Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN POST SECTIO CAESARIA (SC) ATAS INDIKASI POST DATE

DIRUANG POLI KLINIK OBGYN

Rs dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :

Solihatul Hasanah

NIM: 19.30.046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada pasien dengan Post Sectio Caesaria Atas


Indikasi Post Date di ruang Poli Klinik Obgyn Rumah Sakit dr. Saiful Anwar
Malang yang Dilakukan Oleh :

Nama : Solihatul Hasanah

NIM : 1930046

Prodi : Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners Departemen
Keperawatan Maternitas, yang dilaksanakan pada tanggal 06 Januari 2020 – 18
Januari 2020, yang telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Malang, Januari 2020

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(.............................................) (.............................................)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Sectio Caesaria (SC)
a) Pengertian
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang
utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara
melakukan pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding
uterus untuk melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam
atau oleh karena keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang
mengharuskan kelahiran dengan cara segera sedangkan persyaratan
pervaginam tidak memungkinkan

b) Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000
gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1) CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin
yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan
yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul
menjadi abnormal.
2) PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3) KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu, sedangkan di bawah 36 minggu
4) Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi
yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5) Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.
6) Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
i. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
ii. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
iii. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan
dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi
letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong
berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

c) Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan
untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah
dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek
kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah
utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga
kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa
atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas
usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus.
Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh
energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga
menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko
terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi
yaitu konstipasi.
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
d) Pathway

Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan


Misalnya : plasenta previa sentralis / lateralis, panggul
sempit, disproporsi cephalo pelvic, ruptur uteri
mengancam, partus lama / tidak maju, preeklamsia,
distonia serviks, malpresentasi janin

Sectio Caesarea (SC) Kurang Informasi Ansietas

Insisi dinding
Luka post op. SC Tindakan anastesi
abdomen

Terputusnya
Risiko Infeksi Imobilisasi
inkonuitas jaringan,
pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar Intoleransi
daerah insisi Aktivitas

Merangsang Defisit
pengeluaran histamin Perawatan
dan prostaglandin Diri

Nyeri Akut
e) Jenis-jenis Operasi Sectio Caesaria (SC)
1) Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
i) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi
memanjang pada corpus uteri.
ii) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen
bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum
parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum
abdominalis.
2) Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
i) Sayatan memanjang (longitudinal)
ii) Sayatan melintang (tranversal)
iii) Sayatan huruf T (T Insisian)
3) Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10cm.
Kelebihan :
i) Mengeluarkan janin lebih memanjang
ii) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
iii) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
i) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak
ada reperitonial yang baik.
ii) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture
uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih
sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda.
Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi
pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC
profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri,
dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan
terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat
selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan
kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
4) Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
i) Penjahitan luka lebih mudah
ii) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
iii) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan isi uterus ke rongga perineum
iv) Perdarahan kurang
v) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri
spontan lebih kecil
Kekurangan :
i) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga
dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
ii) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

f) Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan
dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah
pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

g) Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,
misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi
terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi
dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru – paru
3) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini
lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

h) Penatalakasanaan
1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan
biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah
operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama
5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca
operasi.pasien bisa dipulangkan
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam
/ lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita
dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
(Manuaba, 1999)

2. Kehamilan Post Date


a) Pengertian
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari
atau 42 minggu lengkap. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu
di dapatkan dari perhitungan usia kehamilan, seperti rumus Naegele
atau dengan tinggi fundus uteri serial (Sarwono, 2008).
Kehamilan lewat waktu atau post date adalah kehamilan yang
berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih dihitung dari hari
pertama haid terakhir menurut Naegele dengan siklus rata – rata 28 hari
(arif, 2000).
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi 42 minggu
belum terjadi persalinan.
b) Etiologi
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipeercaya
merupakan kejadian perubahan endoktrin yang penting dalam
memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin. Sehingga menduga bahwa
terjadinya kehamilan karena berlangsungnya pengaruh progesteron.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan post
term memberi kesan bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peran penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut.
3. Teori Kortisol/ ACTH janin
Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen
selanjutnya berpengaruh pada meningkatnya produksi
prostaglandin. Kadar kortisol rendah merupakan tidak timbulnya
HIS.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari fleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak
terjadi tekanan pada fleksus ini seperti pada kelainan letak, tali
pusat pendek, dan bagian bawah maasih tinggi diduga sebagai
penyebab kehamilan posterm.
5. Heriditer
Morgen (1999) seperti dikutip dalam Cuningham, menyatakan
bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan post term saat
melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
permpuannya akan mengalami kehamilan pos term,
(Sarwono,2008)
6. Kurangnya air ketuban/Oligohidramnion
7. Insufisiensi plasenta
c) Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penurunan estriol dan plasental laktogen.
Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian
gawat janin dengan resiko 3 kali. Permasalahan kehamilan lewat waktu
adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga pemasakan
nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping adanya spasme arteri
spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia sampai kematian dalam
rahim. Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat
mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat
disebut dismatur, sebagian janin bertambah besar sehingga
memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan
metabolisme janin, jumlah air ketuban berkurang dan makin kental
menyebabkan perubahan abnormal jantung janin.
d) Pathway

Pelepasan oksitosin Hormon progesteron Saraf uterus abnormal Herediter Oligohidramnion

Kepekaan uterus terhadap Riwayat Kelainan pada janin


RAS
oksitosin berkurang Keluarga

Tidak ada kelenjar


Stimulus kontraksi uterus
hipofisis
terganggu

Kortisol janin tidak


Kontraksi uterus
diproduksi dengan baik
berlangsung lebih lambat

Tidak timbul HIS

Kehamilan lewat
Post Date bulan/>42 minggu

Pembedahan SC

Intoleransi Terputusnya kontinuitas jaringan Port de entris mikroorganisme


Aktivitas

Aktivasi pelepasan mediator kimia Resiko Infeksi

Stimulasi nosiseptor / Nerve ending

Cortex serebri dipersepsikan (lokasi)

Nyeri
e) Manifestasi Klinik
1. Keadaan klinis yang dapat ditemukan jarang ialah gerakan janin
yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali per 30 menit
atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali per 30 menit.
2. Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi
menjadi :
i. Stadium I, kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi
sehingga kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
ii. Stadium II, seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium
(kehijauan) di kulit.
iii. Stadium III, seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan
pada kuku, kulit dan tali pusat.

f) Pemeriksaan Penunjang
1. USG untuk menilai usia kehamilan, oligihidraminon, derajat
maturitas plasenta.
2. KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin
3. Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi
(tes tanpa tekanantes tanpa tekanandinilai apakah reaktif atau tidak
dengan tes tekanan oksitosin
4. Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20 %

g) Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting
adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan
spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
3. Kehamilan lewat waktu memerlukan pertolongan, induksi
persalinan atau persalinan anjuran. Persalinan induksi tidak banyak
menimbulkan penyulit bayi, asalkan dilakukan di rumah sakit
dengan fasilitas yang cukup.
Dalam pertolongan persalinan lewat waktu, pengawasan saat
persalinan induksi sangat penting karena setiap saat dapat terancam
gawat janin, yang memerlukan pertolongan segera.
Persalinan anjuran/induksi persalinan dapat dilakukan
dengan metode :
a. Persalinan anjuran dengan infuse pituitrin (sintosinon) 5
unit dalam 500 cc glukosa 5 %, banyak dipergunakan
i. Teknik induksi dengan infuse glukosa lebih sederhana, dan
mulai dengan 8 tts/mnt, dengan maksimal 40 tts/mnt.
Kenaikan tetesan setiap 15 menit sebanyak 4-8 tts sampai
kontraksi optimal tercapai.
ii. Bila dengan 30 tts kontraksi maksimal telah tercapai, maka
tetesan tersebut dipertahankan sampai terjadi persalinan.
Apabila terjadi kegagalan, ulangi persalinan anjuran
dengan selang waktu 24-48 jam.
b. Amniotomi
i. Memecah ketuban merupakan salah satu metode untuk
mempercepat persalinan. Setelah ketuban pecah, ditunggu
sekitar 4-6 jam dengan harapan kontraksi otot rahim akan
berlangsung.
ii. Apabila belum berlangsung kontraksi otot rahim dapat
diikuti induksi persalinan dengan infuse glukosa yang
mengandung 5 IU oksitosin.
c. Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin
i. Telah diketahui bahwa kontraksi otot rahim terutama
dirnagsang oleh prostaglandin sebagai induksi
persalinan dapat dalam bentuk infuse intravena
(Nalator) dan pervaginam (prostaglandin vagina
suppositoria)
ii. Prostaglandin sangat efektif untuk pematangan serviks
selama induksi persalinan.
iii. Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil,
dan periksa DJJ.
iv. Kaji ulang indikasi
v. Prostaglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg/gel 2-3
mg ditempatkan pada forniks posterior vagina dan dapat
diulangi 6 jam kemudian (jika his tidak timbul)
vi. Hentikan pemberian prostaglandin dan mualilah infuse
oksitosin, jika :
Ketuban pecah, pematangan serviks telah tercapai,
proses persalinan telah berlangsung, pemakaian
prostaglandin telah 24 jam.
d. Pemberian misoprostol
i. Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks
hanya pad kasus-kasus tertentu misalnya,
a) Pre-eklamsi berat/eklamsi dan serviks belum matang
sedangkan seksio sesarea belum dapat segera
dilakukan atau bayi terlalu premature untuk bisa
hidup.
b) Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu
belum inpartu dan terdapat tanda-tanda gangguan
pembekuan darah.
ii. Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks
posterior vagina dan jika his tidak timbul dapat diulangi
setelah 6 jam.
iii. Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberiaan 25 mcg,
naikkan dosis sampai 50 mcg tiap 6 jam
iv. Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai dan jangan
lebih dari 4 dosis/200 mcg.
v. Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian
rupture uteri. Oleh karena itu, hanya dikerjakan di
pelayanan kesehatan yang lengkap (ada fasilitas operasi)
vi. Jangan berikan oksitosin dalam 8 jam sesudah
pemberian misoprostol.
e. Kateter Foley
i. Kateter foley merupakan alternative lain disamping
pemberian prostaglandin untuk mematangkan serviks
dan induksi persalinan
ii. Jangan lakukan kateter foley jika ada riwayat
perdarhan, ketuban pecah, pertumbuhan janin
terlambat, atau infeksi vaginal.
iii. Kaji ulang indikasi
iv. Pasang speculum DTT di vagina
v. Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui serviks
dengan menggunakan forseps DTT. Pastikan ujung
kateter telah melewati ostium uteri internum
vi. Gembungkan balon kateter dan letakkan di vagina
vii. Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi
uterus atau sampai 12 jam.
viii. Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan
kateter, kemudian lanjutkan dengan infuse oksitosin.
ix. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memeriksa
kematangan servik, kalau sudah matang boleh
dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa
amniotomi
x. Bila riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin
dalam rahim, terjadi hipertensi, preeklamsi, kehamilan
ini adalah anak pertama karena infertilitas atau pada
kehamilan lebih dari 40-42 minggu, maka ibu dirawat
di rumah sakit.
xi. Tindakan operasi seksio sesarea dapat
dipertimbangkan pada insufisiensi plasenta dengan
keadaan serviks belum matang, pembukaan belum
lengkap, persalinan lama dan terjadi tanda gawat janin,
atau pada primigravida tua, kematian janin dalam
kandungan, pereklamsi, hipertensi menahun, anak
berharga (infertilitas dan kesalahan letak janin.
Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa
partus lama akan sangat merugikan bayi, janin
postmatur kadang-kadang besar, dan kemungkinan
disproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka
terhadap sedative dan narkosa, jadi pakailah anestesi
konduksi. Jangan lupa, perawatan neonatus
postmaturitas perlu dibawah pengawasan dokter anak

h) Komplikasi
1. Terhadap ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosia karena
aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar dan moulding (moulage)
kepala kurang.
Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak,
inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum. Hal ini akan
menaikkan angka morbiditas dan mortalitas.
2. Terhadap janin
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3
kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas
akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh post maturitas pad
janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap, dan
yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu . ada pula yang bisa
terjadi kematian janin dalam kandungan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Tanggal : tanggal dilakukan pengkajian
Jam : waktu dilakukan pengkajian
Tempat : tempat dilakukan pengkajian
No. Register : nomor urut yang ada di tempat pengkajian.
1. Data Subyektif
 Biodata
- Nama perlu dikaji sehubungan dengan membedakan pasien
atau supaya tidak terjadi kesalahan pasien.
- Umur perlu dikaji untuk mengetahui apakah ibu termasuk
dalam usia resiko tinggi untuk hamil.
- Agama perlu dikaji untuk mempermudah dalam melakukan
pendekatan di dalam asuhan kebidanan.
- Pendidikan perlu dikaji sehubungan dengan tingkat
penangkapan ibu terhadap pertanyaan yang diajukan, dan kie
yang diberikan oleh petugas.
- Pekerjaan perlu dikaji sehubungan dengan tingkat aktifitas
ibu dan social ekonominya.
- Penghasilan untuk mengetahui tingkat social ekonomi yang
dapat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi.
- Alamat untuk mempermudah jika melakukan kunjungan
rumah.
- Biodata suami untuk mengetahui tingkat social ekonomi
sehubungan dengan pemberian obat atau terapi.
 Keluhan utama
Ditanyakan untuk mengetahui masalah yang dihadapi ibu yang
dapat mempengaruhi jalannya persalinan, membuat intervensi.
 Riwayat haid
Untuk mengetahui HPHT dan TP, meliputi umur menarche,
siklus, jumlah darah serta adakah gangguan waktu haid,
misalnya: dismenorhe, siklus yang tidak teratur.
 Riwayat pernikahan
Untuk mengetahui riwayat pernikahan
 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Perlu dikaji untuk mengetahui kehamilan yang keberapa dan
bagaimana dengan persalinan yang lalu, ditolong siapa, jenis
persalinannya, tempat persalinan, bagaimana keadaan setelah
persalin, bagaimana keadaan bayi dan KB apa yang digunakan
setelah persalinan yang lalu.
 Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui berapa kali ANC selama hamil ini dan apa saja
yang diperoleh dari ANC.
 Riwayat kesehatan yang lalu
Untuk mengetahui ada tidaknya penyakit kroinis atau penyakit
menular misalnya DM, hipertensi yang dapat berpengaruh pada
kehamilannya.
 Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang sedang diderita
saat ini.
 Riwayat psikososial dan budaya
Untuk mengetahui keadaan kondisi klien dalam keluarga dan
lingkungan keluarga, mengetahui tradisi yang dianut klien yang
berpengaruh pada kehailan, persalinan, nifas, dan pertumbuhan
dan perkembangan janinnya.
 Riwayat spiritual
Untuk mengetahui kepecayaan dan agama yang dianut klien agar
lebih mudah melakukan pendekatan pada klien.
 Pola kebiasaan sehari-hari
- Pola nutrisi
Untuk mengetahui apakah nutrisi sudah terpenuhi apa belum
ada pantangan apa tidak.
- Pola eliminasi
Untuk mengetahui ibu berapa kali BAB dan BAK
- Pola istirahat
Untuk mengetahui waktu istirahat ibu dalam 24 jam
- Pola aktivitas
Aktivitas yang dilakukan apa saja, aktivitasnya berpengaruh
atau tidak terhadap kehamilannya
- Pola kebersihan (personal Hygiene)
Mengetahui tingkat kebersihan klien dengan dikaji berapa
kali mandi, ganti baju dan ganti celana dalam berapa kali
sehari.
- Pola hubungan seksual
Untuk mengetahui hubungan seksual yang dilakukan saat
hamil dapat berpengaruh apa tidak pada kehamilannya.
- Kebiasaan lain
Untuk mengetahui kebiasaan lain yang ddilakukan oleh ibu
yang dapat membahayakan kehamilannya seperti merokok,
minum alcohol dan jamu-jamuan.
2. Data Objektif
 Pemeriksaan umum
Untuk mengetahui keadaan pasien secara umum
K/U : Baik/cukup/lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : Normal 110/70 mmHg-120/80 mmHg
Kenaikan systole batasnya 15 mmHg
Kenaikan diastole batasnya 30 mmHg
Nadi : Normal 70-90 mmHg
Pernafasan : Normal 16-24 x/menit
Suhu Tubuh : Normal 36 oC-37 oC
BB : Pertambahan BB lebih dari ½ kg
perminggu diwaspadai kemungkinan PE,
hingga akhir kehamilan pertambahan BB
normal 9-10 kg.
TB : Kurang dari 145 waspadai CPD
 Pemeriksaan fisik
Inspeksi
rambut : warna, bersih/tidak, rontok/tidak,
lurus/ikal/keriting
kepala : tampak ada luka/tidak, tampak ada
benjolan/tidak
muka : pucat/tidak, bengkak/tidak, adakah cloasma
gravidarum, ekspresi wajah
mata : simetris/tidak, konjungtiva ka/ki pucat/tidak,
sclera ka/ki kuning/tidak
hidung : adakah pernafasan cuping hidung, adakah
pengeluaran scret/tidak, adakah pembesaran
polip
mulut : bibir pucat/tidak, kering/lembab,
stomatitis/tidak, caries/tidak
leher : apakah ada pembesaran kelenjar tyiroid
dada : adakah retraksi dinding dada, payudara
simetris/tidak, bersih/kotor, tegang/lembek
putting susu menonjol/mendatar/tenggelam,
ada benjolan atau tidak, hiperpigmentasi
perut : aerola/tidak, adanya pembesaran perut sesuai
kehamilan, ada strie/tidak, ada bekas
genetalia : operasi/tidak
bersih/tidak, adakah jaringan parut pada
anus : perineum, oedem/tidak
ekstermitas : adakah hemoroid
atas dan simetris/tidak, oedem/tidak
bawah
Palpasi
Leher : teraba pembesaran kelenjar tyroid/tidak,
teraba bendungan vena jugularis/tidak.
Payudara :
kolostrum keluar/tidak, ada nyeri tekan/tidak,
Abdomen : ada benjolan abnormal/tidak
sesuai usia kehamilan
Leopold I : menentukan TFU
Leopold II : menentukan letak janin
puka/puki
Leopold III : menentukan bagian terbawah
janin
Leopold IV : menentukan seberapa jauh
bagian terbawah, masuk PAP
Auskultasi
DJJ : berapa kali per menit, menentukan kesejahteraan
janin
Frekuensi : teratur/tidak/bagaimana kekuatannya
 Pemeriksaan penunjang
USG : untuk mengetahui kondisi janin
 Pemeriksaan khusus
VT : untuk mengetahui kemajuan persalinan.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d. Agen cedera fisik (trauma jalan lahir, episiotomi).
2. Risiko infeksi dengan faktor risiko pertahanan tubuh primer tidak
adekuat (integritas kulit di perinium tidak utuh)
3. Intoleransi aktivitas b.d proses pembedahan
4. Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan
5. Kurang pengetahuan: Perawatan post partum b.d. kurang terpapar
informasi
c. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
kerusakan jaringan  pain control, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
 comfort level presipitasi
DS:  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan keperawatan  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
DO: selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri dengan kriteria hasil:  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
- Tingkah laku berhati-hati  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit nyeri, mampu menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
atau gerakan kacau, menyeringai) nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Terfokus pada diri sendiri mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi menggunakan manajemen nyeri  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
dengan orang dan lingkungan)  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,  Tingkatkan istirahat
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, frekuensi dan tanda nyeri)  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
berulang-ulang) berkurang ketidaknyamanan dari prosedur
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan  Tanda vital dalam rentang normal  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi  Tidak mengalami gangguan tidur pertama kali
pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin
dalam rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif  Risk control
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan
keperawatan
lingkungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Malnutrisi selama…… pasien tidak mengalami infeksi
 Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk
- Peningkatan paparan lingkungan patogen dengan kriteria hasil:
umum
- Imonusupresi  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
- Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan  Menunjukkan kemampuan untuk
kandung kencing
Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi) mencegah timbulnya infeksi
- Penyakit kronik  Jumlah leukosit dalam batas normal
 Tingkatkan intake nutrisi

- Imunosupresi  Menunjukkan perilaku hidup sehat  Berikan terapi antibiotik:.................................


- Malnutrisi  Status imun, gastrointestinal,  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, genitourinaria dalam batas normal  Pertahankan teknik isolasi k/p
trauma jaringan, gangguan peristaltik)  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
 Tirah Baring atau imobilisasi  Toleransi aktivitas aktivitas
 Kelemahan menyeluruh  Konservasi eneergi  Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Ketidakseimbangan antara suplei oksigen Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
dengan kebutuhan selama …. Pasien bertoleransi terhadap  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
Gaya hidup yang dipertahankan. aktivitas dengan Kriteria Hasil : berlebihan
DS:  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik  Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi,
 Melaporkan secara verbal adanya kelelahan tanpa disertai peningkatan tekanan disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan
atau kelemahan. darah, nadi dan RR hemodinamik)
 Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat  Mampu melakukan aktivitas sehari  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
beraktivitas. hari (ADLs) secara mandiri  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
DO :  Keseimbangan aktivitas dan istirahat merencanakan progran terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
 Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi dilakukan
terhadap aktifitas  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial
 Perubahan ECG : aritmia, iskemia
 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ansietas berhubungan dengan NOC : NIC :
Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
perubahan status kesehatan, ancaman kematian, - Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
hospitalisasi Setelah dilakukan asuhan selama  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
……………klien kecemasan teratasi dgn prosedur
DO/DS: kriteria hasil:  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
- Insomnia  Klien mampu mengidentifikasi dan mengurangi takut
- Kontak mata kurang mengungkapkan gejala cemas  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
- Kurang istirahat  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan prognosis
- Berfokus pada diri sendiri menunjukkan tehnik untuk mengontol  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Iritabilitas cemas  Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
- Takut  Vital sign dalam batas normal
relaksasi
- Nyeri perut  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
 Dengarkan dengan penuh perhatian
- Penurunan TD dan denyut nadi tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
 Identifikasi tingkat kecemasan
- Diare, mual, kelelahan berkurangnya kecemasan
- Gangguan tidur  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Gemetar kecemasan
- Anoreksia, mulut kering  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
- Peningkatan TD, denyut nadi, RR ketakutan, persepsi
- Kesulitan bernafas  Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kurang Pengetahuan NOC: NIC :
Berhubungan dengan : keterbatasan kognitif,  Knowledge : disease process  Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya  Knowledge : health Behavior  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara
sumber-sumber informasi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan yang tepat.
selama …. pasien menunjukkan pengetahuan  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
DS: Menyatakan secara verbal adanya masalah tentang proses penyakit dengan kriteria hasil: penyakit, dengan cara yang tepat
DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku  Pasien dan keluarga menyatakan  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
tidak sesuai pemahaman tentang penyakit, kondisi,  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang
prognosis dan program pengobatan tepat
 Pasien dan keluarga mampu  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan
melaksanakan prosedur yang dijelaskan cara yang tepat
secara benar
 Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien
 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
dengan cara yang tepat
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
kesehatan lainnya
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta


: EGC

Herdman, Heather T. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-


2011. Jakarta : EGC.
Manjoer, arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Aesculapius.
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana


Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Prawirohajo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT bina pustaka.


Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Gramed

Wilkinson, M. Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai