Disusun Oleh:
2019
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tubuh manusia terdiri dari sebelas sistem yang saling berkaitan satu
dengan yang lainnya untuk menyokong kelangsungan hidupnya.Salah satu
dari sebelas sistem yang penting adalah sistem respirasi.Respirasi
(pernapasan) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen ke dalam tubuh serta menghembusken karbondioksida sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh, penghisapan ini disebut inspirasi dan
penghembusan disebut ekspirasi.(Syaifudin, 1996).Sistem
pernapasanmempunyai resiko infeksi bronkitis yang cukup tinggi karena
berhubungan langsung dengan dunia luar.Bronkitis adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan adanya inflamasi pada pembuluh bronkus, trakea dan
bronkioli.Inflamasi menyebabkan bengkak pada permukaannya,
mempersempit ruang pembuluh dan menimbulkan sekresi dari cairan
inflamasi (Ngastiyah, 2005). Etiologi dari penyakit bronkitis adalah faktor
usia, faktor rokok, faktor lingkungan, faktor genetik dan faktor sosial genetik.
Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang
mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau.
Infeksi saluran pernapasan masih menjadi masalah utama di bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun di negara yang
sudah maju.Di Amerika Serikat, menurut National Center for health Statistics,
kira-kira ada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12 juta orang
menderita bronkitis pada tahun 1994, sama dengan 5% populasi Amerika.
Dari data SEAMIC health statistic,bronkitis merupakan penyebab kematian
anak nomor 6 di Indonesia.
Bronkitis merupakan masalah pada sistem respirasi atau pernapasan,
apabila bronkitis tidak cepat ditangani maka akan terjadi beberapa komplikasi
yaitu : bronkitis kronik, pneumonia dengan atau tanpa atelektasis, pleuritis,
efusi pleura atau empisema, abses metasis, haemaptoe, sinusitis, kor pulmonal
kronik, kegagalan pernapasan amilodosis. Dampak paling fatal apabila
2
bronkitis tidak ditangani dengan cepat dan tepat yaitu dapat menyebabkan
kematian.
Sebagai calon perawat profesional, sudah seharusnya memahami rencana
tindakan dan penanganan yang tepat bagi penderita penyakit saluran
pernapasan khususnya bronkitis.Calon perawat profesional juga harus mampu
mencegah penyebarannya agar angka kematian yang disebabkan oleh penyakit
bronkitis bisa diminimalkan.
1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami konsep teori dan asuhan keperawatan
klien dengan gangguan sistem pernapasan yaitu brokitis.
B. Tujuan Khusus
1. Konsep teori :
a. Menjelaskan tentang definisi bronkitis
b. Menjelaskan tentang klasifikasi bronkitis
c. Menjelaskan tentang etiologi bronkitis
d. Menjelaskan patofisiologi / WOC bronkitis
e. Menjelakan tentang manifestasi klinis bronkitis
f. Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik bronkitis
g. Menjelaskan tentang penatalaksanaan bronkitis
h. Menjelaskan komplikasi bronkitis
i. Menjelaskan prognosis bronkitis.
2. Asuhan keperawatan klien dengan bronkitis
1. Menjelaskan tentang pengkajian klien dengan bronkitis yang
meliputi :
a. Riwayat keperawatan
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
2. Menjelaskan tentang diagnosis keperawatan klien dengan bronkitis
3
3. Menjelaskan intervensi dan rasional tindakan klien dengan
bronkitis
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai media
informasi bagi semua kalangan, khususnya perawat mengenai bahaya
bronkitis serta penatalaksanaan proses keperawatan pada bronkitis.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKITIS
Bronkitis berasal dari bronchus (saluran napas) dan itis artinya menunjukkan
adanya suatu peradangan.“Bisa disimpulkan bronkitis merupakan suatu gejala
penyakit pernapasan.”
Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya inflamasi pada
pembuluh bronkus, trakea dan bronkioli.Inflamasi menyebabkan bengkak pada
permukaannya, mempersempit ruang pembuluh dan menimbulkan sekresi dari
cairan inflamasi (Ngastiyah, 2005).
Bronkitis berarti infeksi bronkus.Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri,
tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau
bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis,
Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Santoso, 2004).
Bronkitis pada anak berbeda dengan bronkitis yang terdapat pada orang
dewasa. Pada anak bronkitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran
5
napas lain, namun ia dapat juga merupakan penyakit tersendiri (Ngastisyah,
2005).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya
inflamasi bronkus.Secara klinis para ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu
penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama
dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis merupakan penyakit yang berdiri sendiri
melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkus ikut memegang peran
(Ngastisyah, 2005).
Pada gambar terlihat bronkus normal dan bronkus pada klien dengan
bronkitis. Pada gambar sebelah kiri merupakan gambar bronkus klien yang
mengalami bronkitis yang ditandai dengan dinding bronkus terjadi peradangan
dan penumpukan sekret dibandingkan dengan gambar pada sebelah kanan yang
merupakan bronkus normal.
6
membengkak, disfungsi silia yang menghambat aliran udara ekspirasi.Gejala
bronkitis akut adalah batuk, dengan banyak mukus purulen.Mungkin ada
rongki kering (mengi) (Jan Tambayong, 2000).
Bronkitis akut pada bayi dan anak yang biasanya bersama juga dengan
trakeitis, merupakan penyakit infeksi saluran napas akut (ISNA) bawah yang
sering dijumpai.Penyebab utama penyakit ini adalah virus.Batuk merupakan
gejala yang menonjol dan karena batuk berhubungan dengan ISNA atas,
berarti bahwa peradangan tersebut meliputi laring, trakea dan bronkus.
Gangguan ini sering juga disebut laringotrakeobronkitis akut atau croup dan
sering mengenai anak sampai umur 3 tahun dengan gejala suara serak, stridor
dan napas berbunyi (Ngastisyah, 2005).
2. Bronkitis Kronik
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya mukus yang berlebihan
pada saluran pernapasan (bronchial tree) secara terus – menerus (kronik)
dengan disertai batuk.Pengertian terus – menerus (kronik) adalah terjadi
sepanjang hari selama tidak kurang dari tiga bulan dalam setahun dan telah
berlangsung selama dua tahun berturut – turut. Batasan ini tidak mencakup
sekresi mukus berlebihan yang disebabkan oleh kanker paru, tuberkulosis dan
penyakit gagal jantung kongestif.Batasan yang digunakan adalah tiga bulan
dalam setahun karena yang menyusun batasan ini adalah para ahli yang
menangani pasien di daerah empat musim.Diagnosis bronkitis kronik
merupakan diagnosis klinis (Darmanto, 2009).
Bronkitis kronik di definisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam satu satu selama 2 tahun berturut – turut.Sekresi
yang menumpuk dalam bronkioles mengganggu pernapasan yang
efektif.Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama
bronkitis kronik.Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap
kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah.Kisaran infeksi virus, bakteri,
dan mikoplasma yang luas dapat menyebabkab episode bronkitis
akut.Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin
7
dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka yang rentan (Brunner
&Suddarth, 2002).
Belum ada persesuaian pendapat mengenai bronkitis kronik, yang ada
ialah mengenai batuk kronik dan atau berulang yang disingkat (BKB). BKB
ialah keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala
batuk yang berlangsung sekurang – kurangnya 2 minggu berturut – turut dan
atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan, dengan atau tanpa disertai
gejala respiratorik dan non – repiratorik lainnya. Dengan memakai batasan ini
secara klinis jelas bahwa bronkitis kronik pada anak adalah batuk kronik dan
atau berulang (BKB) yang telah disingkirkan penyebab – penyebab BKB itu
misalnya asam atau infeksi kronik saluran napas dan sebagainya, walaupun
belum ada keseragaman mengenai patologi dan patofisiologis bronkitis
kronik, tetapi kesimpulan akibat jangka panjang umumnya sama. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa bayi sampai anak umur 5 tahun yang
menderita bronkitis kronik akan mempunyai resiko lebih besar untuk
menderita gangguan pada saluran napas kronik setelah umur 20 tahun,
terutama jika pasien tersebut merokok akan mempercepat menurunnya fungsi
paru (Ngastisyah, 2005).
Bronkitis kronis dewasa didefinisikan sebagai batuk produktif selama 3
bulan atau lebih dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut atau lebih
dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut atau lebih, namun tidak ada
standardemikian yang dapat diterima pada anak-anak. Keberadaannya sebagai
wujud penyakit yang tersendiri telah dipertanyakan, yang menekankan
pentingnya mencari kelainan imunologis atau mukosa yang mendasarinya.
Batuk produktif kronis atau sering kumat biasanya menunjukkan penyakit
paru atau sistemik yang mendasari :penderita yang terkena harus dievaluasi
untuk defisiensi imun, kelainan anatomi, asma, penyakit lingkungan, infeksi
saluran pernapasan pernapasan atas dengan cairan postnassal, kistik fibrosis,
diskinesis silia, dan bronkiektasia. Batuk dan mengi lazim ditemukan, dan
pada sebuah penelitian, 22 penderita yang dilaporkan menderita bronkitis
kronis semuanya mempunyai bukti adanya penyakit alergi. Kadang-kadang,
8
iritasi bronkus dapat terjadi akibat inhalasi kronis debu atau asap beracun.
Merokok tembakau atau marijuana dengan jelas berhubungan dengan
informasi anamnesis. Anak belasan tahun harus ditanyai juga tentang
pemajanan terhadap asap industri atau gas mobil disekolah atau di tempat
kerja (Ngastisyah, 2005).
9
Douglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut
getar, makrofag alveolar dan surfaktan.
3. Faktor lingkungan : Resiko tambahan akibat polutan udara di tempat
kerja atau di dalam kota merupakan salah satu faktor penyebab
Bronkitis Keonis. Bronkitis kronik lebih sering terjadi pada pekerja
yang terpajan zat inorganic, debu organic, atau gas yang berbahaya.
Pekerja yang terpajan zat tersebut mempunyai kemungkinan bronkitis
kronik 2-4 kali daripada pekerja yang tidak terpajan.
4. Faktor Genetik : Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit paru
kronik, terbukti pada survey terakhir didapatkan bahwa anak – anak
dari orang tua merokok mempunyai kecenderungan mengalami
penyakit paru kronik lebih sering dan lebih berat, serta insidensi
penyakit paru kronik pada grup tersebut lebih tinggi. Faktor genetik
tersebut diantaranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya
eosinifilia atau peningkatan kadar imunoglibulin E (IgE) serum,
adanya hiperresponsif bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada
keluarga, dan defisiensi protein α-1 antitrypsin.
5. Faktor Sosial Ekonomi : Bronkitis kronik lebih banyak terdapat pada
golongan social ekonomi rendah, mungkin karena perbedaan pola
merokok, dan lebih banyak terpajan faktor resiko lain. Kematian pada
pasien bronkitis kronik ternyata lebih banyak pada golongan social
ekonomi rendah. Mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi
yang lebih jelek.
10
kesulitan bernafas. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen maka saluran nafas
oilcan lebih meregang reseptor mukosa yang ada di permukaan bronkus untuk
selanjutnya ke pons dan medulla oblongata.Selanjutnya terjadi peningkatan
frekuensi nafas, yaitu nafas jadi cepat tapi dangkal.Selain itu juga pernafasan
memakai otot pernafasan tambahan untuk memberi dorongan yang lebih kuat
untuk mendapatkan oksigen.
Virus dan bakteri biasa masuk melalui port d'entree mulut dan hidung
"dropplet infection" yang selanjutnya akan menimbulkan virernia/bakterenia dan
gejala atau reaksi tubuh unuk melakukan perlawanan. Patofisiologi bronkitis yang
mengarah pada terjadinya masalah keperawatan (Muttaqin, 2008).
Virus merupakan penyebab utama dari infeksi kemudian virus masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernapasan. Virus yang masuk saluran pernapasan melalui
udara yang kita hirup terlalu banyak akan menginfeksi saluran pernapasan. Akibat
terinfeksinnya saluran pernapasan terjadilah bronkitis. Mukosa membengkak dan
menghasilkan lendir , pilek 3 – 4 hari dan batuk (mula-mula kering kemudian
berdahak) riak jernih, purulent, encer, batuk mulai hilang. Suara ronchi basah atau
suara napas kasar, nyeri subsernal , sesak napas. Jika tidak hilang setelah tiga
minggu tejadi kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan
utama).
Patogenesis pada kebanyakan bronkitis yang didapat melalui dua mekanisme
dasar:
a. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronkitis. Infeksi
pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah
infeksi dan kemudian timbul bronkitis.
b. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronkitis, pada bagian distal
obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar
mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan
infiltrasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus.Pembentukan mukus yang
meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif.Batuk kronik yang
disertai peningkatan sekresi bronkus nampaknya mempengaruhi bronkiolus kecil
11
sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.Faktor etiologi utama
adalah merokok dan polusi udara yang lazim terjadi di daerah industri.Polusi
udara yang terus-menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena
polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus
meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah (Wilson dkk,
2002).
12
Bakteremia/viremia
Virus, usia, rokok, lingkungan,
WOC
genetik, sosial ekonomi.
Metabolisme
Inflamasi
Nafsu makan
Fungsi makrofag
menurun MK :
Penurunan difusi gas Hipertermia
Dispnea
Hipoksia
MK : Kerusakan
Pertukaran Gas 13
3.5. Manifestasi Klinis Bronkitis
Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang
mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Batuk terus –menerus
yang disertai dahak dalam jumlah banyak, dan batuk terbanyak terjadi pada pada
pagi hari. Sebagian besar penderita bronkitis kronik tidak mengalami obstruksi
aliran pernapasan, namun 10 – 15 % perokok merupakan golongan yang
mengalami penurunan aliran napas normal disebut penderita bronkitis kronik
simpleks (simplex chronic bronkitis), sedangkan yang disertai dengan penurunan
akiran napas yang ringan sampai sedang, tetapi pada penderita yang mengalami
obstruksi napas, gejalanya telah tampak pada saat inspeksi , yaitu digunakannya
otot pernapasan tambahan (accessory respiratory muscle) (Darmanto, 2009).
Biasanya penyakit dimulai dengan tanda – tanda infeksi saluran napas (ISNA)
atas yang disebabkan oleh virus.Batuk mula – mula kering, setelah 2 atau 3 hari
batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara lendir. Pada anak dahak yang
mukoid (kental) susah ditemukan karena sering ditelan. Mungkin dahak berwarna
kuning dan kental tetapi tidak selalu berarti telah terjadi infeksi bakteri
sekunder.anak besar sering mengeluh rasa sakit retrosternal dan pada anak kecil
dapat terjadi sesak napas.Pada beberapa hari pertama tidak terjadi kelainan pada
pemeriksaan dada tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan suara napas
kasar. Baatuk biasanya akan menghilang setelah 2 – 3 minggu. Bila setelah 2
minggu batuk masih tetap ada mungkin telah terjadi kolpas paru segmental atau
terjadi infeksiparu sekunder.Mengi (wheezing) mungkin saja terdapat pada pasien
bronkitis.Mengi dapat murni merupakan tanda bronkitis akut, tetapi juga
kemungkinan merupakan manifestasi asma pada anak tersebut, lebih – lebih bila
keadaan ini sudah terjadi berulang kali.Istilah bronktis asmatika sebaiknya tidak
digunakan (Ngastisyah, 2005).
Menurut Ngastiyah (2005), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang
lama, yaitu:
a. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan
seseorang kurang istirahat.
b. Daya tahan tubuh yang menurun.
14
c. Anoreksia sehingga berat badan sukar naik.
d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu dan Konsentrasi belajar
anak menurun.
15
menunjukkan penurunan ringan uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak
diperlukan pada penderita yang sebelumnya sehat.
MenurutSoemantri dan Anna (2003),ada beberapa cara pemeriksaan
diagnostic untuk penderit bronkitis, yakni :
A. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan atau
menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit – penyakit lain. Bronkitis
kronik bukan suatu diagnosis radiologis.Menurut Fraser dan Pare lebih dari
50% pasien bronkitis kronik mempunyai foto dada yang normal, sedangkan
Hadiarto mendapatkan data 26% pasien. Tetapi secara radiologis ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a) Tubular shadows atau tram lines terlihat bayangan garis – garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal. Dari 300 pasien yang
diperiksa Fraser dan Pare, ternyata 80% mempunyai kelainan tersebut.
b) Corak paru yang bertambah
Terlihat pada foto thorax diatas pada bagian bronkus terlihat berwarna
lebih putih dibandingkan foto thorax normal dikarenakan adanya
penumpukan sekret dan edema pada penderita bronkitis.
B. Pemeriksaan Faal Paru
Pemeriksaan faal paru adalah mengukur berapa banyak udara yang dapat
masuk kedalam paru – paru dan seberapa cepat udara dapat keluar dari paru –
paru.
16
Pada pasien bronkitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal.Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arus ekspirasi maksimal),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Kelainan di
atas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan
hanya pada saluran nafas kecil yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan
KAEM, closing volume, flow volume curve dengan O2 dan gas helium N2
wash out curve.
C. Analisis Gas Darah
Pada umumnya pasien bronkitis tidak dapat mempertahankan ventilasi
dengan baik, sehingga PaCO2 naik.Saturasi hemoglobin menurun, dan timbul
sianosis.Terjadi juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan
eritropoeisis.
D. Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal
pada hantaran II,III dan aVF. Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari
1 dan di V6 rasi R/S kurang dari 1.Seiring terdapat RBBB inkomplet.
17
teman-temannya. Untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar
batuk tidak bertambah banyak dengan memberikan obat secara benar dan
membatasi aktivitas anak untuk mencegah keluar banyak keringat, karena jika
baju basah juga akan menyebabkan batuk-batuk (karena dingin). Untuk
mengurangi batuk pada malam hari berikan obat batuk yang terakhir sebelum
tidur. Anak yang batuk apalagi yang bronkitis lebih baik tidak tidur di kamar yang
ber-AC atau memakai kipas angin. Jika suhu udara dingin pakaikan baju yang
hangat, bila ada yang tertutup lehernya. Obat gosok membuat anak merasa hangat
dan dapat tidur tenang. Bila batuk tidak segera berhenti berikan minum hangat
tidak manis.
Pada anak yang sudah lebih besar jika ada dahak di dalam tenggoroknya
beritahu supaya dibuang karena adanya dahak tersebut juga merangsang batuk.
Usahakan mengurangi batuk dengan menghindari makanan yang merangsang
seperti goreng-gorengan, permen, atau minum es. Jangan memandikan anak
terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan dengan air hangat (Ngastiyah, 2005).
18
6) Haemaptoe terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri
pulmonalis), cabang arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis pembuluh
darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan
tindakan beah gawat darurat.
7) Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronkitis pada saluran nafas.
8) Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis
sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal
jantung kanan.
9) Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada bronkitis
yang berat da luas.
10) Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta
proteinurea.
19
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan
mandikan anak dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
g. Jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam, karena bisa
menambah produksi lendirnya. Begitu juga minuman bersoda bisa
jadi pencetus karena saat diminum maka sodanya akan naik ke
hidung dan merangsang daerah saluran pernapasan.
20
BAB 3
PROSES KEPERAWATAN BRONKITIS
4.1. Pengkajian
4.1.1. Riwayat Keperawatan
1. Biodata pasien (nama; tempat, tanggal lahir; usia; jenis
kelamin; nama ayah/ibu; pendidikan ayah/ibu; agama; suku
bangsa; alamat; nomor register; tanggal MRS; tanggal
pengkajian; sumber informasi; diagnosa medis).
2. Keluhan utama.
Keluhan utama yang biasa klien rasakan adalah batuk dan
mengeluarkan dahak.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Infeksi saluran pernapasan sebelumnya/batuk, pilek,
takipnea, demam.
4. Riwayat tumbuh kembang.
5. Orang tua menceritakan tentang bagaimana dia bersekolah,
tentang prestasinya.
6. Lingkungan, kopping stress.
Yang klien lakukan untuk mengatasi tuntutan – tuntutan
yang penuh tekanan atau yang membangkitkan emosi.
7. Orang tua menceritakan tentang bagaimana lingkungan
sekitar anak tersebut tinggal. Dan orang tua juga
menjelaskan bagaimana anak tersebut dapat mengatasi
permasalahan.
21
demam ringan, secara bertahap mengalami peningkatan distress
pernapasan, dispnea, batuk non produktif paroksimal, takipnea dengan
pernapasan cuping hidung dan retraksi, emfisema.
Gejala:
1. Takipnea (berat saat aktivitas)
2. Batuk menetap dengan sputum terutama pagi hari
3. Warna sputum dapat hijau, putih, atau kuning dan dapat banyak
sekali.
4. Riwayat infeksi saluran nafas berulang
5. Riwayat terpajan polusi (rokok dll)
Tanda:
1. Lebih memilih posisi fowler/semi fowler untuk bernafas
2. Penggunaan otot bantu nafas
3. Cuping hidung
4. Bunyi nafas krekel (kasar)
5. Perkusi redup (pekak)
6.Kesulitan bicara kalimat (umumnya hanya kata-kata yang
terputus-putus)
7. Warna kulit pucat,normal atau sianosis
2. B2 (Blood)
Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung
redup (karena cairan di paru-paru), Warna kulit normal atau
sianosis.
3. B3 (Brain)
Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri
dada.
22
4. B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.
5. B5 (Bowel)
Gejala:
1. Mual/muntah
2. Nafsu makan menurun
3. Ketidakmampuan makan karena distres pernafasan
4. Penurunan berat badan.
5. Nyeri abdomen
Tanda:
1. Turgor kulit buruk
2. Edema
3. Berkeringat
4. Palpitasi abdomial dapat menunjukkan hepatomegaly
6. B6 (Bone)
Gejala:
1. Keletihan, kelelahan
2. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas karena sulit
bernafas
3. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk tinggi
4. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan
Tanda:
1. Keletihan
2. Gelisah
3. Insomnia
B. Head to toe
23
1. Inspeksi
a. Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
b. Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
c. Penggunaan otot bantu napas
d. Hipertropi otot bantu napas
e. Pelebaran sela iga
f. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai
g. Penampilan pink puffer (Gambaran yang khas pada
emfisema,penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed -
lipsbreathing) atau blue bloater (Gambaran khas pada bronkitis
kronik,penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki
basah dibasal paru, sianosis sentral dan perifer)
2. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
3. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
4. Auskultasi
1) Suara napas vesikuler normal, atau melemah
2) terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
padaekspirasi paksa
3) ekspirasi memanjang
4) bunyi jantung terdengar jauh
24
Kultur untuk menentukan adanya infeksi,identifikasi pathogen.
3. GDA
Memperkirakan progresi penyakit(Pa O2 menurun dan PaCO2
meningkat atau normal).
25
Klien tampak tidak terlihat kurus atau klien terliat
lebih gemuk.
4. Diit :
Klien menghindari makanan :
a. Susu dan produk susu
b. Gorengan dan makanan berminyak
c. Karbohidrat sederhana
d. Produk tinggi sodium
e. Alkohol atau minuman beralkohol
f. Asap rokok.
Klien makan minal 3 kali sehari
Intervensi Rasional
Anak membutuhkan diet
Pertahankan diet tinggi tinggi kalori dan protein,
protein, tinggi kalori pada untuk memenuhi
anak. peningkatan kebutuhan
energi,
Berikan makanan dalam Makan sedikit dan porsi
jumlah sedikit dengan porsi sering akan mengurangi
sering dari makanan yang upaya ekspirasi.
disukai. Memberikan makanan
yang disenangi
membantu agaranak
makan dalam jumlah
lebih banyak, setiap kali
makan.
26
Intervensi Rasional
Auskultasi paru terhadap Lebih awal mengenal tanda
tanda peningkatan ini sangat perlu, sebab
pembengkakan jalan napas, pembengkakan biasanya
dan kemungkinan obstruksi, berkembang dengan cepat
termasuk dispnea, takipnea, dan apat membawa
dan mengi, dan kaji kefatalan.
pengeluaramn air liur.
27
anak, termasuk oliguria, mengindikasikan
turgor kulit jelek, membrane peningkatan kebutuhan
mukosa kering, dan asupan cairan.
cekungan pada ubun-ubun
serta bola mata.
28
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya
untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas,
meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit
(Doenges Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan)
4.5.Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon
pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil
yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif
dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat
dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil
pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada
tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif,
pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi,
intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien
memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 2002, Proses
Keperawatan).
4.6. Penkes
Menurut Ngastiyah (2006), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu
diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.
a. Membatasi aktivitas anak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada
yang tertutup lehernya
c. Hindari makanan yang merangsang
29
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, mandikan anak
dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
g. Jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam, karena bisa
menambah produksi lendirnya. Begitu juga minuman bersoda bisa jadi
pencetus karena saat diminum maka sodanya akan naik ke hidung dan
merangsang daerah saluran pernapasan.
30
BAB 4
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya inflamasi
bronkus.Secara klinis para ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau
gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan.
Bronkitis berhubungan dengan infeksi virus, bakteri sekunder, polusi udara,
alergi, aspirasi kronis, refluks gastroesophageal, dan infeksi jamur.Virus
merupakan penyebab tersering bronkitis (90%), sedangkan sisanya (10%) oleh
bakteri.Virus penyebab yang sering yaitu yaitu virus Influenza A dan B,
Parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), Rinovirus, adenovirus dan
corona virus.
Menurut Wong (2003), masuknya mikroorganisme atau gen fisik seperti debu
atau inhalasi zat kimia pada trakhea atau bronkus dapat menyebabkan reaksi
radang berupa oedema mukosa dan sekresi mukus yang berlebihan. Bersamaan
dengan itu akan di jumpai peningkatan rangsang batuk sebagai akibat dari
akumulasi sekret di jalan nafas. Bila oedema mukosa berat dan sekresi mukus
berlebihan akan menyebabkan obstrukisi jalan nafas yang akan menimbulkan
kesulitan bernafas. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen maka saluran nafas
oilcan lebih meregang reseptor mukosa yang ada di permukaan bronkus untuk
selanjutnya ke pons dan medulla oblongata.Selanjutnya terjadi peningkatan
frekuensi nafas, yaitu nafas jadi cepat tapi dangkal.Selain itu juga pernafasan
memakai otot pernafasan tambahan untuk memberi dorongan yang lebih kuat
untuk mendapatkan oksigen.
Biasanya penyakit dimulai dengan tanda – tanda infeksi saluran napas (ISNA)
atas yang disebabkan oleh virus.Batuk mula – mula kering, setelah 2 atau 3 hari
batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara lendir. Pada anak dahak yang
mukoid (kental) susah ditemukan karena sering ditelan. Mungkin dahak berwarna
kuning dan kental tetapi tidak selalu berarti telah terjadi infeksi bakteri
sekunder.anak besar sering mengeluh rasa sakit retrosternal dan pada anak kecil
dapat terjadi sesak napas.Pada beberapa hari pertama tidak terjadi kelainan pada
31
pemeriksaan dada tetapi kemudian dapat timbul ronki basah kasar dan suara napas
kasar. Batuk biasanya akan menghilang setelah 2 – 3 minggu. Bila setelah 2
minggu batuk masih tetap ada mungkin telah terjadi kolpas paru segmental atau
terjadi infeksiparu sekunder.Mengi (wheezing) mungkin saja terdapat pada pasien
bronkitis.Mengi dapat murni merupakan tanda bronkitis akut, tetapi juga
kemungkinan merupakan manifestasi asma pada anak tersebut, lebih – lebih bila
keadaan ini sudah terjadi berulang kali.Istilah bronktis asmatika sebaiknya tidak
digunakan (Ngastisyah, 2005).
Ada beberapa komplikasi bronkitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara
lain : bronkitis kronik, pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, pleuritis, efusi
pleura atau empisema, abses metastasis diotak, haemaptoe sinusitis, kor pulmonal
kronik, kegagalan pernafasan, amyloidosis.
6.2. Saran
Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui
masalah yang berhubungan dengan gangguan sistem pernapasan pada pasien
terutama bronkitis, agar perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada
klien dengan bronkitis. Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering
berinteraksi dengan pasien, perawat harus mampu memenuhi kebutuhan pasien,
salah satunya adalah kebutuhan yang berhubungan dengan sistem pernapasan
terutama bronkitis. Penyusunan makalah ini belum sempurna, untuk itu
diperlukan peninjauan ulang terhadap isi dari makalah ini.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
REFERENSI JURNAL
Arda, D. 2018. Studi Kasus pada Keluarga Tn “M” dengan Bronkhitis di
Puskesmas Barombang Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Jurnal
keperawatan.
34