Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA Ny.

S
DIAGNOSA G3P2A0 PEB TINDAKAN SECTIO CAESAREA
DENGAN SPINAL ANESTESI DI INSTALASI BEDAH
SENTRAL RSUD KELET JEPARA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan kegawat daruratan


Anestesi

Disusun oleh:
TRI TEGUH HARYANTO
P07120721024

KEMENTERIAN KESESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram (Sarwono, 2009).
B. ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distress dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum
jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,
sedangkan di bawah 36 minggu
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan Pada Letak Kepala
1) Letak Kepala Tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi Muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-
kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi Dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).

C. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan
SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris
bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka
dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa


bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu janin sehingga kadang-kadang
bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah.
Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang
tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah makanan
masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan
peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolism sehingga tubuh
memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltic
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap
aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas
yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG SECTIO CAESARIA
Berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang untuk pasien section caesaria.
1. Elektroensefalogram ( EEG ), Untuk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT, Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI), Menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ), Untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium, Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler,
Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematocrit, Panel
elektrolit, Skrining toksik dari serum dan urin, AGD, Kadar kalsium darah,
Kadar natrium darah, Kadar magnesium darah.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah : Infeksi
puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi: Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari Sedang, suhu
meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik Perdarahan : perdarahan banyak
bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabangcabang arteri uterine ikut
terbuka atau karena atonia uteri. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain
luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat jarang terjadi. Kurang
kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri.

F. PENATALAKSANAAN ANESTESI
1. Anestesi Spinal
a. Definisi
Anestesi spinal (intratekal) merupakan penyuntikan obat anestesi
lokal secara langsung ke dalam cairan serebrospinal (CLS), didalam ruang
subaracnoid (Latief, 2010). Anestesi spinal (subaracnoid) adalah anestesi
regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaracnoid (Majid dkk, 2011). Penyuntikan pada lumbar kedua dan
diatas vertebra sacralis pertama. Derajat anestesi dicapai tergantung dari
tinggi rendahnya lokasi penyuntikan, untuk blokade sensis yang luas, obat
harus berdifusi keatas, hal tersebut juga bergantung pada beberapa faktor
seperti, penempatan ketinggian penyuntikan spinal pada regio lumbal dan
juga posisi pasien selama dan setelah penyuntikan.
Menurut Update in Anesthesia dalam Tesis Lubis (2015)
disebutkan bawha ketinggian blok yang perlu dicapai dalam prosedur
operasi yaitu:

Level Surgical Procedure


T4-5 (Nipple) Upper abdominal surgery
T6-8 (Xiphisternum) Lower abdominalsurgery incl. caesarean
section, renal surgery, hernia

T10 (Umbilicus) Prostatic and vaginal surgery incl. forceps


delivery, hip surgery

L1 (Groin) Lower limb surgery


S2 (Perineum) Perineal and rectal surgery

b. Teknik Spinal Anestesi


Anestesi spinal (intratekal) berasal dari penyuntikan obat
anestesi lokal secara langsung ke dalam cairan serebrospinal (CSF).
Prosedurnya yaitu jarum spinal dimasukan dibawah lumbar kedua dan
diatas vertebra sacralis pertama. Teknik ini menggunakan jarum halus
berukuran 22-29 gauge dengan ujung pensil atau ujung yang
meruncing. Jarum spinal dibagi menjadi dua kategori: jarum yang
memotong dura dan jarum yang didesain untuk menyebarkan serat-
serat dural (Ronald, 2014). Posisi duduk atau posisi lateral decubitus
dengan tusukan pada garis tengah adalah posisi yang paling sering
digunakan. Jarum ditusukan tepat pada titik tengah pertemuan dari
tulang iliaca (Morgan, 2013).

c. Indikasi dan Kontra Indikasi


Indikasi anestesi spinal antara lain pada bedah ekstermitas
bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rectum-perineum, bedah
obstetric dan ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, pada
bedah abdomen atas dan bedah pada anak biasanya dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan (Pramono, 2015).
Gwinnut (2011) menyatakan ada beberapa kondisi yang menjadi
kontraindikasi anestesi spinal, yaitu:
1) Hypovolemia akibat pengeluaran darah atau dehidrasi. Pasien
ini cenderung mengalami penurunan curah jantung yang berat
karena hilangnya respon vasokonstriksi kompensatroik.
2) Curah jantung rendah yang menetap, penurunan aliran balik
vena lebih lanjut akan menurunan curah jantung,
membahayakan perfusi organ-organ vital.
3) Sepsis kulit lokal, hal ini dapat mencetuskan infeksi.
4) Riwayat alergi terhadap obat-obat anestesi lokak golongan
amida.
5) Penyakit SSP penyerta, beberapa ahli akan cenderung
menghindari teknik ini karena takut dislahkan apabila timbul
perburukan.
6) Pasien yang sangat tidak kooperatif.
d. Komplikasi Spinal Anestesi
Said A. Latief (2015) dalam buku “Petunjuk Praktis Anestesiologi”
mengklasifikasikan kompikasi anestesi spinal menjadi 2, yaitu:
1) Komplikasi Tindakan
a) Hipotensi Berat
Akibat blok simpatis, terjadi “venous pooling”. Pada pasien
dewasa dapat dicegah dengan pemberian infus cairan
elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml.
b) Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi
akibat blok sampai T-2.
c) Hipoventilasi Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi
pusat kendali napas.
d) Trauma pembuluh darah
e) Trauma saraf
f) Mual muntah
g) Gangguan pendengaran
h) Blok spinal tinggi, atau spinal total
2) Komplikasi pasca tindakan
a) Nyeri tempat suntikan
b) Nyeri punggung
c) Nyeri kepala karena kebocoran likuor
d) Retensi urine
e) Meningitis
E. Penatalaksanaan anestesi
a. Pre Anestesi
1) Pengkajian Pre Anestesi
Dilakukan sejak pasien dinyatakan akan dilakukan tindakan
pembedahan baik elektif maupun emergensi. Pengkajian pre
anestesi meliputi :
a) Identitas pasien
b) Riwayat kesehatan pasien dan riwayat alergi
c) Pemeriksaan fisik pasien meliputi : Tanda-tanda vital
pasien, pemeriksaan sistem pernapasan (breathing), sistem
kardiovaskuler (bleeding),sistem persyarafan (brain),
sistem perkemihan dan eliminasi (bowel), sistem tulang,
otot dan integument (bone).
d) Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, rontgen, CT-
scan, USG, dll.
e) Kelengkapan berkas informed consent.
2) Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga
dapat menilai klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa
digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan, tujuan,
perencanaan/implementasi dan evaluasi pre anestesi.
b. Intra Anestesi
Pengkajian Intra Anestesi dilakukan sejak pasien. Pengkajian
Intr anestesi meliputi :
1) Persiapan pasien, alat anestesi dan obat-obat anestesi.
2) Pelaksanaan anestesi
3) Monitoring respon dan hemodinamik pasien yang kontinu
setiap 5 menit sampai 10 menit.
4) Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus
mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan
perioperatif bertujuan untuk
a) Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang
selama operasi.
b) Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi
yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
a) Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa,
muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang
ketiga seperti pada ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan
lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2
ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 1 0 Celcius kebutuhan
cairan bertambah 10-15 %.
Selama operasi dapat terjadi kehilangan cairan karena
proses operasi.
Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :
-Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
-Sedang = 6 ml / kgBB/jam
-Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana
perdarahan kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan
dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang
hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan
dosis 1-2 kali darah yang hilang.

c. Post Anestesi
Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai
dilakukan tindakan pembedahan dan pasien akan dipindahkan ke
ruang pemulihan. Pengkajian Post anestesi meliputi :
1) Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
2) Status respirasi dan bersihan jalan napas.
3) Penilaian pasien dengan skala Aldert (untuk anestesi
general) dan skala Bromage (untuk anestesi regional)
4) Instruksi post operasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI

A. Pengkajian

1. Identitas Klien :
Nama : Ny. S
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Tunahan, RT.3/RW.01
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Diagnosa medis : G3P2A0 dengan PEB
Rencana tindakan : Sectio Caesaria
ASA : II dengan PEB
Berat Badan : 85 kg
Tinggi Badan : 155 cm
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan saat periksa di puskesmas, tekamam darah Ny.
N tinggi (180/100 mmHg) sehingga pasien dirujuk ke RSUD Kelet
Jepara Provinsi Jawa Tengah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke VK IGD mengatakan kepala terasa pusing,
belum merasa kenceng-kenceng, air ketuban belum keluar.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien Pasien mengatakan memiliki penyakit hipertensi tetapi tidak
berobat rutin.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan orang tua pasien merupakan pengidap
hipertensi dan berobat rutin.Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum: Baik
2) Kesadaran : Compos mentis GCS: E: 4 M: 6 V:5
3) SAMPLE
Sign : TD: 155/100 mmHg
Alergi : tidak ada
Medication : tidak mengonsumsi obat rutin
Post illness : Tidak ada
Last meal : jam 02.00
Environment :-
4) Tanda Vital :
TD: 180/100 mmHg;
N: 100 x/mnt;
RR 16 x/mnit,
S : 36,8ºC,
SpO2 : 99%
5) Kepala : kepala mesocepal, simetris
6) Mata : konjungtiva anemis, sclera merah muda
7) Telinga : bentuk simestris
8) Hidung : simetris, tidak ada secret
9) Mulut : tidak memakai gigi palsu, klien tidak memakai
kawat gigi, malampati I, dapat membuka mulut, gerak leher bebas,
ekstensi leher 3 jari dari leher, tidak ada sekret
j. Wajah : tidak ada lesi
k. Leher : normal
l. Kulit : tidak kering, turgor kulit baik
m. Dada (paru-paru)
1) Inspeksi : Simestris
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
3) Perkusi : resonan
4) Auskultasi : vesikuler +/+
n. jantung
1) Inspeksi : simetris
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3) Perkusi : dullnes di intercosta 2-6
4) Auskultasi : Normal
o. Abdomen
1) Inspeksi : Abdomen simetris
2) Auskultasi : Terdapat peristaltik usus 15x/menit
3) Perkusi : Timpani
4) Palpasi : Tidak ada benjolan atau pembesaran hepar
p. Genitalia : Terpasang DC dengan urin berwarna kuning, tidak
ada endapan, 100 mL
q. Ekstremitas
1) Atas
Terpasang infus RL 500mL di tangan kiri

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 11,0 11.7 – 15.5 g/dl
Leukosit 9600 3800 – 10600 U/L
Hematokrit 34 40 – 52 %
Eritrosit 4,3 4.4 – 5.9 10^6/ uL
Trombosit 209.000 150.000 – 440.000/uL
MCV 26 80 – 100 fL
MCH 32 26 – 34 pg/cell
MCHC 32 32 -36 %
RDW 17,4 11.5 – 14.5 %
MPV 10,7 9.4 – 12.4 fL
Hbs Ag Negative Negative
B20 - -

2. Kesimpulan : Status Fisik ASA 2 dengan PEB


3. Rencana Anestesi : RA dengan teknik Spinal Anestesi
4. Konversi : Tidak ada
5. Persiapan klien
a) Mengecek kelengkapan status klien
b) Mengklarifikasi klien puasa dari jam berapa
c) Memposisikan klien
d) Mengecek TTV
e) Mengklarifikasi riwayat asma, DM, HT dan alergi
6. Persiapan mesin
a) Mengecek sumber gas apakah sudah terpasang dan tidak ada kebocoan
b) Mengecek isi volatil agent
c) Mengecek apakah ada kebocoran mesin
7. Persiapan alat :
a) Siapkan mesin anestesi, hubungkan dengan sumber gas dan mengecek
ulang kelengkapan serta fungsinya,
b) Siapkan Set Spinal.
c) Siapkan monitor lengkap dengan manset,finger sensor dan lead ekg
d) Persiapan alat general anestesi
e) Persiapkan APD sebagai pencegahan penularan virus dari pasien ke
petugas
f) Cairan kristaloid dan koloid.
8. Persiapan klien
a) Klien tiba di ruang penerimaan IBS pukul 09.00WIB
b) Serah terima klien dengan petugas ruangan, periksa status klien
termasuk informed consent, dan obat-obatan yang telah diberikan
diruang perawatan
c) Memindahkan klien ke brankar IBS
d) Memperkenalkan diri kepada klien, mengecek ulang identitas klien,
nama, alamat dan menanyakan ulang puasa makan dan minum, dan
alergi, serta berat badan saat ini
e) Memeriksa kelancaran infus
f) Menanyakan keluhan klien saat di ruang penerimaan IBS
ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. Pre Anestesi DS: Cemas Kurang
- Klien mengatakan kali pengetahuan
pertama melakukan tindakan tentang tindakan
pembedahan (Sectio
pembedahan
Caesaria) DO:
Sectio Caesaria
- Klien terlihat cemas
dan pucat
- TD: 170/98 mmHg;
- N: 103 x/mnt;
- RR 16 x/mnit,
- S : 36,8ºC,
- SpO2 : 99%

Diagnosa Keperawatan

Pre Anestesi

- Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakan


pembedahan ditandai dengan klien mengatakan kali pertama melakukan
tindakan pembedahan Sectio Caesaria, klien terlihat cemas dan pucat, TD:
170/100 mmHg; , N: 103 x/mnt, RR 16 x/mnit, S : 36,8ºC, SpO2 : 99%
No Diagnosa Tujuan Rencana Intervensi Keperawatan
Cemas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan
tentang a.Kaji tingkat kecemasan
kurang pengetahuan keperawatan pre operasi
tindakan pembedahan diharapkan nyeri berkurang dengan b. Orientasikan dengan ti
anestesi/kamar
kriteria :
operasi
• Klien mengatakan tahu c.Jelaskan teknik prosedur tindakan yan
tentang proses kerja obat akan dilakukan
• Pasien mengkomuikasikan d. Beri dorongan pasien untu
perasaan negatif secara tepat mengungkapkan perasaan
• Pasien tampak tenang e.Dampingi pasien untuk mengurangi ra
dan kooperatif cemas
• Tanda-tanda vital normal f. Ajarkan teknik relaksasi

intervensi

Diagnosa Implementasi Evaluasi


Cemas berhubungan dengan kurang Mengkaji tingkat kecemasan S:
pengetahuan tentang tindakan 1. Menjelaskan jenis dan - Klien m
pembedahan prosedur dari tindakan pembiusan dengan tin
2. Mengajarkan teknik pembiusan
relaksasi nafas dalam O:
- TD : 16
- Nadi: 10
- RR : 16
A: Cemas tera
P: Lanjutkan
klien di meja
dari ruang pen
TAHAP INTRA ANESTESI

1. Jenis Pembedahan : Sectio Caesaria


2. Jenis Anestesi : Regional anestesi
3. Teknik Anestesi : spinal anestesi
5. Mulai Anestesi : Pukul 09.15WIB
6. Mulai Operasi : Pukul 09.20 WIB
7. Posisi : Supine
8. Premedikasi : Ondancentron 4mg
9. Induksi : Bucain 12,5 mg
10. Maintanance : O2 (2 lpm)
11. Respirasi : Spontan
12. Cairan Durante : RL 500 ml
13. Perdarahan : 500 ml

14. Urin output : 150 ml


15. Selesai operasi : 10.15 WIB
16. Selesai anestesi : 10.25 WIB

Monitoring Intra Operasi


Jam TD N SPO2 O2 RR Tindakan

JAM
09.15 155/100 103 99% 2 lt/mnt 15 1. Memberikan obat premedikasi
Onandcentron 4mg
09.20 157/82 110 99% 2 lt/mnt 12 Melakukan anastesi (Bucain 12,5
mg pada L3-L4)

09.25 130/75 106 99% 2 lt/mnt 12 Dr. SpOG sebagai operator


melakukan Time out dan
melakukan insisi
09.30 90/67 111 99% 2lt/mnt 14 Pemberian Epedrin 20 mg
09.45 102/87 87 99% 2 lt/mnt 16 1. Bayi lahir, jenis kelamin lakilaki,
apgar score 2/3
Jam TD N SPO2 O2 RR Tindakan

JAM
2. Drip Oxytoxyn 20IU
10.15 100/77 82 98% 2 lt/mnt 16 Monitor tanda tanda vital
10.25 125/79 80 98% 2 lt/mnt 16 Pasien di pindahkan ke RR

Analisa Data
No Data focus Problem Etiologi

\1 DS : klien mengatakan puasa sejak Risiko gangguan Vasodilatasi


7 jam yang lalu DO: pembuluh darah
keseimbangan
- TD: 90/67 mmHg - N: 111 cairan dan elektrolit
x/menit.
- RR: 14 x/menit.
- SpO2: 99%

2 DS : Pasien menyatakan pusing DO Komplikasi Sekunder obat


: potensial syok anestesi
- TD: 90/67 mmHg - N: 111 kardiogenik
x/menit.
- RR: 14 x/menit.
- SpO2: 99%

Diagnosa keperawatan intraanestesi


1. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
Vasodilatasi pembuluh darah
2. Komplikasi potensial syok kardiogenik berhubungan dengan Sekunder obat
anestesi

Intervensi
No Diagnosa Tujuan Rencana Intervensi
Keperawatan
1 Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor perdarahan
keseimbangan keperawatan selama intra b. Monitor output urin
cairan dan operasi keseimbangan cairan c. Monitor
hemodinamik
elektrolit dalam ruang intrasel dan
d. Kolaborasi
berhubungan ekstrasel tubuh tercukupi, pemberian
dengan
Vasodilatasi dengan kriteria hasil: cairan dan elektrolit
pembuluh darah
a. Hemodinamik
normal
b. Masukan dan
luaran cairan imbang
2 Komplikasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tekanan
darah
potensial keperawatan selama intra operasi
b. Beri oksigen
syok pompa janttung dan sirkulasi
c. Kolaborasi
kardiogenik efektif, ditandai dengan: pemberian
berhubungan vasopressor dengan
- Tekanan jantung dokter
dengan Sekunder
dalam batas normal
obat anestesi
- Hipotensi tidak
terjadi
- Denyut jantung
dalam batas normal
Implementasi
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan

Risiko gangguan keseimbangan


cairan dan elektrolit berhubungan
dengan Vasodilatasi pembuluh S:-
darah
1. Memberikan terapi O :
oksigen 2 lpm
- TD : 100/77
2. Memantau tanda-tanda
- HR : 102
vital pasien
- SPO2 : 99%
3. Memberikan terapi
- RR : 16
cairan elektrolit kolaborasi
dengan dokter (voluven) - Cairan masuk 400 cc

4. Memantau tanda-tanda - Perdarahan 200 cc


vital pasien - Tetesan infus lancar
A : resiko gangguan keseimbangan cairan teratasi
sebagian

P:

- Pantau TTV

- Monitor balance cairan


Komplikasi potensial syok a. Mengkaji tekanan darah
kardiogenik berhubungan dengan b. Melakukan kolaborasi
Sekunder obat anestesi pemberian oksigen S:-
c. Kolaborasi pemberian O :
vasopressor dengan dokter
(epedrin 10 mg) - TD : 100/77

- HR : 82

- SPO2 : 99%

- RR : 16

A : Syok kardiogenik tidak terjadi

P : monitoring tanda-tanda vital klien setiap 15


menit selama operasi
TAHAP PASCA ANESTESI

1. Pengkajian Pemulihan Post Anestesi


Nama : Ny. S
Umur : 35 tahun
Pukul : 10.25 WIB
Tanggal : 8 Februari 2022
2. Keadaan Umum ;
Pasien dalam keadaan lemas, kesadaran compos mentis, terpasang kanul O2 2 liter per menit
dan infus RL ditangan kiri.

Analisa Data
Data fokus Problem Etiologi
DS : - Risiko kecelakaan Efek anestesi regional
DO : cedera
- Pasien masih dalam
pembiusan
- Pasien mampu
menggerakan pergelangan
kaki
- TD : 100/80 MmHg
- N : 80 x/mnt
- RR : 20x/mnt
- SpO2 : 98%

Diagnosa Keperwatan
3. Resiko kecelakaan cedera beruhungan dengan Efek anestesi umum Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi
Risiko kecelakaan Setelah dilakukan asuhan 1. Jaga posisi pasien immobile
cedera berhubungan 2. Cegah resiko injuri jatuh
keperawatan selama post
dengan efek anestesi
regional operasi, pasien aman setelah 3. Pasang pengaman tempat
pembiusan dengan kriteria : tidur ketika melakukan
1. Pasien sadar setelah transportasi pasien
anestesi selesai 4. Pantau penggunaan obat
2. Kemampuan untuk anestesi dan efek yang timbul
melakukan gerakan 5. Lakukan penilaian bromage
yasng bertujuan skor
3. Pasien aman tidak
jatuh
4. Bromage Skor
minimal 2
Implementasi

Diagnosa Kep. Implementasi Evaluasi


Risiko kecelakaan
cedera berhubungan
dengan efek anestesi
regional
1. Menjaga posisi pasien immobile S:-
2. Memonitor keadaan pasien, mencegah risiko O :
injuri jatuh - Pasien aman tidak jatuh
3. Memasang pengaman tempat tidur - Bromage skor 2
ketika melakukan transportasi pasien. - TD : 122/81 mmHg
4. Memantau penggunaan obat anestesi dan efek N : 88 x/menit
yang timbul RR : 20 x/menit iko
5. Melakukan penilaian bromage skor A : Riskecelakaan cedera teratasi
P:
Pindahkan pasien ke bangsal
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam kasus ini, teknik anestesi yang digunakan adalah regional anestesi

dengan spinal anestesi blok. Penggunaan anestesi spinal pada tindakan section

caesaria dinilai paling aman, karena janin tidak terkena pengaruh dari agen

anestesi. Hal ini sesuai dengan dengan jurnal tatalaksana anestesi pada section

caesaria (2015), didalamnya dibahas mengenai teknik yang dinilai paling aman

dalam pelaksanaan bedah laparatomi section caesaria. Pemantauan yag harus

dilakukan selama berjalannya anestesi spinal adalah tekanan darah, saturari

oksigen, dan nadi. Hal ini juga sesuai dengan hasil pembahasan dalam jurnal

tatalaksana anestesi pada section caesaria (2015).


DAFTAR PUSTAKA

Amira, C., R. Lubis dan Hafasnuddin, (2015). Pengaruh Kepuasan Kerja


Karyawan dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB) Serta Dampaknya Pada Kinerja Organisasi Pada PT.
Lafarge Cement Indonesia (LCI) Aceh Besar. Jurnal Manajemen, vol. 4,
No. 1, hal. 201-210. ISSN: 2302-0199.
Almos, R dan Pramono. (2015). Leksikon etnomedisin dalam pengobatan
tradisional Minangkabau. Jurnal Arbitrer Vol. 2.
Atlas Ronald M, Snyder James W, 2014. Handbook of Medical for Clinical and
Public Health Microbiology. Francis: CRC Press
Diana; Editor Bahasa Indonesia: Wisurya, K., Surya, N., Hippy, Indah. Jakarta:
ECG.
Gwinnutt, C. L. (2011). Catatan Kuliah anestesi Klinis. Edisi ke-3; Alih bahasa:
Susanto,
Latief, Said A., Suryadi, Kartini A., Dachlan, M Ruswan. 2010. Petunjuk Praktis
Anesthesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anesthesiologi dan Terapi
Intensif FK UI
Majid, Abdul. 2011. Keperawatan Perioperatif . Yogyakarta: Grosyen
Publishing.
Morgan, Mikhail M.S, Murray M.J. (2015). Clinical anesthesiology. Edisi ke-6.
New York: McGraw Hill Company.
Morgan, dkk. 2013. Clinical Anesthesiology. Fifth Edition. ISBN: 978-0-07-
171405-1.
Pramono, Ardi. (2015). Buku Kuliah Anestesi. Jakrta: ECG
Saifuddin, Abdul Bari. 2009. “Ilmu Kebidanan”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Manuaba, 2002, Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan , 201-204, EGC, Jakarta: Rineka Cipta
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. “Ilmu Kebidanan”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai