ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. S 41 Thn P1102 Ab100 POST SECTIO
CAESAREA MOW II DENGAN INDIKASI PE DI RUANG BRAWIJAYA RSUD
KANJURUHAN KABUPATEN MALANG
DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MATERNITAS
OLEH :
Nama : Friski Ayu Lestari Putri
NIM : 202210461011051
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. S 41 Thn P1102 Ab100 POST SECTIO
CAESAREA MOW II DENGAN INDIKASI PE DI RUANG BRAWIJAYA RSUD KANJURUHAN
KABUPATEN MALANG
DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MATERNITAS
KELOMPOK 14
PENDAHULUAN
Sectio Caesarea adalah prosedur pembedahan yang digunakan untuk melahirkan bayi melalui
sayatan yang dibuat pada perut dan rahim ibu (Penny, Janet, dan Ann, 2008). Sectio Caesarea adalah
suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono,
2009).
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan
pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau
lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-
komplikasi kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal (Mitayani, 2012).
Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan melalui insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin diatas 500
Menurut Amin & Hardi (2013) operasi Sectio Caesarea dilakukan atas indikasi sebagai
berikut :
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik Disproportion (disproporsi
janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, ketidakseimbangan
ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, komplikasi kehamilan
yaitu pre eklampsia dan eklampsia berat, atas permitaan, kehamilan yang disertai penyakit
(jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
terlalu besar (giant baby), kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kelainan tali pusat
dengan pembukaan kecil seperti prolapsus tali pusat, terlilit tali pusat, adapun faktor
plasenta yaitu plasenta previa, solutio plasenta, plasenta accreta, dan vasa previa. kegagalan
persalinan vakum atau forseps ekstraksi, dan bayi kembar (multiple pregnancy).
Sedangkan menurut Sagita (2019), indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram> Dari beberapa faktor Sectio Caesarea diatas dapat
1. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran
kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang
merupakan jalan yang harus dilalau oleh janin ketikaakan lahir secara normal. Bentuk panggul
yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam
proses persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang
2. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi
dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan perinatal paling penting dalam
ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
3. KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
4. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga
5. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali
1) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemerikasaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
2) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. Presentasi dahi,
posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah
b. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis
letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi
1. Janin mati
2. Syok
3. Anemia berat
Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan post Sectio Caesarea
antara lain :
tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi
dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan
letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta
yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia lanjut,
persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam
24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea. (Sari, 2016)
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan dilakukan dengan
sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan vertikal pada
segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian bawah rahim tidak
berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal.
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin dilahirkan dengan
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang pasien yang
sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan yang lama.
Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan fasia abdomen sementara peritoneum
dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat
Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2012) komplikasi Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut :
1. Infeksi Peurperal
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas,
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut
terbuka. Darah yang hilang lewat pembedahan Sectio Caesarea dua kali lipat dibanding lewat
persalinan normal.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus,
sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih
Persalinan Sectio Caesarea juga dapat menimbulkan masalah keperawatan pada ibu
diantaranya nyeri bekas luka operasi, kelemahan, kerusakan integritas kulit, hambatan mobilitas
Menurut (Hartanti, 2014), ibu post sectio caesarea perlu mendapatkan perawatan sebagai
berikut :
1. Ruang Pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan dilakukan palpasi fundus
uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian cairan
intravena juga dibutuhkan karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan intravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Wanita dengan berat badan
rata-rata dengan hematokrit kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah serta cairan
ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi kehilangan darah sampai 2.000 ml.
2. Ruang Perawatan
Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan,
b. Pemberian obat-obatan
Analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk menghilangkan nyeri seperti,
sebagainya.
Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3 liter cairan memadai untuk
24 jam pertama setelah dilakukan tindakan, namun apabila pengeluaran urine turun,
dibawah 30 ml/jam, wanita tersebut harus segera dinilai kembali. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 1%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah dapat diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan. Pemberian cairan infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus, lalu
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-8 jam pasca operasi, berupa air
putih.
Kateter umumnya dapat dilepas dalam waktu 12 jam pasca operasi atau keesokan paginya
setelah pembedahan dan pemberian makanan padat bisa diberikan setelah 8 jam, bila tidak
ada komplikasi.
e. Ambulasi
Ambulasi dilakukan 6 jam pertama setelah operasi harus tirah baring dan hanya bisa
menggerakan lengan, tangan, menggerakan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,
mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6
jam pertama dapat dilakukan miring kanan dan kiri. Latihan pernafasan dapat dilakukan
sedini mungkin setelah ibu sadar sambil tidur telentang. Hari kedua post operasi, pasien
dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
Selanjutnya pasien dianjurkan untuk belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke tiga sampai hari ke lima pasca operasi.
f. Perawatan Luka
Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit, bila balutan basah dan berdarah harus
segera dibuka dan diganti. Perawatan luka juga harus rutin dilakukan dengan
menggunakan prinsip steril untuk mencegah luka terinfeksi.
g. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah diperlukan setiap pagi hari setelah pembedahan, untuk mengukur
Hematokrit apabila terdapat kehilangan darah yang banyak pada saat pembedahan atau
h. Menyusui
Menurut Martowirjo (2018), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada ibu Sectio
janin.
8. Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin terhadap gerakan/stres dari pola
3 Nyeri Akut Tingkat nyeri (L. 08066) Manajemen nyeri (I. 08238)
Setelah dilakukan Observasi:
intervensi selama 1x4 jam
maka Tingkat nyeri
menurun, dengan kriteria - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri 4
- Identifikasi respon nyeri non verbal
(cukup menurun) - Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri
2. Meringis 4
Terapeutik:
(cukup menurun)
Berikan teknik nonfarmakologi untuk
3. Pola Nafas 4 mengurangi rasa nyeri (nafas dalam)
(cukup membaik)
Preeklamsi adalah suatu kondisi spesifik kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Umumnya
terjadi pada trimester ke III, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang
biasanya, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Tekanan sistolik meningkat lebih 15 mmHg atau lebih
atau mencapai 90 mmHg dan adanya 300 mg atau lebih protein urine per 24 jam atau 30 mg/dL (1+
pada dipstik) dalam sampel urine acak. Derajat proteinuria dapat sangat berfluktuasi dalam periode 24
2.2 Etiologi
defisiensi diet, keberadaan senyawa vasoaktif, dan disfungsi endotelial. Beberapa ahli berpendapat
bahwa plasentasi abnormal berperan dalam hal ini. Pada kehamilan normal, arteri spiral plasenta
membentang melalui sepertiga dinding miometrium. Pada kehamilan preeklamsi, arteri spiral plasenta
tidak cukup kuat menginvasi dinding uterus (Sinclair, 2009). Penyebab timbulnya preeklampsia pada
ibu hamil belum diketahuisecara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola
(Maryunani, 2009).
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori yang
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut
(penyakit teori), namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Adapun teori-teori
1. Teori genetik
Berdasarkan teori ini, komplikasi hipertensi pada kehamilan dapat diturunkan pada anak
2. Teori imunologis
Hasil konsepsi merupakan allegraf atau benda asing tidak murni karena sebagian genetiknya
berasal dari sel maternal, sehingga sebagian besar kehamilan berhasil dengan baik sampai aterm
dan mencapai well health mother dan well born baby. Unsure benda asing hanya berasal dari pihak suami
c. Terjadi kegagalan invasi-migrasi sel trofoblas masuk ke dalam arteri miometrium. Hal ini dapat
menyebabkan arterioli tidak dipengaruhi oleh sistem hormonal plasenta untuk dapat
Teori ini merupakan teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab preeclampsia. Seperti
dikemukakan bahwa pada kehamilan normal, arteria spiralis yang terdapat pada desidua mengalami
pergantian sel dengan trofoblas endovascular yang akan menjamin lumennya tetap terbuka untuk
memberikan aliran darah tetap, nutrisi cukup dan O2 seimbang. Destruksi penggantian ini
seharusnya pada trimester pertama, yaitu minggu ke 16 dengan perkiraan pembentukan plasenta
telah berakhir.
Invasi endovascular trofoblas terus berlangsung pada trimester kedua dan masuk ke dalam
arteria miometrium. Hal ini menyebabkan pelebaran dan tetap terbukanya arteri sehingga
kelangsungan aliran darah, nutrisi dan O2 tetap terjamin. Hal tersebut diperlukan untuk tumbuh
Invasi trimester kedua pada preeklamsia dan eklamsia tidak terjadi sehingga hambatan pada
saat memerlukan tambahan aliran darah untuk memberikan nutrisi dan O2 dan menimbulkan
situasi iskemia regio uteroplasenter pada sekitar minggu ke-20. Keadaan ini dapat menerangkan
khususnya endothelium pembuluh darah dan korteks renalis. Dengan dominannya prostasiklin,
vasodilatasi pembuluh darah akan terjadi sehingga aliran darah menuju sirkulasi retroplasenter
Selain itu, dibentuk juga tromboksan A2 oleh sel trofoblas dan trombosit yang berfungsi
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah. Oleh karena itu, autoregulasi aliran darah menuju
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam patogenesis
terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan
meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar
fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat
5. Teori diet
Peranan kalsium dalam hipertensi dalam kehamilan sangat penting diperhatikan karena
kekurangan kalsium dalam diet dapat memicu terjadinya hipertensi. Kalsium berfungsi untuk
membantu pertumbuhan tulang dan janin, mempertahankan konsentrasi dalam darah pada
aktivitas kontraksi otot. Kontraksi otot pembuluh darah sangat penting karena dapat
ditariknya kalsium dari tulang dan otot. Keluarnya kalsium dari otot dapat menimbulkan:
hipertensi.
90mmHg, kenaikan 14mmHg diatas tekanan biasa,tekanan darah yang meninggi ini
b. Proteinuria sebesar 300mg/dl dalam 24 jam atau > 1gr/I secara random ddengan memakai
contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada dua waktu dengan jarak 6jam karena kehilangan
c. Edema dependent, bengkak dimata, wajah, jari, bunyi pulmonal tidak terdengar. Edema timbul
dengan didahului penambahan berat badan 1/2kg/> 1 kg dalam seminggu atau lebih.
Tambahan berat badan yang banyak ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160mmHg dan diastolic > 110mmHg pada 2 kali pemeriksaan yang
b. Proteinuria ≥ 5gr dalam urine 24 jam atau > +3 pada pemeriksaan diagnostic setidaknya pada
2 kali pemriksaan acak menggunakan contoh urin yang diperoleh cara bersih dan berjarak
setidaknya 4 jam
3. Eklamsia
a. Kejang-kejang/ koma
c. Nyeri epigastrium
e. Mual, muntah
2.4 Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola
sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola
dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi
tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema
yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah terbentuknya angiotensin atau renin yang bisa
mengubah angiotensi I dan II atau angiotensin converting enzyme (ACE). ACE memgang peran fisiologis
yang penting dalam mengatur tekanan darah, mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon renin akan diubah angiotensin I yang terdapat di ginjal. Kemudian diubah
lagi menjadi angiotensin II oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin II inilah yang memiliki
peranan dalam menaikan tekanan darah abidin, 2009 dalam (Kustiyaningrum, 2012). Selain itu, adanya
terdapat volume cairan ekstraseluler akan diencerkan dengan menarik cairan meningkatkan terjadinya
diuresis. Akibatnya, volume meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah
2.5 Penatalaksanaan
1. Tujuan pengobatan
d. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit jangan sampai menyebabkan penyakit pada
2. Dasar pengobatan
a. Istirahat
f. Induksi persalinan
a. TD ≤ 140/90mmHg
c. Penambahan berat badan 1kg/lebih dalam 1 minggu harus dilakukan observasi yang teliti.
d. Sakit kepala, gejala, penglihatan dan edema jaringan dan kelopak mata
i. Pemeriksaan darah
k. Sebagai pengobatan diberikan luminal 4x30MgSO4 kalau ada edema dapat diberikan NH4CI
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu
atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan
seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involus (Maritalia, 2012).
1. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa pemulihan awal dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri
dan berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan per vagina tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama
2. Puerperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara berangsur-angsur akan kembali
ke keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama kurang lebih enam minggu atau 42
hari.
3. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama bila
ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Rentang waktu remote
puerperium berbeda untuk setiap ibu, tergantung dari berat ringannya komplikasi yang
Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis. Setelah keluarnya plasenta, kadar
sirkulasi hormon HCG (human chorionic gonadotropin), human plasental lactogen, estrogen dan
progesteron menurun. Human plasental lactogen akan menghilang dari peredaran darah ibu
dalam 2 hari dan HCG dalam 2 mingu setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesteron
hampir sama dengan kadar yang ditemukan pada fase follikuler dari siklus menstruasi berturut-
turut sekitar 3 dan 7 hari. Penarikan polipeptida dan hormon steroid ini mengubah fungsi seluruh
sistem sehingga efek kehamilan berbalik dan wanita dianggap sedang tidak hamil (Walyani, 2017)
Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu masa nifas menurut Maritalia (2012) dan
a. Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan berotot, berbentuk seperti
buah alpukat yang sedikit gepeng dan berukuran sebesar telur ayam. Panjang uterus sekitar 7-
8 cm, lebar sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2, 5 cm. Letak uterus secara fisiologis adalah
anteversiofleksio. Uterus terbagi dari 3 bagian yaitu fundus uteri, korpus uteri, dan serviks
uteri. Menurut Walyani (2017) uterus berangsur- angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
1) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr.
2) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan berat uterus
750 gr.
3) Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba pertengahan pusat dengan simpisis,
4) Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan berat
5) Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gr.
Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran dan konsistensi antara lain:
Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau dibawah umbilikus dan
apakah fundus berada digaris tengah abdomen/ bergeser ke salah satu sisi.
Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus dengan jumlah lebar
b. Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga disebut juga
sebagai leher rahim. Serviks menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan
keluarnya janin dan uterus menuju saluran vagina pada saat persalinan. Segera setelah
persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong. Hal ini disebabkan oleh korpus
uteri yang berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi
merah kehitaman karena mengandung banyak pembuluh darah dengan konsistensi lunak.
Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati oleh tangan pemeriksa. Setelah 2
jam persalinan serviks hanya dapat dilewati oleh 2-3 jari dan setelah 1 minggu persalinan hanya
c. Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus dengan tubuh bagian luar.
Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain dengan ukuran panjang ± 6, 5
cm dan ± 9 cm. Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta pereganganan
yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses
tersebut, vagina tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur- angsur akan muncul kembali.
Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan lahir dan merupakan saluran yang
menghubungkan cavum uteri dengan tubuh bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai saluran
tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari cavum uteri selama masa nifas yang disebut
lochea.
Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah segar barcampur sisa- sisa selaput
ketuban, sel- sel desidua, sisa- sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.
2) Lochea sanguinolenta
3) Lochea serosa
4) Lochea alba
Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan putih (Walyani, 2017)
Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi pada jalan lahir,
d. Vulva
Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses melahirkan vulva
tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan
e. Payudara (mamae)
dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan
pembengkakan vascular sementara. Air susu sata diproduksi disimpan di alveoli dan harus
dikeluarkan dengan efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk pengadaan dan
keberlangsungan laktasi. ASI yang akan pertama muncul pada awal nifas ASI adalah ASI yang
berwarna kekuningan yang biasa dikenal dengan sebutan kolostrum. Kolostrum telah
terbentuk didalam tubuh ibu pada usia kehamilan ± 12 minggu. Perubahan payudara dapat
meliputi:
1) Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon prolactin setelah
persalinan.
2) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada hari ke 2 atau hari ke 3
setelah persalinan
3) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi (Walyani, 2017)
Perubahan tanda- tanda vital menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017) antara lain:
1) Suhu tubuh
Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat 0,5⁰ celcius dari keadaan normal
namun tidak lebih dari 38⁰ celcius. Setelah 12 jam persalinan suhu tubuh akan kembali
2) Nadi
Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit lebih lambat. Pada
3) Tekanan darah
Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil
4) Pernafasan
Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat karena kebutuhan oksigen yang
tinggi untuk tenaga ibu meneran/ mengejan dan memepertahankan agar persediaan
oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah partus frekuensi pernafasan akan kembali
normal.
Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah melahirkan karena
terhentinya aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan beban jantung meningkat yang dapat
diatasi dengan haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal, dan pembulu darah
h. Sistem pencernaan
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (section caesarea) biasanya membutuhkan
waktu sekitar 1- 3 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat kembali normal. Ibu
yang melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat lapar karena telah mengeluarkan energi
yang begitu banyak pada saat proses melahirkan. Buang air besar biasanya mengalami
perubahan pada 1- 3 hari postpartum, hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus otot
selama proses persalinan. Selain itu, enema sebelum melahirkan, kurang asupan nutrisi dan
dehidrasi serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar anus/ perineum setiap kali
akan b.a.b juga mempengaruhi defekasi secara spontan. Faktor- faktor tersebut sering
menyebabkan timbulnya konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi
yang teratur perlu dilatih kembali setelah tonus otot kembali normal.
i. Sistem perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasine sfingter
dan edema leher buli- buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan
tulang pubis selama persalinan. Urine dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu
12- 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang
bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan
diuresis. Uterus yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
j. Sistem integumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah, leher, mamae, dinding
perut dan beberapa lipatan sendri karena pengaruh hormon akan menghilang selama masa
nifas.
k. Sistem musculoskeletal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam postpartum. Ambulasi dini sangat membantu
Pada primipara, menjadi orang tua merupakan pengalaman tersendiri dan dapat
menimbulkan stress apabila tidak ditangani dengan segera. Perubahan peran dari wanita biasa
menjadi seorang ibu memerlukan adaptasi sehingga ibu dapat melakukan perannya dengan baik.
Perubahan hormonal yang sangat cepat setelah proses melahirkan juga ikut mempengaruhi
keadaan emosi dan proses adaptasi ibu pada masa nifas. Fase- fase yang akan dialami oleh ibu
pada masa nifas menurut Dewi (2012) antara lain adalah sebagai berikut:
a. Fase taking in
Fase taking in merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai
hari kedua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri sehingga cenderung pasif
terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami ibu lebih disebabkan karena proses
persalinan yang baru saja dilaluinya. Rasa mules, nyeri pada jalan lahir, kurang tidur atau
kelelahan, merupakan hal yang sering dikeluhkan ibu. Pada fase ini, kebutuhan istirahat,
asupan nutrisi dan komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi. Bila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi, ibu dapat mengalami gangguan psikologis berupa kekecewaan pada bayinya,
ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa
menyusui bayinya dan kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.
Fase taking hold merupakan fase yang berlangsung antara 3- 10 hari setelah melahirkan. Ibu
merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya.
Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah
komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan atau pendidikan kesehatan
c. Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab peran barunya sebagai seorang ibu. Fase
ini berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya. Perawatan ibu
terhadap diri dan bayinya semakin meningkat. Rasa percaya diri ibu akan peran barunya mulai
tumbuh, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami
dan keluarga dapat membantu ibu untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam merawat
bayinya. Kebutuhan akan istirahat dan nutrisi yang cukup masih sangat diperlukan ibu untuk
Komplikasi dan penyakit yang terjadi pada ibu masa nifas menurut Walyani (2017) yaitu:
a. Infeksi nifas
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat- alat genetelia dalam masa
nifas. Masuknya kumankuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan, dan nifas.
Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apa pun. Morbiditas puerpuralis
adalah kenaikan suhu badan sampai 38⁰ C atau lebih selama 2 hari dari dalam 10 hari
postpartum. Kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4 kali secara oral.
Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam vesika
sering menurun akibat trauma persalinan atau analgesia epidural atau spinal. Sensasi
peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman yang
ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi periuretra, atau hematoma dinding vagina.
Setelah melahirkan, terutama saat infus oksitosis dihentikan, terjadi diuresis yang disertai
peningkatan produksi urin dan distensi kandung kemih. Over distensi yang disertai katerisasi
untuk mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih.
c. Metritis
Metritis adalah inspeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab
terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses
pelvic yang menahun, peritonitis, syok septik, trombosis yang dalam, emboli pulmonal, infeksi
d. Bendungan payudara
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka
mempersiapkan diri untuk laktasi. Bendungan terjadi akibat bendungan berlebihan pada
limfatik dan vena sebelum laktasi. Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak
kontinu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah ductus. Hal ini dapat terjadi pada hari ke
tiga setelah melahirkan. Penggunaan bra yang keras serta keadaan puting susu yang tidak
e. Infeksi payudara
Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah peradangan pada payudara yang
dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh kuman terutama Sraphylococcus aureus
f. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi akibat peradangan payudara/ mastitis yang sering
timbul pada minggu ke dua postpartum (setelah melahirkan), karena adanya pembengkakan
g. Abses pelvis
Penyakit ini merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penyakit- penyakit meluar seksual
(sexually transmitted disease/ STDs), utamanya yang disebabkan oleh chlamydia dan
gonorrhea.
h. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus visera dalam
rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan
Luka perineum adalah luka perineum karena adanya robekan jalan lahir baik karena rupture
maupun karena episiotomy pada waktu melahirkan janin. Rupture perineum adalah robekan
j. Perdarahan pervagina
Perdarahan pervagina atau perdarahan postpartum adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc
atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan. Hemoragi postpartum primer mencakup
Tubektomi atau kontrasepsi mantap Wanita ialah suatu kontrasepsi permanen untuk
mencegah keluarnya ovum dengan cara tindakan mengikat dan atau memotong pada kedua
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur Wanita yang mengakibatkan
Wanita tersebut tidak akan mendapatkan keturunan lagi. Jenis kontrasepsi ini bersifat permanen,
karena dilakukan penyumbatan pada saluran telur Wanita yang dilakukan dengan cara diikat,
1. Penggunaan sangat efektif, yaitu 0,5 kehamilan per 100 perempuan selama satu tahun
pertama penggunaan.
4. Baik bagi klien bila kehamilan akan menjadi resiko kehamilan yang serius.
4.3.1.1 Harus dipertimbangkan sifat mantap metode kontrasepsi ini (tidak dapat
dipulihkan kembali).
4.3.1.5 Dilakukan oleh dokter terlatih, yaitu dokter spesialis ginekologi untuk proses
laparoskopi.
4.3.1.6 Tidak melindungi diri dari IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS.
Beberapa syarat menurut Proverawati (2010), hal yang perlu diperhatikan ketika akan
2. Jumlah anak (paritas) minimal adalah 2 dengan umur anak terkecil lebih dari 2 tahun.
3. Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan keinginannya dan
pasangannya.
7. Klien mempunyai hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum pelaksanaan
prosedur ini, serta informed concent form harus ditandatangani oleh klien sebelum
prosedur dilaksanakan
1. Infeksi Luka
Apabila terlihat infeksi luka, obati dengan antibiotic bila terdapat abses lakukan
Mengacu ke tingkat asuhan yang tepat, apabila kandung kemih atau usus luka dan
diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi primer, apabila ditemukan pasca operaasi
4. Hatoma (Subkutan)
Gunakan packs yang hangat dan lembab di tempat tersebut. Amati hal ini biasanya
akan berhenti dengan berjalannya waktu tetapi dapat membutuhkan drainase bila
ektensif.
Ajukan ke tingkat asuhan yang tepat dan mulailah resusitasi intensif, termasuk cara
Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang ditemukan
Menurut Hartono (2006), kontap Wanita tidak menimbulkan efek samping jangka
Panjang yang jelek. Selama paling sedikit dua dasawarsa terakhir ini, timbul perdebatan mengenai
efek samping jangka Panjang bila memang ada dari kontap Wanita. Persoalan efek samping jangka
1. Perubahan-perubahan hormonal
2. Pola haid
3. Problem ginekologis
4. Problem psikologis
2. Pasca keguguran, dapat dilaksanakan pada hari yang sama dengan evakuasi Rahim atau
keesokan harinya
3. Dalam masa interval (keadaan tidak hamil), sebaiknya dilakukan dalam 2 minggu
pertama dari siklus haid ataupun setelahnya, seandainya calon akseptor menggunakan
2. Pencegahan kehamilan yang dihasilkan dan efek samping yang mungkin terjadi
3. Berikan nasehat untuk perawatan luka bedag, kemana minta pertolongan bila terjadi
4. Berikan nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah tindakan
pembedahan
5. Anjurkan klien puasa sebelum operasi atau tidak makan dan minum sekurang-
6. Datang ke klinik dengan diantar anggota keluarga atau ditemani orang dewasa
7. Rambut pubis yang cukup Panjang digunting pendek dan dibersihkan dengan sabun
8. Tidak memakai perhiasan dan tidak memakai kosmetik seperti pemerah bibir, pemerah
1. Setelah tindakan pembedahan klien dirawat diruang pulih selama kuranglebih 4-6 jam
2. Bila dilakukan anastesi local, pemindahan klien dari meja operasi ke kereta dorong dan
dari kereta dorong ke tempat tidur di ruang pulih dilakukan oleh 2 orang perawat dengan
mendekatkan kereta dorong ke meja operasi atau tempat tidur. Akseptor diminta untuk
menggeserkan badannya, bila klien memperoleh anastesi umum pemindahan pasien
a. Nadi, tekanan darah, pernapasan tiap 15 menit pertama, tiap 30 menit pada 1 jam
d. Suhu badannnya
e. Dua jam setelah tindakandengan anastesi local klien diizinkan minum dan makan,
f. Dua jam setelah tindakan anastesi local klien diizinkan duduk dan Latihan berjalan
1. Penyinaran
Merupakan tindakan penutupan yang dilakukan pada kedua tuba falopii wanita yang
mengakibatkan yang bersangkutan tidak hamil atau tidak menyebabkan kehamilan lagi.
Keuntungan penyinaran adalah kerusakan tuba falopii terbatas, mordibitas rendah, dapat
dikerjakan dengan laparoskopi, hiteroskopi. Kerugiannya adalah : memerlukan alat- alat yang
mahal, memerlukan latihan khusus, belum tentukan standarisasi prosedur ini, potensi
2. Operatif
a) Abdominal
1) Laparotomi
2) Mini-laparatomi
Laparotomi khusus untuk tubektomi yang paling mudah dilakukan 1-2 hari pasca
dibuat digaris tengah diatas simpisis sepanjang 3cm sampai menembus peritoneum.
Untuk mencapai tuba digunakan alat khusus (elevator uterus) ke dalam kavum uteri.
Dengan bantuan alat tersebut uterus dalam keadaan retrofleksi dijadikan letak
3) Laparoskopi
Mula- mula dipasang cunam serviks pada bibir depan porsio uteri, dengan maksud
supaya dapat menggerakan uterus jika hal tersebut diperlukan saat laparaskopi.
Sayatan dibuat dibawah pusat sepanjang lebih dari 1cm. Kemudian di tempat luka
(jarum veres) dan melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan memasukkan
CO2 sebanyak 1 sampai 3liter dengan kecepatan kira- kira 1liter permenit. Setelah
cunam yang dimasukkan dalam rongga peritoneum bersama laparoskop, tuba dijepit
b) Vaginal
1) Kolpotomi
Jenis kolpotomi yang sering dipakai adalah kolpotomi posterior. Insisi dilakukan
dinding depan rektum dan dinding belakang uterus dibuka melalui vagina
Keuntungan: bisa dilakukan rawat jalan, hanya perlu waktu 5-15 menit,
rasa sakit post operatif lebih kecil dibanding cara lainnya, alatnya sederhana
dan murah.
2) Kuldoskopi
Rongga pelvis dapat dilihat melalui alat kuldoskop yang dimasukkan kedalam
Dalam posisi lutut dada kedua paha tegak lurus dan kedua lutut terbuka,
terlihat seperti bagian kubah yang kecil, maka cavum douglas bebas dari
c) Transcervikal
1) Histeroskopi
tetapi suatu vakum cervical adaptor untuk mencegah keluarnya gas saat
jalan.
Pada cara ini operator tidak melihat langsung kecavum uteri untuk
Tubal clip Penyumbatan tuba mekanis dipasang pada isthmus tuba falopii, 2-3 cm dari uterus,
melalui laparotomi, lapaoskopi, kolpotomi dan kuldoskopi. Tuba clips menyebabkan kerusakan lebih
sedikit pada tuba falopii dibandingkan cara oklusi tuba falopii lainnya.
Tubal ring dapat dipakai pada mini-laparotomi, laparoskopi, dan cara trans-vaginal, dan dipasang
Zat- zat kimia dalam cair, pasta, padat dimasukkan ke dalam melalui serviks ke dalam uteri-
tubal junction, dapat dengan visualisasi langsung ataupun tidak. Cara kerjanya adalah zat kimia
akan menjadi tissue padat sehingga terbentuk sumbatan dalam tuba falopii (Tissue Adhesive), zat
kimia akan merusak tuba falopii dan menimbulkan fibrosis (Sclerosing agent).
Keuntungan dari metode ini adalah mudah mengerjakannya, dapat rawat jalan. Kerugiannya
adalah kebanyakan zat kimia kurang efektif, ada zat kimia yang sangat toksik kadang dapat
Amin, Hardi. (2013). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC.
Yogyakarta : Mediaction
Fadlun et.al. (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Hartanti S. (2014). Penatalaksanaan Post Op Sectio Caesarea pada ibu. Published thesis for University
Of Muhammadiyah Purwokerto.
Jitowiyono, S., & Kristiyanasari, W. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha
Medika
Manuaba, IBG.et al. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: ECG.
Manuaba. (2012). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan. Jakarta :EGC.
Maritalia, D. (2012). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta. Pustaka Belajar.
Marmi. (2011). Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mitayani. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Mochtar. (2012). Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi III. Jakarta: EGC.
Nugroho, Taufan. (2012). Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Penny, Janet, Ann. (2008). Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan, Bayi. Jakarta : Arcan
PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP
PPNI.
----------- (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta:
DPP PPNI.
----------- (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta:
DPP PPNI.
Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Proverawati, A. (2010). Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press
Saifuddin, A.B. (2010). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sari L. (2016). Patofisiologi Sectio Caesarea. Published thesis for University of Muhammadiyah
Purwokerto
Sarwono. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YSB-SP
Sedyahutama, Yohanes. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi wanita pasangan usia subur mengikuti
pelayanan keluarga berencana (kb) di kelurahan manggarai, kecamatan tebet,jakarta selatan tahun 2013.
Solehati, T., Cecep E. K. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam Keperawatan Maternitas.
Bandung : PT. Refika Aditama
Walyani, E. S. W dan Purwoastuti, E. (2017). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.
Yogyakarta. Pustakabarupress.