Lap Pendahuluan Mater 2 Friski PDF
Lap Pendahuluan Mater 2 Friski PDF
DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MATERNITAS
OLEH :
Nama : Friski Ayu Lestari Putri
NIM : 202210461011051
DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MATERNITAS
KELOMPOK 14
PENDAHULUAN
1.1.1 Definisi
minggu (Alston, 2012) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Organisasi
Kesehatan Dunia yaitu WHO (2013) membagi persalinan prematur menjadi tiga
1.1.2. Etiologi
(2011) menyatakan bahwa kondisi yang terjadi selama kehamilan dapat berisiko
terhadap kejadian persalinan prematur yang dibagi dalam dua faktor, yaitu:
f. kehamilan ganda/gemeli
g. polihidramnion
2. Ibu
a. penyakit berat pada ibu
b. diabetes mellitus
c. preeklamsia/hipertensi
f. stress psikologik
1.1.3 Klasifikasi
1.1.4 Patofisiologi
golongan, yaitu:
c. Perdarahan plasenta
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa terjadi pada
pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan
menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab potensial
inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokinakan
merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin dan
miometrium.
disebabkan olehkelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini
5. Perdarahan vagina.
1.1.6 Penatalaksanaan
proses persalinan.
dimana tidak didapatkan bahaya pada ibu dan janin maka pengelolaannya adalah
tokolitik.
d. Merencanakan cara persalinan prematur yang aman dan dengan trauma yang
minimal.
Persalinan
Prematur
Ibu
BBLR
Viskositas
Kontraksi Uterus
darah uterus
Terapi Penunda
Metabolisme
anaerob
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu
atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan
seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involus (Maritalia, 2012).
1. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa pemulihan awal dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri
dan berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan per vagina tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama
2. Puerperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara berangsur-angsur akan kembali
ke keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama kurang lebih enam minggu atau 42
hari.
3. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama bila
ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Rentang waktu remote
puerperium berbeda untuk setiap ibu, tergantung dari berat ringannya komplikasi yang dialami
Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis. Setelah keluarnya plasenta, kadar
sirkulasi hormon HCG (human chorionic gonadotropin), human plasental lactogen, estrogen dan
progesteron menurun. Human plasental lactogen akan menghilang dari peredaran darah ibu
dalam 2 hari dan HCG dalam 2 mingu setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesteron
hampir sama dengan kadar yang ditemukan pada fase follikuler dari siklus menstruasi berturut-
turut sekitar 3 dan 7 hari. Penarikan polipeptida dan hormon steroid ini mengubah fungsi seluruh
sistem sehingga efek kehamilan berbalik dan wanita dianggap sedang tidak hamil (Walyani, 2017)
Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu masa nifas menurut Maritalia (2012) dan
a. Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan berotot, berbentuk seperti
buah alpukat yang sedikit gepeng dan berukuran sebesar telur ayam. Panjang uterus sekitar 7-
8 cm, lebar sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2, 5 cm. Letak uterus secara fisiologis adalah
anteversiofleksio. Uterus terbagi dari 3 bagian yaitu fundus uteri, korpus uteri, dan serviks
uteri. Menurut Walyani (2017) uterus berangsur- angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
1) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr.
2) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan berat uterus
750 gr.
3) Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba pertengahan pusat dengan simpisis,
4) Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan berat
5) Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gr.
Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran dan konsistensi antara lain:
Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau dibawah umbilikus dan
apakah fundus berada digaris tengah abdomen/ bergeser ke salah satu sisi.
Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus dengan jumlah lebar
Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus kerasa teraba sekeras batu dan uterus lunak.
b. Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga disebut juga
sebagai leher rahim. Serviks menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan
keluarnya janin dan uterus menuju saluran vagina pada saat persalinan. Segera setelah
persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong. Hal ini disebabkan oleh korpus
uteri yang berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi
merah kehitaman karena mengandung banyak pembuluh darah dengan konsistensi lunak.
Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati oleh tangan pemeriksa. Setelah 2
jam persalinan serviks hanya dapat dilewati oleh 2-3 jari dan setelah 1 minggu persalinan hanya
c. Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus dengan tubuh bagian luar.
Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain dengan ukuran panjang ± 6, 5
cm dan ± 9 cm. Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta pereganganan
yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses
tersebut, vagina tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur- angsur akan muncul kembali.
Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan lahir dan merupakan saluran yang
menghubungkan cavum uteri dengan tubuh bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai saluran
tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari cavum uteri selama masa nifas yang disebut
lochea.
Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah segar barcampur sisa- sisa selaput
ketuban, sel- sel desidua, sisa- sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.
2) Lochea sanguinolenta
3) Lochea serosa
4) Lochea alba
Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan putih (Walyani, 2017)
Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi pada jalan lahir,
d. Vulva
Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses melahirkan vulva
tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan
e. Payudara (mamae)
dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan
pembengkakan vascular sementara. Air susu sata diproduksi disimpan di alveoli dan harus
dikeluarkan dengan efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk pengadaan dan
keberlangsungan laktasi. ASI yang akan pertama muncul pada awal nifas ASI adalah ASI yang
berwarna kekuningan yang biasa dikenal dengan sebutan kolostrum. Kolostrum telah
terbentuk didalam tubuh ibu pada usia kehamilan ± 12 minggu. Perubahan payudara dapat
meliputi:
1) Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon prolactin setelah
persalinan.
2) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada hari ke 2 atau hari ke 3
setelah persalinan
3) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi (Walyani, 2017)
Perubahan tanda- tanda vital menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017) antara lain:
1) Suhu tubuh
Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat 0,5⁰ celcius dari keadaan normal
namun tidak lebih dari 38⁰ celcius. Setelah 12 jam persalinan suhu tubuh akan kembali
2) Nadi
Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit lebih lambat. Pada
3) Tekanan darah
Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil
4) Pernafasan
Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat karena kebutuhan oksigen yang
tinggi untuk tenaga ibu meneran/ mengejan dan memepertahankan agar persediaan
oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah partus frekuensi pernafasan akan kembali
normal.
Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah melahirkan karena
terhentinya aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan beban jantung meningkat yang dapat
diatasi dengan haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal, dan pembulu darah
h. Sistem pencernaan
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (section caesarea) biasanya membutuhkan
waktu sekitar 1- 3 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat kembali normal. Ibu
yang melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat lapar karena telah mengeluarkan energi
yang begitu banyak pada saat proses melahirkan. Buang air besar biasanya mengalami
perubahan pada 1- 3 hari postpartum, hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus otot
selama proses persalinan. Selain itu, enema sebelum melahirkan, kurang asupan nutrisi dan
dehidrasi serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar anus/ perineum setiap kali
akan b.a.b juga mempengaruhi defekasi secara spontan. Faktor- faktor tersebut sering
menyebabkan timbulnya konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi
yang teratur perlu dilatih kembali setelah tonus otot kembali normal.
i. Sistem perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasine sfingter
dan edema leher buli- buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan
tulang pubis selama persalinan. Urine dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu
12- 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang
bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan
diuresis. Uterus yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
j. Sistem integumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah, leher, mamae, dinding
perut dan beberapa lipatan sendri karena pengaruh hormon akan menghilang selama masa
nifas.
k. Sistem musculoskeletal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam postpartum. Ambulasi dini sangat membantu
Pada primipara, menjadi orang tua merupakan pengalaman tersendiri dan dapat
menimbulkan stress apabila tidak ditangani dengan segera. Perubahan peran dari wanita biasa
menjadi seorang ibu memerlukan adaptasi sehingga ibu dapat melakukan perannya dengan baik.
Perubahan hormonal yang sangat cepat setelah proses melahirkan juga ikut mempengaruhi
keadaan emosi dan proses adaptasi ibu pada masa nifas. Fase- fase yang akan dialami oleh ibu
pada masa nifas menurut Dewi (2012) antara lain adalah sebagai berikut:
a. Fase taking in
Fase taking in merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai
hari kedua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri sehingga cenderung pasif
terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami ibu lebih disebabkan karena proses
persalinan yang baru saja dilaluinya. Rasa mules, nyeri pada jalan lahir, kurang tidur atau
kelelahan, merupakan hal yang sering dikeluhkan ibu. Pada fase ini, kebutuhan istirahat,
asupan nutrisi dan komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi. Bila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi, ibu dapat mengalami gangguan psikologis berupa kekecewaan pada bayinya,
ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa
menyusui bayinya dan kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.
Fase taking hold merupakan fase yang berlangsung antara 3- 10 hari setelah melahirkan. Ibu
merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya.
Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah
komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan atau pendidikan kesehatan
c. Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab peran barunya sebagai seorang ibu. Fase
ini berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya. Perawatan ibu
terhadap diri dan bayinya semakin meningkat. Rasa percaya diri ibu akan peran barunya mulai
tumbuh, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami
dan keluarga dapat membantu ibu untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam merawat
bayinya. Kebutuhan akan istirahat dan nutrisi yang cukup masih sangat diperlukan ibu untuk
Komplikasi dan penyakit yang terjadi pada ibu masa nifas menurut Walyani (2017) yaitu:
a. Infeksi nifas
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat- alat genetelia dalam masa
nifas. Masuknya kumankuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan, dan nifas.
Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apa pun. Morbiditas puerpuralis
adalah kenaikan suhu badan sampai 38⁰ C atau lebih selama 2 hari dari dalam 10 hari
postpartum. Kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4 kali secara oral.
Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam vesika
sering menurun akibat trauma persalinan atau analgesia epidural atau spinal. Sensasi
peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman yang
ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi periuretra, atau hematoma dinding vagina.
Setelah melahirkan, terutama saat infus oksitosis dihentikan, terjadi diuresis yang disertai
peningkatan produksi urin dan distensi kandung kemih. Over distensi yang disertai katerisasi
c. Metritis
Metritis adalah inspeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab
terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses
pelvic yang menahun, peritonitis, syok septik, trombosis yang dalam, emboli pulmonal, infeksi
d. Bendungan payudara
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka
mempersiapkan diri untuk laktasi. Bendungan terjadi akibat bendungan berlebihan pada
limfatik dan vena sebelum laktasi. Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak
kontinu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah ductus. Hal ini dapat terjadi pada hari ke
tiga setelah melahirkan. Penggunaan bra yang keras serta keadaan puting susu yang tidak
e. Infeksi payudara
Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah peradangan pada payudara yang
dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh kuman terutama Sraphylococcus aureus
f. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi akibat peradangan payudara/ mastitis yang sering
timbul pada minggu ke dua postpartum (setelah melahirkan), karena adanya pembengkakan
g. Abses pelvis
Penyakit ini merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penyakit- penyakit meluar seksual
(sexually transmitted disease/ STDs), utamanya yang disebabkan oleh chlamydia dan
gonorrhea.
h. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus visera dalam
rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan
Luka perineum adalah luka perineum karena adanya robekan jalan lahir baik karena rupture
maupun karena episiotomy pada waktu melahirkan janin. Rupture perineum adalah robekan
j. Perdarahan pervagina
Perdarahan pervagina atau perdarahan postpartum adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc
atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan. Hemoragi postpartum primer mencakup
3.1.1 PENGERTIAN
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai alat-alat kandungan
kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas / purperium ini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar, 2008).
Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan. Kejadian yang terpenting dalam
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya mencapainya
6 – 8 minggu.
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil / waktu persalinan mempunyai komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-
3.1.2 PERIODE
➢ Perubahan Fisiologis
1. Uterus
Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum
hamil. Pada waktu bayi lahir tinggi fundus uteri setinggi pusat dan berat uterus 1000 gram, waktu
uri lahir tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat dengan berat uterus 750 gram. 1 jam setelah lahir
tinggi fundus uteri setinggi umbilikus dengan konsistensi lembut dan kontraski masih ada. Setelah
12 jam tinggi fundus uteri 1 cm di atas umbilikus setelah 2 hari tinggi fundus uteri turun 1 cm.
Satu minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri pertengahan pusat simfisis dengan berat uterus
500 gram, dua minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri tidak teraba di atas simfisis dengan
berat uterus 350 gram. 6 minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri bertambah kecil dengan
berat uterus 50 gram, dan 8 minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri kembali normal dengan
lahir
lahir
2. Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Berasal dari kavum uteri dan berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
Lochea Sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Hari ke 3 – 7 pasca pesalinan.
Lochea Serosa
Berwarna pink (merah muda) kecoklatan. Cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 7 – 14 pasca
persalinan.
Lochea Alba
Berwarna kuning putih. Setelah 2 minggu. Tanda bahaya jika setelah lochea rubra berhenti
warna darah tidak muda, bau seperti menstruasi. Lochea Purulenta jika terjadi infeksi, keluar
cairan seperti nanah berbau busuk, Locheostiasis Lochea tidak lancar keluarnya. Pengeluran
Segera setelah melahirkan servik lunak dan dapat dilalui oleh 2 jari, sisinya tidak rata karena
robekan saat melahirkan. Bagaimanapun juga servik tidak dapat kembali secara sempurna ke masa
sebelum hamil. Osteum externum akan menjadi lebih besar karena adanya. Dalam beberapa hari
bentuk servik mengalami distersi, struktur internal kembali dalam 2 minggu. Struktur eksternal
melebar dan tampak bercelah. Sedangkan vagina akan menjadi lebih lunak dengan sedikit rugae
dan akan kembali mengecil tetapi akan kembali ke ukuran semula seperti sebelum hamil dalam 6
– 8 minggu meskipun bentuknya tidak akan sama persis hanya mendekati bentuk awalnya saja.
4. Perineum
Selama persalinan Perinum mendapatkan tekanan yang besar, yang kemudian setelah persalinan
menjadi edema. Perawat perlu mengkaji tingkat kenyamanan sehubungan dengan adanya luka
episiotomi, laserasi dan hemoroid. Perawat perlu melaporkan adanya edema, khimosis,
kemerahan dan pengeluaran (darah, pus, serosa). Dan apabila ada luka episiotomy kaji tanda-
tanda infeksi dan luka episiotomy ini akan sembuh dalam 2 minggu. (Hacker, 2009).
5. Proses Laktasi
perkembangan kelenjar susu. Pada hari pertama post partum terdapat perubahan pada mammae
ibu post partum. Semenjak masa kehamilan kolostrum telah disekresi. Pada 3 hari pertama post
partum mammae terasa penuh atau membesar oleh karena kelahiran plasenta diikuti dengan
6. Sistem Kardiovaskuler
a. Tanda-tanda Vital
penyakit jantung infeksi dan kecemasan. Tekanan darah terus selalu konsisten dengan
keadaan sebelum melahirkan. Penurunan tekanan darah secara drastis dicurigai adanya
peradarahan. Kenaikan tekanan darah sistole 30 mmHg dan distol 15 mmHg atau keduanya
dicuriagi kehamilan dengan hipertensi atau eklamsi. Kenaikan suhu tubuh hingga 38o C pada
24 jam pertama atau lebih diduga terjadi infeksi atau karena dehidrasi. Perawat perlu mengkaji
tanda-tanda vital, karena sebagai petunjuk adanya peradarahan, infeksi atau komplikasi post
partum lainnya.
b. Volume darah
c. Perubahan hematologik
d. Jantung
7. Sistem Pernafasan
Diafragma turun dan paru kembali ke tingkat sebelum melahirkan dalam 6 – 8 minggu post
partum. Respiratory rate 16 – 24 kali per menit. Keseimbangan asam basa akan kembali normal
dalam 3 minggu post partum. Dan metabolisme basal akan meningkat selama 14 hari post partum.
(Hacker, 2009).
8. Sistem Muskuloskeletal
Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji apakah ada oedema atau perubahan vaskular.
Ekstermitas bawah harus diobservasi akan adanya udema dan varises. Jika ada udema observasi
apakah ada pitting udema, kanaikan suhu, pelebaran pembuluh vena, kemerahan yang diduga
Ibu post partum hiper refleksi mungkin terpapar kehamilan dengan hipertensi. Jika terdapat
tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya peningkatan tekanan darah, proteinuria,
Pada umumnya dalam 4 – 8 jam setelah melahirkan ibu post partum, mempunyai dorongan untuk
mengosongkan kandung kemih. Dalam waktu 48 jam kemudian ibu post partum akan sering
berkemih tiap 3 – 4 jam sekali untuk menghidari distensi kandung kemih. (Hacker, 2009).
Karakteristik dari fungsi normal usus adalah adanya bising usu 5 – 35 /menit. Kurangnya
pergerakan usus pada hari pertama post partum adalah hal yang biasa terjadi. Sebagai akibat
terjadinya udema saat kelahiran, kurang asupan makan (puasa) sesaat sebelum melahirkan
➢ Perubahan Psikologis
1. Taking in Phase
Timbul pada jam pertama kelahiran 1 – 2 hari selama masa ini ibu cenderung pasif, ibu cenderung
dilayani dalam memenuhi cenderung sendiri. Hal ini disebabkan rasa tidak nyaman pada perineal,
Ibu post partum mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan sendiri, telah suka membuat
keputusan sendiri. Ibu mulai mempunyai ketertarikan yang kuat pada bayinya pada hari 4 – 7 hari
post partum.
3. Letting Go Phase
Ibu post partum dapat menerima keadaan dirinya apa adanya. Proses ini perlu menyesuaikan diri
o Pembengkakan di wajah/tangan
o Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
o Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
o Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri nafas terengah-engah
2. Preparat basah potasium peroxide digunakan untuk memeriksa adanya jamur candidia dan adanya
gardnerela.
3. Urinalisis
5. Kultur cerviks
1. Early Ambulation
Ibu post partum diharapkan sedini mungkin melakukan early ambulation, dimana ibu 8 jam
pertama istirahat tidur terlentang, setelah 8 jam diperbolehkan miring ke kiri atau ke kanan untuk
mencegah trombosis dan boleh bangun dari tempat tidur setelah 24 jam sampai 48 jam post
partum.
2. Perawatan Payudara
Perhatikan kebersihan mammae, putting bila ada luka segera obati, dan pada ibu yang belum
3. Pemberian Nutrisi
Nutrisi ibu diberikan harus memenuhi gizi seimbang porsinya lebih banyak daripada waktu hamil,
disamping untuk mempercepat pulihnya kesehatan setelah kelahiran juga untuk meningkatkan
produksi ASI.
4. Aktivitas Seksual
Pasangan dianjurkan untuk menunggu sampai terdapat pengeluaran lochea akhir minggu ke 4.
Perhatikan posisi, sebaiknya wanita pada posisi atas untuk menghindari adanya penetrasi yang
telalu dalam.
Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan
perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka episiotomi, lakukan
penjahitan dan perawatan luka dengan baik. Penolong harus tetap waspada sekurang-kurangnya
1 jam post partum, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Delapan
jam post partum harus tidur telentang untuk mencegah perdarahan post partum. Sesudah 8 jam,
pasien boleh miring ke kanan atau ke kiri untuk mencegah trombhosis. Ibu dan bayi dapat
ditempatkan dalam satu kamar. Pada hari seterusnya dapat duduk dan berjalan. Diet yang
diberikan harus cukup kalori, protein, cairan serta banyak buah-buahan. Miksi atau berkemih
harus secepatnya dapat dilakukan sendiri, bila pasien belum dapat berkemih sendiri sebaiknya
dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul
komprestase hingga vekal tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini terjadi
dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh adanya mules, dapat diberi
analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae harus sudah dirawat selama
kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap bersih dan lemas, setelah bersih barulah bayi
disusui
BAB 3
3.1.1 Pengkajian
a. Data Demografi
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
di perut bagian bawah, Keluar cairan dan lendir dari vagina yang semakin
muntah, hingga diare bisa pula ibu dengan persalinan premature diawali
c. Riwayat kesehatan
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM,
Riwayat pada saat sebelum inpartus didapatkan cairan ketuban yang keluar
dari vagina yang semakin banyak, Perdarahan vagina, Tekanan di bagian, panggul
dan vagina.
badan saat kelahiran (kurang dari 2500 gram), lapisan lemak subkutan sedikit
atau tidak ada, bayi terlihat kurus, kepala relatif lebih besar dari pada badan dan
a) Kardiovaskular
4) Mendiskripsikan warna kulit bayi, apakah sianosis, pucat pletora, atau ikterus.
b) Gastrointestinal
3) Jika bayi menggunakan selang nasogastrik diskripsikan tipe selang pengisap dan
cairan yang keluar (jumlah, warna, dan pH).
6) Mendiskripsikan warna dan kepekatan feses, dan periksa adanya darah sesuai
dengan permintaan dokter atau ada indikasi perubahan feses.
c) Integumen
Pada bayi prematur kulit berwarna merah muda atau merah, kekuning-
kuningan, sianosis, atau campuran bermacam warna, sedikit vernix caseosa dengan
rambut lanugo di sekujur tubuh, kulit tampak transparan, halus dan mengkilap,
edema yang menyeluruh atau pada bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran,
kuku pendek belum melewati ujung jari, rambut jarang atau bahkan tidak ada sama
sekali, terdapat petekie atau ekimosis. Pengkajian sistem integumen pada bayi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
2) Menentukan tekstur dan turgor kulit apakah kering, halus, atau bernoda.
3) Mendiskripsikan setiap kelainan bawaan pada kulit, seperti tanda lahir, ruam,
dan lain-lain.
d) Muskuloskeletal
Pada bayi prematur tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna
yang masih lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan
lemah dan tidak aktif atau letargik. Pengkajian muskuloskeletal pada bayi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mendiskripsikan pergerakan bayi, apakah gemetar, spontan, menghentak,
tingkat aktivitas bayi dengan rangsangan berdasarkan usia kehamilan
e) Neurologis
Pada bayi prematur reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak resisten
dan gerak reflek hanya berkembang sebagian. Reflek menelan, mengisap dan batuk
masih lemah atau tidak efektif, tidak ada atau menurunnya tanda neurologis, mata
biasanya tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan belum mencapai 25-26
minggu, suhu tubuh tidak stabil atau biasanya hipotermi, gemetar, kejang dan mata
berputar-putar yang bersifat sementara tapi bisa mengindikasikan adanya kelainan
neurologis. Pengkajian neurologis pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
f) Pernapasan
Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 kali/menit dan
diselingi dengan periode apnea, pernapasan tidak teratur, flaring nasal melebar
(nasal melebar), terdengar dengkuran, retraksi (interkostal, suprasternal, substernal),
terdengar suara gemerisik saat bernapas. Pengkajian sistem pernapasan pada bayi
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
g) Perkemihan
h) Reproduksi
Pada bayi perempuan klitoris menonjol dengan labia mayora yang belum
berkembang atau belum menutupi labia minora. Pada bayi laki-laki skrotum belum
berkembang sempurna dengan ruga yang kecil dan testis belum turun ke dalam
skrotum.
i) Temuan sikap
Tangis bayi yang lemah, bayi tidak aktif dan terdapat tremor.
1. Pada Ibu
3. Pada Bayi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-otot
pernafasan
1. Pada Ibu
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ansietas ibu teratasi
Kriteria Hasil :
4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam klien dapat
beraktivitas secara mandiri
Kriteria Hasil :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, nadi dan RR
Intervensi :
Activity Therapy
2) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi, dan sosial
3) Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
Amin, Hardi. (2013). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta
: Mediaction
Fadlun et.al. (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Hartanti S. (2014). Penatalaksanaan Post Op Sectio Caesarea pada ibu. Published thesis for University Of
Muhammadiyah Purwokerto.
Jitowiyono, S., & Kristiyanasari, W. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha Medika
Manuaba, IBG.et al. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: ECG.
Manuaba. (2012). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan. Jakarta :EGC.
Maritalia, D. (2012). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta. Pustaka Belajar.
Marmi. (2011). Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mitayani. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Mochtar. (2012). Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi III. Jakarta: EGC.
Nugroho, Taufan. (2012). Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Penny, Janet, Ann. (2008). Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan, Bayi. Jakarta : Arcan
PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
----------- (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP
PPNI.
----------- (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP
PPNI.
Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Proverawati, A. (2010). Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press
Saifuddin, A.B. (2010). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sari L. (2016). Patofisiologi Sectio Caesarea. Published thesis for University of Muhammadiyah Purwokerto
Sarwono. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YSB-SP
Sedyahutama, Yohanes. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi wanita pasangan usia subur mengikuti pelayanan
keluarga berencana (kb) di kelurahan manggarai, kecamatan tebet,jakarta selatan tahun 2013.
Solehati, T., Cecep E. K. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam Keperawatan Maternitas. Bandung : PT.
Refika Aditama
Walyani, E. S. W dan Purwoastuti, E. (2017). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta.
Pustakabarupress.