Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKHITIS KRONIS

A. DEFINISI
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-
paru). Peradangan ini menyebabkan penghasilan mukus yang banyak dan
beberapa perubahan pada saluran pernafasan

Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang


berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang
menumpuk dalam bronkioles mengganggu pernapasan yang efektif (Perawatan
Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang


berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner &
Suddarth, 2002).

Bronkhitis kronis adalah penyakit atau gangguan pernapasan paru


obstruktif yang ditandai dengan produksi mukus yang berlebih (sputum mukoid)
selama kurang 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun untuk 2 tahun berturut turut.
(Elizabeth .J. Corwin)

Bronkhitis kronis adalah gangguan pernapasan atau inflamasi jalan napas


dan peningkatan produksi sputum mukoid menyebabkan ketidak cocokan
ventilasi – perfusi dan penyebab sianosis. (Sylvia .A. Price)

Bronkhitis kronis (BK) secara fisiologis di tandai oleh hipertrofi dan


hipersekresi kelenjar mukosa bronkial, dan perubahan struktural bronki serta
bronkhioles. Bronkhitis Kronik dapat di sebabkan oleh iritan fisik atau kimiawi
(misalnya, asap rokok, polutan udara ) atau di sebabkan infeksi ( bakteri atau
virus). Secara harfiah bronchitis dapat digambarkan sebagai penyakit gangguan

1
respiratorik dengan gejala utama adalah batuk. Ini berarti bronchitis bukan
merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi juga penyakit lain dengan
bronchus sebagai pemegang peranan (Perawatan Anak Sakit, EGC, 1995)

Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang


sifatnya menahun (berlangsung lama), merupakan keadaan yang berkaitan
dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk
menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk
lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.

Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:


1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk
berdahak dan keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai
dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).

3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with


obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak
napas berat dan suara mengi.

B. ETIOLOGI

Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu


rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor
keturunan dan status sosial.
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat
antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan
metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan
bronkostriksi akut.

2. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi
paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.

3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila
ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga
menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat
pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,
kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu
problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim
ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan
dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.

5. Faktor sosial ekonomi


Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih jelek

C. EPIDEMIOLOGI
Bronkitis kronik terjadi pada 20 - 25% laki - laki 40 - 65 tahun. Dinegara
barat, kejadian bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di
Inggris dan Amerika penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab
kematian dan ketidakmampuan pasien untuk bekerja. Kejadian setinggi itu
ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan pengobatan memakai
antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti
mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik-
klinik dan diderita oleh laki-laki dan wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai
dari anak bahkan dapat merupakan kelainan congenital. Penyakit dan gangguan
saluran napas khususnya bronkitis kronik ini masih menjadi masalah terbesar di
Indonesia pada saat ini. Angka kematian akibat penyakit saluran napas dan paru
seperti infeksi saluran napas akut, tuberkulosis asma khususnya bronkitis kronik
masih menduduki peringkat tertinggi. Infeksi virus dan bakteri merupakan
penyebab yang sering terjadi.

D. PATOFISIOLOGI

Dokter akan mendiagnosis


bronkhitis kronis jika pasien
mengalami batuk atau mengalami
produksi sputum selama kurang
lebih tiga bulan dalam satu tahun
atau paling sedikit dalam dua tahun
berturut-turut. Serangan bronkhitis
disebabkan karena tubuh terpapar
agen infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan
iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti
emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar
dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar
sehingga meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan
mukus.
Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun
lambat laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas
terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan
penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami
kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana
terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai
PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia,
maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).

Pathway Bronkhitis Kronis:

5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Sinar x dada : Dapat menyatakan hiperinflasi paru –


paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara
retrosternal, hasil normal selama periode remisi.
2. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe,
melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
3. TLC : Meningkat
4. Volume residu : Meningkat.
5. FEV1/FVC: Rasio volume meningkat.
6. GDA : PaO2 dan PaCO2 meningkat, pH Normal.
7. Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder
bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
8. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen.
9. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada
lead II, III, AVF.
10. Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia
kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.

F. PENATALAKSANAAN

1. Pelaksanaan medis

Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah, mengontrol infeksi, dan


meningkatkan drainase bronkhial menjadi jernih. Pengobatan yangdiberikan
adalah sebagai berikut:

a. Antimicrobial

b. Postural drainase
c. Bronchodilator

d. Aerosolized Nebulizer
e. Surgical Intervention

2. Pelaksanaan keperawatan
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan
mengeluarakan lendir :
a. Sering mengubah posisi dan banyak minum
b. Inhalasi dan nebulizer
c. Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan
tenang perlu diberikan minum susu atau makanan lain
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN BRONKHITIS KRONIK

I. PENGKAJIAN

A. Identitas

Nama :

Umur :
Kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

Penanggung :

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama

Batuk

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien pada umumnya mengeluh sering batuk sering terjadi pada pagi
hari dan dalam jangka waktu yang lama desertai dengan produksi sputum,
demam, suara serak dan kadang nyeri dada

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu ditemukan adanya batuk yang
berlangsung lama (3 bulan atau lebih)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tanyakan apakah ada anggota keluarga pasien yang mempunyai penyakit
berat lainnya atau penyakit yang sama dengan. Dari keterangan tersebut
untuk penyakit familial dalam hal ini bronchitis kronik berkaitan dengan
polusi udara rumah, dan bukan penyakit yang diturunkan.

C. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1. Bernafas
Pasien umumnya mengeluh sesak dan kesulitan dalam bernafas karena
terdapat sekret.

2. Makan dan Minum

Pasien umumnya mengalami anoreksia karena mual yang dialaminya dan


ketakutan terhadap penyakitnya.

3. Eliminasi

Pada pasien bronkitis biasanya tidak ditemukan data yang menyimpang


dalam kebutuhan eliminasinya.

4. Gerak dan aktivitas

Pada pasien bronkitis biasanya mengalami penurunan gerak dan aktivitas


karena suplai oksigen menurun dalam tubuhnya.

5. Istirahat tidur

Pasien umumnya mengalami gangguan tidur dan jam tidurnya berkurang


karena batuk yang dialami.

6. Kebersihan diri

Mengungkapkan bagaimana kebersihan diri pasien itu, dari personal


hygine, oral hygine, dan lain-lain. Kebersihan diri tergantung dari pasien
itu sendiri.

7. Pengaturan suhu tubuh

Pasien umumnya mengalami peningkatan suhu tubuh terkait proses


inflamasi yang dialaminya.

8. Rasa nyaman

Pada pasien bronkitis kronis terkadang mengeluh nyeri pada bagian dada.
9. Rasa aman

Pasien terkadang kurang mengetahui tentang penyakit yang dideritanya


sehingga mengalami ketakutan terhadap apa yang dialami.

10. Sosialisasi dan komunikasi

Mengungkapkan bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang


disekitarnya dan petugas medis.

11. Ibadah

Menjelaskan bagaimana pasien menjalankan ibadahnya sebelum dan


sesudah sakit sesuai kepercayaan yang dianutnya.

12. Produktivitas

Mengungkapkan apa yang biasa dikerjakan dan dilakukan oleh pasien


dalam kesehariannya dan perubahan yang dialami selama ia sakit.

13. Rekreasi

Mengungkapkan bagaimana manajemen stress yang biasa dilakukan oleh


pasien dan yang dilakukan ketika ia sakit.

14. Pengetahuan

Menjelaskan sejauhmana pasien mengetahui tentang kondisi penyakit


yang dideritanya.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
a. Tingkat keamanan
b. GCS

c. Tanda-tanda vital : Tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi rate


a. Keadaan fisik
2. Kepala dan leher
Kepala : Kaji bentuk danada tidaknya benjolan.
Mata : Kaji warna sklera dan konjungtiva.
Hidung : Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
Telinga : Kaji ada benjolan dan kebersihannya
Mulut : Kaji mukosa dan kebersihannya.
Leher : Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.
3. Sistem Integumen
Rambut : Kaji warna dan kebersihannya.
Kulit : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
Kuku : Kaji bentuk dan kebersihannya.
4. Sistem Pernafasan
Inspeksi : biasanya pada pasien bronkhitis terjadi sesak, bentuk
dada barrel chest, kifosis.
Palpasi : Iga lebih horizontal.
Auskultasi : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas tembahan,
biasanya terdengar ronchi.
5. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
Palpasi : Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.
Auskultasi : Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.
6. Sistem Pencernaan
Inspeksi : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi : Kaji apakah terdengar bunyi thympani
Auskultasi : Kaji bunyi peristaltik usus.

E. Data Penunjang
1. Analisa gas darah
- Pa O2 : rendah (normal 80 – 100 mmHg)
- Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
- Saturasi hemoglobin menurun.
- Eritropoesis bertambah
2. Sputum : Kultur untuk menentukan
adanya infeksi, mengidentifikasi patogen
3. Tes fungsi paru : Untuk menentukan
penyebab dispnoe, melihat obstruksi.
4. Foto sinar X rontgen

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. Analisa Data

Data Fokus Data Standar Masalah Kep.


Ds: kefektifan
pasien mengatakan an jalan napas
hidungnya tersumbat Hidung pasien tidak
tersumbat

Do:

Suara Nafas tambahan :


Ronchi, (akibat Tidak terdapat suara
obstruksi bronkus) nafas tambahan

Terdapat sputum Tidak terdapat


sputum

Ds : Gangguan pertukaran
Pasien mengatakan Pasien tidak sesakgas
sesak napas nafas

Do :

Sianosis Tidak terjadi sianosis


Pa O2 : rendah Pa O2 : (normal 80 –
100 mmHg)
Pa CO2 : tinggi
Pa CO2 : (normal 36 –
Saturasi hemoglobin
44 mmHg).
menurun.
Saturasi hemoglobin
normal
Ds : Pola nafas tidak
Pasien mengatakan Pasien tidak sesakefektif
sesak napas nafas

Do :

Pola Napas tidak teratur Pola nafas teratur


Dispnea Pernafasan normal

Terdapat penggunaan Tidak menggunakan


otot bantu pernapasan ototbantu pernafasan
Ds : Perubahan nutrisi
Pasien mengatakan tidak kurang dari kebutuhan
Pasien nafsu makan
nafsu makan

Do :
Nafsu makan Nafsu makan baik

buruk/anoreksia
Berat badan ideal

Penurunan berat badan


B. Analisa Masalah

1. P : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

E : Peningkatan produksi sekret

S : Pasien mengatakan hidungnya tersumbat, suara nafas tambahan :


ronchi, (akibat obstruksi bronkus), terdapat sputum

2. P : Gangguan pertukaran gas


E : Obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.

S : Pasien mengatakan sesak napas, sianosis , Pa O2 : rendah, Pa CO2 :


tinggi

3. P : Pola nafas tidak efektif


E : Broncokontriksi, mukus

S : pola napas tidak teratur, dispnea, terdapat penggunaan otot bantu


pernapasan

4. P : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


E : Kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
S : Nafsu makan buruk/anoreksia, penurunan berat badan

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh


sekresi, spasme bronchus.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe,


anoreksia, mual muntah.

III. INTERVENSI
N Diagnosa Intervensi Rasional
Tujuan dan
1. Setelah 1.
o Keperawatan
Ketidakef P Bebera
Kriteria Hasil ektifan dilakukan pa
engkajian
derajat
rsih
an
jala
n spasme

be bro
nku
sterj
adi
den
tindakan gan
1.
keperaw IM Auskultasi bunyi nafas
IV. atan
napas o
b.d b
3x24 st
r
jam u
ketidak k
si
efektifa j
n a
l
a
n
n
a
f
a
s
d
a
n
p dapat
bersihan jalan
e dimanifest
n nafas 2. Kaji/pantau asikan
i frekuensi
n
g
k
a
t
a
n
pr dengan
od t pernafas adanya
uk an. bunyi
si
se K nafas.
3.
kre Observa
t 2.
si
karakteri Tachipnoe
stik biasanya
batuk ada
4.
- Suara - Se
nafas(vesic (-):
ular):HE dan

nilai 3
ut atau a pasien dan keluarga
pada inf
beberapa ek kelemah n
6
derajat dan si memudahkan .
dapat ak informasi

ditemukan ut. m
s B
selama / e
adanya proses K r
- RR:
merupaka
24x i
4 n
kegiatan k
yang a
dilarang n
didalam
ruang3.
Batuk o
dapat b
menetap
a
tet
perawa t
ap
5.
i s
tid e
ak s
ef u
ek a
i
tif,
kh
i
us
n
us
d
ny i
a k
pa a
da s
la i
nsi
a,
pe
ny
ak
it
ak
: akit m
5.
pasien penyeb e
bronkod ab m
m
S p
e
an 7.
n e
d kelemb r
7.B
a aban m

p udara u
menuru d
A at
nkan a
k
kekent h
a
n alan
sekret,
v
pd
e 8.
ma
nt n
il d
as a
p
i a
y t
a menurunk
an/mence
n gah
g pembentukan
mukosa
a
d
e
k
u
at

6.me
gu
ra
ng
i
ef
ek
pe
ny
PLEMENTASI

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan,
memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan
serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges
Marilynn E, 2000, Remcana Asuhan Keperawatan)

V. EVALUASI

Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien


terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan
telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap
tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya
dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu
pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif,
pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans
aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, pasien memahami kondisi
penyakitnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Laporan Pendahuluan Bronchitis Kronis.(Dalam:


http://kmbwinahaerani.blogspot.com/2011/11/laporan-pendahuluan-
bronchitis-kronis.html ). Diakses tanggal 17 September 2013Pukul 17.25
wita

Anonim. 2010.Konsep Dasar Definisi Bronkitis Kronis.( Dalam :http://sely-


biru.blogspot.com/2010/03/konsep-dasar-definisi-bronkitis-
kronik.html).Diakses tanggal 17 September 2013.Pukul 17.28 wita

Anonim.2011.LP dan Askep Bronkitis Kronis .


(Dalam:http://kmbceptrischa.blogspot.com/2011/10/lp-dan-askep-bronkitis-
kronis.html ) Diakses tanggal 17 September 2013.Pukul 17.34 wita

E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. 1999.


EGC:Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC

Price,Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi. Jakarta :EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth


Ed.8 . Jakarta : EGC
21

Anda mungkin juga menyukai