Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. R DENGAN DIAGNOSA PRO OP G1POOOO 38/39 MINGGU


THIU LETSU + ASMA BRONKIAL + HT KRONIS
DIRUANG DRUPADI II RSUD JOMBANG

DI SUSUN OLEH :

DEWI ZAKIYAH

PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BAHRUL ULUM TAMBAKBERAS JOMBANG
2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan diagnosa Pro Op


GIpoooo 38/39 minggu THIU Letsu + Asma Bronkial + HT Kronis pada Ny. R di
Ruang Drupadi II RSUD Jombang yang dimulai pada tanggal 22 November 2022,
telah disahkan dan disetujui oleh :

Jombang, 22 November 2022

Mahasiswa

(Dewi
Zakiyah)

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( )
( )

Mengetahui
Kepala Ruangan Drupadi II

( )
A. Konsep Asma Bronchial
1. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan
akibat penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan
dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi
pernafasan diantara dua interval asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada
paru, karena adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat
reversible, peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan hiperresponsivitas, obstruksi pada
saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/ kontraksi otot polos bronkus,
oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus meningkat (Putri
& Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma
bronchial adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya
penyempitan saluran nafas yang mengakibatkan sesak nafas dimana fase
inspirasi lebih pendek dari fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi
(wheezing).
2. Etiologi
Faktor penyebab asma bronchial menurut Wijaya & Putri (2013)
adalah sebagai berikut :
a. Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlah
alergen yang sedikit untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus
respiratory synchyhal virus (RSV) dan virus para influenza.
c. Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asap
rokok, bau asam dari cat dan polutan udara, air dingin dan udara
dingin.
d. Refleks gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat
penyakit asma.
e. Psikologis
Hal ini dapat memicu stress yang akan menurunkan respon tubuh
sehingga mudah terjadi inflamasi pada bronkus yang akan menimbulkan
asma bronkiale (Muttaqin, 2008).
3. Klasifikasi
Menurut Djojodibroto (2017) Ada 2 penggolongan besar asma
bronchial, yaitu :
a. Asma bronchial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai
riwayat pribadi atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik. Dapat
disebut asma ekstrinsik (asma alergik) yaitu asma yang mulai terjadi
saat kanak-kanak, kadar IgE serum meningkat, mekanisme
terjadinya berkaitan dengan sistem imun.
b. Asma bronchial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan
diatesis atopik. Asma ini golongkan sebagai asma instrinsik atau
asma idiosinkratik yaitu asma yang terjadi saat dewasa, kadar IgE
normal dan bersifat Non-imun.
4. Manifestasi klinik
Menurut Putri & Sumarno, 2013 manifestasi klinik untuk asma
bronkial adalah sesak nafas mendadak disertai inspirasi yang lebih
pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangan sesak nafas yang kumat-
kumatan.
5. Pathofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat
pemaparan allergen. Alergen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh
makrofag dan selanjutnya akan merangsang pembentukan IgE. IgE akan
segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada
dalam sirkulasi.
Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan
terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Kadar cAMP
yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel berupa histamin
dan kinin. Akibat dari bronkospasme akan terjadi penyempitan bronkus
dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak ,nafas
berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif. Tanda gelaja tersebut
merupakan tanda dari asma bronkiale (Muttaqin, 2008).
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan
diagnostik pada pasein asma bronchial yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang
meningkat menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat >
250/mm3.
b. Pemeriksaan radiologi pada asma bronchial akan ditandai dengan
adanya hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar (wijaya & putri,
2013)
c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE
hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
7. Penatalaksanaan
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma
bronchial yaitu :
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya
aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot,
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak
memberikan respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari.
Pemberian steroid dalam jangka yang lama harus diawasi dengan
ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin
merupakan obat pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer
ditentukan dengan cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat
yang dipakai yaitu Pulmicord ( budesonide 100 μg, 200 μg, 400
μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50, 100, 200, 250, 400 μg /
dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri & Sumarno, 2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno
(2013) dapat dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk
efektif
a. Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk
dengan benar, dimana pasien dapat menghemat energi sehingga
tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan secret secara
maksimal.. Tujuan membantu membersihkan jalan nafas.,
Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien dengan batuk
yang tidak efektif
b. Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan
ekspansi paru. Posisi ini mengurangi kerja napas dan
meningkatkan ekspansi paru.
8. Komplikasi
Status asmatikus merupakan asma yang lama dan hebat dan tidak
berespon terhadap terapi rutin. status asmatikus dapat menyebabkan
gagal napas dengan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Intubasi
endotrakea, ventilasi mekanis, dan terapi obat agresif dapat diperlukan
untuk mempertahankan jiwa. Selain gagal nafas akut, komplikasi lain
terkait status asma, antara lain dehidrasi, infeksi pernafasan, atelektasis,
pneumotoraks, dan kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene, 2016).

B. HT Kronis
1. PENGERTIAN
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang peristen.
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Menurut
WHO (World Health Organization), batas tekanan darah yang masih
dianggap normal adalah 120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik.
Jadi, seseorang disebut mengidap hipertensi bila tekanan darahnya selalu
terbaca di atas 140/90 mmHg. Hipertensi menjadi masalah kesehatan
masyararakat yang serius, karena jika tidak terkendali akan berkembang dan
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering
timbul komplikasi, misalnya stroke (pendarahan otak), penyakit jantung
koroner, dan gagal ginjal.

2. ETIOLOGI
Secara umum hipertensi disebabkan oleh :
a. Asupan garam yang tinggi
b. Strees psikologis
c. Faktor genetik (keturunan)
d. Kurang olahraga
e. Kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok dan alcohol
f. Penyempitan pembuluh darah oleh lemak/kolesterol tinggi
g. Peningkatan usia
h. Kegemukan

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:


a. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu : genetic, lingkungan,
hiperaktifitas saraf simpatis sistem rennin. Anglotensin dan peningkatan
Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko : obesitas,
merokok, alcohol dan polisitemia.
b. Hipertensi Sekunder
Penyebab yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:


a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan / atau tekanan diastolic sama dengan atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan-perubahan pada:

a. Elastisitas dinding aorta menurun


b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi.
e. Meningkatnya resisten pembuluh darah perifer

3. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,  angiotensin
I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon
antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar
pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume
urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan
cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan
tekanan darah (Anggraini, Waren, et. al. 2009).
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hali ini berari hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur
b. Gejala yang lazim
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
6) Muntah
7) Kesadaran menurun
8) Mimisan
5. KOMPLIKASI
Komplikasi pada hipertensi yaitu:
1. Serangan Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pengeseran dan penebalan
arteri dinding pembuluh darah arteri. Ini disebut dengan aterosklerosis.
Aterosklerosis menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, sehingga
jantung tidak mendapatkan cukup ksigen. Akibatnya, bisa terkena
serangan jantung. Gejala peringatan serangan jantung yang paling umum
adalah nyeri dada dan sesak napas.
2. Gagal Jantung
Saat tekanan darah tinggi, otot jantung memompadarah lebih keras agar
dapat memenuhi kebutuhan darah kesemua bagian tubuh. Hal ini
membuat otot jantung lama-lama menebal sehingga jantung kesulitan
memompa cukup darah. Hal ini menyebabkan gagal jantung. Gejala
umum dari gagal jantung adalah sesak napas, kelelahan, bengkak di
pergelangan tangan, kaki, perut, dan pembuluh darah di leher.
3. Stroke
Stroke dapat terjadi saat aliran darah kaya oksigen ke sebagian area otak
terganggu, misalnya karena ada sumbatan atau ada pembuluh darah yang
pecah. Penyumbatan ini terjadi karena aterosklerosis dalam pembuluh
darah. Pada orang yang punya penyakit hipertensi, stroke mungkin terjadi
ketika tekanan darah terlalu tinggi sehingga pembuluh darah di salah satu
area otak pecah. Gejala stroke meliputi kelumpuhan atau mati rasa pada
wajah, tangan, dan kaki, kesulitan berbicara,dan kesulitan melihat.
4. Masalah Ginjal
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan
pembuluh darah di ginjal menyempit dan melemah. Hal ini kemudian
dapat mengganggu fungsi ginjal dan menyebabkan penyakit ginjal dan
menyebabkan penyakit ginjal kronis.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:

a. Pemeriksaan yang segera seperti:

1) Darah: rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD

2) Urine: Urinelisa dan kultur urine.

3) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi.

4) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah


pengobatan terlaksana).

b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil


pemeriksaan yang pertama):

1) Kemungkinan kelainan renal: IVP, Renald angiography (kasus


tertentu), biopsi renald (kasus tertentu).

2) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,


CAT Scan.
3) Bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA).
(Brooker,2001)

7. PENATALAKSANAAN MEDIS/KEPERAWATAN
Menurut Smeltzer & Bare (2001), mengemukakan bahwa tujuan dari
tiap program penanganan atau penatalaksanaan pasien hipertensi adalah
mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai
dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Menurut
Kurniawan (2006), penatalaksanaan pasien hipertensi dapat dilakukan dengan
dua pendekatan yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologis :
a. Penatalaksanaan non-farmakologis
Menurut Dalimartha (2008) terapi nonfarmakologis yang dapat
dilakukan pada penderia hipertensi adalah terapi diet, olahraga, dan
berhenti merokok:
1) Terapi diet
(a) Diet rendah garam
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 gr
garam dapur perhari dan menghindari makanan yang kandungan
garamnya tinggi. Misalnya telur asin, ikan asin, terasi, minuman
dan makanan yang mengandung ikatan natrium.Tujuan diet
rendah garam adalah untuk membantu menghilangkan retensi
(penahan) air dalam jaringan tubuh sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Walaupun rendah garam, yang penting
diperhatikan dalam melakukan diet ini adalah komposisi
makanan harus tetap mengandung cukup zat-zat gizi, baik
kalori, protein, mineral, maupun vitamin yang seimbang.
Menurut Dalimartha (2008) diet rendah garam penderita
hipertensi dibagi menjadi 3 yaitu diet garam rendah I, diet garam
rendah II dan diet garam rendah III:
a) Diet garam rendah I (200-400 mg Na)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema,
asites dan / atau hipertensi berat. Pada pengolahan
makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari
bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
b) Diet garam rendah II (600-800 mg Na)
Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan
edema, asites, dan / atau hipertensi tidak berat. Pemberian
makanan sehari sama dengan diet garam rendah I. Pada
pengolahan makanannya boleh menggunakan ½ sdt garam
dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar
natriumnya.
c) Diet garam rendah III (1000 – 1200 mg Na)
Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan
edema dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan
sehari sama dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan
makanannya boleh menggunakan 1 sdt garam dapur.
(b) Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas

Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar


kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol
dalam dinding pembuluh darah. Lama-kelamaan jika endapan
kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan
mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan
memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung
memperparah hipertensi. Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam mengatur diet lemak antara lain sebagai berikut:

a) Hindari penggunaan lemak hewan, margarin, dan mentega,


terutama makanan yang digoreng dengan minyak
b) Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan
lainnya serta sea food (udang, kepiting), minyak kelapa,dan
santan
c) Gunakan susu skim untuk pengganti susu full cream
d) Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak tiga butir
seminggu
(c) Makan banyak buah dan sayuran segar

Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin


dan mineral. Buah yang banyak mengandung mineral kalium
dapat membantu menurunkan tekanan darah yang ringan.
Peningkatan masukan kalium (4,5 gram atau 120-175 mEq/hari)
dapat memberikan efek penurunan darah. Selain itu, pemberian
kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium
akibat dari rendahnya natrium.

(d) Olahraga
Peningkatan aktivitas fisik dapat berupa peningkatan
kegiatan fisik sehari-hari atau berolahraga secara teratur.
Manfaat olahraga teratur terbukti bahwa dapat menurunkan
tekanan darah, mengurangi risiko terhadap stroke, serangan
jantung, gagal ginjal, gagal jantung, dan penyakit pembuluh
darah lainya.
(e) Berhenti merokok
Merokok merangsang sistem adrenergik dan
meningkatkan tekanan darah. Berdasarkan penelitian bahwa ada
hubungan yang linear antara jumlah alkohol yang diminum
dengan laju kenaikan tekanan sistolik arteri.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis untuk hipertensi adalah pemberian
antihipertensi. Tujuan terapi antihipertensi adalah mencegah komplikasi
hipertensi dengan efek samping sekecil mungkin. Obat yang ideal adalah
obat yang tidak mengganggu gaya hidup/menyebabkan simptomatologi
yang bermakna tetapi dapat mempertahankan tekanan arteri terkendali.
Penurunan tekanan arteri jelas mengurangi risiko morbiditas dan
mortalitas akibat stroke, gagal jantung, meskipun terapi terhadap
hipertensi ringan dengan obat belum memperlihatkan banyak harapan
dalam mengurangi risiko penyakit koroner. Jenis obat antihipertensi yang
sering digunakan adalah sebagai berikut:
1) Diuretika
Diuretika adalah obat yang memperbanyak kencing,
mempertinggi pengeluaran garam (NaCl). Obat yang sering
digunakan adalah obat yang daya kerjanya panjang sehingga dapat
digunakan dosis tunggal, diutamakan diuretika yang hemat kalium.
Obat yang banyak beredar adalah Spironolactone, HCT,
Chlortalidone dan Indopanide.
2) Alfa-blocker
Alfa-blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa
yang menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunnnya tekanan
darah. Karena efek hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya
agak kuat (hipotensi ortostatik dan takikardi) maka jarang
digunakan. Obat yang termasuk dalam Alfa-blocker adalah Prazosin
dan Terazosin.
3) Beta-blocker

Mekanisme kerja obat Beta-blocker belum diketahui dengan


pasti. Diduga kerjanya berdasarkan beta blokade pada jantung
sehingga mengurangi daya dan frekuensi kontraksi jantung. Dengan
demikian, tekanan darah akan menurun dan daya hipotensinya baik.
Obat yang terkenal dari jenis Beta-blocker adalah Propanolol,
Atenolol, Pindolol dsb.

4) Obat yang bekerja sentral


Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non
adrenalin sehingga menurunkan aktivitas saraf adrenergic perifir dan
turunnya tekanan darah. Penggunaan obat ini perlu memperhatikan
efek hipotensi ortostatik. Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah
Clonidine, Guanfacine dan Metildopa.
5) Vasodilator

Obat vasodilator mempunyai efek mengembangkan dinding


arteriole sehingga daya tahan perifir berkurang dan tekanan darah
menurun. Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah Hidralazine
dan Ecarazine.

6) Antagonis kalsium
Mekanisme antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan
ion kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh darah dengan efek
vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis
kalsium yang terkenal adalah Nifedipine dan Verapamil.
7) Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat
Angiotensin converting enzim yang berdaya vasokontriksi kuat. Obat jenis
penghambat ACE yang popular adalah Captopril (Capoten) dan Enalapril
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada pasien asma bronkial menurut Wijaya
& Putri (2013) dan Priscilla, Karen, Gerene (2016) meliputi :
a. Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin ras dll
b. Informasi dan diagnosa medik yang penting
c. Data riwayat kesehatan
d. Riwayat kesehatan dahulu : pernah menderita penyakit asma
sebelumnya, menderita kelelahan yang amat sangat dengan sianosi
pada ujung jari.
e. Riwayat kesehatan sekarang
1) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah,
pucat tidak ada nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan
nafas
2) Sesak setelah melakukan aktivitas / menhadapi suatu krisis
emosional
3) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
4) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
f. Riwayat kesehatan keluarga
1) Riwayat keluarga yang mengalami asma
2) Riwayat keluarga positif menderita penyakit alergi, seperti
rinitis alergi, sinustis, dermatitis, dan lain-lain
g. Pemeriksaan fisik : tingkat distres yang tampak ,tanda-tanda vital,
kecepatan pernapasan dan ekskursi, suara napas di seluruh lapang
paru, nadi apikal.
h. Pemeriksaan diagnostik meliputi volume ekspirasi paksa, kecepatan
aliran ekspirasi puncak, gas darah.
i. pola gordon
1)  Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi
berpakaian, eliminasi,mobilisaasi di tempat tidur, berpindah,
ambulansi, naik tangga.
– Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring,
penggunaan otot–otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot
interkosta)
– Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi,
dypsnea,takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara
tambahanronkhi, hiperresonan pada perkusi
– Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan
tingkatkesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
2) Pola istirahat tidur
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur, kualitas dan kuantitas
jam tidur
3) Pola nutrisi – metabolic
– Berapa kali makan sehari
– Makanan kesukaan
– Berat badan sebelum dan sesudah sakit
– Frekuensi dan kuantitas minum sehari
4) Pola eliminasi
– Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
– Nyeri
– Kuantitas
5) Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
6) Pola konsep diri
– Gambaran diri
– Identitas diri
– Peran diri
– Ideal diri
– Harga diri
Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
7) Pola seksual – reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
8) Pola peran hubungan
– Hubungan dengan anggota keluarga
– Dukungan keluarga
– Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
9) Pola nilai dan kepercayaan
– Persepsi keyakinan
– Tindakan berdasarkan keyakinan

2. Diagnosa Keperawatan

1) Bersihan jalan napas tidak efektif

2) Pola napas tidak efektif

3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi


1 Bersihan jalan nafas Tujuan setelah dilakukan Airway Suction
tidak efektif b.d asuhan keperawatan selama
penurunan ekspansi 2x24 jam jalan nafas membaik. Observasi
paru KH : 1. Monitor frekuensi,
1. Batuk efektif irama, kedalaman &
meningkat upaya napas
SDKI D.0005 2. Produksi sputum 2. Monitor kemampuan
menurun batuk efektif
3. Dipsnea menurun 3. Monitor adanya
4. Gelisah menurun produksi sputum
5. Frekuensi napas
4. Monitor adanya
membaik
6. Pola napas membaik
sumbatan jalan napas
L. 01001 hal. 18 5. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
6. Auskultasi bunyi
napas
7. Monitor saturasi
oksigen
8. Monnitor nilai AGD
9. Monitor hasil x-ray
thoraks
Terapeutik
10. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
11. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
12. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
13. Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
Kolaborasi
14. Kolaborasi dengan tim
medis

SIKI I.01011 hal. 186


2 Pola napas tidak Tujuan : Observasi
efektif b.d obstruksi 1. Monitor pola napas
Setelah dilakukan asuhan
jalan napas
keperawatan selama 2x24 jam (frekuensi, kedalaman,
pola nafas membaik. usaha napas)
SDKI D.0001 KH : 2. Monitor bunyi napas
tambahan
1. Tekanan ekspirasi
3. Monitor sputum
meningkat
(jumlah, warna,
2. Tekanan inspirasi
aroma)
meningkat
Terapeutik
3. Dipsnea menurun
4. Pertahankan
4. Penggunaan otot
kepatenan jalan napas
bantu napas menurun
5. Posisikan semi
5. Pemajangan fase
fowler / fowler
ekspirasi menurun
6. Berikan minum hangat
6. Frekuensi napas
7. Lakukan fisioterapi
menurun
dada, jika perlu
7. Kedalaman napas
8. Lakukan penghisapan
menurun
lendir , 15 dtk
9. Lakukan
L. 01004 hal. 95
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan
benda padat dg forsep
McGill
11. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
12. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hr
13. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

4. Evaluasi
Menurut Moorhead, dkk (2016) evaluasi pada ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada asma bronchial sesuai dengan hasil dari
perencanaan yang telah dilakukan yaitu menunjukkan bersihan jalan nafas
yang efektif, yang dibukitkan oleh status pernafasan : kepatenan jalan
nafas berupa frekuensi pernafasan normal, irama pernafasan reguler,
kedalaman inspirasi tidak mengalami gangguan.
Daftar Pustaka
Bulechek, M.G.,Howard, K.B.,Joanne, M. D., & Wagner, M.C (2016). Nursing
intervention classification (NIC). United States of America: Elsevier
Mosby.
Djojodibroto, R.D. (2017). Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, F., Murr, A. C. Dkk. 2015. Manual diagnosis
keperawatan : rencana, intervensi & dokumentasi asuhan keperawatan .
editor edisi bahasa indonesia, Karyuni, P. E. dkk edisi 3. Jakarta : EGC.
Herdman & Kamitsuru. (2015). Diagnosis keperawatan : definisi keperawatan &
klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S.,Johnson, M., & Mass, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing
outcomes classification (NOC). United States of America: Elsevier
Mosby.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Priscilla, L., Karen, M. B., Gerene, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC.
Putri, H. & Soemarno, S. (2013). Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk
Efektif Pada Intervensi Nabulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk
Pada Asma Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi Volume
13 Nomor 1, (online), (http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-
3896-soemarno.pdf , diakses tanggal 29 Januari 2018).
Wijaya, A. S., & Putri, Y. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : keperawatan
dewasa teori dan contoh askep. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai