Disusun Oleh:
SUMAEROH TUNNIHAYAH
202207052
KELOMPOK 7
A. Latar Belakang
Angka kesakitan dan kematian ibu merupakan indikator kesehatan umum dan
kesejahteraan masyarakat. Persalinan adalah proses membuka dan menutupnya servik
uteri disertai turunnya janin dan plasenta ke dalam jalan lahir sampai keluar secara
lengkap (berikut selaput-selaputnya). (Wagiyo, Putrono, 2016).
Persalinan dapat berlangsung secara fisiologis dan patologis. Salah satu dari
persalinan paotologis yaitu sectio caesarea. Operasi Sectio Caesaria merupakan tindakan
melahirkan janin yang sudah mampu hidup beserta plasenta dan selaput ketuban secara
transabdominal melalui insisi uterus. Di Indonesia, persentase Sectio Caesarea cukup
besar. Di rumah sakit pemerintah pada tahun 2008 rata-rata persalinan dengan Sectio
Caesarea sebesar 11%, sementara di Rumah Sakit Swasta bisa lebih dari 30%. Dan
tercatat dari 17.665 angka kelahiran terdapat 35,7% - 55,3% ibu melahirkan dengan
proses sectio caesarea (Cahyono, 2014).
Suatu proses pembedahan setelah operasi atau post operasi akan menimbulkan respon
nyeri. Nyeri yang dirasakan ibu post partum dengan sectio caesarea berasal dari luka
yang terdapat dari perut. Tingkat dan keparahan nyeri pasca operatif tergantung pada
fisiologis dan psikologis individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri (Yuliana dkk,
2015).
Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat idiviual yang tidak dapat
dibagi kepada orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang, mengatur
aktivitasnya, dan mengubah kehidupan orang tersebut (Berman & Kozier 2009).
Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan atau mental, sedangkan
kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego individu (Yuliana dkk,
2015). Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup pendekatan farmakologis dan non
farmakologis, semua intervensi akan berhasil jika dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih
parah dan keberhasilan sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan
(Suzanne & Soliigter, 2010)
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara
alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris
dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali
dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.
Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga
sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang
paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya
kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
C. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi
kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang
pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan
luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan
gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi
janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi
dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri
yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan
karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk
juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
Pathway SC
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG SECTIO CAESARIA
Elektroensefalogram ( EEG ), Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
Pemindaian CT, Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
Magneti resonance imaging (MRI), Menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
Pemindaian positron emission tomography ( PET ), Untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak.
Uji laboratorium, Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler, Hitung darah
lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematocrit, Panel elektrolit, Skrining toksik dari
serum dan urin, AGD, Kadar kalsium darah, Kadar natrium darah, Kadar magnesium
darah.
E. KOMPLIKASI
Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.
F. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan awal
Letakan pasien dalam posisi datar atau 45 derajat dalam ruang perawatan
Periksa kondisi pasien, cek tanda vital. Periksa tingkat
Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah 1 x 24 jam, jika penderita sudah
terdengar bising usus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada minimal 6
jam pasca operasi, berupa air putih.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri
Posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 pasca
operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
Tunggu bising usus timbul, diet bertahap (cair di teruskan dengan diet lunak)
Pemberian infus diteruskan sampai minimal 1x24 jam
5. Perawatan fungsi kandung kemih
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang
24 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Perawatan luka
Ganti verban dengan cara steril (jika verban terdapat rembesan/ terbuka)
Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
Mengganti balutan dilakukan pada hari ketiga pasca SC atau sebelum pasien pulag
7. Jika masih terdapat perdarahan
Lakukan masase uterus
Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
10. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar
diding abdomen tidak tegang.
Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan
intra abdomen
Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan
psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan
post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh
anestesi.
Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan
nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan
terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general
Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik
sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan
pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter fole.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress
janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio
plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa
keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC,
hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien
nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang
lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri
perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi
kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan
body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses
menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan
papila mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus
uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya
kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan sumber
informasi tentang cara perawatan bayi.
5. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang bernar.
3. Rencana Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
Kontrol infeksi
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama Mahasiswa : Sumaeroh Tanggal Pengkajian : 16 Januari 2023
NPM : 202207052 RS/Ruangan : Kebidanan Rs.
Mitra Husada
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Ny. S tanggal 16 januari 2023 pkl
16.00 Wib didapatkan kasus G2P1A0 dengan KPD, klien mengeluh keluar darah dari
jalan lahir bercampur lendir, pusing/nyeri pada bagian kepala, penglihatan kabur,
nyeri ulu hati,mual dan muntah Dilakukan pengkajian TTV didapatkan : TD : 120/80
mmHg, N : 83 x/menit, Rr : 21 X/Menit, S: 37 ° C.
ANALISA DATA
Data Penyebab Masalah
DS : Agen pencedera Nyeri akut
- Klien mengatakan keluar darah fisik
dari jalan lahir bercampur lendir
- Klien mengatakan nyeri pada
bagian kepala
- Klien mengatakan pusing
- Klien mengatakan nyeri pada
abdomen
- Klien mengatakan penglihatan
kabur
- Pengkajian PQRST
P : Klien mengatakan nyeri
bertambah saat setela operasi sc
Q : klien mengatakan nyeri yang
dirasakan seperti tertusuk-tusuk
R : klien mengatakan nyeri yang
dirasakan menyebar ke bagian
bahu
S : saat ditanya nyeri 1-10 klien
mengatakan 6 ( nyeri sedang)
T : klien mengatakan nyeri
bertambah saat klien melakukan
gerakan
DO :
- Klien tampak lemas
- Klien tampak meringis
- Klien tampak gelisah
- Tanda-tanda vital :
TD : 190/100 mmHg
N : 80 x/menit
R : 21 x/menit
DS : - Defisiti nutrisi
- Klien mengatakan nafsu makan
berkurang
DO :
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan klien
dengan klien mengeluh tidak nyaman pada payudara dan exremitas yang bengkak
Edukasi
Edukasi
Terapi Relaksasi
Observasi
Teraupetik
Edukasi
Terapi Relaksasi S:
Observasi - Klien mengatakan sudah nyaman dengan
- Identifikasi teknik relaksasi yang efektif lingkungan yang sekarang
digunakan O:
- Identifikasi kesediaan, kemampuan dan - Klien melakukan teknik relaksasi napas
penggunaan teknik sebelumnya dalam
- Monitor respons terhadap terapi relaksasi Dilakukan tindakan management nyeri
Teraupetik
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan aman dan yaitu relaksasai nafas dalam selama 1 menit
tanpa gangguan dan pencahayaan dan suhu ruang 1. Anjurkan klien mengambil posisi
nyaman, jika memungkinkan
nyaman
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang 2. Anjurkan klien rileks
dengan analgetik atau tindakan medis lainnya 3. Anjarkan klien menarik nafas dalam
dari hidung kemudian buang dari
Edukasi mulut ( anjurkan selama 1 menit
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis sampai nyeri klien membaik)
relaksasi yang tersedia( relaksasi napas dalam)
- Anjurkan posisi nyaman 4. Anjurkan klien utuk sring melakukan
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi teknik ini apabila nyri mulai dirasakan
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik
yang dipilih 5. Setelah dilakukan teknik ini klien
- Demostrasikan dan latih teknik relaksasi (napas mengatakan nyeri cukup membaik
dalam)
A:
- Klien dapat merasa nyaman
P:
- Intervensi dihentikan
Edukasi Diet S:
Tindakan - Klien mengatakan masih mual muntah
Observasi
- Mengidentifikasi kemampuan pasien menerima O:
informasi - Klien mengatakan porsi makannya sedikit
- Mengidentufikasi tingkat pengetahuan saat ini tapi sering
- Mengidentifikasi kebiasaan pola makan masa lalu A:
- Mengidentifikasi persepsi pasien dan keluarga - Klien mengatakan ada beberapa makanan
tentang diet yang diprogramkan yang harus dipantang
Teraupetik P:
- Menyediakan rencana makan tertulis - Intervensi dilanjutkan
Edukasi
- Menjelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap
kesehatan
- Menginformasikan makanan yang diperbolehkan
dan dilarang
- Mengajarkan cara merencanakan makanan yang
sesuai program
BAB IV
PEMBAHASAN
Di bab ini peneliti akan membahas tentang kasus Ny. S dengan post
operasi sectio caesarea mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi
A. Pengkajian
Ny. S umur 28 tahun dengan G2P1A0 dengan keluhan klien
mengeluh keluar darah dari jalan lahir bercampur lendir, pusing/nyeri
pada bagian kepala, penglihatan kabur, nyeri ulu hati,mual dan muntah.
Saat dikaji skala PQRST =Provokate /faktor pencetus
timbulnya nyeri, Q=Quality /kualitas nyeri yang diungkpkan oleh
pasien, R=Region /lokasi dirasakan nyeri, S=Saver/tingkat keparahan
biasanya menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan,
sedang, atau berat dan T=Timing
/seberapa sering nyeri dirasakan. Pengukuran skala nyeri dapat
menggunakan alat ukur NRS (Numeric Rating Scale).
Berdasarkan data yang didapat pada Ny.S ditemukan data P: nyeri
dirasakan ketika aktifitas, Q: nyeri seperti tertusuk-tusuk, R: nyeri
dibagian abdomen , S: skala nyeri 6 (nyeri sedang), T: terus menerus
B. Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian pada Ny. S di atas didapatkan 4 diagnosa
keperawatan pada pasien post operasi sectio caesarea
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan
klien mengeluh nyeri pada bagian abdomen
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gangguan adaptasi post sc
dibuktikan dengan klien mengeluh tidak nyaman pada payudara dan
exremitas yang bengkak
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakadekuatan intake makanan
dibuktikan dengan klien tidak nafsu makan
C. Intervensi / Perencanaan
Tahap ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan,
perencanaan tindakan keperawatan pada Ny.s disusun setelah semua data
yang terkumpul selesai dianalisis dan diprioritaskan.
Mangement nyeri
Observasi
- Mengentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intesitas nyeri
- Mengentifikasi skala nyeri
- Mengentifikasi respons nyeri non verbal
- Mengentifikasi faktor yang memberat dan memperingan nyeri
- Mengentifikasi pengetahuan dan keyakinan tingkat nyeri
Teraupetik
Edukasi
Management Nutrisi
Tindakan
Observasi
Teraupetik
D. Implementasi Keperawatan
Aprina dan Anita. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Sectio
Caesarea . Jurnal Kesehatan, 8 (1), 90-99
Aizid, R (2011). Sehat dan cerdas dengan terapi musik. Jogjakarta: laksana
Gondo, H.K. (2011). Pendekatan nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri saat persalinan.
Jurnal CDK 185 38 (4)
Kozier, Erb, (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi 5. Jakarta: EGC
Robby, dkk. (2015). Kualitas Tidur Pasien Praoperasi Di Ruang Rawat Inap. Jurnal Kesehatan
Komunitas Indonesia, 11 (2)
74
FOOT MASSAGE MENURUNKAN NYERI POST
OPERASI SECTIO CAESAREA PADA POST PARTUM
ABSTRAK
Sectio caesarea merupakan tindakan alternatif dalam proses persalinan untuk menyelamatkan
ibu dan janin. Ibu Bersalin dengan operasi sectio caesarea dilakukan pembedahan pada
dinding abdomen dan dinding rahim. Dampak yang paling sering muncul dirasakan oleh
postpartum dengan post operasi sectio caesarea adalah nyeri. Nyeri akan berdampak pada
bounding attachment terganggu, mobilisasi terbatas, Activity Daily Living (ADL) terganggu
serta berpengaruh terhadap Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Asuhan yang diberikan terbatas
pada terapi farmakologi dibandingkan non farmakologi. Foot massage adalah salah satu
terapi non farmakologi yang dapat membantu menutup gerbang di posterior horns dari
sumsum tulang belakang dan memblokir bagian dari nyeri ke sistem saraf pusat. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh foot massage terhadap skala nyeri pada klien post
operasi sectio caesarea di RS AMC. Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimen
dengan pendekatan one group pre test post test design. Jumlah sampel yang digunakan
berjumlah 27 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen yang
digunakan adalah Numeric Rating Scale (NRS) dan prosedur kerja foot massage. Responden
dilakukan foot massage selama 20 menit selama 2 hari. Data di analisis dengan menggunakan
uji wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah klien post operasi sectio
caesarea berada di skala nyeri 6 sebelum dilakukan foot massage dan hampir setengah
memiliki skala nyeri 3 sesudah dilakukan foot massage dan didapatkan nilai p value = 0.000,
sehingga disimpulkan ada pengaruh foot massage terhadap skala nyeri pada klien post operasi
sectio caesarea. Diharapkan rumah sakit dapat menjadikan foot massage sebagai salah satu
alternatif manajemen non farmakologi dalam penanganan nyeri.
75
menyelamatkan ibu dan
76
janin. Sejak 1985 organisasi World Health Pelaksanaan manajemen nyeri di
Organzation menetapkan standar rata-rata rumah sakit atau fasilitas pelayanan
SC di sebuah Negara adalah 10-15%. Sejak kesehatan saat ini mulai bergeser yang
hal itu angka kejadian SC meningkat baik sebelumnya fokus pada pemberian
dinegara maju maupun negara farmakologi sekarang mulai
berkembang. (WHO 2015) dikembangkan pemberian manajemen
Persalinan secara SC memberikan nyeri non farmakalogi. Komite Akreditasi
dampak bagi ibu dan bayi. Pada ibu post Rumah Sakit (KARS) mempersyaratkan
SC, ibu akan mengalami rasa nyeri. Rasa semua pasien yang masuk ke rumah sakit
nyeri biasanya muncul 2 jam setelah proses di assessment nyeri dan diberikan
persalinan selesai. Hal ini disebabkan penanganan nyeri bagi pasien yang
karena pengaruh pemberian obat anastesi mengalami nyeri agar pasien terbebas dari
pada saat persalinan. Nyeri pada proses rasa nyeri. (KARS, 2017)
persalinan normal adalah nyeri fisiologis Walaupun tindakan farmakologi
saat persalinan, sedangkan nyeri post SC dinilai efektif untuk menghilangkan nyeri
sudah tidak lagi nyeri fisiologis. Nyeri post pasien, tetapi tindakan ini mempunyai nilai
SC diakibatkan karena proses pembedahan ekonomis yang cukup mahal yaitu harga
pada dinding abdomen dan dinding Rahim obat yang cukup mahal, dan kemungkinan
yang tidak hilang dalam satu hari dengan terjadinya efek samping dari obat pada
intensitas nyeri dari nyeri ringan sampai pasien mulai dari yang ringan sampai
berat. (Pallasma, 2014) berat. Efek samping dari obat analgetik
Nyeri post SC akan memberi dapat berupa, mual pusing, konstipasi,
dampak seperti mobilisasi terbatas, gangguan ginjal, gangguan fungsi jantung
bounding attachment (ikatan kasih sayang) gangguan fungsi hati, reaksi alergi obat
terganggu/tidak terpenuhi, Activity of daily dan sebagainya (Potter & Perry, 2010).
Living (ADL) terganggu pada ibu yang Sebagai alternatif pelayanan
akibatnya nutrisi bayi berkurang sebab manajemen nyeri maka sekarang
tertundanya pemberian Air Susu Ibu (ASI) dikembangkanlah berbagai tindakan non
sejak awal, selain itu juga mempengaruhi farmakologi atau komplementer untuk
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang akan penanganan nyeri, yang salah satunya
mempengaruhi daya tahan bayi yang adalah tindakan pemijatan. Teknik
dilahirkan secara SC. Oleh karena itu, massage merupakan salah satu alternatif
diperlukan adanya suatu manajemen yang pilihan penanganan nyeri non farmakologi.
dapat menurunkan komplikasi dan Tindakan pemijatan dirasa efektif
meningkatkan kualitas ibu post partum. mengurangi atau menghilangkan rasa tidak
(Jacobs, 2011) nyaman, tindakannya cukup sederhana dan
dapat dilakukan oleh diri sendiri atau
dengan bantuan orang lain. Teknik
massage ini
77
efektif untuk mengurangi rasa nyeri akut penanganan non farmakologi nyeri post
post operatif. (Trisnowiyanto, 2011) operasi abdomen foot massage merupakan
Massage merupakan teknik salah satu pilihan, hal ini disebabkan
sentuhan serta pemijatan ringan yang dapat karena didaerah kaki banyak terdapat
meningkatkan kondisi rileks dalam tubuh saraf-saraf yang terhubung ke organ dalam,
dengan memicu perasaan nyaman melalui tindakan dapat diberikan saat pasien
permukaan kulit dan mengurangi rasa terlentang dan minimal melakukan
sakit, hal ini disebabkan karena pijatan pergerakan daerah abdomen untuk
merangsang tubuh untuk melepaskan mengurangi rasa nyeri. Pelaksanaan foot
senyawa endorfin (Kuswandi, 2011 dalam massage dapat dilakukan pada 24-48 jam
Nurrochmi, 2014). Teknik non post operasi, dan setelah 5 jam pemberian
farmakologis Pijatan (massage) dapat injeksi ketorolac, dimana pada saat itu
memberikan relaksasi fisik dan mental, pasien kemungkinan mengalami nyeri
mengurangi nyeri dan meningkatkan terkait dengan waktu paruh obat ketorolac
keefektifan dalam pengobatan. Massage 5 jam dari waktu pemberian (Chanif,
pada daerah yang diinginkan selama 20 2013).
menit dapat merelaksasikan otot dan Foot massage menjadi salah satu
memberikan istirahat yang tenang dan tindakan massage yang dikembangkan dan
kenyamanan (Potter & Perry, 2010). diimplementasikan di rumah sakit dalam
Rasa nyaman yang dirasakan dari manajemen nyeri non farmakologi (Chanif,
tindakan massage juga dapat mendistraksi 2013). Nosireseptor adalah saraf yang
rasa nyeri yang dirasakan oleh seseorang, memulai sensasi nyeri dimana reseptor ini
hal ini sesuai dengan teori distraksi yang yang mengirim sinyal nyeri dan terletak di
menyatakan apabila seseorang permukaan jaringan internal dan dibawah
mendapatkan dua kulit padat kaki, oleh karena itu foot
rangsangan atau stimulus secara bersamaan massage dianggap menjadi metode yang
maka otak manusia tidak dapat sangat tepat untuk mengurangi nyeri
mempersepsikan rangsangan tersebut (Abbaspoor, M, & S, 2014). Foot massage
secara bersamaan, melainkan rangsangan dapat membantu menutup gerbang di
yang lebih kuat dan yang dirasakan paling posterior horns dari sumsum tulang
menyenangkanlah yang akan dipersepsikan belakang dan memblokir bagian dari nyeri
oleh otak (Yuliatun, 2011). ke sistem saraf pusat, selain itu foot
Manajemen nyeri dengan tindakan massage juga dapat menurunkan tingkat
massage mencakup hand massage, kecemasan dan stres dengan cara
effleurage, deep back massage, foot meningkatkan tingkat dopamine yang ada
massage dan lain-lain (Degimen, di tubuh (Abdelaziz & Mohammed, 2014)
Ozerdogan, Sayiner, Kosgeroglu, & sehingga foot massage dapat bermanfaat
Ayranci, 2010). Untuk secara fisik
78
dan mental emosional (Setyawati, Ibrahim, frekuensi pemberian 1 sampai 2 kali
& Mulyati, 2016). (Chanif 2013) hal ini sejalan dengan
Kelebihan lain foot massage dari penelitian yang dilakukan oleh
tindakan manajemen nyeri non Hariyanto,Hadisaputro dan Supriyadi
farmakologi lainya adalah foot massage (2013) yang menyatakan bahwa foot hand
sama efektifnya dengan teknik massage yang diberikan 4 kali selama 20
nonfarmakologi lainnya dalam menit dalam 2 hari dapat menurunkan
menurunkan intensitas nyeri, tindakannya intensitas nyeri pada klien dengan Infark
sederhana, dapat dipelajari dengan Miokard.
pelatihan singkat, tidak memerlukan alat Berdasarkan uraian diatas tentang
khusus seperti pada tindakan TENS, tidak foot massage maka, foot massage dapat
memerlukan bahan-bahan terapi atau dijadikan alternatif utama dalam
persiapan khusus seperti pada aroma terapi, pelaksanaan manajemen nyeri non
tidak memerlukan ruang khusus seperti farmakologi pada pasien- pasien post
pada tindakan relaksasi, distraksi, guide operasi sectio caesarea di rumah sakit. Hal
imagery, tidak memerlukan keahlian ini dikarenakan tindakan foot massage
khusus seperti pada tindakan hipno terapi mudah dilakukan, ekonomis dan terbukti
yang perlu adanya bukti sertifikasi sangat efektif menurunkan nyeri secara
kewenangan melakukan hipnoterapy. evidance based.
Menurut Chanif (2013) dan RS AMC merupakan rumah sakit
Kemendikbud (2015) ada lima teknik foot yang berada digerbang Timur kota
massage, yaitu: effleurage, petrissage, Bandung. Berdasarkan laporan SIMRS di
tapotement, vibration dan friction. Kelima RS AMC didapatkan hasil bahwa pasien
teknik ini mampu menstimulasi nervus (A- yang menjalani operasi sectio caesarea
Beta) di kaki dan lapisan kulit yang berisi tahun 2016 sebanyak 276 orang, tahun
tactile dan reseptor. Kemudian reseptor 2017 sebanyak 408 orang dan bulan Maret-
mengirimkan impuls nervus ke pusat Mei 2018 sebanyak 111 orang. Sedangkan
nervus sistem. Sistem gate control ibu dengan post partum spontan pada bulan
diaktivasi melalui inhibitor Maret 2018 sebanyak 32 orang, April
inteurneuron dimana rangsangan sebanyak 26 orang dan Mei sebanyak
interneuron di hambat, hasilnya fungsi 30 orang. Banyaknya pasien post operasi
inhibisi dari T-cell menutup gerbang. yang membutuhkan perawatan maksimal
Pesan nyeri tidak ditransmisikan ke nervus untuk mendapatkan kenyamanan selama
sistem pusat. Oleh karena itu, otak tidak perawatan, sehingga perawat dapat
menerima pesan nyeri, sehingga nyeri tidak mengaplikasikan intervensi mandiri
diinterpretasikan. keperawatan untuk memenuhi kenyamanan
Teknik foot massage akan efektif pasien dan tidak melakukan kolaborasi
bila dilakukan dengan durasi waktu saja dengan
pemberian 5-20 menit dengan
79
pemberian analgetik. (SIMRS AMC. 2018) dibandingkan dengan intervensi non
Dari hasil wawancara dengan 10 farmakologis.
pasien post SC di RS AMC, mereka
mengatakan mulai merasakan nyeri setelah
3-4 jam post operasi, dengan menggunakan
pengukuran skala nyeri Numeric Rating METODE PENELITIAN
Scale mereka mengatakan merasakan nyeri Jenis penelitian adalah quasi
dari nyeri sedang dengan skala nyeri 5 experimental dengan pendekatan pre
sebanyak 4 orang dan skala nyeri 6 test dan post test one group design.
sebanyak 5 orang sampai nyeri berat Intervensi (foot masaage) diwali
dengan skala nyeri 7 sebanyak 1 orang,
dengan pre test kemudian dilakukan
meskipun pasien sudah mendapatkan terapi
pengukuran post test setelah
farmakologis untuk mengurangi nyeri.
intervensi dilakukan. (Nursalam, 2013)
Untuk mengurangi rasa nyeri, dari 10
pasien hanya 3 pasien yang melakukan Pengukuran pre test dan post test
teknik mengurangi nyeri non farmakologi dilakukan dengan menggunakan instrumen
yaitu dengan tarik napas dalam sedangkan NRS (Numeric Rating Scale) untuk
sisanya hanya mengandalkan dari obat mengukur skala nyeri ibu post partum post
analgetik. Keluhan diarasakan klien hingga SC. Populasi dalam penelitian ini adalah
menggigil bahkan sampai tidak mau pasien post partum dengan sectio caesarea
bergerak karena nyeri. yang menjalani rawat inap di RS AMC
Nyeri yang dirasakan membuat pada bulan Maret sampai Mei 2018
pasien tidak mau mobilisasi dini atau sebanyak 111 pasien, dengan rata-rata
beraktivitas sebanyak 4 orang, menunda setiap bulannya terdapat 37 pasien post
untuk rawat gabung dengan bayi sebanyak partum dengan sectio caesarea (SIMRS,
2 orang, bahkan tidak mau memberikan 2018). Teknik pengambilan sampel yang
ASI kepada bayinya karena nyeri bila digunakan adalah purposive sampling,
bergerak sebanyak 4 orang. Hasil dengan memperhatikan kriteria inklusi
wawancara peneliti dengan perawat di RS yaitu post partum SC hari ke-2 dengan
AMC didapatkan bahwa manajemen nyeri anastesi spinal dengan kesadaran penuh,
non farmakologis yang biasa dilakukan mendapatkan analgetik trimadol IV setelah
untuk mengurangi nyeri pada pasien post 6 jam pemberian. Sedangkan, kriteria
operasi SC adalah relaksasi nafas dalam eksklusi yaitu memiliki penyakit penyerta
namun tidak ada standar prosedur (kontra indikasi dilakukan foot massage),
operasional untuk teknik tersebut dan pemasangan IV kateter di kaki,
penatalaksanaan nyeri pasca operasi SC mendapatkan analgetik durogesic.
lebih banyak menggunakan obat anti Intervensi (foot massage) diberikan
nyeri dengan tahap pre intervensi untuk
mengukur skala nyeri, intervensi dilakukan
1 kali setiap hari selama 2 hari dengan
lama waktu pemberian selama 20 menit
sesuai dengan
80
petunjuk teknis pemberian terapi foot yang menggangu, tidak nyaman,
massage yang ada, dan post intervensi merepotkan, dapat melakukan sebagian
yaitu dilakukan dengan mengukur kembali aktivitas dengan waktu istirahat (Aziato,
skala nyeri responden 1 sampai 2 jam Dedey, Marfo, Asmani, & Clamptey,
setelah pemberian foot massage yang 2015).
kedua, kemudian mencatatnya di lembar Sesudah dilakukan intervensi skala
observasi (post test) hari ke-2. nyeri yang dirasakan oleh responden
Analisis data dilakukan dengan berada pada rentang tidak nyeri sampai
menggunakan analisis univariat dan nyeri sedang, dimana 1 orang responden
bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk berada pada skala nyeri 0, 6 orang berada
mengetahui gambaran karakteristik pada skala nyeri 2, 10 orang berada pada
responden dan tingkat nyeri, sedangkan skala nyeri 3, 6 orang pada skala nyeri 4,
analisis bivariat digunakan untuk dan 4 orang pada skala nyeri 5. Penurunan
mengetaui pengaruh dari foot massage skala nyeri pada klien setelah diberikan
terhadap pengurangan nyeri post partum foot massage sebagian besar mengalami
post SC. Analisis bivariat menggunakan uji penurunan skala nyeri 2.
wilcoxon dan uji normalitas menggunakan Pemberian foot massage
Shapiro- Wilk. mempengaruhi penurunan skala nyeri pada
klien post operasi sectio caesarea di RS
AMC. Penurunan skala nyeri ini menurut
beberapa penelitian dapat disebabkan
HASIL DAN DISKUSI karena massage dapat menyebabkan
pelepasan
Karakteristik responden yang
neurotransmitter tertentu seperti serotonin
menjadi sampel dalam penelitian ini
dan dopamin yang dapat membuat pasien
digambarkan berdasarkan usia, pendidikan,
relaksasi sehingga nyeri berkurang (Afianti
pekerjaan, suku bangsa, pengalaman SC
& mardhiyah, 2017).
dan skala nyeri sebelum dan setelah
Foot massage memiliki beberapa
dilakukan foot massage.
gerakan yaitu effleurage, prestissage,
Sebelum dilakukan intervensi skala
tapotement, friction dan vibration.
nyeri yang dirasakan oleh responden
Gerakan-gerakan ini merangsang serabut
berada pada nyeri sedang dimana 3 orang
saraf (A-beta fibers) pada kaki dan lapisan
responden berada pada skala nyeri 4, 10
dermatom yang mengandung reseptor taktil
orang berada pada skala nyeri 5 dan 14
dan tekanan permukaan kaki juga
orang berada pada skala nyeri 6. Hasil
merupakan area yang paling banyak
penelitian menunjukan bahwa skala nyeri
dipersyarafi dengan 7000 ujung saraf.
yang dirasakan oleh klien post operasi
Reseptor kemudian mengirimkan impuls
sectio caesarea hari kedua berada
saraf ke sistem saraf pusat. Gate control
direntang 4
system diaktifkan melalui
- 6 yang tergolong kedalam nyeri sedang.
Nyeri sedang ini rasa nyeri
81
penghambatan interneuron rangsang rumit, unik, universal dan bersifat
sehingga mengakibatkan individual. Dikatakan bersifat individual
penghambatan fungsi T-cell yang akan karena respons individu terhadap sensasi
menutup gerbang. Sehingga pesan nyeri nyeri beragam dan tidak bisa disamakan
tidak ditransmisikan ke sistem saraf pusat, satu dengan lainnya. Nyeri muncul karena
karena itu otak tidak menerima pesan adanya kiriman impuls yang memasuki
nyeri. medulla spinalis dan berinteraksi dengan
Foot massage selain dapat sel-sel saraf inhibitor sehingga akan
menghambat pesan nyeri ke sistem saraf ditransmisi mencapai ke korteks cerebri
pusat juga dapat membuat tubuh bereaksi untuk di interpretasikan menjadi sensasi
dengan mengeluarkan endorfin karena nyeri (Potter & Perry, 2010).
pemijatan. Endorfin adalah zat yang Pasien post operasi sectio caesarea
diproduksi secara alamiah oleh tubuh, yang dilakukan foot massage mengalami
bekerja, serta memiliki efek seperti morfin. penurunan skala nyeri tetapi tidak
Endorfin bersifat menenangkan, memberi menghilangkan nyeri tersebut karena luka
efek nyaman, dan sangat berperan dalam dari operasi sectio caesarea tersebut
regenerasi sel-sel guna memperbaiki merupakan luka yang dibuat mulai dari
bagian tubuh yang sudah usang atau rusak. lapisan perut sampai ke lapisan uterus
Foot massage yang dilakukan yang penyembuhannya bertahap sehingga
selama 20 menit 1-2 kali dapat masih merasakan nyeri. Reaksi lokal
menurunkan skala nyeri yang dirasakan adanya nyeri itu juga mengaktifkan syaraf-
oleh pasien hal ini sejalan dengan syaraf simpati berupa keluarnya keringat
penelitian yang dilakukan oleh Shehata, yang berlebihan, respon metabolism yang
Elhy dan Elsalam (2016) pada pasien post meningkat, peningkatan kardiovaskuler.
operasi bedah abdomen yang menyatakan Nyeri akan menimbulkan perasaan sensori
bahwa bila setelah dilakukan pijat kaki dan emosional yang tidak menyenangkan
tetapi skala nyeri masih diatas 3 maka akibat dari kerusakan jaringan. Nyeri yang
dilakukan pijat kaki yang kedua oleh dirasakan ibu post operasi sectio caesarea
peneliti sedangkan Hariyanto, Hadisaputro dapat dikendalikan dengan metode
dan Supriyadi (2013) yang menyatakan penatalaksanaan nyeri seperti yang
bahwa foot hand massage yang diberikan 4 dilakukan oleh peneliti pada penelitiannya
kali selama 20 menit dalam saat ini.
2 hari dapat menurunkan intensitas nyeri Foot massage merupakan terapi
pada klien dengan Infark Miokard. tambahan pada pasien yang telah menjalani
Pada penelitian ini dilakukan operasi untuk meminimalkan tingkat rasa
foot massage untuk mengurangi nyeri nyeri post operasi. Foot Massage menjadi
pada post operasi sectio caesarea salah satu metode
dimana nyeri merupakan sensasi
yang
82
non farmakologis dan non invasive, tanpa merupakan terapi non komplementer yang
biaya dan tidak memerlukan peralatan dapat dikembangkan sebagai asuhan
yang berlebihan. Foot massage membantu penanganan nyeri pada ibu post partum
pasien dalam mengatasi nyeri dan cemas post SC.
serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang
UCAPAN TERIMA KASIH
dilakukan oleh Abbaspoor (2011) di RS.
Terimakasih kepada Direktur RS
Mustafa Khomeini Iran terhadap
AMC beserta jajarannya yang telah
80 ibu post operasi caesarea elektif
memberikan ijin kepada penyusun untuk
didapatkan hasil terdapat perbedaan
melakukan penelitian, Ketua LPPM
penurunan intensitas nyeri yang signifikan.
STIKes Bhakti Kencana Bandung yang
Berdasarkan pembahasan
telah memberikan support dalam penelitian
mengenai hasil penelitian dari peneliti dan
ini.
peneliti sebelumnya, tentu saja diperlukan
adanya solusi dari permasalahan yang
berkaitan dengan skala nyeri pada ibu post
operasi sectio caesarea. Oleh karena itu, REFERENSI
untuk mengatasi masalah ini tentu saja
Badan Pusat Statistik (BPS). Survei
diperlukan adanya peningkatan dari
Demografi dan Kesehatan
penggabungan metode farmakologi dan
Indonesia. Jakarta. 2014
non farmakologis secara efektif dan
WHO. Maternal Mortality. World Helath
menyeluruh. Metode non farmakologis
Organization. 2015
berupa foot massage diharapkan dapat
Pallasama, N. Cesarean section Short
menjadi komplementer bagi ibu post
Term Maternal Complications
operasi sectio caesarea untuk dapat
Related to The Mode of
mengontrol nyeri yang dirasakan secara
Delivery . Universitas of Turki .
tiba-tiba sehingga nantinya aktivitas ibu
2014
post operasi sectio caesarea tidak
Matasarin Jacobs. Medical Surgical
terganggu serta dapat melewati fase letting
Nursing : Clinical management
go atau kemandirian.
for continuity of care. (Edisi V).
Philadelphia: Wb Sounders
Company. 2011
83
Nurrochmi, E., Nurasih, & Romadon,
A. R. Pengaruh Kombinasi
Metode Zilgrei dan
Endorphine
84
Massage Pada Ibu Inpartu Primigravida Terhadap Lamanya Kala I Fase Aktif di
RSUD Indramayu Periode April-Mei 2013. 2014: 23-31.
Nursalam. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2013
Sakit. Data Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan RS AMC. 2018
Chanif, Petpichetchian, W., & Changchareon, W. Does Foot Massage Relieve Acute Post
Operative Pain? A Literature Review. Nurse Media Journal Of Nursing , 483-
497. 2013
Aziato, L., Dedey, F., Marfo, K., Asmani, J. A., & Clamptey, J. N. Validation of three
pain scales among adult postoperative
85
patients in Ghana. Aziato et al BMC Nursing. 2015
Hariyanto, A., Hadisaputro, S., & Supriyadi. Efektivitas Foot Hand Massage
Terhadap Respon Fisiologis dan Intensitas Nyeri Pada Pasien Infark Miokard
Akut
: Studi Di Ruang ICCU RSUD DR. Iskak Tulungagung. Jurnal Ilmu Keperawatan
dan Kebidanan (JIKK). 2013
86