F DENGAN BRONKITIS
DISUSUN OLEH :
YOGYAKARTA
2023
Laporan Pendahuluan dengan bronkitis di ruang anggrek, telah diperiksa oleh pembimbing klinik
(Clinikal Instructure) yang disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui Dosen
Pembimbing
B. KLASIFIKASI
1. Bronkitis akut
Bronkitis akut biasanya dikarenakan flu serta infeksi lain di saluran
pernafasan, biasanya bronkitis akut mulai membaik dalam waktu beberapa hari
ataupun beberapa pekan.
2. Bronkitis Kronis
Bronkitis kronis merupakan iritasi atau radang yang bertempat pada saluran
nafas yang harus ditangani dengan serius. Seringkali bronkitis kronis
disebabkan karena merokok (Magfiroh et al., 2021).
C. ETIOLOGI
Penyebab penyakit bronkitis serindiri disebabkan oleh virus seperti
Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para
influenza, dan coxsackie virus. Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit
seperti askariasis dan jamur. Selain penyakit infeksi, bronkitis dapat pula
disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti bahan fisik atau kimia serta faktor
risiko lainnya yang mempermudah seseorang menderita bronkitis misalnya
perubahan cuaca, alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik
(Alifariki, 2019).
D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya bronkitis itu bisa diakibatkan oleh paparan infeksi maupun non
infeksi. Apabila terjadi iritasi maka timbulah inflamasi yang mengakibatkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronko- spasme. Hal ini dapat
menyebabkan aliran udara menjadi tersumbat, oleh sebab itu mucocilliary defence
pada paru mengalami peningkatan serta kerusakan, dan cenderung lebih mudah
terjangkit infeksi, pada saat timbulnya infeksi maka kelenjar mukus akan terjadi
hepertropi serta hiperplasia sehingga meningkatnya produksi sekret dan dinding
bronkial akan menjadi tebal sehingga aliran udara akan terganggu.
Sekret yang mengental dan berlebih akan mengganggu dan alian udara
menjadi terhambat baik itu aliran udara kecil maupun aliran udara yang besar.
Pembengkakan bronkus serta secret yang kental akan mengakibatkan rusaknya
jalan pada pernafasan dan terganggunya pertukaran gas pada alveolus terutama
pada saat ekspirasi. Saluran pernapasan akan terperangkap di distal paru dan
mengalami kolaps. Rusaknya hal tersebut dapat mengakibatkan menurunnya
ventilasi alveolar, asidosi, dan hipoksia (Magfiroh et al., 2021).
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang sering ditemukan adalah batuk lebih dari 2 minggu disertai
lendir atau dahak, kemudian dahak dalam jumlah sedikit, tetapi makin lama makin
banyak. Jika terjadi infeksi maka dahak tersebut berwarna keputihan dan encer,
namun jika sudah terinfeksi akan menjadi kuning, kehijauan, dan kental. Pada
pemeriksaan fisik akan terdengar bunyi ronkhi pada dada dan pada pemeriksaan
penunjang biasnya dengan foto rontgen akan ditemukan adanya bercak pada
saluran napas (Alifariki, 2019).
F. KOMPLIKASI
Bronkitis akut yang tidak diobati secara benar cenderung menjadi bronitis
kronis, sedangkan bronkitis kronis memungkinkan anak mudah mendapat infeksi.
Gangguan pernapasan secara langsung sebagai akibat bronkitis kronis ialah bila
lendir tetap tinggal di dalam paru akan menyebabkan terjadinya atelektasis atau
bronkiektasis, kelainan ini akan menambah penderitaan pasien lebih lama.
.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada orang dengan masalah
pneumonia adalah :
1. Pemeriksaan foto toraks anteror — posterior dilakuakan untuk menilai
derajat progersifitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru
obstruktif menahun.
2. Pemeriksaan gram/ kultur, sputum dan darah : untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
3. Hasil pemeriksaan laboratotium menunjukan adanya perubahan pada
peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitungan jenis darah)
H. PENATALAKSAAN
Pemberian masing-masing obat didasarkan pada kebutuhan dan diagnosa
pasien. Obat yang sering diberikan kepada pasien berdasarkan persentase dari
yang tertinggi adalah golongan mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
kortikosteroid dan antihistamin (Fajara et al., 2021).
1. Mukolitik yaitu obat untuk meredakan batuk, dengan mekanisme kerja
mengurangi viskositas lendir karena dapat memutus ikatan sulfide.
Mukolitik untuk meredakan batuk yang merupakan gejala bronkitis akut,
yaitu refleks untuk menghilangkan benda asing selain udara yang
merangsang saluran pernapasan. Mukolitik seperti mucotein (erdostein),
mucos Syr, mukolitik (ambroxol), mucos drop, levopront syr
(levodropropizin).
2. Kortikosteroid merupakan turunan dari hormon kortikosteroid yang
dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan memiliki mekanisme kerja
memengaruhi kecepatan sintesis protein. Hormon pada kelenjar tersebut
menghambat respon inflamasi. Kortikosteroid jenis triamsinolon paling
banyak digunakan pada pasien anak dengan diagnosa bronchitis
3. Pulmicort yang digunakan adalah bentuk sediaan nebulizer karena kelebihan
dari nebulizer diantaranya sangat mudah digunakan pada anak terutama bayi
karena tidak membutuhkan koordinasi yang maksimal dengan pasien,
mampu menghantarkan larutan obat dalam bentuk aerosol sekaligus dapat
diatur konsentrasi dan dosisnya dan pasien lebih mudah untuk menghirup
obat. Budesonide yang terkandung dalam Pulmicort cepat diserap dalam
jaringan dan memiliki durasi lama pada saluran napas, sehingga dapat
memperbaiki secara signifikan pada fungsi paru .
4. Ekspektoran membuat lendir menjadi encer dengan cara meningkatkan
jumlah cairan, serta merangsang pengeluaran lendir dari saluran pernapasan.
Mekanisme kerja bronkodilator adalah melebarkan pipa saluran napas.
Teofilin yang merupakankandungan dari Theobron memiliki aksi
antiinflamasi ringan yang poten. Salbutamol termasuk golongan SABA
(Short Acting Bronchodilator Agent) yang memiliki aksi bronkodilatasi
yang baik dan berefek lemah pada stabilisasi sel mast sehingga efektif untuk
pengobatan.
5. Antihistamin meredakan batuk yang diakibatkan oleh alergi disertai hidung
meler, dengan mekanisme kerja histamin berikatan dengan reseptor H1 pada
sel target, sehingga sekresi mukus meningkat. Sebagian besar pasien pada
penelitian ini diberikan antihistamin. Obat antihistamin yang digunakan
dalam pengobatan bronkitis akut ini adalah sirup Cetirizine, Profilas, sirup
dan drop Intrizin dan CTM tablet. Pengobatan pada bronkitis akut sebagian
besar merupakan terapi simptomatis, yaitu pengobatan yang digunakan
untuk meringankan gejala bronkitis akut. Namun, ada beberapa pasien yang
diberikan antibiotik jika pasien tersebut mengalami infeksi bakteri.
Oleh karena itu pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat
sehingga seluruh kebutuhan keperawatan dapat teridentifikasi. Pada pasien
peneumonia pengkajian meliputi :
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, agama,
suku/bangsa, status pernikahan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan yang sering
muncul pada kasus pneumonia menurut PPNI (2017) sebagai berikut:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d b.d sekresi yang tertahan (D.0001)
2. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru. (D.0005)
3. Hipertermia b.d proses peradangan (D.0130)
4. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D0019)
5. Intoleran aktivitas b.d kelelahan (D.0056)
6. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar infromasi
(D.0111).
C. INTERVENSI
No SDKI SLKI SIKI
1 D0001 Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan diharapkan 1. Monitor pola nafas
Bersihan pada jalan nafas bersihan jalan nafas
b.d sekresi yang tertahan. meningkat dengan kriteria 2. Monitor bunyi nafas
Dibuktikan dengan : hasil : 3. Identifikasi Kemampuan
1. Produksi sputum menurun batuk
1. Sputum berlebih
2. Mengi menurun 4. Monitor sputum (jumlah,
2. Batuk tidak efektif warna, aroma)
3. Wheezing menurun
3. Tidak mampu batuk 4. Frekuensi nafas dalam 5. Monitor tanda & gejala
4. Mengi, Wheezing, rentang normal infeksi saluran nafas
atau ronki kering
5. Batuk efektif meningkat Teraupetik
5. Dispnea
6. Pola nafas meningkat 1. Posisikan semi fowler
6. Pola nafas berubah
2. Berikan minum air hangat
7. Frekuensi nafas
bertambah 3. Lakukan suction selama
15 detik
4. Berikan oktisgen, jika
perlu Edukasi
5. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
6. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
broncodilaor
2 D0005 Setelah dilakukan intervensi Observasi
Pola nafas tidak efektif keperawatan diharapkan pola 1. Monitor pola nafas
b.d penurunan ekspansi nafas membaik dengan (frekuensi, kedalaman,
paru. Dibuktikan dengan: kriteria hasil : usaha nafas)
- Penggunaan otot - Kapasitas vital membaik 2. Monitor bunyi nafas
bantu pernapasan - Tekanan ekpirasi tambahan
- Fase ekspirasi meningkat (Gurgling, mengi,
memanjang wheezing, ronki)
- Tekanan inspirasi
- Dispnea 3. Auskultasi bunyi nafas
meningkat
- Pola nafas abnormal - Dyspnea menurun 4. Monitor saturasi oksigen
(takipnea,bradipnea - Penggunaan ototbantu Teraupetik
& hipoventilasi) nafas menurun 1. Posisikan semi fowler
- Pernafasan cuping - Frekuensi nafas 2. Lakukan fisioterapi dada
hidung membaik 3. Berikan oksigen,
- Tekanan ekspirasi jika perlu
menurun Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator
SLKI-SIKI
Dijbfasj Kgpgrjwjtjf
NO (SDKI)
SLKI SIKI
Edukasi
8. anjurkan tirah baring
Kolaborasi
9. kolaborasi pemberian
cairan elektrolit
10. Kolaborasikan pemberian
antipiretik
Kolaborasi
13. Kolaborasikan pemberian
medikasi sebelum makan
- mFreenkiunegnksaitja
- akteaksuatan bagwia 4. laikbtaivtkiatans keluarga dalam
ntung datunbuh nh
- Dyspnea meningkat
- sianosis - keluhan lelah membaik Kolaborasi
- dispneu saat aktivitas 5. anjurkan melakukan aktivitas
menurun secara bertahap
B. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara membandingkan tindakan
keperawatan yang dilakukan terhadap hasil yang diharapkan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengidentifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi, perawat
seharusnya
memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil (Patrisia et al., 2020).
PATHWAY
bronkus Bronkitis
Produksi mucus
berlebihan Akumulasi Bronkus menyempit
Alifariki, L. O. (2019). Faktor Risiko Kejadian Bronkitis Di Puskesmas Mekar Kota Kendari.
Jurnal Ilmu Kesehatan, 8(1), 1—9.
Fajara, R., Muthoharoh, A., Ningrum, W. A., & Permadi, Y. W. (2021). EVALUASI RASIONALITAS DOSIS
OBAT PADA PASIEN PEDIATRI BRONKITIS AKUT DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUD KAJEN
TAHUN 2018-2019. Medical Sains Journal, 5(2).
Magfiroh, Yayuk, D., & Mashudi, S. (2021). STUDI LITERATUR : ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN ANAK DENGAN BRONKITIS DENGAN MASALAH KEPERAWATAN BERSIHAN JALAN
NAFAS TIDAK EFEKTIF Magfiroh*,. HEALTH SCIENCES JOURNAL, 5(1), 35—43.
Patrisia, I., Juhdeliena, J., Kartika, L., Pakpahan, M., Siregar, D., Biantoro, B., Hutapea, A. D., Khusniyah, Z., &
Sihombing, R. M. (2020). Asuhan Keperawatan Dasar Pada Kebutuhan Manusia (Edisi 1).
Yayasan Kita Menulis.
https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_pada_Kebutuhan_Dasar/Ve MNEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1
Revi, M., & Marni. (2020). Pengaruh Inhalasi Uap Kayu Putih terhadap Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas pada
Pasien Bronkhitis di Puskesmas Wonogiri I. Jurnal Keperawatan GSH, 9(2), 20—24.
Rohmah, N., & Walid, S. (2019). Proses Keperawatan Berbasis KKNI (Kerangka Kualifikasi
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan. Tim Pokja SIKI
DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019).