Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. A 19 Thn P0011 A0 POST


PARTUM DENGAN PRETERM DI RUANG BRAWIJAYA RSUD
KANJURUHAN KABUPATEN MALANG

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MATERNITAS

OLEH :
Nama : Friski Ayu Lestari Putri
NIM : 202210461011051

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A 19 Thn P0011 A0 POST PARTUM


DENGAN PRETERM DI RUANG BRAWIJAYA RSUD KANJURUHAN
KABUPATEN MALANG

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MATERNITAS
KELOMPOK 14

NAMA: Friski Ayu Lestari Putri


NIM: 202210461011051
TANGGAL PRAKTEK/MINGGU KE 1 : 16-21 JANUARI 2023

Malang, Januari 2023


Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) (Dr. Tri Lestari H., M.Kep.Sp.Kep.Mat.)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konsep Persalinan Prematur

1.1.1 Definisi

Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37

minggu (Alston, 2012) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Organisasi

Kesehatan Dunia yaitu WHO (2013) membagi persalinan prematur menjadi tiga

kategori berdasarkan umur kehamilan, yaitu:

a. extremely preterm bila kurang dari 28 minggu

b. very preterm bila kurang dari 32 minggu

c. moderate to late preterm antara 32 dan 37 minggu

1.1.2. Etiologi

Persalinan prematur dapat disebabkan oleh banyak hal, menurut Prawirohardjo

(2011) menyatakan bahwa kondisi yang terjadi selama kehamilan dapat berisiko

terhadap kejadian persalinan prematur yang dibagi dalam dua faktor, yaitu:

1. Janin dan plasenta

a. perdarahan trimester awal

b. perdarahan antepartum (plasenta previa, solution plasenta, vasa previa)

c. ketuban pecah dini (KPD)

d. pertumbuhan janin terhambat

e. cacat bawaan janin

f. kehamilan ganda/gemeli

g. polihidramnion

2. Ibu
a. penyakit berat pada ibu

b. diabetes mellitus

c. preeklamsia/hipertensi

d. infeksi saluran kemih/genital/intrauterin

e. penyakit infeksi dengan demam

f. stress psikologik

g. kelainan bentuk uterus/serviks

h. riwayat persalinan prematur/abortus berulang

i. inkompetensia serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)

j. pemakaian obat narkotik

k. trauma perokok berat

l. kelainan imunologik/kelainan resus

1.1.3 Klasifikasi

Secara umum, persalinan preterm dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Sangat-sangat preterm: usia kehamilan kurang dari 28 minggu

2. Sangat preterm: usia kehamilan antara 28-31 minggu

3. Preterm sedang: usia kehamilan 32-33 minggu

4. Mendekati aterm: usia kehamilan 34-36 minggu

1.1.4 Patofisiologi

Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4

golongan, yaitu:

a. Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan


b. Inflamasi/infeksi

c. Perdarahan plasenta

d. Peregangan yang berlebihan pada uterus

Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa terjadi pada

primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik.Adanya stres fisik maupun

psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal

(HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan prematur.Aksis HPA

inimenyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres

pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan

hormon CorticotropinReleasing Hormone (CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic

Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin, matrix metaloproteinase (MMP),

interleukin-8, cyclooksigenase-2,dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta

danpembesaran kelenjar adrenal.

Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri yang

menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab potensial

terjadinya persalinan prematur.13 Infeksi intraamnion akan terjadi pelepasan mediator

inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokinakan

merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin dan

menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini bertanggung jawab untuk

sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi.

Sitokin juga berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang

mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.

Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta

dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan kontraksi


miometrium.15 Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor

pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin menjadi

trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi

miometrium.

Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang bisa

disebabkan oleh kehamilan kembar,polyhydramnionatau distensi berlebih yang

disebabkan olehkelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini

dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2.

1.1.5 Manifestasi Klinis

1. Nyeri punggung bagian bawah.

2. Kontraksi setiap 10 menit.

3. Kram di perut bagian bawah.

4. Keluar cairan dan lendir dari vagina yang semakin banyak.

5. Perdarahan vagina.

6. Tekanan di bagian panggul dan vagina.

7. Mual, muntah, hingga diare.

1.1.6 Penatalaksanaan

Tujuan utama pengelolaan persalinan prematur adalah sebagai berikut:

a. Menghambat atau mengurangi kekuatan dan kontraksi uterus untuk menunda

proses persalinan.

b. Untuk meningkatkan kualitas janin sebelum dilahirkan

c. Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal (Goldenberg, 2002)


Pengelolaan pada kasus persalinan prematur dengan ketuban yang masih intak

dimana tidak didapatkan bahaya pada ibu dan janin maka pengelolaannya adalah

konservatif, yang meliputi:

a. Menunda persalinan prematur dengan tirah baring dan pemberian obat-obat

tokolitik.

b. Memberikan obat-obat untuk pematangan paru janin.

c. Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko infeksi perinatal.

d. Merencanakan cara persalinan prematur yang aman dan dengan trauma yang

minimal.

e. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi

prematur (Fadlun dan Feryanto, 2013).


2.1.5 WOC Persalinan Prematur
Sosial Penyakit Ibu Anatomi Faktor
Ekonomi Genital Kebidanan

Persalinan
Prematur

Ibu
BBLR
Viskositas
Kontraksi Uterus
darah uterus
Terapi Penunda
Metabolisme
anaerob

Pemberian Tirah Baring


Obat Tokolitik Penimbunan As.
Metabolisme sel
dan jaringan Laktat
menurun
Resiko Nyeri
Keracunan
Energi
menurun Informasi Tidak
Adekuat
Kerja otot
menurun Kesalahan
interpretasi Resiko
Infeksi
Intoleransi Kurang Ansietas Ketidakefektifan Ketidakefektifan
Ketidakseimbangan Pola Napas termoregulasi
Aktivitas Pengetahua
nutrisi kurang dari
nn kebutuhan tubuh
2.1 Definisi Masa Nifas

Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu

atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan

seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involus (Maritalia, 2012).

2.2 Tahapan Masa Nifas

Menurut Maritalia (2012) masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Puerperium dini

Puerperium dini merupakan masa pemulihan awal dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri

dan berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan per vagina tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama

setelah kala IV dianjurkan untuk mobilisasi segera.

2. Puerperium intermedial

Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara berangsur-angsur akan kembali

ke keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama kurang lebih enam minggu atau 42

hari.

3. Remote puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama bila

ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Rentang waktu remote

puerperium berbeda untuk setiap ibu, tergantung dari berat ringannya komplikasi yang dialami

selama hamil atau persalinan.

2.3 Perubahan Fisiologi Masa Nifas

Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis. Setelah keluarnya plasenta, kadar

sirkulasi hormon HCG (human chorionic gonadotropin), human plasental lactogen, estrogen dan

progesteron menurun. Human plasental lactogen akan menghilang dari peredaran darah ibu

dalam 2 hari dan HCG dalam 2 mingu setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesteron

hampir sama dengan kadar yang ditemukan pada fase follikuler dari siklus menstruasi berturut-
turut sekitar 3 dan 7 hari. Penarikan polipeptida dan hormon steroid ini mengubah fungsi seluruh

sistem sehingga efek kehamilan berbalik dan wanita dianggap sedang tidak hamil (Walyani, 2017)

Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu masa nifas menurut Maritalia (2012) dan

Walyani (2017) yaitu:

a. Uterus

Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan berotot, berbentuk seperti

buah alpukat yang sedikit gepeng dan berukuran sebesar telur ayam. Panjang uterus sekitar 7-

8 cm, lebar sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2, 5 cm. Letak uterus secara fisiologis adalah

anteversiofleksio. Uterus terbagi dari 3 bagian yaitu fundus uteri, korpus uteri, dan serviks

uteri. Menurut Walyani (2017) uterus berangsur- angsur menjadi kecil (involusi) sehingga

akhirnya kembali seperti sebelum hamil:

1) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr.

2) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat dengan berat uterus

750 gr.

3) Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba pertengahan pusat dengan simpisis,

berat uterus 500 gr.

4) Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan berat

uterus 350 gr.

5) Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gr.

Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran dan konsistensi antara lain:

1) Penentuan lokasi uterus

Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau dibawah umbilikus dan

apakah fundus berada digaris tengah abdomen/ bergeser ke salah satu sisi.

2) Penentuan ukuran uterus

Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus dengan jumlah lebar

jari dari umbilikus atas atau bawah.


3) Penentuan konsistensi uterus

Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus kerasa teraba sekeras batu dan uterus lunak.

b. Serviks

Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga disebut juga

sebagai leher rahim. Serviks menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan

keluarnya janin dan uterus menuju saluran vagina pada saat persalinan. Segera setelah

persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong. Hal ini disebabkan oleh korpus

uteri yang berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi

merah kehitaman karena mengandung banyak pembuluh darah dengan konsistensi lunak.

Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat dilewati oleh tangan pemeriksa. Setelah 2

jam persalinan serviks hanya dapat dilewati oleh 2-3 jari dan setelah 1 minggu persalinan hanya

dapat dilewati oleh 1 jari, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.

c. Vagina

Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus dengan tubuh bagian luar.

Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain dengan ukuran panjang ± 6, 5

cm dan ± 9 cm. Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta pereganganan

yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses

tersebut, vagina tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur- angsur akan muncul kembali.

Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan lahir dan merupakan saluran yang

menghubungkan cavum uteri dengan tubuh bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai saluran

tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari cavum uteri selama masa nifas yang disebut

lochea.

Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah sebagai berikut:

1) Lochea rubra/ kruenta

Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah segar barcampur sisa- sisa selaput

ketuban, sel- sel desidua, sisa- sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.

2) Lochea sanguinolenta

Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 postpartum, karakteristik lochea

sanguinolenta berupa darah bercampur lendir.

3) Lochea serosa

Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1 minggu postpartum.

4) Lochea alba

Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan putih (Walyani, 2017)

Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi pada jalan lahir,

baunya akan berubah menjadi berbau busuk.

d. Vulva

Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta peregangan yang sangat

besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses melahirkan vulva

tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan

tidak hamil dan labia menjadi lebih menonjol.

e. Payudara (mamae)

Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan progesteron menurun, prolactin

dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan
pembengkakan vascular sementara. Air susu sata diproduksi disimpan di alveoli dan harus

dikeluarkan dengan efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk pengadaan dan

keberlangsungan laktasi. ASI yang akan pertama muncul pada awal nifas ASI adalah ASI yang

berwarna kekuningan yang biasa dikenal dengan sebutan kolostrum. Kolostrum telah

terbentuk didalam tubuh ibu pada usia kehamilan ± 12 minggu. Perubahan payudara dapat

meliputi:

1) Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatan hormon prolactin setelah

persalinan.

2) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada hari ke 2 atau hari ke 3

setelah persalinan

3) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi (Walyani, 2017)

f. Tanda- tanda vital

Perubahan tanda- tanda vital menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017) antara lain:

1) Suhu tubuh

Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat 0,5⁰ celcius dari keadaan normal

namun tidak lebih dari 38⁰ celcius. Setelah 12 jam persalinan suhu tubuh akan kembali

seperti keadaan semula.

2) Nadi

Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit lebih lambat. Pada

masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali normal.

3) Tekanan darah

Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil

karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan.

4) Pernafasan

Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat karena kebutuhan oksigen yang

tinggi untuk tenaga ibu meneran/ mengejan dan memepertahankan agar persediaan
oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah partus frekuensi pernafasan akan kembali

normal.

g. Sistem peredaran darah (Kardiovaskuler)

Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah melahirkan karena

terhentinya aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan beban jantung meningkat yang dapat

diatasi dengan haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal, dan pembulu darah

kembali ke ukuran semula.

h. Sistem pencernaan

Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (section caesarea) biasanya membutuhkan

waktu sekitar 1- 3 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat kembali normal. Ibu

yang melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat lapar karena telah mengeluarkan energi

yang begitu banyak pada saat proses melahirkan. Buang air besar biasanya mengalami

perubahan pada 1- 3 hari postpartum, hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus otot

selama proses persalinan. Selain itu, enema sebelum melahirkan, kurang asupan nutrisi dan

dehidrasi serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar anus/ perineum setiap kali

akan b.a.b juga mempengaruhi defekasi secara spontan. Faktor- faktor tersebut sering

menyebabkan timbulnya konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi

yang teratur perlu dilatih kembali setelah tonus otot kembali normal.

i. Sistem perkemihan

Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasine sfingter

dan edema leher buli- buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan

tulang pubis selama persalinan. Urine dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu

12- 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang

bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan

diuresis. Uterus yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.

j. Sistem integumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah, leher, mamae, dinding

perut dan beberapa lipatan sendri karena pengaruh hormon akan menghilang selama masa

nifas.

k. Sistem musculoskeletal

Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam postpartum. Ambulasi dini sangat membantu

untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.

2.4 Perubahan Psikologis Masa Nifas

Pada primipara, menjadi orang tua merupakan pengalaman tersendiri dan dapat

menimbulkan stress apabila tidak ditangani dengan segera. Perubahan peran dari wanita biasa

menjadi seorang ibu memerlukan adaptasi sehingga ibu dapat melakukan perannya dengan baik.

Perubahan hormonal yang sangat cepat setelah proses melahirkan juga ikut mempengaruhi

keadaan emosi dan proses adaptasi ibu pada masa nifas. Fase- fase yang akan dialami oleh ibu

pada masa nifas menurut Dewi (2012) antara lain adalah sebagai berikut:

a. Fase taking in

Fase taking in merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai

hari kedua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri sehingga cenderung pasif

terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami ibu lebih disebabkan karena proses

persalinan yang baru saja dilaluinya. Rasa mules, nyeri pada jalan lahir, kurang tidur atau

kelelahan, merupakan hal yang sering dikeluhkan ibu. Pada fase ini, kebutuhan istirahat,

asupan nutrisi dan komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi. Bila kebutuhan tersebut tidak

terpenuhi, ibu dapat mengalami gangguan psikologis berupa kekecewaan pada bayinya,

ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa

menyusui bayinya dan kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.

b. Fase taking hold

Fase taking hold merupakan fase yang berlangsung antara 3- 10 hari setelah melahirkan. Ibu

merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya.
Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah

komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan atau pendidikan kesehatan

tentang perawatan diri dan bayinya.

c. Fase letting go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab peran barunya sebagai seorang ibu. Fase

ini berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri

dengan ketergantungan bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya. Perawatan ibu

terhadap diri dan bayinya semakin meningkat. Rasa percaya diri ibu akan peran barunya mulai

tumbuh, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami

dan keluarga dapat membantu ibu untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam merawat

bayinya. Kebutuhan akan istirahat dan nutrisi yang cukup masih sangat diperlukan ibu untuk

menjaga kondisi fisiknya.

2.5 Komplikasi Masa Nifas

Komplikasi dan penyakit yang terjadi pada ibu masa nifas menurut Walyani (2017) yaitu:

a. Infeksi nifas

Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat- alat genetelia dalam masa

nifas. Masuknya kumankuman dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan, dan nifas.

Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apa pun. Morbiditas puerpuralis

adalah kenaikan suhu badan sampai 38⁰ C atau lebih selama 2 hari dari dalam 10 hari

postpartum. Kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4 kali secara oral.

b. Infeksi saluran kemih

Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di dalam vesika

sering menurun akibat trauma persalinan atau analgesia epidural atau spinal. Sensasi

peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman yang

ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi periuretra, atau hematoma dinding vagina.

Setelah melahirkan, terutama saat infus oksitosis dihentikan, terjadi diuresis yang disertai
peningkatan produksi urin dan distensi kandung kemih. Over distensi yang disertai katerisasi

untuk mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih.

c. Metritis

Metritis adalah inspeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab

terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses

pelvic yang menahun, peritonitis, syok septik, trombosis yang dalam, emboli pulmonal, infeksi

felvik yang menahan dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.

d. Bendungan payudara

Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka

mempersiapkan diri untuk laktasi. Bendungan terjadi akibat bendungan berlebihan pada

limfatik dan vena sebelum laktasi. Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak

kontinu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah ductus. Hal ini dapat terjadi pada hari ke

tiga setelah melahirkan. Penggunaan bra yang keras serta keadaan puting susu yang tidak

bersih dapat menyebabkan sumbatan pada ductus.

e. Infeksi payudara

Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah peradangan pada payudara yang

dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh kuman terutama Sraphylococcus aureus

melalui luka pada puting susu atau melalui peredaran darah.

f. Abses payudara

Abses payudara merupakan komplikasi akibat peradangan payudara/ mastitis yang sering

timbul pada minggu ke dua postpartum (setelah melahirkan), karena adanya pembengkakan

payudara akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.

g. Abses pelvis

Penyakit ini merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penyakit- penyakit meluar seksual

(sexually transmitted disease/ STDs), utamanya yang disebabkan oleh chlamydia dan

gonorrhea.
h. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus visera dalam

rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan

dinding perut sebelah dalam.

i. Infeksi luka perineum dan luka abdominal

Luka perineum adalah luka perineum karena adanya robekan jalan lahir baik karena rupture

maupun karena episiotomy pada waktu melahirkan janin. Rupture perineum adalah robekan

yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan.

j. Perdarahan pervagina

Perdarahan pervagina atau perdarahan postpartum adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc

atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan. Hemoragi postpartum primer mencakup

semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran.


3.1 KONSEP TEORI POST PARTUM

3.1.1 PENGERTIAN

Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai alat-alat kandungan

kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas / purperium ini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar, 2008).

Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan. Kejadian yang terpenting dalam

nifas adalah involusi dan laktasi Hanifa, 2012).

Post portum / masa nifas dibagi dalam 3 periode (Mochtar, 2008) :

1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

2. Purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya mencapainya

6 – 8 minggu.

3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila

selama hamil / waktu persalinan mempunyai komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-

minggu bulanan atau tahunan.

3.1.2 PERIODE

Masa nifas dibagi dalam 3 periode:

1. Early post partum : Dalam 24 jam pertama.

2. Immediate post partum : Minggu pertama post partum.

3. Late post partum : Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.

3.1.3 PERUBAHAN FISIOLOGI DAN PSIKOLOGI POST PARTUM

➢ Perubahan Fisiologis

1. Uterus

Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum

hamil. Pada waktu bayi lahir tinggi fundus uteri setinggi pusat dan berat uterus 1000 gram, waktu

uri lahir tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat dengan berat uterus 750 gram. 1 jam setelah lahir

tinggi fundus uteri setinggi umbilikus dengan konsistensi lembut dan kontraski masih ada. Setelah

12 jam tinggi fundus uteri 1 cm di atas umbilikus setelah 2 hari tinggi fundus uteri turun 1 cm.
Satu minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri pertengahan pusat simfisis dengan berat uterus

500 gram, dua minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri tidak teraba di atas simfisis dengan

berat uterus 350 gram. 6 minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri bertambah kecil dengan

berat uterus 50 gram, dan 8 minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri kembali normal dengan

berat 30 gram (Mochtar, 2008).

No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi

1. Segera setelah Pertengahan simpisis Terjadi

lahir dan umbilikus

2. 1 jam setelah Umbilikus Lembut

lahir

3. 12 jam setelah 1 cm di atas pusat

lahir

4. setelah 2 hari Turun 1 cm/hari Berkurang

Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.

2. Lochea

Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.

Locea Rubra (Cruenta)

Berasal dari kavum uteri dan berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,

vernik kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.

Lochea Sanguinolenta

Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Hari ke 3 – 7 pasca pesalinan.

Lochea Serosa

Berwarna pink (merah muda) kecoklatan. Cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 7 – 14 pasca

persalinan.
Lochea Alba

Berwarna kuning putih. Setelah 2 minggu. Tanda bahaya jika setelah lochea rubra berhenti

warna darah tidak muda, bau seperti menstruasi. Lochea Purulenta jika terjadi infeksi, keluar

cairan seperti nanah berbau busuk, Locheostiasis Lochea tidak lancar keluarnya. Pengeluran

rata-rata lochea 240 – 270 ml. (Mochtar, 2008).

3. Servik dan Vagina

Segera setelah melahirkan servik lunak dan dapat dilalui oleh 2 jari, sisinya tidak rata karena

robekan saat melahirkan. Bagaimanapun juga servik tidak dapat kembali secara sempurna ke masa

sebelum hamil. Osteum externum akan menjadi lebih besar karena adanya. Dalam beberapa hari

bentuk servik mengalami distersi, struktur internal kembali dalam 2 minggu. Struktur eksternal

melebar dan tampak bercelah. Sedangkan vagina akan menjadi lebih lunak dengan sedikit rugae

dan akan kembali mengecil tetapi akan kembali ke ukuran semula seperti sebelum hamil dalam 6

– 8 minggu meskipun bentuknya tidak akan sama persis hanya mendekati bentuk awalnya saja.

4. Perineum

Selama persalinan Perinum mendapatkan tekanan yang besar, yang kemudian setelah persalinan

menjadi edema. Perawat perlu mengkaji tingkat kenyamanan sehubungan dengan adanya luka

episiotomi, laserasi dan hemoroid. Perawat perlu melaporkan adanya edema, khimosis,

kemerahan dan pengeluaran (darah, pus, serosa). Dan apabila ada luka episiotomy kaji tanda-

tanda infeksi dan luka episiotomy ini akan sembuh dalam 2 minggu. (Hacker, 2009).

5. Proses Laktasi

Di awal kehamilan, peningkatan estrogen yang diproduksi oleh placenta menstimulasi

perkembangan kelenjar susu. Pada hari pertama post partum terdapat perubahan pada mammae

ibu post partum. Semenjak masa kehamilan kolostrum telah disekresi. Pada 3 hari pertama post

partum mammae terasa penuh atau membesar oleh karena kelahiran plasenta diikuti dengan

meningkatnya kadar prolaktin menstimulasi produksi susu. (Hacker, 2009).

6. Sistem Kardiovaskuler
a. Tanda-tanda Vital

Jumlah denyut nadi normal antara 50 – 70 x/menit. Takikardi mengidentifikasi perdarahan

penyakit jantung infeksi dan kecemasan. Tekanan darah terus selalu konsisten dengan

keadaan sebelum melahirkan. Penurunan tekanan darah secara drastis dicurigai adanya

peradarahan. Kenaikan tekanan darah sistole 30 mmHg dan distol 15 mmHg atau keduanya

dicuriagi kehamilan dengan hipertensi atau eklamsi. Kenaikan suhu tubuh hingga 38o C pada

24 jam pertama atau lebih diduga terjadi infeksi atau karena dehidrasi. Perawat perlu mengkaji

tanda-tanda vital, karena sebagai petunjuk adanya peradarahan, infeksi atau komplikasi post

partum lainnya.

b. Volume darah

Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu

Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.

c. Perubahan hematologik

Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.

d. Jantung

Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.

7. Sistem Pernafasan

Diafragma turun dan paru kembali ke tingkat sebelum melahirkan dalam 6 – 8 minggu post

partum. Respiratory rate 16 – 24 kali per menit. Keseimbangan asam basa akan kembali normal

dalam 3 minggu post partum. Dan metabolisme basal akan meningkat selama 14 hari post partum.

(Hacker, 2009).

8. Sistem Muskuloskeletal

Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji apakah ada oedema atau perubahan vaskular.

Ekstermitas bawah harus diobservasi akan adanya udema dan varises. Jika ada udema observasi

apakah ada pitting udema, kanaikan suhu, pelebaran pembuluh vena, kemerahan yang diduga

sebagai tanda dari tromboplebitis (Hacker, 2009).


9. Sistem Persyarafan

Ibu post partum hiper refleksi mungkin terpapar kehamilan dengan hipertensi. Jika terdapat

tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya peningkatan tekanan darah, proteinuria,

udema, nyeri epigastritik dan sakit kepala. (Hacker, 2009).

10. Sistem Perkemihan

Pada umumnya dalam 4 – 8 jam setelah melahirkan ibu post partum, mempunyai dorongan untuk

mengosongkan kandung kemih. Dalam waktu 48 jam kemudian ibu post partum akan sering

berkemih tiap 3 – 4 jam sekali untuk menghidari distensi kandung kemih. (Hacker, 2009).

11. Sistem Pencernaan

Karakteristik dari fungsi normal usus adalah adanya bising usu 5 – 35 /menit. Kurangnya

pergerakan usus pada hari pertama post partum adalah hal yang biasa terjadi. Sebagai akibat

terjadinya udema saat kelahiran, kurang asupan makan (puasa) sesaat sebelum melahirkan

selanjutnya pada beberapa hari pertama post partum. (Hacker, 2009).

➢ Perubahan Psikologis

1. Taking in Phase

Timbul pada jam pertama kelahiran 1 – 2 hari selama masa ini ibu cenderung pasif, ibu cenderung

dilayani dalam memenuhi cenderung sendiri. Hal ini disebabkan rasa tidak nyaman pada perineal,

nyeri setelah melahirkan.

2. Taking Hold Phase

Ibu post partum mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan sendiri, telah suka membuat

keputusan sendiri. Ibu mulai mempunyai ketertarikan yang kuat pada bayinya pada hari 4 – 7 hari

post partum.

3. Letting Go Phase

Ibu post partum dapat menerima keadaan dirinya apa adanya. Proses ini perlu menyesuaikan diri

terjadi pada hari terakhir minggu pertama.


3.2 TANDA-TANDA BAHAYA POSTPARTUM

o Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak

o Pengeluaran vagina yang baunya menusuk

o Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung

o Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan

o Pembengkakan di wajah/tangan

o Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan

o Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit

o Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama

o Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki

o Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri nafas terengah-engah

3.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan leboratorium yang dilaksanakan antara lain :

1. Preparat saline basah untuk memeriksa adanya tricomona

2. Preparat basah potasium peroxide digunakan untuk memeriksa adanya jamur candidia dan adanya

gardnerela.

3. Urinalisis

4. Kultur gonorrhoe dan herpes servik

5. Kultur cerviks

6. Pemeriksaan darah lengkap,

7. Pemerilsaan virus herpes simplek tipe 1 dan 2

8. Westrern blood untuk pemeriksaan virus HIV

9. Chlamidia yaitu tes kultur atau tes untuk mendeteksi antigen

3.4 PENATALAKSANAAN POST PARTUM

1. Early Ambulation
Ibu post partum diharapkan sedini mungkin melakukan early ambulation, dimana ibu 8 jam

pertama istirahat tidur terlentang, setelah 8 jam diperbolehkan miring ke kiri atau ke kanan untuk

mencegah trombosis dan boleh bangun dari tempat tidur setelah 24 jam sampai 48 jam post

partum.

2. Perawatan Payudara

Perhatikan kebersihan mammae, putting bila ada luka segera obati, dan pada ibu yang belum

mampu mengeluarkan ASI dilakukan perawatan payudara post partum.

3. Pemberian Nutrisi

Nutrisi ibu diberikan harus memenuhi gizi seimbang porsinya lebih banyak daripada waktu hamil,

disamping untuk mempercepat pulihnya kesehatan setelah kelahiran juga untuk meningkatkan

produksi ASI.

4. Aktivitas Seksual

Pasangan dianjurkan untuk menunggu sampai terdapat pengeluaran lochea akhir minggu ke 4.

Perhatikan posisi, sebaiknya wanita pada posisi atas untuk menghindari adanya penetrasi yang

telalu dalam.

3.5 PERAWATAN POST PARTUM

Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan

perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka episiotomi, lakukan

penjahitan dan perawatan luka dengan baik. Penolong harus tetap waspada sekurang-kurangnya

1 jam post partum, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Delapan

jam post partum harus tidur telentang untuk mencegah perdarahan post partum. Sesudah 8 jam,

pasien boleh miring ke kanan atau ke kiri untuk mencegah trombhosis. Ibu dan bayi dapat

ditempatkan dalam satu kamar. Pada hari seterusnya dapat duduk dan berjalan. Diet yang

diberikan harus cukup kalori, protein, cairan serta banyak buah-buahan. Miksi atau berkemih

harus secepatnya dapat dilakukan sendiri, bila pasien belum dapat berkemih sendiri sebaiknya

dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul
komprestase hingga vekal tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini terjadi

dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh adanya mules, dapat diberi

analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae harus sudah dirawat selama

kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap bersih dan lemas, setelah bersih barulah bayi

disusui
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kelahiran Prematur

3.1.1 Pengkajian

1. Pengkajian pada Ibu pada saat persalinan premature

a. Data Demografi

Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status

perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register,

dan diagnosa keperawatan.

b. Keluhan Utama : Ibu yang mengalami persalinan premature biasanya akan

mengeluh nyeri punggung bagian bawah, Kontraksi setiap 10 menit, Kram

di perut bagian bawah, Keluar cairan dan lendir dari vagina yang semakin

banyak, Perdarahan vagina, Tekanan di bagian, panggul dan vagina, Mual,

muntah, hingga diare bisa pula ibu dengan persalinan premature diawali

dengan pecahnya ketuban dini.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM,

TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat pada saat sebelum inpartus didapatkan cairan ketuban yang keluar

pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan,


Kontraksi setiap 10 menit, Kram di perut bagian bawah, Keluar cairan dan lendir

dari vagina yang semakin banyak, Perdarahan vagina, Tekanan di bagian, panggul

dan vagina.

3) Riwayat kesehatan keluarga


Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
klien
d. Riwayat psikososial
Riwayat klien biasanya cemas atas kondisi yang dialami dan kondisi calon
bayinya, membuat harga diri rendah.
e. Riwayat perkawinan
Mengkaji lamanya perkawinan, pada usia berapa melakukan
perkawinan, saat ini perkawinan yang ke berapa dan adanya riwayat infertilitas
yang membantu dalam pertimbangan pelaksanaan tindakan.
f. Riwayat menstruasi
Mengkaji usia menarche dan siklus haid pasien, mengkaji kembali
HPHT untuk menentukan umur kehamilan yang sebenarnya dan taksiran
partus apabila tidak terkaji bisa dengan menanyakan mulai kapan terasa
gerakan janin.
g. Riwayat obstetri
Mengkaji status obstetri pasien (GPAPIAH), riwayat imunisasi TT
sebelumnya, obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama hamil dan keluhan
ataupun penyakit penyerta kehamilan. Selain itu kaji riwayat persalinan pasien
sebelumnya apakah normal atau pernah secara SC dengan penyebabnya.
h. Riwayat kontrasepsi
Mengkaji metode KB yang terakhir dipakai pasien dan keluhannya
karena salah satu efek samping kontrasepsi adalah haid yang tidak teratur
sehingga dapat menimbulkan ketidaktepatan dalam menentukan HPHT serta
menanyakan rencana KB setelah melahirkan.
2. Pengkajian bayi pada saat kelahiran
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat

badan saat kelahiran (kurang dari 2500 gram), lapisan lemak subkutan sedikit

atau tidak ada, bayi terlihat kurus, kepala relatif lebih besar dari pada badan dan

3 cm lebih lebar dibanding lebar dada, nilai Apgar pada 1 sampai 5.

a) Kardiovaskular

Pada bayi prematur denyut jantung rata-rata 120-160/menit pada bagian


apikal dengan ritme yang teratur, pada saat kelahiran kebisingan jantung terdengar
pada seperempat bagian interkostal, yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke
kiri karena hipertensi atau atelektasis paru. Pengkajian sistem kardiovaskuler dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Menentukan frekuensi dan irama denyut jantung.

2) Mendengarkan suara jantung.

3) Menentukan letak jantung tempat denyut dapat didengarkan, dengan palpasi


akan diketahui perubahan intensitas suara jantung.

4) Mendiskripsikan warna kulit bayi, apakah sianosis, pucat pletora, atau ikterus.

5) Mengkaji warna kuku, mukosa, dan bibir.

6) Mengukur tekanan darah dan mendiskripsikan masa pengisian kapiler perifer


(2-3 detik) dan perfusi perifer.

b) Gastrointestinal

Pada bayi prematur terdapat penonjolan abdomen, pengeluaran mekonium


biasanya terjadi dalam waktu 12 jam, reflek menelan dan mengisap yang lemah, tidak
ada anus dan ketidaknormalan kongenital lain. Pengkajian sistem gastrointestinal
pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1) Mendiskripsikan adanya distensi abdomen, pembesaran lingkaran abdomen,


kulit yang mengkilap, eritema pada dinding abdomen, terlihat gerakan
peristaltik dan kondisi umbilikus.
2) Mendiskripsikan tanda regurgitasi dan waktu yang berhubungan dengan
pemberian makan, karakter dan jumlah sisa cairan lambung.

3) Jika bayi menggunakan selang nasogastrik diskripsikan tipe selang pengisap dan
cairan yang keluar (jumlah, warna, dan pH).

4) Mendiskripsikan warna, kepekatan, dan jumlah muntahan.

5) Palpasi batas hati.

6) Mendiskripsikan warna dan kepekatan feses, dan periksa adanya darah sesuai
dengan permintaan dokter atau ada indikasi perubahan feses.

7) Mendiskripsikan suara peristaltik usus pada bayi yang sudah mendapatkan


makanan.

c) Integumen

Pada bayi prematur kulit berwarna merah muda atau merah, kekuning-
kuningan, sianosis, atau campuran bermacam warna, sedikit vernix caseosa dengan
rambut lanugo di sekujur tubuh, kulit tampak transparan, halus dan mengkilap,
edema yang menyeluruh atau pada bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran,
kuku pendek belum melewati ujung jari, rambut jarang atau bahkan tidak ada sama
sekali, terdapat petekie atau ekimosis. Pengkajian sistem integumen pada bayi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Menentukan setiap penyimpangan warna kulit, area kemerahan, iritasi, abrasi.

2) Menentukan tekstur dan turgor kulit apakah kering, halus, atau bernoda.

3) Mendiskripsikan setiap kelainan bawaan pada kulit, seperti tanda lahir, ruam,
dan lain-lain.

4) Mengukur suhu kulit dan aksila.

d) Muskuloskeletal

Pada bayi prematur tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna
yang masih lembut dan lunak, tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan
lemah dan tidak aktif atau letargik. Pengkajian muskuloskeletal pada bayi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mendiskripsikan pergerakan bayi, apakah gemetar, spontan, menghentak,
tingkat aktivitas bayi dengan rangsangan berdasarkan usia kehamilan

2) Mendiskripsikan posisi bayi apakah fleksi atau ekstensi.

3) Mendiskripsikan perubahan lingkaran kepala (kalau ada indikasi) ukuran


tegangan fontanel dan garis sutura.

e) Neurologis

Pada bayi prematur reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak resisten
dan gerak reflek hanya berkembang sebagian. Reflek menelan, mengisap dan batuk
masih lemah atau tidak efektif, tidak ada atau menurunnya tanda neurologis, mata
biasanya tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan belum mencapai 25-26
minggu, suhu tubuh tidak stabil atau biasanya hipotermi, gemetar, kejang dan mata
berputar-putar yang bersifat sementara tapi bisa mengindikasikan adanya kelainan
neurologis. Pengkajian neurologis pada bayi dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

1) Mengamati atau memeriksa reflek moro, mengisap, rooting, babinski, plantar,


dan refleks lainnya.

2) Menentukan respon pupil bayi.

f) Pernapasan

Pada bayi prematur jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 kali/menit dan
diselingi dengan periode apnea, pernapasan tidak teratur, flaring nasal melebar
(nasal melebar), terdengar dengkuran, retraksi (interkostal, suprasternal, substernal),
terdengar suara gemerisik saat bernapas. Pengkajian sistem pernapasan pada bayi
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Mendiskripsikan bentuk dada simetris atau tidak, adanya luka dan


penyimpangan yang lain.

2) Mendiskripsikan apakah pada saat bayi bernapas menggunakan otot-otot bantu


pernapasan, pernapasan cuping hidung, atau subternal, retraksi interkostal atau
subklavikular.

3) Menghitung frekuensi pernapasan dan perhatikan teratur atau tidak.


4) Auskultasi suara napas, perhatikan adanya stridor, crackels, mengi, ronki basah,
pernapasan mendengkur dan keimbangan suara pernapasan.

5) Mendiskripsikan sura tangis bayi apakah keras atau merintih.

6) Mendiskripsikan pemakaian oksigen meliputi dosis, metode, tipe ventilator, dan


ukuran tabung yang digunakan.

7) Tentukan saturasi (kejenuhan) oksigen dengan menggunakan oksimetri nadi


dan sebagian tekanan oksigen dan karbondioksida melalui oksigen transkutan
(tcPO2) dan karbondioksida transkutan (tcPCO2).

g) Perkemihan

Pengkajian sistem pekemihan pada bayi dapat dilakukan dengan cara


mengkaji jumlah, warna, pH, berat jenis urine dan hasil laboratorium yang
ditemukan. Pada bayi prematur, bayi berkemih 8 jam setelah kelahirandan belum
mampu untuk melarutkan ekskresi ke dalam urine.

h) Reproduksi

Pada bayi perempuan klitoris menonjol dengan labia mayora yang belum
berkembang atau belum menutupi labia minora. Pada bayi laki-laki skrotum belum
berkembang sempurna dengan ruga yang kecil dan testis belum turun ke dalam
skrotum.

i) Temuan sikap

Tangis bayi yang lemah, bayi tidak aktif dan terdapat tremor.

3.1.2 Diagnosa Keperawatan

1. Pada Ibu

a. Ansietas b.d perubahan dalam status kesehatan

b. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan tubuh

c. Resiko Keracunan b.d Pemberian obat tokolitik

d. Kurang Pengetahuan b.d Informasi tidak adekuat

3. Pada Bayi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas otot-otot
pernafasan

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien

c. Ketidakefektifan termoregulasi b.d system termoregulasi imatur

d. Resiko Infeksi b.d Penurunan daya tahan tubuh

3.1.3 Intervensi Keperawatan

1. Pada Ibu

Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan pada ibu dengan persalinan


prematur berdasarkan NANDA Nic Noc (2015) adalah sebagai berikut:

a. Diagnosa : Ansietas b.d ancaman pada status terkini

Tujuan :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam ansietas ibu teratasi

Kriteria Hasil :

1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol


cemas

3) Vital sign dalam batas normal

4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan

Intervensi

Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

1) Gunakan pendekatan yang menenangkan

2) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelakuk pasien

3) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur


4) Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress

5) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

6) Identifikasi tingkat kecemasan

7) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

8) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

b. Diagnosa : Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan tubuh

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam klien dapat
beraktivitas secara mandiri

Kriteria Hasil :

1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, nadi dan RR

2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

3) Tanda- tanda vital normal

4) Sirkulasi status baik

5) Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

Intervensi :

Activity Therapy

1) Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

2) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi, dan sosial

3) Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

4) Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

5) Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardi. (2013). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta
: Mediaction
Fadlun et.al. (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Hartanti S. (2014). Penatalaksanaan Post Op Sectio Caesarea pada ibu. Published thesis for University Of
Muhammadiyah Purwokerto.
Jitowiyono, S., & Kristiyanasari, W. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha Medika
Manuaba, IBG.et al. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: ECG.
Manuaba. (2012). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan. Jakarta :EGC.
Maritalia, D. (2012). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta. Pustaka Belajar.
Marmi. (2011). Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mitayani. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Mochtar. (2012). Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi III. Jakarta: EGC.
Nugroho, Taufan. (2012). Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Penny, Janet, Ann. (2008). Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan, Bayi. Jakarta : Arcan
PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
----------- (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP
PPNI.
----------- (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP
PPNI.
Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Proverawati, A. (2010). Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press
Saifuddin, A.B. (2010). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sari L. (2016). Patofisiologi Sectio Caesarea. Published thesis for University of Muhammadiyah Purwokerto
Sarwono. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YSB-SP
Sedyahutama, Yohanes. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi wanita pasangan usia subur mengikuti pelayanan
keluarga berencana (kb) di kelurahan manggarai, kecamatan tebet,jakarta selatan tahun 2013.
Solehati, T., Cecep E. K. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam Keperawatan Maternitas. Bandung : PT.
Refika Aditama
Walyani, E. S. W dan Purwoastuti, E. (2017). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta.
Pustakabarupress.

Anda mungkin juga menyukai