Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)


Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung
pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi
terakhir (HPMT) (Agustina, 2020). Badan Kesehatan Dunia (WHO)
menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37minggu atau kurang.
Menurut Wibowo (2021), persalinan prematur adalah kontraksi uterus
yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan
interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau
lebih tanda berikut: (1) perubahan serviks yang progresif (2) dilatasi serviks 2
sentimeter atau lebih (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih. Menurut
Mochtar (2019) partus prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28
sampai 37 minggu, berat badan lahir 1000 sampai 2500 gram.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2018
menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada
usia kehamilan 22-37 minggu.

2. EPIDEMIOLOGI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)


Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan
atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun
seksio sesarea; (2) PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI
dengan ketuban pecah dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam
atau melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari PPI berdasarkan indikasi,
40-45% PPI terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan 25-30%
PPI yang didahului ketuban pecah dini (Harry dkk, 2019).
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI
pada wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput
amnion utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului
ketuban pecah dini sebelumnya. PPI juga bisa dibagi menurut usia
kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28
minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31
minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu
(moderate prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu
(near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka kejadian PPI,
yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran preterm
atas indikasi (Harry dkk, 2019).

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO PARTUS PREMATURUS


IMMINENS (PPI)

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :

a) Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum,


KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli,
polihidramnion
b) Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan
bentuk uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang,
inkompetensi serviks, pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat,
kelainan imun/resus

Namun menurut Rompas (2020) ada beberapa resiko yang dapat


menyebabkan partus prematurus yaitu :

a) Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,


serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu,
riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan
pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat
operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
b) Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok
lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat
abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
4. PATOFISIOLOGI
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan
atau membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya
proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi,
regangan dan perdarahan (Norwintz, 2019).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah,
aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi
aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan
persalinan prematur. Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin
dan pada ibu. Pada janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya
sehingga terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya
terjdilah maturitas paru yang menyebabkan resiko cidera pada janin.
Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang menyebabkan
ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan
kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat
kehamilan.
WOC

Faktor resiko plasenta dan janin : Faktor resiko ibu : DM, HT,
perdarahan trimester awal, preeclampsia, infeksi, demam
riwayat abortus, stres

Kehamilan 20-37 minggu

Neuroendokrin, aktivasi
premature axis HPA
CRH plasenta mensstimulasi kortisol

Menstimulasi plasenta untuk menstimulasi esteriol edteriol dan prostaglandin

Kegagalan mempertahankan kondisi tenang uterus

Terdapat tanda-tanda persalinan

PARTUS PREMETARUS IMINEN

Janin
IBU
Perdarahan
Kontraksi uterus Imunitas rendah Kondisi paru Kulit tipis
pervaginam/kelua
imatur
r nya cairan
Disertai dilatasi atau Terpapar Kemampuan
ketuban Surfaktan
pendarahan servik lingkungan luar termoregula si
bedrest uterus belum matur janin blm
sempurna
Respon local serabut
Kelemahan Risiko Infeksi Kemampuan
saraf
pengembangan Hipotermi
paru belum
Diteruskan ke otak Intoleransi sempurna
Aktivitas
Respon nyeri Respiratory
distress
(Norwintz, 2019) syndrome
Nyeri Akut
G. Pertukara
Perasaan takut dan ancaman n gas
kematian janin

Kurang informasi

Ansietas
5. DIAGNOSIS PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI
(Wiknjosastro, 2020), yaitu:
1) Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2) Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya
setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3) Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi,
rasa tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back
pain),
4) Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5) Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%,
atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6) Selaput amnion seringkali telah pecah,
7) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics


dan The American Collage of Obstetricians and Gynecologists (2017) untuk
mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:

1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

Menurut Mansjoer (2020) manifestasi klinik persalinan pretem adalah:


a. Kontraksi uterus yang teratur sedikitnya 3 sampai 5 menit sekali selama
45 detik dalam waktu minimal 2 jam .
b. Pada fase aktif, intensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien
melakukan aktivitas.
c. Tanya dan cari gejala yang termasuk faktor risiko mayor dan minor
d. Usia kehamilan antara 20 samapi 37 minggu
e. Taksiran berat janin sesuai dengan usia kehamilan antara 20 sampai  37
minggu.
f. Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan
preterm
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG PARTUS PREMATURUS
IMMINENS (PPI)
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan
diagnosis PPI :

1. Laboratorium
 Pemeriksaan kultur urine
 Pemeriksaan gas dan pH darah janin
 Pemeriksaan darah tepi ibu
 Jumlah lekosit
C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang menderita
infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk
mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik kuman
Pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP dibentuk di hepatosit
sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (2018) mendapati bila ketebalan
seviks < 3 cm (USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm.
Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena dapat menghindari
manipulasi intravagina terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta
previa.
7. KOMPLIKASI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
1) Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering
terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih
tinggi; Morales (2019) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang
menderita anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan
risiko distres pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan
perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih besar
2) Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar
bisa bernafas dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus
dapat terisi oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar
karena adanya suatu bahan yang disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh
paru-paru dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Bayi
prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang
memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis,
akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa
menyebabkan kelainan lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat
fatal. Kepada bayi diberikan oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin
mereka perlu ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat
surfaktan (bisa diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang
dihubungkan dengan trakea bayi).
1) Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan
gangguan refleks menghisap atau menelan, rentan terhadap
terjadinya perdarahan otak atau serangan apneu. Selain paru-paru
yang belum berkembang, seorang bayi prematur juga memiliki
otak yang belum berkembang. Hal ini bisa menyebabkan apneu
(henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin belum
matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu
bisa digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya
terganggu. otak yang sangat tidak matang sangat rentan terhadap
perdarahan (perdarahan intraventrikuler) atau cedera .
2) Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi
pemberian makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil
mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan,
sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan
bayi muntah. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil
mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan,
sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan
bayi muntah.
3) Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia
retrolental)
4) Displasia bronkopulmoner.
5) Penyakit jantung.
6) Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang
normal untuk membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil
pemecahan sel darah merah) dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru
lahir, terutama yang lahir prematur, memiliki kadar bilirubin darah
yang meningkat (yang bersifat sementara), yang dapat
menyebabkan sakit kuning (jaundice). Peningkatan ini terjadi
karena fungsi hatinya masih belum matang dan karena kemampuan
makan dan kemampuan mencernanya masih belum sempurna.
Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang sejalan
dengan perbaikan fungsi pencernaan bayi.
7) Infeksi atau septikemia.
8) Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang
sempurna. Mereka belum menerima komplemen lengkap antibodi
dari ibunya melewati plasenta. Resiko terjadinya infeksi yang
serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi. Bayi prematur juga
lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan pada
usus).
9) Anemia .
10) Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-
ubah, bisa tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
11) Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
12) Keterbelakangan mental dan motorik.

8. PENCEGAHAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)


a.   Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur
b.  Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan
kehamilan dan persalinan preterm.
c.   Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan, meningkatkan
pengertian KB-interval, memperhatikan tentang berbagai kelainan
yang timbul dan sgera melakukan konsultasi, menganjurkan untuk
pemeriksaan tambahan sehingga secara dini penyakit ibu dapat
diketahui dan diawasi / diobati.
d.  Meningkatakan keadaan sosial – ekonomi keluarga dan kesehatan
lingkungan (Manuaba, 2018).
Partus prematurus menurut Mochtar (2019) dapat dicegah dengan
mengambil
langkah-langkah berikut ini :
a.  Jangan kawin terlalu muda dan jangan pula terlalu tua (idealnya 20
sampai 30 tahun).
b.  Perbaiki keadaan sosial ekonomi
c.  Cegah infeksi saluran kencing
d.  Berikan makana ibu yang baik, cukup lemak , dan protein
e.   Cuti hamil
f.   Prenatal care yang baik dan teratur
g.   Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan anak
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Partus Prematurus
Imminens (PPI)
1. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1. Sirkulasi : Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena
kehamilan (HKK), penyakit sebelumnya.
2. Intregitas Ego Adanya ansietas sedang.
3. Makanan/cairan Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan
berlebihan.
4. Nyeri/Katidaknyamanan Kontraksi intermiten sampai regular yang
jaraknya kurang dari 10 menit selama paling sedikit 30 detik dalam 30-
60 menit.
5. Keamanan Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK)
dan atau infeksi vagina)
6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin terlihat,
Membran mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester ketiga, Riwayat
aborsi, persalinan prematur, riwayat biopsi konus, Uterus mungkin
distensi berlebihan, karena hidramnion, makrosomia atau getasi multiple.
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai
2500 gram)
b. Tes nitrazin : menentukan KPD
c. Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu
menandakan adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap
sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru
janin, atau infeksi amniotik
2. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia,


psikologis),kontraksi otot dan efek obat-obatan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler,


tirah baring, kelemahan
3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng
dirasakan atau aktual pada diri dan janin.

4. Defisit pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan


danprognosis berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari
informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan


NO Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Gangguan Tujuan : Pemantauan respirasi 1. Mengetahui
Pertukaran gas (I.01014) frekuensi,
b/d Setelah dilakukan irama,
ketidakseimba
tindakan Observasi kedalaman dan
ngan ventilasi
keperawatan upaya napas
perfusi selama 2x24 jam 1. Monitor frekuensi, 2. Mengetahui
diharapkan pasien irama, kedalaman, pola napas
membaik dengan dan upaya napas pasien
2. Monitor pola napas 3. Mengetahui
Kriteria Hasil : (seperti bradipnea, adanya batuk
SDKI D.0003 1. Tingkat takipnea, efektif
hal : 22 kesadaran hiperventilasi, 4. Mengetahui
meningkat kusmaul) adanya
2. Dispnea 3. Monitor produksi
menurun kemampuan batuk sputum
3. Bunyi napas efektif 5. Mengetahui
tambahan 4. Monitor adanya adanya
menurun produksi sputum sumbata jalan
4. Pola napas 5. Monitor adanya napas
membaik sumbatan jalan
napas
6. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi
napas
8. Monitor saturasi
oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray
thorax
Terapeutik

11. Atur interval


pemakaian respirasi
sesuai kondisi
pasien
12. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
2. Nyeri Akut Tujuan: Manajemen nyeri 1. mengetahui
b/d agen (I.03119) lokasi,
cedera fisik Setalah dilakukan karakteristik,
tindakan selama 2x Observasi durasi,
Sdki D.0077 24 jam diharapkan 1. Identifikasi lokasi, frekuensi,
hal : 172 px membaik dg karakteristik, kualitas,
durasi, frekuensi, intensitas
kualitas, intensitas nyeri
Kriteria hasil: nyeri 2. Mengetahui
2. Identifikasi skala skala nyeri
1. Keluhan nyeri nyeri 3. Mengetahui
menurun His 3. Identifikasi respon respon nyeri
2.10.15’’ nyeri non verbal 4. Mengetahui
2. Meringis 4. Identifikasi faktor penyebab
menurun yang memperberat nyeri
3. Gelisah menurun & memperingan
4. Kesulitan tidur nyeri
tidak ada 5. Identifikasi
5. Frekuensi nadi pengaruh budaya
membaik terhadap respon
nyeri
slki l.08066 hal : 6. Identifikasi
145 pengaruh nyeri
terhadap kualitas
hidup
7. Monitor
keberhasila terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
Terapeutik
8. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
9. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
10. Fasilitasi istirahat
dan tidur
11. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
12. Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
13. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
14. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
15. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
16. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
utuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
17. Kolaborasi
pemberian
tokolitik
(nifedipin) 2x30mg
lanjut 3x20mg
Siki I.08238
2. Ansietas b/d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas 1. Mengetahui
merasa tindakan (I.09314) tingkat
khawatir, keperawatan ansietas
gelisah selama 1x24 jam Observasi 2. Mengetahui
diharapkan pasien 1. Identifikasi saat adanya
D. 0080 hal membaik dengan tingkat ansietas tanda-tanda
180 berubah (mis. ansietas
Kondisi, 3. Memberikan
waktu,stresor) kenyamanan
KH :
2. Identifikasi untuk pasien
1. Cemas menurun kemampuan
mengambil keputusan
2. Khawatir 3. Monitor tanda-tanda
menurun ansietas (verbal &
non verbal)

Terapeutik
4. Ciptakan suasana
terapeutik utuk
menumbuhkan
kepercayaan
5. Temani pasien untuk
mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
6. Pahami situasi yang
membuat ansietas
7. Dengarkan dengan
penuh perhatian
8. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
9. Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan
10. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
11. Diskusikan
perencanaan realistis
tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
12. Jelaskan prosedur
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
13. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognesis
14. Anjurkan keluarga
untuk selalau bersama
15. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
16. Latih tknik
relaksasi
Kolaborasi
17. Kolaborasi dengan
tim medis

4.
Daftar Pustaka

Iams J.D. 2020. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5th
ed.Saunders.

Jafferson Rompas. 2019.


http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14511Persalinanpreterm.pdf/145.30

Wiknjosastro, H. ;2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka,


Sarwono Prawirohardjo.

Oxorn Harry, dkk. 2020. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan
(Human Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.

Hariadi, R. 2019. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan


Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai