Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

“BRONGKITIS AKUT”

SRY RAHAYU

BT 21O1O26
TINGKAT 1A
I.KONSEP MEDIS
A. Definisi
Bronkitis adalah sebuah inflmasi pada bronkus. Bronkitis akut
merupakan kejadian terpisah, biasanya merupakan infeksi primer virus
sebagai komplikasi dari penyakit selesma, influenza, batuk rejan,
campak  atau rubela.infeksi skunder merupakan akibat bakteri, yang
umumnya bakteri haemophilus influeza atau streptococcus pnemoniae.
Pada bronkitis kronik, kelenjar mukus bronkial mengalami hipertrofi
akibat asap rokok dan polutan atmosfer yang membuat iritasi,dan
keluhan pasien satu-satunya adalah batuk pruduktif serta sputum mukoid
yang terjadi sepanjang hari selama tiga bulan berturut-turut selama dua
tahun berturut- turut(Syaifullah Noer, 2018).
Bronkitis pada anak dapat merupakan bagian dari banyak
penyakit pernafasan lainya. Namun bronkitis dapat juga merupakan
penyakit tersendiri.sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan
topik yang masih kontroversi dan ketidak-jelasan di antara para
klinikus dan para  penyidik.bronkitis sering merupakan dignosa yang
di tegakkan,baik di luar  maupun di dalam negeri,walaupun dengan
patokan diagnosis yang tidak  sama.bahkan meragukan adanya
bronkitis kronik pada anak  sebagai penyakit tersendiri.Mengapa hal ini
sampai terjadi kesimpang siuran karena masih belum ada konsensus
tentang bronkitis pada anak ini terinfeksi (Pratamawati, 2019).

Jadi bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara


ke paru-paru). Peradangan ini menyebabkan penghasilan mukus
yangbanyak dan beberapa perubahan pada saluran pernafsan
B. Etiologi
Bronkitis akut biasanya sering disebabkan oleh virus
seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza,
virus para influenza, dan coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat
dijumpai pada anak yang sedang menderita morbilli, pertusis dan infeksi
Penyebab lain dari bronkitis akut dapat juga oleh bakteri
( staphylokokus, streptokokus, pneumokokus, hemophylus influenzae).
Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur 
(Purnawan Junadi; 2018; 206).
Penyebab non infeksi adalah akibat aspirassi terhadap bahan fisik 
atau kimia. Faktor predisposisi terjadinya bronkitis akut adalah
perubahan cuaca, alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas
kronik  memudahkan terjadinya bronkitis (Ngastiyah; 2017; 37).
C. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir
dan inflamasi. Adanya iritasi yang terus menerus menyebabkan kelenjar-
kelenjar mensekresi lendir sehingga lendir yang diproduksi
semakin banyak, peningkatan jumlah sel goblet dan penurunan fungsi
silia. Hal ini menyebabkan terjadinya penyempitan dan penyumbatan
pada bronkiolus. Alveoli yang terletak dekat dengan bronkiolus dapat
mengalami kerusakan dan membentuk fibrosis sehingga terjadi
perubahan fungsi bakteri. Proses ini menyebabkan klien menjadi lebih
rentan terhadap infeksi pernapasan.
D. Manifestasi Klinis
1. Tanda toksemi : Malaise, demam, badan terasa lemah,
banyak keringat “ Diaphoresis”, tachycardia,
tachypnoe.
2. Tanda isitasi : Batuk, ekspektorasi/ peningkatan produksi
secret, rrasa kasikt dibawah sternum
3. Tanda obstruksi : sesak nafas, rasa mau muntah
Penyempitan bronkhial lebih lanjut dapat terjadi perubahan fibrotik
yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya dapat terjadi perubahan
paru yang irreversible. Hal tersebut kemungkinan mangakibatkan
emfisema dan bronkiektatis. (manurung, 20018)
Virus dan kuman biasa masuk melalui “port de entry” mulut dan
hidung “dropplet infection” yang selanjutnya akan menimbulkan
viremia/ bakterimia dengan gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan
perlawanan
E. Komplikasi
1. Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien,

antara lain : Bronchitis kronik Bronchitis kronik merupakan suatu


definisi klinis yaitu batuk-batuk hampir setiap hari disertai
keluarnya dahak, sekurang-kurangnya dalam 3 bulan.

2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering


mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada
saluran nafas  bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase
sputumnya kurang baik.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
 pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.

4. Efusi pleura atau Empisema


F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fungsi paru

Respirasi (Pernapasan / ventilasi) dalam praktek klinik bermakna


sebagai suatu siklus inspirasi dan ekspirasi. Frekuensi pernapasan
orang dewasa normal berkisar 12 - 16 kali permenit yang mengangkut
kurang lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru. Volume yang lebih
rendah dari kisaran normal seringkali menunjukkan malfungsi sistem
paru. Volume dan kapasitas paru diukur dengan alat berupa spirometer
atau spirometri. Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat
inspirasi dan ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal,
sedang volume tidal pada tiap orang sangat bervariasi tergantung pada
saat pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari
volume tidal secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus
alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam proses
pertukaran gas. (manurung, 20018 )
2. Analisa gas darah
Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida,
kadar  bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan
basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas
digunakan sebagai
pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang
akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat
menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan,
tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari
penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita
harus menghubungkan dengan riwayat
 penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-dtalaboratorium lainnya.
Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
- PH normal 7,35-7,45
- Pa CO2 normal 35-45 mmHg
- Pa O2 normal 80-100 mmHg
- Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/
- HCO3 normal 21-30 mEq/l
- Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3
3. pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto thoraks posterior-anterior dilakukan untuk menilai
derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit
paru obstruktif menahun. (manurung, 20018 ).
3. Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan
pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis
darah). Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding
dengan tuberculosis paru.
Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat,
misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak
sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah
menjadi 3 bagian :
- Lapisan teratas agak keruh
- Lapisan tengah jernih, terdiri saliva (ludah)
- Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis
dari bronkus yang rusak (celluler debris).
G. Penatalaksanaan Medik
1. Keperawatan
Memenuhi intake cairan sampai di atas atau lebih 4000 ml per hari
serta dengan memanipulasi lingkungan di sekitar pasien dengan uap
panas atau dengan kabut dingin. Fungsinya adalah untuk membantu
mengencerkan dahak.
2. Medis
Pada penyebab yang di karenakan oleh virus belum ada obat khusus,
antibiotik tidak ada gunanya. Banyak minum terutama air buah sangat
memadahi. Obat penekan batuk tidak boleh di berikan pada batuk
yang berlendir.Bila batuk tidak mereda pada 2 minggu patut dicurigai
kemungkinan infeksi skunder dan pemberian anti biotik dapat di
berikan asal telah hilang kemungkinan terjadi pertusis.bakteri yang
di anjurkan adalah Amoxillin, ko-trimoxasol dan golongan
mikrolide.anti biotik di berikan selama dua minggu dan bila tidak
berhasil maka dilakukan rongen foto toraks untuk menyingkirkan
adanya kulaps paru segmental dan lober, bend asing dan tuberkulosis.
Bila bronkitis akut terjadi berulang kali perlu di kaji adanya penyebab
lain seperti kelainan saluran nafas,benda asing, bronkiektasis,
defisiensi imonologis, hiperreaktivitas bronkus, dan ISPA (infeksi
saluran nafas atas akut) atas yang belum teratasi.
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan


dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan dasar
pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan klien. Pengkajian lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta
atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu
diagnosa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan respon individu (Budiono, 2018). Data tersebut berasal dari
pasien (data primer), keluarga (data sekunder), dan catatan yang ada (data
tersier). Pengkajian dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan
melalui wawancara, observasi langsung, dan melihat catatan medis.

Adapun data yang diperlukan pada pasien typhoid yaitu sebagai berikut :

1. Anamnese (Data subyektif)

a. Identitas Pasien.

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, jenis kelamin, usia,
agama, suku bangsa, nomor RM, dan identitas penanggung jawab.

2. Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan oleh klien yaitu panas
naik turun, yang menyebabkan klien datang untuk mencari bantuan
kesehatan.

3. Riwayat penyakit sekarang

Ditemukan adanya keluhan klien yang mengalami peningkatan suhu


tubuh >37,5℃ selama lebih dari 1 minggu, disertai menggigil. Naik
turunnya panas terjadi pada waktu pagi dan sore dan berlangsung
selama lebih dari 1 minggu. Keadaan semakin lemah, kadang disertai
dengan keluhan pusing, akral hangat, takikardia, serta penurunan
kesadaran.

4. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien pernah menderita penyakit demam tifoid, atau


menderita penyakit lainnya

5. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus

6. Pola fungsi kesehatan

a). Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan


muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali

b). Pola eliminasi

Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami diare oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya
warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid
terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak
keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan
cairan tubuh

c). Pola aktivitas dan latihan Aktivitas klien akan terganggu karena
harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi
maka segala kebutuhan klien dibantu

d). Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan pada orang dewasa terhadap keadaan
penyakitnya

e). Pola tidur dan istirahat

Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu


tubuh

f) Pola sensori dan kognitif

Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan


umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pada klien

g). Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat


di rumah sakit dan klien harus bed rest total

h). Pola penanggulangan stress

Biasanya orang dewasa akan tampak cemas

7. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan


klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi adalah pemeriksaan
fisik dengan jalan mengetuk kan jari tengah ke jari tengah lainnya
untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi
adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi adalah
dengan cara mendengarkan menggunakan stetoskop (auskultasi
dinding abdomen untuk mengetahui Bising usus). Adapun
pemeriksaan fisik pada Klien demam tifoid diperoleh hasil sebagai
berikut :

a) Keadaan umum :
1). Keadaan umum: klien tampak lemas

Kesadaran : Composmentis

TandaVital :Suhu tubuh tinggi >37,5°C ; Nadi dan frekuensi


nafas menjadi lebih cepat

2). Pemeriksaan kepala

Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya bentuk kepala


normal cephalik, rambut tampak kotor dan kusam

Palpasi: Pada pasien demam tifoid dengan hipertermia


umumnya terdapat nyeri kepala

3). Mata

Inspeksi: Pada klien demam tifoid dengan serangan berulang


umumnya salah satunya, besar pupil tampak isokor, reflek pupil
positif, konjungtiva anemis, adanya kotoran atau tidak

Palpasi: Umumnya bola mata teraba kenyal dan melenting

4). Hidung

Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya lubang hidung


simetris, ada tidaknya produksi secret, adanya pendarahan atau
tidak, ada tidaknya gangguan penciuman.

Palpasi: Ada tidaknya nyeri pada saat sinus di tekan.

5). Telinga

Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya simetrsis, ada


tidaknya serumen.

Palpasi: Pada klien demam tifoid umumnya tidak terdapat nyeri


tekan pada daerah tragus
6). Mulut

Inspeksi: Lihat kebersihan mulut dan gigi, pada klien demam


tifoid umumnya mulut tampak kotor, mukosa bibir kering

7). Kulit dan Kuku

Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya muka tampak


pucat, Kulit kemerahan, kulit kering, turgor kulit menurun

Palpasi: Pada klien demam tifoid umumnya turgor kulit kembali


<2 detik karena kekurangan cairan dan Capillary Refill Time
(CRT) kembali <2 detik.

8). Leher

Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya kaku kuduk jarang


terjadi, lihat kebersihan kulit sekitar leher

Palpasi: Ada tidaknya bendungan vena jugularis, ada tidaknya


pembesaran kelenjar tiroid, ada tidaknya deviasi trakea

9). Thorax (dada)

Paru paru

Inspeksi : Tampak penggunaan otot bantu nafas diafragma,


tampak Retraksi interkosta, peningkatan frekuensi pernapasan,
sesak nafas

Perkusi :Terdengar suara sonor pada ICS 1-5 dextra dan ICS 1-2
sinistra

Palpasi : Taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri, taktil


fremitus teraba lemah

Auskultasi : Pemeriksaan bisa tidak ada kelainan dan bisa juga


terdapat bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien
dengan peningkatan produksi secret, kemampuan batuk yang
menurun pada klien yang mengalami penurunan kesadaran.

10). Abdomen

Inspeksi : Persebaran warna kulit merata, terdapat distensi perut


atau tidak, pada klien demam tifoid umumnya tidak terdapat
distensi perut kecuali ada komplikasi lain

Palpasi : Ada/tidaknya asites, pada klien demam tifoid


umumnya terdapat nyeri tekan pada epigastrium, pembesaran
hati (hepatomegali) dan limfe

Perkusi : Untuk mengetahui suara yang dihasilkan dari rongga


abdomen, apakah timpani atau dullness yang mana timpani
adalah suara normal dan dullness menunjukan adanya obstruksi.

Auskultasi : Pada klien demam tifoid umumnya, suara bising


usus normal >15x/menit

11). Musculoskeletal

Inspeksi : Pada klien demam tifoid umumnya, dapat


menggerakkan ekstremitas secara penuh

Palpasi : periksa adanya edema atau tidak pada ekstremitas atas


dan bawah. Pada klien demam tifoid umumnya, akral teraba
hangat, nyeri otot dan sendi serta tulang

12). Genetalia dan Anus

Inspeksi :Bersih atau kotor, adanya hemoroid atau tidak,


terdapat perdarahan atau tidak, terdapat massa atau tidak. Pada
klien demam tifoid umumnya tidak terdapat hemoroid atau
peradangan pada genetalia kecuali klien yang mengalami
komplikasi penyakit lain Palpasi : Terdapat nyeri tekanan atau
tidak. Pada klien demam tifoid umumnya, tidak terdapat nyeri
kecuali klien yang mengalami komplikasi penyakit lain

B. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai


respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan merupakan langkah kedua dalam proses keperawatan yaitu
mengklasifikasi masalah kesehatan dalam lingkup keperawatan. Diagnosa
keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon seorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual atau potensial.

Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon


klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan. Tujuan pencacatan diagnosa keperawatan yaitu
sebagai alat komunikasi tentang masalah pasien yang sedang dialami
pasien saat ini dan merupakan tanggung jawab seorang perawat terhadap
masalah yang diidentifikasi berdasarkan data serta mengidentifikasi
pengembangan rencana intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan


produksi secret

2. Pola nafas tidak efektif berhubunngan dengan hambatan upaya nafas

3. Nyeri akut erhubunngann dengan agen pencedera fisiologis

4. Hiperermi berhubungann dengan proses penyakit


C. Pathway

Virus/bakteri memasuki tubuhh

(bakterimia/viremia)

Allergen

Aktivitas IG E

Peningkatan pelepasan

Edema mukosa sel demam

Goblet

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas Batuk kering setelah 2-3 hari Hipertermi

Batuk mulai berdahak

Mungkin dahak berwarnah Pola nafas tidak efektif

Peningkatan frekuensi

Penggunaan otot-otot

Nyeri
D. Intervensi Keperawatan

Standar Intervensi Keperawatan mencakup intervensi keperawatan


secara komprehensif yang meliputi intervensi pada berbagai level praktik
(generalis dan spesialisis), berbagai kategori (fisiologis dan psikososial),
berbagai upaya kesehatan (kuratif, preventif dan promotif), berbagai jenis
klien (individu, keluarga, komunitas), jenis intervensi (mandiri dan
kolaborasi) serta intervensi komplementer dan alternatif.(PPNI, 2018).

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubunngan dengan sekresi yang


tertahan
Latihan batuk efektif
Observasi
- Identivikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
- Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
- Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkalan pasien
- Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudiankeluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas. Nafas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam
yang ke tiga
Kolaborasi
- Kolaboorasi pemberian mukotolik atau ekspektoran, jika perlu
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
Manajemen jalan nafas
Observasi
- Monitor pola nafas
- Monitor bunnyi nafas
- Monitor sputum(jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minuman hangat
- Lakukan fisio terapi dada, jika perllu
- Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelim penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bbronkodilator, ekspektoran, mukolotik
3. Nyeri akut berhubunngan dengan agen penccedera fisiologis
Manajemen nyeri
Obsevasi
- Identifikasi lokas, karakeristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
identitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memberberat dan memperinan nyeri
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat tidur
Kolaborasi
E. Implementasi Keperawatan

Tahap implementasi adalah fase tindakan atau “melakukan” proses


keperawatan, selama fase ini perawat melakukan intervensi yang telah
direncanakan. Pada fase ini, perawat menginformasikan hasil dengan
cara berkomunikasi dengan klien dan anggota tim layanan kesehatan lain,
secara individual atau dalam konferensi perencanaan. Setelah itu, perawat
akan menuliskan informasi dengan cara mendokumentasikannya sehingga
penyedia layanan kesehatan selanjutnya dapat melakukan tindakan
dengan tujuan dan pemahaman.

Implementasi keperawatan mencakup beberapa langkah sebagai berikut:

a. Melaksanakan rencana asuhan keperawatan

b. Melanjutkan pengumpulan data

c. Mengomunikasikan asuhan keperawatan dengan tim layanan kesehatan

d. Mendokumentasikan asuhan.

F. Implementasi Keperawatan

Tahap implementasi adalah fase tindakan atau “melakukan” proses


keperawatan, selama fase ini perawat melakukan intervensi yang telah
direncanakan. Pada fase ini, perawat menginformasikan hasil dengan
cara berkomunikasi dengan klien dan anggota tim layanan kesehatan lain,
secara individual atau dalam konferensi perencanaan. Setelah itu, perawat
akan menuliskan informasi dengan cara mendokumentasikannya sehingga
penyedia layanan kesehatan selanjutnya dapat melakukan tindakan
dengan tujuan dan pemahaman.

Implementasi keperawatan mencakup beberapa langkah sebagai berikut:

a. Melaksanakan rencana asuhan keperawatan

b. Melanjutkan pengumpulan data


c. Mengomunikasikan asuhan keperawatan dengan tim layanan kesehatan

d. Mendokumentasikan asuhan.

G. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil,


implementasi dengan kriteria dan standar telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilan bila hasil dan evaluasi tidak berhasil sebagian perlu disusun
rencana keperawatan yang baru. Evaluasi dilakukan selama 3x24 jam
setelah pengkajian pasien
Metode evaluasi keperawatan, antara lain:
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan dan
bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai
dengan kegiatan pada sistem penulisan evaluasi formatif ini biasanya
ditulis dalam catatan kemajuan atau menggunakan sistem SOAP
(subyektif, obyektif, assessment, planing).
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi akhir yang bertujuan untuk menilai secara keseluruhan,
sistem penulisan evaluasi sumatif ini dalam bentuk catatan naratif
atau laporan ringkasan.
DAFTAR PUSTAKA

Noer, Syaifullah. (2018). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta; EGC

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, (2019). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: EGC;

Junadi, Purnawan, dkk. 2018. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2. Jakarta


: Media Aesculapius Fakultas Kedoteran UI.
Ngastiyah. 2019. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC.
Manurung, Santa dkk. 2018.  Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan


Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai