Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMOPTOE CCT SUPS TB

OLEH :

ANDI AINUN SAFITRI

BT2101065

1C

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARITOJA


WATAMPONE
2022
I. KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Hemoptoe cct sups tb adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri microbacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar bakteri tuberkulosis
masuk kedalam jaringan paru melalui udara dan selanjutnya mengalami
proses yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon (Wijaya, 2013).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang biasanya menyerang parenkim
paru, yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. TB
dapat mengenai hampir kesemua bagian tubuh, termasuk meninges, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi dalam 2 sampai 10
minggu setelah ajanan (Smeltzer & Bare, 2015).
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium
Tuberkulosis yanng hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya,
tapi yang paling banyak adalah paru-paru. Tuberkulosis adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala
yang sangat bervariasi (Padila, 2013).
Jadi, TB Paru merupakan penyakit infeksi yang biasanya menyerang paru
– paru khususnya bagian parenkim paru. Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberkulosis yang terhirup oleh manusia melalui
udara. Namun tidak hanya paru – paru, bagian tubuh lainnya juga dapat
terserang penyakit ini seperti meninges, ginjal, tulang dan lain sebagainya.
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan dengan
pengobatan yang tepat dan teratur.

B. ETIOLOGI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium
Tuberkulosis yanng hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya,
tapi yang paling banyak adalah paru-paru. Tuberkulosis adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala
yang sangat bervariasi (Padila, 2013).
Jadi, TB Paru merupakan penyakit infeksi yang biasanya menyerang paru
– paru khususnya bagian parenkim paru. Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberkulosis yang terhirup oleh manusia melalui
udara. Namun tidak hanya paru – paru, bagian tubuh lainnya juga dapat
terserang penyakit ini seperti meninges, ginjal, tulang dan lain sebagainya.
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan dengan
pengobatan yang tepat dan teratur.

C. PATOFISIOLOGI
Ketika seorang penderita TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka
secara tidak sengaja percikan dahak yang mengandung kuman atau bakteri
jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari
atau suhu udara yang panas, percikan dahak tadi menguap ke udara.
Dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang
terkandung dalam dahak tadi terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup
oleh orang sehat maka orang itu berrisiko terkena infeksi bakteri
tuberkulosis (Muttaqin, 2008).
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer
atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura
(Setiati, 2014:865). Bakteri yang masuk ke paru – paru dapat bertahan
hidup dan menyebar ke limfe serta aliran darah sehingga dapat
menyebabkan seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang terinfeksi
oleh bakteri ini (Nurarif, 2015).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit
spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai
10 minggu setelah pemajanan (Sudoyo, 2013).
Infeksi primer mungkin hanya berukuran mikroskopis dan karenanya tidak
tampak pada foto rongten. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses
degenerasi nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja tidak, yang menyebabkan
pembentukan rongga yang terisi oleh massa basil tuberkel seperti keju, sel-
sel darah putih yang mati, dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya,
material ini mencair dan dapat mengalir ke dalam percabangan
trakeobronkial dan di batukkan (Asih, 2004:82).
Produksi sputum merupakan gejala yang tidak khas pada banyak penyakit
paru. Umumnya, sputum merupakan produk peradangan atau infeksi
saluran pernapasan, namun dapat juga berasal dari alveolus. Akibat sekresi
mukus yang berlebihan meliputi batuk, sumbatan saluran pernapasan dan
obstruksi saluran pernapasan (Ringel, 2012).
Saluran perapasan mempunyai beberapa alat untuk mengekspresikan
ketidaksenangannya atau iritasinya. Saluran pernapasan dan parenkim paru
mempunyai beberapa reseptor, tetapi batuk merupakan respon utama paru
terhadap rangsangan bahaya. Reseptor iritan di seluruh saluran pernapasan
dapat memicu batuk sebagai suatu usaha untuk membersihkan materi-
materi bahaya. Jenis batuk pembersih tenggorokan lebih sering berkaitan
dengan iritasi saluran pernapasan atas. Adanya sputum menunjukan
adanya infeksi, peradangan saluran pernapasan (Ringel,2012).
Dahak manusia merupakan sumber infeksi yang paling penting. Saat
penderita batuk, bersin maupun berbicara maka akan terjadi percikan
dahak yang sangat kecil yang mengandung kuman atau bakteri TB yang
melayang-layang diudara. Sehingga dengan mudah akan terhirup oleh
manusia yang sehat dan menyebabkan orang sehat tersebut tertular
penyakit TB Paru karena ketidaktahuannya dalam mencegah penularan
(Crofton, 2002).

D. MANIFESTASI KLINIK
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit
yang mempuyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik :
1) Gejala Respiratorik, meliputi :
a) Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering(non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan
yang lanjut adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh
darah yang pecah.
b) Batuk Darah
Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c) Sesak Nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan
bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2) Gejala sistemik, meliputi :


a) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tapi kadang-kadang
panas bahkan dapat mencapai 40-41˚C.Keadaan ini sangat dipengaruhi
daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis
yang masuk.
b) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa : tidak ada
nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). (Wahid Abdul &
Suprapto Imam, 2013).

E. KOMPLIKASI
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita dengan stadium lanjut :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya
Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).(Wahid
Abdul & Suprapto Imam, 2013).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Darah
Pada saat tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meninggi dengan diferensiasi pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal.Laju endap darah mulai meningkat.
2.Sputum
Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan.Kriteria sputum BTA positif
adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada
satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml
sputum.
3.Tes Tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai
cara Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D
(purified protein derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (intermediate
strength)
4.Foto Thoraks
Foto thoraks dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiologi
standar. Jenis pemeriksaan radiologi lain hanya atas indikasi Top foto,
oblik, tomogram dan lain-lain. (Huda Amin & Kusuma Hardhi, 2016).

G. PENATA LAKSANAAN MEDIS


Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan.Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :

1. Rifampisin
2. INH
3. Pirazinamid
4. Streptomisin
5. Etambutol

2. Pengobatan suportif

Pengobatan yang diberikan kepada penderita tb perlu diperhatikan


keadaan klinisnya.Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat,
dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala atau keluhan.

a. Penderita rawat jalan


1. Makan makanan yang bergizi bila dianggap perlu dapat diberikan
vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan
untuk penderita tuberculosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
2. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas atau demam
3. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak
nafas atau gejala lain.

b. Penderita rawat inap


1. TB paru disertai keadaan atau komplikasi sbb : batuk darah
(profus), keadaan umum buruk, pnemutoraks, empiema, efusi
pleura nasif/bilateral, sesak nafas berat (bukan karena efusi pleura)
2. TB diluar paru yang mengancam jiwa : TB paru milier, menigitis
TB
1.) Terapi pembedahan

A. Indikasi mutlak
1. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak
tetap positif
2. Penderita batuk darah yang pasif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
3. Penderita dengan fistula bronkopleura dan emiema yang tidak
dapat diatasi secara konsevatif

B. Indikasi relatif

1. Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang


2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan sisa kaviti yang
menetap

C. Tindakan Invasif selain pembedahan

1. Bronkoskopi
2. Pungsi pleura
3. Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

2.) Kriteria sembuh

a. BTA mikroskopik negatif 2 kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat.
b. Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/perbaikan
c. Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
(Huda Amin & Kusuma Hardhi, 2016).

II.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN

Pengkajian adalah unsur penting dalam tiap fase proses

keperawatan. Pengkajian dimulai ketika pasien pertama kali berhadapan

dengan sistem layanan kesehatan dan berlanjut selama pasien

membutuhkan layanan (Wahid Abdul & Suprapto Imam, 2013).


A. Pengkajian TB paru

1) Data Klien

Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari

usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama

antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak

ditemukan pada klien yang tinggal didaerah dengan tingkat

kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam

rumah sangat minim.

2) Riwayat Kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain :

a. Demam sub febris, febris (400C-410C) hilang timbul.


b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang
dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulent
(menghasilkan sputum).
c. Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru-paru.
d. Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
f. Sianosis, sesak nafas, kolaps, merupakan gejala atelektasis.
Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan
jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi
yang sakit tampak bayangan hitam dan diafragma menonjol ke
atas.
g. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan
tetapi merupakan penyakit infeksi menular.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya

a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.


b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

4) Riwayat Pengobatan Sebelumnya

a. Kapan klien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan


sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama klien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

5) Riwayat Sosial Ekonomi

a) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat kerja,


jumlah penghasilan.
b) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat
berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada
keluarga yang kurang mampu, masalah
sehubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lama dan biaya yang banyak, tidak bersemangat dan
putus harapan.

6) Faktor Pendukung

a) Riwayat lingkungan.
b) Pola hidup : Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola
istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

7) Pemeriksaan Diagnostik

a) Kultur sputum : Mikobakterium Tuberkulosis positif pada


tahap akhir penyakit
b) Tes Tuberkulin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-
15 mm terjadi 48-72 jam).
c) Foto toraks : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas : pada
tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan
dengan batas tidak jelas. Pada kavitas bayangan, berupa cincin.
Pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi.
d) Bronchografi untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan
paru karena TB Paru.
e) Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED)
f) Spirometri : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital
menurun.

8) Pemeriksaan Fisik

a) Pada tahap dini sulit diketahui.


b) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
c) Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara umforik.
d) Pada keadaan lanut terjadi atropi, tetraksi interkostal, dan fibros.
e) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan
suara pekak).

9) Pola kebiasaan Sehari-hari

a) Pola aktivitas dan istirahat


Subyektif : rasa lemah, cepat lelah, aktivitas berat timbul.
Sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari.
Obyektif : takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable,
sesak (tahap lanjut : infiltrasi radang sampai setengah paru),
demam subfebris (400C-410C) hilang timbul.
b) Pola Nutrisi
Subyektif : anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan
berat badan.
Obyektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan
lemak subkutan.
c) Respirasi
Subyektif : batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit
dada.
Obyektif : mual batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu, sesak nafas,
pengembangan pernafasan tidak simetris, pekusi pekak dan
penurunan fremitus, deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obyektif : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga timbul pleuritis.
e) Integritas Ego

Subyektif : faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak


berdaya/tak ada harapan. Obyektif : menyangkal, ansietas,
ketakutan, mudah tersinggung

b.Pengkajian Sistem Pernafasan (oksigenasi)

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan


auskultasi.

1.) Inspeksi

a) Pemeriksaan dada dimulai dari thoraks posterior, klien pada posisi


duduk
b) Dada di observasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang
lainnya
c) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah
d) Inspeksi thoraks posterior terhadap warna kulit dan kondisinya,
skar, lesi, massa, gangguan tulang belakang seperti: kiposis,
lordosis dan skoliosis
e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan
pergerakan dada
f) Observasi tipe pernafasan, seperti: pernafasan hidung atau
pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase ekspirasi (E). Ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase
ekspirasi yang memanjan menunjukkan adanya obstruksi pada
jalan nafas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow
Limitation (CAL)/COPD
h) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior
(AP) dengan diameter lateral/transversal (T). Ratio ini normalnya
berkisar 1 : 2 sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh klien
(Wahid Abdul & Suprapto Imam, 2013)
2.) Palpasi

Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan


mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan
mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi). Palpasi thoraks untuk
mengetahui abnormalitas yang terkaji sat inspeksi seperti: massa, lesi,
bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien megeluh nyeri.
Vocal premitus: getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.

a) Leher
Trakea yang normal dalam garis lurus di antara otot
sternokleidomastoideus pada leher dan mudah digerakkan serta
dengan mudah kembali ke posisi garis tengah setelah digeser.
b) Dada
1. Vocal premitus adalah vibarsi yang dirasakan ketika pasien
mengatakan “77” (tujuh tujuh). Vibrasi normal bila terasa
di atas batang bronkus utama. Bila teraba di atas perifer
paru, hal ini menunjukkan konsolidasi sekresi atau efusi
pleura ringan sampai sedang
2. Fremitus ronkhi adalah vibrasi yang teraba di atas sekresi
dan kongesti pada bronkus atau trakea
3. Emfisema subkutan menyebabkan krepitasi diatas daerah
yang terkena. Bila di auskultasi, juga terdengar crackles.
Hal ini dapat berpindah ke daerah yang berbeda tergantung
padraks atau pneumomediastinum ke dalam jaringan
subkutan menyebabkan emfisema subkutan

3.) Perkusi

Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pilmoner, organ


yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.

Jenis suara perkusi:

a) Suara perkusi normal:


Resonan (Sonor): Bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal.
Dullness: Dihasilkan di atas bagian jantung atau paru
Timphany: Musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara
b) Suara perkusi abnormal:
Hiperresonan: Bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
Flatness: sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi.
Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana area seluruhnya
berisi jaringan.

4.) Auskultasi

Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan


suara nafas normal, suara nafas tambahan (abnormal), dan suara.Suara
nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari
laring ke alveoli, dengan sifat bersih. (Wahid Abdul & Suprapto Imam,
2013.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi


2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi –perfusi
3. Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
5. resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pernapasan
INTERVENSI KEPERAWATAN

1.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi

MANAJEMEN JALAN NAPAS

Observasi

1) Monitor pola napas (mis. Frekuensi, kedalamam, usaha napas)


2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronvhi
kering)
3) Monitor sputum (jumlah,warna dan aroma)

Terapeutik

1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust


jika curiga trauma servikal)
2) Posisika semi fowler atau fowler
3) Berikan minuman hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan ondotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8) Berikan oksigen, jika perlu.
Edukasi

1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

2) Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan


ventilasi –perfusi

PEMANTAUAN RESPIRASI

Observasi

1) Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya napas


2) Monitor pola panas seperti ( seperti
bradipnea,takipnea,hiperventilasi,kussmaus,cheyne-stokesbiot,ataksit)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Aukultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks

Teraupetik

1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


2) Dokumentasikan hasil pemantauan
1. Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prossedur tindakan
2. Informasikan hasil tindakan jika perlu
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang telah ditentukan


maka pola napas membaik dengan kriteria hasil :

1. Ventilasi semenit meningkat


2. Kapasitas vital meningkat
3. Diameter thoraks anterior-psterior meningkat
4. Tekanan ekspirasi meningkat
5. Tekanan inspirasi meningkat
6. Dyspnea menurun
7. Penggunanaan otot bantu menurun
8. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
9. Ortopnea menurun
10.Pernapasan pursed-lip menurun
11.Pernapasan cuping hidung menurun
12.Frekuensi napas membaik
13.Kedalaman napas membaik
14.Ekskursi dada membaik.

PEMANTAUAN RESPIRASI

Observasi

1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas


2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot, ataksik
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10)Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

1) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


2) Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang telah ditentukan


maka status nutrisi membaik dengan kriteria hasil :

1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat


2. Kekuatan otot pengunyah meningkat
3. Kekuatan otot menelan meningkat
4. Serum albumin meningkat
5. Verbalisasi keinginan untuk kebutuhan nutrisi meningkat
6. Pengetahuan tentang pilihan minuman yang sehat meningkat
7. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
8. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat
9. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman meningkat
10. Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat
11. Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan
meningkat
12. Perasaan cepat kenyang menurun
13. Nyeri abdomen menurun
14. Sariawan menurun
15. Rambut rontok mennurun
16. Diare menurun
17. Berat badan membaik
18. IMT membaik
19. Frekuensi makan membaik
20. Nafsu makan membaik
21. Bising usus membaik
22. Tebal lipatan kulit trisep membaik
23. .Membrane mukosa membaik
MANAJEMEN NUTRISI

Observasi

1) Identifikasi status nutrisi


2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi

Edukasi

1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2) Ajarkan diet yang diprogramkan
3) Kolaborasi
4) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
5.resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan

pernapasan

TERAPI AKTIVITAS

Observasi

1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas


2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas rutin (misal bekerja) dan waktu luang
6. Monitor respon emosional fisik sosial dan spiritual terhadap aktivitas

Teraputik

1. Fasilitas fokus pada kemampuan bukan defisit yang dialami


2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas
3. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
4. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
5. Fasilitas aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
6. Fasilitas aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
7. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
8. Fasilitas mengembangkan motovasi dan penguatan diri
9. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari

Edukasi

1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu


2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
4. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk memberikan penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor


program aktuvitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pelasanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutuan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah,2016).

EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan


yang menandakan keberhasilan dari Diagnosa keperawatan, rencana intervensi,
dan implementasi. Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien, digunakan SOAP/SOAPIER. Penggunaan tersebut
tergantung dari kebijakan setempat. Pengertian SOAPIER sebagai berikut
(Setiadi, 2012).

Evaluasi Formatif

S : Data Subjektif Adalah perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang
didasarkan, dikeluhkan, dikemukakan klien.

O : Data Objektif Perkembangan yang bisa diamati yang dilakukan oleh perawat
atau tim kesehatan lainnya.

A : Analisis Penelitian dari dua jenis data (baik subjektif maupun objektif) apakah
perkembangan kearah perbaikan atau kemunduran.
P : Planning Rencana penanganan klien yang didasarkan oleh hasil analisis diatas
yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah
belum teratasi.

Evaluasi Sumatif

Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang
akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap
dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar di dapat data-data, masalah
atau rencana yang perlu dimodifikasi.

S : Data Subjektif Adalah perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang
didasarkan, dikeluhkan, dikemukakan klien.

O : Data Objektif Perkembangan yang bisa diamati yang dilakukan oleh perawat
atau tim kesehatan lainnya.

A : Analisis Penelitian dari dua jenis data (baik subjektif maupun objektif) apakah
perkembangan kearah perbaikan atau kemunduran.

P : Planning Rencana penanganan klien yang didasarkan oleh hasil analisis diatas
yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah
belum teratasi.

I : Implementasi Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana

E : Evaluasi Yaitu penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dari evaluasi
telah dilaksanakan dan sejauh masalah klien teratasi.

R : Reassessment Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi,


pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data
subjektif dan proses analisanya.
DAFTAR PUSTAKA

Abd, Wahid & Iman Suprapto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan
Keperawatan Pada Ganggguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Media

Amin Huda & Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Andra Saferi Wijaya & Yesssie Mariza Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan
Medikal Bedah Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika

Caroline Bunker Rosdahl & Mary T. Kowalski. (2017). Buku Ajar Keperawatan
Dasar Edisi 10 : Jakarta: EGC

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, (2018). Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1 : Jakarta: DPP PPNI

Rohmah & Walid. (2016). Proses Keperawatan: Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta :
Ar-Ruzz

Setiadi. 2012. Konsep&Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan


Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai