DISUSUN OLEH :
NPM : 2021010164
2023
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS
Mahasiswa
SULASTRI NINGSIH
2021010164
NID : NIB :
LAPORAN PENDAHULUAN
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi Sectio Caesarea menant (Hary Oxorn dan William R. Forte,
2010) :
a) Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominum yang
aman sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan
sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan
sekalipun rongga Rahim tenniksi, maka insisi melintang
segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam
pelaksanaan obstetric
b) Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama
seperti insisi melintang, insi membujur dibuat dengan scalpel
dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindari
cedera pada bayi
c) Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel
kedalam dinding anterior uterus dan dilebarkan keatas serta
kebawah dengan gunting yang berujung tumpul. Diperlukan
luka insisi yang leber karena bayi sering dilahirkan dengan
bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan terus
ditutup dengan jahitan tiga lapis Pada masa modern ini hamper
sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio
Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen
atas adalah kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmenn
bawah.
d) Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk menghindari
perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami
infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisats yang
sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio Caesarea
Extraperitoneal, seperti made Waters, Latzko, dan Norton T.
teklinik poda prosedur im relative lebih sulit sering tanpa
sengaja masuk kedalam vacuum peritoneal dan isidensi cederu
vesicu urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh dibuang
tetapi tetap disimpan sebagai cadangan kasas-kasus tertentu.
Histerektomi Caesarea Pembedahan ini merupakan Sectio
Caesarea yang dilanjutkan dengan pengeluaran uterus. Jika
mungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap (histerektomi
totaly. Akan tetapi, karena pembedahan subtoral lebih mudah
dan dapatt dikerjakan lebih cepat, maka pembedahan subtoral
menjadi prosedur pilihan jika terdapat perdarahan bebat dan
pasien terjadi syok, atau jika pasien dalam keadaan jelek akibat
sebab-sebab lain. Pada kasus semacam ini lanjutan
pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin.
4. PATOFISIOLOGI
5. MANIFESTASI KLINIS
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu perawatan post operatif dan post partum,
manifestasi klinis Sectio Caesarea menurut Dongoes 20 yaitu :
Nyeri akibat ada luka pembedahan
Adanya luka inisi pada bagian abdomen
Fundus uterus terletak di umbilicus
Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750-1000
Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
Biasanya terpasang kateter urinarius h. Pengaruh anestesi dapat
menimbulkan mual dan muntah
Akibat nyeri teratas untuk melakukan pergerakan
Bonding attachment pada anak yang baru lahir
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea
adalah komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio
Caesarea, syok perdarahan, obstruksi gangguan pembekuan darah, dan
cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih, pembuluh
darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis
apalagi pada kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi
komplikasi pada bekas luka operasi (Anggi, 2015).
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi
yaitu infeksi jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena
banyak factor, seperti infeksi intrauteri adanya penyakit penyerta yang
berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tubo ofaria. apendiksitis
akut perfors, diabetes mellitus, gula darah tidak terkontrol kondisi
imuno kompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang
mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gizi buruk, termasuk
anemia berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga, alergi
pada materi benang yang digunakan dan kuman resisten terhadap
antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka
dalam minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya
kulit dan subkulit saja, bisa juga sampai fascia yang disebut dengan
bust abdomen. Umumnya, luka akan bernanah atau ada eksudat dan
berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat menyebar
melalui aliran darah luka yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat,
dibersihkan dan dilakukan kultur dari cairan luka tersebut. (Valleria,
2016).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
Penantian EKG
IDL dengan diferensial
Elektrolit
Hemoglobin/Hematokrit
Golongan Darah
urinalis
Amniocentesis terhadap muturitas paru janin sesuai indikasi
Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi
Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker, Susan martin, 1998. Dalam
buku Aplikasi Nanda 2015).
8. PENATALAKSANAAN
Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, munkas
pemberian cairan per intavena hans cukup banyak dan
mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,dehidrasi, atau
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan
biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL. secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfisi darah sesuai
Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita
flatu lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 sampai 8 jam pascu operasi, berupa air putih dan
air teh.
Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi: Miring kanan dan
kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan
pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar, Hari kechu post operasi, penderita daput
didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bemafis dalam lalu
menghembuskannya. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah
menjadi posisi setengah duchik (semifowler). Selanjutnya selamu
berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan pendarahan. Kateter hiasanya terpauung 24-48 jam /
lebih lama lagi tergantung jenis operasi dari keadaan penderita.
Pemberian obat-obatan Antibiotik cara pemilihan dan pemberian
antibiotik sangat berbeda-beda sesuai indikasi
Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan
ketopropen sup 2x24 melalui oral obat yang dapat diberikan
tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidine
90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobion 1 vit C.
Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah
dan berdarah harus dibuka dan diganti.
Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi, dan pernafasan
Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.
9. PERUBAHAN FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS POST
PARTUM
a) Perubahan fisiologis
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian
post partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE
yaitu termasuk Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi
usus), Bladder (kandung kemih), Lochia (lokia), Episiotomy
(episiotomi/perinium), Lower Extremity (ekstremitas bawah), dan
Emotion (emosi). Menurut Hacker dan Moore Edisi 2 adalah :
Involusi Rahim
Melalui proses katabolisme jaringan, berat rahim dengan cepat
menurun dari sekitar 1000gm pada saat kelahiran menjadi 50 gm
pada sekitar 3 minggu masa nifas. Serviks juga kehilangan
elastisnya dan kembali kaku seperti sebelum kehamilan. Selama
beberapa hari pertama setelah melahirkan, secret rahim (lokhia)
tampak merah (lokhia rubra) karena adanya eritrosit. Setelah 3
sampai 4 hari lokhia menjadi lebih pucat (lokhia serosa), dan
dihari ke sepuluh lokhea tampak berwarna putih atau kekuning
kuningan (lokhia alba).
Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang
hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal
saling menutup, yang menyebabkan rongga bagian tengah
merata. Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari pertama
setelah pelahiran, namun kemudian secara cepat ukurannya
berkurang oleh involusi. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
Uterus tempat plasenta
Pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir,
dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya
sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka
bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta
mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini
disebabkan karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di
bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di
tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu.
Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam
decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh
darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta hingga
terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lokia. (Martin,
Reeder, G., Koniak, 2014).
Afterpains
Merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan
dengan berbagai intensitas. Afterpains sering kali terjadi
bersamaan dengan menyusui, saat kelenjar hipofisis posterioir
melepaskan oksitosin yang disebabkan oleh isapan bayi.
Oksitosin menyebabkan kontraksi saluran lakteal pada payudara,
yang mengeluarkan kolostrum atau air susu, dan menyebabkan
otot otot uterus berkontraksi. Sensasi afterpains dapat terjadi
selama kontraksi uterus aktif untuk mengeluarkan bekuan bekuan
darah dari rongga uterus. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
Vagina
Meskipun vagina tidak pernah kembali ke keadaan seperti
seleum kehamilan, jaringan suportif pada lantai pelvis berangsur
angsur kembali pada tonus semula.
Perubahan system pencernaan
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini
terjadi karena pada waktu melahirkan sistem pencernaan
mendapat tekanan menyebabkan kolon menjadi kosong, kurang
makan, dan laserasi jalan lahir. (Dessy, T., dkk. 2009.).
System kardiovaskuler
Segera setelah kelahiran, terjadi peningkatan resistensi yang
nyata pada pembuluh darah perifer akibat pembuangan sirkulasi
uteroplasenta yang bertekanan rendah. Kerja jantung dan volume
plasma secara berangsur angsur kembali normal selama 2
minggu masa nifas.
Perubahan system perkemihan
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah
melahirkan sebagai respon terhadap penurunan estrogen.
Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli
sesudah bagian ini mengalami tekanan kepala janin selama
persalinan. Protein dapat muncul di dalam urine akibat perubahan
otolitik di dalam uterus (Rukiyah, 2010).
Perubahan psikososial
Wanita cukup sering menunjukan sedikit depresi beberapa hari
setelah kelahiran. "perasaan sedih pada masa nifas" mungkin
akibat faktor faktor emosional dan hormonal. Dengan rasa
pengertian dan penentraman dari keluarga dan dokter, perasaan
ini biasanya membaik tanpa akibat lanjut.
Kembalinya haid dan ovulasi
Pada wanita yang tidak menyusui bayi, aliran haid biasanya akan
kembali pada 6 sampai 8 minggu setelah kelahiran, meskipun ini
sangat bervariasi. Meskipun ovulasi mungkin tidak terjadi selama
beberapa bulan, terutama ibu ibu yang menyusui bayi, penyuluan
dan penggunaan kontrasepsi harus ditekankan selama masa nifas
untuk menghindari kehamilan yang tak dikehendaki.
Perubahan system musculoskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali (Mansyur, 2014).
b) Perubahan psikologis
Reva Rubin (1997) dalam Ari Sulistyawati (2009) membagi
periode ini menjadi 3 bagian, antara lain :
Taking In (istirahat/penghargaan), sebagai suatu masa
ketergantungan dengan ciri-ciri ibu membutuhkan tidur yang
cukup, nafsu makan meningkat, menceritakan pengalaman
partusnya berulang-ulang dan bersikap sebagai penerima,
menunggu apa yang disarankan dan apa yang diberikan.
Disebut fase taking in, karena selama waktu ini, ibu yang baru
melahirkan memerlukan perlindungan dan perawatan, fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pada fase ini ibu
lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif terhadap
lingkungannya disebabkan kare-na faktor kelelahan. Oleh
karena itu, ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala
kurang tidur. Di samping itu, kondisi tersebut perlu dipahami
dengan menjaga komunikasi yang baik.
Fase Taking On/Taking Hold (dibantu tetapi dilatih), terjadi
hari ke 3-10 post partum. Terlihat sebagai suatu usaha terhadap
pelepasan diri dengan ciri-ciri bertindak sebagai pengatur
penggerak untuk bekerja, kecemasan makin menguat, perubah-
an mood mulai terjadi dan sudah mengerjakan tugas keibuan.
Pada fase ini timbul kebutuhan ibu untuk mendapatkan
perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk
bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ibu mulai
terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan
juga bagi bayinya. Pada fase ini ibu berespon dengan penuh
semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih
tentang cara perawatan bayi dan ibu memi-liki keinginan untuk
merawat bay-inya secara langsung.
Fase Letting Go (berjalan sendiri di lingkungannya), fase ini
merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung setelah 10 hari postpartum, Periode ini
biasanya setelah pulang kerumah dan sangat dipengaruhi oleh
waktu dan perha-tian yang diberikan oleh keluarga. Pada saat
ini ibu mengambil tugas dan tanggung jawab terhadap per-
awatan bayi sehingga ia harus beradaptasi terhadap kebutuhan
bayi yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan
hubungan sosial.
LAPORAN ASUHAN KEPETAWATAN
PADA Ny.N POST SECTIO CAESAREA Dengan PEB
DISUSUN OLEH :
NPM : 2021010164
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS
Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea (SC) Pada Ny.N Dengan PEB
Mahasiswa
SULASTRI NINGSIH
2021010164
NID : NIB :