Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS JURNAL

THERAPY RELAXASI BANSON’S TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN PADA IBU PRE SECTIO CAESAR

DISUSUN OLEH :

1. Orpian Lesli Premawoli PN200860


2. Risma Kartika R.Longgu PN200864

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA JURNAL
THERAPY RELAXASI BANSON’S TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN PADA IBU PRE SECTIO CAESAR

Analisa jurnal ini telah dibaca dan diperiksa pada


Hari/tanggal :

NAMA MAHASISWA

1. ORPIAN LESLI PREMAWOLI (..................................)


2. RISMA K.R. LONGGU (..................................)

Mengetahui
Pembimbing Akademik

( ……………………………………. )

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan normal merupakan proses mengeluarkan bayi dari rahim ibu dengan
bayi cukup bulan tanpa ada masalah kehamilan namun apabila terdapat masalah
kehamilan baik pada ibu ataupun pada janin, proses persalinan yang dilakukan dalam
hal ini dapat berupa tindakan sectio caesar (Yanti, 2015). Sectio caesar merupakan
suatu tindakan pembedahan untuk mengeluarkan bayi dari rahim dilakukan dengan
cara insisi pada dinding perut ibu yang bertujuan untuk menyelamatkan ibu dan bayi
sehingga ibu dapat melahirkan bayi dalam keadaan yang sehat dan dapat lahir dengan
selamat (Sumelung, et al, 2014). Menurut Solehati & Rustina (2015) Ada beberapa
alasan untuk melakukan operasi caesar dari beberapa temuan penelitian bahwa alasan
untuk melakukan operasi caesar adalah berat bayi lebih dari normal, jarak janin,
distosia, plasenta previa, solusio plasenta, penurunan persentase janin dan malposisi.
Selain itu, ada keinginan untuk melakukan operasi caesar dengan pencarian ibu tanpa
adanya indikasi kebidanan.
Tindakan sectio caesar dapat dibedakan menjadi dua yaitu, sectio caesar
terencana yang merupakan tindakan operasi yang sudah direncanakan karena ada
masalah kesehatan pada ibu sehingga tidak memungkinkan untuk melahirkan secara
normal dan sectio caesar darurat dilakukan ketika proses persalinan normal sedang
berlangsung, namun karena suatu keadaan kegawatan maka sectio caesar harus segera
dilakukan (Oxorn & Forte, 2010).
Sectio saecar adalah tindakan yang harus cepat dilaksanakan untuk
menyelamatkan ibu dan janin karena adanya gangguan kehamilan sehingga membuat
ibu merasa cemas. Tindakan sectio caesar mempengaruhi psikologi ibu yaitu
perasaan cemas karena sectio caesar memiliki komplikasi seperti infeksi luka,
perdarahan, resiko kematian yang serius, operasi gagal dan nyeri pasca pembedahan.
Cemas merupakan munculnya perasaan tidak aman, tegang dan kawatiran kibat suatu
kondisi yang membahayakan namun penyebabnya belum diketahui dengan jelas
(Perdana, 2018). Perasaan cemas pada ibu pre sectio Caesar dapat menimbulkan
kondisi yang tidak stabil yang ditandai dengan terjadinya peningkatan tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi napas, mual/muntah dan gelisah yang akan menganggu
proses operasi itu sendiri sehingga diperlukan cara yang tepat dalam mengatasi
kecemasan pada ibu (Benson & Ralp C, 2009). Kecemasan pada ibu presectio caesar
didasari oleh tindakan sectio caesar yang memiliki komplikasi seperti infeksi luka,
perdarahan, resiko kematian yang serius, operasi gagal dan nyeri pasca pembedahan
(Perdana, 2018).
Ditemukan beberapa pengobatan dalam mengatasi kecemasan baik tindakan
farmakologi maupun non farmakologi. Tindakan non farmakologi dapat berupa teknik
distraksi dan relaksasi. Teknik relaksasi dapat menurunkan kecemasan pada ibu hamil
yang akan menjalani sectio caesar salah satunya adalah Benso’s Relaxation Therapy.
Benson’s Relaxation Therapy merupakan kombinasi antara teknik respon relaksasi
pernafasan dan sistem keyakinan individu. Menurut Solehati & Rustina (2015)
Relaksasi ini adalah kombinasi dari teknik respons relaksasi dengan sistem
kepercayaan individu/faktor keyakinan (berfokus pada bentuk ekspresi tertentu dari
nama-nama Tuhan atau kata yang memiliki perasaan menenangkan bagi klien)
berulang kali diucapkan dengan irama teratur dengan berserah diri pada Tuhan.
Manfaat dari relaksasi benson terbukti memodulasi stress terkait dengan kondisi
seseorang seperti Stres, cemas, mengontrol gula darah , nyeri, depresi, hipertensi,
meningkatkan kualitas hidup, dan lai-lain. Yusliana, et al (2016). Mengatakan
menurut peneliti berdasarkan berbagai teori dan penelitian pendukung, maka
Benson’s Relaxation Therapy dapat digunakan untuk melawan cemas yang
dimanifestasikan dengan stress maupun depresi. Kenanangan yang muncul ini
disebabkan karena gelombang alpha otak yang menyebabkan manusia merasakan
perasaan gembira dan nyaman. Kelenjar pituitary manusia juga menghasilkan
hormon-hormon yang menenangkan yaitu endorphindan encephalin yang bersifat
memberikan efek tenang dan nyaman. Sedangkan dari teori homeostasis dalam tubuh
manusia akan meningkatkan aktifitas saraf parasimpatik sehingga terjadi penurunan
sinstesis hormon katekolamin yang berakibat menurunnya kontraksi otot, penurunan
denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah dan penurunan tekanan darah.

B. Tujuan
Untuk menguji pengaruh Benson’s Relaxation Therapy terhadap tingkat
kecemasan pada ibu pre sectio Caesar.

C. Analisa Jurnal Menggunakan PICO


P (Populasi)
Dalam penelitian ini masalah yang diteliti adalah Menganalisis perbedaan antara
sebelum dan sesudah terapi relaksasi Benson pada tingkat kecemasan ibu presectio
Caesar. Populasi dalam penelitian ini seluruh ibu presectio caesar di RSUD
Sidikalang tahun 2019 berjumlah 273 orang pertahun dan jumlah rata-rata
perbulannya berjumlah 23 orang dan 14 orang yang menjadi responden dengan
menggunakan tehnik Purposive sampling.
I (Intervensi)
Intervensi yang dilakukan adalah dengan memberikan terapi relaksasi benson’s pada
ibu presectio Caesar.
C (Comparation)
Yang menjadi jurnal pembanding dalam penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Purwokerto (2016) menunjukkan ada Pengaruh Relaksasi Benson
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Kanker Serviks Di RSUD Margono Soekardjo
Purwokerto dengan penurunan tingkat kecemasan sebanyak 14,6%. Begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Poorolajal et al (2016) tentang keefektifan
teknik relaksasi benson terhadap kecemasan pasien pre operasi di RS. Ekbatan dan
Esbat Iran dengan nilai p value 0.001 (<α = 0,05).
O (Outcome)
Hasil penelitian didapatkan Tingkat kecemasan ibu sebelum operasi caesar 78,6% dan
sesudah terapi Benson 85,7% dengan p-value 0,004 (<0,05) yang artinya ada
pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan terapi benson terhadap tingkat kecemasan
ibu pre sectio Caesar di RSUD Sidikalang.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Definisi
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono, 2010). Sectio caesarea adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut
atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
(Mochtar, 2011).
2. Indikasi
a. Indikasi Ibu :
1) Panggul sempit
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis serviks uteri atau vagina
4) Plassenta praevia
5) Disproporsi janin panggul
6) Rupture uteri membakat
7) Partus tak maju
8) Incordinate uterine action
b. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak :
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2) Gawat Janin
3) Indikasi Kontra(relative)
a) Infeksi intrauterine
b) Janin Mati
c) Syok/anemia berat yang belum diatasi
d) Kelainan kongenital berat
3. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
a) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin lebih memanjang
2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan
pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang
-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
b) Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen
bawah uterus.Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
5. Komplikasi
Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
a. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
b. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru – paru
c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
6. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
8. Penatalaksanaan Medis Post SC
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
(Manuaba, 2011)
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Leukosit darah > 15000 / ul bila terjadi infeksi
a. testlakmusmerahberubahmenjadibiru
b. amniosentetis
c. USG ( menentukanusiakehamilan , indekscairanamnionberkurang)
( AriefMonsjoer, dkk, 2011 : 313 )
10. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
 Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
 Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
 Umur kehamilan kurang 37 minggu.
 Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
 Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
 Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
 Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat
janin.
 Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi
uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air
berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
b. Medis
1) Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila
ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan
terminasi kehamilan.
2) Induksi atau akselerasi persalinan.
3) Lakukan seksio caesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami kegagalan.
4) Lakukan seksiohisterektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
ditemukan.

Anda mungkin juga menyukai