Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus)
(saluran udara ke paru-paru).Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada
akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit
menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut,
bronkitis bisa bersifat serius. Di Indonesia, belum ada angka kesakitan Bronkitis
kronis, kecuali di RS sentra-sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di AS
( National Center for Health tatistics ) diperkirakan sekitar 4% dari populasi
didiagnosa sebagai Bronkitis kronis. Angka inipun diduga masih di bawah angka
kesakitan yang sebenarnya (underestimate) dikarenakan tidak terdiagnosanya
Bronkitis kronis. Di sisi lain dapat terjadi pula overdiagnosis Bronkitis kronis pada
pasien-pasien dengan batuk non spesifik yang self-limited (sembuh
sendiri).Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan.
Frekuensi angka kesakitan Bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria dibanding
wanita. Hanya saja hingga kini belum ada angka perbandingan yang pasti. Usia
penderita Bronkitis kronis lebih sering dijumpai di atas 50 tahun.

1.1 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien bronkitis kronis

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menambah pengetahuan seputar penyakit bronkitis kronis serta asuhan


keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada pasien bronkitis kronis

1
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit ” bronkitis


kronis”

2. Untuk mengetahui gejala-gajala yang timbul pada penderita ” bronkitis


kronis”

3. Untuk mengetahui apa saja penyebab sekaligus patofisiologi dari ”


bronkitis kronis”

4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien penderita ”


bronkitis kronis”

1.4 Manfaat

a. Mahasiswa akan lebih mengetahui tentang ” bronkitis kronis”

b. Lebih mengerti tentang penatalaksanaan terhadap klien dengan ” bronkitis


kronis”

c. Lebih memahami tentang penerapan asuhan keperawatan “bronkitis kronis”

BAB 2

2
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan fisiologi bronchitis kronis


2.1.1 Anatomi Bronkus
a. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian
vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih
pendek daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3
cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan mempunyai 2 cabang.
Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat
cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.

2.1.2 Fisiologi sistem pernafasan

a. Pernafasan mencakup 2 proses, yaitu :

1. Pernafasan luar yaitu proses penyerapan oksigen dan pengeluaran


carbondioksida secara keseluruhan.

2. Pernafasan dalam yaitu proses pertukaran gas antara sel jaringan


dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).

b Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3


proses yaitu :

3
1. Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli
paru

2. Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam


kapiler paru.

3. Transpor yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh


jaringan tubuh

2.2 Definisi dari Bronkitis Kronis

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang


berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner &
Suddarth, 2002).

Definisi bronkitis kronik merupakan suatu definisi klinis yaitu batuk-batuk


hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan dalam
satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut. Beberapa
penyakit lain juga memberikan gejala yang sama antara lain tuberkulosis paru,
bronkiektasis tumor paru dan asma bronkial. Karena itu penyakit-penyakit
tersebut harus disingkirkan dulu sebelum diagnosis bronkitis kronik dapat
ditegakkan. (www.docstoc.com/docs/85095562/Bronkitise-kronis)

2.3 Etiologi

4
2.3.1 Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkitis kronik yaitu
rokok, infeksi, dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor
keturunan dan status sosial.

a. Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitis kronik. Secara patologis


rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan
metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan, juga dapat menyebabkan
bronkokontriksi akut. Menurut Crofton dan Douglas dalam Suyono S (2001),
merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofag
alveolar, dan surfaktan.

b. Infeksi

Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya pun lebih
berat. Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronkitis
kronik hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta
menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru
bertambah.

c. Polusi

Insidensi dan angka kematian bronkitis kronik diperkirakan lebih tinggi di


daerah industri. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar
pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok, risiko akan lebih tinggi. Salah satu
polusi yang dapat menyebabkan obstruksi saluran napas kecil (bronkiolitis)
adalah polusi nitrogen dioksida (NO2).

d. Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai peranan pada penyakit paru kronik, terbukti pada
survei terakhir didapatkan bahwa anak-anak dari orang tua yang merokok
mempunyai kecenderungan mengalami penyakit paru kronik lebih sering dan
lebih berat, serta insidensi penyakit paru kronik pada grup tersebut lebih
tinggi.

e. Faktor Sosial Ekonomi

5
Bronkitis kronik lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin karena perbedaan pola merokok, dan lebih banyak terpapar faktor
risiko lain. Kematian pada penderita bronkitis kronik ternyata lebih banyak
pada golongan sosial ekonomi rendah. Mungkin disebabkan faktor lingkungan
dan ekonomi yang lebih buruk.

f. Lingkungan Kerja

Bronkitis kronik lebih sering terjadi pada pekerja yang terpapar zat inorganik,
debu organik atau gas yang berbahaya. Pekerja yang terpapar zat tersebut
mempunyai kemungkinan bronkitis kronik 2-4 kali daripada pekerja yang
tidak terpapar. Secara epidemiologi didapatkan penurunan fungsi paru pada
pekerja-pekerja tersebut, seperti pekerja pabrik plastik yang terpapar toluene
diisocyanate, pabrik katun dan lain-lain.

2.4 Klasifikasi

2.4.1 Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak dan keluhan lain yang ringan.

2.4.2 Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai


dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).

2.4.3 Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis


with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan
sesak napas berat dan suara mengi.

2.5 Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan


inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi
lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih
banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi
menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat
menjadi rusak dan membentuk fibrosis, eolar yang berperan penting dalam

6
menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih
rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi
sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya
mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan
emfisema dan bronkiektasis.

2.6 Manifestasi Klinis

1. Batuk dengan dahak atau batuk produktif dalam jumlah yang banyak. Dahak
makin banyak dan berwarna kekuningan (purulen) pada serangan akut
(eksaserbasi). Kadang dapat dijumpai batuk darah.

2. Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas.

3. Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).

4. pada pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) terdengar suara krok-krok


terutama saat inspirasi (menarik napas) yang menggambarkan adanya dahak
di saluran napas.

5. Produksi lendir (dahak), baik yang jelas atau putih, abu-abu atau kekuning-
kuningan atau berwarna hijau. Dahak tidak selalu muncul baik pada bronkitis
akut maupun kronik.

6. Sering menderita infeksi saluran pernafasan (seperti pilek atau flu ) dengan
batuk yang produktif dan memburuk

2.7 Komplikasi
Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik:
a. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi
kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
b. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
c. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar

7
3. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru
total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat
5. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
6. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
7. Pemeriksaan sputum :
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal


eosinopil.

b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.

c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat


mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus
plug.

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Tindakan Perawatan

Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan


mengeluarakan lender

a. Sering mengubah posisi


b. Banyak minum
c. Inhalasi
d. Nebulizer
e. Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan
tenang perlu diberikan minum susu atau makanan lain

2.9.1 Tindakan Medis

a. Jangan beri obat antihistamin berlebih


b. Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial
c. Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
d. Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif

2.10 Pengobatan:

8
1. Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali
gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan Bronkitis kronis.

2. Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.

3. Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan mencegah


kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesyuai usia dan kemampuan,
istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan bergizi.

4. Oksigenasi (terapi oksigen)

5. Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.

6. Antibiotika. Digunakan manakala penderita Bronkitis kronis mengalami


eksaserbasi oleh infeksi kuman ( H. influenzae, S. pneumoniae, M.
catarrhalis). Pemilihan jenis antibiotika (pilihan pertama, kedua dan
seterusnya) dilakukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.

2.11 Pencegahan

1. Menghentikan kebiasaan merokok.

2. Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai risiko


terjadinya iritasi saluran napas.

3. Menghindari infeksi dan mengobati infeksi sedini mungkin agar tidak


terjadi eksaserbasi akut.

4. Melakukan pengobatan dan kontrol secara teratur agar dapat diberikan


obat-obat yang tepat sehingga didapatkan keadaan yang optimal.

2.12 Pencegahan Primer, Sekunder, Tersier Sesuai Dengan Kasus

2.12.1 Pencegahan Primer

Perkembangan respons imun jelas menunjukkan bahwa periode prenatal


dan perinatal merupakan periode untuk diintervensi dalam melakukan
pencegahan primer penyakit bronkitis. Banyak faktor terlibat dalam
meningkatkan atau menurunkan sensitisasi alergen pada fetus, tetapi
pengaruh faktor-faktor tersebut sangat kompleks dan bervariasi dengan

9
usia gestasi, sehigga pencegahan primer waktu ini adalah belum
mungkin. Walau penelitian ke arah itu terus berlangsung dan
menjanjikan.

2.12.2 Pencegahan sekunder

Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa pencegahan sekunder


mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi
bronkitis. Studi terbaru mengenai pemberian antihistamin H-1 dalam
menurunkan onset mengi pada penderita anak dermatitis atopik. Studi
lain yang sedang berlangsung, mengenai peran imunoterapi dengan
alergen spesifik untuk menurunkan onset bronkitis.

Pengamatan pada bronkitis kerja menunjukkan bahwa


menghentikan pajanan alergen sedini mungkin pada penderita yang
sudah terlanjur tersensitisasi dan sudah dengan gejala bronkitis, adalah
lebih menghasilkan pengurangan /resolusi total dari gejala daripada jika
pajanan terus berlangsung.

2.12.3 Pencegahan Tersier

Sudah bronkitis tetapi mencegah terjadinya serangan yang dapat


ditimbulkan oleh berbagai jenis pencetus. Sehingga menghindari
pajanan pencetus akan memperbaiki kondisi bronkitis dan menurunkan
kebutuhan medikasi/ obat.

2.13 Hasil Penelitian Berhubungan Dengan Kasus


Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini parfum merupakan suatu kebutuhan
pokok. Para pegawai kantor, remaja, dan terutama kaum wanita rasanya tidak
mungkin mereka melakukan aktivitas sehari-hari tanpa menggunakan aroma
parfum pada tubuhnya. Namun sayangnya, parfum tidak hanya memberikan
aroma harum, akan tetapi juga memberikan banyak efek racun. Ada lebih dari
500 bahan kimia potensial yang dapat digunakan untuk memberikan aroma
harum pada parfum.

10
Beberapa bahan kimia yang paling umum pada parfum adalah etanol,
asetaldehida, benzaldehida, benzil asetat, a-pinene, aseton, benzil alkohol, kapur
barus, limonene dan lain-lain, beberapa bahan kimia tersebut dapat memberikan
efek pada kesehatan yaitu mudah tersinggung, kekaburan mental, nyeri otot,
asma, kembung, nyeri sendi, nyeri sinus, kelelahan, sakit tenggorokan, iritasi
mata, masalah pencernaan, bronkitis, sakit kepala, bengkak kelenjar getah
bening, peningkatan tekanan darah, batuk, gatal, dan iritasi kulit.

2.14 Legal Dan Etis Terkait Dengan Kasus


Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan
dirancang untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus
dipertimbangkan sebelum tindakan tersebut dilakukan, dan ini menjadi acuan
untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral. Terdapat beberapa
prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu :
a. Otonomi (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk
mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti
perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik.
b. Beneficience (do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban
untuk melakukan dengan baik, yaitu mengimplemtasikan tindakan yang
mengutungkan klien dan keluarga.
c. Justice (perlakuan adil)
Perawat hendaknya mengambil keputusan dengan menggunakan rasa
keadilan.
d. Non maleficience (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak
menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar
sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja
membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
e. Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang
dimikili oleh seseorang.
f. Veracity (kebenaran)

11
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-
anak diajarkan untuk selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa,
pilihannya sering kali kurang jelas.
g. Moral right
Hak-hak klien harus dihargai dan dilindungi. Hak-hak tersebut
menyangkut kehidupan, kebahagiaan, kebebasan, privacy, self-
determination, perlakuan adil dan integritas diri.

2.15 Pendidikan Kesehatan Terhadap Pasien Bronkitis Kronis


Perawat memberikan penyuluhan kepada pasien dengan cara menanyakan
nama pasien serta menanyakan keadaan lingkungan disekitar tempat tinggal
pasien. Jika pasien anak-anak maka sebaiknya pertanyaan ini diajukan kepada
orang tua atau kepada keluarga yang menemani pasien kerumah sakit dengan
menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh pasien/ keluarga pasien.
Kemudian perawat juga menjelaskan tentang penyebab dari masalah yang
dialami pasien bisa berupa bakteri, virus, penguunaan suara yang berlebihan,
perubahan cuaca atau karena imunisasi yang tidak lengkap. Selain itu, perawat
juga menjelaskan jenis-jenis penyakit tersebut, komplikasi dari penyakit
tersebut, serta bagaimana cara mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan :
1. Hindari merokok dan menjadi perokok pasif
2. Cobalah untuk menghindari orang-orang yang telah pilek atau flu.
3. Dapatkan vaksin flu tahunan
4. Cuci tangan atau menggunakan sanitizer tangan secara teratur.
5. Ketika praktek, memakai masker

2.16 Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan


drainase postural, clapping, dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem
pernafasan, misalnya penyakit paru obstruksi kronis (bronkitis kronis, asma
dan emfisema).

Tujuan :

1) Meningkatkan efisiensi pola pernafasan.

2) Membersihkan jalan nafas.

Alat dan Bahan :

12
1) Pot sputum berisi desinfektan.

2) Kertas tisu.

3) Dua balok tempat tidur (untuk drainase dan postural).

4) Satu bantal.

5) Stetoskop.

1. Drainase Postural ( Drainase Bronkial Segmental )

a. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.

b. Cuci tangan.

c. Atur posisi :

1) Semi Fowler bersandar kekanan, ke kiri lalu ke depan apabila


daerah yang akan didrainase pada lobus atas bronkus apikal.

2) Tegak dengan sudut 45 membungkuk ke depan pada bantal dengan


45 ke kiri dan kanan apabila daerah yang akan didrainase bronkus
posterior.

3) Berbaring dengan bantal dibawah lutut apabila yang akan


didrainase bronkus anterior.

4) Posisi tandelenburg dengan sudut 30 atau dengan menaikkan kaki


tempat tidur 35-40 cm, sedikit miring ke kiri apabila yang akan
didrainase pada lobus tengah (bronkus lateral dan medial).

5) Posisi tandelenburg dengan sudut 30 atau dengan menaikkan kaki


tempat tidur 35-40 cm, sedikit miring ke kanan apabila daerah
yang akan didrainase bronkus superior dan inferior.

6) Condong dengan bantal di bawah panggul apabila yang di drainase


bronkus apikal.

13
7) Posisi tandelenburg dengan sudut 45 atau dengan menaikkan kaki
tempat tidur 45-50 cm ke samping kanan, apabila yang akan
didrainase bronkus medial.

8) Posisi tandelenburg dengan sudut 45 atau dengan menaikkan kaki


tempat tidur 45-50 cm ke samping kiri, apabila yang akan
didrainase bronkus lateral.

9) Posisi tandelenburg condong dengan sudut 45 dengan bantal di


bawah panggul, apabila yang akan didrainase bronkus posterior.

d. Lama pengaturan posisi pertama kali adalah 10 menit, kemudian periode


selanjutnya kurang lebih 15-30 menit.

e. Lakukan observasi tanda vital selama prosedur.

f. Setelah pelaksanaan drainase postural lakukan clapping, vibrasi dan


pengisapan (suction).

g. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

2. Clapping dan vibrasi dada

1) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.

2) Cuci tangan.

3) Atur posisi sesuai dengan drainase postural dan lokasi paru.

4) Lakukan clapping atau vibrasi pada :

a) Seluruh lebar bahu atau meluas beberapa jari ke klavikula apabila


daerah paru yang perlu di-clapping / vibrasi adalah daerah bronkus
apikal.

b) Lebar bahu masing-masing sisi apabila yang akan di-clapping / vibrasi


adalah daerah bronkus posterior.

c) Dada depan di bawah klavikula, apabila yang akan di-clapping / vibrasi


adalah daeran brokus anterior.

14
d) Anterior dan lateral dada kanan dan lipat ketiak sampai medianterior
dada apabila yang akan di-clapping / vibrasi adalah daeran lobus tengah
( bronkus lateral dan medial).

e) Lipat ketiak kiri sampai midanterior dada apabila yang akan di-clapping
/ vibrasi adalah daeran brokus superior dan inferior.

f) Sepertiga di bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang akan di-
clapping / vibrasi adalah daeran brokus apikal.

g) Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang akan di-
clapping / vibrasi adalah daeran brokus medial.

h) Sepertiga bawah kosta posterior kanan, apabila yang akan di-clapping /


vibrasi adalah daeran brokus lateral.

i) Sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi, apabila yang akan di-
clapping / vibrasi adalah daeran brokus posterior.

5) Lakukan clapping dan vibrasi selama kurang lebih 1 menit.

6) Setelah dilakukan tindakan drainase postural, clapping, dan vibrasi dapat


dilakukan tindakan pengisapan lendir.

7) Lakukan auskultasi pada daerah paru yang dilakukan tindakan drainase


postural, clapping, dan vibrasi.

8) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

3. Latihan Pernapasan/ latihan ulang pernapasan

Nafas Dalam

Nafas dalam merupakan bentuk latihan nafas yang terdiri dari


pernafasan abdominal (diafragma) dan purse lip breathing. Yang bertujuan
untuk membantu klien mengontrol pernafasan yang berlebihan.

Prosedur Pelaksanaan :

15
a. Atur posisi yang nyaman bagi pasien dengan posisi setengah duduk di
tempat tidur atau dikursi atau dengan lying position (posisi berbaring)
di tempat tidur dengan satu bantal.

b. Fleksikan lutut pasien untuk merelakskan otot abdomen.

c. Tempatkan satu atau dua tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang
iga.

d. Tarik nafas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup, hitung
sampai 3 selama inspirasi.

e. Konsentrasi dan rasakan gerakan naiknya abdomen sejauh mungkin,


tetap dalam kondisi relaks dan cegah lengkung pada punggung. Jika
ada kesulitan menaikkan abdomen, ambil nafas secara cepat, nafas
kuat lewat hidung.

f. Kemudian hembuskan lewat bibir seperti meniup dan ekspirasi secara


perlahan dan kuat, sehingga terbentuk suara hembusan tanpa
menggembungkan dari pipi.

g. Konsentrasi dan rasakan turunnya abdomen serta kontraksi dari otot


abdomen ketika ekspirasi. Hitung sampai 7 selama ekspirasi.

h. Gunakan latihan ini setiap kali merasakan nafas pendek dan tingkatkan
secara bertahap selama 5-10 menit, 4 kali dalam sehari. Latihan teratur
akan membantu pernafasan tanpa usaha. Latihan ini dapat dilakukan
dalam posisi duduk tegap, berdiri dan berjalan.

4. Batuk efektif

Latihan batuk efektif adalah latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.

Alat :

3) Sputum pot

4) Lysol 2-3%

5) Handuk

16
6) Peniti

7) Bantal jika diperlukan.

8) Tissue

9) Bengkok

Prosedur :

1) Setelah menggunakan pengobatan bronchodilator (jika diresepkan),


tarik nafas dalam lewat hidung dan tahan nafas untuk beberapa detik.

2) Batukkan 2 kali, batuk pertama untuk melepaskan mukus dan batuk


kedua untuk mengeluarkan sekret. Bila pasien merasa nyeri dada, pada
saat batuk tekan dada dengan bantal. Tampung sekret dengan sputum
pot yang berisi lysol.

3) Untuk batuk menghembus, sedikit maju ke depan dan ekspirasi kuat


dengan suara “hembusan”.

4) Inspirasi dengan nafas pendek cepat secara bergantian (menghirup)


untuk mencegah mukus bergerak kembali ke jalan nafas yang sempit.

5) Istirahat.

6) Hindari penggunaan waktu yang lama selama batuk karena dapat


menyebabkan kelelahan dan hypoksia.

5. Terapi Oksigen

a. Pengisapan Lendir

Pengisapan lendir (suction) merupakana tindakan keperawatan


yang dilakukan pada klien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau
lendir secara mandiri dengan menggunakan alat pengisap.

Tujuan :

1) Membersihkan jalan nafas.

2) Memenuhi kebutuhan oksigenasi.

17
Alat dan Bahan :

1) Alat pengisap lendir dengan botol berisi larutan desinfektan.

2) Kateter pengisap lendir steril.

3) Pinset steril.

4) Sarung tangan steril.

5) Dua kom berisi larutan aquades atau NaCl 0,9 % dan larutan desinfektan.

6) Kasa steril.

7) Kertas tisu.

8) Stetoskop.

Prosedur Kerja :

1) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.

2) Cuci tangan.

3) Tempatkan pasien pada posisi terlentang dengan kepala miring ke arah


perawat.

4) Gunakan sarung tangan.

5) Hubungkan kateter pengisap dengan selang alat pengusap.

6) Mesin pengisap dihidupkan.

7) Lakukan pengisapan lendir dengan memasukkan kateter pengisap ke


dalam kom berisi aquades atau naCl 0,9 % untuk mempertahankan
tingkat kesterilan (asepsis).

8) Masukkan kateter pengisap dalam keadaan tidak mengisap.

9) Gunakan alat pengisap dengan tekanan 110-150 mm Hg untuk dewasa,


95-110 mm Hg untuk anak-anak, dan 50-95 mm Hg untuk bayi .

10) Tarik dengan memutar kateter pengisap tidak lebih dari 15 detik.

18
11) Bilas kateter dengan aquades atau NaCl 0,9 %.

12) Lakukan pengisapan antara pengisapan pertama dengan berikutnya.


Minta pasien untuk bernapas dalam dan batuk, apabila pasien mengalami
distres pernapasan, biarkan istirahat 20-30 detik sebelum melakukan
pengisapan berikutnya.

13) Setelah selesai, kaji jumlah, konsistensi, warna, bau sekret, dan respons
pasien terhadap prosedur yang dilakukan.

14) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

6. Nebulasi

adalah memberikan campuran zat aerosol dalam partikel udara dengan tekanan
udara.

Tujuan Memberikan Nebulizer : untuk memberikan obat melalui nafas


spontan klien.

Persiapan Memberikan Nebulizer

Alat dan obat :

1. Oksigen set

2. Nebulizer set

3. Cairan normal saline dan obat yang akan dipakai

4. Spuit 5 atau 10 cc.

5. Mouth piece bila perlu

6. Bengkok

7. Tisu

Lingkungan :

Bersih dan tenang

Petugas :

19
1 orang

Prosedur Memberikan Nebulizer:

1. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pengobatan khususnya pada


klien yang menggunakan bronkodilator.

2. Jelaskan prosedur pada klien.

3. Atur posisi klien senyaman mungkin paling sering dalam posisi


semifowler, jaga privasi.

4. Petugas mencuci tangan.

5. Nebulizer diisi obat (sesuai program pengobatan) dan cairan normal


salin ± 4-6cc.

6. Hidupkan nebulizer kemudian hubungkan nebulizer dan selangnya ke


flow meter oksigen dan set aliran pada 4-5 liter/menit, atau ke
kompresor udara.

7. Instruksikan klien untuk buang nafas.

8. Minta klien untuk mengambil nafas dalam melalui mouth piece, tahan
nafas beberapa saat kemudian buang nafas melalui hidung.

9. Observasi pengembangan paru / dada klien.

10. Minta klien untuk bernafas perlahan-lahan dan dalam setelah seluruh
obat diuapkan.

11. Selesai tindakan, anjurkan klien untuk batuk setelah tarik nafas dalam
beberapa kali (teknik batuk efektif).

12. Klien dirapikan.

13. Alat dirapikan.

14. Petugas mencuci tangan.

15. Catat respon klien dan tindakan yangtelah dilakukan.

20
21
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Anamnesis
Keluhan utama pada klien dengan bronkhitis meliputi batuk kering dan
produktif dengan sputum purulen, deman dengan suhu tubuh dapat mencapai
>40oC dan sesak nafas.
a. Riwayat Penyakit Saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkhitis bervariasi
tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja,
hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda-
tanda terjadinya toksemia, klien dengan bronkhitis sering mengeluh
malaise, demam, badan terasa lemah, banyak keringat, takikardia, dan
takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang didapatkan terdiri
atas batuk, ekspektorasi/peningkatan produksi sekret dan rasa sakit di
bawah sternum. Penting ditanyakan oleh perawat mengenai obat-obat
yang telah atau biasa diminum oleh klien untuk mengurangi keluhannya
dan mengkaji kembali apakah obat-obat tersebut masih relevan untuk
dipakai kembali.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu sering kali klien
mengeluh pernah mengalami infeksi saluran pernafasan bagian atas dan
adanya riwayat alergi pada pernafasan atas.
c. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkitis didapatkan
klien sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang
dialaminya dimana adanya keluhan batuk, sesak nafas dan demam
merupakan stresor penting yang menyebabkan klien cemas. Perawat perlu
memberikan dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi
dengan tim medis untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis
penyakit dari klien.

22
d. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan
(nama, cara kerja, frekuensi, efek samping dan tanda-tanda terjadinya
kelebihan dosis). Pengobatan nonfarmakologi (nonmedicinal
interventions) seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak
dengan alergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), sistem
pendukung (support system), kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.
3.1.2 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronkhitis biasanya
didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40oC, frekuensi
nafas meningkat dari frekuensi normal, nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta biasanya
tidak ada masalah dengan tekanan darah.
b. B1 (Breathing)
Inspeksi :Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi
pernafasan, biasanya menggunakan otot bantu pernafasan. Pada kasus
bronkhitis kronis, sering didapatkan bentuk dada barrel/ tong. Gerakan
pernafasan masih simetris. Hasil pengkajian lainnya menunjukkan klien
juga mengalami batuk produktif dengan sputum purulen berwarna kuning
kehijauan sampai hitam kecoklatan karena bercampur darah.
Palpasi : Taktil fremitus biasanya normal.
Perkusi : Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan
pada seluruh lapang paru.
c. B2 (Blood)
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan. Batas jantung tidak mengalami pergeseran.

d. B3 (Brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit yang serius.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan erat dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang
merupakan salah satu tanda awal dari syok.
f. B5 (Bowel)

23
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan.
g. B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien
memerlukan bantuian orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari-hari.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi
mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakheal/
faringeal.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder
terhadap demam.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret,


proses penyakit kronis.

4. Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

24
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi
mukus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakheal/
faringeal.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas pasien.

Keriteria hasil :

¨ Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas jelas/bersih

¨ Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, misal


batuk efektif dan mengeluarkan sekret

Intervensi Rasional
a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya a. beberapa derajat spasme bronkus terjadi
bunyi napas misalnya mengi, krekels, dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
ronki. dimanifestasikan dengan bunyi nafas
b. Kaji/ pantau frekuensi
tambahan.
pernafasan.Catat rasio inspirasi/ b. takipnea biasanya ada pada beberapa
ekspirasi. derajat dan dapat ditemukan pada pasien
c. Catat adanya/ derajat dispnea, misal
cemas dan adanya proses infeksi akut.
keluhan “lapar udara”, gelisah, c. disfungsi pernafasan adalah variable
ansietas, distres pernafasan dan yang tergantung pada tahap proses kronis
penggunaan otot bantu pernafasan. selain proses akut yang menimbulkan
d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman
perawatan di ruimah sakit.
misal peninggian kepala tempat tidur, d. peninggian kepala tempat tidur
duduk pada sandaran tempat tidur. mempermudah fungsi pernafasan dengan
e. Pertahankan polusi lingkungan
menggunakan gravitasi.
minimum, misal debu, asap, dan bulu e. pencetus tipe reaksi alergi pernafasan
bantal yang berhubungan dengan yang dapat meningkatkan episode akut.
f. memberikan pasien beberapa cara untuk
kondisi individu.
f. Dorong/ bantu latihan napas dalam. mengatasi dan mengontrol dispnea dan
g. Observasi karakteristik batuk misal
menurunkan jebakan udara.
menetap, batuk pendek, atau basah. g. batuk paling efektif pada posisi duduk
Bantutindakan untuk memperbaiki tinggi atau kepala di bawah setelah
keefektifan upaya batuk. perkusi dada.
h. Tingkatkan masukan cairan sampai h. Hidrasi membantu menurunkan

25
3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. kekentalan sekret, mempermudah
Memberikan air hangat. Anjurkan pengeluaran.
i. merilekskan otot halus dan menurunkan
masukan cairan antara, sebagai
kongesti lokal, menurunkan
pengganti makan.
j. batuk menetap yang melelahkan perlu
i. Kolaborasi dengan dokter untuk
ditekan untuk menghemat energi dan
pemberian obat :
Bronkodilator (misal epinefrin, memungkinkan pasien istirahat.
k. drainase postural dan perkusi penting
albutenol, terbutalin)
j. spasme jalan nafas, mengi, dan untuk membuang
produksi mukosa. Analgesik, penekan banyaknyasekresi/kental dan
batuk/ antitusif (misal dextrometorfan) memperbaiki ventilasi segmen dasar
k. Kolaborasi dalam pengobatan
paru.
pernafasan misal IPPB, fisioterapi.

26
2 Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder
terhadap demam.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Kriteria Hasil : Klien menunjukkan peningkatan berat badan menuju
tujuan yang tepat

Intervensi Rasional
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan a. Pasien distres pernafasan akut sering
saat ini. Catat derajat kesulitan makan. anoreksia karena dispnea, produksi
Evaluasi berat badan dan ukuran sputum dan obat.
b. penurunan bising usus menunjukkan
tubuh.
b. Auskultasi bunyi usus. penurunan motilitas gaster dan
c. Berikan perawatan oral sering, buamg
konstipasi.
sekret, berikan wadah khusus untuk c. Rasa tak enak, bau dan penampilan
sekali pakai dan tisue. adalah pencegah utama terhadap nafsu
d. Dorong periode istirahat selama 1 jam
makan dan dapat membuat mual dan
sebelum dan sesudah makan. Berikan
muntah dengan peningkatan kesulitan
makan porsi kecil tapi sering.
nafas.
e. Hindari makanan penghasil gas dan
d. membantu menurunkan kelemahan
minuman karbonat.
selama waktu makan dan memberikan
f. Hindari makanan yang sangat panas
kesempatan untuk meningkatkan
atau sangat dingin.
g. Timbang berat badan sesuai indikasi. masukan kalori total.
h. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk e. dapat menghasilkan distensi abdomen
memberikan makanan yang mudah yang menggangu napas abdomen dan
dicerna. gerakan diafragma dan dapat
meningkatkan dispnea.
f. suhu ekstrem dapat mencetuskan/
meningkatkan spasme batuk.
g. berguna untuk menentukan kebutuhan
kalori, menyusun tujuan berat badan, dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
h. meminimalkan pasien dalam penggunaan
energi.

27
3 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret,
proses penyakit kronis.

Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi

Kriteria Hasil:

 Teridentifikasinya intervensi untuk mencegah atau menurunkan


resiko infeksi.

 Adanya Perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang


nyaman.

Intervensi Rasional
a. Awasi suhu. a. Demam dapat terjadi karena infeksi atau
dehidrasi.
b. Observasi warna, bau sputum.
b. Sekret berbau, kuning dan kehijauan
c. Tunjukkan dan bantu pasien tentang menunjukkan adanya infeksi
pembuangan sputum. c. mencegah penyebaran patogen
d. Malnutrisi dapat mempengaruhi
d. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi kesehatan umum dan menurunkan
adekuat. tekanan darah terhadap infeksi.
e. Dapat diberikan untuk organisme khusus
a. Berikan anti mikroba sesuai indikasi
yang teridentifikasi dengan kultur.

4 Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

Tujuan : Menunjukkan perbaikan dengan aktivitas intoleran

Kriteria Hasil : Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan /


diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas
yang dapat diukur.

Intervensi Rasional
a. Dukung pasien dalam menegakkan a. Otot-otot yang mengalami kontaminasi
latihan teratur dengan menggunakan membutuhkan lebih banyak O2.

28
exercise, berjalan perlahan atau latihan
yang sesuai.

5 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan : pasien akan mengalami penurunan rasa ketakutan dan ansietas.

kriteria Hasil :
• Ketakutan dan ansietas tentang serangan vertigo berkurang atau hilang
• Mencapai pengetahuan dan keterampilan untuk berkompromi dengan
bronchitis kronis
• Merasakan berkurangnya ketegangan, ansietas dan ketidakpastian
• Klien mampu memanfaatkan teknik manajemen stres bila diperlukan

Intervensi Rasional
a. Kaji tingkat kecemasan (ringan, a. Dengan mengetahui tingkat kecemasan
sedang, berat). klien, sehingga memudahkan tindakan
selanjutnya.
b. Berikan dorongan emosional.
b. Dukungan yang baik memberikan
c. Beri dorongan mengungkapkan semangat tinggi untuk menerima
ketakutan/masalah keadaan penyakit yang dialami.
c. Mengungkapkan masalah yang dirasakan
d. Jelaskan jenis prosedur dari
akan mengurangi beban pikiran yang
pengobatan
dirasakan
e. Beri dorongan spiritual
d. Penjelasan yang tepat dan memahami
penyakitnya sehingga mau bekerjasama
dalam tindakan perawatan dan
pengobatan.

e. Diharapkan kesabaran yang tinggi untuk


menjalani perawatan dan menyerahkan
pada TYME atas kesembuhannya

29
3.4 Implementasi Keperawatan

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan
jalan nafas, mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi,
mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan
informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan
Keperawatan)

30
3.5 Evaluasi

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien


terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang
diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan
kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian
berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang
mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah
ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat,
masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat,
kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya. (Keliat Budi
Anna, 1994, Proses Keperawatan)

31
BAB 4

KESIMPULAN/SARAN

4.1 Kesimpulan

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang


berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner &
Suddarth, 2002).

Bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya


menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang
berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan
yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga
cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam
setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.

Diagnose yang muncul dari masalah bronkitis kronis meliputi


Ketidakefektifan bersihan jalan napas Perubahan nutrisi, resiko tinggi terhadap
infeksi, intoleran aktifitas, dan ansietas

4.2 Saran

Penyusun sangat membutuhkan saran, demi meningkatkan kwalitas dan


mutu makalah yang kami buat dilain waktu. Sehingga penyusun dapat
memberikan informasi yang lebih berguna untuk penyusun khususnya dan
pembaca umumnya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, ; alih bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi 8, EGC; Jakarta.

Carolin, Elizabeth J, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2002.

Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made
Kariasa ; editor, Monica Ester, Edisi 3, EGC ; Jakarta.

Tucker, Susan Martin, 1998, Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta.

Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit FKUI,
Jakarta.

Long, Barbara C, 1998, Perawatan Medikal Bedah, 1998, EGC, Jakarta.


7.PRICE, Sylvia Anderson, 1994, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit, EGC, Jakarta.

Keliat, Budi Anna, Proses Keperawatan

Andhika (online http///:BRONKIOLITIS/bronkiolitis.html diakses tanggal 24


November 2011 pukul 11.00)

Yulia (online http//:FILE BRONKITIS/askep-bronkitisjolk.html diakses tanggal 25


November 2011 pukul 19.00)

33

Anda mungkin juga menyukai