S
DIAGNOSA G3P2A0 PEB TINDAKAN SECTIO CAESAREA
DENGAN SPINAL ANESTESI DI INSTALASI BEDAH
SENTRAL RSUD KELET JEPARA
Disusun oleh:
TRI TEGUH HARYANTO
P07120721024
A. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram (Sarwono, 2009).
B. ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distress dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum
jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,
sedangkan di bawah 36 minggu
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan Pada Letak Kepala
1) Letak Kepala Tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi Muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-
kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi Dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).
C. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan
SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris
bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka
dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
F. PENATALAKSANAAN ANESTESI
1. Anestesi Spinal
a. Definisi
Anestesi spinal (intratekal) merupakan penyuntikan obat anestesi
lokal secara langsung ke dalam cairan serebrospinal (CLS), didalam ruang
subaracnoid (Latief, 2010). Anestesi spinal (subaracnoid) adalah anestesi
regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaracnoid (Majid dkk, 2011). Penyuntikan pada lumbar kedua dan
diatas vertebra sacralis pertama. Derajat anestesi dicapai tergantung dari
tinggi rendahnya lokasi penyuntikan, untuk blokade sensis yang luas, obat
harus berdifusi keatas, hal tersebut juga bergantung pada beberapa faktor
seperti, penempatan ketinggian penyuntikan spinal pada regio lumbal dan
juga posisi pasien selama dan setelah penyuntikan.
Menurut Update in Anesthesia dalam Tesis Lubis (2015)
disebutkan bawha ketinggian blok yang perlu dicapai dalam prosedur
operasi yaitu:
c. Post Anestesi
Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai
dilakukan tindakan pembedahan dan pasien akan dipindahkan ke
ruang pemulihan. Pengkajian Post anestesi meliputi :
1) Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
2) Status respirasi dan bersihan jalan napas.
3) Penilaian pasien dengan skala Aldert (untuk anestesi
general) dan skala Bromage (untuk anestesi regional)
4) Instruksi post operasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI
A. Pengkajian
1. Identitas Klien :
Nama : Ny. S
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Tunahan, RT.3/RW.01
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Diagnosa medis : G3P2A0 dengan PEB
Rencana tindakan : Sectio Caesaria
ASA : II dengan PEB
Berat Badan : 85 kg
Tinggi Badan : 155 cm
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan saat periksa di puskesmas, tekamam darah Ny.
N tinggi (180/100 mmHg) sehingga pasien dirujuk ke RSUD Kelet
Jepara Provinsi Jawa Tengah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke VK IGD mengatakan kepala terasa pusing,
belum merasa kenceng-kenceng, air ketuban belum keluar.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien Pasien mengatakan memiliki penyakit hipertensi tetapi tidak
berobat rutin.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan orang tua pasien merupakan pengidap
hipertensi dan berobat rutin.Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum: Baik
2) Kesadaran : Compos mentis GCS: E: 4 M: 6 V:5
3) SAMPLE
Sign : TD: 155/100 mmHg
Alergi : tidak ada
Medication : tidak mengonsumsi obat rutin
Post illness : Tidak ada
Last meal : jam 02.00
Environment :-
4) Tanda Vital :
TD: 180/100 mmHg;
N: 100 x/mnt;
RR 16 x/mnit,
S : 36,8ºC,
SpO2 : 99%
5) Kepala : kepala mesocepal, simetris
6) Mata : konjungtiva anemis, sclera merah muda
7) Telinga : bentuk simestris
8) Hidung : simetris, tidak ada secret
9) Mulut : tidak memakai gigi palsu, klien tidak memakai
kawat gigi, malampati I, dapat membuka mulut, gerak leher bebas,
ekstensi leher 3 jari dari leher, tidak ada sekret
j. Wajah : tidak ada lesi
k. Leher : normal
l. Kulit : tidak kering, turgor kulit baik
m. Dada (paru-paru)
1) Inspeksi : Simestris
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
3) Perkusi : resonan
4) Auskultasi : vesikuler +/+
n. jantung
1) Inspeksi : simetris
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3) Perkusi : dullnes di intercosta 2-6
4) Auskultasi : Normal
o. Abdomen
1) Inspeksi : Abdomen simetris
2) Auskultasi : Terdapat peristaltik usus 15x/menit
3) Perkusi : Timpani
4) Palpasi : Tidak ada benjolan atau pembesaran hepar
p. Genitalia : Terpasang DC dengan urin berwarna kuning, tidak
ada endapan, 100 mL
q. Ekstremitas
1) Atas
Terpasang infus RL 500mL di tangan kiri
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 11,0 11.7 – 15.5 g/dl
Leukosit 9600 3800 – 10600 U/L
Hematokrit 34 40 – 52 %
Eritrosit 4,3 4.4 – 5.9 10^6/ uL
Trombosit 209.000 150.000 – 440.000/uL
MCV 26 80 – 100 fL
MCH 32 26 – 34 pg/cell
MCHC 32 32 -36 %
RDW 17,4 11.5 – 14.5 %
MPV 10,7 9.4 – 12.4 fL
Hbs Ag Negative Negative
B20 - -
Diagnosa Keperawatan
Pre Anestesi
intervensi
JAM
09.15 155/100 103 99% 2 lt/mnt 15 1. Memberikan obat premedikasi
Onandcentron 4mg
09.20 157/82 110 99% 2 lt/mnt 12 Melakukan anastesi (Bucain 12,5
mg pada L3-L4)
JAM
2. Drip Oxytoxyn 20IU
10.15 100/77 82 98% 2 lt/mnt 16 Monitor tanda tanda vital
10.25 125/79 80 98% 2 lt/mnt 16 Pasien di pindahkan ke RR
Analisa Data
No Data focus Problem Etiologi
Intervensi
No Diagnosa Tujuan Rencana Intervensi
Keperawatan
1 Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor perdarahan
keseimbangan keperawatan selama intra b. Monitor output urin
cairan dan operasi keseimbangan cairan c. Monitor
hemodinamik
elektrolit dalam ruang intrasel dan
d. Kolaborasi
berhubungan ekstrasel tubuh tercukupi, pemberian
dengan
Vasodilatasi dengan kriteria hasil: cairan dan elektrolit
pembuluh darah
a. Hemodinamik
normal
b. Masukan dan
luaran cairan imbang
2 Komplikasi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tekanan
darah
potensial keperawatan selama intra operasi
b. Beri oksigen
syok pompa janttung dan sirkulasi
c. Kolaborasi
kardiogenik efektif, ditandai dengan: pemberian
berhubungan vasopressor dengan
- Tekanan jantung dokter
dengan Sekunder
dalam batas normal
obat anestesi
- Hipotensi tidak
terjadi
- Denyut jantung
dalam batas normal
Implementasi
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan
P:
- Pantau TTV
- HR : 82
- SPO2 : 99%
- RR : 16
Analisa Data
Data fokus Problem Etiologi
DS : - Risiko kecelakaan Efek anestesi regional
DO : cedera
- Pasien masih dalam
pembiusan
- Pasien mampu
menggerakan pergelangan
kaki
- TD : 100/80 MmHg
- N : 80 x/mnt
- RR : 20x/mnt
- SpO2 : 98%
Diagnosa Keperwatan
3. Resiko kecelakaan cedera beruhungan dengan Efek anestesi umum Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi
Risiko kecelakaan Setelah dilakukan asuhan 1. Jaga posisi pasien immobile
cedera berhubungan 2. Cegah resiko injuri jatuh
keperawatan selama post
dengan efek anestesi
regional operasi, pasien aman setelah 3. Pasang pengaman tempat
pembiusan dengan kriteria : tidur ketika melakukan
1. Pasien sadar setelah transportasi pasien
anestesi selesai 4. Pantau penggunaan obat
2. Kemampuan untuk anestesi dan efek yang timbul
melakukan gerakan 5. Lakukan penilaian bromage
yasng bertujuan skor
3. Pasien aman tidak
jatuh
4. Bromage Skor
minimal 2
Implementasi
Dalam kasus ini, teknik anestesi yang digunakan adalah regional anestesi
dengan spinal anestesi blok. Penggunaan anestesi spinal pada tindakan section
caesaria dinilai paling aman, karena janin tidak terkena pengaruh dari agen
anestesi. Hal ini sesuai dengan dengan jurnal tatalaksana anestesi pada section
caesaria (2015), didalamnya dibahas mengenai teknik yang dinilai paling aman
oksigen, dan nadi. Hal ini juga sesuai dengan hasil pembahasan dalam jurnal