Anda di halaman 1dari 21

KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA NY. “Y” P₁₀₀₀₁ UK 39-40 MINGGU DENGAN POST
SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG PERAWATAN
RS AMELIA PARE KEDIRI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners Departemen Keperawatan


Maternitas

OLEH :
IRA YUNIARISTI
NIM : 202106109

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Ny. Y P₁₀₀₀₁ Uk 39-40


minggu dengan Post Sectio Caesarea (SC) di Ruang Perawatan RS Amelia Pare
Kediri. Pada tanggal 28 Maret - 02 April 2022 Oleh Mahasiswa Stikes Karya
Husada Kediri :

NAMA : IRA YUNIARISTI

NIM : 202106109

JUDUL : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Ny.


Y P₁₀₀₀₁ Uk 39-40 minggu dengan Post Sectio Caesarea
(SC) di Ruang Perawatan RS Amelia Pare

Mengetahui,

Ci Ruangan,
Pembimbing Akademi,

Widyasih Sunaringtyas, S.Kep.Ns.,M.Kep Ayu S.Kep)


(Siti Ngaisah, Widiastuti,
Widyasih Sunaringtyas, S.Kep.Ns., M.Kep
SST.Keb
NIDN. 0711087204
NIDN. 07110872

Mahasiswa,

(Ira Yuniaristi)
NIM : 202106109
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA

1.1 Konsep Dasar Sectio Caesarea


1.1.1 Definisi Sectio Caesarea (SC)
Secsio cesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya memotong.
Secsio Cesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Maryunani, 2014)
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah
irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran
melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi kendati cara ini
semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal (Mitayani, 2012). Sectio
Caesarea merupakan suatu persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan melalui insisi
pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta bobot janin diatas 500 gram (Solehati, 2015).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut. (amru sofian,2012). Sectio Caesarea
adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatann pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam Siti, dkk 2013)
1.1.2 Klasifikasi Sectio Caesarea (SC)
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut Manuaba ( 2012), meliputi :
1) Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan
dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kirra-kira sepanjang 10
cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina
apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
2) Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan
jika bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk
memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal
dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim.
3) Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin
dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan Rahim
4) Sectio Caesarea Ekstraperitonea
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang
pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di
atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan
faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk
memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara
ekstraperitoneum.
1.1.3 Etiologi Sectio Caesarea (SC)
Menurut Amin & Hardi (2013) operasi Sectio Caesarea dilakukan atas indikasi
sebagai berikut :
1) Indikasi yang berasal dari Ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik Disproportion
(disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan
yang parah, komplikasi kehamilan yaitu pre eklampsia dan eklampsia berat,
atas permitaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya) dan
kehamilan Tua atau lewat dari 40 minggu.
2) Indikasi yang berasal dari Janin
Fetal distress/ gawat janin, mal persentasi dan mal posisi kedudukan janin
seperti bayi yang terlalu besar (giant baby), kelainan letak bayi seperti
sungsang dan lintang, kelainan tali pusat dengan pembukaan kecil seperti
prolapsus tali pusat, terlilit tali pusat, adapun faktor plasenta yaitu plasenta
previa, solutio plasenta, plasenta accreta, dan vasa previa. Kegagalan
persalinan vakum atau forseps ekstraksi, dan bayi kembar (multiple pregnancy)
1.1.4 Manifestasi Klinis Sectio Caesarea (SC)
Perlu adanya perawatan yang lebih komprehensif pada ibu yang melahirkan
melalui persalinan sectio caesarea yaitu dengan perawatan post partum serta
perawatan post operatif. Manifestasi klinis sectio caesarea meliputi :
1. Nyeri yang disebabkan luka hasil bedah
2. Adanya luka insisi dibagian abdomen
3. Di umbilicus, fundus uterus kontraksi kuat
4. Aliran lokea, sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kurang lebih 600-800ml darah yang hilang selama proses pembedahan
6. Emosi yang labil ketidakmampuan menghadapisituai baru pada perubahan
emosional
7. Rata-rata terpasang kateter urinarius
8. Tidak terdengarnya auskultasi bising usus
9. Pengaruh anastesi dapat memicu mual dan muntah
10. Status pilmonary bunyi paru jelas serta vesikuler
11. Biasanya ada kekurangpahaman prosedur pada kelahiran SC yang tidak
direncanakan
12. Pada anak yang baru dilahirkan akan dibonding dan attachment
1.1.5 Patofisiologi Sectio Caesarea (SC)
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena ketidakseimbangan
ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, pre
eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang,
kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan
plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan
yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum keluar
dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan
perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea. (Sari, 2016).
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan normal
tidak memungkinkan dan akhirnya harus dilakukan tindakan Sectiocaesarea,
bahkan sekarang Sectio caesarea menjadi salah satu pilihan persalinan (Sugeng,
2010). Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yyang menyebabkan bayi
tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture sentralis
dan lateralis, panggul sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-eklamsi,
distoksia service dan malpresentasi janin, kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectiocaesarea (SC). Dalam proses operasinya
dilakukan tindakan yang akan menyebabkan pasien mengalami mobilisasi sehingga
akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara
dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktifitas
perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah deficit perawatan
diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan saraf-
saraf di daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post
operasii, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko
infeksi
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang Sectio Caesarea (SC)
Menurut Nanda (2015), terdapat bebrapa pemeriksaan penunjang yang harus
dilakukan setelah Sectio Caesarea (SC), yaitu :
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/ Hematokrit
6. Golonagn darah
7. Urinalis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi
10. Ultrasound sesuai pesanan
1.1.7 Penatalaksanaan Sectio Caesarea (SC)
Menurut (Hartanti, 2014), ibu post sectio caesarea perlu mendapatkan perawatan
sebagai berikut :
1.
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
1) Ruang Pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan dilakukan
palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat.
Selain itu, pemberian cairan intravena juga dibutuhkan karena 6 jam pertama
penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan intravena harus cukup
banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Wanita dengan berat badan rata-rata
dengan hematokrit kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah serta
cairan ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi kehilangan darah
sampai 2.000 ml.
2) Ruang Perawatan
a. Monitor tanda-tanda vital
Tanda – tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi, suhu,
pernafasan, jumlah urine, jumlah perdarahan dan status fundus uteri
b. Pemberian obat-obatan
Analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk menghilangkan
nyeri seperti tramadol, antraim, ketorolac. Pemberian antibiotik seperti
Ceftriaxone, Cefotaxime dan sebagaianya.
c. Terapi Cairan dan Diet
Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3 liter cairan
memadai untuk 24 jam pertama setelah dilakukan tindakan, namun apabila
pengeluaran urine turun, dibawah 30 ml/jam, wanita tersebut harus segera
dinilai kembali. Cairan yang biasa diberikan DS 1% gram dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar HB rendah
dapat diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. Pemberian cairan infus
biasanya dihentikan setelah penderita flatus, lalu dianjurkan untuk pemberian
minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-8 jam pasca operasi, berupa air putih.
d. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter umumnya dapat dilepas dalm waktu 12 jam pasca operasi atau
keesokan paginya setelah pembedahan dan pemberian makanan padat bisa
diberikan setelah 8 jam, bila tidak ada komplikasi.
e. Ambulasi dilakukan 6 jam pertM setelah operasi harus tirah baring dan hanya
bisa menggerakkan lengan,tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan
memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta
menekuk dan menggeser kaki. Latihan pernafasan dapat dilakukan sedini
mungkin setelah ibu sadar sambil tidur terlentang. Hari kedua post operasi,
pasien dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam
lalu menghembuskannya. Pasien dapat diposisikan setengah duduk atau semi
fowler. Selanjutnta pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari ke lima
pasca operasi.
f. Perawatan luka
Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit, bila balutan basah dan
berdarah harus segera dibuka dan diganti. Perawatan luka juga harus rutin
dilakukan dengan menggunakan prinsip steril untuk mencegah luka
terinfeksi.
g. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah diperlukan setiap pagi hari setelah pembedahan, untuk
mengukur hematokrit apabila terdapat kehilangan darah yang banyak pada
saat pembedahan atau terjadi oliguria atau tanda-tanda lain yang
mengisyaratkan hipovolemia
h. Menyusui
Menyusui dapat dimulai pada hari pasca operasi Sectio Caesarea.

1.1.8 Komplikasi Sectio Caesarea (SC)\


Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2012) komplikasi Sectio Caesarea adalah
sebagai berikut :
1.
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
1.9.
1. Infeksi Peurperal
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang
arteri ikut terbuka. Darah yang hilang lewat pembedahan Sectio Caesarea dua
kali lipat dibanding lewat persalinan normal.
3. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan embolisme paru.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea
Klasik.
Persalinan Sectio Caesarea juga dapat menimbulkan masalah keperawatan
pada ibu diantaranya nyeri bekas luka operasi, kelemahan, kerusakan integritas
kulit, hambatan mobilitas fisik, resiko infeksi, gangguan pola tidur.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


SECTIO CAESAREA (SC)

2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawattan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2009). Pengkajian merupakan
proses yang kontinu dilakukan setiap tahap proses keperawatan. Semua tahap proses
keperawatan tergantung pada pengumpulan data (informasi) yang lengkap dan
akurat. (Padila, 2015)
a) Anamnesis
1. Identitas umum
Identitas umum meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, sumber informasi, diterima dari, dan cara
dating
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa dirasakan klien postpartum adalah nyeri seprti
ditusuk-tusuk, panas, perih, mules, dan sakit pada jahitan perineum
(Mohamed & Saied, 2012)
b) Riwayat penyakit sekarang
Kapan timbul masalah, riwayat trauma, ppenyebab, gejala timbul tiba-
tiba/perlahan, lokasi, obat yang diiminum, dan cara penanggulanga
c) Riwayat penyakit keluarga
Meliputi penyakit yang pernah diderita keluarga baik penyakit kronis,
keturunan, maupun menular (Potter & Perry, 2009)
d) Riwayat seksualitas/reproduksi
Kebanyakan klien enggan diajak untuk berhubungan dengan pasangan.
Frekuensi untuk melakukan hubungan juga berkurang, karena pasien
masih merasakan sakit pada area bekas operasi.
1) Usia menarche, siklus haid, lama haid, haid terakhir
2) Masalah dalam mentruasi, apakah ibu pernah pap smear
3) Penggunan kontrasepsi sebelumnya (IUD, suntik, implant, oral)
4) Riwayat reproduksi
3. Pengkajian psikososial
Pengkajian factor emosional, perilaku, dan social pada masa pascapartum
memungkinkan perawat mengidentifikasi kebutuhan ibu dan keluarga
terhadap dukungan, penyuluhan, dan bimbingan antisipasi, respons mereka
terhadap pengalaman kehamilan dan persalinan dan perawatan pascapartum
dan faktor-faktor yang memengaruhi pengembanan tanggung jawabb menjadi
orang tua baru. Perawat juga mengkaji pengetahuan dan kemampuan ibu yang
terkait dengan perawatan diri, perawatan bayi baru lahir, dan pemeliharaan
kesehatan serta perasaan tentang diri dan gambaran dirinya
b) Pola Kesehatan sehari-hari
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan dan keletihan, keterbatasan dalam ambulasi, perubahan
pola istirahat, dan jam tidur pada malam hari, adanya faktor mempengaruhi
tidur misalnya nyeri dan ansietas.
2. Sirkulasi darah
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kurang lebih 600- 800 ml.
Volume darah menurun seperti sebelum hamil.
3. Integritas ego
Gejala : faktor stress ( keuangan, pekerjaan, dan perubahan peran) masalah
dalam penampilan, misalnya lesi dalam pembedahan, masalah tentang
keluarga, penolakan terhadap keadaan saat ini, perasaan tidak berdaya, putus
asa, tidak bermakna, rasa bersalah dan depresi. Tanda : ansietas, terjadi
penolakan, menyangkal, menarik diri, marah, harga diri rendah.
4. Eliminasi
Kateter urinarius mungkin terpasang dengan urine berwarna jernih pucat.
Pasien yang tidak terpasang kateter tetap dianjurkan untuk melakukan
kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pasca bedah kecuali jika pasien dapat buang
air kecil sebanyak 100 cc atau lebih dalam suatu jangka. Pasien kemungkinan
mengalami konstipasi dengan tanda adanya perubahan bising usus dan distensi
abdomen. Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan BAB dan BAK
meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi, bau serta masalah eliminasi (Anggraini,
2010). Pada klien post SC biasanya 2-3 hari mengalami kesulitan buang air
besar (konstipasi) hal ini dikarenakan ketakutan akan rasa sakit pada daerah
sekitar post operasi, takut jahitan terbuka karena mengejan (Handayani, 2011).
5. Nutrisi atau cairan
Gejala : membran mukosa yang kering ( pembatasan masukan atau periode
puasa pre operatif dan post operatif ) anoreksia, mual, muntah, haus.
Makanan bergizi terdapat pada sayur hijau, lauk pauk dan buah. Konsumsi
sayur hijau seperti bayam, sawi, kol dan sayur hijau lainnya menjadi sumber
makanan
bergizi. Untuk lauk pauk dapat memilih daging ayam, ikan, telur, dan
sejenisnya. Ibu post Sectio Caesarea harus menghindari makanan dan minuman
yang mengandung bahan kimia, pedas dan menimbulkan gas karena gas perut
kadang-kadang menimbulkan masalah sesudah Sectio Caesarea. Jika ada gas
dalam perut, ibu akan merasakan nyeri yang menusuk. Gerak fisik dan bangun
dari tempat tidur, pernapasan dalam, dan bergoyang dikursi dapat membantu
mencegah dan menghilangkan gas. (Simkin dkk, 2007 dalam Siti dkk, 2013
6. Neurosensori
Kerusakan gerakkan dan sensasi dibawah tingkatan anastesi spinal epidural.
Setalah 24 jam pasien boleh duduk, miring ke kanan, miring ke kiri serta
melipat kaki agar perdarahan lancar.
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
Terdapat beberapa cara untuk mengkaji klien dengan nyeri. Diantaranya adalah
(pengkajian PQRST)
8. Keamanan
Balutan abdomen tampak sedikit atau kering dan utuh. Jalur parenteral bila
digunakan, paten dan sisi bebas aritmia, bengkak dan nyeri tekan.
9. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Terjadi pengeluaran lokhea
yaitu lokhea rubra pada hari pertama sampai ke tiga masa post partum, lokhea
serosa pada hari kelima sampai hari ke sembilan post partum, serta lokhea alba
pada hari kesepuluh sampai enam minggu post partum.
10. Pembelajaran
Respon klien terhadap ketidaktahuan
11. Higiene
Dilakukan personal higiene yang mungkin dibantu oleh pihak keluarga karena
pasien belum mampu melakukan secara mandiri
c) Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa hari pasca partum
karena demam biasanya merupakan gejala awal infeksi. Suhu tubuh 38ºC
mungkin disebabkan oleh dehidrasi atau karena awitan laktasi dalam 2 sampaii
4 hari. Demam yang menetap atau berulang diatas angka ini pada 24 jam
pertama dapat menandakan adanya infeksi. Brakikardi merupakan perubahan
fisiologis normal selama 6 sampai 10 hari pascapartum dengan frekuensi nadi
40 sampai 70 kali/ menit. Frekuensi diatas 100 kali/menit (takikardi) dapat
menunjukkan adannya infeksi, hemoragi, nyeri, arau kecemasan. Nadi yang
cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi menunjukkan hemoragi,
syok, atau emboli.
Tekanan darah umumnya tetap dalam batasan normal selama kehamilam.
Wanita pascapartum dapat mengalami hipotensi ortostik karena diuresis dan
diaphoresis, yang menyebabkan pergeseran volume cairan kardiovaskuler.
Hipotensi menetap atau berat dapat merupakan tanda syok atau emboli.
Peningkatan tekanan darah menunjukkan hipertensi akibat kehamilan, yang
dapat muncul pertama kali pada masa pascapartum. Kejanng eklamsia
dilaporkan terjadi sampai lebih dari 10 hari pascaparum (Cuningham, et al ,
1993 dalam Sharon J, dkk 2011). Nadi dan tekanan darah diukur setiap 4
sampai 8 jam, kecuali jika ada penyimpangan dari nilai normal sehingga perlu
diukur lebih sering
2. Pernafasan
Menurut sholikah (2011) klien post operasi Secticaesarea terjadi peningkatan
pernafasan, lihat adannya tarikan dinding dada, frekuensi pernapasan, irama
nafas serta kedalaman bernapas
3. Kepala dan muka Amati kesimetrisan muka, amati ada atau tidaknya
hiperpigmentasi pada wajah ibu (cloasmagravidanum), amati warna dari
keadaan rambut, kaji kerontokan dan kebersiihan rambut, kaji pembengkakan
pada muka
4. Mata
Amati ada atau tidaknya peradangan pada kelopak mata, kesimetrisan kanan
dan kiri, amati keadaan konjungtiva (konjungtivitis atau anemis), sclera (ikterik
atau indikasi hiperbilirubin atau gangguan pada hepar), pupil (isokor kanan dan
kiri (normal), reflek pupil terhadap cahaya miosis atau mengecil, ada atau
tidaknya nyeri tekan atau peningkatan tekanan intraokuler pada kedua bola
mata
5. Hidung
Amati keadaan septum apakah tepat di tengah, kaji adanya masa abnormal
dalam hidung dan adanya skret, kaji adanya nyeri tekan pada hidung
6. Telinga
Amati kesimetrisan, warna dengan daerah sekitar, ada atau tidaknya luka,
kebersihan telinga amati ada tidaknya serumen dan otitis media
7. Mulut
Amati bibir apa ada kelainan kogenital (bibir sumbing), warna, kesimetrisan,
sianosis atau tidak, pembengkakan, lesi, amati adanya stomatitis pada mulut,
amati jumlah dan bentuk gigi, warna dan kebersihan gigi
8. Leher
Amati adanya luka, kesimetrisan dan masa abnormal, kaji adanya distensi vena
jugularis, dan adanya pembesaran kelenjar tiroid
9. Paru-paru
Kesimetrisan bentuk/postur dada, gerakann nafas (frekuensi irama, kedalaman,
dan upaya pernafasan/pengggunaan otot- otot bantu pernafasan), warna kulit,
lesi, edema, pembengkakan/penonjolan, kaji pergerrakan dada, massa dan lesi,
nyeri, tractile fremitus apakah normal kanan dan kiri, perkusi (normalnya
berbunyi sonor), kaji bunyi (normalnya kanan dan kiri terdengar vesiikuler)
10. Cardiovaskuler
Terjadi peningkatan frekuensi nadi, irama tidak teratur, serta peningkatan
tekanan darah
11. Payudara
Pengkajian payudara selama masa pascapartum meliputu inspeksi ukuran,
bentuk, warna, dan kesimetrisan serta palpasi konsistensi apakah ada nyeri
tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama
pascapartum, payudara tidak banyak berubah kecil kecuali skresi kolostrum
yang banyak. Pada ibu menyusui, saat ASI mulai diproduksi, payudara menjadi
lebih besar, keras, dan hangat dan mungkin terasa berbenjol-benjol atau
bernodul. Wanita sering
mengalami ketidaknyamanandengan awitan awal laktasi. Pada wanita yang
tidak menyusui, perubahan ini kurang menonjol dan menghilang dalam
beberapa hari. Banyak wanita mengalami pembengkakan nyata seiring dengan
awitan menyusui. Payudara menjadi lebih besar dan teraba keras dan tegang,
dengan kulit tegang dan mengkilap serta terlihatnya pembesaran vena berwarna
biru. Payudara dapat terasa sangat nyeri dan teraba panas saat disentuh
12. Abdomen
Apakah kembung, asites, terdapat nyeri tekan, lokasi massa, lingkar abdomen,
bising usus, tampak linea nigra attau alba, striae livida atau albican, terdapat
bekas luka operasi Sectio caesarea. (Anggraini, 2010) mengkaji luka jahitan
post
Sectiocaesarea yang meliputi kondisi luka (melintang atau membujur, kering
atau basah, adanya nanah atau tidak), dan mengkaji kondisi jahitan (jahitan
menutup atau tidak, terdapat tanda-tanda infeksi serta warna kemerahan pada
sekitar area jahitan luka post Sectiocaesarea atau tidak)
13. Ekstermitas bawah
Pengkajian pascapartum pada ekstermitas bawah meliputi inspeksi ukuran,
bentuk, kesimetrisan, warna, edema, dan varises. Suhu dan pembengkakan
dirasakan dengan palpasi. Tanda-tanda tromboflebitis adalah bengkak
unilateral,
kemerahan, panas, dan nyeri tekan, biasanya terjadi pada betis. Trombosis pada
vena femoralis menyebabkan nyeri dan nyeri tekan pada bagiian distal paha
dan daerah popliteal. Tanda homan, muncunya nyeri betis saat gerakan
dorsofleksi
14. Genetalia
Melihat kebersihan dari genetalia pasien, adanya lesi atau nodul dan mengkaji
keadaan lochea. Lochea yang berbau menunjukkan tanda-tanda resiiko infeksi.
(Handayani, 2011)

2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Digunakan sebagai landasan untuk pemiliihan intervensi guna mencapai hasil yang
menjadi tanggung jawab perawat. Diagnosa keperawatan perlu dirumuskan setelah
melakukan analisa data dari hasil pengkajian untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan yang melibatkan klien beserta keluarganya. Dengan demikian asuhan
keperawatan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan yakni memenuhi kebutuhan
fisik, emosi atau psikologis, tumbuh kembang, pengetahuan atau intelekual, social
dan spiritual yang didapatkan dari pengkajian. (Wilkins & Williams, 2015)
1. Ketidaknyamanan Pasca Partum (D.0075)
2. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
3. Gangguan integritas Kulit (D.0129)
4. Risiko Infeksi (
5. Defisit pengetahuan (D.0111)
6. Ansietas (
7. Menyusui tidak efektif (D.0029)
8. Perfusi perifer tidak efektif (
9. Hipovolemi (D.0036)
10. Konstipasi (

2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1. Ketidaknyamanan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
Pasca Partum tindakan keperawatan Observasi
(D.0075) diharapkan masalah 1. Identifikasi lokasi,
Ketidaknyamanan karakteristik, durasi, frekuensi,
Pasca Partum dapat kualitas, intensitas nyeri
berkurang dengan 2. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: 3. Identifikasi respons nyeri non
1. Keluhan tidak verbal
nyaman meningkat 4. Identifikasi faktor yang
2. Meringis meningkat memperberat dan memperingan
3. Luka episiotomi nyeri
meningkat Terapeutik
4. Kontraksi uterus 1. Berikan teknik farmakologis
meningkat untuk mengurangi rasa nyeri
5. Payudara bengkak (teknik relaksasi napas dalam
menurun dan distraksi)
6. Keluhan nyeri 2. Fasilitasi istirahat dan tidur
menurun Edukasi
7. Meringis menurun 1. Jelaskan penyebab, periode,
8. Sikap protektif dan pemicu nyeri
menurun 2. Jelaskan strategi meredakan
9. Gelisah menurun nyeri
10. Kesulitan tidur 3. Anjurkan memonitor nyeri
menurun secara mandiri
11. Perineum terasa 4. Anjurkan menggunakan
tertekan menurun analgetik secara tepat
12. Frekuensi nadi 5. Ajarkan teknik
membaik nonfarmakologis untuk
13. Tekanan darah mengurangi rasa nyeri
membaik Kolaborasi
14. Pola tidur membaik 1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Perawatan Pasca Persalinan


(I.07225)
Observasi
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Monitor keadaan luka (mis
warna, jumlah, baud an bekuan)
3. Periksa perineum atau robekan
4. Monitor nyeri
5. Monitor status pencernaan
6. Identifikasi kemampuan ibu
merawat bayi
7. Identifikasi adanya masalah
adaptasi psikologi
Terapeutik
1. Dukung ibu melakukan
ambulasi dini
2. Berikan kenyamanan pada ibu
3. Fasilitasi ibu berkemih secara
normal
4. Fasilitasi ikatan tali kasih ibu
dan bayi secara optimal
5. Diskusikan kebutuhan aktivitas
dan intirahat selama masa post
partum
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala nifas
pada ibu dan keluarga
2. Jelaskan pemeriksaan pada ibu
dan bayi secara rutin
3. Ajarkan cara perawatan
perineum yang tepat
4. Ajarkan ibu mengatasi nyeri
secara nonfarmakologis

2. Risiko Infeksi Ekspektasi menangani Pencegahan Infeksi


(D.0142) masalah Risiko Infeksi Observasi
menurun dengan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
kriteria hasil: local dan sistemik
Tingkat Infeksi Terapeutik
L.14137 1. Cuci tangan sebelum dan
1. Demam menurun sesudah kontak dengan pasien
2. Nyeri menurun dan lingkungan pasien
3. Bengkak menurun 2. Pertahankan tehnik aseptik pada
4. Cairan berbau pasien beresiko tinggi
busuk menurun Edukasi
5. Kadar sel darah 1. Jelaskan tanda gejala infeksi
putih membaik 2. Ajarkan cara mencuci tangan
6. Nafsu makan dengan benar
meningkat 3. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka
4. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu

3. Gangguan pola Setelah dilakukan Dukungan tidur (I.05174)


tidur (D.0055) tindakan keperawatan Observasi
diharapkan pola tidur 1. Identifikasi pola aktifitas dan
membaik dengan tidur
kriteria hasil: 2. Identifiksi faktor pengganggu
1. Keluhan sulit tidur tidur Terapeutik
meningkat Terapeutik
2. Keluhan tidak puas 1. Tetapkan jadwal tidur rutin
tidur meningkat 2. Lakukan prosedur untuk
3. Keluhan istirahat meningkatkan kenyamanan
tidak cukup Edukasi
meningkat 1. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
4. Defisit Setelah dilakukan Edukasi kesehatan (I.12383)
pengetahuan tindakan keperawatan Terapeutik
(D.0111) diharapkan masalah 1. Sediakan materi dan media
Tingkat Pengetahuan pendidikan kesehatan
membaik dengan 2. Jadwalkan pendidikan
kriteria hasil: kesehatan sesuai kesepakatan
1. Perilaku sesuai 3. Berikan kesempatan untuk
anjuran meningkat bertanya
2. Kemampuan Edukasi
menjelaskan 1. Ajarkan perilaku hidup bersih
pengetahuan tentang dan sehat
suatu topik Ajarkan strategi yang dapat
meningkat digunakan untuk
3. Perilaku sesuai meningkatakan perilaku hidup
dengan pengetahuan bersih dan sehat
meningkat
4. Pertanyaan tentang
masalah yang
dihadapi menurun
5. Perilaku membaik

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien. Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2013)
Pelaksanaan atau implementasi adalah serangkaian tindakan perawat pada keluarga
berdasarkan perencanaan sebelumnya.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun. Perawat membentuk
pasien mencapai tujuan yang diharapkan, oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik ini dilaksanakan untuk memodifikasi faktofaktor yang memengaruhi maslah
kesehatan pasien. Tujuan dari pelaksanaan ini adalah membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama tahap
pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien. Semua tindakan
keperawatan dicatat kedalam format yang telah ditetapkan oleh institusi.

2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan sebagai penilaian status klien dari efektivitas tindakan
dan pencapaian hasil yang diidentifikasi terus pada setiap langkah dalam proses
keperawatan, serta rencana perawatan yang telah dilaksanakan (NANDA, 2015)
Evaluasi merupakan tahap integral pada proses keperawatan. Apa yang kurang dapat
ditambahkan, dan apabila mendapatkan kasus baru mampu diselesaikan dengan
baik, maka hal itu disebut sebagai keberhasilan atau temuan sebuah penelitian.
Evaluasi bisa dimulai dari pengumpulan data, apakah masih perlu direvisi untuk
menentukan, apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi, dan
apakah perilaku yang diobservasi susah sesuai. Diagnosa juga perlu di evaluasi
dalam hal keakuratan dan kelengkapannya
Tahap ini dilakukan sesuai dengan formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah
evaluasi yang dilakukan selama proses asahun keperawatan, sedangkan evaluasi
sumatif adalah evaluasi akhir
Untuk dilakukam evaluasi, ada baiknya disusun dengan menggunakan SOAP secara
operasional :
S : adalah berbagai persoalan yang disampaikan oleh keluarga setelah dilakukan
tindakan keperawatan. Misalnya yang tadinya dirasakan sakit, kini tidak sakit lagi
O : adalah berbagai pesoalan yang ditemukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan. Misalnya, berat badan naik 1 kg dalam 1 bulan
A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang
terkait dengan diagnosis
P : adalah perencanaan direncanakan kembali setelah mendapatkan hasil dari
respons keluarga pada tahap evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

NANDA. 2015. Buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC.

Mansyur, N. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Malang : Selaksa Medika.

Maritalia, D. 2017. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. (S. Riyadi, Ed.). Yogyakarta: Gosyen
Publishing.

Masriroh, Siti. 2013. Keperawatan obstetri. Jakarta : EGC.

Nugroho, T., dkk. 2014. Buku ajar asuhan kebidanan nifas (askeb 3). Yogyakarta : Nuha
Medika.
Reeder, S.J., Martin, L.L. & Koniak-Griffin, D. 2014. Keperawatan Maternitas: Kesehatan
Wanita, Bayi, & Keluarga, Volume 2, Edisi 18. Jakarta: EGC.

Rukiyah, A.Y., Yulianti, L., & Liana M. 2013. Asuhan kebidanan III (nifas). DKI Jakarta:
CV. Trans Info Media.

PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan (cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Walyani, E. S. W dan Purwoastuti, E. 2017. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.
Yogyakarta. Pustakabarupress.

Anda mungkin juga menyukai