertai mata menonjol. Derajat hubungan antara pengetahuan perawat tentang
psikofarmaka dengan pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian obat sebagian
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan.
Dengan demikian berarti bahwa pengetahuan hanya merupakan salah satu faktor yang
dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian obat pada klien
gangguan jiwa di RSJP Bandung, dimana masih ada faktor lain yang mempengaruhi seperti,
sikap perawat terhadap pelaksanaan, protap pelaksanaan dan kebijakan-kebijakan yang
mempengaruhi pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian obat.
3.2 Saran
Perawat jiwa yang ada di rumah sakit (rumah sakit jiwa, rumah sakit umum, panti
kesehatan jiwa, yayasan yang merawat pasien gangguan jiwa), pengajar keperawatan jiwa di
sekolah keperawatan, perawat jiwa yang ada di struktur departemen kesehatan dan dinas
kesehatan diharapkan bersatu padu untuk menyuarakan kesehatan jiwa pada setiap kesempatan
mulai dari sekarang pada setiap orang yang ditemui. Kegiatan yang dilakukan bisa berupa
advokasi dan action.
DAFTAR PUSTAKA
http://ww8.yuwie.com/blog/entry.asp?id=932768&eid=602755